Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERDESAAN DAN PERKOTAAN

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

AMRIL HAK

107017003/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERDESAAN DAN PERKOTAAN

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMRIL HAK

107017003/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK

BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Amril Hak

Nomor Pokok : 107017003

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Bastari, MM, BKP) (Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 31 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Bastari, MM, BKP

Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERDESAAN DAN PERKOTAAN KOTA MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi pada Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 31 Juli 2012 Penulis,


(6)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

KOTA MEDAN

ABSTRAK

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) merupakan pajak pemerintah pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber untuk melaksanakan pembiayaan pembangunan. Dengan sumber dana yang memadai, diharapkan proses pembangunan didaerah dapat terlaksana dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan meningkat. Tujuan penelitian ini untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variabel independen yang terdiri dari jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi secara parsial dan simultan terhadap variabel dependen penerimaan PBB P2 Kota Medan. Penelitian ini memakai data sekunder dalam urutan waktu (time series) dan model analisis yang dipakai adalah analisis regresi berganda (multiple regression). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara signifikan PDRB perkapita ADHB terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan inflasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh negatif secara signifikan tingkat suku bunga terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan dan terdapat pengaruh positif secara signifikan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, sedangkan hasil pengujian hipotesis secara simultan atau bersama-sama, terdapat pengaruh signifikan jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan.

Kata Kunci: Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan, jumlah wajib pajak, PDRB perkapita, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi.


(7)

THE ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE REVENUES FROM LAND AND BUILDING TAX IN RURAL AND URBAN

AREAS OF THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

Land and Building Tax in Rural and Urban Areas (PBB P2) is a tax collected by the central government and most of it is given to the local government. Local government tries to increase the revenue from PBB P2 because it is one of the resources to finance development implementation. With adequate financial resource, it is expected that the process of development in the local government areas can be implemented and as a whole the community welfare will be improved. The purpose of this study was to test and analyze the factors partially and simultaneously influencing the independent variables comprising the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The research used secondary data in time series and the data obtained were analyzed through multiple regression analysis. The result of hypothesis testing showed that, partially, the number of tax payers had a positive but insignificant influence , on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, PDRB per capita ADHB had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, inflation had a positive but insignificant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, interest rate had a negative and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan and investment had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The result of hypothesis testing through showed that, simultaneously, the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment had a significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan.

Keywords: Rural and Urban Land and Building Tax, Number of Tax payer, PDRB per Capita, Inflation, Interest Rate, Investment.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus, kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak., selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr. Bastari, MM, BKP, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak., selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini sehingga selesainya tesis ini.

6. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak. dan Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak., selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran dan kritik untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan staf administrasi di Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Bapak Lahum, SH, MM, selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan dan Bapak Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan beserta staf pegawai, yang telah memberikan izin untuk penelitian sehingga dapat selesainya tesis ini.

9. Bapak Mukhlis Mashuri Lubis, S.Sos, selaku a.n Kepala Bagian Penanaman Modal dan Promosi Provinsi Sumatera Utara dan staf pegawai, yang telah memberikan izin untuk penelitian sehingga dapat selesainya tesis ini.

10. Khususnya istriku tercinta Cut Yunizar, Amd., Anakku tersayang Nurul Ayu Auliya Lubis dan Muhammad Haqqi Annazili Lubis, yang selalu memberikan do’a restu dan dukungan secara moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

11. Ayahanda Alm. K.H. Abdul Wahab Lubis dan Ibunda Hajjah Nur Aminah, abang-abangku, kakak-kakakku, dan adikku tersayang, yang selalu


(9)

memberikan do’a restu dan motivasinya baik moril maupun materil kepada penulis untuk senantiasa dapat menyelesaikan pendidikan ini,

12. Rekan-rekan penulis, khususnya Angkatan XIX pada Program Magister Ilmu Akuntansi, Sekolah Pascasarjana USU Medan, yang telah mendukung dan sama-sama berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini.

13. Teman-teman penulis dan pihak-pihak lain yang banyak mendukung dan memberikan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT memberikan berkah dan rahmatNya kepada kita semua, Amiin.

Medan, 31 Juli 2012 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

NAMA LENGKAP : AMRIL HAK

TEMPAT/TGL LAHIR : AEK KANOPAN / 14 JANUARI 1963 ALAMAT RUMAH : JALAN SAMANHUDI NO. 68

KELURAHAN BERNGAM,

KOTA BINJAI - SUMATERA UTARA AGAMA : ISLAM

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

NAMA AYAH : ALM. KIYAI H. ABDUL WAHAB LUBIS NAMA IBU : HJ. NUR AMINAH

PENDIDIKAN :

1. SD NEGERI NO. 3 KOTAMADYA BINJAI, ... LULUS TAHUN 1975 2. SMP NEGERI NO. 2 KOTAMADYA BINJAI, ... LULUS TAHUN 1979 3. SMA NEGERI 1 KOTAMADYA BINJAI, ... LULUS TAHUN 1982 4. DIPLOMA III (FE PAAP - USU MEDAN), ... LULUS TAHUN 1987 5. STRATA 1 (S-1) STIE NUSA BANGSA MEDAN, .. LULUS TAHUN 1991


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian... 10

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.4. Manfaat Penelitian... 10

1.5. Originalitas Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1. Landasan Teori... 13

2.1.1. Konsep pajak... 13

2.1.2. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)... 14

2.1.3. Fungsi pajak dalam pembangunan... 15

2.1.4. Subjek dan objek pajak bumi dan bangunan... 17

2.1.4.1. Subjek pajak bumi dan bangunan... 17

2.1.4.2. Objek pajak bumi dan bangunan... 17

2.1.5. Jumlah wajib pajak... 20

2.1.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita.... 21

2.1.7. Inflasi... 22

2.1.8. Tingkat suku bunga... 24

2.1.9. Investasi... 26

2.2. Review Peneliti Terdahulu………...……….……... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 31

3.1. Kerangka Konsep... 31

3.2. Hipotesis Penelitian... 36

BAB IV METODE PENELITIAN... 37

4.1. Jenis Penelitian dan Sumber Data... 37

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 37

4.3. Metode Pengumpulan Data... 37

4.4. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel... 38

4.5. Teknik Analisa Data... 41


(12)

