ANALISIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NO
ANALISIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN
2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Analisis Kebijakan Publik
Dosen Pengampu
1. Prof. Dr. Sri Suwitri, M.Si
2. Dr. Kismartini, M.Si
Disusun Oleh:
Desti Relinda Qurniawati
14020116410001
Endah Wahyuningrum
14020116410033
Herta Sitorus
14020116410025
Angkatan : XLV
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1
Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3
Tujuan Analisis..........................................................................................5
BAB II ANALISIS KEBIJAKAN...........................................................................6
2.1
Kriteria Analisis Kebijakan.......................................................................7
2.2
Alternatif Kebijakan..................................................................................9
2.3
Penilaian Kebijakan.................................................................................12
BAB III REKOMENDASI....................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan kota yang pesat menyebabkan bertambahnya jumlah
penduduk kota. Salah satu dampak akibat peningkatan laju pertumbuhan dan
pendapatan penduduk adalah peningkatan tuntutan penyediaan sarana dan
prasarana pelayanan perkotaan. Selain kuantitas, kualitas pelayanan pun
dituntut untuk terus ditingkatkan agar senantiasa dapat memenuhi kebutuhan
seluruh penduduk perkotaan. Konsekuensi dari peningkatan urbanisasi dan
kondisi ekonomi adalah perubahan pola konsumsi masyarakat kota yang dapat
dilihat dengan nyata dari komposisi sampah perkotaan. Demikian juga dengan
volume sampah yang diproduksi oleh suatu kota akan berbanding lurus
dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduknya.
Sampah merupakan suatu pokok permasalahan yang banyak
diperbincangkan oleh masyarakat, seperti yang kita ketahui jumlah sampah di
Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data Jambeck
(2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik
ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai
262,9 juta ton. Hal ini di sebabkan karena jumlah populasi penduduk di
Indonesia setiap tahunnya bertambah dan kebutuhanpun semakin meningkat
yang mengakibatkan populasi sampah berkembang.
Pengertian sampah dalam (UU No. 18 Tahun 2008) adalah sisa
kegiatan sehari-hari manuasia dan/atau proses alam yang padat. Dengan
berlakunya UU No 18/2008 tentang pengelolaan sampah. Substansi penting
dari UU ini adalah semua pemerintah kota/kabupaten harus mengubah sistem
pembuangan sampah menjadi sistem pengelolaan sampah. Sampah yang
biasanya diangkut dan dibuang ke TPA, saat ini harus ada pengelolaan sampah
baik di tingkat hulu maupun hilir.
Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang cukup
berkembang. Laju perkembangan kawasan perkotaan Semarang telah
melampaui batas administrasi Kota Semarang. Peningkatan jumlah penduduk
yang mencapai 1.648.279 jiwa per desember 2016 menurut data Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang akan memicu
meningkatkannya kegiatan jasa, industri, bisnis dan sebagainya di wilayah
Semarang, sehingga akan memicu meningkatnya produksi limbah buangan
atau sampah. Sampah merupakan suatu masalah yang sangat serius dalam kota
besar khususnya di Kota Semarang.
Produksi sampah warga Kota Semarang bisa mencapai 1.200 ton per
hari. Sebanyak 800 ton masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang, sedangkan lainnya dikelola swasta. Untuk menampung 800 ton per
hari, diperlukan prasarana yang memadai agar sampah tidak tercecer dan tidak
teratur. Dijelaskan, dari 800 ton sampah yang masuk di TPA Jatibarang setiap
harinya, 200 ton sampah akan diolah kembali untuk dijadikan pupuk kompos.
(Dalam Berita Suara Pembaruan)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Semarang Ulfi Imran Basuki yang kami akses dari berita
jateng. Berikut penjelasannya:
“Setiap harinya dari total 1.200 ton sampah yang dihasilkan dari seluruh
kota Semarang, 800 tonnya masuk ke TPA Jatibarang, sedangkan sisanya
dikelola kelompok swadaya masyarakat, bank-bank sampah. Kemudian,
dari 800 ton sampah yang masuk setiap harinya ke TPA Jatibarang, 350
tonnya yang diolah pupuk 200 ton pupuk organik dan energi gas jenis
metan. Sampah di TPA Jatibarang ini setiap hari sudah menghasilkan 72
m3 gas metan yang bisa disalurkan ke 100 rumah warga. Setiap satu meter
kubik (m3) gas metan setara dengan energi yang dihasilkan 0,48 kilogram
gas elpiji.”
Di Kota Semarang, persampahan menjadi masalah yang sangat serius
sebagai salah satu dampak negatif dari pesatnya pembangunan. Hal ini dapat
dilihat dari semakin meningkatnya sampah dari tahun 2014 sampai 2015 pada
16 Kecamatan di Kota Semarang. Berikut tabel jumlah produksi sampah dan
sampah yang terangkut yang kami peroleh dari Semarang dalam angka 2016.
2
Tabel 1
Volume Sampah Rata-Rata per hari di Kota Semarang
Tahun 2015-2016
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa tidak semua sampah di 16
Kecamatan dapat diangkut karena keterbatasan sarana transportasi yang
jumlahnya hanya sekitar 100-an unit truk. Dinas kebersihan hanya mampu
mengangkut sampah sebesar 64,53 persen atau sekitar 2.700 meter kubik per
hari. Artinya, masih ada sekitar 1.500 meter kubik sampah yang menjadi
beban lingkungan setiap hari yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan
bencana apabila terakumulasi terus-menerus.
Masalah sampah menjadi masalah yang pelik dalam
pengelolaan lingkungan. Pada umumnya sampah di Kota
Semarang di kelola oleh pemerintah daerah melalui masingmasing
kelurahan.
ditampung
sampah
di
Kemudian
ditempat
berbagai
sampah-sampah
penampungan
tempat
sementara,
penampungan
tersebut
sampahsementara
akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
TPA Kota Semarang yakni TPA Jati Barang yang lokasinya terletak di
Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, di bagian barat Kota Semarang.
3
Fakta dilapangan dikabarkan bahwa Tempat pembuangan akhir (TPA)
Jati barang belum dikelola dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan
adanya air lindi akibat penimbunan sampah yang berlebihan dan belum ada
penangan lebih lanjut sehingga mencemari air sungai Kreo yang lokasinya
tepat di dekat TPA Jatibarang tersebut. Selain itu, terdapat aroma yang sangat
tidak sedap mencemari udara di kota Semarang yang disebabkan oleh belum
adanya pengelolaan sampah, selokan dan gorong-gorong pada tempat
pembuangan akhir Jatibarang.
Selain itu, di Tempat pembuangan akhir (TPA) Jati Barang ditemukan
pula sampah medis yang dihasilkan dari limbah rumah sakit dan klinik di Kota
Semarang. Sampah medis seharusnya mendapat penanganan khusus dalam
pengelolaan limbah rumah sakit karena apabila pembuangan limbah rumah
sakit seperti bekas suntik, perban, kapas operasi dan lainnya di buang di TPA
Jatibarang maka jelas akan berbahaya pada lingkungan. Hal ini disebabkan
kurangnya kesadaran pihak rumah sakit terhadap penerapan AMDAL (analisis
dampak lingkungan).
