Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening , Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN

MENGGUNAKAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(STUDI PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA )

TESIS

Oleh :

MAF’UL TAUFIQ 107017103 /AKT

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN

MENGGUNAKAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA )

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera utara

Oleh :

MAF’UL TAUFIQ 107017103 /AKT

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Judul Penelitian : PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA )

Nama Mahasiswa : Maf’ul Taufiq Nomor Pokok : 107017103 Program Studi : Ilmu Akuntansi Program Magister : Ilmu Ekonomi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) (Dra Sri Mulyani MBA, Ak Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang,MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 04 February 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak

2. Dra. Tapi Anda Sari lubis, M.Si, Ak 3. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak 4. Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN

MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING ( Studi Pada Perusahaan Perbankan Yang terdaftar di Bursa efek Indonesia)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis atau adanya plagiat dalam bagian – bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi –sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 9 February 2013

Yang membuat Pernyataan

Maf’ul Taufiq


(6)

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN

MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING ( Studi Pada Perusahaan Perbankan Yang terdaftar di Bursa efek Indonesia)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI, untuk mengetahui apakah Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI melalui manjemen laba sebagai variabel intervening, untuk mengetahui apakah good corporate governance berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI serta untuk mengetahui apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 31 perusahaan dan dengan menggunakan metode purposive sampling sesuai dengan kriteria terdapat 18 perusahaan perbankan terpilih, dan dengan mengunakan tahun amatan 2007 s/d 2010 (4 tahun) tetapi untuk mengukur discretionary accrual ditambah dengan tahun amatan 2006, maka akan di peroleh 72 data amatan sebagai sampling dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linear. Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa Penerapan Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap Kinerja Keuangan (KK). Dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya manajemen laba bukan merupakan variabel yang baik dalam memediasi hubungan antara Good Corporate Governance (GCG) dengan Kinerja Keuangan (KK), dan Good Corporate Governance (GCG) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba serta manajemen laba berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.

Kata kunci: Good Corporate Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan


(7)

THE INFLUENCE OF THE APPLICATION OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE ON FINANCIAL PERFORMANCE BY USING

PROFIT MANAGEMENT AS INTERVENING VARIABLE (A Study of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock

Exchange)

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out whether or not Good Corporate Governance (GCG) had influence on the financial performance of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange, whether or not Good Corporate Governance (GCG) had influence on the financial performance of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange through profit management as intervening variable, whether or not Good Corporate Governance (GCG) had influence on the profit managementof the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange, and whether or notthe profit management had influence on the financial performance of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange. The population of this study was 31 banking companies registered in the Indonesian Stock Exchange and 18 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. To measure the discretionary accrual, the data for this study were 72 data resulted from the observation of the data from 2006 to 2010 (5 years). The hypothesis was tested through linear regression analysis. The result of this hypotesis testing showed that the application of Good Corporate Governance (GCG) directly had a significant influence on the financial performance. The application of Good Corporate Governance (GCG) with profit management as intervening variable did not have any significant influence on the company’s performance meaning that profit management is not a good variable in mediating the relationship between Good Corporate Governance (GCG) and financial performance and Good Corporate Governance (GCG) did not have any significant influence on profit management, and profit management had a negative and insignificant influence on the financial performance.

Keywords: Good Corporate Governance, Profit Management, Financial Peformance


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening , Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui program beasiswa unggulan.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang juga merupakan Ketua Komisi pembimbing yang telah banyak member bimbingan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. 5. Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak, selaku anggota komisi pembimbing yang

telah memberi bimbingan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

6. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan komisi pembanding yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

7. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak, selaku komisi pembanding yang telah mmberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

8. Bapak Drs. Erwin Abubakar MBA, Ak, selaku komisi pembanding yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

9. dr. Hj. Maulisa Harahap istri tercinta dan anak –anakku tersayang Annahlu Azzahra Maz’u dan Moh Fathi Yakan Al fathan Maz’u yang telah memberikan semangat dan inspirasi selama penulisan tesis ini.

10.Team Finance XL medan yang telah memberikan pengertian dan kelonggaran selama masa studi dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang kosntruktif dalam penyempurnaan tesis ini. Dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pihak lain yang memerlukannya.

Medan, Januari 2013 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 9

1.3 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Manfaat Penelitian... 11

1.5 Originalitas ………... 12

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis ... 14

2.1.1 Teori Keagenan ... 14

2.1.2 Good Corporate Governance ... 16

2.1.3 Manajemen Laba ... 30

2.1.4 Kinerja Perbankan ... 35

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 39

BAB. III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual ... 43


(10)

BAB . IV. METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ... 49

4.2 Lokasi Penelitian... ... 49

4.3 Populasi dan sampel ... 50

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 52

4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 53

4.6 Model Penelitian ... 57

4.7 Metode Analisis Data ... 58

4.7.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 58

4.7.2 Pengujian Hipotesis ... 61

BAB. V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskriptif data ... 62

5.2 Pengujian Asumsi Klasik... ... 63

5.2.1 Uji Normalitas ... ... 64

5.2.2 Uji Heteroskedastisitas... ... 65

5.3. Pengujian Hipotesis ……… 66

5.3.1 Analisis Pengaruh Penerapan good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit terhadap kinerja keuangan………. 66

5.3.2 Analisis Pengaruh Penerapan Good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit berpengaruh terhadap terhadap kinerja perusahaan melalui manjemen laba sebagai variabel intervening ………... 69

5.3.2.1 Analisis Regresi Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Earning Management (EM) ……….. 69 5.3.2.2 Analisis Regresi Good Corporate

Governance (GCG) dan Earning Management (EM) Terhadap Kinerja


(11)

Keuangan (KK)……….. 72

5.3.2.3 Uji Intervening ... 75

5.4. Pembahasan Hasil Penelitian………… ………. 77

5.4.1. Pengaruh Penerapan good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit terhadap kinerja keuangan……… 77

5.4.2. Pengaruh Penerapan Good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit berpengaruh terhadap kinerja perusahaan melalui manjemen laba sebagai variabel intervening 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 86

6.2Keterbatasan... ... 87

6.3Saran ... ... 87


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel. 1. 1 Indonesia most trust companies 2011 .…………. 9

