BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman - Pengalaman Ibu Primipara Post Seksio Sesarea dengan Preeklampsia Berat di RSU Muhammadiyah Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

  ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu (Sanjaya, 2013). Pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoadmojo, 2010).

  B. Ibu

  Menurut Purwandari (2008), Ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan ibu yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan. Ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Para ibu di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan kesejahteraan keluarga

  C. Seksio Sesarea

  1. Defenisi

  Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn dan Forte, 2010). Menurut Leon J. Dunn, dalam buku Obstetrics and Gynecology, seksio sesarea merupakan persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan di perut dengan menyayat dinding rahim (Kasdu, 2003).

  2. Indikasi Seksio Sesarea

  Menurut Oxorn dan Forte (2010), indikasi seksio sesarea bisa indikasi absolut atau relatif. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk seksio abdominal. Di antaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir.

  Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat seksio sesarea akan lebih aman bagi ibu, anak atau pun keduanya. Seksio sesarea dapat dikerjakan pada keadaan-keadaan berikut : a.

  Panggul sempit dan distosia mekanis yaitu: disproporsi fetopelvik, malposisi dan malpresentasi, distosia jaringan lunak, neoplasma, dan persalinan yang tidak dapat maju.

  b.

  Pembedahan sebelumnya pada uterus yaitu, seksio sesarea dan histerotomi.

  c.

  Pendarahan (plasenta previa dan solusio plasenta).

  d.

  Toxemia gravidarum yang dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan sebelum waktunya. Pada sebagian besar kasus, pilihan metodenya adalah induksi persalian.

  Kalau cervix belum matang dan induksi sukar terlaksana, sebaiknya dikerjakan seksio sesarea. Keadaan-keadaan yang harus diperhatikan seperti pada preeklampsia dan eklampsia, hipertensi esensial, dan nephritis kronis.

  e.

  Indikasi fetal yaitu, gawat janin, acat atau kematian janin sebelumnya, prolapsus funiculus umbilicalis, insufisiensi plasenta, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, postmortem sesarea, dan infeksi virus herpes pada traktus genitalis.

  f.

  Dan faktor lain yaitu, primigraviditas usia lanjut, bekas jahitan pada vagina, anomali uteri congenital, riwayat obstetric yang jelek, dan forceps yang gagal.

3. Kontraindikasi Seksio Sesarea

  Menurut Oxorn dan Forte (2010), seksio sesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini : a.

  Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakuka operasi berbahaya yang tidak diperlukan.

  b.

  Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sesarea extraperitoneal tidak tersesia.

  c.

  Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai.

4. Mortalitas dan Morbiditas Sesudah Seksio Sesarea a.

  Mortalitas Maternal Angka mortalitas kasar yang belum dikoreksi di Negara Kanada dan

  Amerika Serikat kira-kira 30:10,000 seksio sesarea. Pada banyak klinik, angka ini jauh lebih rendah sampai dibawah 10:10,000. Namun demikian, Evrard dan Gold mendapatkan risiko kematian ibu yang menyertai seksio sesarea adalah 26 kali lebih besar daripada kelahirtan pervaginam. Mereka mencatat peningkatan risiko kematian ibu pada pembedahannya sendiri sebanyak sepuluh kali lipat. Bertambahnya penggunaan seksio sesarea untuk melindungi bayi dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi ibu.

  Faktor-faktor yang menambah risiko yautu, umur di atas 30 tahun, grandemultiparitas, obesitas, berat badan melebihi 200 pound, partus lama, ketuban pecah dini, pemeriksaan vaginal yang sering, status sosioekonomi yang rendah, mortalitas janin

  Meskipun mortalitas janin pada seksio sesarea terus menurun, namun angkanya masih dua kali lipat angka mortalitas pada kelahiran per vaginam yaitu sekitar 5,5 persen. Sebab-sebab terjadinya insidensi mortalitas yang lebih tinggi pada seksio sesarea mencakup faktor-faktor berikut.

  1) Kondisi seperti toxemia gravidarum, erythroblastosis dan plasenta previa yang memerlukan tindakan seksio sesarea menghasilkan bayi yang kecil dan prematur.

  2) Kadang-kadang terdapat kesalahan dalam memperkirakan maturitas dan ukuran janin pada seksio sesarea elektif atau ulangan ketika pasien sudah dianggap dalam kehamilan aterm.

  3) Sementara komplikasi respiratorik seperti atelektasis dan hyaline membrane

  

disease serta respiratory distress syndrome lebih sering terjadi pada bayi-bayi

  prematur, insidensi ini jauh lebih tinggi lagi kalau bayi prematur tersebut dilahirkan dengan seksio sesarea.

  4) Kondisi seperti plasenta previa, abrupsio plasenta, diabetes, preeklampsia, eklampsia, hipertensi esensial, nephritis kronis, dan prolapsus funiculus umbilicalis akan menghasilkan bayi yang keadaan umum, daya tahan, dan daya kepulihannya rendah.

