Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot Utilisima) Dengan Konsentrat Terhadap Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE)

TINJAUAN PUSTAKA Potensi daun singkong sebagai pakan ternak

  Tanaman ubi kayu (Manihot utilisima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Banyak dijumpai nama lokal dari ubi kayu antara lain singkong, kaspe, budin, sampen dan lain-lain. Tanaman ubi kayu termasuk dalam famili Euphorbiaceae dapat tumbuh dengan mudah hampir disemua jenis tanah dan tahan terhadap serangan hama maupun penyakit. Pada umumnya, umbi ubi kayu dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat (54,2%), industri tepung tapioka (19,70%), industri pakan ternak (1,80%), industri non pangan lainnya (8,50%) dan sekitar 15,80% diekspor (Antari dan Umiyasih, 2009).

  Bagian utama dari tanaman singkong dinyatakan sebagai persentase dari keseluruhan tanaman adalah daun sebanyak 6%, batang 44% dan umbi 50% .

  Akar dan daun tanaman sing kong adalah dua bagian nutrisi yang berharga, yang menawarkan potensi sebagai sumber pakan ternak (Tewe, 2004).

  Tabel 1. Komposisi nutrien daun singkong Komponen nutrien Daun singkong Daun singkong* Bahan Kering 21,6 23,57 Protein kasar (%BK) 24,2 22,06 Serat kasar (%BK) 22,1 9,56 Lemak kasar (%BK) 4,7 3,27 Abu (%BK) 12 5,42 BETN (%BK) 37 52,5 Sumber : Sirait dan Simanihuruk (2010).

  • Hasil Analisis Laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara (2014).

  15 Gambar 1 : Daun singkong

  Daun singkong juga dilaporkan menjadi sumber mineral Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, vitamin A, dan B2 (riboflavin) yang baik (Sofriani, 2012).

  Antinutrisi pada daun ubi kayu

  Kandungan Asam sianida (HCN) dalam daun singkong merupakan salah satu senyawa pembatas dalam penggunaan daun singkong sebagai pakan ternak.

  Interval jumlah kandungan HCN pada daun singkong umumnya berkisar antara 20 sampai 80 mg per 100 g berat segar daun singkong atau dari 800 sampai 3.200 mg/kg bahan kering (BK). Komposisi HCN pada daun singkong lebih tinggi dibandingkan dengan umbi singkong (Sofriani, 2012). Untuk mengantisipasi hal ini, pemberian daun singkong disarankan tidak dalam bentuk segar, melainkan terlebih dahulu dilayukan. Proses pelayuan ini akan mengurangi kadar HCN. Pemberian daun ubi kayu yang telah dilayukan selama 24 jam terhadap ternak kambing secara adlibitum bersama hijauan alam memberikan PBB 31 g/ekor/hari (Sirait dan Simanihuruk, 2010).

  Konsentrat

  Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah yaitu kurang dari 18 % dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini

  16 meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Haryanti, 2009). Konsentrat memiliki kandungan TDN sebesar 70-90% (Mueller et al., 2006).

  Imbangan Hijauan Konsentrat

  Ternak perlu zat gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi setiap hari (MacLeod, 2000). Zat gizi seimbang ini dapat dilakukan dengan pembagian imbangan hijauan dan konsentrat yaitu didasarkan pada kebutuhan zat gizi kambing perah. Imbangan konsumsi hijauan dan konsentrat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produksi serta kualitas susu kambing perah (Wasdiantoro, 2010). Imbangan hijauan konsentrat ini perlu diupayakan, karena dengan pemberian makanan tunggal hijauan belum dapat memenuhi kebutuhan nutrien baik bagi mikroba rumen maupun bagi ternak inangnya (Christiyanto et al., 2003). Maka dari itu pemberian konsentrat perlu diadakan sebagai campuran hijauan. Campuran ini dapat memperngaruhi produksi susu dan komponen zat gizi susu (Walker et al., 2006). Produksi dan kualitas susu dari ternak membutuhkan optimalisasi sintesis protein mikroba dan karena itu perlu disinkronkan energi rumen dan pasokan protein yang sesuai (Velik et al., 2001).

