BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Munculnya Konsep CSR - Bentuk Program Corporate Social Responsibility Bank Nagari dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal(Studi Pada Program CSR Bank Nagari Cabang Pangkalan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Munculnya Konsep CSR Di dalam banyak literatur, banyak yang sepakat bahwa karya Horward R.

  Bowen yang berjudul Social Responsibilities of the Businessman yang terbit pada tahun 1953 merupakan tonggak sejarah CSR Modern. Sejak penerbitan buku Bowen ini, memberikan pengaruh yang besar terhadap buku-buku CSR yang terbit sesudahnya sehingga banyak yang sepakat untuk menyebut Bowen sebagai Bapak CSR.

  Selanjutnya pada tahun 1960, banyak usaha yang dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi CSR dan salah satu akademisi yang dikenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial perusahaan di luar tanggung jawab ekonomi semata.

  Tahun 1971, Committee for Economic Development (CED) menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations.

  Penerbitan yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.

  Tahun 1987, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on

  Environment and Development

  (WCED) menerbitkan laporan yang berjudul Our Common Future. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerja sama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

  Pengenalan konsep sustainable development memberi dampak besar kepada perkembangan konsep CSR selanjutnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep CSR di era tahun 1990-an sampai saat ini ialah diperkenalkannya konsep sustainable development yang mendorong munculnya

  sustainability report dengan menggunakan metode triple bottom line.

  Perkembangan CSR saat ini juga dipengaruhi oleh perubahaan orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat sukarela untuk memenuhi kewajiban perusahaan yang tidak memiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang, menjadi suatu kegiatan strategis yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang. (http://csrjatim.org/v3/data/sejarah-csr.pdf, diakses 03 agustus 2012, pukul 14.00 WIB).

  Perkembangan pelaksanaan CSR untuk konteks Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Pertama pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan. Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi merupakan praktik bisnis secara sukarela, melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah (Situmorang, 2011:33).

2.2. Manfaat Program Corporate Social Responsibility

  Tanggung jawab sosial tidak lepas dari keberadaan perusahaan yang tidak akan pernah melepaskan diri dari lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial masyarakat lokal maupun lingkungan alam. Rusaknya kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan alam dapat dipastikan akan mengganggu bahkan menghentikan proses perusahaan, dan pada akhirnya akan menggagalkan maksimalisasi nilai keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

  Melalui CSR perusahaan akan dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan citra perusahaan. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa CSR berbeda dengan charity atau sumbangan sosial. CSR harus dijalankan diatas suatu program dengan memperhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program dalam jangka panjang.

  Sementara sumbangan sosial lebih bersifat sesaat dan berdampak sementara, sehingga diibaratkan hanya sebagai pelipur lara.

  Adapun manfaat penerapan CSR yang dilaksanakan dengan berlandaskan pada nilai-nilai etis yaitu :

  1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan CSR secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankan. Program CSR akan mendongkrak citra perusahaan.

  2. CSR dapat sebagai pelindung dan membantu meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Jika perusahaan sedang mendapatkan kabar yang tidak baik atau bahkan perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat akan lebih mudah memaafkannya.

  3. Bila reputasi perusahaan baik, maka akan berdampak positif terhadap karyawan yang bekerja didalamnya. Kebanggaan akan menghasilkan loyalitas, sehingga akan termotivasi untuk bekerja lebih keras dan akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas perusahaan.

  4. Program CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan stakeholders-nya (Susanto, 2009:15).

2.3. Implementasi Program CSR di Indonesia

  Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas.

  Salah satu contoh bentuk program CSR di Indonesia adalah oleh PT Unilever Indonesia Tbk. PT Unilever Indonesia membentuk Yayasan Unilever Indonesia Peduli (UPF) sebagai langkah penting perwujudan komitmen tanggung jawab sosial perusahaan.

  Sementara, bentuk program CSR Bank HSBC lebih terfokus pada bidang pendidikan, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Beberapa diantara program CSR yang dilakukannya adalah : 1.

