Pengalaman Ibu Primipara Yang Melahirkan Secara Seksio Sesarea

(1)

iii

PENGALAMAN IBU PRIMIPARA YANG MELAHIRKAN

SECARA SEKSIO SESAREA

OLEH

YUSRA SUHAILA

105102096

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Yusra Suhaila

Pengalaman Ibu Primipara yang Melahirkan secara Seksio Sesarea ix + 64 halaman + 7 lampiran

ABSTRAK

Saat ini angka kejadian seksio sesarea semakin meningkat. Tingginya angka seksio sesarea diperkirakan karena alasan distosia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea di Helvetia. Desain penelitian yang digunakan kualitatif fenomenologi. Waktu penelitian Januari-Mei 2011, jumlah partisipan sebanyak tujuh orang. Penelitian ini menemukan alasan ibu melahirkan secara seksio sesarea adalah kelainan jalan lahir, kelainan pada janin, kelainan kontraksi rahim, dan ketuban pecah sebelum waktunya. Perasaan yang ibu alami pre operasi adalah takut, bercampur aduk, pasrah dan tenang. Keadaan bayi saat lahir segera menangis. Hal-hal yang ibu alami selama dirawat di rumah sakit pos operasi adalah kondisi awal pos operasi selama dua jam, mobilisasi dini pos operasi dan aktivitas dalam merawat bayi. Proses pemulihan yang ibu alami setelah pulang dari rumah sakit adalah aktivitas yang dapat dilakukan, aktivitas yang terhambat dan proses penyembuhan yang berjalan lancar serta lambat. Tiga orang mengalami kelainan jalan lahir, dua orang mengalami kelainan pada janin, dua orang karena ketuban pecah sebelum waktunya. Semua bayi yang dilahirkan segera menangis. Perasaan ibu saat mendengar bayinya telah lahir adalah lega, haru dan senang. Mayoritas ibu mengalami aktivitas yang terhambat setelah operasi seksio sesarea. Mayoritas partisipan mengalami proses pemulihan yang lambat setelah operasi seksio sesarea. Diharapkan agar petugas kesehatan dapat memberikan informasi dan penyuluhan tentang cara melahirkan yang aman, sehingga angka kejadian seksio sesarea yang tidak perlu dapat dihindari.

Daftar Pustaka : 17 (1991-2010)


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea”.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi, maupun susunan bahasa yang digunakan. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan akan adanya masukan dan saran untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yaitu :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S.Kp, Ns, M.Kes selaku Ketua Program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(6)

8

3. Setiawan, S.Kp, MNS, PhD selaku dosen pembimbing dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa, memberi masukan dan melengkapi karya tulis ilmiah ini hingga selesai.

4. Hj. Juliani, SST, MARS selaku dosen pembimbing akademik peneliti.

5. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Khusus untuk kedua orang tua tercinta, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada peneliti.

7. Rekan-rekan seperjuangan di D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2010 khususnya untuk sahabatku Ria Febrina, dan semua pihak yang membantu, mendukung dan mendoakan peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah.

Akhir kata peneliti ucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan, semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

Medan, Juni 2011

Peneliti


(7)

9

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman ... 9

B. Persalinan ... 9

1. Defenisi Persalinan ... 9

2. Jenis Persalinan ... 10

3. Proses Persalinan Mealalui Jalan Lahir ... 12

C. Persalinan Seksio Sesarea ... 14

1. Istilah-istilah dalam seksio sesarea ... 14

2. Indikasi Persalinan Seksio sesarea ... 15

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea 17 4. Jenis-jenis Seksio Sesarea ... 19


(8)

10

6. Perawatan Pasca operasi ... 21

7. Resiko operasi seksio sesarea ... 22

8. Menghindarkan bedah sesar yang tidak perlu ... 25

9. Partisipasi pasen untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea ... 26

D. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi ... 27

E. Etika Penelitian ... 29

F. Alat Pengumpulan Data ... 30

G. Tingkat Keabsahan Data ... 32

H. Pengalaman Ibu yang Melahirkan Seksio Sesarea... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel ... 34

C. Tempat Penelitian ... 35

D. Waktu Penelitian ... 35

E. Etika Penelitian ... 35

F. Alat Pengumpulan Data ... 36

G. Pengumpulan Data ... 37

H. Analisa Data ... 38

I. Tingkat Keabsahan Data ... 39

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik partisipan ... 41

B. Pengalaman Ibu Primipara yang Melahirkan secara Seksio Sesarea ... 43


(9)

11

C. Interprestasi dan Diskusi Hasil ... 57 D. Keterbatasan Penelitian ... 62 E. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Kebidanan ... 62 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN


(10)

12

DAFTAR TABEL


(11)

13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Formulir persetujuan menjadi partisipan penelitian

Lampiran 2 : Kuesioner data demografi

Lampiran 3 : Panduan wawancara

Lampiran 4 : Lembar konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 : Surat izin penelitian dari Fakultas Keperawaatan USU

Lampiran 6 : Surat Balasan Izin Penelitian dari RSU Sinar Husni

Lampiran 7 : Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia


(12)

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Yusra Suhaila

Pengalaman Ibu Primipara yang Melahirkan secara Seksio Sesarea ix + 64 halaman + 7 lampiran

ABSTRAK

Saat ini angka kejadian seksio sesarea semakin meningkat. Tingginya angka seksio sesarea diperkirakan karena alasan distosia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea di Helvetia. Desain penelitian yang digunakan kualitatif fenomenologi. Waktu penelitian Januari-Mei 2011, jumlah partisipan sebanyak tujuh orang. Penelitian ini menemukan alasan ibu melahirkan secara seksio sesarea adalah kelainan jalan lahir, kelainan pada janin, kelainan kontraksi rahim, dan ketuban pecah sebelum waktunya. Perasaan yang ibu alami pre operasi adalah takut, bercampur aduk, pasrah dan tenang. Keadaan bayi saat lahir segera menangis. Hal-hal yang ibu alami selama dirawat di rumah sakit pos operasi adalah kondisi awal pos operasi selama dua jam, mobilisasi dini pos operasi dan aktivitas dalam merawat bayi. Proses pemulihan yang ibu alami setelah pulang dari rumah sakit adalah aktivitas yang dapat dilakukan, aktivitas yang terhambat dan proses penyembuhan yang berjalan lancar serta lambat. Tiga orang mengalami kelainan jalan lahir, dua orang mengalami kelainan pada janin, dua orang karena ketuban pecah sebelum waktunya. Semua bayi yang dilahirkan segera menangis. Perasaan ibu saat mendengar bayinya telah lahir adalah lega, haru dan senang. Mayoritas ibu mengalami aktivitas yang terhambat setelah operasi seksio sesarea. Mayoritas partisipan mengalami proses pemulihan yang lambat setelah operasi seksio sesarea. Diharapkan agar petugas kesehatan dapat memberikan informasi dan penyuluhan tentang cara melahirkan yang aman, sehingga angka kejadian seksio sesarea yang tidak perlu dapat dihindari.

Daftar Pustaka : 17 (1991-2010)


(13)

14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli banyak menemukan berbagai penemuan baru, khususnya dibidang kesehatan. Seperti halnya cara melahirkan, yang semula dengan cara pervaginam yang kita kenal dengan melahirkan normal, ternyata juga bisa dilakukan perabdominal, yang disebut sectio caesar atau operasi sesarea.

Menurut Kasdu (2003) pada awalnya seksio sesarea dikembangkan sebagai salah satu metode modern dibidang kedokteran khususnya dikebidanan untuk membantu menurunkan angka kematian ibu akibat melahirkan. Dalam sejarah kedokteran, operasi sesarea baru disebut sebagai cara untuk melahirkan bayi, tepatnya tahun 1794, yaitu ketika dokter Virginia Amerika Serikat melakukan operasi pada istrinya. Saat itu, tercatat sekitar 10% wanita yang dapat hidup setelah persalinan dengan operasi. Hal ini disebabkan prosedur operasi yang tidak steril, efek obat bius, antibiotik, teknik pembedahan, perdarahan, pemantauan pascaoperasi, manajemen, serta kontrol rasa sakit yang belum ada.

Banyak hal yang menjadi penyebab atau indikasi seorang ibu harus melakukan operasi seksio. Baik itu karena pertimbangan medis yang bertujuan untuk


(14)

menyelamatkan ibu dan bayinya, maupun karena pertimbangan nonmedis yang lebih bertujuan pada pemenuhan keinginan ibu atau permintaan ibu yang tidak tahan sakit jika harus melahirkan normal.

Menurut Pritchard, Macdonald dan Gant (1991) pada umumnya, tindakan seksio sesarea akan dilaksanakan dalam keadaan di mana penundaan kelahiran akan memperburuk keadaan janin, ibu atau bahkan keduanya. Sedangkan kelahiran secara normal tidak mungkin dilakukan dengan aman.