  Hasil beberapa penelitian mendapatkan perbedaan imbangan antara hijauan (tebon dan glirisidae) dengan konsentrat yaitu P1 80:20, P2 70:30 dan P3 60:40 pada ransum Kambing Peranakan Etawah (PE) laktasi tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering pakan, produksi susu dan kadar lemak susu (Ramadhan et

  

al ., 2013). Hasil penelitian (Tufarelli et al., 2008) menyatakan bahwa pemberian

  17 berbagai ratio hijauan konsentrat (35/65, 50/50 dan 65/35) memberi hasil P<0,05 terhadap lemak susu dan P>0,05 terhadap nilai protein, casein dan laktosa susu kambing perah. Kawas et al., (1991) dalam (Tufarelli et al., 2008) menjelaskan bahwa kambing persilangan (Saanen dan Marota) selama akhir laktasi, mengevaluasi berbagai ratio hijauan dengan konsentrat tidak menemukan pengaruh yang signifikan terhadap produksi susu dan protein susu dan kandungan laktosa susu.

  Kambing peranakan etawah

  Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan jenis ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan susu. Kambing PE mempnyai ciri-ciri bentuk hidung melengkung, memiliki daun telinga, kaki dan bulu badan panjang serta ambing besar (Sofriani, 2012). Kambing PE jantan memiliki bobot badan dapat mencapai 90 kg dan betina mencapai 60 kg. Produksi susu dari kambing PE sekitar 1,2 l/ekor/hari selama 70 hari pertama laktasi (Hayuningtyas, 2007). Sedangkan menurut Styaningsih et al., (2013) produksi susu kambing PE berkisar 0,498- 0,692 liter per ekor per hari dengan produksi tertinggi dicapai 0,868 liter.

  (a) (b)

  Gambar 2. (a) Kambing PE Betina (b) Kambing PE Jantan

  18 Kambing Etawah sendiri memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan di Indonesia dan mendorong perkembangannya di Sumatera, Jawa dan Sumbawa (Ridwan, 1998). Kambing Etawah memiliki produksi susu yang tinggi, yakni bisa mencapai 235 kg per masa laktasi (261 hari) dan mampu memproduksi 3,8 kg per hari pada masa puncak laktasi (Sofriani, 2012). Melihat potensi ini maka kambing Etawah dilakukan kawin silang dengan kambing kacang yang merupakan kambing asli Indonesia sehingga menghasilkan kambing peranakan etawah (PE), sedangkan Kambing Etawah sendiri berasal dari India (Sodiq et al., 2002).

  Kebutuhan nutrisi kambing perah

  Guna memperoleh target produksi susu ataupun daging, kebutuhan nutrien kambing yang dipelihara haruslah terpenuhi dengan baik. Pada kambing, konsumsi energi sangat menentukan komposisi susu dan volume susu. Walaupun kambing merupakan jenis ternak yang tahan dalam kondisi ekstrim, namun untuk optimasi produksi dan komposisi susu yang baik, maka dibutuhkan asupan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrien dari kambing tersebut (Sofriani, 2012).

  Tabel 2. Kebutuhan nutrien kambing Bobot badan (lb) BK (lb) %BB PK (lb) TDN (lb) Kebutuhan hidup pokok 22 0,63 2,80 0,05 0,35

  45 1,08 2,40 0,08 0,59 67 1,46 2,20 0,11 0,80 90 1,81 2,03 0,14 0,99 112 2,13 1,90 0,17 1,17 134 2,44 1,82 0,19 1,34 157 2,76 1,80 0,21 1,50

  Sumber : (NRC, 1981)

  19 Tabel 3. Kebutuhan Tambahan Untuk Produksi Susu Per Pound Dilihat Dari Persentase Lemak (%) Lemak Susu (%) BK(lb/ekor) %BB PK(lb) TDN(lb)

  3 0,13 0,73

  3 0,14 0,74

  4 0,15 0,75

  4 0,16 0,76

  5 0,17 0,77

  5 0,l8 0,78

  Sumber : (NRC, 1981)

  Kebutuhan bahan kering untuk kambing perah lebih dari 8 % dari berat badan (Rasyaf, 1990). Kambing laktasi membutuhkan protein lebih banyak daripada kambing jantan dewasa dan induk kering. Kambing jantan aktif dan induk laktasi membutuhkan protein 15-18%. Kambing perah mengkonsumsi bahan kering sekitar 5-7% dari berat badan. (Yusmadi, 2008).

