BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening , Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

  2.1.1.Teori Keagenan Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

  Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh Good Corporate Governance (GCG) sesuai dengan kontrak.

  Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Muh.arif, 2007).

  Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk

  averse ). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya .

  Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Muh.arif, 2007).

  Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

  Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada

  teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate

  

governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya

keagenan (agency cost).

2.1.2 Good Corporate Governance

  2.1.2.1 Definisi

  Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara

  kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer

  Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan

Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan

  antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan , pihak kreditur, pemerintah , karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

  Istilah Corporate Governance itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report yang mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi.

  The Organization for Economic Corporation and Development (1999)

  dalam mendefinisikan corporate governance sebagai suatu struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan – tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan –tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.

  Berdasarkan definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

  

corporate governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses, dan

  seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan – hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan – kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan – kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

  Bassel Committee on Banking Supervision-Federal Reserve menetapkan bahwa bank merupakan suatu komponen kritis ekonomi. Mereka menyediakan pembiayaan perusahaan komersial, layanan keuangan dasar untuk segmen yang luas dan akses sistem pembayaran (Brigham dan Erhardt, 2005). Pentingnya bank bagi ekonomi nasional digaris bawahi oleh kenyataan bahwa perbankan secara universal sebuah industri regulator dan bank memiliki akses ke jaring pengaman pemerintah. Hal ini sangat penting, oleh karena itu bank harus memiliki tata kelola perusahaan yang kuat

2.1.2.2 Prinsip Good Corporate Governance

  Salah satu pilar penting dalam good corporate governance di perbankan adalah komitmen penuh dari seluruh jajaran pengurus bank hingga pegawai yang terendah untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Maka dari itu seluruh karyawan wajib untuk menjunjung tinggi prinsip good corporate governance. Dalam penerapannya, OECD menyusun prinsip-prinsip yang mengatur good corporate governance, diantaranya: seperti Transparency, Accountability, Responsibility,

  Independency dan Fairness (TARIF) seperti halnya sebagai berikut:

  1. Transparency (Transparansi) Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan

  2. Accountablity (Akuntabilitas) Merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

  3. Responsibility (Pertanggungjawaban) Adanya kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan bank terhadap prinsip korporasi yang sehat seta peraturan perundangan yang berlaku.

  4. Independency (Independensi) Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.

  5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)

  Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diperlakukan sama atau setara.

2.1.2.3 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance

  GCG dapat memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif, sehingga dapat tercipta mekanisme checks and balance di perusahaan. Menurut Forum Corporate Governance in Indonesia

  (FCGI) ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil dari penerapan GCG yang

  baik, antara lain: Meningkatkan kinerja perusahaan .

  2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.

  3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia.

  4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja

  perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s

  value dan deviden

  Pelaksanaan Corporate Governance yang baik adalah merupakan langkah penting dalam membangun kepercayaan pasar (market convidence) dan mendorong arus investasi internasional yang lebih stabil, bersifat jangka panjang. Menurut Bassel Committee on Banking Supervision, tujuan dan manfaat

  good corporate governance antara lain sebagai berikut:

  1. Mengurangi agency cost, biaya yang timbul karena penyalahgunaan wewenang, ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah timbulnya suatu masalah

  2. Mengurangi biaya modal yang timbul dari manajemen yang baik, yang mampu meminimalisir resiko.

  3. Memaksimalkan nilai saham perusahaan, sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan dimata publik dalam jangka panjang

  4. Mendorong pengelolaan perbankan secara professional, transparan, efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris. Direksi dan RUPS dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.

  6. Menjaga Going Concern perusahaan

2.1.2.4 Unsur –unsur Good Corporate Governance

  Menurut Kresnohadi,(2002) unsur – unsur Corporate Governance terdiri atas 2 kelompok , yaitu unsur –unsur yang berasal dari dalam perusahaan (dan yang selalu diperlukan di dalam perusahaan) dan unsure – unsure yang ada di luar perusahaan ( dan yang selalu diperlukan di luar perusahaan) yang dapat menjamin berfungsi Good Corporate Governance .