4.5.2. Pengujian asumsi klasik... 42

4.5.2.1. Uji normalitas data... 42

4.5.2.2. Uji multikolinieritas... 42

4.5.2.3. Uji heteroskedastisitas... 43

4.5.2.4. Uji autokorelasi... 44

4.5.3. Pengujian hipotesis... 44

4.5.3.1. Pengujian hipotesis secara parsial (uji t)... 44

4.5.3.2. Pengujian hipotesis secara simultan (uji F)... 45

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 47

5.1. Deskripsi Data... 47

5.1.1. Deskripsi lokasi... 54

5.1.2. Karakteristik penelitian... 55

5.2. Analisis Data... 58

5.2.1. Hasil uji asumsi klasik... 58

5.2.1.1. Uji normalitas data... 58

5.2.1.2. Uji multikolinieritas... 60

5.2.1.3. Uji heteroskedastisitas... 61

5.2.1.4. Uji autokorelasi... 62

5.2.2. Hasil estimasi parameter... 64

5.2.3. Pengujian hipotesis... 68

5.2.3.1. Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t).. 68

5.2.3.2. Hasil pengujian hipotesis secara simultan (uji F)... 71

5.3. Pembahasan Hasil Penelitian... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78

6.1. Kesimpulan... 78

6.2. Keterbatasan Penelitian... 79

6.3. Saran... 79


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Perbedaan penelitian... 12

2.1 Review peneliti terdahulu... 31

4.1 Definisi operasional variabel dan pengukuran variabel... 40

5.1 Data deskripsi statistik... 56

5.2 Hasil deskripsi statistik... 56

5.3 Uji normalitas data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 60

5.4 Uji multikolinieritas... 61

5.5 Uji Durbin Watson... 63

5.6 Pengukuran autokorelasi... 63

5.7 Hasil regresi berganda... 64

5.8 Hasil estimasi korelasi berganda dan determinasi... 66

5.9 Hasil uji-t (uji signifikansi secara parsial)... 69


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Alur penerimaan dan alokasi DBH PBB... 4

1.2 Perkembangan persentase realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tahun 2000-2010... 7

3.1 Model kerangka konseptual penelitian... 32

5.1 Perkembangan penerimaan PBB P2 Kota Medan... 47

5.2 Perkembangan jumlah wajib pajak Kota Medan... 49

5.3 Perkembangan PDRB perkapita ADHB Kota Medan... 50

5.4 Perkembangan inflasi Kota Medan tahun 2000 – 2011 (%)... 51

5.5 Perkembangan tingkat suku bunga Kota Medan tahun 2000 – 2011 (%)... 52

5.6 Perkembangan investasi (PMA/PMDN) Kota Medan... 53

5.7 Uji normalitas data... 59


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Jadwal kegiatan penelitian... 84

2 Permohonan izin penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU kepada Dinas Pendapatan Kota Medan... 85

3 Permohonan izin penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU kepada Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Sumut... 86

4 Izin penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan... 87

5 Izin penelitian dari Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Sumatera Utara... 88

6 Data deskriptif... 89

7 Hasil olah SPSS (output SPSS)... 90

8 Tabel uji t... 98

9 Tabel uji F... 99


(16)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

KOTA MEDAN

ABSTRAK

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) merupakan pajak pemerintah pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber untuk melaksanakan pembiayaan pembangunan. Dengan sumber dana yang memadai, diharapkan proses pembangunan didaerah dapat terlaksana dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan akan meningkat. Tujuan penelitian ini untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variabel independen yang terdiri dari jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi secara parsial dan simultan terhadap variabel dependen penerimaan PBB P2 Kota Medan. Penelitian ini memakai data sekunder dalam urutan waktu (time series) dan model analisis yang dipakai adalah analisis regresi berganda (multiple regression). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara signifikan PDRB perkapita ADHB terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh positif secara tidak signifikan inflasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, terdapat pengaruh negatif secara signifikan tingkat suku bunga terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan dan terdapat pengaruh positif secara signifikan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan, sedangkan hasil pengujian hipotesis secara simultan atau bersama-sama, terdapat pengaruh signifikan jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap penerimaan PBB P2 Kota Medan.

Kata Kunci: Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan, jumlah wajib pajak, PDRB perkapita, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi.


(17)

THE ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE REVENUES FROM LAND AND BUILDING TAX IN RURAL AND URBAN

AREAS OF THE CITY OF MEDAN

ABSTRACT

Land and Building Tax in Rural and Urban Areas (PBB P2) is a tax collected by the central government and most of it is given to the local government. Local government tries to increase the revenue from PBB P2 because it is one of the resources to finance development implementation. With adequate financial resource, it is expected that the process of development in the local government areas can be implemented and as a whole the community welfare will be improved. The purpose of this study was to test and analyze the factors partially and simultaneously influencing the independent variables comprising the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The research used secondary data in time series and the data obtained were analyzed through multiple regression analysis. The result of hypothesis testing showed that, partially, the number of tax payers had a positive but insignificant influence , on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, PDRB per capita ADHB had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, inflation had a positive but insignificant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan, interest rate had a negative and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan and investment had a positive and significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan. The result of hypothesis testing through showed that, simultaneously, the number of tax payers, PDRB per capita ADHB, inflation, interest rate and investment had a significant influence on the revenues from PBB P2 of the City of Medan.

Keywords: Rural and Urban Land and Building Tax, Number of Tax payer, PDRB per Capita, Inflation, Interest Rate, Investment.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak pusat, akan tetapi PBB akan menjadi penerimaan daerah, karena sebagian besar dana bagi hasilnya (90%) diserahkan kembali kepada daerah yang memungutnya dan 10% diserahkan ke Pemerintah Pusat (Kas Negara).

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2000 yang menggantikan PP No. 47 Tahun 1985 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah terlihat bahwa persentase untuk Daerah Kabupaten/Kota lebih besar dibandingkan daerah provinsi. Hal ini dapat dipahami mengingat adanya kemauan politik dari Pemerintah untuk merealisasikan terwujudnya otonomi daerah.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa sumber penerimaan daerah otonom, terdiri atas:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2) Dana Perimbangan.

3) Lain-lain pendapatan yang sah.

Sedangkan yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah “Dana yang bersumber dari pendapatan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)


(19)

yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, sedangkan dana perimbangan yang berperan dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Sebagai pelaksana pembangunan di daerah yang berdasar atas asas desentralisasi, Pemerintah Kota Medan berkewajiban mengurus rumah tangganya sendiri.

Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri atas, sebagai berikut:

1) Dana Bagi Hasil (DBH) dari pajak, yakni;

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, dan penerimaan dari sumber daya alam yakni; kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

2) Dana Alokasi Umum (DAU).

Besarnya DAU didasarkan atas formula. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN.

3) Dana Alokasi Khusus (DAK).

DAK ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (bottom-up).

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 UU No. 33 Tahun 2004, pengalokasian dana bagi hasil dari PBB adalah sebagai berikut:


(20)

1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut:

a. 16,20% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah Provinsi,

b. 64,80% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota, dan

c. 9% untuk biaya pemungutan.

2) Sebesar 10% bagian pemerintah pusat, dari penerimaan PBB tersebut dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut:

a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh Daerah Kabupaten/Kota. b. 35% dibagikan secara insentif kepada Daerah Kabupaten/Kota yang

realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.

