BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensitas 2.1.1 Pengertian Intensitas - Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan dan Intensitas Warga Kota Medan Berobat Keluar Negeri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intensitas

  2.1.1 Pengertian Intensitas

  Intensitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu intensity yang berarti: kemampuan, kekuatan, gigih atau kehebatan. Intensitas juga diartikan sebagai kata sifat dalam kamus ilmiah popular dengan kata intensif yang berarti : (secara) sunguh- sungguh, tekun, giat, sedangkan pengertian intensity (intensitas) menurut kamus Psikologi ialah kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap.

  Sedangkan kata intensitas adalah keadaan (tingkatan, ukuran) intensnya (kuat dan hebat) dan sebagainya. Intensitas berarti: 1. hebat atau sangat kuat (rentang kekuatan efek). 2. tinggi (tentang mutu). 3. bergelora, penuh semangat, berapi-api, berkobar-kobar (tentang perasaan). 4. sangat emosional (tentang orang). Dalam Corsini (2002), intensitas didefinisikan sebagai: “The Quantitative Value Of

  ”. Berdasarkan pengertian diatas, intensitas dapat diartikan sebagai seberapa

  Stimulus

  besar respon individu atas suatu stimulus yang diberikan kepadanya ataupun seberapa sering melakukan suatu tingkah laku. Dalam penelitian ini, istilah intensitas diartikan sebagai seberapa sering masyarakat berobat ke luar negeri (memanfaatkan sarana layanan kesehatan di luar negeri).

  2.1.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

  Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat objektif dan karena itu untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak, Tuntutan kesehatan (health demands) bersifat subjektif. Tuntutan kesehatan banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial ekonomi (Azwar, 2000).

  Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Perkembangan tekhnologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena kemajuan tekhnologi dapat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 2000).

  Donabedian (2005), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

  Donabedian (2005) ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

  1. Faktor Sosiokultural

  a. Teknologi Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

  b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

  Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

  2. Faktor Organisasional

  a. Ketersediaan Sumber Daya Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

  b. Akses Geografis Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan- keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis.

  Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

  c. Akses Sosial Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau.

  Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

  d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

  3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

  provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan

  oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

  Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh: a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

  b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter.

  4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

  Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik

  

provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki

oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

2.2 Kepuasan

2.2.1 Pengertian Kepuasan

  Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “factio” (melakukan atau membuat). Kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’ (Tjiptono, 2005). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler dan Susanto, 2001).

  Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang memengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialaminya.

  Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada industri rumah sakit merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai disiplin ilmu (Andreassen, 1994). Terdapat banyak definisi mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah menurut Oliver yang dikutip Supranto (2001) yang mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa surprise atas harapannya. Kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan (Tse, 2001)

  Parasuraman et al. (1988) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan (expectation) dan kinerja (performa).

  Sementara itu Engel et.al. yang dikutip Tjiptono (2005) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Definisi-definisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumption suatu barang atau jasa.

  Kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli bisa disimpulkan definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas (Kotler, 2009)

  Menurut Tjiptono (2005) beberapa metode yang digunakan perusahaan untuk memantau kepuasan pelanggannya, diantaranya adalah :

  1. Sistem keluhan dan saran Memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk menyampaikan saran, keluhan dan pendapat pelanggan mengenai produk/jasa. Metode ini bersifat pasif sehingga agak sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya, bisa saja pelanggan beralih kepada penyedia jasa lain dan tidak menggunakan lagi penyedia jasa tersebut. Upaya mendapatkan saran dari pelanggan juga sulit diwujudkan terlebih bila perusahaan tidak memberikan timbal balik yang memadai kepada pelanggan yang telah bersusah payah berpikir menyumbangkan ide untuk perusahaan.

  2. Survei kepuasan pelanggan Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan kuesioner, baik melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya. Pengukuran kepuasan konsumen melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

  a. Directly Reported Satisfaction Pengukuran dilakukan secara langsung kepada konsumen melalui pertanyaan seperti ”ungkapan seberapa puas anda terhadap pelayanan perusahaan dengan skala sebagai berikut: sangat tidak puas, tidak puas, kurang puas, puas, sangat puas.

  b. Derived dissatisfaction Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal yang utama, yakni besarnya harapan konsumen terhadap atribut tertentu, dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

  c. Problem analysis Konsumen yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.

  d. Importance – performance analysis Dalam teknik ini, responden diminta merangking berbagai elemen/atribut tersebut. Selain itu responden diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.

  e. Ghost shopping Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost

  

shopes ) untuk berperan sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan

  pesaing. Selanjutnya gost shopes tersebut menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman pelanggan dalam membeli produk tersebut.

  f. Lost customer analysis Perusahaan berusaha menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

  Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance produk/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi dan akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui (Supranto, 2001). Terpenuhinya kebutuhan pasien akan memberikan gambaran kepuasan pasien, oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada pandangan pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan.

