Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Beakangan
Kegagalan sistem Ekonomi Kapitalis dan sistem Ekonomi Komunis dalam
kiprah perekonomian dunia memunculkan Ekonomi Islam (Syari’ah) sebagai
anomali dari kedua sistem ekonomi tersebut. Hal ini tak terbantahkan lagi
mengingat banyaknya studi mengenai sistem ekonomi ini yang dilakukan oleh
negara yang mayoritas penduduknya muslim atau bukan.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia dengan sosio-kultur masyarakat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam,
memberi keyakinan kepada para praktisi sistem Ekonomi Islam bahwa negara ini,
adalah ladang yang paling cocok untuk berseminya sistem Ekonomi Islam.
Seiring lajunya waktu perutumbuhan sistem Ekonomi Islam di Indonesia
menjawab keyakinan dari para praktisi sistem ekonomi ini melalui pioneer
lembaga keungan yang menorehkan hasil posisif pada sektor aktiva di setiap
tahun, meski sempat terseok-seok pada masa awal berdirinya. Suksesnya lembaga
keuangan syari’ah ini memicu berdirinya lembaga keuangan syari’ah lainnya,
seperti yang ada dalam pembahasan makalah ini..
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah awal perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia?
2. Hal apakah yang melatarbelakangi perlunya sistem Ekonomi Syari’ah di
Indonesia?
3. Siapa sajakah yang ikut berperan dalam perkembangan Ekonomi Syari’ah di
Indonesia?
4. Hal apa yang dilakukan untuk mendekatkan sistem Ekonomi Syari’ah ompada
penduduk Indonesia?
5. Bagaimana biografi dari Adiwarman Azwar Karim?
6. Apa saja sumbangan pemikiran Adiwarman Azwar Karim bagi Ekonomi
Islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui awal perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia
1
2. Mengetahui hal yang melatarbelakangi perlunya sistem Ekonomi Syari’ah di
Indonesia.
3. Mengetahui siapa saja yang ikut berperan dalam perkembangan Ekonomi
Syari’ah di Indonesia.
4. Mengetahui hal yang perlu dilakukan untuk mendekatkan sistem Ekonomi
Syari’ah pada penduduk Indonesia.
5. Mengetahui biografi dari Adiwarman Azwar Karim.
6. Mengetahui sumbangan pemikiran Adiwarman Azwar Karim bagi Ekonomi
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia: Tinjauan Global
2
Sebuah perkembangan ekonomi syariah di Indonesia jika di tinjau dari
segi historis sudah dimulai sejak tahun 1955 dengan berdirinya Perkumpulan
Pendukung Ekonomi Islam (PPEI) di Jakarta pada tanggal 23 November 1955
walau demikian usaha – usaha pendirian perkumpulan pendukung ekonomi Islam
juga sudah ditandai dengan statement Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yaitu K.H. Mas Mansyur yang memimpin Muhammadiyah sejak
tahun 1937 – 1944 yang menyatakan bahwa penggunaan jasa bank konvensional
adalah sebuah keterpaksaan karena saat itu umat islam belum mempunyai bank
sendiri yang bebas dari riba dan praktek – praktek lain yang tidak sesuai dengan
syariat islam. Statement ini serta berdirinya PPEI dapat memperlihatkan bahwa
kajian – kajian tentang ekonomi syariah sudah di mulai dan mulai marak hingga
ke daerah – daerah ditambah dengan mulai maraknya perkumpulan yang sama di
daerah – daerah.
Perjuangan ini sudah mulai terasa pada tahun 1970-an tepatnya pada saat
diselenggarakannya seminar nasional hubungan Indonesia dengan timur tengah
yang diselerenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu kemasyarakatan bersama
Yayasan Bhineka Tunggal Ika saat itu mulai memunculkan lagi wacana harus
tersedianya pelayanan ekonomi syariah bagi rakyat Indonesia dalam konteks ini
adalah bank yang berbasis syariat Islam. Usaha ini mulai menemukan jalan terang
dengan adanya kesepakatan antara pemerintah, MUI, dan ICMI yang saling
mendukung untuk adanya bank syariah pada tahun 1990-an, atas dasar itulah pada
tahun 1991 di Istana Bogor saat itu dipenuhi total komitmen sebesar 106 triliun
Rupiah sebagai modal beroperasi Bank Muamallat Indonesia(BMI) yang pada
akhirnya di grand opening pada tanggal 15 mei 1992 setelah mengantongi berbagi
izin dari kementrian terkait BMI mulai beroperasi di Indonesia.
Sesaat setelah grand opening BMI muncullah Peraturan Pemerintah (PP)
No.72 tahun 1992 yang mengatur tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil
yang memiliki nilai strategis bagi eksistenti perbankan syariah. Isi dari pp
tersebuh adalah :
3
1. Bank yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bpr
yang melakukan kegiatan usahanya semata – mata berdasarkan prinsip
bagi hasil.
2. Prinsip bagi hasil yang berdasatkan syariat yang digunakan oleh bank
berdasarkan bagi hasil
3. Pembentukan dps yang digunakan untuk mengawasi prodak – prodak
bank tersebut dengan pembentukannya melalui konsultasi dengan
majelis ulama Indonesia.
Dengan adanya PP ini membuat semakin bergairahnya perbankan syariah
di Indonesia. Menurut catatan Syafii Antonio setelah PP itu di keluarkan hingga
tahun 1999 sudah ada beberapa bank umum yang memiliki unit usaha syariah
serta khusus di wilayah Aceh semua bank umum di mohon untuk mempersiapkan
pengkonversian menjadi bank syariah. Setelah berbagai perkembangan tersebut
perbankan syariah di Indonesia semakin di untungkan dengan adanya fatwa MUI
yang menyatakan bahwa status bunga bank itu haram pada tahun 2003 membuat
bank syariah semakin gencar melakukan sosialisasi melihat dari Islam adalah
agama mayoritas di Indonesia yang membuat fenomena ini mejadi gayung
bersambut menurut Munir Fuady. Secara yuridis pun saat itu prinsip ekonomi
syariah telah mendapat dukungan dengan adanya UU No.2 tahun 1960 tentang
bagi hasil yang mengatur bahwa perjanjian bagi hasil apapun namanya maka
zakatnya harus dikeluarkan terlebih dahulu. Serta selain itu pada UU No.10 tahun
1998 tentang perbankan juga telah mengatur tentang perbankan syariah di
Indonesia pada saat itu menggantikan UU perbankan yang lama dimana belum di
cantumkan praktek perbankan syariah di Indonesia.1
B. Penggerak Perkembangan Ekonomi Isam di Indonesia
Pesatnya perkembangan eknonomi Islam tak lepas dari peran-peran
lembaga keuangan yang berada dibawah naungannya. Tanpa peran dari lembagalembaga keuangan tersebut, ekonomi islam hanyalah sebuah wacana yang bersifat
1 Dr.H. Hasbi Hasan, MH, Pemikiran Dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah Di Dunia
Isam Kontemporer, (Jakarta: Gramata Publishing, 2011), hlm. 180
4
fatamorgana. Berikut beberapa lembaga keuangan syari’ah yang mendukung
perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia.
1. Perbankan Syari’ah di Indonesia
Perbankan Syari’ah di Indonesia: Catatan Sejarah
Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank pertama syariah yang beroperasi
sejak 1 Mei 1992, sebagai alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan lembaga
bank yang bersistem bebas bunga. Ketika ada persoalan suku bunga dan sebagian
masih berpendapat boleh menggunakannya karena alasan darurat sejalan dengan
belum ada bank syariah, kini kedaruratan itu secara otomatis gugur dengan
sendirinya setelah bank syariah resmi beroperasi. Seharusnya bank syariah
berkembang karena banyaknya masyarakat mayoritas Islam. Kendala yang
mendasar adalah yang pertama kemampuan bank syariah (BMI) dalam
mengepakkan sayapnya. Dalam masa dua tahun pertama ia belum boleh membuka
cabang di berbagai daerah. Ini mengakibatkan cabang dan kantor kasnya terbatas.
Keterbatasan outlet mengakibatkan sejumlah masyarakat pendamba bank syariah
hanya menanti outlet yang buka pada wilayahnya. Masalah keduanya sebagian
muslim perkotaan yang relatif dekat dengan BMI mengalami pragmatis, mereka
masih mengasumsikan bahwa lebih menguntungkan berhubungan dengan bank
konvensional. Keterbatasan
total aset bank syariah pertama saat itu
mengakibatkan manajemen harus memilah sejumlah proposal pembiayaan.
Hingga pada tahun 2009 outlet BMI mencapai 289 Unit, terdiri dari 75
kantor cabang (Kuala Lumpur-Malaysia), 51 kantor cabang pembantu, 117 kantor
kas, 43 gerai serta jaringan alisiansi dengan jumlah lebih dari 4000 System Online
payment point (SOPP) Pos di seluruh Indonesia.2
Dengan berkembangnya jumlah kantor cabang, cabang pembantu, kantor
kas dan SOPP itu, berpengaruh positif pada perkembangan Dana pihak ketiga
(DPK).
2 Ir. Adiwarman Azwar Karim, AM Saefudin Membumikan Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: PT PPA
Consultants, 2011), hm.223
5
Dalam milyar rupiah
Total aktiva
Total pembiayaan
Total dana pihak ketiga
Total modal disetor
Total ekuitas
Laba (rugi) operasional
Laba (rugi) bersih
Rasio (%)
Laba sebelum pajak (rata-rata aktiva)
Laba setelah pajak /rata-rata modal
disetor
Laba sebelum pajak/rata-rata
Aktiva produktif
Rasio pembiayaan bermasalah (bersih)
Rasio pembiayaan bermasalah (kotor)
Rasio kecukupan modal
Pembiayaan/(Dana pihak III)
Jumlah saham (juta)
Laba bersih/jumlah saham
2009
2008
2007
2006
2005
16.027,1
8
11.428,0
1
13.316,9
0
492,79
898.79
78.71
50.19
12.610,8
5
10.517,8
6
10.073,9
6
492,79
941.09
300.69
203.36
10.578,6
6
8.618, 05
492,79
824.92
213.3
139.37
8.370,5
9
6.628,0
9
6.837,4
3
492,79
786.44
174.77
108.36
7.427,0
5
5.887,7
4
5.750,2
3
492,79
763.41
159.18
106.66
0,45
8,03
2,6
33,12
2,18
22,35
2,1
22,99
2,53
18,1
0,48
4,1
4,73
11,1
85,82
820.25
61,91
2,6
3,85
4,33
10,81
104,41
820.25
247.92
2,18
2,96
2,96
1043
99,16
820.25
170.4
2,1
4,84
5,76
14,23
83,6
820.25
132.1
2,53
2
2,8
16,33
89,08
820.25
168.15
8.691,33
BMI adalah bank syariah pertama di Indonesia. Mereka mengalami permasalahan
yang tidak ringan. Berbeda dengan bank syariah yang berada di negara-negara
islam lainnya, mereka di bantu oleh pemerintah.
Kehadirannya bukan dalam konteks penguatan ekonomi umat yang
bertujuan untuk misi politik praktis. Yang harus dilihat adalah efek pemberdayaan
ekonomi umat sebagai komponen anak bangsa di Tanah air.
Jaringan
Perbankan
Syari’ah
Bank Umum Syariah
Unit Usaha Syariah
BPR Syariah
Jaringan kantor (total)
2005
3
19
92
550
200
6
3
20
105
636
200
7
3
26
114
711
200
8
5
27
131
953
Bank Umum Syariah
Unit Usaha Syariah
BPR Syariah
304
154
92
349
182
105
401
196
114
581
241
131
200
9
6
25
139
114
0
711
287
139
6
Office Channeling
-
459
119
147
5
0
Krisis moneter yang menerpa Indonesia pada tahun 1997-1998, membuat
para pelaku bisnis gulung tikar. Kredit macet, juga kewajiban pihak bank yang
harus dipenuhi yakni bunga kepada nasabah. Banyak bank yang harus dilikuidasi,
karena tidak mampu menjalankan fungsinya. BMI bank yang tergolong kecil
justru bertahan. Penyelamatnya adalah sistem syariah, yang tidak mengenal
negative spread. Fakta tersebut membuat beberapa pihak melirik dan terdorong
untuk mendirikan atau membuka bank bersistem syariah. Ini adalah data pada
periode dari 2005 sampai 2009. Tentang Bank Umum Sayriah (BUS), Unit Usaha
Syariah (UUS), ataupun BPR Syariah.
