Kebijakan Luar Negeri Usaha Negara dalam

Tugas Reading Report 4 Politik Internasional
Nama

: Fachri Pramuja

NPM/Kelas

: 1506685233/POLIN A

Sumber Bacaan

: P. A. Reynolds, An Introduction to International Politics (Longman,
1971), hlm. 35—50.

Kebijakan Luar Negeri: Usaha Negara dalam Mencapai National Interest
Pada bab sebelumnya Reynolds menjelaskan mengenai aktor-aktor dalam panggung
internasional sebagai analisis mikro yang memiliki variasi peran dalam menjalankan
kepentingannya di dalam dunia internasional. Lebih lanjut lagi, di dalam pembahasan
berikutnya yakni, Foreign Policy as the Pursuit of the National Interest Reynolds memaparkan
bahwa walaupun aktor-aktor dalam hubungan internasional dapat menentukan kepentingan dan
melakukan tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan national interest namun negara

tetaplah menjadi aktor utama dalam usaha mendapatkan national interest dengan
menggunakan instrumen kebijakan luar negeri (Foreign Policy) yang dirancang oleh badan
legislatif atau badan eksekutif di dalam sebuah negara. Berangkat dari pemaparan tersebut,
dalam tulisan ini penulis akan membagi tulisan menjadi tiga bagian; pertama, penulis akan
membahas mengenai faktor pembentuk sebuah kebijakan luar negeri (foreign policy);
selanjutnya akan memaparkan kausalitas antara national interest dan foreign policy serta
keterlibatan sub-national actors di dalam sebuah kebijakan luar negeri; lalu, bagian terakhir
akan ditutup dengan kesimpulan dan pertanyaan pemicu terkait pembahasan pada tulisan ini.
Definisi Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri atau dapat disebut sebagai politik luar negeri dapat dipandang
sebagai sintesis dari kepentingan nasional yang mengandalkan power dan kapabilitas suatu
negara dan hal ini pula yang membuat kebijakan luar negeri dinilai lebih penting daripada
kebijakan-kebijakan lain karena mengandung kepentingan nasional yang merupakan tujuan
utama yang harus dicapai dan diinginkan oleh suatu negara. Sebelum berangkat lebih jauh,
penulis akan menyampaikan definisi secara umum mengenai kebijakan luar negeri (foreign
policy) dari beberapa ahli. Reynolds dalam tulisannya Foreign Policy as the Pursuit of the
National Interest, mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai sebuah tindakan-tindakan

pemerintah yang bertujuan untuk memperjuangkan national interest. Tindakan-tindakan ini
diambil berdasarkan referensi dari badan/aktor/kelompok lain yang berperan di dalam sistem


1

internasional.1 Di sisi lain, Goldstein mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai kebijakan
luar negeri merupakan strategi-strategi yang diambil oleh pemerintah dalam menentukan aksi
mereka di dunia internasional.2 Lalu, Holsti dalam tulisannya Foreign Policy Actions: Power,
Capability, and Influence memberikan pengertian kebijakan luar negeri merupakan tindakan

atau gagasan yang dirancang untuk memecahkan masalah atau membuat perubahan dalam
suatu lingkungan.3 Dari ketiga definisi ahli mengenai kebijakan luar negeri, penulis dapat
menarik benang merah bahwa benar kebijakan luar negeri merupakan sebuah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam negeri dalam menentukan posisi negaranya di
dalam sistem internasional agar dapat memperoleh national interest dari hasil interaksinya
dengan negara lain dan menggunakan kebijakan luar negeri sebagai instrumen di dalamnya.
Kausalitas Kebijakan Luar Negeri dengan National Interest
Dalam tulisannya, Reynolds menjelaskan bahwa foreign policy sebagai instrumen
untuk mendapatkan national interest bukan saja dijalankan oleh negara sebagai sebuah aktor
yang memiliki kedaulatan melainkan terdapat aktor lain yakni, aktor internasional,
supranasional, aktor transnasional sampai dengan individu. Kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam usahanya mengejar national interest bukan

saja berisi tindakan-tindakan dalam menjalankan perannya di sistem internasional, kebijakan
luar negeri juga dapat digunakan sebagai alat untuk memengaruhi aktor lain untuk mengikuti
kemauan yang dimaksudkan oleh aktor tersebut atau dengan kata lain kebijakan luar negeri
berperan sebagai alat untuk menjalankan prinsip sebuah negara yang prinsip-prinsip tersebut
dapat memengaruhi negara lain dalam bertindak di sistem internasional. Tindakan negara yang
sudah dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri negara lain sering kali dimanfaatkan oleh negara
dalam mendapatkan national interest.
National Interest merupakan konsep dalam hubungan internasional yang biasa

digunakan oleh negara-negara untuk dapat mencapai tujuannya dalam bidang ekonomi, militer,
keamanan, dan lain sebagainya. Dalam tulisannya Foreign Policy as the Pursuit of the National
Interest, Reynolds menjelaskan bahwa national interest bukanlah hanya sebuah instrumen

negara dalam mencapai goals untuk memenuhi kebutuhan negaranya melainkan terdapat aktor
lain yang juga bisa terlibat dalam menjalankan kebijakan luar negeri untuk mencapai
kepentingan kelompok/lembaga/individu. Dalam hal ini, berdasarkan tulisan Reynolds,