Adapun alur penerimaan PBB dan alokasi Dana Bagi Hasil PBB dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(21)

Gambar 1.1. Alur penerimaan dan alokasi DBH PBB

Menurut Guritno Mangkusubroto (1989) menyatakan bahwa penerimaan PBB di Indonesia bersumber dari 5 (lima) klasifikasi, yaitu:

1) Sektor perdesaan, yang meliputi tanah untuk pekarangan, tanah untuk ladang, tanah untuk sawah, tanah tambak, tanah untuk ladang garam dan lain-lain yang ada di perdesaan.

2) Sektor perkotaan, yang meliputi tanah dan bangunan di kota-kota besar maupun kecil yang dapat dipandang sebagai kota, seperti ibukota negara, ibukota provinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan sebagainya. 3) Sektor perkebunan, yang meliputi tanah beserta bangunan yang dipergunakan

untuk keperluan perkebunan, seperti tanah dan bangunan untuk pabrik serta untuk tanaman perkebunan.

4) Sektor perhutanan, yang meliputi tanah dan bangunan yang digunakan untuk usaha perhutanan, seperti tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk menimbun kayu, dan tanah hutan yang belum menghasilkan.

5) Sektor pertambangan, yang meliputi tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk pertambangan, misalnya tanah yang dibor untuk mendapatkan minyak, gas bumi, biji besi serta bangunan yang dibangun di sekitar tempat pemboran yang dipergunakan untuk keperluan usaha pertambangan tersebut.


(22)

Sumber penerimaan PBB pada penelitian ini adalah pada sektor Perdesaan dan Perkotaan, yang mana obyeknya adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak gerak oleh karena itu yang dipentingkan adalah obyeknya sehingga keadaan dan status orang atau badan yang dijadikan subyek pajak tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak, oleh karena itu pajak ini disebut pajak yang obyektif. Walaupun disebut pajak yang obyektif tetapi dipungut dengan surat penetapan pajak yang pada prinsipnya setiap tahun dikeluarkan.

Oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak. Namun kenyataannya Pemerintah menetapkan standar ganda, NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) ditetapkan sebesar 20% dan 40%. Persentase 40% berlaku untuk obyek pajak perumahan dan bagi wajib pajak perorangan yang NJOP (tanah dan bangunan) lebih besar atau sama dengan 1 (satu) milyar rupiah. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku untuk obyek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, anggota ABRI atau pensiunan (termasuk janda/dua) yang penghasilannya semata-mata dari gaji atau pensiunan. Bagi wajib pajak ini berlaku persentase NJKP sebesar 20%. Berarti masih ada unsur subyektif karena pemerintah bukan hanya melihat obyeknya tapi juga subyeknya.

Tingkat pelayanan sebagai upaya peningkatan dan pengamanan penerimaan kas negara khususnya pada sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan


(23)

Perkotaan (PBB P2) di Kota Medan, maka KPP Pratama se-Kota Medan memberikan pelayanan-pelayanan, yaitu:

1) Layanan cetak salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).

2) Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan seluruhnya.

3) Layanan mutasi Pajak Bumi dan Bangunan sebagian, meliputi; a. Balik Nama SPPT PBB.

b. Pemecahan SPPT PBB.

c. Penimbulan/data baru SPPT PBB.

d. Pembetulan SPPT PBB (Nama dan Alamat Wajib Pajak). 4) Layanan pengurangan besarnya PBB terhutang.

5) Layanan pengajuan keberatan atas PBB terhutang.

Berdasarkan data perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan. Namun dilihat dari realisasi penerimaan PBB P2 masih ada yang di bawah target yaitu tahun 2001 dan tahun 2007. Sedangkan penerimaan PBB P2 yang paling besar terjadi pada tahun 2004, yaitu realisasi penerimaan sebesar 123% atau 23% melebihi target yang telah ditetapkan Pemerintah Kota Medan. Untuk perkembangan realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


(24)

100,71 95,81

102,66

118,97 123,37

102,49 101,8 94,6

100,59 101,45 107,14

0 20 40 60 80 100 120 140

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Penerimaan PBB P2 Target

Gambar 1.2. Perkembangan persentase realisasi penerimaan PBB P2 terhadap target penerimaan PBB P2 Kota Medan tahun 2000-2010

Sumber data: Dipenda Kota Medan, tahun 2011.

Guna meningkatkan penerimaan PBB P2 tersebut perlu menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, sehingga dengan mengetahui hal tersebut dapat disusun stategi yang tepat agar peningkatan penerimaan PBB P2 dapat dicapai dengan efektif.

Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa penerimaan PBB P2 di Pemerintah Kota Medan perlu diteliti. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2, yaitu jumlah wajib pajak, PDRB perkapita atas dasar harga berlaku (ADHB), inflasi, tingkat suku bunga dan investasi.


(25)

Wajib pajak/subyek pajak PBB P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, antara lain: pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai, penyewa. Jumlah wajib pajak dalam penelitian ini adalah jumlah subyek pajak yang terdaftar dalam Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) yang ada dalam basis data di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) dan KPP Pratama se-Kota Medan, bahwa perkembangan jumlah wajib pajak yang meningkat berpotensi akan meningkatkan penerimaan pajak. Oleh sebab itu perlu adanya dukungan dari pihak masyarakat, baik jumlah dan tingkat kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan cermin dari pendapatan masyarakat, semakin tinggi PDRB perkapita, kemampuan masyarakat untuk membayar PBB semakin meningkat, sehingga dapat meningkatkan penerimaan PBB. PDRB perkapita ADHB untuk wilayah Kota Medan menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Hal ini mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Naiknya inflasi akan meningkatkan nilai harga tanah, sehingga nilai jual obyek pajak juga akan meningkat. Naiknya nilai jual obyek pajak akan meningkatkan penerimaan PBB.

Tingkat suku bunga Bank Indonesia adalah suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Perubahan dari tingkat suku bunga Bank Indonesia akan sangat mempengaruhi


(26)

pencapaian stabilitas inflasi. Naik turunnya tingkat suku bunga akan mempengaruhi penerimaan pajak, khususnya terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Naiknya tingkat suku bunga akan menurunkan keinginan meminjam dana dalam membayar kredit perumahan sehingga dapat menurunkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan sebaliknya.

Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh melalui dana dari luar wilayah.

Kota Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia setelah kota Jakarta dan Surabaya, dilihat dari luasnya wilayah, jumlah penduduk, aktivitas industri dan perdagangan barang dan jasa. Saat ini Pemerintah Kota Medan sedang berusaha pula untuk memperbesar luas wilayahnya. Melihat kondisi ini peluang bisnis di berbagai bidang seperti bidang industri, pariwisata, perbankan dan lain-lain akan semakin menjanjikan keuntungan bagi para investor lokal maupun asing.