2.2.2 Kepuasan Pasien

  Pasien adalah seseorang yang menerima pelayanan medis. Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya. Kepuasan pasien dapat juga diartikan sebagai suatu sikap konsumen, yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang pernah dirasakannya. Minat seseorang untuk menggunaakan kembali jasa pelayanan rumah sakit akan sangat dipengaruhi oleh pengalamannya yang lampau waktu memakai jasa yang sama dalam menerima pelayanan (Supranto, 2001).

  Kepuasan pasien dapat dilihat dari hak-hak yang dimiliki pasien yang terpenuhi. Adapun berbagai hak pasien di rumah sakit menurut UU No. 29 Tahun 2004, yaitu:

  a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), yaitu : (i) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; (ii) Tujuan tindakan medis yang dilakukan; (iii) Alternatif tindakan lain dan risikonya; (iv) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan (v) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

  b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

  c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

  d. Menolak tindakan medis; dan e. Mendapat isi rekam medis.

  Sedangkan kewajiban pasien menurut UU No. 29 Tahun 2004, yaitu:

  a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

  b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

  c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; d. Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pelanggan

  Irawan (2008) menyatakan lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan, yaitu :

  1. Kualitas produk Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance, durability,

  

feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan menggunakan suatu

  produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas produknya baik atau berkualitas.

  2. Kualitas pelayanan Salah satu konsep service quality adalah ServQual sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu : 1) sistem, 2) teknologi, 3) manusia. Berdasarkan konsep ServQual, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu : reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.

  3. Faktor emosional Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.

  4. Harga Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi.

  5. Kemudahan Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

  Menurut Jacobalis (2000) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman sehari- hari, ketidakpuasan pasien yang sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, seperti ; keterlambatan pelayanan oleh perawat dan dokter, dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, aspek pelayanan ‘hotel’ dirumah sakit serta kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.

  Kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain diantaranya : hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tak puas akan memberitahu orang lain tentang pengalaman tersebut. Jacobalis menyatakan bahwa variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien (Jacobalis, 2000).

2.2.4 Jasa dan Pemasaran Jasa

  Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2001 ).

  Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan yang tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain Rangkuti (2006). Sedangkan pendapat lain mendefinisikan jasa adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran jasa suatu tindakan yang ditawarkan pihak produsen kepada konsumen dalam arti jasa yang diberikan tidak dapat dilihat, dirasa, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi (Kotler, 2009)

  Menurut Kotler dan Amstrong (2010), jasa mempunyai 4 karakteristik yaitu : 1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).

  Jasa bersifat intangibility artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, di cium atau didengar sebelum pelanggan mencoba atau membeli. Karena sifat jasa ini tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa dan sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diinformasikan atau dipahami secara rohani. Maka dalam hal ini perusahaan jasa menghadapi tantangan untuk memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran abstraknya.

  2. Inseparability (hal yang tidak dapat dipisahkan) Jasa pada dasarnya hal yang tidak dapat dipisahkan dari penyedia. Hal ini bisa dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya dalam pemberian perhatian khususnya pada tingkat partisipasi atau keterlibatan pelanggan dalam proses jasa misalnya aktivitas dan peran serta pelajar atau mahasiswa dalam pendidikan disekolah maupun di perguruan tinggi.

  3. Variability (keragaman) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized out-put artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Dalam hal ini penyedia jasa dapat menggunakan 3 (tiga) pendekatan dalam pengendalian kualitas jasa yaitu: a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personalia yang baik.

  b. Melakukan standarisasi proses pelaksanan jasa. Dalam hal ini dapat dilakukan dalam diagram jalur dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa.

  c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem sarana dan keluhan survey pelanggan sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi

  4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan dan jasa sangat bervariasi dalam melakukan pemasaran jasa yang di pengaruhi faktor musiman. Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen kualitas dalam organisasi jasa tertentu bukanlah sesuatu yang mudah didifinisikan karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan pandangan konsumen. Secara umum di katakan bahwa kualitas adalah karakteristik produk atau jasa yang di tentukan oleh pemakai dan di peroleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan (Tjiptono, 2005).

  Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat intangble dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik. Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk mewujudkan produk (Rangkuti, 2006).

  Beberapa alasan mengapa jasa profesional sebuah rumah sakit sampai harus dipasarkan adalah karena iklim hukum dan etika yang cepat berubah, suplai profesional yang banyak, meningkatnya ketidakpuasan terhadap profesional dan kemajuan teknologi. Adanya persaingan rumah sakit yang semakin ketat, maka peningkatan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit sangat penting diperhatikan. Persaingan yang terjadi bukan saja dari sisi teknologi peralatan kesehatan saja, tetapi juga persaingan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas (Kotler, 2005).