Apabila penimbunan sampah di Tempat pembuangan sampah (TPA)
ini terus berlangsung maka diprediksi dua sampai tiga tahun ke depan tempat
pembuangan akhir (TPA) Jatibarang tersebut tidak akan muat lagi untuk
menampung sampah-sampah yang terkumpul dari seluruh kota Semarang.
Dengan berdasarkan prediksi tersebut maka perlu menerapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 di kota Semarang. Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya dilakukan perubahan
paradigma tentang pengelolaan sampah yaitu dari paradigma kumpul–angkut–
buang berubah menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah
dan penanganan sampah. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada
Tempat Pembuangan Akhir saja sudah saatnya ditinggalkan dan diganti
dengan paradigma baru. Paradigma yang menganggap bahwa sampah sebagai
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan,
misalnya, untuk energi, kompos, pupuk, dan bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pendekatan yang
komprehensif. Pengelolaan sampah dapat dimulai dari memilah produk yang
4
berpotensi menjadi sampah yang belum dihasilkan. Dilanjutkan ke tahap
pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Kegiatan pengurangan sampah
bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha,
maupun masyarakat luas; melaksanakan kegiatan pembatasan timbulnya
sampah, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui upaya-upaya
cerdas, efisien dan terprogram. Meskipun demikian, kegiatan 3R ini masih
menghadapi kendala utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk
memilah sampah.
Uraian yang telah dijelaskan di atas merupakan gambaran secara
umum permasalahan pengelolaan sampah di Kota Semarang. Dari penjelasan
tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah di Kota Semarang (Studi Kasus pada Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Jatibarang).” Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dari strategi pengelolaan sampah dan memberikan manfaat bagi
seluruh bagian sektor lingkungan di Kota Semarang maupun masyarakat lokal
guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka rumusan masalah dari analisis paper ini adalah :
1. Bagaimana cara untuk mengurangi timbunan sampah?
2. Bagaimana menanggulangi agar sampah medis tidak dibuang di TPA
Jatibarang?
3. Hal apa yang dilakukan supaya dapat mengurangi dampak air lindi yang
mencemari aliran sungai kreo?
1.3
Tujuan Analisis
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari analisis policy paper
ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara untuk mengurangi timbunan sampah?
2. Untuk mengetahui cara menanggulangi agar sampah medis tidak
dibuang di TPA Jatibarang?
5
3. Untuk mengetahui hal apa yang dilakukan supaya dapat mengurangi
dampak air lindi yang mencemari aliran sungai kreo?
BAB II
ANALISIS KEBIJAKAN
Menurut William Dunn (2000 : 1) Analisis kebijakan adalah aktivitas
menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam
menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, analisis kebijakan
meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. Willian Dunn
juga mengemukakan bahwa metodologi analisis kebijkan diambil dari dan
memadukan elemen-elemen dari berbagai disiplin : ilmu politik, sosiaologi,
psikologi, ekonomi, filsafat. Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif,
diambil dari disiplin-disiplin tradisional yang mencari pengetahuan tentang sebab
dan akibat dari kebijakan-kebijakan publik.
Analisis kebijakan publik mempunyai peran yang sangat penting untuk
membantu seorang pembuat kebijakan dengan memberikan informasi yang
diperoleh melalui penelitian dan analisis, memisahkan dan mengklasifikasikan
persoalan, mengungkap ketidakcocokan tujuan dan upayanya, memberi alternatifalternatif baru dan mengusulkan cara-cara menterjemahkan ide-ide kedalam
kebijakan-kebjakan yang mudah diwujudkan dan direalisaikan. Kontribusi utama
untuk memberikan masukan-masukan terutama dengan memperhitungkan
keutamaan dan kepekaan parameternya.
Setiap jenis analisis kebijakan yang menghasilkan dan menyajikan
informasi dapat dijadikan dasar oleh para pembuat kebijakan untuk menguji
pendapat-pendapat mereka. Analisis kebijakan mencakup kegiatan penelitian
untuk menjelaskan atau memberikan wawasan terhadap problem atau isu yang
mendahului untuk mengevaluasi program yang sudah selesai. Beberapa analisis
bersifat informal yang tidak lebih hanya berupa pemikiran keras dan teliti,
sedangkan lainnya memerlukan data yang luas, sehingga dapat dihitung dengan
proses matematika yang rumit. (Quade, 1984 : 4)
6
Analisis kebijakan bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu
para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik.
didalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan
masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif
kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat
kebijakan.
2.1 Kriteria Analisis Kebijakan
Suatu kebijakan yang telah dirumuskan, kemudian dapat diimplementasikan
memiliki kriteria dalam mengkategorikan apakah kebijakan tersebut berhasil atau
tidak. Diantaranya kebijakan dilaksanakan pemerintah daerah,
serta diterima dan diterapkan oleh masyarakat. Selain itu
kebijakan itu dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan yang
diharapkan. Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi
indikator keberhasilan kebijakan.
Kemudian kebijakan tentang pengelolaan sampah di Kota Semarang
berkaitan dengan
sampah
banyaknya permasalahan sampah yang muncul. Masalah
menjadi
masalah
yang
pelik
dalam
pengelolaan
lingkungan. Pada umumnya sampah di Kota Semarang di kelola
oleh pemerintah daerah melalui masing-masing kelurahan.
Kemudian
sampah-sampah
tersebut
ditampung
ditempat
penampungan sementara, sampah-sampah di berbagai tempat
penampungan
sementara
akhirnya
dibuang
ke
tempat
pembuangan akhir sampah (TPA). TPA Kota Semarang yakni TPA
Jati Barang yang lokasinya terletak di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen,
di bagian barat Kota Semarang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas,
maka parameter (kriteria) yang dipilih dengan merujuk pada parameter yang
disampaikan oleh Bardach (Patton and Sawicky,1986 dalam Keban, 1995) yang
penulis dapat dari Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Simpang Lima
Kabupaten Pati oleh Mualim dan Kismartini yaitu sebagai berikut:
a. Technical feasibility (kelayakan teknis) yaitu kriteria yang digunakan untuk
mengukur apakah keluaran (outcome) dari kebijakan atau program akan
7
mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan kata lain, apakah alternatif yang
dipilih akan berjalan dalam konteks teknis? Dalam hal ini, seberapa jauh
alternatif kebijakan yang diambil dapat mencapai apa yang diinginkan dan
apakah alternatif kebijakan yang diambil mampu mengatasi permasalahan
yang muncul secara keseluruhan atau hanya sebagian saja.
b. Economic and financial possibility (kemungkinan ekonomi dan finansial)
yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur berapa biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan dan berapa keuntungan yang
dihasilkan.
c. Political viability (kehidupan politik) yaitu kriteria yang digunakan untuk
mengukur apakah kebijakan akan berhasil dimana terdapat pengaruh dari
berbagai kelompok kekuasaan, seperti : pembuat keputusan, legislatif,
administrator, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, perkumpulan
dan aliansi politik lainnya. Kriteria politik menyangkut lima subkriteria
yang
perlu
dipertimbangkan,
yaitu
acceptability,
appropriateness,
responsiveness, legal dan equity.
1. Acceptability, menyangkut penentuan apakah suatu alternatif kebijakan
dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para klien dan aktor-aktor
lainnya dalam masyarakat.