Sejak tahun 2000 penanaman modal (investasi) di Kota Medan secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor-faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna penyusunan tesis ini, maka disusun tesis ini


(27)

dengan judul: “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan”.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan ini sebagai berikut:

Apakah jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

Untuk menganalisis pengaruh secara parsial dan simultan jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan akan memperoleh manfaat sebagai berikut:

1) Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Medan dalam pengambilan kebijakan perpajakan di masa yang akan datang untuk peningkatan penerimaan PBB P2 sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah di Kota Medan.


(28)

2) Dapat meningkatkan wawasan keilmuan tentang PBB P2 di Kota Medan. 3) Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan kepustakaan dan menjadi masukan

bagi pihak-pihak yang ingin meneliti kembali atas masalah-masalah yang releven dengan penelitian ini.

4) Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti-peneliti yang akan datang.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian-penelitian ini adalah penelitian replikasi dari peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Sitanggang (2001), dengan judul faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah jumlah surat penagihan, jumlah wajib pajak, dana pembangunan prasarana dan pendapatan perkapita secara keseluruhan maupun secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PBB di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independen) yaitu jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi, sedangkan variabel terikat (dependen) adalah penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Medan. Perbedaan penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1.1 di bawah ini:


(29)

Tabel 1.1. Perbedaan penelitian

No. Kriteria Peneliti terdahulu Peneliti sekarang 1. Judul Penelitian Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan

2. Variabel Penelitian

Variabel Terikat: Penerimaan PBB Variabel Bebas: - Jumlah surat

penagihan, Jumlah wajib Pajak, Dana Prasarana

Pembangunan dan PDRB perkapita

Variabel Terikat: Penerimaan PBB P2 Variabel Bebas: Jumlah wajib Pajak,

PDRB perkapita ADHB, Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Investasi

3. Tempat Penelitian

Daerah Istimewa Yogyakarta


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep pajak

Pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, berdasarkan Undang-Undang dapat dipaksakan yang mana balas jasanya tidak secara langsung dinikmati oleh wajib pajak. Pajak yang dipungut tersebut dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah seperti pembangunan sarana-sarana umum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban yang akhirnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.

Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun 2000: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sebagaimana yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa untuk penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan pemerintah menggali sumber-sumber penerimaan daerah yang salah satunya adalah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut Soemitro (2001) yang dijadikan dasar untuk pengenaan pajak atas bumi dan bangunan adalah nilai jual dari bumi dan bangunan, nilai jual tersebut dihitung dengan cara tertentu.


(31)

2.1.2. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Sejarah asal mulanya Pajak Bumi dan Bangunan yang merupakan salah satu pajak tertua di Indonesia, pada zaman kolonial Belanda pajak atas tanah (landrent) diganti dengan nama Pajak Bumi. Kemudian setelah Indonesia merdeka tahun 1959 diubah namanya menjadi Pajak Hasil Bumi berdasarkan UU No. 11 Prp Tahun 1959. Pada masa itu obyek pajak yang dikenakan tidak lagi nilai tanah melainkan hasil yang keluar dari tanah. Dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada Pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian diubah namanya menjadi Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA), hasilnya diserahkan pada Pemerintah Daerah walaupun pajak tersebut masih merupakan pajak pusat. Hasil IPEDA tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan daerah.

Pada tahun 1983 pemerintah mengadakan reformasi pajak untuk pertama kalinya dan menghasilkan salah satunya UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan mulai berlaku secara efektif sejak 1 Januari 1986, yang merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau bangunan, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan, memiliki dan menguasai atas bangunan.

Terakhir peraturan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1994 sebagai pengganti dari UU No. 12 Tahun 1985, dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum dan keadilan, maka arah dan tujuan penyempurnaan undang-undang ini adalah sebagai berikut:

1. Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak.


(32)

2. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya.

Berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam penyempurnaan UU No. 12 Tahun 1985, diatur kembali ketentuan-ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dituangkan dalam UU tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dengan pokok-pokok antara lain sebagai berikut:

1. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur ketentuan mengenai besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) untuk setiap wajib pajak.

2. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak.

2.1.3.Fungsi pajak dalam pembangunan

Pajak mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi budgetair dan regulator. Sebagai fungsi budgetair, pajak merupakan alat untuk mengumpulkan dana melalui Kas Negara bagi pembiayaan pembangunan. Pemerintah sangat mengharapkan penerimaan negara selalu meningkat karena pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama. Sebagai fungsi regulator, pajak dimaksudkan untuk mengatur perekonomian yang sesuai dengan kebijakan pemerintah. Artinya, pajak dapat digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk menjalankan peranannya. Peranan pemerintah dalam arti luas adalah mengatur kegiatan-kegiatan produsen dan konsumen mencapai tujuan masing-masing.

Bohari (2004) menjelaskan: Pembangunan hanya dapat terlaksana dengan biaya yang cukup tersedia pada kas Negara. Untuk itu pajak merupakan sumber penerimaan terbesar dalam keuangan Negara. Pajak memegang peranan dalam


(33)

keuangan Negara lewat tabungan pemerintah atau saving yang disalurkan ke sektor pembangunan. Tabungan pemerintah ini diperoleh melalui surplus penerimaan rutin setelah dikurangi dengan pegeluaran rutin. Penerimaan rutin seperti: penerimaan dari sektor pajak, retribusi, Bea dan Cukai, hasil perusahaan negara, denda dan sitaan. Penerimaan rutin ini adalah untuk membiayai pengeluaran rutin dari pemerintah seperti: gaji pegawai, pembelian alat-alat tulis menulis, ongkos pemeliharaan gedung pemerintah, bunga dan angsuran pembayaran hutang-hutang dari negara lain, tunjangan sosial dan sebagainya.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dapat dijelaskan, diantaranya:

a. Bahwa pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan oleh karena itu perlu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya. b. Bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan

sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak.

c. Bahwa sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1983 perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan, sehingga dapat mewujudkan peran serta dan kegotongroyongan masyarakat sebagai potensi yang sangat besar dalam pembangunan nasional.


(34)

2.1.4. Subyek dan obyek pajak bumi dan bangunan

2.1.4.1. Subyek pajak bumi dan bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian subyek pajak tersebut di atas menjadi wajib pajak PBB.

Jika subyek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak obyek pajak sedangkan perawatannya dikuasakan kepada orang atau badan, orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP). Namun penunjukan tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan. Subyek pajak yang ditetapkan seperti pada contoh di atas dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada DJP bahwa kuasa tersebut bukan wajib pajak terhadap obyek pajak yang dimaksud. Apabila keterangan wajib pajak disetujui, maka DJP membatalkan penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud. Namun bila tidak disetujui, DJP mengeluarkan surat keputusan penolakan disertai dengan alasan-alasan. Selanjutnya setelah jangka waktu satu bulan sejak diterima Surat Keterangan ternyata DJP tidak memberi keputusan keterangan yang telah pernah diajukan dianggap disetujui.