  HSBC Kita Piknik di Udara Yaitu mengundang 250 orang anak kurang mampu dari 16 sekolah dan yayasan untuk mengikuti acara lomba menggambar di dalam pesawat yang lagi mengudara. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan inspirasi bagi cita-cita mereka;

2. Mendekatkan Diri Dengan Alam

  Pada tahun 2004 HSBC bergabung dengan Conservation International dalam proyek lingkungan hidup senilai USD 19.800 yang disebut HSBC Kita-Penjelajah Alam; 3. Mewarnai Dunia

  Program HSBC Kita “Warnai Dunia” adalah bagian dari program mengajar sukarela. Bersama dengan para guru dan murid, program Warnai Dunia telah mengubah wajah perpustakaan sekolah, fasilitas olahraga, dan UKS menjadi lebih bersih dan cerah; 4. Membawa Indonesia ke Pentas Dunia

  HSBC juga memiliki komitmen yang tinggi dalam mendukung usaha kecil dan menengah Indonesia melalui proyek ‘Made in Indonesia’ (Hardianto, 2011:272-274).

2.4. Bentuk-Bentuk Program CSR di Indonesia

  Bentuk-bentuk program CSR yang dilaksanakan di Indonesia masih beraneka ragam, sesuai dengan motif dan tujuan perusahaan yang bersangkutan untuk melakukan program tersebut. Menurut Gunawan (2008), program CSR di Indonesia memiliki tiga bentuk yaitu :

  1. CSR Berbasis Karikatif (Charity) Program karikatif (charity) biasanya menjadi pijakan awal bagi sebuah perusahaan untuk melakukan program CSR. Program karikatif diwujudkan dengan memberikan bantuan yang diinginkan oleh masyarakat.

  Program karikatif umumnya berwujud hibah sosial yang dilaksanakan untuk tujuan jangka pendek dan penyelesaian masalah sesaat saja. Program ini diatur oleh kepanitiaan kecil dan fokus pada orang-orang miskin. Motivasi program karikatif berkisar pada agama, tradisi, dan adat. Untuk program pemerintah yang masuk kategori karikatif (charity) adalah pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT).

  Program karikatif biasa disebut program pemadam kebakaran saja. Saat masyarakat marah, melakukan demonstrasi, dan menutup akses jalan perusahaan.

  Lalu perusahaan yang panik serta merta memberikan sembako, membangun infrastuktur, memberi beasiswa tapi tanpa tahapan yang sesuai dengan metodologi.

  Bisa ditebak, program itu tidak akan berbekas di masyarakat. Semakin banyak program yang diberikan, semakin rajin demonstrasi dilakukan.

  2. CSR Berbasis Kedermawanan (Philanthropy) Dalam dunia CSR, program kedermawanan (philanthropy) merupakan bentuk

  CSR yang didasari oleh kesadaran norma etika dan hukum universal akan perlunya redistribusi kekayaan. Program ini terencana dengan baik dibuktikan dengan terbentuknya yayasan independen yang menjadi agen perusahaan untuk melaksanakan program CSR filantropinya.

  Bill Gates mantan CEO Microsoft Corp dengan istrinya, Gates telah mendirikan Bill & Melinda Gates Foundation, sebuah yayasan sosial filantropi. Di Indonesia sendiri, program filantropi telah banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah Sampoerna Foundation (SF).

  Selain dua yayasan di atas, masih banyak yayasan lain yang telah melaksanakan program Filantropi yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam tulisan ini. Mereka telah melaksanakan hal mulia yakni menebarkan cinta, memberikan sebagian kekayaan mereka untuk menolong sesama. Sifatnya yang lebih universal membuat program ini mempunyai efek yang lebih baik daripada program karikatif. Untuk program pemerintah yang masuk kategori Filantropi (philanthropy) adalah Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA).

  3. CSR Berbentuk Pemberdayaan Masyarakat (Community Development) Salah satu implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

  responsibility)

  adalah melalui corporate citizenship. Corporate citizenship merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan berperilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.

  Good Corporate Citizenship

  (GCC) juga terkait dengan masalah pembangunan masyarakat, perlindungan dan pelestarian lingkungan. Selain itu, GCC bertujuan memberikan akses dalam pemberdayaan masyarakat (Community

  Development)

  dan terkait langsung dengan proses usaha perusahaan maupun upaya memajukan dunia pendidikan.

  Community Development (CD)

  merupakan komponen utama dari Corporate

  Citizenship

  . Corporate Citizenship secara terminologi diartikan sebagai perusahaan warga. Hal ini mengandung makna, jika program community development dilaksanakan oleh perusahaan dengan sebaik-baiknya, maka akan terjalin hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat di sekitarnya.