1. Corporate Governance – Internal Perusahaan.

  Maksud unsur – unsur internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa unsur yang dimaksud antara lain: a.

  d.

  Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan

  Pengesah Legalitas.

  g.

  Pemberi Pinjaman.

  f.

  Institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan.

  e.

  Akuntan Publik.

  Institusi Penyedia Informasi.

  Pemegang Saham.

  c.

  Investor.

  b.

  Kecukupan undang – undang dan perangkat hukum.

  Diantaranya: a.

  Corporate Governance – Eksternal Perusahaan. Yang dimaksud unsur eksternal adalah beberapa unsurr yang berasal dari

  Direksi / manager /karyawan / serikat pekerja 2.

  Dewan Komisaris c. Komite Audit d.

  b.

2.1.2.5 Mekanisme Corporate Governance

  suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan baik yang melakukan kontrol/ pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsd dan Seward, 1990 dalam Arifin, 2005). Untuk meminimalkan konflik kepentingan antara principal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan perusahaan, diperlukan suatu cara efektif untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan tersebut. Menurut Boediono (2005), mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem yang mampu mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan untuk menekan terjadinya masalah

  Dalam paper Bassel Committee on Banking Supervision-Federal

  Reserve , telah menyoroti fakta bahwa strategi dan teknik yang didasarkan

  pada Prinsip-prinsip OECD (Brigham dan Erhardt, 2005), yang merupakan dasar untuk melaksanakan tata kelola perusahaan meliputi: a.

  Nilai-nilai perusahaan, kode etik dan perilaku lain yang sesuai standar dan sistem yang digunakan untuk memastikan kepatuhan mereka.

  b.

  Pembentukan mekanisme untuk interaksi dan kerjasama di antara dewan direksi, manajemen senior, dan para auditor.

  c.

  Sistem pengendalian internal yang kuat, termasuk fungsi-fungsi audit internal dan eksternal, manajemen risiko fungsi independen dari lini bisnis, dan check and balance lainnya. Menurut Iskandar & Chamlao (2000) dalam Lastanti (2004), mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan eksternal mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external

  

mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan

mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.

2.1.2.6 Mekanisme Struktur Kepemilikan Bank

  Kajian mengenai struktur kepemilikan sangat menarik untuk dilihat lebih suatu bank akan dipengaruhi oleh siapa yang menjadi pemilik di belakang bank tersebut. Hal ini sangat beralasan karena pemilik memiliki kewenangan yang besar untuk memilih siapa-siapa yang akan duduk dalam manajemen yang selanjutnya akan menentukan arah kebijakan bank tersebut ke depan.

  Struktur kepemilikan yang dimaksud dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu Kepemilikan Direksi dan kepemilikan institusi.Struktur kepemilikan ( Kepemilikan Direksi dan kepemilikan institusional ) oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh kepada kinerja perusahaan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki.( Wahyudi dan Pawestri ,2006).

  2.1.2.6.1 Kepemilikan Bank Manajerial

  Kepemilikan bank manajerial adalah kepemilikan saham yang dimiliki manajer, direksi, komisaris yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).

  Watts et al. (1986) dalam Positive Accounting theory menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.

  2.1.2.6.2 Kepemilikan Bank Institusi

  Kepemilikan bank institusi adalah kepemilikan saham yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Sedangkan yang dimaksud dengan blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan diatas 5% tetapi tidak termasuk dalam kepemilikan insider (Fitri dan Mamduh, 2003 dalam Oktapiyani, 2009).

  Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi dampak dari keinginan manajemen untuk kepentingannya sendiri. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen.(Boediono, 2005)

  Cornet et al, (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku oppurtunistic atau mementingkan diri sendiri.