  5) Secara umum, seksio sesarea tidak memberikan prognosis sebaik prognosis kelahiran pervaginam yang normal untuk bayi.

  6) Guna mencegah kelahiran bayi prematur, pemeriksaan ultrasonic dan pengukuran rasio L/S harus dilaksanakan sebelum mengerjakan seksio sesarea elektif atau ulangan.

  Angka mortalitas bayi baik yang dilahirkan dengan seksio sesarea maupun melalui kelahiran per vaginam sebenarnya sudah menurun. Sebagian besar dari kematian bayi berkaitan dengan prematuritas. Di satu pihak seksio sesarea telah mengurangi jumlah bayi yang cedera akibat prosedur vaginal yang traumatic. Di lain pihak sejumlah bayi memiliki defek congenital yang tidak mungkin atau layak bertahan hidup dilahirkan dalam keadaan hidup.

D. Preeklampsia

1. Defenisi

  Menurut Maryunani (2012), terdapat beberapa pengertian dari preeklampsia, yaitu : a)

  Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul selama kehamilan atau sampai 48 jam postpartum (Bobak & Jensen, 1995). Umumnya terjadi pada trimester 3 kehamilan. Preeklampsia dikenal juga dengan sebutan Pregnancy Induced Hipertension (PIH) gestosis atau toksemia kehamilan.

  b) Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan

  (Mansjoer, dkk, 2007).

  c) Preeklampsia adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan viable (usia kehamilan > 20 minggu dan / atau berat janin 500 gram) yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. (Achadiat, 2004).

  d) Preeklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan atau berlanjut menjadu kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta / solusio plasenta (Skennan & Kappel, 2001 dalam Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran, 2006).

  Menurut Varney (2006), preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (kecuali pada penyakit trofoblastik) dan dapat didiagnosis dengan kriteria berikut : a.

  Ada peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg), yang sebelumnya normal, disertai proteinuria (≥ 0,3 gram protein selama 24 jam atau

  ≥ 30 mg/dl dengan hasil reagen urine ≥1+).

  b.

  Apabila hipertensi selama kehamilan muncul tanpa proteinuria, perlu dicurigai adanya preeklampsia seiring kemajuan kehamilan, jika muncul gejala nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri pada abdomen, nilai trombosit rendah, dan kadar enzim ginjal abnormal .

  Diagnosis preeklampsia didasarkan atas ditemukannya hipertensi disertai dengan proteinuria atau edema, atau keduanya (Oxorn, 2010)

2. Epidemiologi

  prevalensi preeklampsia bervariasi sesuai karakteristik populasi dan defenisi yang digunakan untuk menerangkannya (Chappell et all, 1999). Terjadi kurang dari 5% dalam kebanyakan populasi, dan studi prospektif menunjukkan insiden di bawah 2,2 %, bahkan pada populasi primigravida yang diketahui prevalensinya lebih tinggi (Higgins et al, 1997 dalam Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran, 2006).

3. Etiologi

  Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola. Faktor-faktor lain yang diperkitrakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia atau disebut juga sebagai faktor resiko antara lain: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia.

4. Tanda dan Gejala

  Preeklampsia dinyatakan berat bila ada satu diantara gejala-gejala berikut: a. Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, diukur minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.

  b.

  Proteinuria 5 gram / 24 jam atau lebih, (+++) atau (++++) pada pemeriksaan kualitatif.

  c.

  Oliguria, urine 400 ml / 24 jam atau kurang.

  d.

  Edema paru-paru, sianosis.

  e.

  Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah penglihatan, pandangan kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri epigastrium, mual atau muntah serta emosi mudah marah.

  f.

  Pertumbuhan janin intrauterine terlambat.

  g.

  Adanya HELLP Syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzym, P= Low Platelet Count).

  Kriteria menentukan adanya edema adalah : nilai positif jika pitting edema di daerah tibia, lumbosakral, wajah (kelopak mata), dan tangan terutama setelah malam tirah baring.

  Bila sulit menentukan tingkat edema, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut : (+) = sedikit edema pada daerah kaki pretibia, (++) = edema ditentukan pada ekstremitas bawah, (+++) = edema pada muka, tangan, abdomen bagian bawah (++++) = anasarka disertai asites protein positif, artinya jumlah protein lebih dari 0,3 gram per liter urine 24 jam atau lebih dari 2 gram per liter sewaktu urine diambil dengan penyadapan/ kateter.

5. Patofisiologi

  Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati, dan otak menurun sampai 40-60%. Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitifitas terhadap oksitosin meningkat.

  Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan glomerulus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, garam dan air ditahan, tekanan osmotic plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi, peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada preeklampsia berat terjadi penurunan volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat.

  Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi yang hebat dari PIH, enzim-enzim hati seperti SGOT dan SGPT meningkat.

  Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke retina menimbulkan symptom visual seperti skotoma (Blind Spot) dan pandangan kabur. Patologi yang sama menimbulkan edema serebral dan hemoragik serta peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema dihubungkan dengan edema umum yang berat, komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.