1

P. A. Reynolds, An Introduction to International Politics (Longman, 1971), hlm. 35.

Joshua Goldstein, International Relations, (New York: Longman, 1999), hlm. 147
3
K.J. Holsti, International Politics : A Framework for Analysis . (New Jersey: Prentice-Hall, 1983), hlm. 137.
2

2

national interest yang dijalankan oleh aktor lain selain negara juga dianggap sebuah
advancement kelompok/lembaga/individu tersebut dalam menjalankan peran terhadap aktor

internasional lain juga salah satu sebagai usaha dalam memajukan national interest dimana
kelompok/lembaga/individu itu berada.4 Hal ini juga sejalan dengan pendapat Reynolds, bahwa
menurut Reynolds, action dan purposes bukan saja ditentukan oleh pemerintah melainkan
terdapat aktor lain yang juga memiliki intensi di dalam interaksinya sehingga dapat
mempengaruhi tindakan aktor lain dalam bertindak di dalam sistem internasional dan
interkasinya terhadap negara/aktor yang mengeluarkan kebijakan luar negeri tersebut. 5 Jika
ditelaah kembali, setiap negara yang ada di dunia pasti memiliki kebijakan luar negeri sebagai
usahanya untuk dapat memajukan dan memperjuangkan national interest di panggung
internasional. Di sisi lain Reynolds juga mengatakan apabila walaupun national interest dapat
ditentukan oleh aktor lain selain negara namun bukan berarti national interest antara negara

dengan subnational actors lain serupa dan memiliki intensi yang sama. Sehingga dapat
dikatakan bahwa national interest yang dimiliki oleh negara dan subnational actors tidak dapat
diidentifikasi sebagai sebuah proses yang sederhana dalam menggabungkan kesamaan di
antara keduanya.6
Permasalahan Penentuan National Interest antara Negara dengan Subnational Actor
Pada pembahasannya, Reynolds juga menyampaikan mengenai permasalahan dalam
menentukan interest sebuah negara. Hal yang menjadi pemicu pertanyaan Reynolds adalah saat
sebuah kebijakan luar negeri (foreign policy) telah dibuat oleh para decision makers dalam
usahanya mendapatkan national interest tujuan sebenarnya yang dicapai merupakan tujuan
yang tidak mengacu langsung pada aktor internasional yang terlibat di dalamnya. Pernyataan
ini berangkat dari adanya realitas di dalam sistem internasional apabila terdapat negara yang
sifatnya homogen dalam sistem pemerintahannya namun, sebuah negara tidak akan bisa
menunjang keberlangsungannya apabila tidak ada kelompok/komunitas yang bergerak pada
bidang tertentu seperti ekonomi, politik, militer, dan lain sebagainya yang di dalamnya
terdapay values dan norms yang berbeda sifatnya.7 Di sisi lain realitas sistem internasional,
Reynolds juga menyebutkan bahwa terdapat negara yang lebih heterogen dalam menjalankan
pemerintahan sehingga semakin sulit dalam menentukan national interest karena banyaknya

4


Reynolds, An Introduction to International Politics, hlm. 37.
Ibid.,
6
Ibid.,
7
Ibid., hlm. 39.
5

3

kepentingan dan kebutuhan negara yang harus dicapai sehingga memungkinkan negara untuk
mengabaikan sebuah kepentingan lain demi memperjuangkan kepentingan yang dinilai lebih
krusial dalam menjalankan keberlansungan negara.8
Reynolds juga menyampaikan masalah yang muncul dalam konsep national interest
yakni, subnational group yang berada di dalam sebuah negara juga menganggap bahwa mereka
dapat menciptakan sebuah kebijakan untuk mencapai interest yang sama dengan national
interest yang berasal dari kepentingan negara. Namun, Reynolds memaparkan bahwa national
interest tidak bisa dicapai dengan adanya pengakuan dari aktor lain selain negara. Jika
subnational groups tetap menganggap dirinya bisa mengeluarkan kebijakan dan memperoleh
national interest hal ini tidak akan bisa digabungkan atau disamakan dengan national interest