  Metabolisme karbohidrat pada ruminansia

  Asam-asam asetat, propionat, butirat, CO2 dan gas metan adalah hasil akhir dari pencernaan jasad renik dan metabolisme karbohidrat makanan, pemberian hijauan akan meningkatkan kadar asetat sedangkan pemberian konsentrat akan meningkatkan propionat (Tillman et al., 1991). Untuk asam-asam asetat, propionat dan butirat akan diserap melalui dinding rumen, sedangkan monosakarida seperti glukosa akan diserap melalui dinding usus halus kemudian masuk kedalam peredaran darah. Melalui sirkulasi tersebut senyawa-senyawa zat makanan akan dibawa ke organ target seperti hati, otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu. Dalam proses tersebut asam propionat akan diubah menjadi glukosa untuk cadangan glukosa hati dan untuk keperluan pembentukan glikogen otot, jaringan adiposa, lemak serta laktosa susu. Asam butirat sebagian kecil akan

  20 dimetabolis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot, jaringan adiposa dan lemak susu (Rumetor, 2008).

  Metabolisme protein pada ruminansia

  Protein pakan didalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia diproduksi bersama peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (Sofriani, 2012). Jumlah amonia (N- NH3) yang dibutuhkan untuk mensintetis protein mikroba rumen mencapai 82% (Rumetor, 2008). Sumbangan protein mikroba rumen terhadap kebutuhan asam- asam amino ternak ruminansia mencapai 40-80% (Sofriani, 2012).

  Amonia akan dikombinasikan dengan asam organik alfa-keto untuk membentuk asam amino baru yang dipakai untuk mensintesis protein jasad renik atau amonia diabsorbsi ke sirkulasi portal dan dibawa ke hati dan di hati akan dibentuk urea yang selanjutnya masuk kedalam perdaran darah (Tillman et al., 1991). Urea dari bermacam-macam sumber akan dirubah menjadi CO2 dan NH3 oleh enzim urease jasad renik . NH3 yang terbentuk akan dirubah menjadi protein mikroba dengan syarat konsentrasi NH3 awal harus dibawah minimum dan adanya energi yang mudah tersedia bagi mikroba rumen (Rumetor, 2008).

  Metabolisme lemak pada ruminansia

  Proses pencernaan dan metabolisme lemak diawali dengan perombakan di dalam rumen menjadi trigliserida, fosfolipid dan glikolipid. Selanjutnya di dalam rumen senyawa tersebut akan mengalami lipolisis dan hidrogenasi, sehingga

  21 menyebabkan pelepasan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA). Selanjutnya FFA akan dimanfaatkan oleh bakteri fosfolipid untuk membentuk asam lemak jenuh atau langsung mengalami hidrogenasi menjadi asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terjadi perubahan asam oleat, linoleat dan linolenat menjadi asam stearat dan sejumlah kecil asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans.

  Asam lemak tidak jenuh ini resisten terhadap mikroba yang berperan dalam proses hidrogenasi tetapi dapat mensuplai betakaroten untuk ternak (Rumetor, 2008). Proses lipolisis yang terjadi sangat cepat baik dalam in vitro maupun in

  

vivo. Adapun faktor-faktor yang menghambat terjadinya lipolisis antara lain

antibiotik dan pH rendah (Sofriani, 2012).

  Biosintesis dan sekresi susu

  Proses sintesis dan sekresi susu sangat tergantung dari suplai prekursor ke sel susu untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar. Susu dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi. Perubahan ini membuktikan bahwa ada suatu proses yang unik dalam kelenjar susu, sehingga ada prekursor yang sebelumnya tidak terdapat dalam darah dapat ditemukan dalam susu dan sebaliknya seperti casein, whey, triasilgliserol dan laktosa (Rumetor, 2008).

  Pembentukan susu dan kebutuhan nutrisi untuk metabolisme keseluruhan dari sel sekresi didapat dari makanan yang dikonsumsi. Substrat utama yang diekstraksi dari darah oleh kelenjar susu laktasi adalah glukosa, asam amino, asam lemak dan mineral. Pada ruminansia, asetat dan Beta-hidroxybutirat (BHBA), juga merupakan komponen substrat utama. Darah berfungsi sebagai alat transportasi, homeostasis dan pertahanan (Rumetor, 2008).