Menurut Stoppard (2008) jika kelahiran bayi dilakukan secara normal melalui vagina bisa membahayakan atau bahkan tidak memungkinkan bagi ibu bisa dikarenakan kondisi kehamilan ibu tidak diperbolehkan untuk melahirkan normal seperti adanya perdarahan akibat letak plasenta yang tidak normal maka, bayi akan dilahirkan dengan cara operasi caesar, walaupun si ibu dan keluarga tetap bersikeras ingin melalui jalan normal, pihak dokter pasti tidak akan mengizinkan, karena akan membahayakan keselamatan ibu, janin bahkan keduanya.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dibidang kedokteran dan kebidanan, maka kini operasi sesarea sudah banyak dimanfaatkan sebagai alternatif untuk melahirkan tanpa rasa sakit. Bahkan, bagi sebagian orang operasi dilakukan sebagai cara tercepat untuk persalinan yang mudah dan aman, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan sebuah badan di Washington DC, Amerika, pada tahun 1994, menunjukkan bahwa setengah dari jumlah kelahiran sesarea yang tercatat, secara medis sebenarnya tidak diperlukan. Artinya, tidak ada kegawatdaruratan persalinan untuk menyelamatkan ibu dan janin yang dikandungnya. Hasil serupa yang


(15)

dilakukan setahun kemudian berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Amerika, sebanyak 25% dari angka kelahiran yang tercatat pada tahun itu diseluruh Amerika merupakan kelahiran sesarea yang dilakukan oleh ibu-ibu yang tidak memiliki risiko tinggi untuk melahirkan secara normal maupun komplikasi persalinan lain (Kasdu, 2003).

Indikasi lain yang sulit dipercaya tetapi nyata dan hampir atau sama sekali tidak berhubungan dengan faktor 3P (power, passenger dan passage) yaitu karena adanya indikasi nonmedis yang berasal dari pasien sendiri, suami bahkan keluarga, di antaranya karena ibu tidak ingin keadaan vaginanya agak longgar, atau karena terlalu sayang pada anak sehingga tidak tega membiarkan anak menunggu lahir atau bersusah payah melewati jalan lahir. Atau, karena percaya adanya hubungan antara saat kelahiran dengan perjalanan nasib. Nasib seakan-akan bisa diatur dengan merekayasa waktu persalinan, dengan cara menentukan tanggal, bulan yang tepat sesuai dengan yang diyakini oleh ibu dan keluarga, hal ini terjadi akibat adanya pengaruh budaya, agama, adat istiadat yang berkembang di masyarakat dan hal tersebut masih berkembang sampai saat ini, walaupun zaman sudah semakin canggih (Dewi & Fauzi, 2007).

Tidak jauh berbeda dengan di Amerika Serikat, di Indonesia pada awalnya masih banyak orang yang khawatir bila mendengar melahirkan melalui operasi sesarea karena prosesnya yang menakutkan atau karena faktor biaya yang sangat mahal dibandingkan jika hanya melahirkan normal. Akan tapi, sekarang sudah banyak masyarakat yang mengenal operasi sesarea.


(16)

Menurut Kasdu (2003) hasil survei sederhana yang dilakukan oleh Gulardi dan Basalamah, terhadap 64 rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, tercatat 17.665 kelahiran, dari angka kelahiran tersebut, sebanyak 35,7-55,3% melahirkan dengan operasi sesarea. Sebanyak 19,5-27,3% diantaranya merupakan operasi sesarea karena adanya komplikasi cephalopelvic disproportion / CPD (ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin). Berikutnya, operasi sesarea akibat perdarahan hebat yang terjadi selama persalinan sebanyak 11,9-21% dan kelahiran sesarea karena janin sungsang berkisar antara 4,3-8,7%.

Sementara, data lain dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, tahun 1999-2000, menyebutkan bahwa dari jumlah persalinan sebanyak 404 per bulan, 30% di antaranya merupakan persalinan sesarea, 52,5% adalah persalinan spontan, sedangkan sisanya dengan bantuan alat seperti vakum atau forcep. Berdasarkan persentase kelahiran sesarea tersebut, 13,7% disebabkan oleh gawat janin (denyut jantung janin melemah menjelang persalinan) dan 2,4% karena ukuran janin terlalu besar sehingga tidak dapat melewati panggul ibu. Sisanya, sekitar 13,9% operasi sesarea dilakukan tanpa pertimbangan medis. Meskipun data ini tidak bisa mencerminkan seluruh kondisi yang ada di Indonesia, tetapi dapat menggambarkan bahwa angka persalinan dengan operasi sesarea cukup tinggi terjadi di Indonesia. Apalagi, sebagian diantaranya dilakukan tanpa pertimbangan medis.

Sebagaimana menurut Dewi dan Indarwati (2010), salah satu alasan dilakukan operasi seksio sesarea yang dilakukan tanpa pertimbangan dari segi medis di antaranya karena permintaan pasien. Tidak sedikit kasus yang ditemui di rumah sakit tentang seorang ibu yang tidak ingin merasakan sakit sewaktu melahirkan secara normal akibat


(17)

kontraksi rahim. Biasanya tanpa pertimbangan, mereka meminta untuk dilakukan seksio agar ibu tidak merasakan sakit pada saat melahirkan bayinya.

Alasan lainnya adalah menjaga keharmonisan suami istri agar tetap mesra karena ada anggapan jika melahirkan melalui jalan normal akan mengendurkan otot-otot di vagina sehingga akan mengganggu hubungan suami istri. Hal lain yang menyebabkan ibu memilih operasi sesarea adalah pekerjaan, sebab ibu yang bekerja memiliki keterikatan waktu sehingga ia harus dapat mengatur jadwal kapan ia akan melahirkan dan kapan ia harus dapat kembali bekerja, tanpa menganggu aktivitas sehari-hari.

Namun, tidak sedikit pula persalinan sesarea tersebut dilakukan karena kondisi ibu maupun janin tidak memungkinkan untuk melahirkan secara alami. Adapun tanda-tanda umum yang menjadi indikasi dilakukan bedah caesar yaitu adanya masalah kesehatan ibu seperti dystocia(keadaan yang sulit pada suatu persalinan), plasenta previa (letak plasenta abnormal yang menutupi jalan lahir), cephalopelvic disproportion (kepala bayi tidak sepadan dengan panggul ibu), sedangkan masalah dari janin seperti, gamelli (bayi kembar), malpresentasi (seperti letak sungsang, letak lintang) (Ventura, et al. 2000).

Setiap intervensi atau tindakan apapun pasti memiliki risiko, tetapi alangkah lebih baik jika risiko yang akan timbul dapat diminimalisasi. Tidak menutup kemungkinan tindakan operasi sesarea juga dapat menimbulkan risiko. Menurut Bensons dan Pernolls (dalam Dewi & Fauzi, 2007, hal. 23) angka kematian pada operasi sesarea adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25


(18)

kali lebih besar dibanding persalinan pervaginam. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam.

Komplikasi tindakan anastesi sekitar 10% dari seluruh angka kematian ibu. Komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan operasi sesarea dengan frekuensi diatas 11% antara lain: cedera kandung kemih, cedera pada rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan dapat pula cedera pada bayi. Pada operasi sesarea yang direncanakan angka komplikasinya kurang lebih 4,2%. Operasi sesarea darurat berangka kurang lebih 19%.

Apapun kategori yang akan dilaksanakan dalam bedah sesarea, baik itu kategori bedah sesarea yang direncanakan, maupun kategori bedah sesarea darurat, sangatlah penting sekali agar pihak yang berkaitan dengan tindakan operasi tersebut khususnya dibagian kebidanan dan anastesi pada semua rumah sakit harus memiliki protokol yang tersusun dengan baik untuk pelaksanaan bedah sesarea yang hasilnya tidak akan mengecewakan (Rayburn, 2001).

Jika proses persalinan normal memang tidak dimungkinkan untuk dilakukan, karena adanya alasan medis maka operasi sesarea adalah jalan terbaik. Namun, kebanyakan operasi seksio sesarea bukan karena alasan medis. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

Beberapa pertanyaan yang muncul sehubungan dengan keadaan ini ialah mengapa para ibu yang baru pertama melahirkan sudah harus operasi? apakah karena


(19)

alasan medis atau bukan. Dengan alasan yang tepat tindakan sesarea dapat dilakukan dan mengurangi angka kejadian seksio sesarea yang tidak perlu.

Diharapkan para ibu dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihan untuk kelahiran bayinya, bagi tenaga medis diharapkan dapat lebih meningkatkan pelayanan asuhan sayang ibu dan berupaya untuk menurunkan angka kejadian seksio sesarea yang tidak perlu. Sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian tentang pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

Dalam proses penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, karena data yang diperoleh merupakan fenomena sosial dan masalah manusia secara alamiah. Jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah penelitian fenomenologi. Pada penelitian ini dijelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.

Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Fenomenologi diartikan sebagai, pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal, suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea ?”


(20)

Untuk mengetahui pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga kesehatan tentang pengalaman seksio sesarea yang dilakukan karena ada indikasi maupun tanpa indikasi medis melalui pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

2. Bagi Pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah untuk menjadi tambahan pengetahuan mengenai pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

3. Bagi para ibu khususnya yang belum pernah melahirkan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kesehatan kepada para ibu tentang pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea, sehingga para ibu dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihan untuk melahirkan yang aman.

4. Bagi peneliti lanjut

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan informasi tentang penelitian fenomenologi atau bahan perbandingan terhadap penelitian yang akan dilakukan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengalaman

Pengalaman ialah sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya) bisa berupa peristiwa yang baik maupun peristiwa yang buruk (KBBI, 2005). Pengalaman adalah guru yang terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi yang dialami oleh seseorang dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dan informasi.

Biasanya, orang akan lebih mudah mengingat peristiwa atau hal-hal yang dianggap paling berkesan atau bermakna dalam hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu atau mengingat peristiwa yang pernah dialami. Semua pengalaman pribadi tersebut dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan.

