BAB I - Kajian Yuridis Terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak mengenal istilah pajak. Bahkan boleh dikatakan semua negara di dunia ini telah menerapkan sistem
perpajakan di negaranya. Pajak merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu negara dalam melaksanakan kebijakanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi, yang langsung dapat
1
ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Rumusan ini diartikan dengan lebih menekankan salah satu fungsi pajak tersebut yaitu fungsi budgter
2
(keuangan) dan fungsi regulered (mengatur) .Pajak memiliki arti sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pajak merupakan pungutan yang bersifat politis dan strategis sebagaimana
3
yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (1) . Bersifat politis karena pemungutan pajak adalah perintah konstitusi dan bersifat strategis dimana pajak merupakan tumpuan utama bagi negara dalam membiayai kegiatan pemerintah
1 2 Darwin, Pajak Bumi dan Bangunan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009), hal.1
Saidi Djafar, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dengan Penyelesaian Sengketa Pajak,
(Makasar: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 5 3 Pasal 23 ayat 1, berbunyi: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.1
4
dan pembangunan . Bagi masyarakat sendiri, pajak adalah sarana konkrit untuk berkontribusi terhadap negara sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat dan negara terakselerasi.
Arti penting perpajakan ini telah membuat pajak memiliki peran dan kontribusi sangat signifikan tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga di luar aspek ekonomi. Sesuai dengan fungsi anggarannya, pajak menjadi pemasukan utama dalam APBN. Pada tahun 2013 penerimaan dari sektor pajak mencapai Rp 1.099
5 Trilliun dari penerimaan Negara sebesar Rp 1.529 Trilliun , dimana pemungutan
pajak tersebut berasal dari PPN, PPh, PPnBM dan jenis pajak lainnya selaku pajak pusat dan untuk penerimaan pajak daerah berasal dari PBB Pedesaan dan perkotaan dan BPHTB serta pajak lainya yang dipungut oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan kewenangan pemungutan pajak, pajak dapat dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, PBB Perkebunan, PBB Perhutanan, PBB Pertambangan dan Bea Metrai, sedangkan pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/ kota. Pajak Provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, sedangkan Pajak Kabupaten/ Kota terdiri atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air
4 5 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 7 www.anggaran.depkeu.go.id, jumlah penerimaan pajak, tanggal. 6 maret 2014.
Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Salah satu dari jenis pajak daerah di Indonesia adalah pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2). Berdasarkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dimana Pajak Bumi dan Bangunan ini dipungut oleh pemerintah Pusat melaui Direktorat Jendral Pajak Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka kewenangan memungut pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dialihkan kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota sehingga pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan merupakan pajak kabupaten/ kota. Adapun tujuan dari pengalihan kewenangan pengelolaan pajak bumi dan bangunanan pedesaan dan perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini adalah agar adanya perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga tujuan pembangunan daerah dapat lebih cepat terlaksana.
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dikenakan atas bumi dan bangunan kecuali untuk pertambangan, perhutanan dan perkebunan, sedangkan subjeknya adalah orang atau badan hukum yang secara nyata mempunyai suatu hak
6
dan atau memperoleh manfaat atas tanah dan bangunan . Keberadaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan sebagai salah satu jenis pajak dapat dimengerti mengingat bumi dan bangunan telah memberikan keutungan dan atau kedudukan 6 Waliyo, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hal. 418 sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai sesuatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari bumi atau bagunan kecuali kawasan yang digunakan dalam pertambangan dan perkebunan. Sudah wajar dan sepantasnya apabila mereka yang memperoleh manfaat atas bumi atau bangunan tersebut diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara dalam hal ini adalah pemerintah daerah dalam bentuk pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan memungut diserahkan kepada daerah. Kewenangan yang dialihkan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang yaitu penetapan tarif pajak, penetapan NJOP, penetapan NJOPTKP, sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka terbit Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai dasar pemungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang dialihkan dari pemerintah pusat.
Keadilan merupakan suatu cita-cita pemerintah dalam melakukan penyelenggaraan negara, prinsipnya adalah bahwa beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan
7
kesanggupan masing-masing golongan. Konsep ini merupakan konsep keadilan sosial yang dianut hampir seluruh negara.