  22 Gambar 2. Biosintesis dan sekresi susu Sumber: Rumetor (2008).

  Selama proses biosintesis susu, keterlibatan faktor hormon sangat penting. Setelah induk partus, sekresi estrogen dan progesteron oleh plasenta hilang dengan tiba-tiba, sehingga akan terjadi pelepasan prolaktin oleh pituitary anterior untuk mangambil peran dalam inisiasi memproduksi susu. Setelah proses biosintesis susu berlangsung, susu akan tersimpan dalam kelenjar susu. Pada kondisi ini, terlihat tanda-tanda pada bagian luar kelenjar susu diantaranya ambing dan puting membesar, sehingga susu harus dikeluarkan baik melalui proses menyusui atau pemerahan. Selama pemerahan dan menyusui reseptor saraf pada kulit dan puting sensitif terhadap rangsangan. Melalui kedua proses ini, akan terjadi rangsangan yang mengaktivasi neurohormonal secara refleks, bersamaan dengan pelepasan hormon oxytocin oleh pituitary posterior, yang merangsang sel mioepitel alveola mamae untuk kontraksi, sehingga terjadi pengeluaran susu (Rumetor, 2008).

  23

  24 Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) Susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional SNI nomor 3141.1:2011 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN, 2011).

  Tabel 4. Syarat mutu susu segar ternak ruminasia.

  Karakteristik Minimum BJ suhu 27, 5ºC 1,0270 Protein 2,8 % Lemak 3,0 % Bahan Kering 10,8 % BKTL 7,8 % Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2011).

  Tabel 5. Karakteristik komposisi kimia susu kambing Peranakan Etawah.

  Protein Lemak Berat Jenis Bahan Kering BKTL 3,25-4,61 4,18-6,26 1,0284-1,0327 12,99-15,5 8,64-9,8 3,22-3,96 5,39-7,18 1,0271-1,0284 14,37-16,8 8,96-9,52 4,02-7,04 2,95-6,84

  9,56-13,14 5,804-6,274 1,0244-1,0364 14,625-15,043 8,821-8,769 5,987-6,981

  2,83-6,67 3,57-6,353 1,0274-1,033 11,17-15,46 8,01-9,66 6,50-7,40

  1,0290-1,0289 2,93-3,65 3,44-4,86 1,028-1,030 4,17-4,56 6,00-7,28 1,0295-1,0315 15,48-16,79 9,44-9,86 5,35-6,14 4,92-10,2 1,027-1,035 15,92-21,21 8,84-11,26 5,02-5,75 6,25-7,18 1,0273-1,0302 9,78-10,35 3,377-5,203 2,579-6,353 1,031-1,035 11,652-16,388 8,87-10,281

  

Sumber : Zakaria (2012), Asminaya (2007), Utari et al., (2012), Senjaya (2012), Ramadhan

(2013), Sofriani (2012), Setyaningsih (2013), Setyaningsih (2013), Fitriyanto et al., (2013), Sukarini (2012), Rangkuti (2011), Pembayu (2013), Ayuningsih (2007), Zuriati et al ., (2011 ).

  Produksi susu dan kualitas susu dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kondisi ternak, efek musim, kesehatan, efek pakan dan kondisi zat gizi (Suryahadi dan Despal, 2006). Menurut Fitriyanto et al., (2013) produksi dan kualitas susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tata laksana yang diberlakukan pada ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.

  Bahan Kering Susu

  Semua komponen penyusun susu selain air disebut total bahan kering (Hanafi, 2007). Bahan kering terdiri dari butiran-butiran lemak (globula), laktosa, protein dan garam, kandungan tertinggi terdapat pada protein diikuti oleh lemak, laktosa dan mineral (Fitriyanto et al., 2013). Komponen bahan kering susu ini selain dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan juga dipengaruhi oleh kontaminasi mikroorganisme. Pada susu normal, kadar bahan keringnya mencapai 12% dan kandungan bahan kering tanpa lemak yang terkandung dalam susu normal adalah 8,6% (Hanafi, 2007).

  Perbedaan bahan kering susu yang dihasilkan terjadi karena perbedaan antara komponen penyusun komposisi bahan kering susu. Perbedaan antara komponen penyusun bahan kering susu terjadi karena perbedaan konsumsi zat-zat makanan sehingga konsumsi bahan kering pakan yang diberikan berbeda. Kadar bahan kering susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak yang kemudian digunakan sebagai prekursor dalam pembentukan bahan kering atau padatan didalam susu (Rangkuti, 2011). Komposisi susu terdiri dari dua komponen yaitu air dan bahan kering, bahan kering susu terdiri dari dua komponen lagi yaitu lemak dan bahan kering tanpa lemak yang terdiri dari tiga

  25 bagian yaitu laktosa, fraksi N (NPN dan protein), dan mineral dan vitamin (Bath et al ., 1985; Suryahadi et al., 2003).