Perkembangan industri perbankan syariah tidak langsung melonjak pada
grafiknya. Ada masa-masa ia naik, terutama pada masa krisis moneter. Berikutnya
mengalami penurunan, lalu naik lagi. Berikutnya pun mengalami hal serupa.
Persoalan utama mereka belum mendapatkan sumberdaya insani yang memadai.
Kebijakan syariah yang melakukan kebijakan marginalisasi terhadap sejumlah
sumber daya insani potensial keposisi yang tidak tepat. Tujuannya memasungnya
dan akhirnya yang bersangkutan mengundurkan diri. Ini adalah manajemen yang
kurang matan pada perbankan syariah. Tanpa sumberdaya insani yang memenuhi
kualifikasi itu, keinginannya dalam mengembangkan bank syariah akan terkesan
kontra produktif.
Keinginan yang kuat mendirikan bank syariah atau membuka unit usaha
syariah dari kalangan swasta ataupun pemerintah tak lepas dari analisa pasar
untuk lembaga keuangan syariah yang memang cukup menjanjikan.
Contoh faktual bahwa keberadaan bank syariah di negara Islam tidak
langsung melejit kinerjanya. Padahal mereka mendapat dukungan regulasi dan
finansial, tapi mereka memiki kemampuan yang kurang dalam menyenangkan
nasabah, padahal jika ditinjau mereka mempunyai potensi pasar dari segi
perkapitanya besar.
7
180
5
Ditinjau dari beberapa negara Islam, masih banyak negara-negara Islam
yang masih enggan mendepositokan uang masyarakat pada lembaga syariah,
contohnya Malaysia, Iran, Tunisia, Pakistan, Saudi Arabia, Indonesia, dsb. Namun
Iran mampu mendorong masyarakat negaranya untuk melakukan deposito pada
lembaga syariah. Ini merupakan komitmen politik dan ideologis yang benar-benar
menguatkan pembumian sistem bank syariah sebagaimana yang diperlihatkan
oleh Iran.
Pertumbuhan Kinerja Bank Syariah
Tingkat perkembangan dan atau pertumbuhannya dapat dilihat dari
kinerjanya, total aset, DPKnya, atau pos-pos lainnya yang menunjukkan
perkembangan atau pertumbuhannya. Bank Pembiayaan Rakyat syariah juga
mengalami pertumbuhan yang menarik. Kinerjanya pun cukup bagus.
Kiranya perkembangan dan pertumbuhan kinerja bank syariah itu cukup
menggembirakan, meski tetap tidak boleh merasa puas, terutama jika dibanding
dengan kinerja bank umum konvensional. Sebenarnya ada kondisi riil yang cukup
menyedihkan, terkait dengan komposisi permodalan yang dominan (lebih besar
dari 50%) dari modal asing. Ini terjadi pada BMI. Hal ini pun terjadi karena
proses pemindahan kepemilikan itu sangat terpaksa. Ketika BMI kekurangan
modal, pihak manajemen mencoba mencari suntikan dana dari dalam negeri,
namun tidak mendapat perhatian.
Kontribusi Perbankan Syariah dalam Perkembangan Ekonomi
Kehadiran bank syariah di Tanah Air telah memberikan kontribusi riil
terhadap tuntutan pengembangan ekonomi nasional, baik dari kaum muslim
maupun lainnya. Terbukti, nasabah tidak hanya kaum muslim saja. Ada kaum non
muslim yang bermitra dengan bank syariah untuk kepentingan strategis bisnis dan
lainnya.
Permasalahan pembiayaan, perbandingan bank syariah dengan bank
konvensional, pembiayaan bank syariah lebih tinggi. Dengan partisipasi
pembiayaan itu pula, manajemen pengelola proyek efisien , ini jelas
8
menguntungkan daripada pendapatan bunga rutin. Kita dapat mencatat sistem bagi
hasil lebih agresif daripada bunga.
Kolerasi positif perkembangan bank syariah : penyerapan sumber daya
insani
Pembumian bank syariah, kini semakin banyak yang berminat
mengakibatkan dibutuhkannya sejumlah tenaga. Sekecil apapun, kehadiran bank
syariah ini telah ikut berkiprah dalam upaya mengurangi pengangguran dan
kemiskinan. 3
2. Asuransi Syari’ah
Asuransi Syari’ah di Indonesia: Landasan Teologis dan Landasan Hukum
Semangat mendirikan asuransi syari’ah di Indonesia di landasi oeh firman
Allah SWT yang tercantum pada QS. Al Hashr ayat 18 dan QS Yusuf ayat 43-49.
١٨﴿ ت للغغدد غواتد غظقوا الل د غغه لإ دغن الل د غغه غخلبيسر لبغما تغتعغمظلوغن
﴾غيا أ غي دظغها ال د غلذيغن آغمظنوا اتد غظقوا الل د غغه غول تغتنظظتر ن غتفسس د غما غق د غدغم ت
(18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (masa
depan), dan bertaapkwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hashr:18)
Ayat ini cukup jelas memerintahkan untuk merencanakan apa yang akan
kita buat di masa depan ekonomi individu seperti yang diformulasikan dalam
sistem asuransi. Sedangkan QS Yusuf ayat 43-49, menggambarkan contoh usaha
manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan terburuk di masa
depan.
Untuk landasan hukum saat ini asuransi syari’ah masih mendasarkan
legalitasnya pada Undang-Undang
No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.
Namun, Undang-undang tersebut tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat
bagi asuransi syari’ah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan
prinsip syari’ah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam
3 Ibid.,251
9
kaitannya kegiataan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi
syari’ah terdapat dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah. Agar ketentuan asuransi syari’ah mempunyai kekuatan hukum, maka
perlu dibentuk peraturan termasuk peraturan perundang-undangan di Indonesia
meskipun dirasakan belum memberikan kepastian hukum yag lebih kuat.
Peraturan
tersebut
adalah
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No.424/KMK.06/2003
dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua
keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis
syari’ah.
Perkembangan Asurasnsi Syari’ah di Tanah Air: Catatan Sejarah
Langkah awal dari realisasi asuransi syari’ah di Indonesia di tengarai
dengan terbentuknya Tim Pembentukan Asuransi Takaful ( TEPATI) yang
dimotori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat, Asuransi
Jiwa Tugu Mandiri dan sejumlah Departemen Keuangan, maka muncullah
gerakan sosialisasi asuransi bersistem syari’ah ketengah publik. Pada 19 Oktober
1993, TEPATI yang dipimpin oleh Rahmat Shaleh mengadakan road show
pertama di Jakarta dengan mengumandakan tema “Asuransi Berdasarkan
Syari’ah”. Untuk menguatkan gerakan sosialisasinya, TEPATI pada tanggal 12
Desember 1993 mengadakan studi banding ke Syarikat Takaful Malaysia Sdn
Bhd.
`Kelanjutan studi banding tersebut dilaksanakan penandatanganan
kerjasama ekonomi dan keuangan antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Malaysia. Pada acara penandatanganan yang dilakukan pada 12
Januari 1994 itu juga dilakukan penandatnganan MoU antara BMI dengan
Syarikat Takaful Malaysia Srdn Bhd terkait bantuan teknis pendirian Takaful
Indonesia. Bantuan teknis tersebut, sungguh penting, karena pemindahan
pengetahuan dan pengalaman (transfer of knowledge and experience) cukup
10
berarti strategis: simple utnuk mendapatkan sumber daya insani yang memahami
pengetahuan dan operasi asuransi yang bersistem syari’ah dibanding harus
menunggu alumnus pendidikan tinggi, yang secara pengalaman tetap masih
terbatas.
Setelah dirasakan cukup untuk menjalankan asuransi syari’ah, maka pada
11 Maret 1994 diresmikanlah pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia (STI).
Seperti halnya BMI, PT STI ini menjadi pioneer bagi PT Takaful berikutnya
seperti: PT Asuransi Takaful Keluarga Indonesia (PT ATK) yang diresmikan oleh
Menteri Keuangan, Ma’arief Muhammad di Hotel Sahid Jaya pada 25Agustus
1994 dan PT Takaful Umum yang diresmikan oleh Menristek dan Kepala BPTT
Prof Dr BJ Habibie pada tanggal 2 Juni 1995 di Sangrila Jakarta.
Atas “karya” nyata (membumikan asuransi syari’ah) itu, Takaful Indonesia
dipercaya menjadi tuan rumah pada acara Asean Takaful Group (ATG) Meeting di
Hotel Sahid Jaya Jakarta. Sangat dimungkinkan, pagelaran itu dalam rangka
menguatkan komitmen pembumian ekonomi syari’ah melalui laembaga asuransi
syari’ah. “Promosi” bersama yang bersifat regioal ini bergema lebih jauh di Tanah
Air ini. Dan hal ini juga tercermin bagi Takaful Indonesia yang setelah melangkah
jauh berhasil mendirikan gedung milik sendiri. Itulah Graha Takaful yang
diresmikan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang diwakili Dierektur
asuransi Departemen Keuangan. Itulah peristiwa sejarah pada tanggal 7 Desember
2002, sebuah peristiwa yang menambah keyakinan untuk bergerak lebih jauh bagi
seluruh crewnya. Dan karena kinerja yang “fantastik”, pada 15 Agustus 2007
Takaful Keluarga menerima penghargaan Kinerja Keuangan 2006 dengan predikat
“sangat bagus” dalam Insurance Award 2007 versi Majalah Infobank. Dan sekitar
sebulan kemudian tepatnya pada 18 September 2007, Takaful Keluarga menerima
penghargaan “Asuransi Jiwa Syari’ah Terbaik” dalam acara Best Syari’ah 2007
versi Majalah Investor.
Setelah Asuransi Takaful Umum dan Takaful Keluarga beroperasi,
selanjutnya sejumlah lembaga keuangan ikut mendirikan asuransi syari’ah, yakni
Asuransi Syari’aah Mubarakah, Asransi Jiwa Asih Greath Estern, MAA Life
Isurance, Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera,dan pada akhir 2002 didirikan cabang
11
syari’ah Asuransi Tri Pakarta, Pada. Maret 2003 AJB Bumiputera juga
mengembangkan asuransi syari’ah.
Jika kita mencermati perkembangan lembaga asuransi syari’ah tersebut,
hal itu sesungguhnya menggambarkan sektor keuangan syari’ah non bank yang
merupakan market driver sebagai indikasi permintaan masyarakat yang cukup
menaik. Untuk memperkuat indikasi itu, perusahaan konsultan lembaga keuangan
syari’ah Karim Busines Consulting
(KBC) melakukan riset terhadap 58
perusahaan asuransi di Indonesia.
Melalui riset yang dilakukannya, KBC menyimpulkan bahwa pada tahun
2003 asuransi –secara prediktif- akan diramaikan oleh asuransi syari’ah atau
devisi syari’ah. Dalam risetnya KBC meneliti tiga kelompok nasabah asuransi
yaitu conventional loyalist,orang yang loyal pada sistem asuransi kovensional.
Kelompok berikutnya sharia loyalist, yaitu orang yang loyal pada asuransi
syari’ah, dengan memilih untuk tidak memberikan preminnya kepada asuransi
konvensional jika memang asuransi syari’ah tidak ada, tapi jumlah tipe kedua ini
kecil. Kelompok berikutnya yaitu variety seeking behaviour market, mereka
adalah kelompok yang biasa membeli produk unit link, usia antara 35-55 tahun,
memiliki cash flow sendiri dan tertarik terhadap program asuransi yang
mempunyai side benefit.
Didalam kelompok variety seeking behaviour market, masih terdapat
kelompok kecil, yakni young ethical concious market mereka adalah kelas pekerja
berusia antara 25-35 tahun, yang tidak terlalu fokus pada penghasilan pendapatan
hasil investasi, namun cukup semangat untuk mengembangkan asuransi syari’ah.
Kelompok kecil ini memiliki potesial switching atau potensi pengalihan ke premi
syari’ah.