Prinsip keadilan digunakan dalam pemungutan perpajakan. Keadilan tersebut terlihat dalam penetapan tarif pajak. Dalam hal ini terlihat pengenaan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan Perkotaan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang membedakan dua golongan saja antara nilai jual kena pajak sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,1% dan nilai jual kena pajak diatas Rp 1.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,2%. Berbeda dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2012 atas perubahan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dibedakan menjadi lima golongan, yaitu NJOP sampai dengan Rp 499.999.999,00 dikenakan tarif 0,115%, NJOP dari Rp 500.000.000,00 – Rp 999.999.999,00 dikenakan tarif 0,125%, NJOP Rp 1.000.000.000,00 – Rp 1.999.999.999,00 dikenakan tarif 0, 215%, NJOP dari Rp 2.000.000.000,00 – 3.999.999.999,00 dikenakan tarif 0,225%, NJOP lebih besar daripada Rp 4.000.000.000,00 sebesar 0,275%. Penggolongan ini dinilai mewakilkan golongan masyarakat antara golongan mampu dan golongan yang tidak mampu.
Selama dipungut oleh pemerintah pusat, terdapat tunggakan pajak bumi dan
8
bangunan perdesaan dan perkotaan sebesar Rp 20.540.330.000,00 . Karena adanya 7 8 Darwin, Op. Cit, hal. 71 Hasil wawancara dengan Pegawai Bidang Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Serdang
Bedagai, Nasruddin. pengalihan kewenangan pemungutan pajak yang mana di dalamnya termasuk penagihan pajak, maka atas tunggakan tersebut penagihannya juga dialihkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah mengingat daluarsa penagihan pajak adalah lima tahun yaitu upaya penagihan yang sudah diatur dalam peraturan
9
10
perundang-undangan. Mengingat pasal 1 angka 1 dan pasal 2 ayat 1 Undang Undang nomor 19 tahun 2000 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun
11
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, pasal 102 ayat 1 Undang- Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 17
12
ayat 1 Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, maka tunggakan pajak daerah Kabupaten Serdang Bedagai sebesar Rp 20.540.330.000,00 dapat ditagih dengan menggunakan surat paksa. Akan tetapi kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut belum dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
Adapun Kabupaten Serdang Bedagai merupakan tempat studi untuk meningkatkan mutu kajian penelitian ini dikarenakan Kabupaten Serdang Bedagai 9 Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea
Masukdan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurtu undang-undangdan peraturan daerah. 10 11 Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.
Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. 12 Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. merupakan daerah yang memiliki unsur pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, sehingga tepat kiranya untuk diharmonisasikan dengan dengan Undang- Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai yang dikenakan kepada perdesaan dan perkotaan.
Dengan demikian sangat tepat kiranya karena memiliki unsur pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan untuk meneliti lebih lanjut sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul “Kajian Yuridis terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut di atas maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni:
1. Bagaimanakah kewenangan pemungutan PBB P2 sebelum dan setelah beralih dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai?
2. Bagaimanakah pemenuhan asas keadilan dalam penetapan tarif PBB P2 di Kabupaten Serdang Bedagai?
3. Bagaimanakah upaya hukum untuk menagih utang PBB P2 sebelum pengalihan kewenangan pemungutan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang merupakan tujuan dari tesis ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan jawaban dari perumusan masalah, sehingga dapat memberikan penjelasan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kewenangan pemungutan PBB P2 sebelum dan setelah beralih dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Untuk mengetahui pemenuhan asas keadilan dalam penetapan tarif PBB P2 di Kabupaten Serdang Bedagai.
3. Untuk mengetahui upaya hukum untuk menagih utang PBB P2 sebelum pengalihan kewenangan pemungutan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi pengembangan substansi disiplin di bidang ilmu hukum, khusunya hukum pajak, berkaitan dengan beralihnya kewenangan pengelolaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Manfaat lain yang diharapkan dalam penelitian ini, yakni agar pembuat kebijakan dan pembuat peraturan baik ketentuan umum, undang undang dan peraturan daerah agar lebih hati-hati membuat kebijakan peraturan sehingga tercipta kepastian hukum di masyarakat. Serta diharapkan pula memberikan masukan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat dan para praktisi hukum tentang pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas- universitas lainnya di Indonesia, maka penelitian dengan judul “Kajian Hukum terhadap Beralihnya Kewenangan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari Pusat ke Daerah. (Studi kasus pada Dinas Pendapatan Daerah Serdang Bedagai)” belum pernah ada yang meneliti sebelumnya.
Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut pajak bumi dan bangunan yang pernah dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascarjana, Universitas Sumatera Utara, yaitu:
1. Marudut Situmorang (087005063), Judul Tesis: Analisis Yuridis Terhadap Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Sistem Otonomi Daerah di Kabupaten Pakpak Barat.
Permasalahannya adalah:
a. Bagaimana realisasi penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Barat?
b. Bagaimana mekanisme penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Barat? c. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan masyarakat jika tidak menerima penetapan yang dilakukan pemerintah?
2. Elfiany Ginting (027011013), Judul Tesis: Penerapan Asas Keadilan dalam Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (Suatu Studi di Kantor Pelayanan PBB Medan II).
Permasalahannya adalah:
a. Bagaimana persoalan keadilan yang dihadapi dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan? b. Bagaimana hak yang dimiliki wajib pajak untuk melakukan upaya hukum terhadap penetapan pajak bumi dan bangunan? c. Apakah pajak bumi dan bangunan terkait dengan kemampuan ekonomis wajib pajak?
3. Heri Azwar Anas (087011048), Judul Tesis: AnalisaYuridis Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Banda Aceh.
Permasalahannya adalah:
a. Bagaimana penetapan nilai jual objek pajak oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat? b. Bagaimana prinsip-prinsip dalam penetapan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan? c. Bagaimana kaitan antara nilai jual objek pajak dengan bea perolehan hak atas tanah dan pajak penghasilan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan?
Dari hasil penelusuran kepustakaan penelitian, penelitian yang menyangkut Pajak Bumi dan Bangunan yang pernah dilakukan oleh mahasiswa diluar program studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, yaitu:
1. Hernanda Bagus Priandana, B4A007120, (Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang) Judul Tesis: Keberadaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Pajak Pusat dalam era Otonomi Daerah.
Permasalahannya:
a. Apakah ada kemungkinan pemerintah pusat dapat menyerahkan pajak bumi dan bangunan kepada pemerintah daerah sebagai pajak daerah untuk menaikkan penerimaan daerahnya dengan berlakunya Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor 33 tahun 2004? b. Apakah pemerintah daerah mampu melaksanakan pengambilalihan administratif pengelolaan pajak bumi dan bangunan?
2. Ni Luh Putu Miarmi, 1090561022, (Program Magister Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana).
Judul Tesis: Pengaturan Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan di Kawasan Jalur Hijau.
Permasalahannya adalah:
a. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan perpajakan? b. Apa dasar pembebasan kewajiban pembayaran pajak bumi dan bangunan?
c. Bagaimana harmonisasi hukum dalam pengaturan pembebasan kewajiban pembayaran pajak di kawasan jalur hijau? Dari hasil penulusuran kepustakaan yang dilakukan yang berkaitan dengan topik penelitian baik judul maupun permasalahan tidak ada yang sama. Oleh karena itu, secara akademis dapat dikatakan penulisan penelitian ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kontiunitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantng pada metodologi,
13
aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori . Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus dilalui dengan menghadapkannya pada fakta yang dapat
14
menunjukkan ketidakbenarannya . Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan memperkiraan serta menjelaskan gejala yang
15 diamati .
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu kepada
(Theorie Van Bevoegheid)
teori kewenangan berkaitan dengan beralihnya 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1982), hal 6 14 15 ibid JJJ. M. Wisman, Penelitian Ilmu Ilmu Sosial, Jilid I Penuntun M. Hisyam, (Jakarta: Uji Press, 1996), hal. 203 kewenangan pemugutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Menurut Philipus M. Hadjon,
“wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).
16 Sehingga dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan” .
F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan H.R. berpendapat “Overheidsbevoegdheid
wordt in dit verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen
” (kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan
17 hukum antara pemerintahan dengan waga negara) .
Ferrazi mendefenisikan kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi),
18 pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu .
Unsur kewenangan tersebut adalah:
a. Pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum.
b. Dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya.
c. Konformitas hukum, mengandung makna adanya standard wewenang, yaitu standard umum (semua jenis wewenang) dan standard khusus (untuk jenis
19 wewenang tertentu) .
16 Philipus M. Hadjon, “tentang Wewenang”, (Jakarta: Yuridika, No.5&6 Tahun XII, , 1997) ,
hlm.1 17 18 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 100 Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 93 19 , hal.