2.1.2.7 Mekanisme Pengendalian Internal

  Internal corporate governance mempunyai efek langsung guna

  mendorong manajer untuk meningkatkan kinerja (Faisal, 2005). Internal

  

corporate governance dibedakan menurut fokus pengendaliannya yakni internal

corporate governance-manajer (ICG-manajer) dan internal corporate

governance -pemilik (ICG-pemilik), 1CG-manajer menekankan pada pengendalian

  dalam diri manajer yang distimulir secara internal (melalui perhatian pemilik terhadap kepentingan manajer) agar manajer meningkatkan kínerja terutama pengendalian manajer (melalui pihak lain) agar manajer meningkatkan efisiensi. Dengan demikian, kombinasi dari dua bentuk ICG ini cenderung superior dalam menjelaskan kemampuan good corporate governance dalam mempengaruhi kinerja bank. Dalam penelitian ini, pemantauan terhadap terselenggaranya sistem pengendalian intern dalam rangka mewujudkan good corporate

  governance dipengaruhi oleh beberapa faktor:

2.1.2.7.1 Ukuran Dewan Komisaris

  Pembentukan dewan komisaris merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk memonitor kinerja manajer. Surat Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta BEJ Nomor: Kep-315/BEJ/06-2000 mengharuskan perusahaan yang terdaftar di bursa efek untuk memiliki dewan komisaris yang memonitor perusahaan agar tercipta Good Corporate Governance di Indonesia .Secara hukum dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi. Dalam melakukan pemantauan terhadap direksi, dewan komisaris memastikan bahwa direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern Bank (SKAI), auditor eksternal, hasil pengawasan Bank Indonesia dan/atau hasil pengawasan otoritas lain. Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengawasi dipenuhinya kepentingan semua stakeholders berdasarkan azas kesetaraan, serta mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank.

  Ukuran dewan komisaris menentukan tingkat keefektifan pemantauan kinerja bank. Menurut Chtourou et al (2001) dalam penelitiannya bahwa dengan perusahaan akan semakin baik. Dalam komposisi ukuran dewan komisaris didalamnya terdapat komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

2.1.2.7.2 Komisaris Independen

  Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance . Komisaris menurut Code tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan memberikan nasihat bilamana diperlukan.Tugas utama komisaris independen adalah memperjuangakan kepentingan pemegang saham minoritas.

  Kriteria yang harus dimiliki oleh komisaris independen menurut Surat Edaran BI No.9/12/DPNP dalah sebagai berikut

  1. Tidak memiliki hubungan keuangan, yakni apabila memperoleh penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman dari anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau direksi (pengurus) Bank, dari perusahaan yang PSP nya pengurus Bank, dan dari Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank

  2. Tidak memiliki hubungan kepengurusan, yakni apabila menjadi pengurus pada perusahaan dimana Dewan Komisaris Bank lainnya pengurus Bank, dan menjadi pengurus atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan PSP Bank

  3.Tidak memiliki hubungan kepemilikan saham yakni apabila menjadi pemegang saham pada perusahaan yang PSP nya adalah pengurus dan/atau PSP Bank, dan/atau menjadi pemegang saham pada perusahaan PSP Bank

  4. Tidak memiliki hubungan dengan Bank apabila: a) Memiliki saham Bank lebih dari 5% dari modal disetor bank .

  b) Menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak yang member bantuan, seperti pihak terafiliasi dan/atau pihak yang melakukan transaksi keuangan dengan bank (debitor inti dan deposan inti).

  Aktivitas monitoring oleh pihak independen sangat diperlukan. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa semakin banyak jumlah pemonitor maka kemungkinan terjadi konflik semakin rendah dan akhirnya akan menurunkan agency cost. Hal ini dapat menumbuhkan tingka kepercayaan investor, pihak ketiga terhadap perusahaan (Bathala, et al. 1994 dalam Oktapiyani, 2009). Pihak independen ini dapat berperan sebagai agen pengawas yang efektif untuk mengurangi masalah keagenan, karena mereka dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer

  Sesuai dengan pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia , bank harus memastikan bahwa fungsi Komite Audit dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank bank yang besar, harus memiliki Komite Audit sedangkan untuk bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.

  Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal.

  Penelitian mengenai komite audit ada yang mengindikasikan kurang efektifnya keberadaan komite audit sebagai salah satu praktek corporate

  

governance di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ. Mayangsari

  (2003) meneliti pengaruh keberadaan komite audit terhadap integritas laporan keuangan, disimpulkan bahwa keberadaan komite audit berhubungan negatif dengan integritas laporan keuangan.

