Implementasi Agama dalam Proses Akultura

Implementasi Agama dalam Proses Akulturasi
dan
Inkulturasi Keberagaman Budaya Bangsa

Oleh :
Purba Tua Pasaribu

(1108605012)

I Gede Edy Maha Putra

(1108605052)

I Dewa Gede Agung Ary Dvijayanta (1108605054)
I Wayan Indra Adhi Suputra

(1108605056)

Ida Bagus Putu Trisnayana

(1108605057)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat pesat berakibat pada
masuknya budaya-budaya asing. Hal ini merupakan dampak dari fenomena globalisasi melalui
peranan media dalam mengantarkan pesan/informasi yang bersifat global. Media elektronik
maupun cetak telah menimbulkan pergeseran-pergeseran nilai budaya maupun nilai-nilai
fundamental budaya suatu bangsa. Fenomena ini kemudian merujuk pada proses Akulturasi dan
Inkulturasi budaya asing dengan budaya lokal masyarakat Indonesia. Proses Akulturasi sendiri
ditandai dengan masuknya unsur – unsur kebudayaan asing yang lambat laun mendapat perhatian
dan diterima oleh kebudayaan masyarakat yang telah ada tanpa menghilangkan nilai-nila
kepribadian kebudayaan itu.
Agama pada dasarnya merupakan serangkaian keyakinan manusia terhadap ajaran Tuhan,
nabi/dewa dsb. Konsepnya berupa doktrin kepercayaan tentang sesuatu yang telah tersurat dalam
kitab/ajaran yang harus dipatuhi. Bagi sebagian orang, agama adalah kegiatan ritual, berkhidmat
kepada sesama manusia dan berperilaku yang baik terhadap alam semesta. Durkheim
menyatakan agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang
berkaitan dengan hal-hal yang suci berupa kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu

menjadi suatu komunitas moral yang tunggal. Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang
menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “sifat suci” dari agama dan “praktek-praktek
ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk
supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ketika salah satu
unsur tersebut terlepas, maka pemaknaan agama menjadi bias makna. Di sini dapat kita lihat
bahwa sesuatu itu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang
melibatkan dua ciri tadi. Dalam hal ini Durkheim menempatkan agama sebagai alat penghubung

dengan masyarakat. Agama berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena
Indonesia merupakan negara yang berke-Tuhanan. Konsep tentang agama dalam masyarakat
Indonesia sendiri telah tertuang dalam sila pertama Pancasila yaitu keTuhanan Yang Maha Esa.
Ini berarti masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berkeTuhanan dan bukan masyarakat
yang tidak memiliki agama (atheis). Negara Indonesia sebagai negara multikultural, sangat
mendukung berkembangnya agama sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
tercermin pada undang-undang dasar (UUD) 1945 yang menjamin adanya kebebasan beragama.
Di Indonesia setidaknya ada enam agama yang diakui keberadaannya: Islam, Kristen, Hindu,
Budha, Kristen Protestan, dan Kong Hu Cu.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui peranan strategis agama dalam menyikapi proses Akulturasi dan Inkulturasi

keberagaman budaya bangsa”
2. Untuk memenuhi syarat tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya
1.4 Manfaat penulisan
1. Untuk memudahkan mahasiswa Ilmu Komunikasi dalam mengetahui peranan strategis agama
dalam menyikapi proses Akulturasi dan Inkulturasi keberagaman budaya bangsa”
2. Sebagai sarana untuk menguji kemampuan penulis dalam menyusun laporan/makalah.
1.5 Landasan Teori
Teori yang mendukung proses Akulturusi dan Inkulturasi budaya:
1. Teori Analisis Kebudayaan Kebudayaan Implisit
Kebuyaan implicit bermakna kebuyaan immaterial yang bentuknya tidak tampak sebagai
benda namun tersirat dalam nilai/norma budaya masyarakat, misalnya bahasa. Teori ini
mengacu pada beberapa asumsi antara lain:
1. Kebudayaan mempengaruhi skema kognitif
Frake (1968) mengemukakan bahwa manusia mempunyai wilayah skema kognitif

sendiri. Dengan ini manusia kemudian menetapkan strategi berpikir dan bertindak
yang dipengaruhi oleh system kognitif etnografi.
2. Kebudayaan mempengaruhi organisasi tujuan dan strategi tindakan
3. Kebudayaan mempengaruhi pengorganisasian skema interaksi
4. Kebudayaan mempengaruhi proses komunikasi

2. Teori Analisis Interaksi Antarbudaya
Teori ini didasarkan pada proses komunikasi antar manusia dengan latar kebudayaan
yang

berbeda.