  Untuk program pemerintah yang masuk kategori Pemberdayaan Masyarakat

  (community development)

  adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri).

2.5. Potret Program CSR Perbankan di Indonesia

  Realisasi program Corporate Social Responsibility (CSR) sektor perbankan dalam advertorial/korporatorial atau laporan tahunan di berbagai media termasuk

  website

  sejumlah bank nasional maupun asing, didapati kecenderungan kesamaan pilihan bidang program. Program-program tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Bidang pendidikan (beasiswa, renovasi fisik bangunan sekolah, bantuan buku perpustakaan);

  2. Bidang kesehatan (pengobatan massal, pembangunan/renovasi gedung puskesmas);

  3. Bidang ekonomi (bantuan modal, kegiatan ekonomi produktif, mediasi ke akses permodalan);

4. Bidang sosial-keagamaan (pembangunan sarana ibadah, khitanan massal); 5.

  Bantuan bencana (bantuan obat dan makanan, upaya evakuasi hingga pembangunan kembali rumah dan infrastruktur yang rusak).

  Jika realisasi kebijakan/program CSR dimaknai sebagai kegiatan filantropi, empati sosial, bersedekah, memberikan sebagian keuntungan usaha atau kecenderungan lain yang senada, maka contoh-contoh program CSR di atas akan dinilai tepat.

  CSR lebih dari sekadar filantropi. Konsep itu juga lebih dari sekadar pengungkapan empati sosial. Pelaksanaan CSR mempersyaratkan kesadaran penuh bahwa setiap kegiatan pemanfaatan/pengubahan sumberdaya (alam) termasuk energi menjadi output tertentu dalam rangka bisnis selalu berada dalam interaksi konstan dan terus menerus dengan lingkungan sosial dan fisik di sekitarnya. Kesadaran ini juga menjelaskan bahwa seluruh proses kegiatan bisnis, atau apapun dalam derajat yang bervariasi sesuai skala kegiatannya akan selalu berdampak baik positif maupun negatif. Karena itulah wujud output kebijakan/program CSR harus berkait dengan upaya memaksimumkan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif dari suatu kegiatan (bisnis) tertentu.

  Dengan dasar pemaknaan realisasi CSR seperti di atas, maka sudah seharusnya seluruh program CSR yang akan direalisasi oleh suatu institusi perbankan, harus memiliki dasar alasan dalam menentukan program yang akan dipakai sebagai program CSR mereka. Dasar alasan inilah yang menjadi pokok pertimbangan untuk mengambil keputusan tentang bentuk program-program CSR yang akan direalisasikan. Pokok pertimbangan ini juga dapat digunakan sebagai indikator tepat atau tidaknya suatu program dilihat dari kacamata praksis CSR yang mumpuni/substansial.

  (http://www.csrindonesia.com/data/articles/20080208100131-a.pdf, diakses 03 Agustus 2012, pukul 14.30 WIB).

2.6. Paradigma Pembangunan Partisipatif dan Bottom Up

  Paradigma pembangunan partisipatif merupakan pembangunan yang dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pembangunan mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Sedangkan paradigma pembangunan bottom up pada hakikatnya adalah perencanaan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah ditingkat yang paling bawah/mikro sebagai kebalikan dari paradigma pembangunan top down.

  Namun dalam realisasinya di Indonesia paradigma pembangunan bottom up cenderung diserangkaikan atau disamakan dengan paradigma pembangunan partisipatif. Tulisan ini juga akan merangkaikan kedua paradigma tersebut sebagai pembangunan yang mengutamakan masyarakat dari seluruh rangkaian prosesnya.

  Masyarakat memiliki peran sentral dari seluruh program-program pembangunan paradigma ini.

  Menurut Fardiah (2005), apabila masyarakat dilibatkan dalam keseluruhan proses pelaksanaan program pembangunan, yaitu dari mulai kajian masalah/kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi program yang dikembangkan, akan menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat, rasa memiliki warga masyarakat terhadap program pembangunan lebih tinggi, keterampilan dan analisis-analisis program pembangunan dipindahkan ke masyarakat. Dengan demikian, di masa yang akan datang ketergantungan masyarakat terhadap pihak “luar” dalam perumusan program pembangunan secara bertahap akan bisa berkurang, sehingga diharapkan program yang dikembangkan akan berkelanjutan.