2.1.4.2. Obyek pajak bumi dan bangunan

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa obyek pajak pada penelitian ini adalah PBB P2, yang mana obyek pajaknya adalah bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali


(35)

kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Pengertian bumi adalah permukaan bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah, yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

1) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut,

2) Jalan tol, 3) Kolam renang, 4) Pagar mewah, 5) Tempat olah raga,

6) Galangan kapal, dermaga, 7) Taman mewah,

8) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, 9) Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Waluyo, 2004).

Selain obyek pajak kena pajak, terdapat pula obyek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan, sesuai Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1994, yaitu:

1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum.

2) Ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala/yang sejenisnya dengan itu.

4) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa.

5) Digunakan oleh diplomatik, konsulat dan perwakilan Organisasi Internasional dengan asas timbal balik.

6) Digunakan oleh badan atau perwakilan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Obyek pajak berdasarkan UU No. 12 Tahun 1994, sebagai perubahan UU No. 12 Tahun 1985, adalah:

1. PBB belum didasarkan pada self assesment system. Nilai jual obyek pajak (NJOP) selama ini masih ditetapkan oleh pemerintah pusat, sebaiknya NJOP


(36)

ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan alasan agar dapat mencapai (mendekati) nilai jual obyek pajak yang ideal dalam artian nilai jual relatif sama dengan harga jual.

2. Besarnya NJOP tidak kena pajak menjadi Rp. 8.000.000,-

3. NJOP tidak kena pajak tidak diterapkan untuk setiap wajib pajak, dengan demikian NJOPTKP tersebut dikurangkan terhadap hasil penjumlahan NJOP tanah dan NJOP bangunan. Hal ini berbeda dengan NJOPTKP menurut UU Nomor 12 Tahun 1985, yang mana NJOPTKP ini dapat diterapkan terhadap NJOP bangunan saja.

4. Pengurangan NJOPTKP hanya berlaku untuk satu unit obyek PBB yang dimiliki atau dikuasai oleh wajib pajak. Dengan demikian, apabila wajib pajak mempunyai lebih dari satu obyek pajak maka NJOPTKP hanya dapat dikurangkan terhadap satu obyek pajak saja, dalam hal ini obyek pajak yang mempunyai NJOP paling tinggi. Untuk obyek pajak yang mempunyai obyek pajak yang lain tidak diberikan pengurangan NJOPTKP.

Nasucha (1997) mengungkapkan bahwa PBB merupakan pajak obyektif, di mana pengenaan pajak didasarkan pada obyek dari PBB, yaitu bumi dan/atau bangunan, sehingga otomatis yang menjadi obyek pajaknya adalah bumi dan bangunan.

Sebagai dasar pengenaan pajak adalah NJOP, yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, maka penentuan NJOP diperoleh melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau melalui nilai perolehan baru, atau dengan NJOP pengganti.


(37)

Berdasarkan ketentuan baru yang berlaku efektif mulai tahun 2001, atas setiap wajib pajak diberikan keringanan berupa ketentuan NJOPTKP sebesar Rp. 12.000.000,- per wajib pajak. Ketentuan ini menggantikan ketentuan lama yang besarnya Rp. 8.000.000,-. Dengan adanya NJOPTKP akan banyak masyarakat kecil (terutama yang tinggal di perdesaan) yang selama ini hanya mempunyai obyek PBB yang bernilai kecil, akan terbebas dari kewajiban membayar PBBnya. Untuk menghitung obyek PBB dikenakan tarif PBB 0,5%.

Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Saat ini ketentuan mengenai NJKP yang diberlakukan adalah sebesar 20% dan 40%. NJKP sebesar 40% diberlakukan khusus bagi obyek PBB yang dipergunakan untuk perumahan dengan NJOP sebesar 1 (satu) milyar rupiah atau lebih. Ketentuan NJKP sebesar 40% tersebut tidak berlaku bagi obyek pajak yang dimiliki oleh PNS, ABRI, pensiunan yang semata-mata penghasilannya hanya berasal dari gaji pensiunan, dengan demikian tarif efektif untuk menghitung besarnya PBB yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah sebesar 0,1% dan 0,2% dari NJOP.

2.1.5. Jumlah wajib pajak

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk memungut atau memotong pajak tertentu. Oleh sebab itu, seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan pembayaran pajak, serta orang atau badan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari subyek pajak. Hal


(38)

ini menunjukkan bahwa wajib pajak dapat merupakan subyek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak maupun pihak lain yang bukan merupakan subyek pajak yang berwenang untuk memungut pajak dari subyek pajak. Dalam pengertian PBB, subyek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau badan yang memenuhi ketentuan sebagai subyek pajak diwajibkan untuk membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak.

Subyek pajak atau wajib pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi untuk memiliki, menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain pemilik, penghuni, penggarap, dan penyewa.

2.1.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita

Besarnya nilai jual obyek pajak sebagai dasar pengenaan PBB ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya (Waluyo dan Wirawan, 2000). Kondisi ini diperhitungkan mengikuti pertumbuhan ekonomi yang dialami daerah bersangkutan yang mendorong kemampuan ekonomi masyarakat dan ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan perkapita (Insukindro, 1994). PDRB perkapita menunjukkan kemampuan seseorang untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, termasuk membayar pajak.

Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan indikator agregat ekonomi makro yang lazim digunakan untuk mengukur kondisi perekonomian suatu wilayah tingkat provinsi atau kabupaten, sedangkan PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh setiap penduduk


(39)

selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. PDRB perkapita diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk.

Kemampuan seseorang untuk membayar pajak dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu tingkat pendapatan, jumlah kekayaan, dan besarnya pengeluaran konsumsi. Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan, dan konsumsi seseorang, berarti semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar pajak dan berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak (Miyasto, 1993).

2.1.7.Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Sukirno, 2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, parah dan tidaknya inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 2000). Menurut sifatnya inflasi digolongkan dalam tiga kategori yaitu inflasi merayap, inflasi menengah dan inflasi tinggi. Inflasi merayap adalah kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). Inflasi menengah adalah kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Inflasi tinggi adalah kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 (lima) atau 6 (enam) kali.


(40)

Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama terus-menerus. Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang waktu yang cukup lama.

Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi yang mana para pelaku ekonomi tidak akan melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi. Akhirnya masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi. Berdasarkan parah tidaknya inflasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu, inflasi ringan (di bawah 10% setahun), inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun), inflasi berat (antara 30% - 100% setahun) dan hiperinflasi (di atas 100% setahun).

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat


(41)

dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap, seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Dampak inflasi bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Apabila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, apabila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen tidak akan meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, apabila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi berdampak juga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

2.1.8. Tingkat suku bunga

Menurut Nopirin (2000), suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Tingkat suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Tingkat suku bunga juga merupakan sebuah


(42)

harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.