Adapun

proses

pendekatannya

melalui

Pendekatan

Jaringan

Metateoritikal mengacu pada pengertian nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat sangat
menentukan otonomi individu, ketergantungan individu dengan orang lain.

3. Teori Pertukaran
Teori ini dikembangkan oleh Thibaut dan Kelley (Liliweri, 1991). Teori ini mengatakan
hubungan antarpribadi bisa diteruskan dan dihentikan disebabkan oleh adanya dinamika
perkembangan hubungan antarpribadi. Selain itu factor tingkat pengalaman berupa tingkat
motivasi dan sasaran individu juga turut mempengaruhi.
4. Teori Pengurangan tingkat ketidakpastian
Berger (1982) mengemukakan salah satu fungsi dari komunikasi adalah sebagai media
untuk mengurangi ketidakpastian antara komunikator dan komunikan.
5. Teori Determinasi Teknologi
Teori ini mengungkapkan suatu peradaban modern merupakan hasil dari suatu penemuan
teknologi baru yang mempengaruhi pola suatu kebudayaan.
6. Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaanperbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang
dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri
publik, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face

work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan
rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu
dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang
membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang

dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah
berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
7. Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan
budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan
pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Ia
menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir
ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding
untuk hal yang sama. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian
adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok.
Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat
itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang
bersifat afeksi- suatu emosi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Makna Judul
Peran Agama dalam menyikapi proses Akulturasi dan Akulturasi Budaya Bangsa
Agama memiliki makna sebagai ajaran yang membebaskan dan memberikan

pencerahan (enlightenment) kepada umat manusia. Poi agama dalam kehidupan tidaklah statis
dan konstan. Kadang ia disanjung, dihormati, dan dibela. Tapi ia terkadang juga dicurigai, dicaci
dan kalau perlu dimusnahkan. Agama hadir dalam rangka merespon masalah/sesuatu yang
menyimpang dalam masyarakat. Dalam menghadapi arus globalisasi budaya, perlu adanya
penguatan religiusitas/pemahaman nilai-nilai keagamaan. Agama memiliki “tanggung jawab
sosial” (global responsibility) untuk menyelesaikan berbagai problematika yang terjadi ditengah
masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Agama dalam hal ini memiliki peranan menanamkan nilai-nilai ajaran yang mengacu
pada tatanan sosial dengan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur kebudayaan. Agama dan
budaya harus saling sinkron dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Sehingga
pergeseran budaya yang terjadi kini dapat terminimalisir dengan adanya pemahaman dan
penerapan nilai-nilai agama.

2.2 Hubungan Judul
Masalah yang dihadapi negara dalam proses Akulturasi dan Inkulturasi Budaya
Arus globalisasi telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa
Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi menimbulkan kecenderungan yang
mengarah pada memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi,
Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan
budaya negeri sendiri. Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan


berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Indonesia merupakan salah satu
bangsa yang mempunyai nilai-nilai budaya dasar yang sangat kental dan tersebar di seluruh
Indonesia. Salah satu dampak dari proses Akultutasi dan Inkulturasi budaya yang paling
dirasakan

adalah

bergesernya

nilai-nilai

budaya

lokal

ke

arah


budaya

barat.

Hal lain yang menjadi masalah bagi negara dalam proses Akultuasi dan Inkulturasi adalah
rendahnya pemahaman dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga
salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal
dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai
pertimbangan nilai rasa. Saat ini ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu).
Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur
bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’. Fenomena ini merupakan dampak dari arus
iformasi yang tersalurkan melalui media TV, Surat Kabar, Internet dan sebagainya.
Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah
berubah kearah barat. Ada kecenderungan bagi remaja memakai pakaian minim dan ketat yang
memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya ini diadopsi dari film-film maupun berbagai media
lainnya yang ditransformasikan barat ke dalam masyarakat Indonesia.

2.3 Sumber Sastra



Bhagavad-Gita , Yajur Wedha,Sutasoma, Sama Weda,Rig Weda



http://pepyteknokra.wordpress.com

2.4 Realitas (Realita/Kenyataan)
Realitas saat ini menunjukkan proses Akulturasi dan Inkulturasi budaya asing cenderung
menggeser nilai-nilai budaya lokal Indonesia. Hal ini akan berdampak pada perubahan tatanan
nilai kebudayaan bangsa Indonesia. Fenomena budaya ini menuntut bangsa Indonesia untuk
mengimbangi perubahan dengan cara mengadakan seleksi dan saringan terhadap budaya asing

yang masuk. Perlu adanya sebuah tatanan nilai yang menjadi pegangan bangsa Indonesia dalam
menyikapi keberagaman budaya bangsa. Ini diperlukan ditengah kemajemukan budaya dan
masyarakat untuk menghindari terjadinya pergeseran-pergeseran nilai kerukunan dalam
masyarakat. Dalam hal ini agama memiliki peranan strategis dalam membangun dan menjaga
harmonisasi kehidupan masyarakat ditengah keberagaman budaya. Cepatnya perubahan di era
globalisasi ini menuntut peranan agama secara aktif sebagai alternatif dan filter dalam
menyikapi masalah masalah tersebut.