  Klein (2002) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Kandungan discretionary accruals tersebut berkaitan dengan kualitas laba perusahaan.

  Price Waterhouse (1980) dalam Mc.Mullen (1996) menyatakan bahwa investor, analis dan regulator menganggap komite audit memberikan kontribusi kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan illegal.

4.1.3. Manajemen laba .

2.1.3.1 Pengertian Manajemen laba

  Apabila kita bicara tentang manajemen laba, bahasan kita tidak akan terlepas dari suatu teori di akuntansi, yaitu teori akuntansi positif atau positive

  accounting theory. Watts dan Zimmerman, dalam buku mereka yang berjudul

  “Positive Accounting Theory”, Watts dan Zimmerman (1986) memaparkan suatu teori akuntansi yang berusaha mengungkapkan bahwa faktor-faktor ekonomi tertentu atau ciri-ciri suatu unit usaha tertentu bisa dikaitkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan. Lebih khususnya, Watts dan Zimmerman (1986) mengungkapkan pengaruh dari variabel-variabel ekonomi terhadap motivasi manajer untuk memilih suatu metode akuntansi. Mereka penting dalam perkembangannya, sebab teori ini dapat memberikan pedoman kepada para pembuat keputusan kebijakan akuntansi dalam melakukan perkiraan- perkiraan atau penjelasan-penjelasan akan konsekuensi dari keputusan tersebut..

  Manajemen laba dapat didefinisi sebagai íntervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi.(schipper,1989 dalam subramanya,2010). Sering kali proses ini mencakup mempercantik laporan keuangan, terutama angka yang paling bawah yaitu laba.

  Manajemen Laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan (Setyawati dan Na’im, 2000).

  Manajemen Laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Standar akuntansi dan mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini. Namun, tidak mungkin untuk meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas usaha. Lagipula, akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan penilaian. Hal ini menyebabkan kebebasan manager dalam menetapkan angka akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberi kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informative, kebebasan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan dan melakukan manajemen laba.

2.1.3.2 Motivasi melakukan Manajemen Laba

  Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan . manajemen laba menurut Setyawati dan Na’im (2000) yaitu :

  1. Contractual Motivations. Penelitian Healy (1985) membuktikan bahwa Good Corporate Governance (GCG) yang didasarkan atas data akuntansi merupakan insentif bagi para manajer untuk memilih prosedur dan metode akuntansi yang dapat memaksimumkan besarnya bonus yang akan diperoleh.

  2. Initial Public Offering. Sebagai sumber informasi bagi investor di pasar modal. Sebagai suatu perusahaan, akan mencoba membuat laporan keuangan secara agresif pada saat pertama kali go public agar dapat menarik calon investor.

  3. Debt Convenant. Salah satu persyaratan dalam pemberian kredit seringkali mencakup kesediaan debitur untuk mempertahankan tingkat rasio modal kerja minimal, rasio debt to equity minimal, maksimum pemberian deviden ke pemegang saham, atau batasan-batasan lain yang umumnya dikaitkan dengan data akuntansi perusahaan.

  4. Taxation Motivations. Adanya Good Corporate Governance (GCG) kerugian fiskal berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh yaitu apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya – biaya yang diperkenankan oleh UU PPh didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikurangkan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut –turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian.

  5. Political Motivation. Pada perusahaan besar yang memiliki biaya akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari perode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporka. Biaya politik muncul di karenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

  6. Changes Of CEO. Laporan Keuangan yang merupakan suatu indikator keberhasilan atau tidak bagi direksi , apabila kinerja perusahaan buruk maka mereka berusaha untuk memaksimalkan pendapatan.

  2.1.3.2 Strategi Manajemen laba Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Dalam hal ini terdapat beberapa strategi menurut Scott (1997) dan Subramanyam (2010) yaitu :

  1. Big bath . Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-

  off) sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih

  biasanya periode dengan kinerja buruk atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen , merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya. Oleh karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk menghapus meningkatkan laba di masa depan.