KBC melalui risetnya menyatakan potensial switcihng yang berbeda-beda
untuk masing-masing kelompok dengan rincian: kelompok variety seeking
behaviour mempunyai prosentasi potential switching sebesar 5%-20% dengan
perhitungan premi yang potensial pindah ke asuransi syari’ah sebesar Rp 966,6
miliar. Untuk kelompok
young ethical concious market dengan potensial
12
switching mencapai RP 102 miliar, serta pasar sharia loyalist bisa mencapai Rp
107,25miliar. Dengan perkiraan tersebut makan potensi premi yang bisa diraih
oleh perusahaan asuransi syari’ah sebesar Rp 1.176 triliun.
Naiknya perkembangan asuransi syari’ah tidak lepas dari potensi pasar
yang cukup menjanjikan. Dan potensi ini tidak lepas dari keberbedaan sistem
dengan konvensional sehigga keberbedaannya digunakan untuk menggarap pasar
lebih jauh.
Sama halnya dengan perbankan syari’ah, melihat potensi umat Islam yang
ada di Indonesia, potensi
asuransi syari’ah sangat menjanjikan. Bahkan,
seseorang CEO perusahaan asuransi asal Malaysia, Syed Moheeb saat itu
memperkirakan, tahun-tahun mendatang asuransi syari’ah bisa mencapai 10%
market share asuransi konvensional. Sementara, data dari Asosiasi Asuransi
Syari’ah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syari’ah
selama 5 tahun terakhir mencapai 40%, sementara asuransi konvensional hanya
mencapai 22,7%. M. Shaifie Zein, tokoh penting dari Asosiasi Asuransi Syari’ah
Indonesia (AASI) memproyeksikan market share asuransi syari’ah ditahun 2013
mencapai 5%. Pertahun kenaikan asuransi syari’ah 0.7%.
Proyeksi itu tidaklah berlebihan. Sekedar ilustrasi, pertumbuhan aset
asurasnsi syari’ah –menurut Asosiasi Syari’ah Indonesia dan Departemen
Keuangan- pada 2005, asetnya mencapai Rp 663,64 miliar. Pada tahun 2006 naik
mencapai 990,47 miliar (naik 49,25%). Dan pada tahun 2007 naik lagi menjadi
2.030,00 (naik 104,95%). Sedangkan pertumbuhan asuransi jiwa syari’ah pada
tahun 2005 mencapai Rp 192,81 milyar. Setahun berikutnya menjadi Rp 306,29
milyar (naik 59%). Dan pada tahun 2007 naik lagi menjadi Rp 965,34 miliar (naik
215%). Sedangkan asuransi umum sayari’ah –pada 2005- mencapai tercatat
pertumbuhan Rp 118,48 milyar. Pada 2006, naik menjadi Rp 191,43 milyar atau
naik 62%. Dan pada 2007 naik lagi kontribusinya menjadi RPp 269,70 miliar
(naik 41%). Total kontribusi asuransi pada 2005 adalah Rp 311,29 miliar menjadi
Rp 497,72 miliar pada 2006 (naik 60%). Dan pada tahun 2007, totalnya menjadi
Rp 1.235.04 miliar atau sama dengan naik 148%.4
4 Ibid.,277
13
Produk Asuransi Syari’ah: Contoh
Produk asuransi syari’ah tidak kalah menariknya dengan produk asuransi
konvensional. Sekedar contoh, PT Asuransi Takaful Umum dan PT Asuransi
Takaful Keluarga mengeluarkan produk diantaranya:
a. Takaful Falah
yaitu jenis takaful dengan pilihan proteksi yang lengkap manfaatnya bagi
peserta, seperti:
(1) Al-Khairat (term insurance), merupakan manfaat utama bagi ahli
waris apabila peserta meninggal dunia baik karena sakit maupun
karena kecelakaan.
(2) Jika terjadi kecelakaan diri (personal accident), merupakan
manfaat tambahan yang diberikan kepada peserta atau ahli waris
apabila peserta meninggal atau cacat tetap sebagian karena
kecelakaan.
(3) Merupakan manfaat tambahan kedua yang diberikan kepada para
peserta apabila peserta mengalami cacat tetap total (disfunction)
akiibat sakit atau kecelakaan.
(4) Santunan harian rawat inap (cash plan), merupakan manfaat
tambahan ketiga, diberikan kepada peserta selama peserta
menjalani perawtan di rumah sakit disebabkan sakit atau
kecelakaan.
(5) Santunan penakit khusus (critical illnes/dread desease), bagi
peserta yang menderita penyakit sepertia: stroke, kanker, serangan
jantung pertama, operasi jantung koroner, operasi pennggantian
katup jantung, fulminat viral hepatitis, penyakit hati kronis,
pulmonary arterial hypertension (primer), penyakit paru-paru tahap
akhir, gagal ginjal, anemia apatis dan lain-lain.
b. Takafulink Salam (Investasi + Proteksi Kesehatan)
merupakan produk investasi dan proteksi modern
bagi
yang
menginnginkan hasil investasi optimal dengan dengan empat jenis
14
investasi campuran dengan dominasi saham melalui sistem pengelolaan
syari’ah. Peaerta juga dapat menambahkan manfaat kesehatan tambahan,
bila dibutuhkan.
Manfaat dari jenis asuransi takaful salam:
(1) Manfaat Utama: Bila perjanjian
berkahir
atau
peserta
mengundurkan diri dalam masa perjanjian, maka peserta akan
mendapatkan seluruh dana investasi. Bila peserta
meninggal
dalam masa perjanjian, maka ahli waris akan mendapatkan seluruh
dana innvestasi dan dana santunan minimal 800 premi setahun.
(2) Manfaat Tambahan: santunan harian rawat inap (cash plan) sampai
dengan 1 juta/hari, santunan cacat tetap total, santunan penyakit
kritis untuk 49 jenis penyakit santunan kecelakaan diri (peronal
accident)
Produk Takafulink Salam meliputi:
(1)
Istiqomah
diperuntukkan bagi profil nasabah yang resiko investasinya tidak
(2)
fluktuatif, yakni tidak berani mengambil resiko yang lebih besar.
Mizan
Jenis asuransi bagi seseorang yang profil risikonya cukup berani.
Tidak konservatif namun juga tidak agresif. Tingkat pengembalian
(3)
agak tinggi, tapi risiko agak sedikit.
Ahsan
diperuntukan bagi nasabah yang agak berani menanggung resiko
denrn gan harapan return-nya agak tinggi. Dan tumbuh untuk
antisipasi masa depan. Biasanya nasabah mengambil jangka waktu
(4)
diatas 10 tahun.
Alia
untuk nasabah yang memiliki dan cukup, pemberani (risk taker),
dengan harapan memperoleh hasil yang maksimum
Premi untuk Takafulink salam adalah minimum Rp 250.000,- (premi
bulanan), minimum Rp 750.00,- (premi triwulan), minimum Rp 1.500.000,(premi per semesteran), minimum Rp 2.000.000,- (premi pertahunan) dan
minimum premi 12.000.000,- jika membayar premi sekaligus.
Perlu dicatat alasan mengapa memilih Takafulink Salam:
15
(1)Takafulink Salam murni syari’ah dan –secara ideologis dan
psikologis- lebih menentramkan
(2) Pertimbangan biaya pengelolaan yang efisien (biaya paling rendah
diantara produk sejenis)
(3) Bebas memilih investasi sesuai dengan kebutuhan
(4) Berpeluang memperoleh hasil investasi yang lebih optimal
(5) Kapan saja bisa meningkatkan dana investasi (top up) dengan
ketentuan minimum sebesar Rp 1.000.000,- dan hal ini bersifat
fleksibel, keleluasaannuntu mendapatkan dana investasi
(6) Dana bisa di pindahkan (switching)
(7) Bebas menentukan proteksi sesuai dengan kebutuhan dan bebas
memilih cara pembayaran
(8) Setelah masa kepesertaan satu tahun, peserta dapat melakukan
penarikan dannanya dengan ketentuan: minimum penarikan Rp
1.000.000,- dan mnimum dana yang tersisa Rp 1.000.000,c. Takaful Kendaraan Bermotor
Program takaful yang mengganti kerugian atas kendaraan bermotor jika
terjadi kecelakaan, pencurian serta tanggung jawab hukum terhadap pihak
ketiga.
d. Tafakul Safari & Tafakul Ansor
Produk tafakul untuk sepeda motor atas risiko kehilangan dan kecelakaan
dengan tambahan asuransi jiwa.
e. Fulnadi (Tafakul dana pendidikan)
Tafakul Kecelakaan Pribadi
Program tafakul yang memberikan santunan kepada peserta atau ahli
warisnya bila meninggal dunia, cacat atau mengeluarkan biaya perawatan
akibat kecelakaan.
f. Tafakul Pengangkutan
Program tafakul yang mengganti kerugian pada barang atau akibat alat
pengangkutannya mengalami kecelakaan.
g. Tafakul Kebakaran
Tafakul yang mengganti kerugian atas harta benda yang disebabkan
musibah kebakaran, kejatuhan pesaawat terbang, peledakan, sambaran
petir dan asap.
3. Pegadaian Syari’ah
Landasan Teologis & Landasan Hukum
16
Seperti halnya bank dan asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah juga
mempunyai landasan teologi. Landasan teologis pegadaian syari’ah merujuk pada
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283:
۞ غولإن ظكنتظتم غعل غىى غسغفدر غول غتم تغلجظدوا غكالتببا غفلرغهاسن دغمتقظبوغضسة غفلإتن أ غلمغن بغتعظضظكم بغتعبضا غفل تيظغؤلدد ال دغلذي اتؤتظلمغن أ غغمان غتغظه
٢٨٣﴿ علليمس
﴾غول تي غتد غلق الل د غغه غربد غظه غوغلا تغك تتظظموا ال د غشغهاغدغة غوغمن ي غك تتظتمغها غفلإن د غظه آلثمس غقل تبظظه غوالل د غظه لبغما تغتعغمظلوغن غ
(283) Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surat Al-Baqarah ayat 283 tersebut dipertegas dengan beberapa, salah satu
diantaranya adalah hadi dari Anas RA
Dari Anas RA, bahwasannya ia berjalan menuju Nabi SAW dengan roti
dari gandum dan sungguh Rasulullah SAW telah menangguhkan baju besi kepada
seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari orang
Yahudi itu.
Landasan hukum perjanjian gadai menurut ijma para ulama boleh
hukumnya. Tentang siapa orang yang harus menanggung biaya pemeliharaan
selama orang yang menggadaikan barangnya (marhun) berada di tangan pihak
yang menerima barang gadaiannya (murtahin), tata cara penentuan biayanya
(konsekuensi adiministratif) dan sebagainya merupakan ijtihad yag dilakukan para
ahli fiqih (fuqaha).Sejumlah landasan yuridis-agamis itu pula yang menjadi
perimbangan terbitnya Fatwa Dewan Syari’ah Nasional o. 25/DSN-MUI/III/2002
tanggal 26 Juni 2002 yang menggariskan bahwa pinjaman dengan meggadaikan
barang sebagaimana jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan. Terbit juga
17
landasan hukum PP No. 23 tahun 2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha
Perum Pegadaian sampai sekarang.5
Perkembangan dan Pertumbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia
Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh perkembangan
dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Di samping itu, juga
dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah
pegadaian yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Pegadaian syariah Dewi
Sartika Jakarta merupakan salah satu pegadaian syariah yang pertama kali
beroperasi di Indonesia.
Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal
yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia merupakan hal yang
menggembirakan. Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam
bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan
berdasarkan hukum gadai syariah.
Sampai saat ini, baru ada 5 lembaga keuangan yang tertarik untuk
membuka pegadaian syariah. Perum pegadaian adalah salah satu lembaga yang
tertarik untuk membuka produk berbasis syariah ini. Bekerjasama dengan Bank
Muamkalat, pada awal September 2003 diluncurkan gadai berbasis syariah
bernama pegadaian syariah. Karakteristik dari pegadaian syariah adalah tidak ada
pungutan berbentuk bunga. Dalam konteks ini, uang ditempatkan sebagai alat
tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan. Tetapi, mengambil
keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan.