2. Appropriateness, berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan
tidak merusak atau bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ada
dalam masyarakat.
3. Responsiveness, berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan,
akan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada.
4. Legal, artinya apakah suatu alternatif kebijakan tidak bertentangan
dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
5. Equity, yaitu apakah suatu alternatif kebijakan akan mempromosi
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat (mungkin suatu kebijakan
dapat meredistribusikan income, memberikan hak untuk memperoleh
pelayanan minimum, atau membayar suatu pelayanan sesuai dengan
kemampuan).
8
6. Administrative
operability
(administrasi),
yaitu
kriteria
yang
mempertimbangkan :
1. Authority, berkenaan dengan kewenangan mengimplementasi suatu
kebijakan. Dengan kata lain, apakah organisasi yang diserahi tugas
mengimplementasi kebijakan memiliki otoritas yang jelas untuk
melakukan kerja sama dengan unit organisasi yang lain dalam
menentukan prioritas.
2. Institutional commitment, menyangkut komitmen dari administrator
level atas dan bawah, kantor dan pekerja lapangan. Kriteria ini
penting untuk menilai apakah suatu alternatif kebijakan bersifat
realistis atau tidak.
3. Capability, berkenaan dengan apakah organisasi yang akan
mengimplementasikannya
dinilai
mampu
dalam
konteks
kemampuan SDM dan dalam konteks finansial.
4. Organizational support, berkaitan dengan tersedia tidaknya
dukungan-dukungan peralatan, fasilitas fisik, dan pelayananpelayanan lainnya. Apakah dukungandukungan itu dapat tersedia
jika dibutuhkan?
Selain 4 kategori diatas, penulis memasukkan parameter kesadaran lingkungan
(ecological awareness) dalam penelitian ini. Ecological awareness ini meliputi
pertimbangan terhadap lingkungan hayati dan lingkungan sosial. Sebab
permasalahan yang penulis angkat mengenai pengelolaan sampah di Kota
Semarang dan masalah yang ditimbulkan dari sampah ini.
2.2
Alternatif Kebijakan
Alternatif kebijakan yang diambil dalam policy paper ini
berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas
adalah sebagai berikut :
A. Melanjutkan Kebijakan yang Sudah ada
Melanjutkan Kebijakan yang sudah ada atau biasa
disebut dengan Status Quo adalah melanjutkan kebijakan
yang sudah ada atau sedang berlaku.
9
B. Memodifikasi Kebijakan yang sudah ada
Memodifikasi Kebijakan yang sudah ada atau Perubahan
Inkremental berarti kebijakan mengalami perubahan sedikitsedikit. Model ini memandang kebijakan publik sebagai
suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah dimasa lalu
dengan hanya menambah atau merubahnya (modifikasi)
sedikit-sedikit.
memberikan
Analisis
jalan
dengan
berbeda
model
dari
inkremental
ini
rasional-komprehensif
(sinoptis), selain menawarkan kemudahan dalam analisis
karena tidak perlu melakukan analisis secara cermat dan
teliti, cukup melihat kebijakan yang telah ada kemudian
disesuaikan dengan permasalahan yang terus berubah, hal
tersebut sudah merupakan analisis. Kebijakan dibuat oleh
perumus kebijakan tanpa harus melihat atau meneliti
dengan komperehensif, sehingga dari alternatif yang ada
secara singkat diputuskan untuk dijadikan kebijakan dan
kegiatannya menjadi terus menerus, karena kebijakan yang
dibuat
tidak
ada
yang
benar-benar
untuk
dijadikan
pemecahan masalah secara keberlanjutan, hanya untuk
masalah yang hadir sekarang. Berhubungan dengan itu,
maka
pemerintah
mengembangkan
dapat
kebijakan
memodifikasi
yang
sudah
ada,
atau
dengan
perubahan sesuai kebutuhan.
C. Menciptakan/Mendesain Kebijakan Baru
Mendesain
kebijakan
yang
baru
adalah
alternatif
terakhir dalam paper ini. Alternatif Ini menjadi pilihan bila
kedua
alternatif
di
atas,
status
quo
dan
perubahan
inkremental bukan alternatif terbaik. Mendesain kebijakan
baru, dapat dilakukan pemerintah dengan Bekerjasama
dengan Swasta. Pemerintah dan swasta bersinergi dalam
hubungan Kemitraan Pemerintah, perguruan tinggi, Swasta
dan masyarakat.
10
Berdasarkan alternatif kebijakan diatas maka harus ada
prakiraan yang menjadi gambaran dari terlaksananya peraturan
tersebut. Prakiraan dari alternatif kebijakan yang telah dibuat
diantaranya yaitu:
Berkaitan dengan Opsi A di atas, menunjukkan bahwa
masyarakat perlu difasilitasi (baik oleh LSM maupun oleh
pemerintah) untuk memperkuat pemahaman dan meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Perda Nomor 6
Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah di kota Semarang.
Sehingga output perda ini bisa memberikan dampak yang
signifikan kepada masyarakat. Selain itu diperlukan juga interaksi
dengan masyarakat dalam menjalin kerjasama pengelolaan
sampah agar dapat terkendali. Alternatif ini dapat dilaksanakan
dengan cara membuat lembaga yang berbadan hukum yang
bekerjasama dengan pemerintah kota serta dapat menjadi
wadah untuk membina, melatih, mendampingi, serta membeli
dan memasarkan hasil kegiatan pengelolaan sampah. Tujuannya
agar dapat mengurangi sampah di TPS/TPA dan mendorong
pemberdayaan
ekonomi
masyarakat,
melalui
pemanfaatan
sampah dengan program 3R. Contohnya seperti Bank Sampah di
Kota Malang.
Opsi B untuk merevisi materi Perda dapat dilakukan sesuai
dengan pedoman dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah. Opsi B ini dilakukan dengan cara
menambahkan materi mengenai koordinasi lanjut antar satuan
kerja perangkat daerah/SKPD di kota Semarang,.
Opsi C memberikan saran untuk melakukan suatu proses
baru dengan lebih sistematis dan empiris. Di dalam proses
penyusunan Perda yang baru ini terdapat beberapa hal yang
penting untuk dilakukan:
Melakukan definisi permasalahan yang jelas dan spesifik,
di antaranya melalui: studi literature, studi lapangan,
11
maupun perlibatan pakar untuk mendapatkan gambaran
permasalahan secara nyata dan komprehensif. Definisi
permasalahan yang jelas dan spesifik juga sangat penting
dalam
diskusi
dengan
masyarakat
di
tingkat
lokal
sehingga diperoleh tujuan bersama yang akan menjadi
dasar dari penyusunan suatu kebijakan lokal, maupun
pemahaman masyarakat dari suatu norma sosial baru.
Mengembangkan
analisa
hubungan
pemangku
kepentingan terkait dengan permasalahan dan solusi.
Analisa
semacam
strategi
ini
pendekatan
akan
yang
membantu
dipilih
menentukan
dalam
proses
penyusunan Perda, menentukan pemangku kepentingan
yang tepat dan harus terlibat untuk menjamin partisipasi
penuh serta termuatnya semua kepentingan terkait
permasalahan
dan
solusi.