  Untuk memungkinkan terlaksananya pendekatan dari bawah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi permasalahan, perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk mengubah masyarakat agar lebih mampu mengkaji masalah/kebutuhannya sendiri, mencari jalan keluar untuk memperbaiki keadaannya serta mengambangkan potensi dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Fardiah, 2005:96).

2.7. Analisis Soiologis Terhadap Model Pembangunan di Indonesia

  Jika diamati proses pembangunan di Indonesia, secara keseluruhan masih terjadi ketimpangan disana sini. Hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya penduduk miskin yang secara sosial, ekonomi, dan budaya belum mencapai kehidupan yang baik. Kondisi ini sangat memprihatinkan ditengah gencarnya roda pembangunan untuk mencapai target yang tertuang dalam rencana-rencana pembangunan, namun secara nyata hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan.

  Pemerintah sebagai regulator yang bertindak sebagai pengambil kebijakan sangat diharapkan perannya dalam upaya mensejahterakan masyarakat di seluruh lapisan. Pemerintah seharusnya bersikap profesional dalam mengambil kebijakan, dan tidak hanya berpihak kepada para pemilik modal.

  Jika diamati peran pemerintah dalam proses pembangunan, sepertinya pemerintah lebih berpihak kepada kaum pemilik modal baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Hal ini bisa dilihat dari kasus PT Freeport Indonesia yang beroperasi di wilayah Papua, perusahaan milik Amerika ini mengeruk kekayaan alam Indonesia tanpa memperhatikan kondisi kesejahteraan masyarakat disekitar wilayah perusahaannya. Namun, pemerintah tidak berdaya dalam menghadapi persoalan ini.

  Jalannya proses pembangunan sangat ditentukan oleh jalannya seluruh struktur dalam suatu Negara secara terintegrasi. Menurut Soiolog Smelser dalam Suwarsono (1991), kurangnya koordinasi dari berbagai struktur ini akan mengakibatkan kerusuhan sosial. Kekacauan ini dapat berupa agitasi politik damai sampai pada kerusuhan dengan kekerasan, atau bahkan terjadi perang gerilya dan revolusi sosial. Ini terjadi karena adanya sebagian masyarakat yang tidak terlibat dalam proses diferensiasi struktural. Untuk itu masyarakat harus dilibatkan perannya dalam proses pembangunan.

  Pembangunan memang tidak seutuhnya menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja, namun dunia usaha ataupun korporat dan masyarakat umum pun memiliki peran yang sentral dalam proses pembangunan. Korporat dalam hal ini memiliki andil dalam kontribusinya kepada Negara dan masyarakat. Namun tidak jarang perilaku bisnis korporat yang merugikan masyarakat disekitar wilayah perusahaannya. Untuk itu kerja sama antara pemerintah/Negara, masyarakat dan dunia usaha maupun LSM sangat diperlukan demi tercapainya tujuan pembangunan.

  Badaruddin (2008) menggagas “Model Kerja Kolaborasi” antara berbagai pihak. “Model Kerja Kolaborasi” ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada satu pihak pun yang sanggup secara sendirian menjalankan fungsi yang sangat kompleks dalam upaya pemberdayaan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat khususnya masyarakat miskin. Model ini juga sangat relevan dengan tuntutan global bagi perusahaan (korporasi) untuk menjalankan GCG (Good Corporate Governance), dengan melibatkan berbagai stakeholders.

2.8. Bank Nagari Sebagai Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat

  Pasal 4 UU No. 13 Tahun 1962 menegaskan bahwa Bank Pembangunan Daerah didirikan dengan maksud untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan Nasional. Dari pasal tersebut diketahui bahwa Bank Pembangunan Daerah menyandang suatu misi khusus yaitu ikut berpartisipasi secara penuh dalam berbagai usaha pembangunan daerah terutama sekali melalui penyediaan dana bagi usaha-usaha pembangunan.

  Sebagian besar (60-80 persen) dari pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Nagari adalah untuk usaha kecil dan menengah. Artinya bank ini tumbuh sejalan dengan kebijakan ekonomi pemerintah daerah yang menekankan pada penumbuhan ekonomi rakyat dan mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan menengah yang menjadi ciri khas sekaligus keunggulan Sumatera Barat sehingga dua kali mendapat penghargaan tertinggi dari pemerintah nasional (Chaniago, 2012:129).