B.Persalinan

1. Defenisi Persalinan

Setelah ibu menjalani proses kehamilan, maka ibu akan mengalami proses yang kedua yaitu melahirkan. Pada proses persalinan ibu akan mengeluarkan bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan hidup. Menurut


(22)

Prawirihardjo (2002) partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yaitu bayi dan plasenta yang dapat hidup dari dalam uterus melalui jalan lahir vagina ke dunia luar. Pada persalinan rahim ibu akan mengalami kontraksi, sehingga akan merasakan mules yang menjalar dari perut sampai ke pinggang. Respon tubuh tidak akan sama dirasakan pada setiap ibu, karena diakhir kehamilan terjadi peningkatan hormon oksitosin yang menyebabkan respon aktif his pada rahim ibu, yang akan menimbulkan proses pergerakan keluar janin, plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak, lowdermilk & Jensen, 2004).

Persalinan adalah proses yang diawali dengan membuka dan menipisnya serviks, dan janin akan turun kedalam jalan lahir. Bayi akan melalui jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentase kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi ataupun kelainan baik pada ibu maupun pada janin, dan keduanya dinyatakan sehat dan normal (Saifuddin, 2006).

2. Jenis persalinan

Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang normal dan alamiah, yang akan dialami oleh setiap wanita sepanjang siklus kehidupannya. Namun, dalam beberapa kasus kehamilan yang tadinya berjalan normal dan fisiologis, bisa berubah menjadi kehamilan yang patologis dan harus mendapatkan perawatan yang khusus, seperti pada kasus ibu hamil dengan solutio plasenta.

Demikian juga dengan proses persalinan, pada awalnya kita hanya mengenal proses persalinan yang normal melalui jalan lahir normal yaitu persalinan pervaginam, tetapi karena ada masalah yang menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan normal, maka


(23)

dokter akan menganjurkan persalinan melalui proses pembedahan di bagian perut ibu yang disebut persalinan perabdominal.

Menurut Saifuddin (2000) jenis persalinan ada dua, yaitu persalinan melalui jalan lahir (persalinan pervaginam) dan persalinan melalui jalan lain (persalinan perabdominal).

a. Persalianan melalui jalan lahir (Persalinan pervaginam)

Menurut Manuaba (1998) bentuk persalinan berdasarkan proses terjadinya terbagi tiga yaitu, persalinan spontan, persalinan buatan, dan persalinan anjuran. Persalinan spontan adalah bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri tanpa intervensi apapun. Persalinan buatan adalah bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, seperti ekstraksi vakum, dan ekstraksi cunam, sedangkan persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

Persalinan anjuran dapat dilakukan dengan jalan, memecahkan ketuban yang bertujuan mengurangi keregangan otot rahim sehingga, kontraksi segera dapat dimulai, persalinan anjuran juga dapat dilakukan dengan induksi persalinan secara hormonal/kimiawi. Induksi persalinan secara hormonal dilakukan dengan menggunakan oksitosin drip atau dengan prostaglandin. Induksi persalinan mekanis dilakukan dengan cara memakai batang laminaria dan menggunakan kateter foley.

b. Persalian melalui jalan lain (Persalinan perabdominal)

Menurut Saifuddin (2006), persalinan melalui jalan lain (persalinan perabdominal) yang juga disebut seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Pada proses persalinan


(24)

perabdominal atau yang disebut persalinan seksio sesarea, sebelum janin dikeluarkan terlebih dahulu ibu akan dibius, sehingga ibu tidak akan merasakan sakit pada saat dokter melakukan pembedahan pada dinding perut ibu. Seksio sesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (histerotomi) (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).

Seksio sesarea adalah pembedahan yang dilakukan untuk melahirkan janin dengan cara membuka dinding perut dan dinding uterus (Prawirohardjo, 2002). Seksio sesarea merupakan prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui dindding perut dan uterus (Liu, 2007). Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus (rahim) melalui dinding depan perut atau vagina, juga dapat diartikan suatu histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998).

3. Proses persalinan melalui jalan lahir (persalinan pervaginam)

Pada proses persalinan normal, ibu akan mengalami berbagai tahapan sebelum janin benar-benar keluar ke dunia. Menurut Prawirohardjo (2002), partus (persalinan) dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I seviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena his yang adekuat dan kekuatan mengedan ibu janin didorong ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Pada kala IV ibu akan lebih diawasi dan dipantau, apakah ada ancaman terjadi perdarahan postpartum atau tidak.

a. Kala I

Secara klinis dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir yang bercampur


(25)

darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan berlangsung sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm, fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi, yakni fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm, fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase ini dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek dan lebih cepat.

b. Kala II

Kala II disebut juga kala pengeluaran, pada kala II merupakan tahap dimana bayi akan dilahirkan sehingga kondisi yang terjadi pada kala II ini his akan menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk diruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan, semakin kuat dan teraturnya his, maka akan mendorong janin untuk dilahirkan dengan pimpinan persalinan oleh bidan atau dokter kebidanan. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multigravida kala II berlangsung rata-rata-rata-rata 0,5 jam.

c. Kala III

Kala III merupakan kala pengeluaran uri atau plasenta. Setelah bayi lahir, maka pada perabaan uterus akan terasa keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.


(26)

Beberapa menit kemudian uterus akan berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta atau uri, yang ditandai dengan tersemburnya darah tiba-tiba dan pada saat dilakukan peregangan tali pusat akan bertambah panjang, biasanya plasenta akan keluar setelah 15 menit secara spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.

d. Kala IV

Pada kala ini perlu diamati apakah ada perdarahan postpartum, sehingga kala IV disebut juga kala pengawasan, ibu akan diobservasi selama 2 jam, memperbaiki keadaan umum ibu dengan pemberian cairan yang cukup, pemeriksaan vital sign dan pengawasan kontraksi uterus, dan ibu juga bisa melakukan pemberian ASI pertama bagi bayinya.

C. Persalinan seksio sesarea

1. Istilah-istilah dalam seksio sesarea

Proses seksio sesarea ada yang direncanakan dan ada yang dilakukan karena tindakan gawat darurat. Menurut Mochtar (1998), seksio sesarea memiliki beberapa istilah, diantaranya yang sering digunakan untuk membedakan antara yang direncanakn dan yang darurat yaitu, seksio sesarea primer (elektif): dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari 8 cm). Seksio sesarea sekunder : dalam hal ini kita akan mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea. Seksio sesarea ulang adalah ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang. Seksio sesarea histerektomi adalah suatu operasi setelah janin dilahirkan dengan seksio


(27)

sesarea, langsung dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim) oleh karena sesuatu indikasi. Operasi porro adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

2. Indikasi persalinan seksio sesarea

Banyak indikasi yang dapat menyebabkan seorang ibu harus melahirkan secara seksio sesarea. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan yang lengkap selama kehamilan.

Menurut Liu (2007), seksio sesarea dilakukan untuk mengatasi disproporsi sefalo-pelvik dan aktifitas uterus yang abnormal, mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu atau janin, mengurangi trauma janin (misalnya presentasei bokong prematur kecil) dan infeksi janin (misalnya resiko tertular infeksi herpetik atau HIV), mengurangi resiko pada ibu (misalnya gangguan jantung tertentu, lesi intrakranial atau keganasan pada serviks), memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginan.

Penyebab utama dilakukan tindakan seksio sesarea bisa berasal dari ibu sendiri, atau berasal dari janin. Menurut Saifuddin (2006), indikasi dilakukan seksio sesarea dibagi 2 antara lain, indikasi pada ibu yaitu, disproporsi sefalo-pelvik (CPD), disfungsi uterus, distosia jaringan lunak dan plasenta previa. Sedangkan indikasi pada janin yaitu, janin besar, gawat janin, letak lintang.

Pada ibu, keadaan yang paling sering menghambat persalinan normal adalah bentuk dan ukuran panggul yang tidak sesuai dengan ukuran janin, sehingga janin tidak dapat melewati jalan lahir keras. Hal ini karena pada saat hamil ibu sering dikusuk pada bagian perutnya oleh dukun, padahal akibat dari pengusukan perut yang terlalu sering


(28)

dan kuat akan mengakibatkan kondisi rahim ibu terganggu. Persalinan yang panjang dan lama yang tidak menunjukkan kemajuan karena tidak adanya pembukaan pada servik juga dapat menyebabkan ibu harus dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Menurut Mochtar (1998), indikasi dilakukan seksio sesarea pada ibu antara lain panggul sempit, ruptura uteri yang mengancam, partus yang berlangsung lama (prolonged labor), partus tak maju (obstructed labor), pre-eklamsi dan hipertensi. Sedangkan indikasi pada janin yaitu malpresentasi janin seperti letak lintang, letak bokong, presentase dahi dan muka, presentase rangkap dan gamelli (bayi kembar).

Penyebab operasi sesarea dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor janin antara lain bayi terlalu besar yang mungkin saja ibu memiliki riwayat diabetes mellitus atau kencing manis. Pertumbuhan janin terhambat karena adanya gangguan pembentukan jaringan, kelainan letak janin (letak sungsang dan letak lintang), ancaman gawat janin (fetal distress) akan ditemukan pada pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) jumlahnya kurang dari 120 dan atau lebih dari 160 kali permenit, janin abnormal (misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrosephalus atau kepala besar karena otak berisi cairan).

Faktor yang berasal dari plasenta antara lain plasenta previa yaitu letak plasenta yang abnormal yang menutupi jalan lahir, solutio plasenta yaitu terlepasnya plasenta sebelum bayi lahir, plasenta yang tertanam terlalu dalam atau plasenta akreta (plesenta menempel sampai ke otot rahim), biasanya terjadi pada ibu berusia rawan untuk hamil yaitu diatas 35 tahun, dan ibu yang mempunyai riwayat persalinan yang lalu dengan operasi yang operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya


(29)

plasenta, vasa previa (keadaan pembuluh darah diselaput ketuban berada di mulut rahim, jika pecah dapat menimbulkan perdarahan.