Analisa
ini
juga
akan
menentukan bentuk dan durasi strategi komunikasi yang
perlu dibangun sesuai dengan perbedaan/persamaan
kepentingan
yang
ada
di
antara
para
pemangku
kepentingan.
2.3
Penilaian Kebijakan
Terdapat beberapa penilaian yang bisa diangkat terhadap
opsi yang diberikan. Beserta perbandingan yang akan dihadapi
dalam penerapan peraturan tersebut. Diantaranya yaitu:
Konsekuensi dari Opsi A adalah:
Tidak memulai proses kebijakan dari awal sehingga efektif
dalam penggunaan waktu.
Memperjelas tujuan bersama ketika pengelolaan terhadap
sampah bisa diterapkan dengan baik akan meningkatkan
pemahaman
mengenai
nilai
penting
dalam
Perda
ini
terhadap kebaikan lingkungan hidup.
12
Diperlukan sejumlah biaya tertentu (bisa bersumber dari
dana
pemerintah
pendamping)
intervensi
daerah
untuk
yang
maupun
mengembangkan
layak
dan
menjamin
dana
lembaga
suatu
proses
bahwa
tercipta
pemahaman norma sosial yang baru.
Konsekuensi dari Opsi B adalah:
Permasalahan utama diperbaiki dan mampu mendekati
permasalahan nyata yang ingin diatasi, sehingga kebijakan
benar-benar berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan
masalah.
Perlu pelibatan dan komunikasi yang membangun dan
intensif dari pengambil keputusan di pemerintahan daerah
sehingga Perda secara sistematis mendukung peraturan
perundangan yang lebih tinggi dalam mengelola masalah
sampah.
Diperlukan waktu dan biaya, baik untuk proses mencapai
kesepakatan
terhadap
materi
baru
maupun
untuk
sosialisasinya serta pelaksanaannya, yang mungkin akan
setara dengan proses pembuatan Perda baru.
Pemilihan Opsi C sebagai suatu solusi kebijakan memiliki
beberapa konsekuensi sebagai berikut:
Diperlukan sumberdaya (keahlian, waktu, dana) yang lebih
besar dibandingkan Opsi A dan Opsi B.
Penerapan Opsi C secara konsisten
terpenuhinya
lima
aspek
kunci
akan
dalam
menjamin
pengelolaan
komunitas terhadap sumberdaya alam yaitu keputusan
yang partisipatif, monitoring, norma sosial, dan sanksi
sosial, serta kontrol terhadap perilaku individu.
Rancangan strategi untuk proses pemahaman masyarakat
tentang norma menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
rancangan proses penyusunan Perda secara formal legal,
13
maka dapat diharapkan bahwa penerapan Perda akan
menjadi lebih efektif.
14
BAB III
REKOMENDASI
Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan
ketidakpastian,
mengenali
eksternalitas
dan
akibat
ganda,
menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan
pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan.
(Dunn, 2000 : 27)
Masalah dalam policy paper ini berkenaan dengan masih
kurangnya pemahaman masyarakat terkait pengelolaan sampah
sebagaimana telah tercantum dalam Perda Nomor 6 Tahun 2012
tentang
pengelolaan
sampah
di
Kota
Semarang.
Hal
ini
menyebabkan terjadinya penimbunan sampah yang berlebihan
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang. Penimbunan
sampah ini berdampak pada pencemaran lingkungan di Kota
Semarang.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih alternatif
kebijakan yang akan direkomendasikan dalam rangka melakukan pengelolaan
sampah di Kota Semarang. Sebagaimana telah diketahui, bahwa pembuangan
sampah di Kota Semarang terpusat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang, yang notabene sekarang sudah kelebihan timbunan sampah, bahkan
sampah yang masuk di TPA tidak ada sistem penyortiran sebelumnya, sehingga
segala macam jenis sampah masuk di TPA ini yang nantinya akan menimbulkan
berbagai dampak, baik dampak pencemaran lingkungan bahkan pencemaran
kuman yang cukup tinggi.
Mengingat sifat dari analisis kebijakan yang harus dilakukan secara
komprehensif, ditambah dengan masalah-masalah yang ditimbulkan dalam
penimbunan sampah yang berlebihan di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Jatibarang yang persoalannya tidak hanya pada satu sisi, maka
dalam melakukan analisis kebijakan pengelolaan sampah di Kota Semarang ini
peneliti menggunakan lima parameter (kriteria) yaitu parameter teknis, ekonomi,
15
politik, administratif dan lingkungan, untuk mendapatkan alternatif kebijakan
yang terbaik.
Melalui alternatif yang telah dihasilkan dari proses analisis
kebijakan yang tertuang dalam Perda mengenai pengelolaan
sampah di Kota Semarang tersebut, policy paper ini lebih
memilih untuk memberikan argumentasi sesuai dengan alternatif
pilihan A yaitu: Tidak merubah Perda yang telah ada namun
melakukan
seperangkat
memberikan
Berkaitan
kekuatan
dengan
Opsi
intervensi
non-formal
A,
terpadu
untuk
terhadap
Perda.
memberikan
rekomendasi
agar
pemerintah memfasilitasi masyarakat dengan membuat lembaga
yang berbadan hukum yang bekerjasama dengan pemerintah
kota serta dapat menjadi wadah untuk membina, melatih,
mendampingi, serta membeli dan memasarkan hasil kegiatan
pengelolaan sampah. Tujuannya agar dapat mengurangi sampah
di TPS/TPA dan mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat,
melalui pemanfaatan sampah dengan program 3R (Reduce,
Reuse, Recyle). Contohnya seperti Bank Sampah yang telah
diterapkan di Kota Malang. Kemudian harus ada petugas yang
memiliki kewenangan untuk melakukan penyortiran sampah
yang masuk di TPA Jatibarang, sehingga hal ini akan mengurangi
jenis sampah yang tidak seharusnya masuk di TPA.
Opsi tersebut dianggap paling tepat karena logis dan
realistis
untuk
dilakukan,
serta
bersifat
progresif
karena
diarahkan pada membangun mekanisme untuk memperkuat
penegakan aturan secara norma deskriptif daripada mengulangi
proses penyusunan perda dari awal. Setiap peraturan yang
dianggap ideal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Refeerensi Buku :
Dunn,
Wlliam
N.
2000.
Pengantar
Analisis
Kebijakan
Publik
Edisi
Kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Quade, E.S. 1984. Analysis For Public Dicision. New York: The Rand Corpration.
Peraturan Pemerintah :
Perda Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang.
Referensi Internet :
http://dispendukcapil.semarangkota.go.id/statistik/jumlah-penduduk-kotasemarang/2016-12-15 diunduh pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 18.43
WIB.
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160222182308-277112685/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-dua-dunia/
diunduh pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 15.36 WIB.
http://sp.beritasatu.com/home/produksi-sampah-semarang-1200-tonhari/100853
diunduh pada tanggal 22 April 2017 pukul 12.18 WIB.
http://beritajateng.net/edan-sampah-yang-dihasilkan-kota-semarang-capai-1-200ton-perhari/ diunduh pada tanggal 22 April 2017 pukul 12.35 WIB.
Jurnal :
Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik Analisis Kebijakan
Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Simpang Lima Kabupaten Pati
oleh Mualim dan Kismartini.