  Menurut Adriani (2003) bahan kering susu kambing Peranakan Etawah sebesar 16,4%. Sofyan dan Sigit (1993) susu kambing dari daerah tropis cenderung tinggi total padatannya terutama lemak dan protein, namun total zat padat susu kambing daerah tropis berkorelasi dengan produksi susu, semakin tinggi produksi susu maka bahan kering susu semakin rendah. Kambing PE akhir laktasi cenderung menghasilkan produksi susu yang lebih rendah dan sebaliknya bahan kering yang tinggi (Pembayu, 2013).

  Perubahan komponen susu termasuk bahan kering bergantung pada periode laktasi ternak tersebut, komposisi bahan kering, lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak paling tinggi, yaitu dalam jangka waktu satu bulan setelah melahirkan dan perlahan berkurang pada bulan-bulan setelahnya (Zeng et al., 1997). Bahan kering susu ditentukan berdasarkan rumus Fleisman (Lukman et al., 2009) yaitu berdasarkan kadar lemak dan BJ susu. Oleh karena itu kadar BK susu sangat dipengaruhi terutama oleh kadar lemak sedangkan BJ dalam hal ini tidak terlalu berpengaruh.

  Berat Jenis susu

  Viskositas susu akan meningkat diikuti meningkatnya berat jenis susu (Fitriyanto et al., 2013). Parameter berat jenis susu dapat pula digunakan untuk mengetahui pemalsuan susu yang dengan bahan-bahan lain yang tidak seharusnya ada pada susu murni, selain itu berat jenis susu dipengaruhi oleh pola dan kualitas pakan yang diberikan peternak (Sofriani, 2012). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) berat jenis susu minimal yang harus dipenuhi adalah 1,0270.

  26 Berat jenis merupakan besaran turunan yang diturunkan dari hasil bagi massa dan volumnya. Suatu ciri khas zat adalah berat jenisnya. Zat-zat yang jenisnya berbeda memiliki berat jenis yang berbeda. Selain itu perubahan BJ juga dipengaruhi oleh kandungan BKTL (bahan kering tanpa lemak) sedangkan pengaruh lemak relatif kecil karena berat jenisnya paling rendah (Zakaria, 2012). Berat jenis (BJ) susu merupakan parameter kualitas susu yang sangat diperlukan disamping kadar lemak susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan berat jenis susu adalah faktor komposisi susu itu sendiri, yang terdiri dari protein, lemak, laktosa, gas dan mineral dalam susu (Jaoven, 1981). Eckles et al., (1957) menyatakan bahwa perubahan berat jenis susu dipengaruhi berat jenis masing- masing komponen susu yaitu protein (1.346), lemak (0.93), laktosa (1.666) dan garam (4.12).

  3 Berat jenis adalah massa dibagi volume atau gram/cm , sedangkan berat

  spesifik adalah berat jenis zat dibandingkan dengan berat jenis air pada suhu yang sama. Abubakar (2000) menyatakan bahwa semakin bahan kering meningkat maka berat jenis dan viskositas akan meningkat. Muljana (1982) menyatakan bahwa rendahnya kadar protein susu akibat tingginya produksi susu, selain itu berat jenis tidak mengalami perbedaan yang nyata disebabkan kandungan protein yang sama. Berat jenis susu berbanding terbalik dengan kadar lemak susu dimana semakin tinggi komposisi kadar lemak susu semakin rendah berat jenis susu.

