LITERASI MEDIA DAN KESIAPAN INDONESIA DA

LITERASI MEDIA DAN KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015;

TUGAS MATA KULIAH
Kajian Mandiri (Reading Course)
Topik;

Peran Literasi Media dalam Era Komunitas ASEAN
DOSEN PENGASUH:
Hj. Rahmanita Ginting, MA, Ph.D

Oleh
ILHAMSYAH
NPM: 1320040021

PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
April 2015


1

LITERASI MEDIA DAN KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015;

Ilhamsyah
1320040021

ABSTRAKSI
Makalah ini membahas mengenai literasi media dan kaitannya dengan
kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean.
Dengan pendekatan kritis, makalah ini mempersoalkan tingkat sosialisasi
Pemerintah dalam mensosialisasikan MEA secara luas, menyeluruh pada
masyarakat Indonesia.
Menggunakan komponen literasi media yang dikemukakan Sonia
Livingstone; Akses, Analisis, Evaluasi dan Respon terhadap Konten Media,
disimpulkan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia sudah memiliki tingkat
“melek Media” yang cukup. Dalam hal MEA, pemerintahlah yang kurang
menggunakan media sebagai alat sosialisasi, sebagai wujud dari persiapan
negara dalam kerjasama antar negara.

Makalah ini bisa jadi bahan pengingat Pemerintah, bahwa masih ada
beberapa bulan lagi untuk lebih maksimal menggunakan media dalam
mensosialisasikan MEA, Apa saja yang menjadi fokus kerjasama ini, apa tujuan
dari kerjasama ini, dan keuntungan apa yang didapat masyarakat Indonesia.

Kata Kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Literasi Media.

2

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Masyarakat ASEAN, tinggal hitungan bulan akan menjalankan apa yang
menjadi kesepakatan. Adalah AFTA, ASEAN Free Trade Area, menginginkan
perdagangan yang bebas di regional Asia Tenggara yang kemudian mendorong
semangat munculnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic
Community.
Pemberlakuan

kesepakatan


berbasis

kawasan

ini

tentunya

akan

menimbulkan peluang kepada setiap negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.
Peluang nya adalah perubahan yang lebih baik pada tingkat kesejahteraan
masyarakat, tingkat perekonomian setiap Anggota ASEAN.
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA yang dapat dijadikan
suatu momentum yang baik untuk Indonesia (Baskoro, 2015) Pertama,
menjadikan Kawasan Asia Tenggara sebagai sebuah wilayah kesatuan pasar dan
basis produksi. Kedua, peningkatan daya kompetisi yang tinggi dengan kebijakan
yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property
Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Ketiga, mewujudkan kawasan yang
memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada

Usaha Kecil Menengah (UKM). Dan Keempat, meng-integrasi-kan secara penuh
kawasan ini dengan perekonomian global.
Kesiapan masyarakat masing masing negara anggota ASEAN pun menjadi
pertanyaan yang sering muncul. Kesiapan Pemerintah nya pun juga tidak luput

3

menjadi pokok bahasan dominan pada setiap diskusi diskusi yang berkait
langsung dengan kegiatan ASEAN ini.
Sosialisasi juga merupakan bagian dari implementasi blueprint MEA. Hal
ini lebih menegaskan lagi bahwa Indonesia Belum maksimal mempersiapkan diri.
Sebagaimana dalam dijelaskan (Srikandini, 2011) Berdasarkan laporan AEC
Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN, tingkat implementasi Indonesia
terhadap AEC blueprint mencapai 80,37% dari 107 ‘measures’ yang
menempatkan Indonesia pada urutan ketujuh dari 10 negara ASEAN (Kemendag:
Menuju

AEC).

Angka


ini

masih

jauh

dari

Singapura

yang

telah

mengimplementasikan AEC blueprint hingga 93,52% yang membuat Singapura
menjadi negara yang paling siap dalam menghadapi ASEAN Economic
Community (AEC). Dari data ini bisa dilihat bahwa Indonesia belum maksimal
dalam mempersiapkan diri.
Sosialisasi dan penggunaan media menjadi sorotan yang paling digemari,

tidak pada literasi media. Ini yang kemudian –bisa jadi- hal utama yang
mendorong tugas ini diberikan. Tidak hanya sekedar pemenuhan tugas, saya kira
ini memang menjadi persoalan penting ketika membicarakan kesiapan masyarakat
dalam menghadapi MEA, terkait pemahaman yang didapat oleh masyarakat
mengenai MEA itu sendiri.
Media literasi adalah satu keterampilan yang kita dapat, sama seperti
keterampilan yang lain, dapat ditingkatkan. Dan jika kita mempertimbangkan
betapa pentingnya media massa dalam menciptakan dan memelihara budaya yang

4

membantu menentukan kita dan kehidupan kita, Media Literasi adalah
keterampilan yang harus diperbaiki terus menerus (Baran, 2013;21).
Literasi media merupakan “ability to access, analize, evaluate and
communicate the content of media messages”. Literasi media juga bermakna
kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekonstruksi pencitraan
media. Kemampuan untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa sebagai
konsumen media massa menjadi sadar atau melek tentang cara media
dikonstruksi/dibuat dan diakses (wikipedia; diakses 16 April 2015 pk. 03.15
Wib). Literasi media juga disebut dengan melek media.