2.3 Kualitas Pelayanan

2.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

  Kualitas sebagaimana yang diinterpretasikan ISO 9000 merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya (Lupiyoadi, 2001). Sedangkan menurut Wyckof yang dikutip oleh Tjiptono (2005) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

  Dalam menghadapi persaingan antar rumah sakit (perusahaan) yang semakin ketat, maka rumah sakit bersaing untuk memikat agar para pelanggannya tetap loyal dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang diberikannya. Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian penting adalah kualitas layanan yang diberikan oleh rumah sakit. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Ada dua faktor yang memengaruhi kualitas jasa, yaitu expected

  

service dan perceived service. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan

  berpikir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.

  Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Adunair, 2007). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

  Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang sangat populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model Service Quality yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1988). Parasuraman mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa.

  Karakteristik ini dijadikan sebagai variabel untuk kualitas pelayanan dalam penelitian ini meliputi:

  1) Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan tepat. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan. 2) Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan cepat. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan.

  3) Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen sehingga dipercaya. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obatnya kepada pasien.

  4) Empati (Empathy), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan konsumen. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan. 5) Bukti Langsung (Tangibles), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen. Dalam pelayanan Rumah Sakit adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet.

2.4 Persepsi

  Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

  Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor eksternal atau dari luar yakni concreteness, yaitu gagasan yang abstrak yang sulit dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, velocity atau percepatan, misalnya pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibanding yang lambat, conditioned stimuli yakni stimulus yang dikondisikan. Sedangkan faktor internal adalah motivasi, yaitu dorongan untuk merespon sesuatu interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir

  

asumptions yakni persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat,

  merasakan dan lain-lain. Jika digambarkan polanya, maka terlihat seperti pada Gambar 2.1.

  Pelaku Persepsi

  a. Sikap

  b. Motif

  c. Kepentingan atau minat

  d. Pengalaman

  e. Pengharapan

  Situasi

  a. Waktu

  PERSEPSI

  b. Keadaan kerja

  c. Keadaan sosial

  Target yang Dipersepsikan

  a. Hal Baru b.Gerakan c.Bunyi d.Ukuran e.Latar Belakang

  f. Kedekatan g.Kemiripan

Gambar 2.1. Proses Pembentukan Persepsi

  Sumber: Robbins, 2006

  Robbins (2006), menjelaskan faktor yang memengaruhi persepsi dengan melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  a) Faktor pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan. b) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan dan kemiripan.

c) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan kerja dan keadaan sosial.

  Dalam melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor : faktor pada pihak pelaku persepsi, faktor objek yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi dilakukan, faktor pelaku persepsi terdiri dari faktor psikologi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu menentukan persepsi pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan (Jacobalis, 2000)

  Perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka terhadap realitas dan bukan realitas itu sendiri. Bila seseorang ingin membeli produk, maka ia merespon persepsinya tentang produk dan bukan produk itu sendiri. Sedangkan menurut Parasuraman, persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut, kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal. Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada memengaruhi konsumen terhadap mutu pelayanan (Parasuraman et all., 1988)

  Beberapa hal dapat dilakukan oleh pemberi pelayanan jasa untuk memperbaiki persepsi konsumen.

  1. Membuat konsumen sadar akan adanya komitmen pemberi layanan untuk memperbaiki kualitas pelayanan.

  2. Memberikan penjelasan kepada konsumen untuk penggunaan layanan yang lebih baik.

  3. Memberikan penjelasan yang adekuat kepada konsumen beberapa hal yang mungkin dapat mengganggu/menghambat proses layanan.

  Kualitas harus bisa dirasakan oleh pelanggan. Kualitas kerja harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan diakhiri dengan persepsi pelanggan. Pembaharuan kualitas hanya berarti bila dirasakan oleh pelanggan (Kotler, 2009).

  Persepsi tentang kualitas pelayanan rumah sakit terkait dengan teori Robbins (2006), yaitu faktor situasi indikator waktu dan keadaan sosial pasien dalam hal ini menggambarkan bagaimana persepsi pasien tentang kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang tidak terlepas dari keadaan sosial pemerepsi. Sedangkan berdasarkan dari faktor pelaku persepsi dalam hal ini bagaimana pasien merespon atau bersikap tentang pelayanan yang diberikan petugas kesehatan, motif apa yang mendasari persepsinya dan pengalaman yang pernah dirasakan dari teman atau kerabat dan harapannya atas pelayanan itu sendiri. Berdasarkan target yang dipersepsikan, yaitu indikator latar belakang apa yang dirasakannya dan hal baru yang didengar secara individu atau media lain dan melalui orang, sehingga menimbulkan persepsi tersendiri bagi pasien.