  Berat jenis = Massa (gram) : Volume (ml) Tillman et al., (1986) dan Sauvan dan Morand, (1979) menyatakan bahwa ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan adalah rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi,

  27 protein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang pada giliran berikutnya dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan susu. Konsentrat dan hijauan dengan kandungan yang lengkap dan seimbang penghasil protein, lemak, karbohidrat dan mineral diharapkan bisa memenuhi kebutuhan produksi susu. Apabila bahan kering meningkat, nutrien yang tersedia untuk sintesis air susu juga akan meningkat. Selanjutnya, konsentrat berfungsi sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut dan protein lolos degradasi, sehingga konsentrat dapat meningkatkan terbentuknya asam lemak atsiri (VFA) lebih banyak terutama asam propionat. Asam lemak tersebut merupakan bahan baku glikogen bagi induk. Hijauan sebagai bahan pembentuk lemak susu dan konsentrat pembentuk laktosa keduanya berbanding terbalik karena kandunganya yang berbeda, sedangkan protein dipengaruhi oleh genetik dibanding pakan dan lingkungan.

  Protein susu dari induk kambing yang mendapat tambahan konsentrat cenderung lebih tinggi daripada kontrol, sehingga BJ air susu juga cenderung meningkat. Penyebab utama variasinya adalah kandungan lemaknya (Fox dan McSweeney, 1998). Semakin rendah kadar lemak maka berat jenisnya akan semakin tinggi. Parameter berat jenis susu dapat pula digunakan untuk mengetahui pemalsuan susu yang ditambahkan oleh susu skim, santan dan bahan- bahan lain yang tidak seharusnya ada pada susu murni.

  Lemak Susu

  Lemak susu (lipid) merupakan salah satu faktor yang menentukan harga susu, jumlah nutrien yang harus diberikan dan karakteristik fisik dan sensori dari susu yang diproduksi. Triasil gliserol merupakan bagian terbesar dari bahan

  28 penyusun lemak susu (98%), komponen lainnya yaitu terdiri atas monoasilgliserida, fosfolipid, kolesterol dan asam lemak nonesterifikasi.

  Komponen lemak umumnya mudah mengalami perubahan dengan adanya persentase perubahan pemberian hijauan (Sofriani, 2012), namun tidak pada pemberian hijauan yang muda dengan serat kasar yang rendah (Tillman, 1991). Meningkatnya produksi susu akan mengakibatkan menurunnya total solid dan lemak susu yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan distribusi zat makanan antara ternak yang memiliki produksi susu rendah dengan yang memiliki produksi susu tinggi (Wibowo et al., 2013).

  Lemak susu merupakan komponen susu yang paling sensitif terhadap perubahan komposisi nutrien pada pakan ternak. Kadar lemak susu pada hewan ruminansia termasuk kambing, bergantung pada faktor intrinsik (spesies hewan, bangsa, gen, usia kehamilan dan periode laktasi) dan faktor ekstrinsik (lingkungan) (Sofriani, 2012). Kandungan lemak susu juga merupakan gambaran kebutuhan energi setiap ternak (Asminaya, 2007). Lemak susu juga merupakan komponen yang penting didalam susu, hal ini disebabkan: mempunyai arti ekonomis yang penting, mempunyai nilai gizi yang penting dilihat dari jumlah energi dan nutrien penting yang ada didalamnya dan lemak memegang peranan dalam menentukan rasa, bau dan tekstur (Zakaria, 2012).

  Kadar lemak susu juga dapat berkurang seiring dengan meningkatnya interval pemerahan (Ramadha et al., 2013) dan masa laktasi juga mempengaruhi kadar lemak susu (Wibowo et al., 2013). Komposisi lemak susu akan semakin menurun karena pemberian konsentrat. Hal ini disebabkan kandungan protein yang cukup tinggi dalam konsentrat merupakan pemacu produksi asam propionat

  29 didalam rumen yang kemudian diserap darah. Pakan berupa hijauan menghasilkan banyak asetat sebagai bahan baku sintesis lemak susu (Sodiq dan Abidin 2002).

  Pada ruminansia, asetat dan beta-hidroxybutirat (BHBA) juga merupakan substrat utama ketersediaan prekursor pembentuk asam lemak susu (Rumetor, 2008). Asam asetat yang merupakan produk dari fermentasi makanan kasar didalam rumen merupakan prekursor utama pembentukan lemak susu (Asminaya, 2007). Proses sintesis dan sekresi susu sangat tergantung dari suplai prekursor ke sel susu, untuk dikonversi menjadi air susu dan dikeluarkan dari kelenjar dan ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Susu dibentuk dari material yang datang secara langsung dari darah, yang kemudian menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi. Selama biosintetis susu keterlibatan faktor hormon juga sangat penting seperti hormon prolaktin dan oxytocin (Rumetor, 2008). Selain itu peran enzim juga sangat penting seperti enzim xanthine oxidase yang berperan untuk pelepasan lemak susu dari apikal membran epitel sel mamari ke lumen alveolar (Utari et al., 2012).