yang dilakukan oleh negara. Hal ini hanya bisa terjadi apabila kebijakan dijadikan real interest
dari sebuah kelompok/community.
Jika dilihat kembali hal ini berkaitan dengan bagaimana sebuah negara menentukan
prioritas terhadap posisinya sebagai satu-satunya aktor yang memiliki kedaulatan dan memiliki
hak penuh dalam menjalankan kebijakan luar negerinya di dalam sistem internasional. Dalam
memahaminya dapat merujuk pada model perumusan kebijakan luar negeri dalam negara
memposisikan statusnya; Salah satu hal yang paling sering digunakan dalam proses pembuatan
kebijakan luar negeri yaitu ‘Rational Decision-Making Model’ atau yang lebih sering dikenal
dengan Rational Choice Theory. Analisis ini digunakan dalam melihat bagaimana menjelaskan
pilihan dan perilaku pemimpin di dalam krisis internasional. Namun yang paling dominan
adalah bagaimana caranya untuk mengetahui dasar dari prinsip dan asumsi Rational Actor
Model yang meliputi dasar dari Rational Choice Theory. Selanjutnya yang paling tersebar luas

dan memaksa dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri adalah Rational Actor Model.
Model ini menyebar keseluruh ilmu sosial, terutama teori ekonomi. Asumsi dasar dari Rational
Choice Theory adalah lingkungan internasional menentukan aksi negara sebagai aktor, semua

pembentuk pilihan kebijakan luar negeri hampir sama dalam mengutamakan proses
pembentukan kebijakan, setiap pilihan negara membuat proses dapat dilihat sebagai satu

kesatuan aktor dalam membuat pilihan, setiap satu kesatuan aktor membuat pilihan yang
rasional.9
Di samping penggunaan model khusus dalam membuat sebuah kebijakan luar negeri,
dalam tulisannya Reynolds juga menggunakan pemahaman filosofis yang diambil dari

8

9

Ibid.,
Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey: Englewood Cliffs, 1982), hlm. 5.

4

penjelasan Plato dan Aristoteles bahwa kebaradaan manusia yang hidup secara berkelompok
dan pada akhirnya membentuk masyarakat merupakan sifat alamiah manusia (self-nature)
dalam memposisikan dirinya sebagai seorang individu, yakni kembali ke dalam hakikat
manusia sebagai makhluk sosial yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri sehingga perlu
berinteraksi dengan aktor lain. Interaksi ini akan menghasilkan keuntungan karena dari adanya
hubungan antarmanusia lambat laun akan muncul sistem pembagian kerja di dalam sistem

sosial yang mengakibatkan akan lebih banyak lagi yang dapat diproduksi oleh manusia.10
Sehingga jika direfleksikan dengan kebijakan luar negeri sebuah negara dalam mencapai
national interest dapat dikatakan bahwa negara tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri

melainkan harus ada pihak lain dalam mengatasi hal tersebut namun di dalam sistem
internasional yang terdiri atas banyak negara dengan sifat-sifat yang berbeda, kebijakan luar
negeri dijadikan sebagai sebuah instrumen oleh negara untuk dapat berkamuflase dalam
mempertahankan prinsip negara dalam usaha memperoleh national interest.
Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah penulis sampaikan di bagian-bagian sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri (foreign policy) sebagai sebuah instrumen dalam
menjalankan usaha untuk mendapat national interest bukan merupakan hal yang sederhana
yang dapat digabungkan dengan interest yang ingin dicapai oleh subnational group di dalam
sebuah negara. Lebih dari itu, kebijakan luar negeri berperan penting dalam negara
memposisikan statusnya sebagai entitas yang memiliki kedaulatan sebagai usaha negara
mempertahankan prinsip politik di panggung internasional. Kebijakan luar negeri juga
merupakan sebuah refleksi dasar dari sifat alamiah manusia yang tidak dapat hidup sendiri di
dalam sebuah sistem dan ingin tetap mendapatkan manfaat dari sistem tersebut. Namun di sisi
lain, penulis mendapatkan sebuah pertanyaan mengenai cara kerja kebijakan luar negeri di
dalam sebuah sistem internasional; apakah sebuah kebijakan luar negeri dapat mengakomodasi

semua kepentingan negara dalam mencapai national interest? Jika jawabannya dapat
mengakomodasi seluruh bagian kepentingan, kepentingan apa yang akan menjadi prioritas
negara dalam menggunakan kebijakan luar negerinya?.

10

Reynolds, An Introduction to International Politics, hlm. 40—41.

5

DAFTAR PUSTAKA

Goldstein, Joshua. 1999. International Relations. New York: Longman.
Holsti, K.J. 1983. International Politics : A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice Hall.
Jensen, Loyd. 1982. Explaining Foreign Policy. New Jersey: Englewood Cliffs.
Reynolds, P.A..1971. An Introduction to International Politics.New York: Longman

6