Ibid Selain menggunakan teori kewenangan dalam penulisan tesis ini juga menggunakan teori keadilan. Menurut W. Fridman suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak walaupun terdapat perbedaan-
20
perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut .Keadilan merupakan fokus utama dari setiap hukum dan keadilan tidak dapat begitu saja dikorbankan seperti pendapat John Rawls sebagai berikut: Nilai keadilan tidak boleh ditawar-tawar dan harus diwujutkan ke dalam masyarakat tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu ketidakadilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk manghindari ketidakadilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan yang terpenting dalam kehidupan manusia,
21 maka terhadap kebenaran dan keadilan tidak ada kata kompromi.
Menurut Rawls, keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial
22
sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan yaitu pertama memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbak balik bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal 20 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kasus atas Teori-Teori Hukum. hal. 21 22 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Galia Indonesia, 2007), hal. 94 Jhon Rawls, A Theory of Justice. Teori Keadilan. Diterjemahkan oleh Uzair Fauzan dan
Heru Prasetyo, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 3 utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas dan diperuntukan bagi keutungan orang- orang yang paling kurang beruntung.
Fungsi teori dalam penulisan tesis ini adalah untuk memberikan arahan dan petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati sehingga kerangka teori yang dipaparkan adalah berdasarkan ilmu hukum. Maksudnya, penelitian ini berusaha untuk memahi hukum pajak dalam pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan kesiapan daerah untuk melakukan pengelolaan pajak bumi dan bangunan yang kewenangannya telah dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi sehingga terciptanya otonomi daerah.
Istilah otonomi dan “outonomy” secara etimologis dari bahasa Yunani berasal dari kata “autos” yang berarti sendiri dan”nomous” yang berarti undang-undang, hukum dan peraturan dan berarti “perundangan sendiri”(zelfwetgeving). Menurut
encyclopedia of cocial science
, bahwa otonomi dalam pengertian orisinil adalah the
legal self sufficiency of social body and its actual indeoendence .
Otonomi adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid and zelfsatndigheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakikat isi otonomi.
Istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian
23
(zelftandigheid) tetapi bukan kemerdekaan (onafharzkelijkheid) . Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawaaban. Kebebasan dan kemandirian itu adalah kebebasan dan kemandirian dalam ikatan kesatuan yang lebih besar. Otonomi sekedar subsistem dari sistem kesatuan yang lebih besar. Otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Negara kesatuan merupakan landasan dari pengertian dan isi otonomi.
Sedangkan HAW. Widjaya mengatakan bahwa proses peralihan dari sistem dekosentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi.
Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi dari pemungutan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya merupakan tujuan dari penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata.
Dimana pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembagunan nasional harus mengedepankan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Konteks otonomi sendiri adalah bahwa pemerintah daerah diberi keleluasaan menyelenggaraan dan mengatur sendiri urusan rumah tangganya. Ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah 23 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, 1993, (Bundung: Unsika
Karawang), hal. 33 menyebutkan bahwa otonom daerah adalah “Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan daerah otonom berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah adalah:
“Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dengan otonomi daerah, kewenangan daerah otonomi untuk mengurus daerahnya sesuai dengan keinginan masyarakat semakin tinggi. Jika sebelumnya daerah hanya sebagai operator saja dalam pembangunan, maka kini peran daerah meluas menjadi iniciator, planner, fund rising, supervisor ataupun evaluator. Dengan demikian, paradigma “membangun daerah lebih difokuskan”, mempunyai arti bahwa daerah harus punya inisiatif, prakarsa, kemandirian dalam menyusun, merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah. Alasannya adalah daerah lebih tahu tentang masalah dan potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstrak dan kenyataan. Dengan demikian konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk mengetahui gambaran umum pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai
24
penelitian (observasi) masalah yang akan diteliti . Konsep diartikan pula sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus
25 yang disebut dalam defenisi operasional .
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dan kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang
26
menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian . Pentingnya defenisi operasional bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu: a) Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
27 menyelenggarakan pemerintahan .
b) PBB adalah singkatan dari Pajak Bumi dan Bangunan yang artinya adalah pajak
28 yang dikenakan atas harta tak gerak berupa bumi dan atau bangunan .
24 John Creswell Research Design, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Alih Bahasa Angkatan III dan IV , Kajian Ilmu Kepolisian (KIK)-UI Bekerjasama dengan Nur Khabibah, (Jakarta: KIK Press, 1994), hal. 79. 25 Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.