  Dalam kebijakan pemberian kredit ditegaskan pula bahwa sasaran utama kegiatan pemberian kredit adalah untuk pengembangan usaha masyarakat yang sekaligus berdampak positif untuk menunjang perekonomian daerah. Untuk itu, kebijakan pemberian kredit disesuaikan dengan aturan dan diarahkan untuk menjangkau seluruh wilayah Sumatera Barat, sehingga dapat membiayai usaha-usaha ekonomi produktif.

  Disamping itu, kredit juga diberikan kepada Koperasi Primer di pedesaan, seperti untuk Koperasi Primer Petani Plasma yang mengikuti program Perkebunan Inti Rakyat (PIR), seperti di daerah Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok, dan Pangkalan di Kabupaten 50 Kota.

  Bank Nagari juga terus meningkatkan peranannya menunjang program pembangunan daerah melalui pembinaan dan pengawasan Lumbung Pitih Nagari (LPN) dan mengembangkan program rural banking untuk mendorong tumbuh- kembangnya usaha di pedesaan (nagari-nagari), sejalan dengan program pembangunan daerah yang sedang memberikan titik berat kepada pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan.

  Sejalan dengan maksud dan tujuan didirikannya Bank Nagari untuk mendorong pembangunan Nasional melalui pembiayaan bagi usaha-usaha pembangunan, maka melalui program CSR yang pada dasarnya adalah sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat, diharapkan peran Bank Nagari dapat dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena program CSR juga merupakan suatu upaya untuk menjaga eksistensi perusahaan.

2.9. CSR dan Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat (community Development) merupakan salah satu bentuk program CSR yang sering diterapkan di Indonesia. Meskipun CSR bukan semata-mata merupakan community development, namun hal ini memang sangat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat kita, yang masih bergelut dengan kemiskinan serta pengangguran dan rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan yang menjadi penyebab utama sulitnya memutus rantai kemiskinan. Maka CSR sebagai sebuah konsep yang tumbuh sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat, bisa menjadi salah satu jawaban.

  Pada umumnya community development dianggap sebagai sarana yang tepat untuk melaksanakan aktivitas CSR bagi kebanyakan perusahaan. Hal itu dapat dipahami dengan beberapa pertimbangan.

  Pertama, sesuai dengan karakteristiknya melalui program community

  development

  dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur modal sosial baik yang dimiliki dunia usaha maupun masyarakat. Dengan melaksanakan community

  development

  , dunia usaha dapat membangun citra sehingga selanjutnya dapat berdampak pada perluasan jaringan dan peningkatan trust.

  Sementara itu bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, melalui

  community development

  dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur solidaritas sosial, kesadaran kolektif, mutual trust dan resiprokal dalam masyarakat untuk mendorong tindakan bersama guna meningkatkan kondisi kehidupan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat. Kedua, melalui community development dapat diharapkan adanya hubungan sinergis antara kekuatan dunia usaha melalui berbagai bentuk bantuannya dengan potensi yang ada dalam masyarakat.

  Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh dunia usaha melalui CSR bukan semata-mata bantuan yang bersifat karikatif, melainkan bagian dan usaha untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. Oleh sebab itu melalui pendekatan

  community development

  dapat diharapkan program CSR tersebut akan mendorong usaha pembangunan oleh masyarakat lokal secara berkesinambungan dan terlembagakan.

  Ketiga, aktivitas bersama antara dunia usaha dengan masyarakat, terutama masyarakat lokal melalui community development dapat difungsikan sebagai sarana membangun jalinan komunikasi. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan, berbagai persoalan dalam hubungan dunia usaha dengan masyarakat dapat dibicarakan melalui proses dialog yang elegan dan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.

  Hal itu dimungkinkan karena melalui kegiatan bersama dalam menggarap program-program dengan pendekatan community development dapat dibangun saling pengertian dan empati di antara semua pihak yang terkait. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19958/4/Chapter%20II.pdf, diakses 05 September 2012, pukul 13.00 WIB).

2.10. Konsep-Konsep Terkait CSR

  Adapun konsep-konsep yang terkait dengan CSR dan mendukung pelaksanaan dari program CSR adalah sebagai berikut :

  1. Good Corporate Governance (GCG) Dalam melakukan usahanya, perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Untuk itu diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

  

governance ) agar perilaku para pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk

dan terhindar dari perilaku bisnis yang tidak etis.