17
2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Analisis Kebijakan Publik
Dosen Pengampu
1. Prof. Dr. Sri Suwitri, M.Si
2. Dr. Kismartini, M.Si
Disusun Oleh:
Desti Relinda Qurniawati
14020116410001
Endah Wahyuningrum
14020116410033
Herta Sitorus
14020116410025
Angkatan : XLV
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1
Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3
Tujuan Analisis..........................................................................................5
BAB II ANALISIS KEBIJAKAN...........................................................................6
2.1
Kriteria Analisis Kebijakan.......................................................................7
2.2
Alternatif Kebijakan..................................................................................9
2.3
Penilaian Kebijakan.................................................................................12
BAB III REKOMENDASI....................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan kota yang pesat menyebabkan bertambahnya jumlah
penduduk kota. Salah satu dampak akibat peningkatan laju pertumbuhan dan
pendapatan penduduk adalah peningkatan tuntutan penyediaan sarana dan
prasarana pelayanan perkotaan. Selain kuantitas, kualitas pelayanan pun
dituntut untuk terus ditingkatkan agar senantiasa dapat memenuhi kebutuhan
seluruh penduduk perkotaan. Konsekuensi dari peningkatan urbanisasi dan
kondisi ekonomi adalah perubahan pola konsumsi masyarakat kota yang dapat
dilihat dengan nyata dari komposisi sampah perkotaan. Demikian juga dengan
volume sampah yang diproduksi oleh suatu kota akan berbanding lurus
dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduknya.
Sampah merupakan suatu pokok permasalahan yang banyak
diperbincangkan oleh masyarakat, seperti yang kita ketahui jumlah sampah di
Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data Jambeck
(2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik
ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai
262,9 juta ton. Hal ini di sebabkan karena jumlah populasi penduduk di
Indonesia setiap tahunnya bertambah dan kebutuhanpun semakin meningkat
yang mengakibatkan populasi sampah berkembang.
Pengertian sampah dalam (UU No. 18 Tahun 2008) adalah sisa
kegiatan sehari-hari manuasia dan/atau proses alam yang padat. Dengan
berlakunya UU No 18/2008 tentang pengelolaan sampah. Substansi penting
dari UU ini adalah semua pemerintah kota/kabupaten harus mengubah sistem
pembuangan sampah menjadi sistem pengelolaan sampah. Sampah yang
biasanya diangkut dan dibuang ke TPA, saat ini harus ada pengelolaan sampah
baik di tingkat hulu maupun hilir.
Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang cukup
berkembang. Laju perkembangan kawasan perkotaan Semarang telah
melampaui batas administrasi Kota Semarang. Peningkatan jumlah penduduk
yang mencapai 1.648.279 jiwa per desember 2016 menurut data Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang akan memicu
meningkatkannya kegiatan jasa, industri, bisnis dan sebagainya di wilayah
Semarang, sehingga akan memicu meningkatnya produksi limbah buangan
atau sampah. Sampah merupakan suatu masalah yang sangat serius dalam kota
besar khususnya di Kota Semarang.
Produksi sampah warga Kota Semarang bisa mencapai 1.200 ton per
hari. Sebanyak 800 ton masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang, sedangkan lainnya dikelola swasta. Untuk menampung 800 ton per
hari, diperlukan prasarana yang memadai agar sampah tidak tercecer dan tidak
teratur. Dijelaskan, dari 800 ton sampah yang masuk di TPA Jatibarang setiap
harinya, 200 ton sampah akan diolah kembali untuk dijadikan pupuk kompos.
(Dalam Berita Suara Pembaruan)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Semarang Ulfi Imran Basuki yang kami akses dari berita
jateng. Berikut penjelasannya:
“Setiap harinya dari total 1.200 ton sampah yang dihasilkan dari seluruh
kota Semarang, 800 tonnya masuk ke TPA Jatibarang, sedangkan sisanya
dikelola kelompok swadaya masyarakat, bank-bank sampah. Kemudian,
dari 800 ton sampah yang masuk setiap harinya ke TPA Jatibarang, 350
tonnya yang diolah pupuk 200 ton pupuk organik dan energi gas jenis
metan. Sampah di TPA Jatibarang ini setiap hari sudah menghasilkan 72
m3 gas metan yang bisa disalurkan ke 100 rumah warga. Setiap satu meter
kubik (m3) gas metan setara dengan energi yang dihasilkan 0,48 kilogram
gas elpiji.”
Di Kota Semarang, persampahan menjadi masalah yang sangat serius
sebagai salah satu dampak negatif dari pesatnya pembangunan. Hal ini dapat
dilihat dari semakin meningkatnya sampah dari tahun 2014 sampai 2015 pada
16 Kecamatan di Kota Semarang. Berikut tabel jumlah produksi sampah dan
sampah yang terangkut yang kami peroleh dari Semarang dalam angka 2016.
2
Tabel 1
Volume Sampah Rata-Rata per hari di Kota Semarang
Tahun 2015-2016
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa tidak semua sampah di 16
Kecamatan dapat diangkut karena keterbatasan sarana transportasi yang
jumlahnya hanya sekitar 100-an unit truk. Dinas kebersihan hanya mampu
mengangkut sampah sebesar 64,53 persen atau sekitar 2.700 meter kubik per
hari. Artinya, masih ada sekitar 1.500 meter kubik sampah yang menjadi
beban lingkungan setiap hari yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan
bencana apabila terakumulasi terus-menerus.
Masalah sampah menjadi masalah yang pelik dalam
pengelolaan lingkungan. Pada umumnya sampah di Kota
Semarang di kelola oleh pemerintah daerah melalui masingmasing
kelurahan.
ditampung
sampah
di
Kemudian
ditempat
berbagai
sampah-sampah
penampungan
tempat
sementara,
penampungan
tersebut
sampahsementara
akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
TPA Kota Semarang yakni TPA Jati Barang yang lokasinya terletak di
Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, di bagian barat Kota Semarang.
3
Fakta dilapangan dikabarkan bahwa Tempat pembuangan akhir (TPA)
Jati barang belum dikelola dengan maksimal. Hal ini dibuktikan dengan
adanya air lindi akibat penimbunan sampah yang berlebihan dan belum ada
penangan lebih lanjut sehingga mencemari air sungai Kreo yang lokasinya
tepat di dekat TPA Jatibarang tersebut. Selain itu, terdapat aroma yang sangat
tidak sedap mencemari udara di kota Semarang yang disebabkan oleh belum
adanya pengelolaan sampah, selokan dan gorong-gorong pada tempat
pembuangan akhir Jatibarang.
Selain itu, di Tempat pembuangan akhir (TPA) Jati Barang ditemukan
pula sampah medis yang dihasilkan dari limbah rumah sakit dan klinik di Kota
Semarang. Sampah medis seharusnya mendapat penanganan khusus dalam
pengelolaan limbah rumah sakit karena apabila pembuangan limbah rumah
sakit seperti bekas suntik, perban, kapas operasi dan lainnya di buang di TPA
Jatibarang maka jelas akan berbahaya pada lingkungan. Hal ini disebabkan
kurangnya kesadaran pihak rumah sakit terhadap penerapan AMDAL (analisis
dampak lingkungan).