Tabel. 2 .1 Peneliti Terdahulu……….…………. 42

Tabel. 4. 1 Populasi ………..………. 50

Tabel. 4. 2 Penentuan Jumlah Sampel……… 52

Tabel. 4. 3 Defini Operasional Variabel Penelitian …... 56

Tabel. 5. 1 Deskriptif Data………..…….. 63

Tabel. 5. 2 Uji Normalitas K-S …………..………... 65

Tabel. 5. 3 Hasil Regresi GCG terhadap KK……….. 67

Tabel. 5. 4 Koefisien Determinasi GCG terhadap KK …….. 68

Tabel. 5. 5 Uji Statistik t GCG terhadap KK ……… 68

Tabel. 5. 6 Hasil Regresi GCG terhadap ML……… 70

Tabel. 5. 7 Koefisien Determinasi GCG terhadap ML ……… 71

Tabel. 5. 8 Uji Statistik t GCG terhadap ML ………….... 72

Tabel. 5. 9 Hasil Regresi ML terhadap KK……… 73

Tabel. 5. 10 Koefisien Determinasi ML terhadap KK ………… 74

Tabel. 5. 11 Uji Statistik t ML terhadap KK ……….. 74

Tabel. 5. 12 Standardized Coefficients Beta (p1) CGC terhadap KK 75


(13)

Tabel. 5. 15 Data Sampel yang melakukan Income Decreasing accrual 82 Tabel. 5. 16 Data Sampel yang melakukan Income Increasing accrual 83


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar .3.1 Kerangka Konseptual………. 43

Gambar. 3.2 Regresi Indikator……… 44

Gambar. 5.1 Histogram Normalitasmpel……… 64

Gambar. 5.2 Scatterplot Kinerja Perusahaan………. …... 66


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran. 1 Data Sampel Penelitian………. 92 Lampiran. 2 Data Variabel Independen : Good Corporate Governance93 Lampiran. 3 Data Variabel Dependen : Kinerja Keuangan ... 94 Lampiran. 4 Data Variabel Intervening : Discretionary Acrual ..….. 95 Lampiran. 5 Hasil Regresi …. ……..………. 96


(16)

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN

MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING ( Studi Pada Perusahaan Perbankan Yang terdaftar di Bursa efek Indonesia)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI, untuk mengetahui apakah Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI melalui manjemen laba sebagai variabel intervening, untuk mengetahui apakah good corporate governance berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI serta untuk mengetahui apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 31 perusahaan dan dengan menggunakan metode purposive sampling sesuai dengan kriteria terdapat 18 perusahaan perbankan terpilih, dan dengan mengunakan tahun amatan 2007 s/d 2010 (4 tahun) tetapi untuk mengukur discretionary accrual ditambah dengan tahun amatan 2006, maka akan di peroleh 72 data amatan sebagai sampling dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linear. Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa Penerapan Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap Kinerja Keuangan (KK). Dan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya manajemen laba bukan merupakan variabel yang baik dalam memediasi hubungan antara Good Corporate Governance (GCG) dengan Kinerja Keuangan (KK), dan Good Corporate Governance (GCG) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba serta manajemen laba berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.

Kata kunci: Good Corporate Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan


(17)

THE INFLUENCE OF THE APPLICATION OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE ON FINANCIAL PERFORMANCE BY USING

PROFIT MANAGEMENT AS INTERVENING VARIABLE (A Study of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock

Exchange)

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out whether or not Good Corporate Governance (GCG) had influence on the financial performance of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange, whether or not Good Corporate Governance (GCG) had influence on the financial performance of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange through profit management as intervening variable, whether or not Good Corporate Governance (GCG) had influence on the profit managementof the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange, and whether or notthe profit management had influence on the financial performance of the Banking Company Registered in the Indonesian Stock Exchange. The population of this study was 31 banking companies registered in the Indonesian Stock Exchange and 18 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. To measure the discretionary accrual, the data for this study were 72 data resulted from the observation of the data from 2006 to 2010 (5 years). The hypothesis was tested through linear regression analysis. The result of this hypotesis testing showed that the application of Good Corporate Governance (GCG) directly had a significant influence on the financial performance. The application of Good Corporate Governance (GCG) with profit management as intervening variable did not have any significant influence on the company’s performance meaning that profit management is not a good variable in mediating the relationship between Good Corporate Governance (GCG) and financial performance and Good Corporate Governance (GCG) did not have any significant influence on profit management, and profit management had a negative and insignificant influence on the financial performance.

Keywords: Good Corporate Governance, Profit Management, Financial Peformance


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bank adalah lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai resiko, baik resiko kredit , resiko pasar, resiko operasional maupun resiko reputasi. Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan semata mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya good corporate governance dan etika yang melandasinya. Oleh karena itu, usaha mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitulasi hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang dan mendasar apabila disertai tiga tindakan penting lain ,yaitu

(i) Ketaatan kepada prinsip kehati-hatian;

(ii) Pelaksanaan good corporate governance; dan

(iii) Pengawasan yang efektif dari otoritas pengawas bank.

Pelaksanaan good corporate governance (GCG) sangat di perlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu Bank For Internasional Sattlement (BIS) sebagai lembaga yang mengkaji terus menerus prinsip kehati-hatian yang harus dianut oleh perbankan,telah pula mengeluarkan pedoman pelaksanaan GCG bagi dunia


(19)

perbankan secara internasional. Seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan, maka pada tahun 2006 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 January 2006 tentang pelaksanaan GCG di Bank Umum yang kembali di sempurnakan melalu PBI No.8/14/PBI/2006 Tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Peraturan ini menegaskan bahwa pelaksanaan GCG pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggung jawaban (responsibility), independensi ( independency), dan kewajaran (fairness). Dalam pelaksanaan GCG tersebut di perlukan keberadaan Komisaris Independen dan Pihak Independen. Keberadaan pihak – pihak independen tersebut, diharapkan dapat menciptakan check and balance, menghindari benturan kepentingan (conflik of interest) dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas.

Latar belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) , seperti yang telah digambarkan diatas yaitu pemicu munculnya krisis ekonomi dan market crash dapat dikategorikan sebagai latar belakang praktis , sementara hal lain yang dapat melatar belakangi kebutuhan atas GCG adalah latar belakang Akademis yaitu kebutuhan Good Coporate governance timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agennya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah


(20)

dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Korporasi yang dibentuk merupakan suatu entitas tersendiri yang terpisah, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut dilindungi melalui penerapan good corporate governance.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Endang 2009). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya.

Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric) . Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) .

Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, arcuss, Saunders dan Tehranian, 2006). Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan


(21)

(financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Boediono, 2005).