Sedangkan 4 lainnya adalah perbankan syariah yang membuka kantor
pegadaian sendiri, yaitu Unit Layanan
Gadai Bank Syariah Mandiri, Bank
Danamon, BNI Syariah, dan Bank Jabar Syariah. Bank Muamalat Indonesia
(BMI)
bekerjasama
dengan
Perum
Pegadaian
yang
berbentuk
aliansi
(musyarakah). BMI sebagai penyandang dana, sedangkan Perum Pegadaian
sebagai pelaksana operasionalnya.
5 Ibid.,281
18
Bank Syariah Mandiri mengeluarkan jasa gadai dengan mendirikan Gadai
Emas Syariah Mandiri. Pada dasarnya jasa gadai emas Syariah dan konvensional
tidak berbeda jauh dalam bentuk pelayanannya, yang membedakakan hanyalah
pada pengenaan biaya. Pada gadai konvensional, biaya adalah bunga yang bersifat
akumulatif, sedangkan pada gadai syariah hanya ditetapkan sekali dan dibayar di
muka.
Namun demikian, dari sisi jaringan, jumlah kantor pegadaian Syariah saat
ini sudah ada di 9 kantor wilayah dan 22 Pegadaian Unit Layanan Syariah
(PULS), terutama di kota-kota besar di Indonesia dan 10 kantor gadai syariah. Ke
22 PULS merupakan pegadaian syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian
syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian dan BMI, dan direncanakan akan
dibuka 40 jaringan kantor PULS, yang mengkonversi cabang gadai konvensional
menjadi gadai syariah di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, jumlah pegadaian syariah baik yang berbentuk PULS
maupun Unit Layanan Syariah Bank-Bank syariah baru sekitar 2,9%
dibandingkan dengan total jaringan kantor Perum pegadaian yang berjumlah 739
cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.6
Produk Pegadaian Syariah
Produk perbankan syariah meliputi:
(1) Rahn
yaitu skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan
dana bagi masyarakat dengan sistem gadai sesuai syari’ah dengan agunan
berupa perhiasan, barang elektronik atau kendaraan bermotor.
(2) Arrum
6 “Pegadaian Syari’ah”
http://thomotugaskuliah.blogspot.com/2010/01/pegadaian-syariah.html
akses Jum’at 12 Desember 2014 14:46
19
yaitu skim pembiayaan syari’ah untuk mendukung modal kerja pengusaha
mikro-kecil guna mengembangkan usaha dengan sistem pengembalian
secara angsuran..
(3) Mulia
yaitu skim investasi yang relatif aman bagi masyarakat dengan cara tunai
atau angsuran. Arahnya adalah pemmbelian emas batangan.
(4) Pegadaian Amanah
yaitu suatu skim pemberian pinjaman kepada masyarakat yang
berpenghasilan tetap guna kepemiikan kendaraan bermotor. Pemberian
pinjaman
ini
diberikan
dalam
jangka
waktu
tertentu
yang
pengembaliannya diakukan secara angsuran.7
C. Pemikiran Adiwarman Azwar Karim Tentang Ekonomi Islam
1. Biografi
Ir.H. Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., lahir di Jakarta
pada 29 Juni 1963. Adiwarman atau sering dipanggil dengan adi. Pendidikan
tingkat S1 ia tempuh di dua perguruan tinggi yang berbeda yaitu IPB dan UI.
Gelar Insinyur dia peroleh pada tahun 1986 dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada tahun tahun 1988 Adiwarman berhasil menyelesaikan studinya
di European University, Belgia dan memperoleh gelar M.B.A. setelah itu ia
menyelesaikan studinya di UI dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada
tahun 1989. Pada tahun 1992, Adiwarman juga meraih gelar S2-nya yang
kedua di Boston University, Amerika Serikat dengan gelar M.A.E.P. Selain itu
ia juga pernah terlibat sebagai Visiting Research Associate pada Oxford Centre
for Islamic Studies.
Kontribusi Adiwarman dalam pengembangan perbankan dan ekonomi
syari’ah di Indonesia bukan saja sebagai praktisi, tetapi juga sebagai intelektual
serta akademisi. Ia pernah menjadi dosen tamu di beberapa perguruan tinggi
(UI, IPB, Unair, IAIN Syarif Hidayatullah) untuk mengajar perbankan dan
ekonomi
syariah.
Di
beberapa
perguruan
tinggi
tersebut
ia
juga
mendirikan Shari’ah Economics Forum (SEF), suatu model jaringan ekonomi
Islam yang bergerak di bidang keilmuan. Lembaga tersebut menyelenggarakan
7 Ir. Adiwarman Azwar Karim, op.cit., hlm. 290.
20
pendidikan nonkulikuler yang diselenggarakan selama dua semester dan
dipersiapkan sebagai sarana “islamisasi” ekonomi melalui jalur kampus.
2. Karya-karya Adiwarman Azwar Karim
Beberapa karya Adiwarman Azwar Karim yang telah diterbitkan yaitu :
Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer yang merupakan kumpulan
artikelnya di Majalah Panji Masyarakat. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
sebuah kumpulan tulisan pakar ekonomi yang ia terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Ekonomi Mikro Islami dan Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi
Makro. Ketiga karyanya tersebut merupakan bahan kuliah wajib di berbagai
perguruan tinggi tempatnya mengajar. Buku terakhir yang ia tulis membahas
pandangan secara komprehensif tentang perbankan Islam dengan memberikan
analisis dari perspektif fikih dan ekonomi (keuangan). Buku tersebut diberi
judul Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan.
3. Pemikiran Ekonomi Islam Adiwarman Azwar Karim
a. Redefinisi dan Rancang Bangun Ilmu Ekonomi Islam
Ekonomi islam sering didefinisikan “ekonomi yang berasaskan al-Qur’an
dan as-Sunnah”. Seringkali definisi ini tidak disertai dengan penjelasan
yang tuntas, sehingga terkesan bahwa ekonomi islam adalah ekonomi apa
saja yang dibungkus dengan argument dari ayat dan hadist tetentu,
sehingga tidak memberikan jawaban yang memuaskan.
Menurut Adiwarman Karim, ekonomi islam diibaratkan satu
bangunan yang terdiri atas landasan, tiang dan atap.8 Dengan ini
Adiwarman memberikan pengertian ekonomi islam sebagai ekonomi yang
dibangun di atas nilai-nilai universal Islam. Nilai-nilai yang dimaksudkan
yaitu tauhid (keesaan),
‘adl (keadilan),
khilafah
(pemerintahan),
nubuwwah (kenabian) dan ma’ad (return).
8 Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press,2001), hlm. 176
21
Korelasi prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tauhid yaitu bermakna ke-Maha Tunggal-an Allah sebagai pencipta,
pemilik semua yang ada di bumi dan langit, serta pemberi rezeki yang
Maha Adil yang berkuasa atas segalanya. Pengingkaran nilai tauhid dapat
membawa manusia menjadi merasa dirinya hebat, atau semua bisa diatur
dengan uang. Maka dengan konsep keesaan Tuhan memberikan arah bagi
pelaku ekonomi bahwa segala sesuatu dalah milik Allah, manusia
hanyalah pemegang amanah. Karena ada system pertanggung jawaban
bagi setiap tindakan ekonomi. Dan akhirnya dalam skala makro prinsip
pertanggung jawaban tersebet mendorong terwujudnya keadilan(‘adl)
ekonomi dalam suatu masyarakat. Sehingga untuk dapat merealisasikan
keadilan tersebut diperlukan adanya intervensi khilafah (pemerintah)
sebagai regulator. Prinsip nubuwwah di sini mengandung arti bahwa
konsep ekonomi Islam adalah konsep untuk manusia, bukan untuk
malaikat, serta mampu dijalankan oleh manusia, bukan oleh malaikat.
Nubuwwah adalah jawaban akan kebutuhan ini sebagaimana yang di
contohkan Rasulullah tentang bagaimana melakukan kegiatan ekonomi
yang membawa kesuksesan dunia akhirat. Tujuan akhir dari semua
aktifitas ekonomi yang tersusun secara rapi melalui sistem tersebut tidak
lain adalah maksimisasi hasil (ma’ad,return) yang
tidak
hanya
menggunakan ukuran materiil, tetapi juga aspek agama.
Setelah membicarakan tentang landasan ekonomi Islam, maka kini
masalah tiangnya yang meliputi: Multiple Ownership, freedom to act, serta
social justice. Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi, kepemilikan
bersama (syirkah), dan kepemilikan Negara. Hal ini sangat berbeda dengan
konsep kapitalis klasik yang hanya mengakui kepemilikan pribadi dan
konsep sosialis yang hanya mengakui kepemilikan bersama oleh negara.
Multiple ownership (kepemilikan multijenis) merupakan derivasi dari
prinsip tauhid, dimana manusia sebagai pemegang amanah di muka bumi
diberi hak dan tanggung jawab yang sama dalam mengelola sumber daya
yang tersedia. Tetapi kebebasan manusia untuk mengeksploitasi sumber
daya dibatasi oleh suatu tujuan bersama, yaitu terciptanya keadilan sosial
22
(social justice) dan kesejahteraan (return, ma’ad) yang merata. Sementara
proposisi kebebasan berusaha (freedom to act) memberikan motivasi
kepada pelaku ekonomi dalam berusaha, baik dalam kapasitasnya sebagai
individu maupun pemerintah sebagai pemegang regulasi, sebagaimana
dipraktekkan pada masa Nabi.
Selain prinsip-prinsip di atas, terciptanya sistem ekonomi Islam
juga memerlukan suatu tatanan norma atau hukum yang menjadi payung
(atap) dan jaminan bagi keberlangsungannya. Dalam istilah Adiwarman,
sistem norma atau hukum ini disebut sebagai akhlak ekonomi Islam.
b. Integritasi Intelektual dan “Harakah”
Menurut Adiwarman, harakah iqtisadiyah
sebagai
suatu
model
pengembangan ekonomi Islam di Indonesia dapat dilakukan melalui tiga
tahap.
Pertama, mengupayakan wacana ekonomi Islam masuk ke dalam kampus
melalui kurikulum, atau bentuk-bentuk yang lain (buku, kelompok studi,
seminar dan sebagainya). Tahap pertama ini nampaknya sudah
menemukan hasilnya, terbukti dengan dibukanya beberapa jurusan,
fakultas bahkan perguruan tinggi yang khusus memepelajari ekonomi
Islam.
Kedua, pengembangan sistem. Tahap ini bisa dilakukan melalui
pembentukan undang-undang, atau peraturan daerah. Hal ini diperlukan
sekali, sebab tanpa payung hukum yang jelas dan tegas, ekonomi Islam di
Indonesia yang merupakan konsep baru dan tidak didukung oleh
permodalan yang kuat akan sulit berkembang bahkan bisa mati suri. Tahap
kedua ini juga telah berhasil dengan disahkannya berbagai peraturan yang
mendukung beroperasinya perbankan, pegadaian dan perekonomian Islam
di Indonesia.
Ketiga, pengembangan ekonomi ummat. Tahap ketiga inilah yang sangat
berat dan tidak bisa diwujudkan hanya melalui jalur-jalur akademik
maupun legislasi. Untuk mencapai tahap ketiga ini diperlukan kepedulian
dan
kemauan
kuat dari
para praktisi agar
tetap
berkomitmen
mempraktekkan ekonomi Islam dalam setiap kegiatan ekonomi mereka.
Dalam hal ini, praktek ekonomi yang dimaksud tidak hanya berkisar pada
23
masalah riba saja, tetapi bagaimana ekonomi Islam diwujudkan secara
professional dan profitable. Karena itu, menurut Adiwarman slogan “lebih
baik untung sedikit tapi barokah“ itu tidak ada dalam Islam. Islam itu
harus
“untung
besar
dan
barokah“
D. Referensi
Dr.H. Hasbi Hasan, MH, Pemikiran Dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah
Di Dunia Isam Kontemporer, Jakarta: Gramata Publishing, 2011
Ir. Adiwarman Azwar Karim, AM Saefudin Membumikan Ekonomi Syari’ah,
Jakarta: PT PPA Consultants, 201
“Pegadaian Syar’iah”
http://thomotugaskuliah.blogspot.com/2010/01/pegadaian-syariah.html
akses Jum’at 12 Desember 2014 14:46
Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema
Insani Press,2001.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem Ekonomi Syari’ah di Indonesia timbul karena adanya kebutuhan
masyarakat akan bank yang bebas akan riba. Hal ini itu menemui titik terang
ketika MUI, Pemerintah dan ICMI setuju untuk bersama-sama mendirikan Bank
Syari’ah. Keinginan ketiga pihak tersebut terealisasi setelah didirakannya Bank
Muamalat Indonesia pada tahun 1991, yang memulai operasinya pada tanggal 1
Mei 1992.