Kelainan pada tali pusat antara lain prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) pada saat ketuban dipecahkan teraba tali pusat sehingga menghambat janin untuk turun, terlilit tali pusat biasanya ditemukan pada leher bayi akibat pergerakan janin yang terlalu aktif, bayi kembar (gamelli).

Dari faktor ibu yang menyebabkan dilakukan bedah sesarea antara lain usia (ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi dengan usia 40 tahun ke atas, karena berisiko adanya penyakit penyerta seperti jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan pre-eklamsi. Untuk itu, ibu-ibu yang berusia diatas 35 tahun, tidak dianjurkan untuk hamil. Tulang panggul (cephalopelvic disproportion/CPD) tidak sesuai ukuran panggul dengan kepala bayi, persalinan sebelumnya dengan operasi, faktor hambatan jalan lahir (jalan lahir yang kaku, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir (distosia). Kelainan kontraksi rahim (kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi), ketuban pecah dini /KPD yaitu robeknya kantung ketuban sebelum waktunya, akan membuka rahim sehingga memudahkan masuknya bakteri lewat vagina menyebabkan terjadinya infeksi (Kasdu, 2003).

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea

Agar proses persalinan secara seksio sesarea dapat berjalan dengan baik, perlu adanya kerjasama yang baik antara ibu dan petugas kesehatan. Menurut Prawirohardjo (2002), dalam melakukan seksio sesarea perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :


(30)

a. Seksio elektif

Seksio sesarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan cara operasi, ibu hamil memang selayaknya harus melakukan pemeriksaan selama kehamilan minimal empat kali, sehingga akan dapat diketahui apakah kehamilan ibu nantinya dapat diakhiri dengan normal tanpa komplikasi atau harus melalui persalinan seksio, keuntungannya seksio elektif adalah waktu pembedahan dapat ditentukan dan direncanakan oleh dokter yang akan menolongnya dan dapat dilakukan persiapan yang lebih baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai berkontraksi.

b. Anestesia

Sebelum dilakukan proses operasi ibu terlebih dahulu akan dibius, ada yang menggunakan bius umum, yang membuat ibu akan tertidur dan tidak akan mengetahui apapun yang terjadi. Ada juga yang menggunakan bius lokal yang membuat tubuh ibu hanya sebagian saja yang dibius, sehingga ibu dapat mendengar dan bahkan dapat melihat bayinya.

Anestesia atau pembiusan umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain itu ada pengaruh terhadap tonus uterus sehingga kadang-kadang timbul perdarahan postpartum karena atonia uteri. Akan tetapi, bahaya terbesar pada pemberian anestesia umum sedang lambung penderita tidak kosong. Pada wanita yang tidak sadar karena anestesia ada kemungkinan isi lambung masuk kedalam jalan pernapasan, dan ini merupakan hal yang berbahaya. Anestesia spinal aman untuk


(31)

janin, akan tetapi selalu ada kemungkinan tekanan darah penderita turun dengan akibat yang buruk bagi ibu dan janin. Cara yang paling aman adalah anestesia lokal, akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental penderita.

c. Transfusi darah

Pada umumnya perdarahan pada seksio sesarea lebih banyak dari pada persalinan pervaginam. Perdarahan tersebut akibat insisi pada uterus, ketika pelepasan plasenta, mungkin juga karena terjadinya atonia uteri postpartum. Oleh sebab itu pada setiap akan dilakukan tindakan seksio sesarea perlu diadakan persediaan darah. Namun, tidak semua rumah sakit mempunyai persediaan darah.

d. Pemberian antibiotika

Walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea yang direncanakan sering tidak diberikan, biasanya pada seksio yang elektif sebelum operasi pasien sudah diberikan antibiotik. Namun, pada umumnya pemberiannya sangat dianjurkan. Mengingat terjadinya infeksi sangat rawan pada ibu yang post seksio.

4. Jenis-jenis seksio sesarea

Menurut Liu (2007), berdasarkan jenis insisi pada perut dan rahim, maka seksio sesarea dibagi 2, yaitu insisi abdominal dan insisi uterus.

a. Insisi abdominal

Pada dasarnya insisi ini adalah garis tengah subumbilikal dan insisi abdominal bawah transversa. Insisi garis tengah subumbilikal, insisi ini mudah dan cepat. Akses mudah dengan perdarahan minimal. Berguna jika akses ke segmen bawah sulit, contohnya jika ada kifosklerosis berat atau fibroid segmen bawah anterior. Walaupun bekas luka tidak terlihat, terdapat banyak ketidaknyamanan pascaoperasi dan luka jahitan lebih cenderung muncul dibandingkan dengan insisi transversa. Insisi transversa


(32)

(pfannenstiel) insisi ini merupakan pilihan saat ini, secara kosmetik sangat memuaskan, lebih sedikit menimbulkan luka jahitan dan lebih sedikit ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas pascaoperasi lebih baik, insisi secara teknik lebih sulit terutama pada operasi berulang.

b. Insisi uterus

Jalan masuk ke dalam uterus dapat melalui insisi garis tengah atau insisi segmen bawah transversa. Seksio sesarea segmen bawah, keuntungannya adalah lokasi tersebut memiliki lebih sedikit pembuluh darah sehingga kehilangan darah yang ditimbulkan lebih sedikit, mencegah penyebaran infeksi ke rongga abdomen, merupakan bagian uterus yang sedikit berkontraksi sehingga sedikit kemungkinan terjadinya ruptur pada bekas luka di kehamilan berikutnya, penyembuhan lebih baik dengan komplikasi pascaoperasi yang lebih sedikit seperti pelekatan, implantasi plasenta di atas bekas luka uterus kurang cenderung terjadi pada kehamilan berikutnya.

Kerugiannya meliputi akses mungkin terbatas, lokasi uterus yang berdekatan dengan kandung kemih meningkatkan resiko kerusakan khususnya pada prosedur pengulangan., perluasan ke sudut lateral atau dibelakang kandung kemih dapat meningkatkan kehilangan darah.

Seksio sesarea klasik, insisi ini di tempatkan secara vertikal di garis tengah uterus, indikasi penggunaannya meliputi jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan fibroid uterus, jika janin terimpaksi pada posisi transversa, pada keadaan segmen bawah vaskular karena plasenta previa anterior, jika ada karsinoma serviks, jika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.


(33)

Kerugiannya meliputi hemostasis lebih sulit dengan insisi vaskulat yang tebal, pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin, plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan, penyembuhan terhambat karena involusi miometrial, terdapat lebih besar resiko ruptur uterus pada kehamilan berikutnya. Insisi kronig-gellhom-beck, insisi ini adalah insisi pada garis tengah pada segmen bawah yang digunakan pada pelahiran prematur apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam keadaan terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas yang dilakukan untuk memberi lebih banyak akses, insisi ini lebih sedikit komplikasi seksio sesarea klasik, insisi ini tidak menutup kemungkinan pelahiran pervaginam.

5. Perawatan praoperasi

Menurut Liu (2007), perawatan praoperasi yang harus dikerjakan sebelum tindakan bedah dimulai terdiri atas : pastikan alasan untuk pembedahan adalah valid dan tepat. Dokter, bidan atau perawat yang bersangkutan harus mengemukakan alasan ini dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan pasangannya. Riwayat obstetri dan riwayat medis harus ditinjau ulang. Diskusikan jenis anestesia dengan dokter anestesia dan ibu, beritahu dokter pediatri pada saat yang tepat, pemeriksaan laboratorium darah, tersedianya 2 unit darah untuk keadaan darurat, berikan antasida, dapatkan persetujuan tertulis, berikan antibiotika profilaksis. Ibu dianjurkan untuk puasa, perawat akan melakukan persiapan pada ibu, seperti pemasangan kateter, pemasangan infus, pemeriksaan vital sign yang lengkap. Kesemua hal tersebut sangat penting diperhatikan, agar proses operasi dapat berjalan dengan baik.


(34)

6. Perawatan pascaoperasi

Menurut Liu (2007) ibu yang mengalami komplikasi obstetri atau medis memerlukan observasi ketat setelah seksio sesarea, perawatan umum untuk semua ibu meliputi : kaji tanda-tanda vital baik tekanan darah, pernapasan, frekuensi jantung maupun suhu tubuh, dengan interval teratur (15 menit), pastikan kondisinya stabil. Lihat tinggi fundus pastikan rahim berkontraksi dengan baik, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia, pertahankan keseimbangan cairan, pastikan analgesia yang adekuat, tangani kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk seksio sesarea, misalnya diabetes mellitus. Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan sesuai dengan keadaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien tentang hal-hal yang berhubungan dengan perawatan luka seksio dan lainnya, jadwalkan untuk melakukan pengkajian ulang pasca melahirkan guna memastikan penyembuhan total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan pemakain alat kontrasepsi, dan memastikan tindak lanjut perawatan untuk kondisi medisnya.