Apabila penimbunan sampah di Tempat pembuangan sampah (TPA)
ini terus berlangsung maka diprediksi dua sampai tiga tahun ke depan tempat
pembuangan akhir (TPA) Jatibarang tersebut tidak akan muat lagi untuk
menampung sampah-sampah yang terkumpul dari seluruh kota Semarang.
Dengan berdasarkan prediksi tersebut maka perlu menerapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 di kota Semarang. Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya dilakukan perubahan
paradigma tentang pengelolaan sampah yaitu dari paradigma kumpul–angkut–
buang berubah menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah
dan penanganan sampah. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada
Tempat Pembuangan Akhir saja sudah saatnya ditinggalkan dan diganti
dengan paradigma baru. Paradigma yang menganggap bahwa sampah sebagai
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan,
misalnya, untuk energi, kompos, pupuk, dan bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pendekatan yang
komprehensif. Pengelolaan sampah dapat dimulai dari memilah produk yang
4
berpotensi menjadi sampah yang belum dihasilkan. Dilanjutkan ke tahap
pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Kegiatan pengurangan sampah
bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha,
maupun masyarakat luas; melaksanakan kegiatan pembatasan timbulnya
sampah, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui upaya-upaya
cerdas, efisien dan terprogram. Meskipun demikian, kegiatan 3R ini masih
menghadapi kendala utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk
memilah sampah.
Uraian yang telah dijelaskan di atas merupakan gambaran secara
umum permasalahan pengelolaan sampah di Kota Semarang. Dari penjelasan
tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah di Kota Semarang (Studi Kasus pada Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Jatibarang).” Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dari strategi pengelolaan sampah dan memberikan manfaat bagi
seluruh bagian sektor lingkungan di Kota Semarang maupun masyarakat lokal
guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka rumusan masalah dari analisis paper ini adalah :
1. Bagaimana cara untuk mengurangi timbunan sampah?
2. Bagaimana menanggulangi agar sampah medis tidak dibuang di TPA
Jatibarang?
3. Hal apa yang dilakukan supaya dapat mengurangi dampak air lindi yang
mencemari aliran sungai kreo?
1.3
Tujuan Analisis
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari analisis policy paper
ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara untuk mengurangi timbunan sampah?
2. Untuk mengetahui cara menanggulangi agar sampah medis tidak
dibuang di TPA Jatibarang?
5
3. Untuk mengetahui hal apa yang dilakukan supaya dapat mengurangi
dampak air lindi yang mencemari aliran sungai kreo?
BAB II
ANALISIS KEBIJAKAN
Menurut William Dunn (2000 : 1) Analisis kebijakan adalah aktivitas
menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam
menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, analisis kebijakan
meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. Willian Dunn
juga mengemukakan bahwa metodologi analisis kebijkan diambil dari dan
memadukan elemen-elemen dari berbagai disiplin : ilmu politik, sosiaologi,
psikologi, ekonomi, filsafat. Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif,
diambil dari disiplin-disiplin tradisional yang mencari pengetahuan tentang sebab
dan akibat dari kebijakan-kebijakan publik.
Analisis kebijakan publik mempunyai peran yang sangat penting untuk
membantu seorang pembuat kebijakan dengan memberikan informasi yang
diperoleh melalui penelitian dan analisis, memisahkan dan mengklasifikasikan
persoalan, mengungkap ketidakcocokan tujuan dan upayanya, memberi alternatifalternatif baru dan mengusulkan cara-cara menterjemahkan ide-ide kedalam
kebijakan-kebjakan yang mudah diwujudkan dan direalisaikan. Kontribusi utama
untuk memberikan masukan-masukan terutama dengan memperhitungkan
keutamaan dan kepekaan parameternya.
Setiap jenis analisis kebijakan yang menghasilkan dan menyajikan
informasi dapat dijadikan dasar oleh para pembuat kebijakan untuk menguji
pendapat-pendapat mereka. Analisis kebijakan mencakup kegiatan penelitian
untuk menjelaskan atau memberikan wawasan terhadap problem atau isu yang
mendahului untuk mengevaluasi program yang sudah selesai. Beberapa analisis
bersifat informal yang tidak lebih hanya berupa pemikiran keras dan teliti,
sedangkan lainnya memerlukan data yang luas, sehingga dapat dihitung dengan
proses matematika yang rumit. (Quade, 1984 : 4)
6
Analisis kebijakan bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu
para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik.
didalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan
masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif
kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat
kebijakan.
2.1 Kriteria Analisis Kebijakan
Suatu kebijakan yang telah dirumuskan, kemudian dapat diimplementasikan
memiliki kriteria dalam mengkategorikan apakah kebijakan tersebut berhasil atau
tidak. Diantaranya kebijakan dilaksanakan pemerintah daerah,
serta diterima dan diterapkan oleh masyarakat. Selain itu
kebijakan itu dilaksanakan sesuai dengan tujuan kebijakan yang
diharapkan. Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi
indikator keberhasilan kebijakan.
Kemudian kebijakan tentang pengelolaan sampah di Kota Semarang
berkaitan dengan
sampah
banyaknya permasalahan sampah yang muncul. Masalah
menjadi
masalah
yang
pelik
dalam
pengelolaan
lingkungan. Pada umumnya sampah di Kota Semarang di kelola
oleh pemerintah daerah melalui masing-masing kelurahan.
Kemudian
sampah-sampah
tersebut
ditampung
ditempat
penampungan sementara, sampah-sampah di berbagai tempat
penampungan
sementara
akhirnya
dibuang
ke
tempat
pembuangan akhir sampah (TPA). TPA Kota Semarang yakni TPA
Jati Barang yang lokasinya terletak di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen,
di bagian barat Kota Semarang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas,
maka parameter (kriteria) yang dipilih dengan merujuk pada parameter yang
disampaikan oleh Bardach (Patton and Sawicky,1986 dalam Keban, 1995) yang
penulis dapat dari Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Simpang Lima
Kabupaten Pati oleh Mualim dan Kismartini yaitu sebagai berikut:
a. Technical feasibility (kelayakan teknis) yaitu kriteria yang digunakan untuk
mengukur apakah keluaran (outcome) dari kebijakan atau program akan
7
mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan kata lain, apakah alternatif yang
dipilih akan berjalan dalam konteks teknis? Dalam hal ini, seberapa jauh
alternatif kebijakan yang diambil dapat mencapai apa yang diinginkan dan
apakah alternatif kebijakan yang diambil mampu mengatasi permasalahan
yang muncul secara keseluruhan atau hanya sebagian saja.
b. Economic and financial possibility (kemungkinan ekonomi dan finansial)
yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur berapa biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan dan berapa keuntungan yang
dihasilkan.
c. Political viability (kehidupan politik) yaitu kriteria yang digunakan untuk
mengukur apakah kebijakan akan berhasil dimana terdapat pengaruh dari
berbagai kelompok kekuasaan, seperti : pembuat keputusan, legislatif,
administrator, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, perkumpulan
dan aliansi politik lainnya. Kriteria politik menyangkut lima subkriteria
yang
perlu
dipertimbangkan,
yaitu
acceptability,
appropriateness,
responsiveness, legal dan equity.
1. Acceptability, menyangkut penentuan apakah suatu alternatif kebijakan
dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para klien dan aktor-aktor
lainnya dalam masyarakat.
2. Appropriateness, berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan
tidak merusak atau bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ada
dalam masyarakat.