  Dalam tataran praktis, di Indonesia telah memiliki pedoman yang disusun Komite Nasional Kebijakan GCG. Perusahaan yang menerapkan GCG telah merasakan betapa besar manfaat yang bisa dipetik setelah mempraktekkan konsep tersebut secara konsisten. Selain kinerja perusahaan terus membaik, harga saham dan citra perusahaan terus terdongkrak. Bahkan, kredibilitas perusahaan terus meningkat, baik dimata investor, mitra atau kreditor dan stakeholders lainnya.

  Menurut Wibisono (2007) terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu :

1. Transparency (keterbukaan informasi) 2.

  Accountability (akuntabilitas)

3. Responsibility (pertanggung jawaban) 4.

  Independency (kemandirian) 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

  Mencermati prinsip GCG diatas, tidak sulit untuk mencari benang merah hubungan antara GCG dengan CSR. Prinsip responsibility merupakan prinsip yang mempunyai kekerabatan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya sering kali ia menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh

  stakeholders.

  Karena itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi konsep GCG.

  2. Triple Bottom Line Istilah Triple Bottom Line (TBL) dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals With forks, the Triple Bottom Line of

  Twentieth Century Business”.

  Melalui buku tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P” (profit, people, planet). selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Hubungan ini diilustrasikan dalam bentuk segitiga berikut : Sosial (People)

  Lingkungan (Planet) Ekonomi (Profit) Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada Single Bottom Line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.

  Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab sosial ini, perusahaan memang perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi masa depan.

  Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre), melainkan sentra laba (profit centre) dimasa mendatang. Karena malalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik, timbal baliknya masyarakat juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan (Wibisono, 2007:35).

  3. Millenium Development Goals (MDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 telah mencanangkan delapan tujuan yang hendak dicapai Negara-negara di dunia untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran global. Delapan tujuan MDGs yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar secara universal, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan menjalin kemitraan global untuk pembangunan.

  Indonesia adalah salah satu Negara yang meratifikasi kesepakatan global tersebut. Ini berarti pemerintah harus secara serius melakukan berbagai upaya agar delapan sasaran tersebut bisa dicapai sesuai dengan target waktu yang ditetapkan. Namun pemerintah tidak bisa berjuang sendiri, pihak lain yang terkait seperti korporat dan masyarakat itu sendiri perlu membantu pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut.

  Program-program yang terbangun dari CSR menjadi salah satu upaya mensukseskan tujuan dan target-target MDGs 2015. Berkenaan dengan inti bisnis, perusahaan diantaranya haruslah memproduksi produk yang aman dan terjangkau, menghasilkan keuntungan dan menambah investasi, menciptakan lapangan pekerjaan, membangun sumber daya manusia, mengembangkan kesempatan berusaha ditingkat lokal, serta menyebarkan standar dan praktik terbaik internasioanal.

  Dalam investasi sosial, perusahaan dapat mengambil ilham yang penting dari berbagai masalah pembangunan yang hendak dipecahkan MDGs seperti persoalan pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang menjadi program yang selalu penting (situmorang, 2011:42-44).

Dokumen yang terkait

Bentuk Program CSR Bank Nagari dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Pada Program CSR Bank Nagari Cabang Pangkalan)

3 79 105

Bentuk Program Corporate Social Responsibility Bank Nagari dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal(Studi Pada Program CSR Bank Nagari Cabang Pangkalan)

6 71 112

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan II Dumai (Studi Deskriptif: Penerima Program CSR Masyarakat Kelurahan Jaya Mukti, Dumai).

13 105 123

Program Corporate Social Responsibility dan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Korelasional Peranan Program Corporate Social Responsibility Bidang Pemberdayaan Masyarakat PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat De

1 27 152

1. Corporate Social Responsibility - Jurnal Dampak Operasi Perusahaan thdp CSR

0 0 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Perubahan Sosial - Bentuk Program CSR Bank Nagari dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Pada Program CSR Bank Nagari Cabang Pangkalan)

0 3 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah - Bentuk Program CSR Bank Nagari dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Pada Program CSR Bank Nagari Cabang Pangkalan)

0 3 13

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Program CSR (Corporate Social Responsibility) yang Dilaksanakan Harian Metro Siantar Pematangsiantar

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia - Pengaruh Program CSR Terhadap Kepuasan Kerja Pada PT Toba Pulp Lestari kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Dan Pencitraan PT. Pertamina

0 1 25