7. Risiko operasi seksio sesarea

Operasi seksio sesarea sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis, bukan karena keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit, hal ini karena risiko operasi sesarea lebih besar dari pada persalinan alami. Demikian teori yang disebutkan dalam buku Obstetrics and Gynecology (dalam Kasdu, 2003). Didalamnya dijelaskan, dalam kondisi ibu dan bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan, bedah sesarea memiliki risiko . Misalnya, kondisi pasien yang tidak dapat diduga sebelumnya. Menurut Peel dan Chamberlain, indikasi untuk melakukan operasi dengan berbagai penyebabnya mengakibatkan angka kematian ibu 17% (sebelum dikoreksi) dan 0,58% (sesudah


(35)

dikoreksi), sedangkan kematian janin 14,5%. Pada 774 persalinan berikutnya, terjadi 1,03% rupture uteri (rahim yang robek). Risiko ini bisa menimpa ibu maupun bayinya.

Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling banyak dari operasi sesarea adalah akibat dari tindakan anestesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, endometritis (radang endometrium), tromboplebilitis (pembekuan darah pembuluh balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah), paru-paru, dan pemulihan bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna.

Berikut ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi seksio sesarea yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, dan risiko ini bersifat individual, yaitu tidak terjadi pada semua orang.

a. Alergi

Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu, seperti antibiotik, oleh sebab itu perlu dilakukan skin tes. Pada awalnya, yaitu pada saat pembedahan, segalanya bisa berjalan lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi sesarea lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk pembiusan, penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu.


(36)

b. Perdarahan

Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu, sebelum operasi seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi atau pengangkatan rahim, terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.

c. Cedera pada organ lain

Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum atau kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah sesarea yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing. Selain itu, dapat pula berdampak pada organ lain dengan menimbulkan perlekatan pada organ-organ didalam rongga perut untuk kehamilan risiko tinggi yang memerlukan penanganan khusus.

d. Parut dalam rahim

Seorang wanita yang sudah pernah mengalami pembedahan akan memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan dan persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika opersai dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sekitar 1-3% angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture uteri. Biasanya, kondisi ini terjadi apabila menggunakan sayatan klasik atau vertikal.


(37)

e. Demam

Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi. Komplikasi ringan yang sering terjadi adalah kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat, seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri), atau disebut juga terjadi infeksi puerperal. Infeksi pascaoperasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah, telah diupayakan tindakan vaginal sebelumnya.

f. Mempengaruhi produksi ASI

Efek pembiusan dapat mempengaruhi produksi ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum (air susu yang keluar pertama kali) tidak bisa dinikmati oleh bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiusan regional (misalnya spinal) tidak banyak mempengaruhi produksi ASI .

8. Menghindarkan bedah sesarea yang tidak perlu

Berkaitan dengan pencanangan Departemen Kesehatan, IDI, dan POGI mengenai upaya penurunan angka bedah sesarea di Indonesia, ada enam langkah yang harus ditempuh agar angka bedah sesarea dapat dikendalikan, yaitu: (1) pendidikan dan evaluasi terhadap pasien secara cermat; (2) telaah (review) eksternal; (3) penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai tingginya angka bedah sesarea bagi setiap dokter atau RS; (4) reformasi terhadap horonarium dokter yang melakukan bedah sesarea; (5) reformasi pembayaran bagi RS; dan (6) reformasi terhadap tuntutan


(38)

malpraktik, di mana (selain pasien) organisasi profesi seperti IDI atau POGI (dalam hal ini) dapat mengajukan tuntutan malpraktik kepada dokter yang bertindak melanggar atau menyalahi etika maupun ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, termasuk mengenai masalah bedah sesarea.

Keenam langkah ini memang jelas berpihak kepada pasien, sedangkan dokter (kebidanan) harus benar-benar back to basic untuk dapat menerimanya dengan tulus. Apabila diterapkan, maka keenam langkah tersebut akan mereduksi serta mengurangi hak istimewa dan arogansi dokter secara bermakna. Sebaliknya, memberikan hak yang lebih luas, adil dan proporsional kepada para pasien. Dengan begitu, diperoleh suatu jaminan bahwa bedah sesarea benar-benar merupakan tindakan yang profesional dan sesuai dengan etika medis. Selain itu, terdapat keseimbangan dengan hak pasien dalam proses pengambilan keputusan untuk pembedahan sesarea, sesuatu yang belakangan ini semakin diabaikan dalam hubungan profesional dokter-pasien (Dewi dan Fauzi, 2007).

9. Partisipasi pasien untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea

a. Sebelum persalinan : para ibu harus dianjurkan untuk banyak membaca dan mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, kalau perlu ikut mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh bidan, dokter, ataupun Rumah Sakit. Selain itu disarankan pula (bila memungkinkan) untuk melihat fasilitas tempatnya bersalin kelak, lalu bertanya kepada lebih dari satu orang tenaga kesehatan yang mengetahui mengenai persalinan. Jika direncanakan untuk bedah sesarea, mintalah dokter untuk menjelaskan dan membuktikan indikasi medisnya.

b. Dalam persalinan : diusahakan untuk dapat tinggal selama mungkin dirumah, sampai dirasakan bahwa kontraksi rahim sudah sedemikian sering dan kuat sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan atau melakukan aktivitas.


(39)

Kedatangan yang terlalu dini ke tempat bersalin seringkali justru menimbulkan stres. Para ibu akan mengalami nyeri atau rasa sakit, tetapi sebaiknya tidak meminta untuk dibius (regional maupun umum). Dalam kaitan ini, dukungan dari suami menjadi salah satu faktor penting. Dukungan tersebut harus diarahkan kepada dorongan agar sang istri yang sedang bersalin itu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari bedah sesarea. Semua pihak harus menyadari bahwa persalinan atau kelahiran yang alamiah adalah yang terbaik, sedangkan bedah sesarea sebenarnya merupakan alternatif (Dewi & fauzi, 2007).

D. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi

Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan partisipan, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Bungin, 2007)

Bogdan dan Taylor (1975, dalam Moleong, 2007) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah dan bersifat penemuan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pengalaman, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Menurut Denzin dan Lincoln (1987 dalam Moleong, 2006, hal. 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan


(40)

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk dapat menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian, dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai intrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiono, 2009).

Bogdan dan Biklen (1982, dalam Sugiono, 2009, hal.21) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yaitu : dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Menurut (Creswell, 1998) penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,


(41)

sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Moleong (2006) penelitian fenomenologi diartiakan sebagai : 1) Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Ada beberapa ciri pokok fenomenologi yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis, yaitu: fenomenologis cenderung mempertentangkannya dengan naturalisme yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme. Secara pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya dan mencakup dari segala segi. Fenomenologi cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam nyata dan budaya.

E. Etika Penelitian

Peneliti lapangan adalah mereka yang banyak berjumpa dengan masyarakat dan rekan sejawat. Mereka adalah tenaga profesional . Demikian juga peneliti kebidanan yang profesional dibidangnya, salah satu ciri profesi adalah bahwa dalam menyelenggarakan pekerjaan, penyandang profesi harus terikat pada kode etik, yaitu kode etik penelitian. Kode etik penelitian atau lebih tepat disebut kode etik peneliti semakin terasa diperlukan, terutama dikalangan peneliti masalah kebidanan dan kemanusiaan.

Peneliti masalah kebidanan dan kemanusiaan selalu berinteraksi dengan manusia dan produk kerja mereka diperuntukkan bagi kepentingan manusia yaitu pemecahan masalah kebidanan. Tanpa dikuasai oleh kode etik, kerja penelitian akan berhasil dengan penuh resiko, seperti keretakan hubungan antara peneliti dengan subjek penelitian seperti populasi atau sampel, menjatuhkan harga diri populasi dan sampel, menghambat


(42)

kerja penelitian peneliti lain yang menggunakan populasi dan sampel yang sama, meskipun berbeda fokus kajian, hasil penelitian tidak dapat diimplementasikan, kalaupun berhasil dalam proses. Dapat membangkitkan rasa tidak puas dalam diri peneliti, dapat menimbulkan rasa tidak aman dalam diri populasi dan sampel, hasil sampel bisa saja tidak objektif karena sumber data tidak menyampaikan data sebagaimana adanya.

Dalam melakukan penelitian, peneliti telah mengajukan surat permohonan untuk memperoleh persetujuan penelitian. Setelah memperoleh persetujuan penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta akibat yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Dan setelah dijelaskan semua partisipan bersedia untuk dijadikan sampel penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan identitas semua informasi yang diberikan partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) hanya nomor kode yang digunakan, sehingga kerahasiaan identitas semua informasi yang diberikan tetap terjaga dan seluruh informasi yang diperoleh hanya akan digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan tetap menjaga kerahasiaannya.

F. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan alat atau pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang bukan manusia maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan partisipan atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya manusia sebagai instrumen pulalah yang dapat menilai apakah kehadirannya menjadi faktor pengganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti dapat menyadarinya serta dapat mengatasinya.


(43)

Pengertian instrumen atau alat penelitian tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Adapun ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup : segi responsif yaitu manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia harus bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Selain itu manusia sebagai instrumen juga harus dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Kemampuan lainnya yang ada pada peneliti ialah kemampuan mengikhtisarkan informasi yang begitu banyak yang diceritakan partisipan dalam wawancara.

Selain peneliti sebagai instrumen, dalam penelitian ini digunakan juga kuesioner data demografi dan panduan wawancara. Kuesioner data demografi yang digunakan yaitu: umur, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan ibu. Panduan wawancara berisi pertanyaan yang akan diajukan, mengenai pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

Adapun jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara dapat digolongkan pada enam jenis pertanyaan yang saling berkaitan antara lain : pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman, yaitu pertanyaan ini digunakan un tuk mengungkapkan pengalaman yang telah dialami oleh partisipan atau subjek yang diteliti dalam hidupnya. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat, yaitu adakalanya peneliti ingin minta pendapat kepada informan terhadap data yang diperoleh dari sumber tertentu. Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan yaitu pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang menggunakan pertanyaan yang tidak langsung. Pada awalnya dilakukan percakapan yang biasa, dan lama-lama diarahkan pada pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Pertanyaan tentang pengetahuan digunakan untuk


(44)

mengungkapkan pengetahuan informan suatu kasus atau peristiwa yang mungkin diketahui. Pertanyaan yang berkenaan dengan indera digunakan untuk mengungkapkan data atau informasi karena yang bersangkutan melihat, mendengarkan, meraba dan mencium suatu peristiwa.