3. Responsiveness, berkenaan dengan apakah suatu alternatif kebijakan,
akan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada.
4. Legal, artinya apakah suatu alternatif kebijakan tidak bertentangan
dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
5. Equity, yaitu apakah suatu alternatif kebijakan akan mempromosi
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat (mungkin suatu kebijakan
dapat meredistribusikan income, memberikan hak untuk memperoleh
pelayanan minimum, atau membayar suatu pelayanan sesuai dengan
kemampuan).
8
6. Administrative
operability
(administrasi),
yaitu
kriteria
yang
mempertimbangkan :
1. Authority, berkenaan dengan kewenangan mengimplementasi suatu
kebijakan. Dengan kata lain, apakah organisasi yang diserahi tugas
mengimplementasi kebijakan memiliki otoritas yang jelas untuk
melakukan kerja sama dengan unit organisasi yang lain dalam
menentukan prioritas.
2. Institutional commitment, menyangkut komitmen dari administrator
level atas dan bawah, kantor dan pekerja lapangan. Kriteria ini
penting untuk menilai apakah suatu alternatif kebijakan bersifat
realistis atau tidak.
3. Capability, berkenaan dengan apakah organisasi yang akan
mengimplementasikannya
dinilai
mampu
dalam
konteks
kemampuan SDM dan dalam konteks finansial.
4. Organizational support, berkaitan dengan tersedia tidaknya
dukungan-dukungan peralatan, fasilitas fisik, dan pelayananpelayanan lainnya. Apakah dukungandukungan itu dapat tersedia
jika dibutuhkan?
Selain 4 kategori diatas, penulis memasukkan parameter kesadaran lingkungan
(ecological awareness) dalam penelitian ini. Ecological awareness ini meliputi
pertimbangan terhadap lingkungan hayati dan lingkungan sosial. Sebab
permasalahan yang penulis angkat mengenai pengelolaan sampah di Kota
Semarang dan masalah yang ditimbulkan dari sampah ini.
2.2
Alternatif Kebijakan
Alternatif kebijakan yang diambil dalam policy paper ini
berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas
adalah sebagai berikut :
A. Melanjutkan Kebijakan yang Sudah ada
Melanjutkan Kebijakan yang sudah ada atau biasa
disebut dengan Status Quo adalah melanjutkan kebijakan
yang sudah ada atau sedang berlaku.
9
B. Memodifikasi Kebijakan yang sudah ada
Memodifikasi Kebijakan yang sudah ada atau Perubahan
Inkremental berarti kebijakan mengalami perubahan sedikitsedikit. Model ini memandang kebijakan publik sebagai
suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah dimasa lalu
dengan hanya menambah atau merubahnya (modifikasi)
sedikit-sedikit.
memberikan
Analisis
jalan
dengan
berbeda
model
dari
inkremental
ini
rasional-komprehensif
(sinoptis), selain menawarkan kemudahan dalam analisis
karena tidak perlu melakukan analisis secara cermat dan
teliti, cukup melihat kebijakan yang telah ada kemudian
disesuaikan dengan permasalahan yang terus berubah, hal
tersebut sudah merupakan analisis. Kebijakan dibuat oleh
perumus kebijakan tanpa harus melihat atau meneliti
dengan komperehensif, sehingga dari alternatif yang ada
secara singkat diputuskan untuk dijadikan kebijakan dan
kegiatannya menjadi terus menerus, karena kebijakan yang
dibuat
tidak
ada
yang
benar-benar
untuk
dijadikan
pemecahan masalah secara keberlanjutan, hanya untuk
masalah yang hadir sekarang. Berhubungan dengan itu,
maka
pemerintah
mengembangkan
dapat
kebijakan
memodifikasi
yang
sudah
ada,
atau
dengan
perubahan sesuai kebutuhan.
C. Menciptakan/Mendesain Kebijakan Baru
Mendesain
kebijakan
yang
baru
adalah
alternatif
terakhir dalam paper ini. Alternatif Ini menjadi pilihan bila
kedua
alternatif
di
atas,
status
quo
dan
perubahan
inkremental bukan alternatif terbaik. Mendesain kebijakan
baru, dapat dilakukan pemerintah dengan Bekerjasama
dengan Swasta. Pemerintah dan swasta bersinergi dalam
hubungan Kemitraan Pemerintah, perguruan tinggi, Swasta
dan masyarakat.
10
Berdasarkan alternatif kebijakan diatas maka harus ada
prakiraan yang menjadi gambaran dari terlaksananya peraturan
tersebut. Prakiraan dari alternatif kebijakan yang telah dibuat
diantaranya yaitu:
Berkaitan dengan Opsi A di atas, menunjukkan bahwa
masyarakat perlu difasilitasi (baik oleh LSM maupun oleh
pemerintah) untuk memperkuat pemahaman dan meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Perda Nomor 6
Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah di kota Semarang.
Sehingga output perda ini bisa memberikan dampak yang
signifikan kepada masyarakat. Selain itu diperlukan juga interaksi
dengan masyarakat dalam menjalin kerjasama pengelolaan
sampah agar dapat terkendali. Alternatif ini dapat dilaksanakan
dengan cara membuat lembaga yang berbadan hukum yang
bekerjasama dengan pemerintah kota serta dapat menjadi
wadah untuk membina, melatih, mendampingi, serta membeli
dan memasarkan hasil kegiatan pengelolaan sampah. Tujuannya
agar dapat mengurangi sampah di TPS/TPA dan mendorong
pemberdayaan
ekonomi
masyarakat,
melalui
pemanfaatan
sampah dengan program 3R. Contohnya seperti Bank Sampah di
Kota Malang.
Opsi B untuk merevisi materi Perda dapat dilakukan sesuai
dengan pedoman dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah. Opsi B ini dilakukan dengan cara
menambahkan materi mengenai koordinasi lanjut antar satuan
kerja perangkat daerah/SKPD di kota Semarang,.
Opsi C memberikan saran untuk melakukan suatu proses
baru dengan lebih sistematis dan empiris. Di dalam proses
penyusunan Perda yang baru ini terdapat beberapa hal yang
penting untuk dilakukan:
Melakukan definisi permasalahan yang jelas dan spesifik,
di antaranya melalui: studi literature, studi lapangan,
11
maupun perlibatan pakar untuk mendapatkan gambaran
permasalahan secara nyata dan komprehensif. Definisi
permasalahan yang jelas dan spesifik juga sangat penting
dalam
diskusi
dengan
masyarakat
di
tingkat
lokal
sehingga diperoleh tujuan bersama yang akan menjadi
dasar dari penyusunan suatu kebijakan lokal, maupun
pemahaman masyarakat dari suatu norma sosial baru.
Mengembangkan
analisa
hubungan
pemangku
kepentingan terkait dengan permasalahan dan solusi.
Analisa
semacam
strategi
ini
pendekatan
akan
yang
membantu
dipilih
menentukan
dalam
proses
penyusunan Perda, menentukan pemangku kepentingan
yang tepat dan harus terlibat untuk menjamin partisipasi
penuh serta termuatnya semua kepentingan terkait
permasalahan
dan
solusi.