I.2 Perumusan Masalah
Tidak menutup kemungkinan dengan diberlakukannya kawasan ekonomi
Asean ini, ada identitas dan budaya yang saling dipertukarkan, sudah pasti
identidas dan budaya ekonomi masing masing anggota ASEAN. Budaya dan
identitas itu dipertukarkan melalui apa saja, termasuk menggunakan media massa.
Masyarakat Indonesia secara umum sudah terbiasa intim dengan media
massa, namun tingkat literacy nya terhadap media masih sangat perlu
dipertanyakan, terkait MEA, bagaimana tingkat literasi media pada masyarakat
luas di Indonesia? Apakah tingkat melek media itu mempengaruhi tingkat
kesiapan masyarakat?.
Makalah ini ingin melihat terkaitnya literasi media dengan ASEAN-itupun
jika ada- mengenai kesiapan masyarakat indonesia khususnya. Pada tataran

5

ASEAN, kesepakatan Ekonomi Regional menjadi batasannya. Ilustrasinya kira
kira begini;

6


BAB II URAIAN TEORITIS

II. 1. Masyarakat Ekonomi ASEAN
ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN
dihasilkan oleh KTT ke 12 ASEAN di Cebu, Pilipina pada 13 Januari 2007.
Awalnya menggunakan istilah Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA). Sejak kapan
lebih terkenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, perlu penelusuran lebih
jauh.
Pada Cetak Biru Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic
Community Blueprint) termaktub kesadaran bersama Para Anggota ASEAN akan
semakin meningkatnya ketergantungan negara-negara anggota ASEAN di
kawasan Asia Tenggara dengan kawasan lain di dunia, serta menekan pentingnya
untuk memperkecil kesenjangan pembangunan dalam rangka mempercepat
pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada 2015, atas dasar itu maka
ditetapkanlah bahwa KEA memiliki karakteristik utama sebagai berikut :
1. Pasar tunggal dan basis produksi,
2. Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,
3. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, serta
4. Kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.
Karakteristik-karakteristik tersebut memiliki kaitan erat dan saling memperkuat

satu sama lainnya. Pencatuman elemen-elemen yang diperlukan untuk setiap
karakteristik dalam satu Cetak Biru akan menjamin konsisten dan keterpaduan

7

elemen-elemen tersebut, termasuk implementasinya serta koordinasi yang tepat
antar pemangku kepentingan (Departemen Luar Negri RI, 2009).

Sumber: KPMG Asia Pasific Tax Centre; The ASEAN Economic Community 2015. June 2014

II. 2. Indonesia
Indonesia

yang

merupakan

salah

satu


negara pendiri

ASEAN,

berkepentingan atas berhasilnya kerjasama besar ini, untuk itu, Indonesia sebagai
salah satu negara Anggota yang memiliki sumberdaya Alam dan Sumberdaya
manusia yang paling besar, dituntut masyarakatnya untuk dapat mempersiapkan
semua hal dengan baik.
Banyak tulisan dan penelitian menyatakan bahwa Indonesia masih belum
siap secara optimal, seperti (Baskoro, 2015) mengakhiri tulisannya dengan
menggunakan kalimat “Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di
negara sendiri di tahun 2015 mendatang”. Dan (Srikandini, 2011) menggunakan
kalimat “Indonesia harus pula meningkatkan kesiapan sektor jasa nya melalui
penguatan

kapasitas

tenaga


kerja

terdidik”.