Agar wawancara menjadi efektif ada beberapa cara yang dilakukan oleh peneliti yaitu : menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan, yaitu ibu-ibu yang melahirkan anak pertama secara seksio sesarea, menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan, mengawali atau membuka alur wawancara, melangsungkan alur wawancara, mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya, menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

G. Tingkat Keabsahan Data

Hasil penelitian diharapkan mempunyai data yang akurat dan dapat dipercaya, sehingga hasil penelitian tersebut benar-benar dapat menjadi sebuah karangan ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan tanpa adanya manipulasi atau pemalsuan data. Untuk itu perlu adanya cara agar penelitian tersebut memenuhi keabsahan data. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, sebagaimana menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika peneliti berpegang pada empat prinsip, meliputi : pertama, credibility yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member chek dan wawancara atau pengamatan secara terus-menerus (prolonged engangement), kedua, Dependability yaitu apakah hasil penelitian memiliki keandalan atau reliabilitas, dimana hasil penelitian tersebut nantinya harus memiliki kekonsistenan terhadap data yang dikumpulkan, dianalisis dan pada saat dilakukan kesimpulan. Ketiga, confirmability yaitu keyakinan


(45)

akan kebenaran terhadap data yang diperoleh. Dengan meminta bantuan kepada orang lain yang berkompeten untuk memeriksa dan mengoreksi hasil penelitian yang diperoleh dan dikumplkan oleh peneliti. Keempat, transferability yaitu : mengandung makna apakah hasil penelitian ini nantinya akan dapat dipergunakan pada situasi yang lain.

H. Pengalaman Ibu yang Melahirkan Seksio Sesarea

Pada proses persalinan tidak selamanya berjalan sesuai rencana, ditengah perjalanannya sangat memungkinkan terjadi beberapa masalah yang tidak dapat diduga sebelumnya. Seperti yang dialami oleh seorang ibu yang akan melahirkan anak pertamanya, berikut ini kisahnya:

“Bedah cesar datang begitu mengejutkan. Maksud saya, walaupun persalinan saya perlu waktu yang panjang untuk dimulai, saya terus berusaha ketika persalinan saya mulai terasa sulit. Lalu, ketika tiba saatnya mendorong, saya merasa senang karena saya piker saya akan segera bertemu Tommy kecil. Yah,saya mendorong dan mendorong untuk sekian lama, saya tidak tahu berapa lama. Perawat terus memeriksa saya sementara saya mengejan-memasukkan jarinya kedalam tubuh saya untuk merasakan kepala bayi. Tak lama kemudian, dokter melakukan hal yang sama. Ia berkata bayi saya terjepit dan tidak turun. Ia sangat baik ketika berkata, “Anda telah bekerja dengan sangat keras dan melakukannya dengan sangat baik. Tetapi kami harus melakukan sesuatu tindakan yang lain, demi keselamatan bayi anda, kami sebaiknya akan melakukan bedah cesar.” Saya sulit mempercayainya!, bagaimana bisa?saya sudah begitu dekat dengan bayi, kenapa malah tidak bisa keluar? Saya menangis, namun saya tahu mereka benar, jadi saya berkata, “Baiklah, setidaknya persalinan akan segera berakhir.”


(46)

Dari kisah pengalaman ibu tersebut, dapat dinilai bahwa persalinan yang awalnya fisiologis dapat berubah menjadi persalinan yang patologis dan membutuhkan penanganan segera yaitu dengan cara seksio sesarea (Whalley, J.,Simkin, P., & Keppler, A. 2009)


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi, yaitu penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea.

B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu primipara (wanita yang pernah hamil satu kali dan melahirkan anak yang dapat hidup) yang melahirkan secara seksio sesarea di Helvetia, diketahui bahwa jumlah persalinan secara seksio sesarea pada ibu primi di Rumah Sakit Umum Sinar Husni Helvetia mulai Oktober 2009-Oktober 2010 sebanyak 110 orang.

2. Sampel

Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah tujuh orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah purposive sampling yaitu mengambil sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan

metode ini partisipan yang memiliki kriteria yang sesuai selama pengambilan data akan dilibatkan sebagai subjek penelitian, adapun sampel yang diambil memenuhi kriteria sebagai berikut :


(48)

41

a. persalinan ini adalah persalinan yang pertama (primipara) b. mengalami persalinan seksio sesarea

c. bersedia untuk diwawancara.

C. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Helvetia dengan mengambil data dan sampel dari Rumah Sakit Umum Sinar Husni Helvetia, yang mana di rumah sakit tersebut pernah dilakukan persalinan secara seksio sesarea pada ibu primipara, dan memiliki catatan rekam medik tentang persalinan seksio sesarea pada ibu primipara.

D. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan Mei 2011, sedangkan waktu pengambilan data pada bulan Januari sampai dengan Mei 2011.

E. Etika Penelitian

Peneliti lapangan adalah mereka yang banyak berjumpa dengan masyarakat. Dalam proses penelitian nantinya peneliti akan terjun langsung ke lapangan, dimana akan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Untuk itu, agar proses penelitian dapat berjalan dengan baik, maka peneliti harus berpegang teguh dengan etika penelitian yang akan ditegakkan dengan cara sebagai berikut : setelah peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada pihak rumah sakit barulah peneliti mengajukan surat persetujuan penelitian yang dibagikan pada setiap partisipan dengan tetap menghormati hak setiap partisipan kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada semua partisipan bahwa maksud dan tujuan penelitian kepada setiap partisipan adalah untuk memperoleh informasi tentang bagaimana pengalaman ibu yang melahirkan anak pertamanya dengan cara operasi seksio sesarea, manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengurangi angka


(49)

42

kejadian seksio sesarea yang tidak perlu, sehingga para ibu dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihan cara persalinannya.

Peneliti telah menjelaskan kepada setiap partisipan bahwa tidak akan ada efek samping apapun yang akan mengganggu kehidupan partisipan selama proses penelitian dan setelah selesai proses penelitian, semua data yang akan diberikan oleh partisipan akan dijaga kerahasiaan identitasnya dengan cara tidak menuliskan nama maupun alamat partisipan. Semua informasi yang diberikan akan diberi kode atau penomoran dan data tersebut hanya digunakan dengan semestinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, menghargai setiap jawaban yang diberikan oleh partisipan dengan cara tidak memotong pembicaraan dan tidak akan menyalahkan jika ternyata pendapat dari partisipan tidak

sesuai.

F. Alat Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data di lapangan peneliti sendiri merupakan alat atau pengumpul data utama, yang akan berjumpa langsung dengan masyarakat yang akan menjadi sampel penelitian. Agar peneliti dapat menjalankan perannya sebagai instrumen penelitian, peneliti bersikap menjaga hubungan baik dengan setiap partisipan, menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi pada saat pengumpulan data.

Jika peneliti menemukan kondisi partisipan yang tidak memungkinkan untuk diwawancarai, maka peneliti tidak akan melanjutkan wawancara, dan menggantinya dengan waktu yang lain sesuai dengan kesepakatan bersama. Peneliti menghargai adat istiadat dan kebiasaan setiap partisipan, peneliti mampu memperoleh informasi yang sangat luas dari setiap partisipan dengan melakukan wawancara mendalam dengan cara bertatap muka langsung dengan setiap partisipan dan dilakukan dengan berulang-ulang.


(50)

42

Dengan menggunakan kuesioner yang berisi data demografi peneliti mengetahui identitas secara umum setiap partisipan yang meliputi, umur, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, indikasi dilakukan seksio sesarea dan penghasilan ibu perbulan. Data demografi setiap partisipan dapat dilihat pada lampiran 2. Selain itu, peneliti juga menggunakan panduan wawancara tentang apa yang ibu alami dan ibu rasakan pada saat melahirkan anak pertamanya secara operasi seksio sesarea yang berisi 5 pertanyaan. Panduan wawancara dapat dilihat pada lampiran 3.

G. Pengumpulan Data

1. Setelah mendapatkan izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU Medan dan izin dari Direktur Rumah Sakit Umum Sinar Husni Helvetia, peneliti mengambil data melalui rekam medik untuk memperoleh data calon partisipan.

2. Setelah data diperoleh, peneliti melakukan wawancara awal sebagai pilot study dimana hasil wawancara tersebut diperiksa oleh pembimbing untuk melihat proses wawancara yang dimulai dengan probing sampai menganalisis data sudah benar serta melanjutkan penelitian selanjutnya.

3. Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan pendekatan kepada calon partisipan untuk mendapat persetujuan sebagai sampel penelitian.

4. Pada penelitian ini, partisipan diperoleh dari Rumah Sakit Umum Sinar Husni Helvetia sebanyak tujuh orang, data-data diperoleh dari rekam medik.

5. Untuk setiap partisipan yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Sinar Husni Helvetia, peneliti melakukan prolonged engangement kepada partisipan sebanyak 2 kali (setiap kunjungan lamanya 30-45 menit) kunjungan ke rumah sakit tempat ibu dirawat dan kunjungan ke rumah masing-masing partisipan, setelah kunjungan awal tersebut


(51)

42

peneliti merasa cukup dekat dengan partisipan, kemudian peneliti membuat janji dengan partisipan mengenai waktu wawancara, maka wawancara dilakukan sesuai waktu yang telah disepakati.