Penerapan manajemen laba seperti dua sisi mata uang. Pada satu sisi terang, manajemen laba adalah produk yang legitimate , sedangkan disisi lain manajemen laba dianggap sebagai produk dari suatu tindakan yang immoral’dan únethical’. Manajemen laba oleh sebagian kalangan dianggap sebagai professional judgement atas laporan keuangan, tetapi dapat menyesatkan (mislead) pihak stakeholder dalam melakukan interpretasi terhadap performa ekonomi (economic performance) suatu perusahaan. Konsekuensinya akan lebih luas bila manajemen laba dilakukan oleh manajemen perusahaan go public ,pihak investor akan terlihat bodoh bila mempercayai laporan keuangan tersebut. Biasanya hal ini dilakukan oleh pihak manajemen yang mempunyai keyakinan kuat bahwa pihak investor tidak mempunyai akses informasi ke dalam perusahaan, sehingga investor akan melihat laporan keuangan tersebut sebagai laporan true report.

Sebagaimana penelitian Wulandari (2006) dengan hasil pengujian uji t yang menggunakan rata-rata akrual sebagai proksi discretionary accrual didapatkan hasil tingkat signifikasi sebesar 0.002 yang lebih kecil dari 0.05 , yang berarti bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan antara discretionary accrual antara bank yang memperoleh laba dan bank yang mengalami kerugian, hal ini juga mengindikasikan terdapatnya praktek manajemen laba pada perusahaan perbankan di Indonesia.


(22)

Bila manajemen tidak mempengaruhi atau memanipulasi laporan keuangan, maka dapat disimpulkan bahwa earning quality telah bernilai positif. Data – data yang dilaporkan berarti dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Tanpa campur tangan manajemen laba, berarti laporan keuangan telah benar – benar merefleksikan kondisi sebenarnya suatu perusahaan dan akan membantu pihak steakholder dalam memprediksi performa ekonomi perusahaan dimasa datang

Fama dan Jensen (1983) dalam elisa (2006) mengungkapkan bahwa, “Tanpa pengawasan pengelolaan perusahaan (corporate governance control), maka ada kecenderungan dari manajemen untuk melakukan manipulasi laba untuk kepentingan pribadinya”. Dengan demikian Good Corporate Governance dapat meningkatkan kinerja dengan berkurangnya pelanggaran-pelanggaran yang pada umumnya dilakukan oleh pihak manajemen.

Pada perbankan istilah kinerja dapat didefinisikan sebagai Tingkat kesehatan bank yang merupakan hasil penilaian atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap faktor – faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, liquiditas dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Bank wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam rangka menjaga atau meningkatkan kesehatan bank. Komisaris dan direksi bank wajib memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tingkat kesehatan bank sebagaimana dimaksud dapat di penuhi. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor – faktor sebagai berikut: Permodalan (capital), Kualitas Aset (asset quality), Manajemen (management),


(23)

Rentabilitas (earning), Likuiditas (liquidity) dan sensitivitas terhadap resiko pasar ( sensitivity to market risk) , yang dikenal dengan istilah CAMELS.

Sebagaimana di ketahui Bank Indonesia pada tanggal 29 Desember 2010 telah mengeluarkan Paket Kebijakan desember 2010 dengan sasaran utamanya adalah untuk memperkokoh stabilitas makro ekonomi dan meningkatkan intermediasi dan ketahanan perbankan, dan arah kebijakan ke depan di fokuskan pada upaya mentransformasikan kondisi perekonomian dan perbankan paska krisis saat ini, menuju pertumbuhan yang berkesinambungan , melalui satu diantara nya yaitu : Penguatan tata kelola untuk mencegah pengambilan resiko secara berlebihan bagi eksekutif yang berpotensi memunculkan moral hazard.

Secara teoritis, praktek good corporate governance dapat meningkatkan nilai (value) perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri dan pada umumnya corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Sebaliknya corporate governace yang buruk akan dapat menurunkan tingkat kepercayaan para investor. Sebuah survei yang dilakukan oleh McKinsey & Co (2002) menunjukkan bahwa corporate governance menjadi perhatian utama para investor menyamai kinerja finansial dan potensi pertumbuhan, khususnya bagi pasar-pasar yang sedang berkembang (emerging markets). Dalam hal ini mereka cenderung menghindari perusahaan-perusahaan yang buruk dalam penerapan corporate governance. Corporate governance dipandang sebagai kriteria kualitatif penentu dan di mata para investor, Indonesia termasuk negara di Asia terburuk (very poor) dalam kualitas penerapan good corporate governance.


(24)

Beberapa alasan – mengapa good corporate governance pada bank menjadi perhatian menurut Stijn (2010) adalah :

i. Bank sebagai sebuah korporat.

a. GCG dapat mempengaruhi nilai perusahaan dan biaya modal ,sehingga dapat berdampak terhadap biaya pinjaman yang disalurkan.

b. GCG dapat mempengaruhi kinerja bank yaitu berdampak pada biaya intermediasi keuangan.

c. GCG dapat mempengaruhi bank dalam risk taking dan risk of financial crisis , baik untuk bank secara individu maupun bagi sistem perbankan nasional secara keseluruhan.

ii. Perilaku Bank mempengaruhi situasi perekonomian.

a. Bank memobilisasi dan mengalokasikan tabungan masyarakat,sehingga bank merupakan sumber yang sangat penting dari pendanaan eksternal bagi perusahaan.

b. Bank dapat mengerahkan GCG di perusahaan – perusahaan ,terutama perusahaan kecil yang tidak memiliki akses langsung ke pasar keuangan.hal ini akan tercermin dalam pemberian pinjaman kepada perusahaan yang telah menjalankan GCG yang baik.

iii. GCG sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bank.

Dan beberapa catatan yang menyebabkan pelaksanaan GCG bank menjadi sangat special adalah heavily regulated:given systemic importance, as failure can lead to large output cost , more regulated dan Perbankan menikmati manfaat dari


(25)

jaring pengaman publik seperti lembaga penjamin simpanan, sehingga jaring pengaman publik dapat memicu terciptanya moral hazard.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic (indef) Ahmad Erani Yustika, tidak ada satu pun bank yang aman dari celah kejahatan perbankan, dan kejahatan ini hampir bisa dipastikan melibatkan orang dalam, celah untuk membobol bank masih cukup lebar. Alasannya sistem perbankan di tanah air hingga hari ini belum sanggup mengatasi moral hazard oleh pegawai bank (republika jum’at 1 april 2011). Sudaryatmo ketua harian YLKI,Selama satu tahun terakhir ada 590 laporan pengaduan yang masuk ke YLKI.Angka laporan tertinggi adalah kasus yang terjadi di sektor perbankan. Ada 18 % dari total laporan tahunan yang berupa kasus di perbankan. Dengan perincian ,kasus yang terbanyak terjadi adalah soal kartu kredit dan rekening tabungan, selebihnya adalah kasus terkait ansuransi, keuangan dan leasing. Dari pengaduan YLKI, reaksi bank umumnya tertutup dalam merespon kasus dan pengaduan. Ini yang cukup merugikan karena nantinya konsumen atau nasabah tidak mengetahui dan mewaspadai, apa saja kemungkinan pelanggaran dan penyimpangan yang terjadi pada jasa perbankan. Harusnya mereka lebih terbuka agar nasabah lebih awas dan meningkatkan pengawasan dan keselamatan atas dana yang disimpan atau transaksi perbankan lainnya. Menurutt Yunus Husein kepala PPATK, kejahatan perbankan memang kerap terjadi di Indonesia sehingga berada di urutan ketiga berasal dari pidana pencucian uang, sama dengan kejahatan narkotika. Diatas perbankan terdapat kejahatan korupsi dan penipuan dengan pemalsuan dokumen di nomor urut satu dan dua.(republika jum’at 1 april 2011).