28. 26 27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hal. 33.
R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Ketiga, (Bandung: PT Eresco, 1993), hal. 5-6 28 Darwin, Op. Cit, hlm. 6 c) PBB P2 adalah singkatan dari Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan yang artinya adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan
29 untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan .
d) Peralihan kewenanangan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah suatu tindakan menyebabkan berubahnya hak pengelolaan terhadap pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan dari satu lembaga ke lembaga lain.
e) Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
30 setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan .
f) Desentralisasi fiskal adalah penyerahan kewenangan dalam bentuk fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia.
g) Tarif Pajak adalah persentasi pengenaan pajak sesuai dengan objek pajaknya.
h) NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak yang artinya adalah harga rata- rata jual beli yang diperoleh dari harga objek lain yang sejenis, Nilai Jual Objek
31 Pajak Pengganti atau nilai baru.
29 www.pajak.go.id, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, tanggal 28 April 2014, hal 3. 30 Noval Scene, Otonomi daerah di Indonesia, http://id/m.wikipedia.org/wiki.Otonomi, 6 Maret 2014, hal. 15 31 Pasal 1Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. i) NJOPTKP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang artinya sebagai pengurang dari harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. j) Tunggakan pajak adalah besarnya pajak terutang yang belum dibayarkan oleh wajib pajak yang disebabkan karena pemeriksaan dan karena wajib pajak tidak sanggup membayar. k) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, melaksanakan penagihan seletika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksakan penyitaan,
32 melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, maksudnya peneltian ini berupaya untuk memaparkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoeh 32 Pasal 1Undang Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Penagihan Pajak Denga Surat Paksa. akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul khususnya pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dengan didasarkan pula kepada peraturan perundang-undangan tentang perimbangan keuangan antara
33 pusat dan daerah.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang digunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan bahan-bahan pustaka dengan meneliti penelitian tehadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta
34 dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.
Pendeketan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundang- undangan (statute opproach). Pendekatan undang-undangan (statute opproach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
35
dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sedangkan pendekatan historis (historicalapproach) dilakukan dengan mengkaji latar belakang yang dipelajari dan
36 perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.
33 34 Ibid , hal17 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal. 127. 35 36 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum , (Malang: UMM Press, 2009), hal. 93
Salim HS, Erlies Septiana Nurbani, Penerapan teori hukum pada penelitian tesis dan
, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hal 18 Disertasi
2. Sumber Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan bahan hukum sekunder serta bahan-bahan hukum tersier.
37
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh daribahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier atau bahan non hukum.
a. Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang- undangan, yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Dasar 1945 dan hasil amendemennya. 2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
4) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah. 6) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
7) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2000 tanggal 10 Maret Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 37 Peter Mahmud Marzuki, op. cit., hal 141
8) Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.
9) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/KMK.04/2000 tanggal 21 Maret 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu untuk proses analisis, yaitu buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah, surat kabar, buletin maupun makalah makalah yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan dalam tulisan ini yaitu
38 permasalahan perpajakan.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang
39
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder , berupa: kamus bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, kamus yang memuat peristilahan hukum, Enslikopedia hukum, Situs di Internet dan bahasa lain yang menunjang penelitian ini.
3. Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data (bahan hukum) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yang digunakan untuk memperoleh data dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data primer, sekunder maupun tersier yang berkaitan dengan peralihan kewenangan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan. Disamping itu dalam penelitian ini juga dilakukan wawancara langsung terhadap pegawani kantor Dinas 38 39 Bambang, Op cit, hal 18
Ibid Pedapatan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai berkaitan dengan peralihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Serdang Bedagai.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan, selanjutnya akan dilakukan proses pengeditan data. Ini dilakukan agar akurasi data dapat diperiksa dan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara menjejaki kembali ke sumber data. Setelah pengeditan, selanjutnya akan dilakukan analisis data secara
deskriptif-analitis-kualitatif , dan khususnya terhadap data dalam dokumen-dokumen
40
akan dilakukan kajian isi (content analysis).Lexy J. Moleong mengemukakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan sehingga pokok permasalahan yang diteliti dan dikaji dalam penelitian ini dapat
41 terjawab.
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yakni berpikir dari yang umum menuju hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif.
Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.
40 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 163 41 Ibid