24
Berdirinya BMI diikuti oleh dua lembaga keuangan yang
lain yaitu
pegadaian dan asuransi syari’ah. Lembaga-lembaga inilah yang mempunyai andil
besar terhadap perkembangan Ekonomi Syari’ah di Tanah Air. Lembaga ini
menawarkan jasa-jasa yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Mereka
menawarkan jasa dengan jenis transaksi yang berbeda-beda dengan target
konosumen yang juga bebeda antara satu sama lain.
Suatu lembaga dan produknya tidak pernah akan ada, jika tidak ada tokoh
yang memprakarsai melelalui pemikiran yang diaplikasikan dalam suatu tindakan
nyata. Seperti keberadaan lembaga-lembaga keuangan syari’ah di Indonesia,
lembaga-lembaga tersebut ada dan dapat berkembang karena ada tokoh di balik
kesuksesan lembaga-lembaga keuangan tersebut, salah satunyaiwa adalah Ir. H.
Aiwarman Azwar Karim, SE,, M.B.A., M.A.E.P.
25
PENDAHULUAN
A. Latar Beakangan
Kegagalan sistem Ekonomi Kapitalis dan sistem Ekonomi Komunis dalam
kiprah perekonomian dunia memunculkan Ekonomi Islam (Syari’ah) sebagai
anomali dari kedua sistem ekonomi tersebut. Hal ini tak terbantahkan lagi
mengingat banyaknya studi mengenai sistem ekonomi ini yang dilakukan oleh
negara yang mayoritas penduduknya muslim atau bukan.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia dengan sosio-kultur masyarakat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam,
memberi keyakinan kepada para praktisi sistem Ekonomi Islam bahwa negara ini,
adalah ladang yang paling cocok untuk berseminya sistem Ekonomi Islam.
Seiring lajunya waktu perutumbuhan sistem Ekonomi Islam di Indonesia
menjawab keyakinan dari para praktisi sistem ekonomi ini melalui pioneer
lembaga keungan yang menorehkan hasil posisif pada sektor aktiva di setiap
tahun, meski sempat terseok-seok pada masa awal berdirinya. Suksesnya lembaga
keuangan syari’ah ini memicu berdirinya lembaga keuangan syari’ah lainnya,
seperti yang ada dalam pembahasan makalah ini..
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah awal perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia?
2. Hal apakah yang melatarbelakangi perlunya sistem Ekonomi Syari’ah di
Indonesia?
3. Siapa sajakah yang ikut berperan dalam perkembangan Ekonomi Syari’ah di
Indonesia?
4. Hal apa yang dilakukan untuk mendekatkan sistem Ekonomi Syari’ah ompada
penduduk Indonesia?
5. Bagaimana biografi dari Adiwarman Azwar Karim?
6. Apa saja sumbangan pemikiran Adiwarman Azwar Karim bagi Ekonomi
Islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui awal perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia
1
2. Mengetahui hal yang melatarbelakangi perlunya sistem Ekonomi Syari’ah di
Indonesia.
3. Mengetahui siapa saja yang ikut berperan dalam perkembangan Ekonomi
Syari’ah di Indonesia.
4. Mengetahui hal yang perlu dilakukan untuk mendekatkan sistem Ekonomi
Syari’ah pada penduduk Indonesia.
5. Mengetahui biografi dari Adiwarman Azwar Karim.
6. Mengetahui sumbangan pemikiran Adiwarman Azwar Karim bagi Ekonomi
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Ekonomi Syari’ah di Indonesia: Tinjauan Global
2
Sebuah perkembangan ekonomi syariah di Indonesia jika di tinjau dari
segi historis sudah dimulai sejak tahun 1955 dengan berdirinya Perkumpulan
Pendukung Ekonomi Islam (PPEI) di Jakarta pada tanggal 23 November 1955
walau demikian usaha – usaha pendirian perkumpulan pendukung ekonomi Islam
juga sudah ditandai dengan statement Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yaitu K.H. Mas Mansyur yang memimpin Muhammadiyah sejak
tahun 1937 – 1944 yang menyatakan bahwa penggunaan jasa bank konvensional
adalah sebuah keterpaksaan karena saat itu umat islam belum mempunyai bank
sendiri yang bebas dari riba dan praktek – praktek lain yang tidak sesuai dengan
syariat islam. Statement ini serta berdirinya PPEI dapat memperlihatkan bahwa
kajian – kajian tentang ekonomi syariah sudah di mulai dan mulai marak hingga
ke daerah – daerah ditambah dengan mulai maraknya perkumpulan yang sama di
daerah – daerah.
Perjuangan ini sudah mulai terasa pada tahun 1970-an tepatnya pada saat
diselenggarakannya seminar nasional hubungan Indonesia dengan timur tengah
yang diselerenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu kemasyarakatan bersama
Yayasan Bhineka Tunggal Ika saat itu mulai memunculkan lagi wacana harus
tersedianya pelayanan ekonomi syariah bagi rakyat Indonesia dalam konteks ini
adalah bank yang berbasis syariat Islam. Usaha ini mulai menemukan jalan terang
dengan adanya kesepakatan antara pemerintah, MUI, dan ICMI yang saling
mendukung untuk adanya bank syariah pada tahun 1990-an, atas dasar itulah pada
tahun 1991 di Istana Bogor saat itu dipenuhi total komitmen sebesar 106 triliun
Rupiah sebagai modal beroperasi Bank Muamallat Indonesia(BMI) yang pada
akhirnya di grand opening pada tanggal 15 mei 1992 setelah mengantongi berbagi
izin dari kementrian terkait BMI mulai beroperasi di Indonesia.
Sesaat setelah grand opening BMI muncullah Peraturan Pemerintah (PP)
No.72 tahun 1992 yang mengatur tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil
yang memiliki nilai strategis bagi eksistenti perbankan syariah. Isi dari pp
tersebuh adalah :
3
1. Bank yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bpr
yang melakukan kegiatan usahanya semata – mata berdasarkan prinsip
bagi hasil.
2. Prinsip bagi hasil yang berdasatkan syariat yang digunakan oleh bank
berdasarkan bagi hasil
3. Pembentukan dps yang digunakan untuk mengawasi prodak – prodak
bank tersebut dengan pembentukannya melalui konsultasi dengan
majelis ulama Indonesia.
Dengan adanya PP ini membuat semakin bergairahnya perbankan syariah
di Indonesia. Menurut catatan Syafii Antonio setelah PP itu di keluarkan hingga
tahun 1999 sudah ada beberapa bank umum yang memiliki unit usaha syariah
serta khusus di wilayah Aceh semua bank umum di mohon untuk mempersiapkan
pengkonversian menjadi bank syariah. Setelah berbagai perkembangan tersebut
perbankan syariah di Indonesia semakin di untungkan dengan adanya fatwa MUI
yang menyatakan bahwa status bunga bank itu haram pada tahun 2003 membuat
bank syariah semakin gencar melakukan sosialisasi melihat dari Islam adalah
agama mayoritas di Indonesia yang membuat fenomena ini mejadi gayung
bersambut menurut Munir Fuady. Secara yuridis pun saat itu prinsip ekonomi
syariah telah mendapat dukungan dengan adanya UU No.2 tahun 1960 tentang
bagi hasil yang mengatur bahwa perjanjian bagi hasil apapun namanya maka
zakatnya harus dikeluarkan terlebih dahulu. Serta selain itu pada UU No.10 tahun
1998 tentang perbankan juga telah mengatur tentang perbankan syariah di
Indonesia pada saat itu menggantikan UU perbankan yang lama dimana belum di
cantumkan praktek perbankan syariah di Indonesia.1
B. Penggerak Perkembangan Ekonomi Isam di Indonesia
Pesatnya perkembangan eknonomi Islam tak lepas dari peran-peran
lembaga keuangan yang berada dibawah naungannya. Tanpa peran dari lembagalembaga keuangan tersebut, ekonomi islam hanyalah sebuah wacana yang bersifat
1 Dr.H. Hasbi Hasan, MH, Pemikiran Dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah Di Dunia
Isam Kontemporer, (Jakarta: Gramata Publishing, 2011), hlm. 180
4
fatamorgana. Berikut beberapa lembaga keuangan syari’ah yang mendukung
perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia.
1. Perbankan Syari’ah di Indonesia
Perbankan Syari’ah di Indonesia: Catatan Sejarah
Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank pertama syariah yang beroperasi
sejak 1 Mei 1992, sebagai alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan lembaga
bank yang bersistem bebas bunga. Ketika ada persoalan suku bunga dan sebagian
masih berpendapat boleh menggunakannya karena alasan darurat sejalan dengan
belum ada bank syariah, kini kedaruratan itu secara otomatis gugur dengan
sendirinya setelah bank syariah resmi beroperasi. Seharusnya bank syariah
berkembang karena banyaknya masyarakat mayoritas Islam. Kendala yang
mendasar adalah yang pertama kemampuan bank syariah (BMI) dalam
mengepakkan sayapnya. Dalam masa dua tahun pertama ia belum boleh membuka
cabang di berbagai daerah. Ini mengakibatkan cabang dan kantor kasnya terbatas.
Keterbatasan outlet mengakibatkan sejumlah masyarakat pendamba bank syariah
hanya menanti outlet yang buka pada wilayahnya. Masalah keduanya sebagian
muslim perkotaan yang relatif dekat dengan BMI mengalami pragmatis, mereka
masih mengasumsikan bahwa lebih menguntungkan berhubungan dengan bank
konvensional. Keterbatasan
total aset bank syariah pertama saat itu
mengakibatkan manajemen harus memilah sejumlah proposal pembiayaan.
Hingga pada tahun 2009 outlet BMI mencapai 289 Unit, terdiri dari 75
kantor cabang (Kuala Lumpur-Malaysia), 51 kantor cabang pembantu, 117 kantor
kas, 43 gerai serta jaringan alisiansi dengan jumlah lebih dari 4000 System Online
payment point (SOPP) Pos di seluruh Indonesia.2
Dengan berkembangnya jumlah kantor cabang, cabang pembantu, kantor
kas dan SOPP itu, berpengaruh positif pada perkembangan Dana pihak ketiga
(DPK).
2 Ir. Adiwarman Azwar Karim, AM Saefudin Membumikan Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: PT PPA
Consultants, 2011), hm.223
5
Dalam milyar rupiah
Total aktiva
Total pembiayaan
Total dana pihak ketiga
Total modal disetor
Total ekuitas
Laba (rugi) operasional
Laba (rugi) bersih
Rasio (%)
Laba sebelum pajak (rata-rata aktiva)
Laba setelah pajak /rata-rata modal
disetor
Laba sebelum pajak/rata-rata
Aktiva produktif
Rasio pembiayaan bermasalah (bersih)
Rasio pembiayaan bermasalah (kotor)
Rasio kecukupan modal
Pembiayaan/(Dana pihak III)
Jumlah saham (juta)
Laba bersih/jumlah saham
2009
2008
2007
2006
2005
16.027,1
8
11.428,0
1
13.316,9
0
492,79
898.79
78.71
50.19
12.610,8
5
10.517,8
6
10.073,9
6
492,79
941.09
300.69
203.36
10.578,6
6
8.618, 05
492,79
824.92
213.3
139.37
8.370,5
9
6.628,0
9
6.837,4
3
492,79
786.44
174.77
108.36
7.427,0
5
5.887,7
4
5.750,2
3
492,79
763.41
159.18
106.66
0,45
8,03
2,6
33,12
2,18
22,35
2,1
22,99
2,53
18,1
0,48
4,1
4,73
11,1
85,82
820.25
61,91
2,6
3,85
4,33
10,81
104,41
820.25
247.92
2,18
2,96
2,96
1043
99,16
820.25
170.4
2,1
4,84
5,76
14,23
83,6
820.25
132.1
2,53
2
2,8
16,33
89,08
820.25
168.15
8.691,33
BMI adalah bank syariah pertama di Indonesia. Mereka mengalami permasalahan
yang tidak ringan. Berbeda dengan bank syariah yang berada di negara-negara
islam lainnya, mereka di bantu oleh pemerintah.