(26)

Untuk mengetahui pencapaian kinerja Good Corporate Governance ( GCG) maka setiap tahun perusahaan dinilai oleh The Indonesian Institutes for Corporate Governance (IICG) yaitu lembaga independen pemeringkat GCG di Indonesia. Dalam proses pemilainnya, IICG melakukan riset dan pemeringkatan Corporate Governance Perception Index (CGPI) terhadap Perusahaan publik (emiten), BUMN dan Perusahaan lain diluar kategori emiten dan BUMN, dan akhirnya menetapkan 9 perusahaan dengan rating sangat terpercaya dari 125 perusahaan dan dari 9 perusahaan tersebut hanya terdapat 4 perusahaan perbankan dari 31 industri perbankan yang listing di BEI.

Tabel 1.1 Indonesia Most Trusted Companies 2011 Based On Corporate Governance perception Index (CGPI)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dan melihat data rekapitulasi institusi perbankan indonesia oleh BI per Mei 2010 dan membaca beberapa penelitian tentang Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan dengan hasil penelitian yang kontradiktif antara satu dengan lainnya. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah yang berjudul “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja


(27)

Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah penelitian ini :

1. Apakah good corporate governance dengan indikator yang terdiri dari kepemilikan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI.

2. Apakah good corporate governance dengan indikator yang terdiri dari kepemilikan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI melalui manjemen laba sebagai variabel intervening . 3. Apakah good corporate governance dengan indikator yang terdiri dari

kepemilikan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan Komite Audit berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI.

4. Apakah Manajemen Laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI .


(28)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah good corporate governance dengan indikator yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI.

2. Untuk mengetahui apakah good corporate governance dengan indikator yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan komite Audit berpengaruh terhadap terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI melalui manjemen laba sebagai variabel intervening.

3. Untuk mengetahui apakah good corporate governance dengan indikator yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI.

4. Untuk mengetahui apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI .

1.4 Manfaat Penelitian


(29)

1. Bagi penulis, melalui penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan, khususnya mengenai pengaruh penerapan good corporate governance terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar BEI melalui manjemen laba sebagai variabel intervening.

2. Bagi manajemen bank, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan dan menerapkan kebijakan dan strategi khususnya mengenai good corporate governance dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan bank,

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis khususnya yang berkaitan dengan good corporate governance serta pengaruhnya kinerja keuangan dan manajemen laba sebagai variabel intervening.

1.5 Originalitas

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal dan bersifat replikasi terhadap penelitian sebelumnya yang dilakukan Endang Kemalasari (2009). Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

1. Pada penelitian pendahulu , variabel yang digunakan untuk memproksikan variabel independen good Corporate Governance hanya tiga variabel yaitu Kepemilikan institusional,komposisi dewan komisaris dan komite audit, tetapi pada penelitian ini menambahkan dua variabel lainnya yaitu Kepemilikan manajerial dan Proporsi dewan komisaris independen serta Ukuran Dewan komisaris.


(30)

2. Pada penelitian ini menggunakan manajemen Laba sebagai variabel intervening.

3. Pada penelitian pendahulu menyebutkan bahwa keterbatasan penelitiannya adalah data penelitian berasal dari perusahan perbankan yang terdaftar di Bursa efek indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2007. Sementara peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum diterapkan mulai tahun 2006, sehingga dimungkinkan sampel dari penelitian belum sepenuhnya menerapkan GCG. Tetapi pada penelitian ini menggunakan data selama periode 2007 s/d 2010.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1.Teori Keagenan

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh Good Corporate Governance (GCG) sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Muh.arif, 2007).

Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai


(32)

manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya .

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Muh.arif, 2007).

Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan


(33)

dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

2.1.2 Good Corporate Governance 2.1.2.1 Definisi

Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan , pihak kreditur, pemerintah , karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Istilah Corporate Governance itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report


(34)

yang mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi.

The Organization for Economic Corporation and Development (1999) dalam mendefinisikan corporate governance sebagai suatu struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan – tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan –tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.

Berdasarkan definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan – hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan – kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan – kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Bassel Committee on Banking Supervision-Federal Reserve menetapkan bahwa bank merupakan suatu komponen kritis ekonomi. Mereka menyediakan pembiayaan perusahaan komersial, layanan keuangan dasar untuk segmen yang luas dan akses sistem pembayaran (Brigham dan Erhardt, 2005). Pentingnya bank bagi ekonomi nasional digaris bawahi oleh kenyataan bahwa perbankan secara universal sebuah industri regulator dan bank memiliki akses ke jaring pengaman pemerintah. Hal ini sangat penting, oleh karena itu bank harus memiliki tata kelola perusahaan yang kuat


(35)

2.1.2.2 Prinsip Good Corporate Governance

Salah satu pilar penting dalam good corporate governance di perbankan adalah komitmen penuh dari seluruh jajaran pengurus bank hingga pegawai yang terendah untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Maka dari itu seluruh karyawan wajib untuk menjunjung tinggi prinsip good corporate governance. Dalam penerapannya, OECD menyusun prinsip-prinsip yang mengatur good corporate governance, diantaranya: seperti Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness (TARIF) seperti halnya sebagai berikut:

1. Transparency (Transparansi)

Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan

2. Accountablity (Akuntabilitas)

Merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

3. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Adanya kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan bank terhadap prinsip korporasi yang sehat seta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency (Independensi)

Pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.


(36)

Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diperlakukan sama atau setara.

2.1.2.3 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance

GCG dapat memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif, sehingga dapat tercipta mekanisme checks and balance di perusahaan. Menurut Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI) ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil dari penerapan GCG yang baik, antara lain:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan .

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s value dan deviden

Pelaksanaan Corporate Governance yang baik adalah merupakan langkah penting dalam membangun kepercayaan pasar (market convidence) dan mendorong arus investasi internasional yang lebih stabil, bersifat jangka panjang. Menurut Bassel Committee on Banking Supervision, tujuan dan manfaat good corporate governance antara lain sebagai berikut:


(37)

1. Mengurangi agency cost, biaya yang timbul karena penyalahgunaan wewenang, ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah timbulnya suatu masalah

2. Mengurangi biaya modal yang timbul dari manajemen yang baik, yang mampu meminimalisir resiko.

3. Memaksimalkan nilai saham perusahaan, sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan dimata publik dalam jangka panjang

4. Mendorong pengelolaan perbankan secara professional, transparan, efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris. Direksi dan RUPS

5. Mendorong dewan komisaris, anggota direksi, pemegang saham dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.

6. Menjaga Going Concern perusahaan

2.1.2.4 Unsur –unsur Good Corporate Governance

Menurut Kresnohadi,(2002) unsur – unsur Corporate Governance terdiri atas 2 kelompok , yaitu unsur –unsur yang berasal dari dalam perusahaan (dan yang selalu diperlukan di dalam perusahaan) dan unsure – unsure yang ada di luar perusahaan ( dan yang selalu diperlukan di luar perusahaan) yang dapat menjamin berfungsi Good Corporate Governance .


(38)

1. Corporate Governance – Internal Perusahaan.

Maksud unsur – unsur internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa unsur yang dimaksud antara lain:

a. Pemegang Saham. b. Dewan Komisaris c. Komite Audit

d. Direksi / manager /karyawan / serikat pekerja

2. Corporate Governance – Eksternal Perusahaan.

Yang dimaksud unsur eksternal adalah beberapa unsurr yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Diantaranya:

a. Kecukupan undang – undang dan perangkat hukum. b. Investor.

c. Institusi Penyedia Informasi. d. Akuntan Publik.

e. Institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan. f. Pemberi Pinjaman.

g. Pengesah Legalitas.

2.1.2.5 Mekanisme Corporate Governance

Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan


(39)

suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan baik yang melakukan kontrol/ pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsd dan Seward, 1990 dalam Arifin, 2005). Untuk meminimalkan konflik kepentingan antara principal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan perusahaan, diperlukan suatu cara efektif untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan tersebut. Menurut Boediono (2005), mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem yang mampu mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan untuk menekan terjadinya masalah keagenan.

Dalam paper Bassel Committee on Banking Supervision-Federal Reserve, telah menyoroti fakta bahwa strategi dan teknik yang didasarkan pada Prinsip-prinsip OECD (Brigham dan Erhardt, 2005), yang merupakan dasar untuk melaksanakan tata kelola perusahaan meliputi:

a.Nilai-nilai perusahaan, kode etik dan perilaku lain yang sesuai standar dan sistem yang digunakan untuk memastikan kepatuhan mereka.

b.Pembentukan mekanisme untuk interaksi dan kerjasama di antara dewan direksi, manajemen senior, dan para auditor.

c.Sistem pengendalian internal yang kuat, termasuk fungsi-fungsi audit internal dan eksternal, manajemen risiko fungsi independen dari lini bisnis, dan check and balance lainnya.


(40)

Menurut Iskandar & Chamlao (2000) dalam Lastanti (2004), mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan eksternal mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.

2.1.2.6 Mekanisme Struktur Kepemilikan Bank

Kajian mengenai struktur kepemilikan sangat menarik untuk dilihat lebih mendalam lagi mengingat adanya suatu opini yang menyebutkan bahwa kinerja suatu bank akan dipengaruhi oleh siapa yang menjadi pemilik di belakang bank tersebut. Hal ini sangat beralasan karena pemilik memiliki kewenangan yang besar untuk memilih siapa-siapa yang akan duduk dalam manajemen yang selanjutnya akan menentukan arah kebijakan bank tersebut ke depan.

Struktur kepemilikan yang dimaksud dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu Kepemilikan Direksi dan kepemilikan institusi.Struktur kepemilikan ( Kepemilikan Direksi dan kepemilikan institusional ) oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh kepada kinerja perusahaan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki.( Wahyudi dan Pawestri ,2006).


(41)

2.1.2.6.1 Kepemilikan Bank Manajerial

Kepemilikan bank manajerial adalah kepemilikan saham yang dimiliki manajer, direksi, komisaris yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).

Watts et al. (1986) dalam Positive Accounting theory menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.

2.1.2.6.2 Kepemilikan Bank Institusi

Kepemilikan bank institusi adalah kepemilikan saham yang dimiliki institusional dan blockholders. Institusional yang dimaksud misalnya LSM, pemerintah maupun swasta. Sedangkan yang dimaksud dengan blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan diatas 5% tetapi tidak termasuk dalam kepemilikan insider (Fitri dan Mamduh, 2003 dalam Oktapiyani, 2009).

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi dampak dari keinginan manajemen untuk kepentingannya sendiri. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen.(Boediono, 2005)

Cornet et al, (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih


(42)

memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku oppurtunistic atau mementingkan diri sendiri.

2.1.2.7 Mekanisme Pengendalian Internal

Internal corporate governance mempunyai efek langsung guna mendorong manajer untuk meningkatkan kinerja (Faisal, 2005). Internal corporate governance dibedakan menurut fokus pengendaliannya yakni internal corporate governance-manajer (ICG-manajer) dan internal corporate governance-pemilik (ICG-pemilik), 1CG-manajer menekankan pada pengendalian dalam diri manajer yang distimulir secara internal (melalui perhatian pemilik terhadap kepentingan manajer) agar manajer meningkatkan kínerja terutama dalam hal pendapatan bank (revenue). Sedangkan ICG-pemilik menekankan pada pengendalian manajer (melalui pihak lain) agar manajer meningkatkan efisiensi. Dengan demikian, kombinasi dari dua bentuk ICG ini cenderung superior dalam menjelaskan kemampuan good corporate governance dalam mempengaruhi kinerja bank. Dalam penelitian ini, pemantauan terhadap terselenggaranya sistem pengendalian intern dalam rangka mewujudkan good corporate governance dipengaruhi oleh beberapa faktor:

2.1.2.7.1 Ukuran Dewan Komisaris

Pembentukan dewan komisaris merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk memonitor kinerja manajer. Surat Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta BEJ Nomor: Kep-315/BEJ/06-2000 mengharuskan perusahaan yang terdaftar di bursa efek untuk memiliki dewan komisaris yang memonitor


(43)

perusahaan agar tercipta Good Corporate Governance di Indonesia .Secara hukum dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi. Dalam melakukan pemantauan terhadap direksi, dewan komisaris memastikan bahwa direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern Bank (SKAI), auditor eksternal, hasil pengawasan Bank Indonesia dan/atau hasil pengawasan otoritas lain. Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengawasi dipenuhinya kepentingan semua stakeholders berdasarkan azas kesetaraan, serta mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis Bank.