Suku bunga dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1) Suku Bunga Nominal. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar.

2) Suku Bunga Riil. Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.

Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Pohan, 2008). Apabila SBI cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan uangnya di bank dan IHSG turun. Sebaliknya, apabila suku bunga sudah melemah, maka orang akan beralih ke lantai bursa (Yuniarta, 2008).

Penelitian ini dengan menggunakan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas diketahui bahwa tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi yang mana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak


(43)

sehingga konsumsi masyarakat tinggi, akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.

2.1.9.Investasi

Pengertian investasi menurut Sutojo (1993), adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek atau pabrik yang sudah ada untuk memperoleh manfaat keuangan dan/atau non keuangan yang layak di kemudian hari. Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktor-faktor produksinya. Salah satu faktor-faktor produksi tersebut adalah modal (investasi). Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal atau investasi.

Menurut Sunariyah (2006): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu

atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang”. Banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa.

Perkembangan investasi atau penanaman modal merupakan langkah awal bagi kegiatan pembangunan ekonomi di suatu negara. Dinamika investasi sangat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan


(44)

marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim usaha yang dapat menggairahkan investasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, setiap saat pemerintah berusaha secara intensif menggalakkan kegiatan promosi untuk menarik investor asing agar dapat menanamkan modalnya di Indonesia khususnya di Kota Medan. Oleh karena itu, pemerintah melalui kebijakannya berulang kali memfasilitasi para investor agar lebih giat melakukan investasi, antara lain dengan diperlonggarnya kepemilikan saham oleh para pemodal asing dan makin terbukanya peluang usaha di Indonesia, seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam rangka peningkatan arus modal asing langsung atau penanaman modal asing (PMA).

Berbagai terobosan dilakukan pemerintah kota di sektor investasi untuk dapat menarik minat para investor dari dalam maupun luar negeri mulai dari penyempurnaan pelayanan perizinan investasi sampai kepada pemberian insentif baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Berbagai langkah debirokrasi dan deregulasi terus dilanjutkan untuk menciptakan efisiensi berusaha dan berinvestasi termasuk konsistensi aturan dan kepastian hukum untuk meminimalisir ketidakpastian berusaha bagi investasi asing.

Pemerintah Kota Medan akan memberikan berbagai langkah yang sedang dilakukan, telah dilakukan dan akan dilakukan, antara lain:

1) Membentuk institusi kantor penanaman modal daerah Kota Medan sebagai institusi yang menyelenggarakan kewenangan perizinan investasi baik yang bersifat PMDN, maupun sebahagian PMA yang sebelumnya ada pada Pemerintah Pusat/Provinsi dalam layanan sistem satu atap (one stop service). 2) Membentuk Medan Bisnis Forum (MBF) sebagai wadah kemitraan antara


(45)

forum komunikasi, fasilitator, mediator, kegiatan bisnis dan investasi usaha swasta dan asing.

3) Mempersiapkan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) satu atap, sebagai bentuk pengintegrasian pelayanan perizinan bagi investor dalam negeri dan asing sehingga diharapkan dapat lebih sederhana, cepat, mudah, murah, terbuka, baku, efisien dan ekonomis (terjangkau).

4) Mengusahakan insentif dan kemudahan melalui Pemerintah Pusat dengan pemberian:

a. Keringanan bea masuk, impor barang-barang modal (mesin, bahan baku, dan lain-lain) sesuai dengan SK Menteri Keuangan No. 135/KMK.05 /2000.

b. Pembebasan PPN atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No. 155/KMK.03/2001.

c. Memberikan visa izin tinggal sementara dan atau izin tinggal terbatas bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing, melalui Ditjen Imigrasi/Kantor Imigrasi setempat.

d. Menggalang kerjasama perdagangan dan investasi dalam wadah-wadah regional seperti IMT-GT, Sister City dan lain-lain.

e. Peningkatan pelayanan pada pintu-pintu masuk khususnya bandara dan pelabuhan, sehingga menciptakan budaya yang maju.

f. Melakukan koordinasi secara terus menerus dengan Kepolisian dan TNI untuk memberikan rasa aman dan tenteram bagi seluruh pelaku bisnis baik Domestik maupun Asing yang ada di Kota Medan.

Sumber Data: website Pemko Medan.

Berbagai langkah yang telah, sedang dan akan dilanjutkan tersebut diharapkan juga menghapus perbedaan perlakuan antara investor asing dan lokal, sehingga investor asing dapat memiliki akses yang sama termasuk dari lembaga perbankan domestik/lokal (menyamakan perlakuan terhadap investor).

2.2. Review Peneliti Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan judul ini telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang (2001), tentang Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Daerah


(46)

Istimewa Yogyakarta, menyimpulkan bahwa jumlah surat penagihan, jumlah wajib pajak, Dana Prasarana Pembangunan dan PDRB perkapita secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PBB Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2005), tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB Studi Kasus di Kabupaten Banyumas, menyimpulkan bahwa PDRB perkapita, wajib pajak, inflasi, luas lahan, jumlah bangunan dan resesi ekonomi berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB dan krisis moneter berpengaruh negatif.

3. Penelitian yang dilakukan Joko (2006), tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB Studi Kasus di Kabupaten Bayolali, menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan PBB secara nyata adalah PDRB perkapita, pengeluaran pembangunan 2 (dua) tahun yang lalu, biaya pembangunan yang dibiayai oleh swadaya masyarakat 2 (dua) tahun yang lalu dan inflasi.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (2008), tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB dan dampaknya terhadap penerimaan daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kendal) menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial dengan uji-t hanya PDRB perkapita, yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PBB sedangkan wajib pajak, luas lahan, jumlah penduduk berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan PBB.


(47)

Tabel 2.1. Review peneliti terdahulu Nama peneliti Judul penelitian Variabel yang digunakan Hasil penelitian

1. Sitanggang ( 2001) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan PBB Daerah Istimewa Yogyakarta Variabel Dependen: Penerimaan PBB Variabel Independen - Jumlah surat penagihan, jumlah wajib pajak, Dana Prasarana

Pembangunan dan PDRB perkapita

Jumlah surat penagihan, jumlah wajib pajak, Dana

Prasarana Pembangunan

dan PDRB perkapita secara keseluruhan berpengaruh

signifikan terhadap

penerimaan PBB di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Hadi ( 2005) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas) Variabel Dependen - Penerimaan PBB Variabel

Independen - Pajak property, PDRB perkapita wajib pajak, inflasi, luas lahan, jumlah bangunan dan resesi ekonomi

Variabel PDRB perkapita, wajib pajak, inflasi, luas lahan, jumlah bangunan

dan resesi ekonomi

berpengaruh positif

terhadap penerimaan PBB

dan krisis moneter

berpengaruh negatif

terhadap penerimaan PBB.