Kehadirannya bukan dalam konteks penguatan ekonomi umat yang
bertujuan untuk misi politik praktis. Yang harus dilihat adalah efek pemberdayaan
ekonomi umat sebagai komponen anak bangsa di Tanah air.
Jaringan
Perbankan
Syari’ah
Bank Umum Syariah
Unit Usaha Syariah
BPR Syariah
Jaringan kantor (total)
2005
3
19
92
550
200
6
3
20
105
636
200
7
3
26
114
711
200
8
5
27
131
953
Bank Umum Syariah
Unit Usaha Syariah
BPR Syariah
304
154
92
349
182
105
401
196
114
581
241
131
200
9
6
25
139
114
0
711
287
139
6
Office Channeling
-
459
119
147
5
0
Krisis moneter yang menerpa Indonesia pada tahun 1997-1998, membuat
para pelaku bisnis gulung tikar. Kredit macet, juga kewajiban pihak bank yang
harus dipenuhi yakni bunga kepada nasabah. Banyak bank yang harus dilikuidasi,
karena tidak mampu menjalankan fungsinya. BMI bank yang tergolong kecil
justru bertahan. Penyelamatnya adalah sistem syariah, yang tidak mengenal
negative spread. Fakta tersebut membuat beberapa pihak melirik dan terdorong
untuk mendirikan atau membuka bank bersistem syariah. Ini adalah data pada
periode dari 2005 sampai 2009. Tentang Bank Umum Sayriah (BUS), Unit Usaha
Syariah (UUS), ataupun BPR Syariah.
Perkembangan industri perbankan syariah tidak langsung melonjak pada
grafiknya. Ada masa-masa ia naik, terutama pada masa krisis moneter. Berikutnya
mengalami penurunan, lalu naik lagi. Berikutnya pun mengalami hal serupa.
Persoalan utama mereka belum mendapatkan sumberdaya insani yang memadai.
Kebijakan syariah yang melakukan kebijakan marginalisasi terhadap sejumlah
sumber daya insani potensial keposisi yang tidak tepat. Tujuannya memasungnya
dan akhirnya yang bersangkutan mengundurkan diri. Ini adalah manajemen yang
kurang matan pada perbankan syariah. Tanpa sumberdaya insani yang memenuhi
kualifikasi itu, keinginannya dalam mengembangkan bank syariah akan terkesan
kontra produktif.
Keinginan yang kuat mendirikan bank syariah atau membuka unit usaha
syariah dari kalangan swasta ataupun pemerintah tak lepas dari analisa pasar
untuk lembaga keuangan syariah yang memang cukup menjanjikan.
Contoh faktual bahwa keberadaan bank syariah di negara Islam tidak
langsung melejit kinerjanya. Padahal mereka mendapat dukungan regulasi dan
finansial, tapi mereka memiki kemampuan yang kurang dalam menyenangkan
nasabah, padahal jika ditinjau mereka mempunyai potensi pasar dari segi
perkapitanya besar.
7
180
5
Ditinjau dari beberapa negara Islam, masih banyak negara-negara Islam
yang masih enggan mendepositokan uang masyarakat pada lembaga syariah,
contohnya Malaysia, Iran, Tunisia, Pakistan, Saudi Arabia, Indonesia, dsb. Namun
Iran mampu mendorong masyarakat negaranya untuk melakukan deposito pada
lembaga syariah. Ini merupakan komitmen politik dan ideologis yang benar-benar
menguatkan pembumian sistem bank syariah sebagaimana yang diperlihatkan
oleh Iran.
Pertumbuhan Kinerja Bank Syariah
Tingkat perkembangan dan atau pertumbuhannya dapat dilihat dari
kinerjanya, total aset, DPKnya, atau pos-pos lainnya yang menunjukkan
perkembangan atau pertumbuhannya. Bank Pembiayaan Rakyat syariah juga
mengalami pertumbuhan yang menarik. Kinerjanya pun cukup bagus.
Kiranya perkembangan dan pertumbuhan kinerja bank syariah itu cukup
menggembirakan, meski tetap tidak boleh merasa puas, terutama jika dibanding
dengan kinerja bank umum konvensional. Sebenarnya ada kondisi riil yang cukup
menyedihkan, terkait dengan komposisi permodalan yang dominan (lebih besar
dari 50%) dari modal asing. Ini terjadi pada BMI. Hal ini pun terjadi karena
proses pemindahan kepemilikan itu sangat terpaksa. Ketika BMI kekurangan
modal, pihak manajemen mencoba mencari suntikan dana dari dalam negeri,
namun tidak mendapat perhatian.
Kontribusi Perbankan Syariah dalam Perkembangan Ekonomi
Kehadiran bank syariah di Tanah Air telah memberikan kontribusi riil
terhadap tuntutan pengembangan ekonomi nasional, baik dari kaum muslim
maupun lainnya. Terbukti, nasabah tidak hanya kaum muslim saja. Ada kaum non
muslim yang bermitra dengan bank syariah untuk kepentingan strategis bisnis dan
lainnya.
Permasalahan pembiayaan, perbandingan bank syariah dengan bank
konvensional, pembiayaan bank syariah lebih tinggi. Dengan partisipasi
pembiayaan itu pula, manajemen pengelola proyek efisien , ini jelas
8
menguntungkan daripada pendapatan bunga rutin. Kita dapat mencatat sistem bagi
hasil lebih agresif daripada bunga.
Kolerasi positif perkembangan bank syariah : penyerapan sumber daya
insani
Pembumian bank syariah, kini semakin banyak yang berminat
mengakibatkan dibutuhkannya sejumlah tenaga. Sekecil apapun, kehadiran bank
syariah ini telah ikut berkiprah dalam upaya mengurangi pengangguran dan
kemiskinan. 3
2. Asuransi Syari’ah
Asuransi Syari’ah di Indonesia: Landasan Teologis dan Landasan Hukum
Semangat mendirikan asuransi syari’ah di Indonesia di landasi oeh firman
Allah SWT yang tercantum pada QS. Al Hashr ayat 18 dan QS Yusuf ayat 43-49.
١٨﴿ ت للغغدد غواتد غظقوا الل د غغه لإ دغن الل د غغه غخلبيسر لبغما تغتعغمظلوغن
﴾غيا أ غي دظغها ال د غلذيغن آغمظنوا اتد غظقوا الل د غغه غول تغتنظظتر ن غتفسس د غما غق د غدغم ت
(18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (masa
depan), dan bertaapkwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hashr:18)
Ayat ini cukup jelas memerintahkan untuk merencanakan apa yang akan
kita buat di masa depan ekonomi individu seperti yang diformulasikan dalam
sistem asuransi. Sedangkan QS Yusuf ayat 43-49, menggambarkan contoh usaha
manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan terburuk di masa
depan.
Untuk landasan hukum saat ini asuransi syari’ah masih mendasarkan
legalitasnya pada Undang-Undang
No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.
Namun, Undang-undang tersebut tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat
bagi asuransi syari’ah karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan
prinsip syari’ah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam
3 Ibid.,251
9
kaitannya kegiataan administrasinya. Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi
syari’ah terdapat dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah. Agar ketentuan asuransi syari’ah mempunyai kekuatan hukum, maka
perlu dibentuk peraturan termasuk peraturan perundang-undangan di Indonesia
meskipun dirasakan belum memberikan kepastian hukum yag lebih kuat.
Peraturan
tersebut
adalah
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No.424/KMK.06/2003
dan Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua
keputusan tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis
syari’ah.
Perkembangan Asurasnsi Syari’ah di Tanah Air: Catatan Sejarah
Langkah awal dari realisasi asuransi syari’ah di Indonesia di tengarai
dengan terbentuknya Tim Pembentukan Asuransi Takaful ( TEPATI) yang
dimotori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat, Asuransi
Jiwa Tugu Mandiri dan sejumlah Departemen Keuangan, maka muncullah
gerakan sosialisasi asuransi bersistem syari’ah ketengah publik. Pada 19 Oktober
1993, TEPATI yang dipimpin oleh Rahmat Shaleh mengadakan road show
pertama di Jakarta dengan mengumandakan tema “Asuransi Berdasarkan
Syari’ah”. Untuk menguatkan gerakan sosialisasinya, TEPATI pada tanggal 12
Desember 1993 mengadakan studi banding ke Syarikat Takaful Malaysia Sdn
Bhd.
`Kelanjutan studi banding tersebut dilaksanakan penandatanganan
kerjasama ekonomi dan keuangan antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Malaysia. Pada acara penandatanganan yang dilakukan pada 12
Januari 1994 itu juga dilakukan penandatnganan MoU antara BMI dengan
Syarikat Takaful Malaysia Srdn Bhd terkait bantuan teknis pendirian Takaful
Indonesia. Bantuan teknis tersebut, sungguh penting, karena pemindahan
pengetahuan dan pengalaman (transfer of knowledge and experience) cukup
10
berarti strategis: simple utnuk mendapatkan sumber daya insani yang memahami
pengetahuan dan operasi asuransi yang bersistem syari’ah dibanding harus
menunggu alumnus pendidikan tinggi, yang secara pengalaman tetap masih
terbatas.
Setelah dirasakan cukup untuk menjalankan asuransi syari’ah, maka pada
11 Maret 1994 diresmikanlah pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia (STI).
Seperti halnya BMI, PT STI ini menjadi pioneer bagi PT Takaful berikutnya
seperti: PT Asuransi Takaful Keluarga Indonesia (PT ATK) yang diresmikan oleh
Menteri Keuangan, Ma’arief Muhammad di Hotel Sahid Jaya pada 25Agustus
1994 dan PT Takaful Umum yang diresmikan oleh Menristek dan Kepala BPTT
Prof Dr BJ Habibie pada tanggal 2 Juni 1995 di Sangrila Jakarta.
Atas “karya” nyata (membumikan asuransi syari’ah) itu, Takaful Indonesia
dipercaya menjadi tuan rumah pada acara Asean Takaful Group (ATG) Meeting di
Hotel Sahid Jaya Jakarta. Sangat dimungkinkan, pagelaran itu dalam rangka
menguatkan komitmen pembumian ekonomi syari’ah melalui laembaga asuransi
syari’ah. “Promosi” bersama yang bersifat regioal ini bergema lebih jauh di Tanah
Air ini. Dan hal ini juga tercermin bagi Takaful Indonesia yang setelah melangkah
jauh berhasil mendirikan gedung milik sendiri. Itulah Graha Takaful yang
diresmikan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang diwakili Dierektur
asuransi Departemen Keuangan. Itulah peristiwa sejarah pada tanggal 7 Desember
2002, sebuah peristiwa yang menambah keyakinan untuk bergerak lebih jauh bagi
seluruh crewnya. Dan karena kinerja yang “fantastik”, pada 15 Agustus 2007
Takaful Keluarga menerima penghargaan Kinerja Keuangan 2006 dengan predikat
“sangat bagus” dalam Insurance Award 2007 versi Majalah Infobank. Dan sekitar
sebulan kemudian tepatnya pada 18 September 2007, Takaful Keluarga menerima
penghargaan “Asuransi Jiwa Syari’ah Terbaik” dalam acara Best Syari’ah 2007
versi Majalah Investor.
Setelah Asuransi Takaful Umum dan Takaful Keluarga beroperasi,
selanjutnya sejumlah lembaga keuangan ikut mendirikan asuransi syari’ah, yakni
Asuransi Syari’aah Mubarakah, Asransi Jiwa Asih Greath Estern, MAA Life
Isurance, Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera,dan pada akhir 2002 didirikan cabang
11
syari’ah Asuransi Tri Pakarta, Pada. Maret 2003 AJB Bumiputera juga
mengembangkan asuransi syari’ah.
Jika kita mencermati perkembangan lembaga asuransi syari’ah tersebut,
hal itu sesungguhnya menggambarkan sektor keuangan syari’ah non bank yang
merupakan market driver sebagai indikasi permintaan masyarakat yang cukup
menaik. Untuk memperkuat indikasi itu, perusahaan konsultan lembaga keuangan
syari’ah Karim Busines Consulting
(KBC) melakukan riset terhadap 58
perusahaan asuransi di Indonesia.