  2. Increasing Income . Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil dari akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba

  3. Income smoothing . Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkanbagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan dan kemudian melaporkan laba inisaat periode buruk.

  Adapun mekanisme yang dilakukan secara akuntansi adalah:

  1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi,seperti estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

  2. Mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke

  3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Metode ini juga disebut juga dengan manipulasi keputusan operasional.

  Contohnya rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai periode akuntansi berikutnya (Delay dan Vigeland,1993 dalam penelitian Setyawati, 2000).

  Manajemen laba dapat dilakukan melalui kebijakan akrual. Dalam mengaplikasikan kebijakan akrual digunakan accrual, deferral dan prosedur alokasi yang bertujuan untuk menyesuaikan beban dan pendapatan dengan periodenya, bukan mengkaitkan beban dan pendapatan berdasarkan atas pengeluaran dan penerimaan kas (cash basic). Oleh karena itu, kebijakan akrual dalam mengaplikasikan standar akuntansi dapat dimanfaatkan untuk melakukan manajemen laba.

  .

2.1.4 Kinerja Perbankan

  Kinerja adalah pencapaian dari suatu tujuan suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur dengan standar.

  Penilaian kinerja perusahaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan. Kinerja merupakan pengawasan terus menerus dan pelaporan penyelesaian program, terutama kemajuan terhadap tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada dasarnya tujuan dari pengukuran kinerja perbankan tidaklah jauh berbeda dengan kinerja perusahaan pada umumnya. Pengukuran kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu, pengukuran kinerja juga dibutuhkan untuk menetapkan strategi yang tepat dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan itu merupakan fondasi tempat berdirinya pengendalian yang efektif.

  Penilaian kinerja bank sangat penting untuk setiap stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang kompetitif. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka ada kemungkinan nilai sahamnya dan jumlah dana pihak ketiga akan naik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan.

  Kinerja perbankan sendiri sering dinilai terkait erat dengan tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator.

  Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Dalam UU RI No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 29 disebutkan bahwa Bank Indonesia berhak untuk menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Oleh karena itu Bank Indonesia mengeluarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia No 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret

  Pengukuran kinerja secara garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu pengukuran non finansial dan finansial. Kinerja non finansial adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan informasi-informasi non finansial yang lebih dititik beratkan dari segi kualitas pelayanan kepada pelanggan. Sedangkan pengukuran kinerja secara finansial adalah penggunaan informasi-informasi keuangan dalam mengukur suatu kinerja perusahaan. Informasi keuangan yang lazim digunakan adalah laporan rugi laba dan neraca.

   Aspek Kualitas manajemen merupakan penilaian terhadap kemampuan manajerial pengurus bank untuk menjalankan usaha, kecukupan manajemen resiko, dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Untuk mengukur kinerja manajemen suatu bank apakah telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan hasil guna, maka melalui rasio-rasio keuangan disini juga dapat diukur secara kuantitatif tingkat efisiensi yang telah dicapai oleh manajemen bank yang bersangkutan.

  Informasi mengenai kinerja sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Bagi kelompok investor, kreditor maupun masyarakat umum menginginkan investasi mereka yang ditanamkan ke bank perlu untuk mengetahui kinerja bank tersebut. Pengembalian atas investasi modal berguna bagi evaluasi manajemen, analisis profitabilitas, peramalan laba, serta perencanaan dan pengendalian. Menggunakan angka pengembalian atas investasi modal untuk tujuan tersebut membutuhkan pemahaman mendalam mengenai ukuran pengembalian ini. Karena ukuran pengembalian mencakup komponen yang Subramanyam, Halsey, 2005).

  Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik ( Mawardi, 2005).

  Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23./DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran Id, rasio Return On Assets (ROA) dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total asset (total aktiva). Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum pajak.

  21. Total aset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar Return

  

On Assets (ROA) menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat (Siamat, 2005). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka Return On Assets (ROA)

  ≥ 2%, agar bank tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat (Marnov :2009) Dalam penelitian ini sebagai indikator yang di pergunakan adalah

  Return On Asset ( ROA) yaitu menunjukan seberapa banyak laba bersih yang bisa

  diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan.