Ukuran dewan komisaris menentukan tingkat keefektifan pemantauan kinerja bank. Menurut Chtourou et al (2001) dalam penelitiannya bahwa dengan jumlah dewan yang semakin besar maka mekanisme monitoring manajemen perusahaan akan semakin baik. Dalam komposisi ukuran dewan komisaris didalamnya terdapat komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

2.1.2.7.2 Komisaris Independen

Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance . Komisaris menurut Code tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan memberikan nasihat bilamana


(44)

diperlukan.Tugas utama komisaris independen adalah memperjuangakan kepentingan pemegang saham minoritas.

Kriteria yang harus dimiliki oleh komisaris independen menurut Surat Edaran BI No.9/12/DPNP dalah sebagai berikut

1. Tidak memiliki hubungan keuangan, yakni apabila memperoleh penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman dari anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau direksi (pengurus) Bank, dari perusahaan yang PSP nya pengurus Bank, dan dari Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank

2. Tidak memiliki hubungan kepengurusan, yakni apabila menjadi pengurus pada perusahaan dimana Dewan Komisaris Bank lainnya

menjadi pengurus, menjadi pengurus pada perusahaan yang PSP nya pengurus Bank, dan menjadi pengurus atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan PSP Bank

3.Tidak memiliki hubungan kepemilikan saham yakni apabila menjadi pemegang saham pada perusahaan yang PSP nya adalah pengurus dan/atau PSP Bank, dan/atau menjadi pemegang saham pada perusahaan PSP Bank

4. Tidak memiliki hubungan dengan Bank apabila:

a) Memiliki saham Bank lebih dari 5% dari modal disetor bank . b) Menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan atau

pinjaman dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak yang member bantuan, seperti pihak terafiliasi dan/atau pihak yang


(45)

melakukan transaksi keuangan dengan bank (debitor inti dan deposan inti).

Aktivitas monitoring oleh pihak independen sangat diperlukan. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa semakin banyak jumlah pemonitor maka kemungkinan terjadi konflik semakin rendah dan akhirnya akan menurunkan agency cost. Hal ini dapat menumbuhkan tingka kepercayaan investor, pihak ketiga terhadap perusahaan (Bathala, et al. 1994 dalam Oktapiyani, 2009). Pihak independen ini dapat berperan sebagai agen pengawas yang efektif untuk mengurangi masalah keagenan, karena mereka dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer

2.1.2.7.2 Komite Audit

Sesuai dengan pedoman Good Corporate Governance perbankan Indonesia , bank harus memastikan bahwa fungsi Komite Audit dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank bank yang besar, harus memiliki Komite Audit sedangkan untuk bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.

Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal.

Penelitian mengenai komite audit ada yang mengindikasikan kurang efektifnya keberadaan komite audit sebagai salah satu praktek corporate


(46)

governance di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ. Mayangsari (2003) meneliti pengaruh keberadaan komite audit terhadap integritas laporan keuangan, disimpulkan bahwa keberadaan komite audit berhubungan negatif dengan integritas laporan keuangan.

Klein (2002) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Kandungan discretionary accruals tersebut berkaitan dengan kualitas laba perusahaan.

Price Waterhouse (1980) dalam Mc.Mullen (1996) menyatakan bahwa investor, analis dan regulator menganggap komite audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan keuangan. Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan illegal.


(47)

4.1.3. Manajemen laba .

2.1.3.1 Pengertian Manajemen laba

Apabila kita bicara tentang manajemen laba, bahasan kita tidak akan terlepas dari suatu teori di akuntansi, yaitu teori akuntansi positif atau positive accounting theory. Watts dan Zimmerman, dalam buku mereka yang berjudul “Positive Accounting Theory”, Watts dan Zimmerman (1986) memaparkan suatu teori akuntansi yang berusaha mengungkapkan bahwa faktor-faktor ekonomi tertentu atau ciri-ciri suatu unit usaha tertentu bisa dikaitkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan. Lebih khususnya, Watts dan Zimmerman (1986) mengungkapkan pengaruh dari variabel-variabel ekonomi terhadap motivasi manajer untuk memilih suatu metode akuntansi. Mereka menegaskan bahwa teori akuntansi positif mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangannya, sebab teori ini dapat memberikan pedoman kepada para pembuat keputusan kebijakan akuntansi dalam melakukan perkiraan-perkiraan atau penjelasan-penjelasan akan konsekuensi dari keputusan tersebut..

Manajemen laba dapat didefinisi sebagai íntervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi.(schipper,1989 dalam subramanya,2010). Sering kali proses ini mencakup mempercantik laporan keuangan, terutama angka yang paling bawah yaitu laba. Manajemen Laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan (Setyawati dan Na’im, 2000).

Manajemen Laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Standar akuntansi dan mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini. Namun, tidak mungkin untuk meniadakan


(48)

pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas usaha. Lagipula, akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan penilaian. Hal ini menyebabkan kebebasan manager dalam menetapkan angka akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberi kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informative, kebebasan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan dan melakukan manajemen laba.

2.1.3.2 Motivasi melakukan Manajemen Laba

Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan .

Adapun motivasi melakukan maanjemen laba menurut scott (1997) : manajemen laba menurut Setyawati dan Na’im (2000) yaitu :

1. Contractual Motivations. Penelitian Healy (1985) membuktikan bahwa Good Corporate Governance (GCG) yang didasarkan atas data akuntansi merupakan insentif bagi para manajer untuk memilih prosedur dan metode akuntansi yang dapat memaksimumkan besarnya bonus yang akan diperoleh.

2. Initial Public Offering. Sebagai sumber informasi bagi investor di pasar modal. Sebagai suatu perusahaan, akan mencoba membuat laporan keuangan secara agresif pada saat pertama kali go public agar dapat menarik calon investor.

3. Debt Convenant. Salah satu persyaratan dalam pemberian kredit seringkali mencakup kesediaan debitur untuk mempertahankan tingkat


(49)

rasio modal kerja minimal, rasio debt to equity minimal, maksimum pemberian deviden ke pemegang saham, atau batasan-batasan lain yang umumnya dikaitkan dengan data akuntansi perusahaan.

4. Taxation Motivations. Adanya Good Corporate Governance (GCG) kerugian fiskal berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh yaitu apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya – biaya yang diperkenankan oleh UU PPh didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikurangkan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut –turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian.

5. Political Motivation. Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik yang tinggi, manager akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari perode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporka. Biaya politik muncul di karenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. 6. Changes Of CEO. Laporan Keuangan yang merupakan suatu indikator keberhasilan atau tidak bagi direksi , apabila kinerja perusahaan buruk maka mereka berusaha untuk memaksimalkan pendapatan.