2.5 Rumah Sakit

  2.5.1 Pengertian

  Menurut Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

  Sejalan dengan amanat pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

  2.5.2 Kelas Rumah Sakit

  Menurut Permenkes nomor 340/Menkes/Per/III/2010, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dan rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit serta mendapatkan penetapan kelas rumah sakit dari Menteri.

  Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Klasifikasi rumah sakit umum menurut Permenkes nomor 340/Menkes/Per/III/2010, yaitu: a. Rumah Sakit Umum Kelas A;

  b. Rumah Sakit Umum Kelas B;

  c. Rumah Sakit Umum Kelas C;

  d. Rumah Sakit Umum Kelas D Klasifikasi rumah sakit umum ditetapkan berdasarkan:

  a. Pelayanan;

  b. Sumber Daya Manusia;

  c. Peralatan;

  d. Sarana dan Prasarana; dan e. Administrasi dan Manajemen.

  Rumah sakit umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit. Jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.

  Pelayanan medik spesialis dasar terdiri dari pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi (Kemenkes RI, 2010).

2.6 Pelayanan Kesehatan

2.6.1 Pengertian

  Menurut Blum yang dikutip oleh Azwar (2000), untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peran yang cukup penting ialah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

  Menurut Levey dan Loomba yang dikutip oleh Azwar (2000), pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

2.6.2 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

  Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus mempunyai persyaratan pokok. Menurut Azwar (2000) persyaratan pokok tersebut adalah : a. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous)

  Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat dibutuhkan.

  b. Dapat diterima (acceptable) dan wajar ( appropriate) Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. c. Mudah dicapai (accessible) Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.

  Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

  d. Mudah dijangkau (affordable) Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya.

  Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

  e. Bermutu (quality) Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

2.7 Landasan Teori

  Persepsi pasien tentang kualitas pelayanan rumah sakit yang menjadi elemen penting dalam menentukan kepuasan pasien. Persepsi dalam penelitian mengacu kepada teori Robbins (2006). Kualitas pelayanan kesehatan merupakan driver dari kepuasan pasien yang bersifat multidimensi. Mengetahui dimensi manakah yang penting dalam memengaruhi kepuasan pasien maka teori yang mendasari kualitas pelayanan mengacu kepada konsep SERVQUAL dikemukakan oleh Parasuraman et al, (1988) mengemukakan kualitas pelayanan jasa terdiri atas lima dimensi yaitu: keandalan (reliability), daya tanggap (responsivenes), jaminan (assurance), empati (empathy) dan penampilan (tangibles), berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

  Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsinya terhadap kinerja (atau hasil) suatu pelayanan jasa yang diterima dengan yang diharapkan (Kotler, 2005). Hal ini memberikan makna bahwa kepuasan pasien merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, maka pasien merasa tidak puas dan mencari second opinion terhadap persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang diterimanya dalam memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan.

  Kualitas Pelayanan 1. Reliability (keandalan) 2.

  Responsiveness (daya tanggap) 3. Assurance (jaminan) 4. Empaty (empati) 5. Tangible (Penampilan)

  Pelayanan yang Diterima Pasien Pelayanan yang Diharapkan Pasien

  Kepuasan

Gambar 2.2 Landasan Teori

  Sumber : Parasuraman et al, (1988)

2.8 Kerangka Konsep

  Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

  Persepsi tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan

  a. Pelayanan administrasi Intensitas

  b. Pelayanan dokter Kepuasan

  Berobat

  c. Pelayanan perawat Pasien

  Keluar Negeri

  d. Pelayanan penunjang medis

  e. Pelayanan petugas obat

  f. Fasilitas

  g. Biaya

Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan dan Intensitas Warga Kota Medan Berobat Keluar Negeri

5 84 179

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan - Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Kecamatan Medan Deli, Medan Barat dan Medan Timur Kota Medan

0 1 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan - Pengaruh Kreativitas Dan Inovasi Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Klinik Herbal Amarullah

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (Antenatal Care) 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

0 12 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan - Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Melalui Kepuasan Pelanggan Pada BT/BS BIMA Medan

0 1 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Pengusaha Kota Medan Tentang Kebijakan Bank Indonesia Tentang Lindung Nilai (Hedge)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan - Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesionalisme Pegawai 2.1.1 Pengertian Profesionalisme Pegawai - Pengaruh Profesionalisme Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Jasa - Pengaruh Harga Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap RSU. Bunda Thamrin

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank - Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 0 19