  Semakin besar ROA suatu bank , semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan menunjukan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam segi pengunaan aset. ROA mencerminkan kegiatan usaha murni bank dan dapat mengukur keseluruhan tingkat efektifitas bank dalam menghasilkan profit dengan aset yang tersedia dengan kata lain mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba dari aset yang dimilikinya. Semakin besar Return on Assets (ROA) menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik. Apabila Return on

  

Assets (ROA) meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga

  dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Husnan, 1998).

2.1.2.Tinjauan Penelitian terdahulu

  Penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia “ oleh Endang Kemalasari ( Juni – 2009 ) , membuktikan bahwa Good Corporate

  

Governance secara simultan dan partial mempunyai pengaruh yang tidak

  signifikan terhadap kinerja perusahaan .Dengan variabel yang di pergunakan adalah Komposisi Dewan Komisaris , Kepemilikan Institusional dan Komite Audit dengan metode hipotesis yang di pergunakan adalah regeresi linear berganda dengan program SPSS dengan tingkat signifikan pada confidence level 95 % dengan Alpha 0.05.

  Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Sambas ade Kesuma (2007) dengan populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003 yang berjumlah 157 perusahaan.

  Sampling dilakukan dengan menggunakan tabel Krejcie & Morgan dan besarnya ini ada tiga: variabel independen yaitu good corporate governance yang diproksikan dengan Kepemilikan Direksi, kepemilikan institusional, dan komite audit; variabel kontrol yaitu leverage dan pertumbuhan; dan variabel dependen yaitu kinerja perusah aan. Signifikansi (α) lebih kecil dari 0,05. Dengan kesimpulan dari penelitian nya adalah secara parsial Kepemilikan Direksi dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, hanya komite audit dan variabel kontrol, leverage yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Sedangkan secara simultan, Kepemilikan Direksi, kepemilikan institusional, dan komite audit, serta leverage dan pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

  Penelitian lainnya “Pengaruh Good Corporate Governance dan

  

Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa efek Indonesia (BEI) Tahun 2004 – 2007 “oleh Samáni ( Sept 2008) dengan kesimpulan bahwa berdasrakan hasil pengujian menunjukan bahwa variabel Kepemilikan Institusional, Aktivitas Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Komisaris Independen, Komite Audit dan rasio leverage berpengaruh terhadap Kinerja keuangan.

  Muh. Arief Ujiyantho dan Bambang Agus Pramuka (2007) dengan judul

  

Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan

  (Studi Pada Perusahaan go publik Sektor Manufaktur)” dengan populasi penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2002-2004.Menggunakan Teknik Purposive Sampling yang digunakan menghasilkan 30 perusahaan sebagai sampel. Adapun variabel yang digunakan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris, variable intervening yaitu manajemen laba, dan variabel dependen yaitu kinerja perusahaan.Dengan hasil penelitian ini adalah secara simultan, kepemilikan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, akan tetapi manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

  Jojor Lisbet Sibarani (2010) dalam ‘Analisis Pengaruh Corporate

  Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahan Consumer Goods yang

  Terdaftar di BEI Dengan Manajemen laba sebagai Variabel Intervening’ dengan Populasi penelitian ini adalah perusahaan Consumer Goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia -2004 - 2008. Teknik Purposive Sampling yang digunakan menghasilkan 12 perusahaan sebagai sampel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini : Kepemilikan Institusional , Kepemilikan Direksi , Komposisi Dewan Komisaris Independen , Ukuran Dewan komisaris dan Komite Audit dan Manajemen laba sebagai variabel Intervening serta variabel dependen yaitu kinerja perusahaan. Dengan signifikansi (α) lebih kecil dari 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Penerapan GCG mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja perusahaan dan manejemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening , Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

6 170 122

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 41 110

Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 46 93

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba dengan Profitabilitas sebagai variabel moderating Pada Perusahaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 46 80

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja Keuangan Perusahaan - Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Struktur Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Good Corporate Goverance - Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance and Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Transaksi Pihak - Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan Manajemen Laba Terhadap Kinerja Keuangan dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Moderating p

0 0 27