Melalui riset yang dilakukannya, KBC menyimpulkan bahwa pada tahun
2003 asuransi –secara prediktif- akan diramaikan oleh asuransi syari’ah atau
devisi syari’ah. Dalam risetnya KBC meneliti tiga kelompok nasabah asuransi
yaitu conventional loyalist,orang yang loyal pada sistem asuransi kovensional.
Kelompok berikutnya sharia loyalist, yaitu orang yang loyal pada asuransi
syari’ah, dengan memilih untuk tidak memberikan preminnya kepada asuransi
konvensional jika memang asuransi syari’ah tidak ada, tapi jumlah tipe kedua ini
kecil. Kelompok berikutnya yaitu variety seeking behaviour market, mereka
adalah kelompok yang biasa membeli produk unit link, usia antara 35-55 tahun,
memiliki cash flow sendiri dan tertarik terhadap program asuransi yang
mempunyai side benefit.
Didalam kelompok variety seeking behaviour market, masih terdapat
kelompok kecil, yakni young ethical concious market mereka adalah kelas pekerja
berusia antara 25-35 tahun, yang tidak terlalu fokus pada penghasilan pendapatan
hasil investasi, namun cukup semangat untuk mengembangkan asuransi syari’ah.
Kelompok kecil ini memiliki potesial switching atau potensi pengalihan ke premi
syari’ah.
KBC melalui risetnya menyatakan potensial switcihng yang berbeda-beda
untuk masing-masing kelompok dengan rincian: kelompok variety seeking
behaviour mempunyai prosentasi potential switching sebesar 5%-20% dengan
perhitungan premi yang potensial pindah ke asuransi syari’ah sebesar Rp 966,6
miliar. Untuk kelompok
young ethical concious market dengan potensial
12
switching mencapai RP 102 miliar, serta pasar sharia loyalist bisa mencapai Rp
107,25miliar. Dengan perkiraan tersebut makan potensi premi yang bisa diraih
oleh perusahaan asuransi syari’ah sebesar Rp 1.176 triliun.
Naiknya perkembangan asuransi syari’ah tidak lepas dari potensi pasar
yang cukup menjanjikan. Dan potensi ini tidak lepas dari keberbedaan sistem
dengan konvensional sehigga keberbedaannya digunakan untuk menggarap pasar
lebih jauh.
Sama halnya dengan perbankan syari’ah, melihat potensi umat Islam yang
ada di Indonesia, potensi
asuransi syari’ah sangat menjanjikan. Bahkan,
seseorang CEO perusahaan asuransi asal Malaysia, Syed Moheeb saat itu
memperkirakan, tahun-tahun mendatang asuransi syari’ah bisa mencapai 10%
market share asuransi konvensional. Sementara, data dari Asosiasi Asuransi
Syari’ah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syari’ah
selama 5 tahun terakhir mencapai 40%, sementara asuransi konvensional hanya
mencapai 22,7%. M. Shaifie Zein, tokoh penting dari Asosiasi Asuransi Syari’ah
Indonesia (AASI) memproyeksikan market share asuransi syari’ah ditahun 2013
mencapai 5%. Pertahun kenaikan asuransi syari’ah 0.7%.
Proyeksi itu tidaklah berlebihan. Sekedar ilustrasi, pertumbuhan aset
asurasnsi syari’ah –menurut Asosiasi Syari’ah Indonesia dan Departemen
Keuangan- pada 2005, asetnya mencapai Rp 663,64 miliar. Pada tahun 2006 naik
mencapai 990,47 miliar (naik 49,25%). Dan pada tahun 2007 naik lagi menjadi
2.030,00 (naik 104,95%). Sedangkan pertumbuhan asuransi jiwa syari’ah pada
tahun 2005 mencapai Rp 192,81 milyar. Setahun berikutnya menjadi Rp 306,29
milyar (naik 59%). Dan pada tahun 2007 naik lagi menjadi Rp 965,34 miliar (naik
215%). Sedangkan asuransi umum sayari’ah –pada 2005- mencapai tercatat
pertumbuhan Rp 118,48 milyar. Pada 2006, naik menjadi Rp 191,43 milyar atau
naik 62%. Dan pada 2007 naik lagi kontribusinya menjadi RPp 269,70 miliar
(naik 41%). Total kontribusi asuransi pada 2005 adalah Rp 311,29 miliar menjadi
Rp 497,72 miliar pada 2006 (naik 60%). Dan pada tahun 2007, totalnya menjadi
Rp 1.235.04 miliar atau sama dengan naik 148%.4
4 Ibid.,277
13
Produk Asuransi Syari’ah: Contoh
Produk asuransi syari’ah tidak kalah menariknya dengan produk asuransi
konvensional. Sekedar contoh, PT Asuransi Takaful Umum dan PT Asuransi
Takaful Keluarga mengeluarkan produk diantaranya:
a. Takaful Falah
yaitu jenis takaful dengan pilihan proteksi yang lengkap manfaatnya bagi
peserta, seperti:
(1) Al-Khairat (term insurance), merupakan manfaat utama bagi ahli
waris apabila peserta meninggal dunia baik karena sakit maupun
karena kecelakaan.
(2) Jika terjadi kecelakaan diri (personal accident), merupakan
manfaat tambahan yang diberikan kepada peserta atau ahli waris
apabila peserta meninggal atau cacat tetap sebagian karena
kecelakaan.
(3) Merupakan manfaat tambahan kedua yang diberikan kepada para
peserta apabila peserta mengalami cacat tetap total (disfunction)
akiibat sakit atau kecelakaan.
(4) Santunan harian rawat inap (cash plan), merupakan manfaat
tambahan ketiga, diberikan kepada peserta selama peserta
menjalani perawtan di rumah sakit disebabkan sakit atau
kecelakaan.
(5) Santunan penakit khusus (critical illnes/dread desease), bagi
peserta yang menderita penyakit sepertia: stroke, kanker, serangan
jantung pertama, operasi jantung koroner, operasi pennggantian
katup jantung, fulminat viral hepatitis, penyakit hati kronis,
pulmonary arterial hypertension (primer), penyakit paru-paru tahap
akhir, gagal ginjal, anemia apatis dan lain-lain.
b. Takafulink Salam (Investasi + Proteksi Kesehatan)
merupakan produk investasi dan proteksi modern
bagi
yang
menginnginkan hasil investasi optimal dengan dengan empat jenis
14
investasi campuran dengan dominasi saham melalui sistem pengelolaan
syari’ah. Peaerta juga dapat menambahkan manfaat kesehatan tambahan,
bila dibutuhkan.
Manfaat dari jenis asuransi takaful salam:
(1) Manfaat Utama: Bila perjanjian
berkahir
atau
peserta
mengundurkan diri dalam masa perjanjian, maka peserta akan
mendapatkan seluruh dana investasi. Bila peserta
meninggal
dalam masa perjanjian, maka ahli waris akan mendapatkan seluruh
dana innvestasi dan dana santunan minimal 800 premi setahun.
(2) Manfaat Tambahan: santunan harian rawat inap (cash plan) sampai
dengan 1 juta/hari, santunan cacat tetap total, santunan penyakit
kritis untuk 49 jenis penyakit santunan kecelakaan diri (peronal
accident)
Produk Takafulink Salam meliputi:
(1)
Istiqomah
diperuntukkan bagi profil nasabah yang resiko investasinya tidak
(2)
fluktuatif, yakni tidak berani mengambil resiko yang lebih besar.
Mizan
Jenis asuransi bagi seseorang yang profil risikonya cukup berani.
Tidak konservatif namun juga tidak agresif. Tingkat pengembalian
(3)
agak tinggi, tapi risiko agak sedikit.
Ahsan
diperuntukan bagi nasabah yang agak berani menanggung resiko
denrn gan harapan return-nya agak tinggi. Dan tumbuh untuk
antisipasi masa depan. Biasanya nasabah mengambil jangka waktu
(4)
diatas 10 tahun.
Alia
untuk nasabah yang memiliki dan cukup, pemberani (risk taker),
dengan harapan memperoleh hasil yang maksimum
Premi untuk Takafulink salam adalah minimum Rp 250.000,- (premi
bulanan), minimum Rp 750.00,- (premi triwulan), minimum Rp 1.500.000,(premi per semesteran), minimum Rp 2.000.000,- (premi pertahunan) dan
minimum premi 12.000.000,- jika membayar premi sekaligus.
Perlu dicatat alasan mengapa memilih Takafulink Salam:
15
(1)Takafulink Salam murni syari’ah dan –secara ideologis dan
psikologis- lebih menentramkan
(2) Pertimbangan biaya pengelolaan yang efisien (biaya paling rendah
diantara produk sejenis)
(3) Bebas memilih investasi sesuai dengan kebutuhan
(4) Berpeluang memperoleh hasil investasi yang lebih optimal
(5) Kapan saja bisa meningkatkan dana investasi (top up) dengan
ketentuan minimum sebesar Rp 1.000.000,- dan hal ini bersifat
fleksibel, keleluasaannuntu mendapatkan dana investasi
(6) Dana bisa di pindahkan (switching)
(7) Bebas menentukan proteksi sesuai dengan kebutuhan dan bebas
memilih cara pembayaran
(8) Setelah masa kepesertaan satu tahun, peserta dapat melakukan
penarikan dannanya dengan ketentuan: minimum penarikan Rp
1.000.000,- dan mnimum dana yang tersisa Rp 1.000.000,c. Takaful Kendaraan Bermotor
Program takaful yang mengganti kerugian atas kendaraan bermotor jika
terjadi kecelakaan, pencurian serta tanggung jawab hukum terhadap pihak
ketiga.
d. Tafakul Safari & Tafakul Ansor
Produk tafakul untuk sepeda motor atas risiko kehilangan dan kecelakaan
dengan tambahan asuransi jiwa.
e. Fulnadi (Tafakul dana pendidikan)
Tafakul Kecelakaan Pribadi
Program tafakul yang memberikan santunan kepada peserta atau ahli
warisnya bila meninggal dunia, cacat atau mengeluarkan biaya perawatan
akibat kecelakaan.
f. Tafakul Pengangkutan
Program tafakul yang mengganti kerugian pada barang atau akibat alat
pengangkutannya mengalami kecelakaan.
g. Tafakul Kebakaran
Tafakul yang mengganti kerugian atas harta benda yang disebabkan
musibah kebakaran, kejatuhan pesaawat terbang, peledakan, sambaran
petir dan asap.
3. Pegadaian Syari’ah
Landasan Teologis & Landasan Hukum
16
Seperti halnya bank dan asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah juga
mempunyai landasan teologi. Landasan teologis pegadaian syari’ah merujuk pada
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283:
۞ غولإن ظكنتظتم غعل غىى غسغفدر غول غتم تغلجظدوا غكالتببا غفلرغهاسن دغمتقظبوغضسة غفلإتن أ غلمغن بغتعظضظكم بغتعبضا غفل تيظغؤلدد ال دغلذي اتؤتظلمغن أ غغمان غتغظه
٢٨٣﴿ علليمس
﴾غول تي غتد غلق الل د غغه غربد غظه غوغلا تغك تتظظموا ال د غشغهاغدغة غوغمن ي غك تتظتمغها غفلإن د غظه آلثمس غقل تبظظه غوالل د غظه لبغما تغتعغمظلوغن غ
(283) Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Surat Al-Baqarah ayat 283 tersebut dipertegas dengan beberapa, salah satu
diantaranya adalah hadi dari Anas RA
Dari Anas RA, bahwasannya ia berjalan menuju Nabi SAW dengan roti
dari gandum dan sungguh Rasulullah SAW telah menangguhkan baju besi kepada
seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari orang
Yahudi itu.