3. Joko ( 2006) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB (Studi Kasus di Kabupaten Bayolali) Variabel Dependen Penerimaan PBB Variabel Independen - PDRB perkapita, Pengeluaran Pembangunan, Biaya

Pembangunan dan Inflasi

Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap

penerimaan PBB secara

nyata adalah PDRB

perkapita, Pengeluaran

Pembangunan 2 (dua) tahun

yang lalu, Biaya

Pembangunan yang

dibiayai oleh swadaya

masyarakat dua tahun yang lalu dan inflasi.

4. Nastiti ( 2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB dan dampaknya terhadap penerimaan daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kendal) Variabel Dependen - Penerimaan PBB

Variabel Independen - PDRB perkapita, wajib pajak, luas lahan dan jumlah penduduk

Berdasarhan hasil

pengujian hipotesis secara parsial dengan uji-t hanya variabel PDRB perkapita, yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penerimaan PBB

sedangkan variabel wajib pajak, luas lahan, jumlah

penduduk berpengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan PBB.


(48)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teori yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi secara teoritis mempunyai pengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan. Apabila dalam penelitian ini variabel-variabel tersebut terbukti berpengaruh signifikan maka dapat dirumuskan implikasi managerial dan kebijakan strategis, yang diharapkan mampu meningkatkan penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan di Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan variabel independen lebih dari satu variabel maka dipakai model regresi berganda (multiple regression). Dengan memakai model regresi berganda agar dapat dikatakan model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, baik itu multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Skema model kerangka konseptual pada penelitian ini adalah model Analisis Regresi Berganda dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan”.


(49)

Skema Model Kerangka Konseptual Penelitian, yang digambarkan dalam hipotesis ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

e

Gambar 3.1. Model kerangka konseptual penelitian

Untuk meningkatkan penerimaan PBB P2 Kota Medan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi, maka kerangka konsep ini dapat dijustifikasi sebagai berikut:

PDRB perkapita ( X2 )

Inflasi ( X3 )

Penerimaan PBB P2

( Y ) Wajib Pajak

( X1 )

Investasi ( X5 ) Suku Bunga


(50)

Penelitian yang dilakukan Hadi (2005) dan kesimpulan Insukindro dalam Hadi (2005), variabel jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB. Namun peningkatan jumlah wajib pajak belum tentu meningkatkan penerimaan PBB. Hal ini bisa terjadi apabila tidak ada kemampuan dan/atau kesadaran untuk membayar pajak, atau karena tidak adanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah setempat untuk mengelola pajak. Akan tetapi, peneliti sepaham dengan Insukindro dalam Hadi (2005).

Jumlah wajib pajak yang meningkat akan meningkatkan potensi penerimaan pajak, di mana naiknya jumlah wajib pajak sebagai wujud kesadaran wajib pajak akan membayar pajaknya. Jika wajib pajak sudah memiliki kesadaran yang tinggi maka jumlah wajib pajak yang membayar pajak akan meningkat. Naiknya pembayaran oleh wajib pajak juga akan mendukung penerimaan pajak, khususnya terhadap Pajak Bumi dan Bangunan.

PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. PDRB perkapita diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan seseorang untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, termasuk membayar pajak. Dalam penelitian yang dilakukan Hadi (2005), variabel PDRB perkapita berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB. Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan, dan konsumsi seseorang, berarti semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar pajak dan berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak, termasuk membayar PBB, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi peningkatan PDRB perkapita juga dapat menurunkan penerimaan PBB. Hal ini bisa terjadi apabila kebutuhan


(51)

hidup seseorang semakin tinggi dikarenakan meningkatnya biaya hidup yang menyebabkan seseorang tidak lagi mampu membayar pajak. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa peningkatan PDRB perkapita, maka akan banyak penduduk yang memiliki rumah dan menyebabkan pajaknya akan meningkat, sehingga akan meningkatkan penerimaan PBB.

Naiknya PDRB akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bidang konsumsi dan pengeluaran, khsuusnya terhadap pembelian tanah dan bangunan yang mereka inginkan. Naiknya PDRB akan meningkatkan pendapatan perkapita dan kemudian akan mendorong naiknya permintaan akan rumah. Naiknya permintaan akan rumah dan bangunan rumah baru akan meningkatkan penerimaan PBB.

Inflasi memiliki dampak positif apabila inflasi itu ringan dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, apabila terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian akan dirasakan lesu. Dalam penelitian yang dilakukan Hadi (2005), variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB. Kondisi ini menyatakan bahwa semakin tinggi variabel inflasi, berarti semakin tinggi pula penerimaan PBB dan berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan PBB.

Inflasi yang meningkat akan mendorong ekspektasi inflasi yang lebih tinggi lagi di masa yang akan datang oleh masyarakat. Naiknya harga-harga khususnya harga tanah dan bangunan rumah akan mendorong masyarakat untuk


(52)

menginvestasi dalam bentuk tanah, rumah dan bangunan rumah baru, hal tersebut akan meningkatan penerimaan PBB.

Menurut Nopirin (2000), suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregatpun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.

Suku bunga yang meningkat akan mendorong masyarakat untuk menabung dan tidak menginvestasikan ke dalam pembelian tanah dan bangunan. Banyak masyarakat yang menjual rumah dan tanahnya karena peluang bunga deposito lebih besar dibandingkan jika investasi ke tanah dan bangunan sehingga akan menurunkan penerimaan PBB.

Investasi adalah penanaman uang atau modal dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau nilai tambah produksi. Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal (investasi) dan investasi sangat diperlukan oleh setiap negara untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi maupun untuk meningkatkan lapangan kerja. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Penanaman modal yang ditanamkan dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik atau pun non fisik, seperti proyek pendirian pabrik, jalan, jembatan, pembangunan gedung dan


(53)

proyek penelitian, dan pengembangan. Dinamika investasi sangat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan marak lesunya pembangunan. Investasi dalam berbagai bidang akan meningkatkan peluang masyarakat mendapatkan pekerjaan sehingga pendapatan juga meningkat, naiknya pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan akan tanah dan bangunan sehingga akan meningkatkan penerimaan PBB. Secara langsung jika invesatasi ke dalam pembelian tanah dan bangunan meningkat maka potensi penerimaan PBB juga akan terus meningkat.

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesa merupakan jawaban sementara atau kesimpulan sementara terhadap permasalahan yang menjadi obyek penelitian, yang kebenarannya harus diuji atau dibuktikan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan.