  Protein Susu Protein susu merupakan 95% bagian dari total nitrogen pada susu.

  Umumnya, persentase jumlah dari protein susu ditentukan oleh tingkatan laktasi, komposisi pakan, jenis hewan, keturunan, musim dan kesehatan ambing. Protein susu tersusun atas kasein, whey, serum albumin dan imunoglubulin. Komposisi kasein berkisar dari 76% sampai 86% dari total protein susu, persentase tersebut umumnya tidak ditentukan oleh tingkatan laktasi dan komposisi pakan. Albumin dan immunoglobulin disintesis pada sel epithelial kelenjar susu dengan asam amino sebagai prekursor utamanya (Sofriani, 2012). Perubahan beberapa asam

  30 amino yang dapat merubah penampilan susu secara fisik dan kimia juga berpengaruh terhadap viskositas, karena sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam bentuk protein (Fitriyanto et al., 2013).

  Pengaruh pakan terhadap kadar protein susu adalah kecil, sehingga tidak ada efek yang nyata. Kadar protein susu tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan, meskipun konsumsinya lebih tinggi. Variasi dalam kadar protein adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar lemak susu, karena protein susu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan termasuk pakan (Zakaria, 2012). Sintesis protein susu ini dikontrol oleh gen, yang mengandung material genetik asam deoxiribonukleat (DNA) (Asminaya, 2007).

  Asam amino akan diserap didalam usus halus kemudian dialirkan melalui darah dan akan masuk kedalam sel sekretori ambing kemudian akan disintesis menjadi protein susu (Utari, 2012). Asam amino yang diserap merupakan sumbangan protein mikroba rumen yang mencapai 40-80% (Sofriani, 2012).

  Sintesis protein susu berasal dari asam amino yang beredar dalam darah sebagai hasil penyerapan saluran pencernaan maupun hasil perombakan protein tubuh dan asam amino yang disintesis oleh sel epitel kelenjar susu. Prekursor pembentukan protein susu yang disintesis didalam kelenjar mamae adalah asam amino esensial dan asam amino non esensial yang berasal dari plasma darah. Selain itu glukosa dan beberapa sumber nitrogen diperlukan untuk sintesis asam amino di kelenjar susu. Asam amino tersebut akan diubah menjadi casein, α-laktoglobulin dan β- laktalbumin didalam kelenjar susu (Asminaya, 2007).

  31

  Bahan kering tanpa lemak susu

  Bahan kering tanpa lemak adalah semua komponen penyusun susu dikurangi lemak dan air. Bahan kering tanpa lemak ini dikenal banyak orang dengan sebutan susu skim (Hanafi, 2007). Kadar bahan kering susu merupakan gambaran dari kandungan komponen padat pada susu. Bahan kering tanpa lemak (BKTL) adalah komponen susu selain air dan lemak, dengan kata lain BKTL adalah bahan kering dikurangi kadar lemak (BKTL=BK - Lemak). Kadar BKTL meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar protein. Dengan kata lain kadar protein berkorelasi positif dengan kadar BKTL (Zakaria, 2012). Bahan kering tanpa lemak pada susu merupakan parameter yang dipakai untuk menentukan pengaruh lemak terhadap komposisi bahan kering susu (Ayuningsih, 2007).

  Nilai sebenarnya dari kualitas susu adalah terletak pada kandungan BKTL susu yaitu bahan kering yang tertinggal setelah lemak susu dihilangkan (Tillman,

  

et al ., 1986). Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata dari kadar BKTL susu

  sejalan dengan keadaan dimana kadar protein dan laktosa susu tidak berbeda. Hal ini disebabkan karena BKTL susu ditentukan oleh komponen protein (kasein dan albumin) dan laktosa, disamping vitamin-vitamin, enzim-enzim dan mineral susu (Sudono, 1983). Menurut French (1980) dan Larson (1985) kandungan BKTL susu jauh lebih kecil variasinya dibandingkan dengan variasi kandungan lemak susu. Perubahan kandungan BKTL susu umumnya disebabkan terutama karena perubahan kandungan protein susu. Produksi BKTL susu cenderung merupakan refleksi dari produksi susu.

  32