  6. Pemeriksaan Penunjang

  Selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan adanya preeklampsia sebaiknya diperiksa juga: a.

  Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah: urium kreatinin, SGOT, LDH, bilirubin.

  b.

  Pemeriksaan urine: protein, reduksi, bilirubin, sedimen.

  c.

  Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat dengan konfirmasi USG (bila tersedia).

  d.

  Kardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.

  7. Komplikasi

  Komplikasi ibu dengan preeklampsia atau PIH: cerebral vascular accident,

  

kardiopulmonari edema, insufisiensi Renal Shutdown , retardasi pertumbuhan,

  kematian janin intra uterine yang disebabkan hipoksia dan premature. PIH dapat berkembang secara progresif menjadi eklampsia yaitu preeklampsia ditambah dengan kejang dan koma (Khattheryn & laura, 1995).

  8. Pencegahan

  Pencegahan timbulnya preeklampsia berat dapat dilakukan dengan pemeriksaan antenatal care secara teratur. Gejala ini dapat ditangani secara tepat.

  Penyuluhan tentang manfaat istirahat akan banyak berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti tirah baring di tempat tidur, tetapi ibu masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari, hanya dikurangi di antara kegiatan tersebut, ibu dianjurkan duduk atau berbaring. Nutrisi penting untuk diperhatikan selama hamil, terutama protein. Diet protein yang adekuat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perbaikan sel dan transformasi lipid.

9. Penatalaksanaan

  e.

  Penangan konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal (untuk kehamilan <35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik).

  Penatalaksanaan preeklampsia berat (TD > 160/110 mmHg): a. Penanganan konservatif

  Jika dalam perawatan tiak ada perbaikan, tatalaksana sebagai preeklampsia berat.

  g.

  Indikasi dirawat, jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat jalan.

  f.

  Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap satu minggu.

  Prinsip penatalaksanaan preeklampsia : a. Melindungi dari efek peningkatan tekana darah b. Mencegah progesifitas penyakit menjadi eklampsia c.

  Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin).

  d.

  Istirahat yang cukup (berbaring 4 jam pada siang hari dan 8 jam pada malam hari).

  c.

  Tidak perlu segera diberi obat anti hipertensi dan tidak perlu dirawat, kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman : 140-150/90-100 mmHg).

  b.

  Penatalaksanaan preeklampsia ringan (TD < 140/90 mmHg): a. Dapat dikatakan tidak beresiko bagi ibu dan janin.

  Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur atau imatur jika diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

  d.

  Diet rendah garam dan tinggi protein. b.

  Penangan aktif Apabila ibu memiliki 1 atau lebih kriteria berikut: 1)

  3

  ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g / 24 jam (Prawirohardjo, 2008)

  Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah sistolik

  9) Persalinan SC dilakukan apabila syarat induksi persalinan tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan per vaginam.

  b) Janin: restriksi perkembangan janin yang parah; hasil pemeriksaan janin meragukan; oligohidramnion.

  ; penurunan fungsi hati yang progresif; penurunan fungsi ginjal yang progresif; dugaan abrupsio plasenta; nyeri kepala menetap atau gangguan penglihatan; nyeri ulu hati, mual, dan muntah berat yang menetap.

  100.000 sel/ mm

  Ada tanda-tanda impending eklampsia 2)

  a) Ibu: Umur kehamilan lebih dari 38 minggu; hitung trombosit kurang dari

  Indikasi persalinan pada preeklampsia:

  Usia kehamilan > 35 minggu 6) Maka Ibu harus dirawat dirumah sakit, khususnya kamar bersalin. 7) Pemberian pengobatan medicinal: anti kejang. 8) Terminasi kehamilan: bila pasien belum inpartu dilakukan induksi persalinan.

  Ada tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat 5)

  Ada kegagalan penangana konservatif 4)

  Ada HELLP syndrome 3)

E. Preeklampsia Berat

1. Defenisi

  2. Diagnosis

  Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut.

  a.

  Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

  Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

  b.

  Proteinuria lebih 5 g / 24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

  c.

  Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/ 24 jam.

  d.

  Kenaikan kadar kreatinin plasma.

  e.

  Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.

  f.

  Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.

  g.

  Edema paru-paru dan sianosis.

  h.

  Hemolisis mikroangiopatik.

  3 i.

  atau penurunan trombosit dengan Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm cepat. j.

  Gangguan fungsi hepar k.

  Pertumbuhan janin intra uterine yang terhambat. l.

  Sindrom HELLP.

  3. Pembagian Preeklampsia Berat

  Preeklampsia berat dibagi menjadi: a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia b. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

  4. Perawatan dan Pengobatan

  Pengelolaan preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.

  5. Monitoring Selama di Rumah Sakit

  Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

  6. Manajemen Umum Perawatan

  Perawatan terhadap preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur: a. Sikap terhadap penyakit

  Yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisianalis. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

  b.

  Sikap terhadap kehamilan Berdasar William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:

  1) Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

  2) Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.