(54)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian ini dapat dikatakan jenis penelitian kausal yaitu untuk melihat hubungan/pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan sifat data kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder (time series) selama kurun waktu 12 tahun. Penelitian ini membahas tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan (DIPENDA) Kota Medan beralamat di jl. Jenderal Besar Abdul Haris Nasution No. 32 Medan, Badan Penanaman Modal (BPM) Provinsi Sumatera Utara/Kota Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara/Kota Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, yaitu data laporan tahunan berdasarkan urutan waktu (time series) dalam kurun waktu selama 12 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Sumber data penelitian dari; Dinas Pendapatan Kota Medan, Badan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Utara dan Kota Medan, Website-website Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan


(55)

Kota Medan, Pemko Medan, Bank Indonesia (BI), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Harian Surat Kabar di Kota Medan. Alat pengelolaan data dengan menggunakan bantuan software khusus statistik yaitu Statistical Product and Service Solutions (SPSS).

4.4. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dari variabel penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penerimaan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan salah satu sumber dari pendapatan Bagi Hasil Pajak, yaitu penerimaan PBB P2 Kota Medan selama 12 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 yang diukur berdasarkan jutaan rupiah.

2. Jumlah wajib pajak sebagai subyek pajak dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak terdaftar sesuai Basis Data yang ada pada buku Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) yang dikeluarkan oleh DJP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan KPP Pratama se Kota Medan selama 12 tahun, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 yang diukur berdasarkan jumlah lembar per SPPT PBB.

3. PDRB perkapita ADHB merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. PDRB perkapita diperoleh dengan membagi nilai PDRB ADHB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB perkapita menunjukkan kemampuan seseorang untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya termasuk membayar pajak yang diukur berdasarkan jutaan rupiah.


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil pengujian secara parsial, terdapat pengaruh positif dan tidak signifikan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan, terdapat pengaruh positif dan signifikan PDRB perkapita ADHB terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan, terdapat pengaruh positif dan tidak signifikan inflasi terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan, terdapat pengaruh negatif dan signifikan tingkat suku bunga terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan dan terdapat pengaruh positif dan signifikan investasi terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan.

2. Hasil pengujian secara simultan atau bersama-sama terdapat pengaruh signifikan jumlah wajib pajak, PDRB perkapita ADHB, inflasi, tingkat suku bunga dan investasi terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan.

3. Hasil pengujian pada model regresi, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PBB P2 di Kota Medan dengan koefisien regresi yang berpengaruh positif terbesar adalah PDRB perkapita ADHB dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap penerimaan PBB P2 di Kota Medan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan dalam kebijakan perpajakan oleh Pemerintah Kota Medan.


(2)

6.2. Keterbatasan Penelitian

Kelemahan atau kekurangan yang ditemukan setelah dilakukan analisis dan interpretasi data adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya ketersediaan data untuk tahun sebelum tahun 2000, penggunaan data hanya 12 tahun yaitu periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2011.

2. Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya ketersediaan data untuk mendapatkan variabel independen yang mempengaruhi penerimaan PBB P2 Kota Medan.

3. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya 5 (lima) variabel namun masih tetap lebih besar yang signifikan secara parsial dalam mempengaruhi penerimaan PBB P2 Kota Medan.

6.3. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melengkapi keterbatasan penelitian dengan mengembangkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlunya mempertimbangkan kerangka model berbeda, yang akan digunakan

dalam menentukan penerimaan PBB P2 di Kota Medan.

2. Diharapkan untuk menambahkan variabel-variabel lainnya, seperti variabel jumlah luas lahan, luas bangunan dan lainnya.

3. Sebaiknya menambah pengamatan dalam kurun waktu yang lebih lama lagi sehingga dapat menghasilkan asumsi yang lebih baik.


(3)

4. Pemerintah Kota Medan agar dapat melakukan pendataan kembali atas obyek PBB yang belum terekam dalam basis data secara berkala dan memantau perkembangan di lapangan, terutama terhadap munculnya bangunan-bangunan baru di perkotaan, seperti pembangunan komplek perumahan, rumah toko, perkantoran dan bangunan-bangunan lainnya dalam rangka menambah wajib pajak-wajib pajak baru sehingga dapat meningkatkan penerimaan PBB P2 di Kota Medan.

5. Untuk peningkatan investasi di Kota Medan, agar dapat melaksanakan program promosi dan pameran investasi, baik di tingkat regional, nasional maupun internasional yang dimaksudkan untuk menginformasikan peluang, potensi dan perkembangan investasi di Kota Medan kepada calon investor dan masyarakat luas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 2000. Ekonomi Moneter, Edisi ke-3, BPFE UGM, Yogyakarta. Bohari. 2004. Pengantar Hukum Pajak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi

IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Indonesia. 2005. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Nuansa Aulia, Bandung.

Insukindro. 1994. Penerimaan Pajak, Djambatan, Bandung.

Insukindro; Noripin; Makhfatih, A., dan Sugiyanto, C., 1994. Evaluasi terhadap Penentuan Tarif, NJKP, NJOP-TKP dan Peningkatan Efektivitas Pemungutan PBB, Kerjasama PAU SE UGM dengan Dirjen Pajak Depkeu, PAU SE UGM, Yogyakarta.

Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi pertama, Prenada Media, Jakarta.

Mangkoesoebroto, G. 1989. Ekonomi Publik, BPFE-UGM, Yogyakarta.

Miyasto. 1993. “Sistem Pajak Bumi dan Bangunan Dilihat dari Sisi Keadilan dalam Perpajakan”. Kajian Fiskal dan Moneter. Center for Fiscal and Monetary Studies (CFMS), Jakarta.

Nastiti, M.A. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PBB dan Dampaknya terhadap Penerimaan Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kendal), Skipsi, Universitas Islam Indonesia, Program Studi Akuntansi Strata-1, Yogyakarta.

Nasucha, C. 1997. "Peranan Informasi Pertanahan dalam Pengelolaan PBB", Jurnal Survei dan Properti,Vol. 009, Oktober.

Noripin. 2000. Ekonomi Moneter, Edisi ke-1, BPFE UGM, Yogyakarta.

Pohan, A. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia, Cetakan Pertama. PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Rochmat, S. 2001. Pajak Bumi dan Bangunan, Eresco, Bandung.


(5)

Santoso, J. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus di Kabupaten Boyolali), Tesis, Universitas Gadjah Mada, Program Pascasarjana, Yogyakarta.

Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sasana, H. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas), Dinamika Pembangunan, Vol. 2, Juli 2005, Hal. 19-29.

Sitanggang, A. 2001. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Daerah Istimewa Yogyakarta, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Sukirno, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS, Edisi I, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Sunaryah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Suparmoko, M. 1994. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta.

Sutojo, S. 1993. Studi Kelayakan Proyek, PT. Pustaka Binaman Presindo, Jakarta. Waluyo dan Wirawan B.I. 2001. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta. Yuniarta, Y. 2008. Analisis Laju Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang

Beredar, Kurs Valas, Volume Rata-rata Transaksi dan Sibor terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Surakarta.

_____. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. _____. Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. _____. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 135/KMK.05/2000,

tentang Keringanan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan dalam rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa.

_____Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 155/KMK.03/2001, tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.


(6)

_____. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA).

_____. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

_____. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.