Analisa
ini
juga
akan
menentukan bentuk dan durasi strategi komunikasi yang
perlu dibangun sesuai dengan perbedaan/persamaan
kepentingan
yang
ada
di
antara
para
pemangku
kepentingan.
2.3
Penilaian Kebijakan
Terdapat beberapa penilaian yang bisa diangkat terhadap
opsi yang diberikan. Beserta perbandingan yang akan dihadapi
dalam penerapan peraturan tersebut. Diantaranya yaitu:
Konsekuensi dari Opsi A adalah:
Tidak memulai proses kebijakan dari awal sehingga efektif
dalam penggunaan waktu.
Memperjelas tujuan bersama ketika pengelolaan terhadap
sampah bisa diterapkan dengan baik akan meningkatkan
pemahaman
mengenai
nilai
penting
dalam
Perda
ini
terhadap kebaikan lingkungan hidup.
12
Diperlukan sejumlah biaya tertentu (bisa bersumber dari
dana
pemerintah
pendamping)
intervensi
daerah
untuk
yang
maupun
mengembangkan
layak
dan
menjamin
dana
lembaga
suatu
proses
bahwa
tercipta
pemahaman norma sosial yang baru.
Konsekuensi dari Opsi B adalah:
Permasalahan utama diperbaiki dan mampu mendekati
permasalahan nyata yang ingin diatasi, sehingga kebijakan
benar-benar berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan
masalah.
Perlu pelibatan dan komunikasi yang membangun dan
intensif dari pengambil keputusan di pemerintahan daerah
sehingga Perda secara sistematis mendukung peraturan
perundangan yang lebih tinggi dalam mengelola masalah
sampah.
Diperlukan waktu dan biaya, baik untuk proses mencapai
kesepakatan
terhadap
materi
baru
maupun
untuk
sosialisasinya serta pelaksanaannya, yang mungkin akan
setara dengan proses pembuatan Perda baru.
Pemilihan Opsi C sebagai suatu solusi kebijakan memiliki
beberapa konsekuensi sebagai berikut:
Diperlukan sumberdaya (keahlian, waktu, dana) yang lebih
besar dibandingkan Opsi A dan Opsi B.
Penerapan Opsi C secara konsisten
terpenuhinya
lima
aspek
kunci
akan
dalam
menjamin
pengelolaan
komunitas terhadap sumberdaya alam yaitu keputusan
yang partisipatif, monitoring, norma sosial, dan sanksi
sosial, serta kontrol terhadap perilaku individu.
Rancangan strategi untuk proses pemahaman masyarakat
tentang norma menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
rancangan proses penyusunan Perda secara formal legal,
13
maka dapat diharapkan bahwa penerapan Perda akan
menjadi lebih efektif.
14
BAB III
REKOMENDASI
Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan
ketidakpastian,
mengenali
eksternalitas
dan
akibat
ganda,
menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan
pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan.
(Dunn, 2000 : 27)
Masalah dalam policy paper ini berkenaan dengan masih
kurangnya pemahaman masyarakat terkait pengelolaan sampah
sebagaimana telah tercantum dalam Perda Nomor 6 Tahun 2012
tentang
pengelolaan
sampah
di
Kota
Semarang.
Hal
ini
menyebabkan terjadinya penimbunan sampah yang berlebihan
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang. Penimbunan
sampah ini berdampak pada pencemaran lingkungan di Kota
Semarang.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih alternatif
kebijakan yang akan direkomendasikan dalam rangka melakukan pengelolaan
sampah di Kota Semarang. Sebagaimana telah diketahui, bahwa pembuangan
sampah di Kota Semarang terpusat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Jatibarang, yang notabene sekarang sudah kelebihan timbunan sampah, bahkan
sampah yang masuk di TPA tidak ada sistem penyortiran sebelumnya, sehingga
segala macam jenis sampah masuk di TPA ini yang nantinya akan menimbulkan
berbagai dampak, baik dampak pencemaran lingkungan bahkan pencemaran
kuman yang cukup tinggi.
Mengingat sifat dari analisis kebijakan yang harus dilakukan secara
komprehensif, ditambah dengan masalah-masalah yang ditimbulkan dalam
penimbunan sampah yang berlebihan di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Jatibarang yang persoalannya tidak hanya pada satu sisi, maka
dalam melakukan analisis kebijakan pengelolaan sampah di Kota Semarang ini
peneliti menggunakan lima parameter (kriteria) yaitu parameter teknis, ekonomi,
15
politik, administratif dan lingkungan, untuk mendapatkan alternatif kebijakan
yang terbaik.
Melalui alternatif yang telah dihasilkan dari proses analisis
kebijakan yang tertuang dalam Perda mengenai pengelolaan
sampah di Kota Semarang tersebut, policy paper ini lebih
memilih untuk memberikan argumentasi sesuai dengan alternatif
pilihan A yaitu: Tidak merubah Perda yang telah ada namun
melakukan
seperangkat
memberikan
Berkaitan
kekuatan
dengan
Opsi
intervensi
non-formal
A,
terpadu
untuk
terhadap
Perda.
memberikan
rekomendasi
agar
pemerintah memfasilitasi masyarakat dengan membuat lembaga
yang berbadan hukum yang bekerjasama dengan pemerintah
kota serta dapat menjadi wadah untuk membina, melatih,
mendampingi, serta membeli dan memasarkan hasil kegiatan
pengelolaan sampah. Tujuannya agar dapat mengurangi sampah
di TPS/TPA dan mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat,
melalui pemanfaatan sampah dengan program 3R (Reduce,
Reuse, Recyle). Contohnya seperti Bank Sampah yang telah
diterapkan di Kota Malang. Kemudian harus ada petugas yang
memiliki kewenangan untuk melakukan penyortiran sampah
yang masuk di TPA Jatibarang, sehingga hal ini akan mengurangi
jenis sampah yang tidak seharusnya masuk di TPA.
Opsi tersebut dianggap paling tepat karena logis dan
realistis
untuk
dilakukan,
serta
bersifat
progresif
karena
diarahkan pada membangun mekanisme untuk memperkuat
penegakan aturan secara norma deskriptif daripada mengulangi
proses penyusunan perda dari awal. Setiap peraturan yang
dianggap ideal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Refeerensi Buku :
Dunn,
Wlliam
N.
2000.
Pengantar
Analisis
Kebijakan
Publik
Edisi
Kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Quade, E.S. 1984. Analysis For Public Dicision. New York: The Rand Corpration.
Peraturan Pemerintah :
Perda Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Semarang.
Referensi Internet :
http://dispendukcapil.semarangkota.go.id/statistik/jumlah-penduduk-kotasemarang/2016-12-15 diunduh pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 18.43
WIB.
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160222182308-277112685/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-dua-dunia/
diunduh pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 15.36 WIB.
http://sp.beritasatu.com/home/produksi-sampah-semarang-1200-tonhari/100853
diunduh pada tanggal 22 April 2017 pukul 12.18 WIB.
http://beritajateng.net/edan-sampah-yang-dihasilkan-kota-semarang-capai-1-200ton-perhari/ diunduh pada tanggal 22 April 2017 pukul 12.35 WIB.
Jurnal :
Dialogue Jurnal Ilmu Administrasi Dan Kebijakan Publik Analisis Kebijakan
Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Simpang Lima Kabupaten Pati
oleh Mualim dan Kismartini.
17