8

Kemudian

(Tan;

2015)

mengungkapkan bahwa; Seiring waktu yang terus mendekat, Indonesia perlu
berbenah diri dalam memasuki era baru ASEAN sebagai organisasi regional.
Penulis yakin, kesiapan yang dimaksud tendensi pada persiapan yang dilakukan
oleh pemerintah, bukan pada level masyarakat Indonesia secara luas, yang
nantinya akan sangat berperan
II. 3. Literasi dan Literasi Media
Literasi tidak hanya sebatas kemampuan baca maupun tulis dari seseorang,
mengingat semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat.
Maka sangat wajar jika pengertian literasi berubah dan akan terus berubah. Literasi
(literacy) dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang baik dalam mencari,
menemukan dan menggunakan informasi yang diperolehnya dari beragam sumber
dan media (Sholihuddin, 2011).
Disebabkan perkembangan pengertian inilah, pengertian literasi yang
bergerak kearah media, memunculkan kajian kajian khusus terhadap literasi media,
misalnya (Potter, 2004; Arke, 2004; Devito, 2008; Tormero, 2009; European
Commission, 2009 dll). Di Indonesia penelitian mengenai literasi media juga sudah
banyak dilakukan (lihat Adiputra, 2008; Syukri, 2012; Arifianto, 2012). (dalam;
Sholihuddin, 2011).

Secara defenisi, literasi media mengacu pada kemampuan seseorang
mendapatkan media, menggunakan nya, memaknai nya, mengkritik dan bahkan
menghasilkan media. Definisi ini terinspirasi dari apa yang dikemukakan (Rahmi,
2013) Literasi media juga bermakna kemampuan untuk memahami, menganalisis
dan mendekonstruksi pencitraan media.

9

Setidaknya ada 4 komponen dasar yang menjadi catatan Sonia
Livingstoone (2004) sebagai acuan Literasi Media, “the ability to access, analyse,
evaluate and create messages across a variety of contexts”.
1. Akses, Menurut Sonia, Akses merupakan proses sosial yang dinamis,
bukan semata berbicara ketersediaan. Persoalannya kemudian adalah
perbedaan yang cukup tajam pada kondisi sosio-demografis pada materi,
sumber daya sosial dan simbolik, yang menyebabkan akses menjadi satu
tolak ukur tingkat literasi.
2. Analisis.

Keterlibatan masyarakat dengan media, baik cetak maupun

audiovisual telah menghasilkan berbagai pendapat. Pendapat sangat
bergantung pada Pemahaman masyarakat terhadap lembaga, kategori,
teknologi, bahasa, representasi dan khalayak media tertentu.
3. Evaluasi. Sonia memaksudkan nya pada mengedepankan nilai nilai
demokratis. Kemampuan evaluasi terhadap media dimaksudkan pada hal
hal kritis terhadap estetika, politik, ideologi, dan ekonomi. Hal evaluasi ini
bukan pada tindakan menjustifikasi Media atau pun konten Media.
4. Pembuatan isi Pesan. Dalam hal ini, Sonia berpendapat bahwa
kemampuan membuat Pesan -bagian dari Respon terhadap isi mediaadalah bagian dari komponen tingkat media literasi. Walaupun tidak
sebagai persyaratan mutlak seperti membuat, memproduksi teks-teks
simbolik.
Keempat komponen ini lah yang nantinya akan menjadi titik fokus pada makalah
ini dikaitkan dengan perannya dalam kancah ekonomi Regional ASEAN.

10

BAB III PEMBAHASAN

III. 1 MEA & Tingkat Literasi Media Masyarakat Indonesia
Secara sederhana, Media Literasi adalah kondisi Melek media,

yaitu

keterampilan atau kemahiran untuk meng-Akses, menganalisis, meng-evaluasi , serta
me-respon-

media dan konten-nya. Pendapat ini bersandar pada pendapat

(Kriyantono; 2007) yang lebih menjurus pada keterampilan untuk mencerna tayangan
media, mengkritisi, dan memilih untuk tidak mengonsumsi tayangan karena
menyadari isi tayangan tersebut memunculkan resiko.
Jika dikaitkan dengan MEA. Secara konten, -dalam tataran Indonesia- ini
merupakan domainnya Pemerintah sebagai pembuat konten atau komunikator, dalam
melakukan sosialisasi kebijakan bersama luar negeri, MEA. Saya kira, pada tahapan
sosialisasi, pemerintah masih sering melakukannya dalam bentuk penyampaian yang
sambil lalu pada acara acara formal dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa. Belum
pada bentuk yang lebih fokus, seperti misalnya dalam bentuk seminar, workshop,
sarasehan, maupun diskusi diskusi ringan yang dilakukan oleh tangan pemerintah
langsung. Walaupun ini hanya asumsi yang berdasarkan pengamatan sederhana
penulis.
Banyak masyarakat ketika secara ringkas ditanya mengenai MEA, masih
memunculkan jawaban yang ragu dan abu abu, mengisyaratkan masih belum
tersosialisasikan dengan maksimal MEA ini. Namun untuk isue yang lain, seperti
misalnya ISIS, konstelasi pilpres, atau gonjang ganjing kenaikan BBM, secara luas
masyarakat secara percaya diri mengemukakan pendapatnya yang beraneka ragam.