6. Setelah peneliti merasa cukup dekat dengan partisipan, peneliti memberikan kuesioner data demografi untuk diisi oleh partisipan dan panduan wawancara yang berisi beberapa pertanyaan untuk terlebih dahulu dipahami oleh partisipan. Partisipan diberi waktu untuk memahami pertanyaan dan mengingat kembali peristiwa yang dialaminya sehingga pada waktu wawancara partisipan dapat mengungkapkan hal-hal yang dialaminya secara jelas.

7. Dalam melakukan wawancara, peneliti merekam hasil wawancara dengan menggunakan alat perekam suara.

8. Setelah selesai wawancara yang pertama dimana wawancara dilakukan sebanyak dua kali pada setiap partisipan lamanya 30-45 menit, peneliti langsung membuat transkrip hasil wawancara, tanpa harus menunggu wawancara berikutnya kemudian melakukan analisis data.

9. Peneliti mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh. 10. Pengumpulan data selesai karena dengan tujuh sampel, saturasi data telah diperoleh peneliti.

11. Setelah diperoleh saturasi data, maka peneliti melakukan member check .

H. Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah metode analisis menurut Giorgi (1985). Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan peneliti adalah : mulai mengelompokkan semua data hasil dari wawancara mengenai pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea dan dibuat dalam sebuah transkrip wawancara


(52)

42

dari ketujuh partisipan, kemudian membaca masing-masing transkrip, dan membuat catatan pinggir untuk memilih pernyataan-pernyataan penting yang diungkapkan oleh setiap partisipan dengan menggunakan pengkodean, mengelompokkan pernyataan-pernyataan penting yang sejenis sehingga diperoleh beberapa kelompok yang memiliki pernyataan sejenis, membaca kembali pernyataan-pernyataan sejenis setiap kelompok sehingga dapat ditentukan kesimpulan yang menjadi tema dari kelompok pernyataan-pernyataan itu. Setelah diperoleh beberapa tema dari tiap-tiap kelompok, baru kemudian ditulis dan disajikan dalam bentuk narasi.

I. Tingkat Keabsahan Data

Untuk memperoleh tingkat keabsahan atau kepercayaan data hasil penelitian kualitatif, maka harus memenuhi beberapa kriteria, menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam Danim (2003) tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika peneliti berpegang pada empat prinsip yaitu : credibility, dependability, confirmability, dan transferability.

Tingkat kepercayaan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga prinsip yaitu :

1. Kredibilitas

Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian adalah : peneliti melakukan wawancara dan prolonged engagement yaitu pendekatan yang lebih mendalam kepada partisipan sehingga partisipan dan peneliti saling mengenal dan mempercayai. Untuk itu peneliti melakukan pendekatan sebanyak 2 kali (setiap kunjungan lamanya 30-45 menit) kunjungan ke rumah masing-masing partisipan. Hal ini dilakukan agar peneliti dan partisipan dapat menjalin hubungan yang baik, sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan. Kemudian dilakukan member check yaitu mengevaluasi kembali hasil


(53)

42

dari seluruh wawancara yang telah dilakukan, dengan cara menanyakan kembali kepada partisipan apakah sudah sesuai hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan yang dialami oleh partisipan.

2. Dependability

Dependability ini telah diterapkan oleh peneliti dengan membuat catatan lengkap yang berisi keseluruhan aktivitas peneliti selama proses penelitian, mulai dari awal penelitian, proses pengumpulan data, turun ke lapangan, proses wawancara, proses analisis data, proses pengujian keabsahan data, sampai proses membuat kesimpulan dari data yang diperoleh. Semua proses tersebut harus dapat ditunjukkan peneliti sebagai bukti bahwa hasil penelitian tersebut memiliki keandalan atau reliabilitas.

3. Konfirmabilitas

Agar hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan, dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Untuk itu penelitian ini selalu dibicarakan kepada orang yang berkompeten yaitu dosen pembimbing peneliti, karena pembimbing orang yang ahli dalam bidang penelitian kualitatif fenomenologi.


(54)

42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pengalaman ibu primipara yang melahirkan secara seksio sesarea. Adapun partisipan dalam penelitian ini adalah sebanyak tujuh orang. Semua partisipan melahirkan seksio sesarea di rumah sakit Sinar Husni Helvetia. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam dengan menggunakan alat perekam suara.

A.Karakteristik partisipan

Tujuh partisipan yang menjadi sampel penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai. Dari kuesioner data demografi diperoleh bahwa ketujuh partisipan berusia reproduktif, yaitu 19-35 tahun. Satu orang berusia 22 tahun, satu orang berusia 24 tahun, tiga orang berusia 25 tahun, satu orang berusia 29 tahun, dan satu orang berusia 34 tahun. Semua partisipan beragama islam, yakni sebanyak tujuh orang. Pendidikan terakhir mayoritas partisipan adalah SLTA yakni tiga orang, dua orang berpendidikan diploma, dan dua orang berpendidikan sarjana. Empat dari tujuh partisipan adalah ibu rumah tangga, dua orang bekerja sebagai wiraswasta dan 1 orang bekerja sebagai PNS.

Adapun alasan dilakukan seksio sesarea pada persalinan pertama ini adalah partus tak maju (PTM) pada 4 orang partisipan, panggul sempit pada dua orang partisipan, dan bayi besar pada satu orang partisipan. Empat orang partisipan berpenghasilan 500.000-1000.000, dan tiga orang partispan berpenghasilan lebih dari 1000.000. Data demografi partisipan dapat dilihat pada tabel 4.1


(55)

42

Table 4.1 Tabel data demografi partisipan

Karakteristik Jumlah

Umur ibu 21-30 tahun 31-40 tahun

6 orang 1 orang

Agama

Islam 7 orang

Pendidikan SLTA DIPLOMA SARJANA 3 orang 2 orang 2 orang Pekerjaan IRT Wiraswasta PNS 4 orang 2 orang 1 orang

Alasan dilakukan seksio sesarea Partus tidak maju

Panggul sempit Bayi besar

4 orang 2 orang 1 orang

Penghasilan ibu perbulan 500.000-1000.000 >1000.000

4 orang 3 orang


(56)

42

61

B. Pengalaman Ibu Primipara yang Melahirkan secara Seksio Sesarea

Dari hasil wawancara dengan tujuh partisipan telah ditemukan alasan ibu memilih seksio sesarea sebagai cara melahirkan anak pertama, perasaan yang ibu alami pre operasi, keadaan bayi saat lahir, hal-hal yang ibu alami selama dirawat di Rumah Sakit post operasi, proses pemulihan yang ibu alami setelah pulang dari rumah sakit.

1. Alasan ibu melahirkan anak pertama secara seksio sesarea

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh partisipan berkaitan dengan pilihan dalam melahirkan anak pertamanya secara seksio sesarea, yakni kelainan jalan lahir, kelainan pada janin, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah sebelum waktunya, dan alasan nonmedis.

a. Kelainan jalan lahir

Tiga dari tujuh partisipan menyatakan bahwa mereka memilih seksio sesarea sebagai cara melahirkan anak pertama karena adanya kelainan pada jalan lahir. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“…pinggulnya sempit,..ya udahlah akhirnya dioperasilah,…”

(Partisipan 1)

b. Kelainan pada janin

Tiga dari tujuh partisipan menyatakan bahwa mereka melahirkan anak pertama ini secara sekiso sesarea karena adanya kelainan pada janin, yaitu karena ukuran janin di dalam rahim lebih dari ukuran bayi normal, selain itu juga karena kondisi janin


(57)

42

61

di dalam rahim mengalami peningkatan denyut jantung janin yang biasa disebut fetal distress. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“…anaknya besar, terus pinggulnya sempit, jadi itu la

sebab-sebab kenapa kok dioperasi,..” (Partisipan 2)

”..karena kan detak jantungnya itu diperhatikan meningkat, dia udah stress, tapi dia gak ada dorongan untuk keluar…”

(Partisipan 6) c. Kelainan kontraksi rahim

Tiga dari tujuh partisipan menyatakan bahwa mereka melahirkan anak pertama ini secara seksio sesarea karena adanya kelainan kontrkasi rahim, yaitu tidak adanya kontrkasi pada rahim ibu, yang bisa disebabkan karena kurangnya produksi hormon oksitosin yang berfungsi untuk merangsang terjadinya kontrkasi. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“ ..anaknya gak itu, gak keluar juga, gak ada uwatnya gitu…”

(Partisipan 4) “ ,…..tapi gak ada mules cuma keluar air aja banyak kali

warna putih, karena kayak gitu dah takut terus ke dokter,

sama sekali gak ada mules..” (Partisipan 5)

d. Ketuban pecah sebelum waktunya

Dua dari tujuh partisipan menyatakan bahwa mereka melahirkan secara seksio ini karena ketuban pecah sebelum waktunya, sehingga cairan ketuban yang ada didalam rahim ibu berkurang, Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“..pas kencing banyak kali keluar air, katanya dah pecah ketuban…” (Partisipan 5)


(58)

42

61

“ tiba-tiba ada cairan bening keluar pas itu pagi-pagi subuh, pas lah sembilan bulan sepuluh harinya itu, terus aja la cairannya itu keluarkan merembes, periksa la langsung, dibawa la kerumah sakit, terus di USG, dilihat rupanya

memang cairan ketubannya itu dah berkurang,..” (Partisipan 6)