2.5 Solusi
Proses Akulturasi dan Inkulturasi ditengah arus globalisasi saai ini adalah yang wahar
terjadi. Saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Dalam
hal ini media memiliki perananan penting untuk menstransformasikan pesan-pesan budaya.
Fenomena ini tentu saja membawa dampak pada masuknya nilai-nilai budaya asing kedalam
masyarakat. Sebenarnya proses Akulturasi dan Inkulturasi adalah sesuatu yang harus disikapi
dengan bijak. Banyak arus informasi budaya asing yang membawa inovasi pada budaya lokal
yang seharusnya tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya lokal. Contoh kecil, pementasan tari
atau acara sejenis lainnya, kini dapat lebih bergairah dengan sajian teknologi modern. Namun
tidak dapat dipungkiri, fenomena masuknya budaya asing juga telah banyak menggeser nilainilai budaya lokal masyarakat. Masalahnya sekarang adalah tinggal bagaimana kita
menyikapinya. Salah satunya adalah dengan memainkan peranan agama melalui penanaman
nilai-nilai agama sebagai acuan tatanan hidup yang baik. Perlu ada sinkronisasi nilai-nilai budaya
dengan nilai-nilai agama sehingga penerapan budaya dapat tercermin dengan cara-cara yang
benar.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam hal ini adalah Agama memiliki peranan menanamkan nilai-nilai ajaran
yang mengacu pada tatanan sosial dengan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur
kebudayaan. Agama dan budaya harus saling sinkron dalam menanamkan nilai-nilai
kehidupan masyarakat. Sehingga pergeseran budaya yang terjadi kini dapat terminimalisir
dengan adanya pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama.

3.2 Saran
Masyarakat Indonesia seharusnya dapat menseleksi kebudayaan yang masuk ke
Indonesia dan memilih mana yang baik untuk bangsa dan yang buruk, karena hal ini sangat
berpengaruh terhadap tatanan kebudayaan yang telah lama di ajarkan oleh leluhur kita.
Penseleksian terhadap budaya asing ini dapat di capai melalui ajaran-ajaran agama yang
diajarkan di masyarakat. Namun bila kita menolak Akulturasi dan Inkulturasi budaya asing di
era Globalisasi ini maka bangsa kita sendiri yang akan tertinggal. Inti dari saran yang kami
kemukakan adalah “modernisasi penting namun kita harus selektif dan bijak”.

3.3 Resensi
`
Arus globalisasi telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa
Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi menimbulkan kecenderungan yang
mengarah pada memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi,

Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan
budaya negeri sendiri.
Posisi agama dalam kehidupan tidaklah statis dan konstan. Kadang ia disanjung, dihormati,
dan dibela. Tapi ia terkadang juga dicurigai, dicaci dan kalau perlu dimusnahkan. Agama
hadir dalam rangka merespon masalah/sesuatu yang menyimpang dalam masyarakat. Dalam
menghadapi arus globalisasi budaya, perlu adanya penguatan religiusitas/pemahaman nilainilai keagamaan. Agama memiliki “tanggung jawab sosial” (global responsibility) untuk
menyelesaikan pelbagai problematika yang terjadi ditengah masyarakat multikultural seperti
Indonesia.

Daftar Pustaka
1. Iliweri, Alo (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya. Jogyakarta: LKiS
Yogyakarta
2. Winaro, Budi (2008). Globalisasi: peluang atau ancaman bagi Indonesia. akarta: Erlangga
3. Peursen, CA Van (2000) Strategi kebudayaan: Kanisius
4. Ihromi, T.O (1999). Pokok-pokok antropologi budaya:Yayasan Obor Indonesia
2. Happy Susanto (2007) Peran Agama dan Tanggung Jawab Global. From http://happy-susantofiles.blogspot.com/2007/11/peran-agama-dan-tanggung-jawab-global.html
4. M Erik Haramain (2009) Komunikasi Antarbudaya. From
http://www.scribd.com/doc/17233234/Komunikasi-Antar-Budaya GenderLect-Style