2.1.3.2 Strategi Manajemen laba

Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang


(50)

dilaporkan. Dalam hal ini terdapat beberapa strategi menurut Scott (1997) dan Subramanyam (2010) yaitu :

1. Big bath. Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja buruk atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen , merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya. Oleh karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk menghapus semua dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.

2. Increasing Income. Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil dari akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba

3. Income smoothing. Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkanbagian laba pada


(51)

periode baik dengan menciptakan cadangan dan kemudian melaporkan laba inisaat periode buruk.

Adapun mekanisme yang dilakukan secara akuntansi adalah:

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi,seperti estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2. Mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode garis lurus.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Metode ini juga disebut juga dengan manipulasi keputusan operasional. Contohnya rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai periode akuntansi berikutnya (Delay dan Vigeland,1993 dalam penelitian Setyawati, 2000).

Manajemen laba dapat dilakukan melalui kebijakan akrual. Dalam mengaplikasikan kebijakan akrual digunakan accrual, deferral dan prosedur alokasi yang bertujuan untuk menyesuaikan beban dan pendapatan dengan periodenya, bukan mengkaitkan beban dan pendapatan berdasarkan atas pengeluaran dan penerimaan kas (cash basic). Oleh karena itu, kebijakan akrual


(52)

dalam mengaplikasikan standar akuntansi dapat dimanfaatkan untuk melakukan manajemen laba.

.

2.1.4 Kinerja Perbankan

Kinerja adalah pencapaian dari suatu tujuan suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur dengan standar. Penilaian kinerja perusahaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan. Kinerja merupakan pengawasan terus menerus dan pelaporan penyelesaian program, terutama kemajuan terhadap tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada dasarnya tujuan dari pengukuran kinerja perbankan tidaklah jauh berbeda dengan kinerja perusahaan pada umumnya. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu, pengukuran kinerja juga dibutuhkan untuk menetapkan strategi yang tepat dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan itu merupakan fondasi tempat berdirinya pengendalian yang efektif.

Penilaian kinerja bank sangat penting untuk setiap stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang kompetitif. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka ada kemungkinan nilai sahamnya dan jumlah dana pihak ketiga akan naik. Kenaikan


(53)

nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan.

Kinerja perbankan sendiri sering dinilai terkait erat dengan tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Dalam UU RI No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 29 disebutkan bahwa Bank Indonesia berhak untuk menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Oleh karena itu Bank Indonesia mengeluarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia No 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 yang mengatur tata cara penilaian tingkat kesehatan bank.

Pengukuran kinerja secara garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu pengukuran non finansial dan finansial. Kinerja non finansial adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan informasi-informasi non finansial yang lebih dititik beratkan dari segi kualitas pelayanan kepada pelanggan. Sedangkan pengukuran kinerja secara finansial adalah penggunaan informasi-informasi keuangan dalam mengukur suatu kinerja perusahaan. Informasi keuangan yang lazim digunakan adalah laporan rugi laba dan neraca.

Aspek Kualitas manajemen merupakan penilaian terhadap kemampuan manajerial pengurus bank untuk menjalankan usaha, kecukupan manajemen resiko, dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Untuk mengukur kinerja manajemen suatu bank apakah telah menggunakan semua faktor


(54)

produksinya dengan tepat guna dan hasil guna, maka melalui rasio-rasio keuangan disini juga dapat diukur secara kuantitatif tingkat efisiensi yang telah dicapai oleh manajemen bank yang bersangkutan.

Informasi mengenai kinerja sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Bagi kelompok investor, kreditor maupun masyarakat umum menginginkan investasi mereka yang ditanamkan ke bank perlu untuk mengetahui kinerja bank tersebut. Pengembalian atas investasi modal berguna bagi evaluasi manajemen, analisis profitabilitas, peramalan laba, serta perencanaan dan pengendalian. Menggunakan angka pengembalian atas investasi modal untuk tujuan tersebut membutuhkan pemahaman mendalam mengenai ukuran pengembalian ini. Karena ukuran pengembalian mencakup komponen yang berpotensi memberikan kontribusi pada pemahaman kinerja perusahaan (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005).

Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik ( Mawardi, 2005).

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23./DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran Id, rasio Return On Assets (ROA) dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total asset (total aktiva). Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum pajak. 21. Total aset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar Return On Assets (ROA) menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena


(55)

tingkat kembalian (return) semakin besar. Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat (Siamat, 2005). Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan angka Return On Assets (ROA) ≥ 2%, agar bank tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat (Marnov :2009)

Dalam penelitian ini sebagai indikator yang di pergunakan adalah Return On Asset ( ROA) yaitu menunjukan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Semakin besar ROA suatu bank , semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan menunjukan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam segi pengunaan aset. ROA mencerminkan kegiatan usaha murni bank dan dapat mengukur keseluruhan tingkat efektifitas bank dalam menghasilkan profit dengan aset yang tersedia dengan kata lain mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba dari aset yang dimilikinya. Semakin besar Return on Assets (ROA) menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik. Apabila Return on Assets (ROA) meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Husnan, 1998).

2.1.2.Tinjauan Penelitian terdahulu

Penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia “


(56)

oleh Endang Kemalasari ( Juni – 2009 ) , membuktikan bahwa Good Corporate Governance secara simultan dan partial mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan .Dengan variabel yang di pergunakan adalah Komposisi Dewan Komisaris , Kepemilikan Institusional dan Komite Audit dengan metode hipotesis yang di pergunakan adalah regeresi linear berganda dengan program SPSS dengan tingkat signifikan pada confidence level 95 % dengan Alpha 0.05.

Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Sambas ade Kesuma (2007) dengan populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003 yang berjumlah 157 perusahaan. Sampling dilakukan dengan menggunakan tabel Krejcie & Morgan dan besarnya sampel yang diperoleh 110 perusahaan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga: variabel independen yaitu good corporate governance yang diproksikan dengan Kepemilikan Direksi, kepemilikan institusional, dan komite audit; variabel kontrol yaitu leverage dan pertumbuhan; dan variabel dependen yaitu kinerja perusahaan. Signifikansi (α) lebih kecil dari 0,05. Dengan kesimpulan dari penelitian nya adalah secara parsial Kepemilikan Direksi dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, hanya komite audit dan variabel kontrol, leverage yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Sedangkan secara simultan, Kepemilikan Direksi, kepemilikan institusional, dan komite audit, serta leverage dan pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

Penelitian lainnya “Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa


(57)

efek Indonesia (BEI) Tahun 2004 – 2007 “oleh Samáni ( Sept 2008) dengan kesimpulan bahwa berdasrakan hasil pengujian menunjukan bahwa variabel Kepemilikan Institusional, Aktivitas Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Komisaris Independen, Komite Audit dan rasio leverage berpengaruh terhadap Kinerja keuangan.