11

III. 2. Kesiapan Indonesia dan Komponen Livingstone
Hal ini menggambarkan bahwa dari aspek akses media, masyarakat umum memiliki
akses yang cukup terbuka akan media, akan tetapi pada isue MEA, media yang
diakses tidak mengantarkan Pesan MEA dengan lengkap, utuh dan cara yang
menarik. Justru pada masyarakat level berpengetahuan menengah keatas, sudah
merespon MEA dengan bentuk sosialisasi pada level-nya, seminar Nasional
misalnya, diskusi publik, dan lainnya. Dalam hal ini masyarakat Indonesia – jika
menggunakan ukuran komponen Sonia- sudah melek media.
Ini yang penulis anggap kesiapan yang matang sudah ada pada masyarakat
Indonesia walaupun belum luas merata. Pada komponen Analisis, media belum
secara kontinum mengantarkan konten MEA pada masyarakat luas, sebagai bahan
Evaluasi, kelompok kelompok masyarakat memproduksi konten yang berhubungan
dengan MEA sesuai level masyarakatnya.

12

BAB IV KESIMPULAN
Dari apa yang sudah penulis paparkan, penulis menyimpulkan beberapa
hal –walaupun masih memerlukan kajian mendalam terhadap apa yang
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemerintah belum dengan maksimal melakukan percepatan persiapan
Indonesia dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN, justru
sebaliknya, masyarakat sudah siap dengan MEA.
2. Media literasi sangat berperan dalam membantu persiapan masyarakat
Indonesia dalam menghadapi MEA, ini dibuktikan dengan lebih
banyaknya kelompok kepentingan memproduksi pesan MEA sebagai
respon terhadap minimnya pesan MEA yang ada pada media massa
Indonesia.
Secara sadar, penulis meyakini tulisan ini masih terlalu dangkal, masih
perlu penelusuran penelusuran yang dalam mengenai hubungan media massa
dengan masyarakat Indonesia, kajian mendalam mengenai hubungan MEA
dengan media massa yang ada di regional ASEAN, keberpihakan Kapital pada
media massa, dan keterlibatan Kapital pada Event ekonomi akbar di Asia
Tenggara.
Untuk itu, pada Bab kesimpulan ini, penulis menggunakannya juga untuk
kata penutup –bahwa- masih perlu adanya kritik yang dalam terhadap makalah
ini. Terima kasih.

13

DAFTAR PUSTAKA

Baran, J. Stanley. Introduction to Mass Communication 8e, Media Literacy
and Culture. Mc GrowHill. 2013;hal; 21
Baskoro, Aryo. Peluang, Tantangan, Dan Risiko Bagi Indonesia Dengan
Adanya Masyarakat Ekonomi Asean. 2015. www.stiemb.ac.id
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI. Cetak
Biru Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community Blueprint)
2009.
KPMG Asia Pasific Tax Centre; The ASEAN Economic Community 2015.
June 2014
Kriyantono, Rachmat. Pemberdayaan Konsumen Televisi melalui
keterampilan Media Literasi dan penegakan regulasi penyiaran. Jurnal
Penelitian Komunikasi, Media Massa dan Teknologi Informasi, vol 10 no 21,
2007.
Livingstone, Sonia. What is Media Literacy?.The London School of
Economic and Political Science. http://eprints.lse.ac.uk. 2004.
Rahmi, Amelia. Pengenalan Literasi Media Pada Anak Usia Sekolah Dasar.
SAWWA, Volume 8, Nomor 2, April 2013 http://journal.walisongo.ac.id
Srikandini, A.G. Pasar Tunggal ASEAN 2015; Diplomasi Indonesia dan
Penguatan Kapasitas Tenaga Kerja Terdidik. Prosiding Seminar
“Competitive
Advantage”
UGM
Vol.
1.
No.
1.
2011.
www.journal.unipdu.ac.id
Sholihuddin, Muhammad. Pengaruh Kompetensi Individu (Individual
Competence) Terhadap Literasi Media Internet Di Kalangan Santri (Studi
Eksplanatif tentang pengaruh Technical Skills, Critical Undestanding dan
Communicative Abilities terhadap Literasi Media Internet di Kalangan
Santri
Pondok
Pesantren
Bahrul
‘Ulum
Jombang),
2011
http://journal.unair.ac.id/
Tan, Kevin. Peran Keterbukaan Media dan Informasi Indonesia Terhadap
Pembentukan AEC 2015, JURNALISAFIS, 2015.
Wikipedia. Literasi Media, http://id.wikipedia.org. diakses 16 April 2015 pk.
03.15 Wib

14