2. Perasaan yang ibu alami pre operasi

Ada beberapa hal yang dikemukakan oleh partisipan berkaitan dengan perasaannya sebelum proses persalinan secara seksio sesarea berlangsung, yakni perasaan takut, pasrah dan perasaan tenang. Setiap ibu yang akan menjalani proses persalinan akan mengalami perasaan takut, bercampur aduk, cemas, khawatir. Mereka khawatir jika bayi yang dilahirkan cacat, takut salah satu di antara mereka (ibu dan bayi) meninggal, takut dengan rasa sakit. Bagi ibu-ibu primipara yang baru pertama kali melahirkan, akan mengalami rasa cemas sehubungan pengalaman pertama mereka melahirkan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

a. Perasaan takut

Empat dari tujuh partisipan merasa takut sewaktu melahirkan anak pertama secara seksio sesarea. Ketakutan yang dirasakan ibu bisa berasal dari ketakutan akan kondisi anaknya yang akan dilahirkan, takut kalau terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Bisa juga rasa takut itu muncul karena yang ada dalam benak ibu jika dilakukan operasi maka perutnya akan dibelah, dan ketakutan lainnya yang dapat membuat ibu stres sebelum menjalani proses operasi terutama bagi ibu yang belum punya pengalaman tentang proses persalinan secara seksio sesarea. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :


(59)

42

61

“…takut terjadi sesuatu, khawatir aja kalau-kalau terjadi

sesuatu yang gak diinginkan,..” (Partisipan 3)

“..pertama ya takut, ya takutkan soalnya ya perutnya

kan dibelah gitu…” (Partisipan 5)

b. Bercampur aduk

Tiga dari tujuh partisipan mengalami perasaan yang berbaur mulai dari rasa cemas, takut, dan khawatir. Kondisi yang membuat ibu mengalami perasaan cemas dan takut lebih kepada kekhawatiran ibu akan kondisi bayinya, takut kalau terjadi sesuatu dengan anaknya, ada juga karena cemas menghadapi operasi yang belum pernah ibu rasakan sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“iya semua la kak campur aduk, cemas, takut,… takut kalo terjadi apa-apa sama anaknya, kan dah dirasakan lama tu, sakitnya dirasain dari pagi

sampai pagi lagi kok gak keluar keluar anaknya,..” (Partisipan 2)

“ …gimana ya, rasanya deg-degkan iya cemas,

bercampur aduk la rasanya,…” (Partisipan 3)

“..rasanya ,..ya..campur aduk, namanya juga mau

menghadapi operasi…” (Partisipan 6)

c. Pasrah

Satu dari tujuh partisipan merasa pasrah sebelum melahirkan anak pertama secara seksio sesarea, hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :


(60)

42

61

memang udah cukuplah dah dicoba dari awal normal..”

(Partisipan 7) d. Perasaan tenang

Tiga dari tujuh partisipan merasa tenang sebelum menjalani proses persalinan secara seksio sesarea, ibu merasa lebih tenang disebabkan karena ibu sudah merasa siap dengan segala resiko yang akan terjadi, walaupun kondisi yang terjadi tidak sesuai dengan yang ibu harapkan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“…perasaan awak dah gak ada lagi la rasa takut, gak ada sedikitpun cemas, deg-deg kan pun gak, cuma awak tau, awak dah ngerasain diklinik kayak gimana sakitnya, pokoknya selamat anak ku, itu

ajalah, selamat awak udah.” (Partisipan 1)

“..juga dah harus persiapkan diri, untuk hal-hal terburuk. khawatir, takut tuh dah gak ada lagi,

malah semangat aja,…” (Partisipan 6)

3. Keadaan bayi saat lahir

Semua partisipan yang melahirkan secara seksio sesarea keadaan bayi saat lahir adalah segera menangis, karena proses operasi yang dialami ibu dengan menggunakan anastesi lokal, dan anastesi ini cenderung aman. Dan perasaan ibu saat mendengar bayinya telah lahir adalah Lima dari tujuh partisipan merasa lega, bahagia, dan haru pada saat mendengar bahwa bayi mereka yang telah ditunggu selama sembilan bulan telah lahir dengan selamat, setiap ibu pasti menunggu kelahiran bayi mereka dengan selamat, anugerah yang terbesar bagi seorang wanita ketika mampu melahirkan


(61)

42

61

seorang bayi yang akan menjadi penerus garis keturunan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“…ya dengar aja kalau dia nangis…” (partisipan 1)

“…cuma dengar aja, pas suara nangis si adek dengar,

pas dibawa keluar dipakein baju terus di ciumkan ke saya,…”

(Partisipan 2) “…pas dah lahir tu rasanya lega la dah lahir

juga nya anakku gitu..” (Partisipan 1)

“…ya senang la, bayinya lahir selamat normal, lengkap la semuanya kan, jadi yang tadi takut-takut pun dah gak takut lagi, begitu nengok bayinya …”

(Partisipan 5)

4. Hal-hal yang ibu alami selama dirawat di rumah sakit pos operasi

Ada beberapa hal yang dialami ibu setelah menjalani proses operasi seksio sesarea selama ibu dirawat di rumah sakit, yakni, kondisi ibu pos operasi selama dua jam, mobilisasi dini yang ibu lakukan post operasi dan aktivitas dalam merawat bayi.

a. Kondisi ibu pos operasi selama 2 jam

Lima dari tujuh partisipan mengalamai beberapa kondisi setelah selesai operasi sampai dua jam seperti belum bisa bergerak, kaki terasa kebas, ada yang sudah merasakan denyut pada bagian bekas operasi, ada juga yang belum merasakan apa-apa karena respon tubuh terhadap obat bius berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“…gak bisa bergerak awak, kadang mau rasanya berdenyut..”


(62)

42

61

“..belum terasa apa-apa, sampai di ruang perawatan

udah mulai terasa dikit-dikit la, kan dah agak ilang biusnya…”

(Partisipan 4)

b. Mobilisasi dini yang ibu lakukan pos operasi

Semua partisipan yang melahirkan secara seksio sesarea akan melakukan mobilisasi dini pos operasi, selama dirawat di rumah sakit ibu dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini agar proses penyembuhan dapat berlangsung dengan baik. Proses mobilisasi yang dapat ibu lakukan setelah operasi antara lain, miring ke kiri dan ke kanan, duduk, jongkok, berdiri, dan berjalan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“…2 hari la dah bisa miring kiri miring kanan, kan 4 hari di rumah sakit, pas hari ke 3

dah bisa ya jalan, duduk, udah mulai bisa la…” (Partisipan 2)

“…hari pertama cuma bisa miring kanan, miring kiri….”

(Partisipan 3) c. Aktivitas dalam merawat bayi

Semua partisipan dapat melakukan aktivitas dalam merawat bayi, walaupun masih terbatas seperti memangku bayi, memberikan ASI pada bayi, dan ibu tetap dibantu oleh perawat atau bidan maupun keluarga dalam melakukan aktivitas dalam merawat bayi. Akan tetapi, ibu belum bisa memandikan bayinya karena kondisi ibu masih lemah. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“kalau mandiin anak saya belum bisa, orang tua saya yang mandiin makein bajunya pun orang tua saya,


(63)

42

61

cuma disuruh duduk, pangkuin terus susui anak saya”

(Partisipan 3)

“…paling cuma bisa mangku si dedek aja la, dah bisa

nyusui juga la…” (Partisipan 4)

5. Proses pemulihan yang ibu alami setelah pulang dari rumah sakit

Setelah ibu pulang dari rumah sakit, ibu akan mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Namun, ada beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan ada pula yang tidak dapat dilakukan oleh ibu selama beberapa hari dirumah setelah operasi. Proses penyembuhan yang ibu alami tidak sama, ada yang proses penyembuhannya berjalan lancar, ada yang proses penyembuhannya lambat. Hasil jahitannya ada yang bagus, ada pula yang bermasalah, ibu juga masih mengalami nyeri pada bekas operasi, dan ibu juga harus menjaga bekas operasi.

a. Aktivitas yang dapat dilakukan

Empat dari tujuh partisipan selama beberapa hari dirumah setelah pulang dari rumah sakit dapat melakukan berbagai aktivitas, seperti, sudah bisa berdiri, jongkok, ke kamar mandi sendiri dan sudah bisa memberikan ASI dengan lancar. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut :

“..ya kalau pas dirumah dah bisa lah awak mo berdiri mo jongkok, dah bisa karena gak naek-naek tempat tidur,..”

(Partisipan 1) “..nyusui semakin lancar, jadi gak dikasi lagi susu dodot,

cuma ya…malam itu jadinya bergadang…” (Partisipan 7)


(1)

(2)

(3)

(4)

64 Lampiran 6


(5)

(6)

64 Lampiran 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yusra Suhaila

Tempat /tanggal lahir : Medan, 10 Oktober 1985

Agama : Islam

Nama ayah : Abd. Halim Ombak, S.Pd.I Nama ibu : Halimatussa’diyah

Anak ke : 5 ( lima ) dari lima bersaudara Alamat : Jl. Ismailiyah No.75 Medan, 20215

Riwayat pendidikan :

1. SD : SD Negeri 060811 Medan Tamat 1995 2. SMP : MTs Alwashliyah Tembung Tamat 2001

3. SMU/SMA : MAN 1 Medan Tamat 2004

4. AKADEMI : Akbid Nusantara 2000 Medan Tamat 2007 5. UNIVERSITAS : D-IV BIDAN PENDIDIK