Muh. Arief Ujiyantho dan Bambang Agus Pramuka (2007) dengan judul “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan go publik Sektor Manufaktur)” dengan populasi penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta 2002-2004.Menggunakan Teknik Purposive Sampling yang digunakan menghasilkan 30 perusahaan sebagai sampel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada empat: variabel independen yaitu kepemilikan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris, variable intervening yaitu manajemen laba, dan variabel dependen yaitu kinerja perusahaan.Dengan hasil penelitian ini adalah secara simultan, kepemilikan institusional, Kepemilikan Direksi, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, akan tetapi manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

Jojor Lisbet Sibarani (2010) dalam ‘Analisis Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahan Consumer Goods yang Terdaftar di BEI Dengan Manajemen laba sebagai Variabel Intervening’ dengan Populasi penelitian ini adalah perusahaan Consumer Goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia -2004 - 2008. Teknik Purposive Sampling yang digunakan


(58)

menghasilkan 12 perusahaan sebagai sampel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini : Kepemilikan Institusional , Kepemilikan Direksi , Komposisi Dewan Komisaris Independen , Ukuran Dewan komisaris dan Komite Audit dan Manajemen laba sebagai variabel Intervening serta variabel dependen yaitu

kinerja perusahaan. Dengan signifikansi (α) lebih kecil dari 0,05. Kesimpulan

dari penelitian ini adalah Penerapan GCG mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja perusahaan dan manejemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.


(59)

(60)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dideskripsikan melalui gambar dan penjelasan dasar penarikan hipotesis.

Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini Good Corporate Governance merupakan konstruk atau variable laten dengan proksi atau indikator yang dijelaskan dengan arah panah pada gambar 3.1 yang terdiri atas kepemilikan direksi, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Untuk memperdalam pembahasan hipotesa H1 dan H3 pada penelitian ini maka indikitor dari Good Corporate Governance (GCG) akan di regres secara simultan dan partial dengan masing-masing variable independennya.


(61)

Gambar 3.2 : Regresi Indikator

Minow dan Bingham (1995) menyatakan bahwasanya, ‘‘tidak ada hal yang membuat dewan direksi (eksekutif) berfikir seperti yang difikirkan pemegang saham, sebaik pemegang saham itu sendiri”. Jadi, para eksekutif (manajer) seharusnya memegang sebagian dari resiko keuangan seperti halnya pemegang saham. Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para pemegang saham (principal) karena manajer (agent) akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja. Namun Shleifer and Vishny (1989) juga menjelaskan bahwa semakin banyak proporsi kepemilikan oleh manajer, semakin sedikit pemegang saham dapat menekannya untuk berbuat sesuai kepentingan mereka. Dengan demikian Kepemilikan Direksi berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak


(62)

menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). McConell dan Servaes (1990), Nesbitt (1994), Smith (1996), Del Guercio dan Hawkins (1999), dan Hartzell dan Starks (2003) dalam Cornertt dkk., (2006) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Cornet dkk., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk mengurangi perilaku oportunistis atau mementingkan diri sendiri dan membuat mereka fokus terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Ujiyantho dan pramuka ( 2007 ) mengemukakan bahwa jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu Utama dari efektifitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektifitas mekanisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen .Namun hasil penelitian Ujiyantho dan Pramuka tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakuan nasution dan Setyawan. Berdasarkan hasil penelitian mereka bahwa makin banyaknya dewan komisaris dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi. Hal ini menunjukan bahwa komisaris independen telah efektif dalam menjalankan tanggung jawabnya mengawasi kualitas pelaporan keuangan demi membatasi manajemen laba di perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena dengan makin


(63)

banyaknya anggota komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan.

Teori keagenan mempertimbangkan independensi dari manajemen sebagai sebuah karakteristik dewan yang krusial dari perspektif aturan pemonitoran dewan (Fama, 1980; Fama dan Jensen, 1983; Jensen, 1993 dalam Muh.arief 2007). Para dewan independen memikul tanggung jawab monitoring dan evaluasi pada manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Hasil penelitian empiris atas Elloumi dan Gueyie´ (2001) menunjukkan bahwa para dewan komisaris dari perusahaan yang mengalami keadaan kesulitan keuangan memiliki anggota eksternal (independen) yang lebih sedikit. Dengan demikian proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Berdasarkan Peraturan BI No.8/4/PBI/2006 menyatakan tentang tugas komite audit adalah melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan proses pelaporan keuangan. Wulandari (2004) menguji pengaruh interaksi antara dewan komiasris dan komite audit terhadap praktik manajemen laba. Dengan menggunakan sampel perusahaan non-finansial yang listing di BEJ untuk tahun 1994 hingga 2002, menunjukan interaksi dewan komisaris dengan komite audit justru berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Manajemen laba dilakukan oleh manajer pada faktor-faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunan laporan


(64)

keuangan. Padahal kinerja fundamental perusahaan tersebut digunakan oleh pemodal untuk menilai prospek perusahaan, yang tercermin pada kinerja perusahaan .Manajemen laba yang dilakukan manajer pada laporan keuangan tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan (Muh.arief, 2007).

Cornett et al., (2006) menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba.

Return on Assets (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan karena Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return on Assets (ROA) merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Penelitian Arnawa (2006) menggunakan ratio Return On assets (ROA) sebagai salah satu proksi untuk menilia kinerja bank. Dimana rasio ROA yang rendah juga diduga akan lebih memotivasi bank untuk melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, serta tinjauan pustaka, maka penulis mangajukan hipotesis:

H1: Penerapan good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan.


(65)

H2: Penerapan good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap terhadap kinerja perusahaan melalui manjemen laba sebagai variabel intervening .

H3: Penerapan good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan direksi, proporsi dewan komisaris independen , ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba..


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 41 110

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 35 155

Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening
( Studi Pada Perusahaan Perbankan Yang terdaftar di Bursa efek Indonesia)

1 33 101

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 14 22

“PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2010-2012.

1 8 16

PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 85

this PDF file PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING ( Studi Pada Perusahaan Perbankan Yang terdaftar di Bursa efek Indonesia) | Taufiq | Jurnal Telaah dan Rise

0 0 10

PENGARUH IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MANAJEMEN RISIKO SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2013-2017

0 3 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening , Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan dengan mengunakan Manajemen Laba sebagai variabel intervening , Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 13