Landasan hukum perjanjian gadai menurut ijma para ulama boleh
hukumnya. Tentang siapa orang yang harus menanggung biaya pemeliharaan
selama orang yang menggadaikan barangnya (marhun) berada di tangan pihak
yang menerima barang gadaiannya (murtahin), tata cara penentuan biayanya
(konsekuensi adiministratif) dan sebagainya merupakan ijtihad yag dilakukan para
ahli fiqih (fuqaha).Sejumlah landasan yuridis-agamis itu pula yang menjadi
perimbangan terbitnya Fatwa Dewan Syari’ah Nasional o. 25/DSN-MUI/III/2002
tanggal 26 Juni 2002 yang menggariskan bahwa pinjaman dengan meggadaikan
barang sebagaimana jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan. Terbit juga
17
landasan hukum PP No. 23 tahun 2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha
Perum Pegadaian sampai sekarang.5
Perkembangan dan Pertumbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia
Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh perkembangan
dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Di samping itu, juga
dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah
pegadaian yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Pegadaian syariah Dewi
Sartika Jakarta merupakan salah satu pegadaian syariah yang pertama kali
beroperasi di Indonesia.
Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal
yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia merupakan hal yang
menggembirakan. Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam
bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan
berdasarkan hukum gadai syariah.
Sampai saat ini, baru ada 5 lembaga keuangan yang tertarik untuk
membuka pegadaian syariah. Perum pegadaian adalah salah satu lembaga yang
tertarik untuk membuka produk berbasis syariah ini. Bekerjasama dengan Bank
Muamkalat, pada awal September 2003 diluncurkan gadai berbasis syariah
bernama pegadaian syariah. Karakteristik dari pegadaian syariah adalah tidak ada
pungutan berbentuk bunga. Dalam konteks ini, uang ditempatkan sebagai alat
tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan. Tetapi, mengambil
keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan.
Sedangkan 4 lainnya adalah perbankan syariah yang membuka kantor
pegadaian sendiri, yaitu Unit Layanan
Gadai Bank Syariah Mandiri, Bank
Danamon, BNI Syariah, dan Bank Jabar Syariah. Bank Muamalat Indonesia
(BMI)
bekerjasama
dengan
Perum
Pegadaian
yang
berbentuk
aliansi
(musyarakah). BMI sebagai penyandang dana, sedangkan Perum Pegadaian
sebagai pelaksana operasionalnya.
5 Ibid.,281
18
Bank Syariah Mandiri mengeluarkan jasa gadai dengan mendirikan Gadai
Emas Syariah Mandiri. Pada dasarnya jasa gadai emas Syariah dan konvensional
tidak berbeda jauh dalam bentuk pelayanannya, yang membedakakan hanyalah
pada pengenaan biaya. Pada gadai konvensional, biaya adalah bunga yang bersifat
akumulatif, sedangkan pada gadai syariah hanya ditetapkan sekali dan dibayar di
muka.
Namun demikian, dari sisi jaringan, jumlah kantor pegadaian Syariah saat
ini sudah ada di 9 kantor wilayah dan 22 Pegadaian Unit Layanan Syariah
(PULS), terutama di kota-kota besar di Indonesia dan 10 kantor gadai syariah. Ke
22 PULS merupakan pegadaian syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian
syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian dan BMI, dan direncanakan akan
dibuka 40 jaringan kantor PULS, yang mengkonversi cabang gadai konvensional
menjadi gadai syariah di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, jumlah pegadaian syariah baik yang berbentuk PULS
maupun Unit Layanan Syariah Bank-Bank syariah baru sekitar 2,9%
dibandingkan dengan total jaringan kantor Perum pegadaian yang berjumlah 739
cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.6
Produk Pegadaian Syariah
Produk perbankan syariah meliputi:
(1) Rahn
yaitu skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan
dana bagi masyarakat dengan sistem gadai sesuai syari’ah dengan agunan
berupa perhiasan, barang elektronik atau kendaraan bermotor.
(2) Arrum
6 “Pegadaian Syari’ah”
http://thomotugaskuliah.blogspot.com/2010/01/pegadaian-syariah.html
akses Jum’at 12 Desember 2014 14:46
19
yaitu skim pembiayaan syari’ah untuk mendukung modal kerja pengusaha
mikro-kecil guna mengembangkan usaha dengan sistem pengembalian
secara angsuran..
(3) Mulia
yaitu skim investasi yang relatif aman bagi masyarakat dengan cara tunai
atau angsuran. Arahnya adalah pemmbelian emas batangan.
(4) Pegadaian Amanah
yaitu suatu skim pemberian pinjaman kepada masyarakat yang
berpenghasilan tetap guna kepemiikan kendaraan bermotor. Pemberian
pinjaman
ini
diberikan
dalam
jangka
waktu
tertentu
yang
pengembaliannya diakukan secara angsuran.7
C. Pemikiran Adiwarman Azwar Karim Tentang Ekonomi Islam
1. Biografi
Ir.H. Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., lahir di Jakarta
pada 29 Juni 1963. Adiwarman atau sering dipanggil dengan adi. Pendidikan
tingkat S1 ia tempuh di dua perguruan tinggi yang berbeda yaitu IPB dan UI.
Gelar Insinyur dia peroleh pada tahun 1986 dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada tahun tahun 1988 Adiwarman berhasil menyelesaikan studinya
di European University, Belgia dan memperoleh gelar M.B.A. setelah itu ia
menyelesaikan studinya di UI dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada
tahun 1989. Pada tahun 1992, Adiwarman juga meraih gelar S2-nya yang
kedua di Boston University, Amerika Serikat dengan gelar M.A.E.P. Selain itu
ia juga pernah terlibat sebagai Visiting Research Associate pada Oxford Centre
for Islamic Studies.
Kontribusi Adiwarman dalam pengembangan perbankan dan ekonomi
syari’ah di Indonesia bukan saja sebagai praktisi, tetapi juga sebagai intelektual
serta akademisi. Ia pernah menjadi dosen tamu di beberapa perguruan tinggi
(UI, IPB, Unair, IAIN Syarif Hidayatullah) untuk mengajar perbankan dan
ekonomi
syariah.
Di
beberapa
perguruan
tinggi
tersebut
ia
juga
mendirikan Shari’ah Economics Forum (SEF), suatu model jaringan ekonomi
Islam yang bergerak di bidang keilmuan. Lembaga tersebut menyelenggarakan
7 Ir. Adiwarman Azwar Karim, op.cit., hlm. 290.
20
pendidikan nonkulikuler yang diselenggarakan selama dua semester dan
dipersiapkan sebagai sarana “islamisasi” ekonomi melalui jalur kampus.
2. Karya-karya Adiwarman Azwar Karim
Beberapa karya Adiwarman Azwar Karim yang telah diterbitkan yaitu :
Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer yang merupakan kumpulan
artikelnya di Majalah Panji Masyarakat. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
sebuah kumpulan tulisan pakar ekonomi yang ia terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Ekonomi Mikro Islami dan Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi
Makro. Ketiga karyanya tersebut merupakan bahan kuliah wajib di berbagai
perguruan tinggi tempatnya mengajar. Buku terakhir yang ia tulis membahas
pandangan secara komprehensif tentang perbankan Islam dengan memberikan
analisis dari perspektif fikih dan ekonomi (keuangan). Buku tersebut diberi
judul Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan.
3. Pemikiran Ekonomi Islam Adiwarman Azwar Karim
a. Redefinisi dan Rancang Bangun Ilmu Ekonomi Islam
Ekonomi islam sering didefinisikan “ekonomi yang berasaskan al-Qur’an
dan as-Sunnah”. Seringkali definisi ini tidak disertai dengan penjelasan
yang tuntas, sehingga terkesan bahwa ekonomi islam adalah ekonomi apa
saja yang dibungkus dengan argument dari ayat dan hadist tetentu,
sehingga tidak memberikan jawaban yang memuaskan.
Menurut Adiwarman Karim, ekonomi islam diibaratkan satu
bangunan yang terdiri atas landasan, tiang dan atap.8 Dengan ini
Adiwarman memberikan pengertian ekonomi islam sebagai ekonomi yang
dibangun di atas nilai-nilai universal Islam. Nilai-nilai yang dimaksudkan
yaitu tauhid (keesaan),
‘adl (keadilan),
khilafah
(pemerintahan),
nubuwwah (kenabian) dan ma’ad (return).
8 Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press,2001), hlm. 176
21
Korelasi prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tauhid yaitu bermakna ke-Maha Tunggal-an Allah sebagai pencipta,
pemilik semua yang ada di bumi dan langit, serta pemberi rezeki yang
Maha Adil yang berkuasa atas segalanya. Pengingkaran nilai tauhid dapat
membawa manusia menjadi merasa dirinya hebat, atau semua bisa diatur
dengan uang. Maka dengan konsep keesaan Tuhan memberikan arah bagi
pelaku ekonomi bahwa segala sesuatu dalah milik Allah, manusia
hanyalah pemegang amanah. Karena ada system pertanggung jawaban
bagi setiap tindakan ekonomi. Dan akhirnya dalam skala makro prinsip
pertanggung jawaban tersebet mendorong terwujudnya keadilan(‘adl)
ekonomi dalam suatu masyarakat. Sehingga untuk dapat merealisasikan
keadilan tersebut diperlukan adanya intervensi khilafah (pemerintah)
sebagai regulator. Prinsip nubuwwah di sini mengandung arti bahwa
konsep ekonomi Islam adalah konsep untuk manusia, bukan untuk
malaikat, serta mampu dijalankan oleh manusia, bukan oleh malaikat.
Nubuwwah adalah jawaban akan kebutuhan ini sebagaimana yang di
contohkan Rasulullah tentang bagaimana melakukan kegiatan ekonomi
yang membawa kesuksesan dunia akhirat. Tujuan akhir dari semua
aktifitas ekonomi yang tersusun secara rapi melalui sistem tersebut tidak
lain adalah maksimisasi hasil (ma’ad,return) yang
tidak
hanya
menggunakan ukuran materiil, tetapi juga aspek agama.
Setelah membicarakan tentang landasan ekonomi Islam, maka kini
masalah tiangnya yang meliputi: Multiple Ownership, freedom to act, serta
social justice. Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi, kepemilikan
bersama (syirkah), dan kepemilikan Negara. Hal ini sangat berbeda dengan
konsep kapitalis klasik yang hanya mengakui kepemilikan pribadi dan
konsep sosialis yang hanya mengakui kepemilikan bersama oleh negara.
Multiple ownership (kepemilikan multijenis) merupakan derivasi dari
prinsip tauhid, dimana manusia sebagai pemegang amanah di muka bumi
diberi hak dan tanggung jawab yang sama dalam mengelola sumber daya
yang tersedia. Tetapi kebebasan manusia untuk mengeksploitasi sumber
daya dibatasi oleh suatu tujuan bersama, yaitu terciptanya keadilan sosial
22
(social justice) dan kesejahteraan (return, ma’ad) yang merata. Sementara
proposisi kebebasan berusaha (freedom to act) memberikan motivasi
kepada pelaku ekonomi dalam berusaha, baik dalam kapasitasnya sebagai
individu maupun pemerintah sebagai pemegang regulasi, sebagaimana
dipraktekkan pada masa Nabi.
Selain prinsip-prinsip di atas, terciptanya sistem ekonomi Islam
juga memerlukan suatu tatanan norma atau hukum yang menjadi payung
(atap) dan jaminan bagi keberlangsungannya. Dalam istilah Adiwarman,
sistem norma atau hukum ini disebut sebagai akhlak ekonomi Islam.
b. Integritasi Intelektual dan “Harakah”
Menurut Adiwarman, harakah iqtisadiyah
sebagai
suatu
model
pengembangan ekonomi Islam di Indonesia dapat dilakukan melalui tiga
tahap.
Pertama, mengupayakan wacana ekonomi Islam masuk ke dalam kampus
melalui kurikulum, atau bentuk-bentuk yang lain (buku, kelompok studi,
seminar dan sebagainya). Tahap pertama ini nampaknya sudah
menemukan hasilnya, terbukti dengan dibukanya beberapa jurusan,
fakultas bahkan perguruan tinggi yang khusus memepelajari ekonomi
Islam.
Kedua, pengembangan sistem. Tahap ini bisa dilakukan melalui
pembentukan undang-undang, atau peraturan daerah. Hal ini diperlukan
sekali, sebab tanpa payung hukum yang jelas dan tegas, ekonomi Islam di
Indonesia yang merupakan konsep baru dan tidak didukung oleh
permodalan yang kuat akan sulit berkembang bahkan bisa mati suri. Tahap
kedua ini juga telah berhasil dengan disahkannya berbagai peraturan yang
mendukung beroperasinya perbankan, pegadaian dan perekonomian Islam
di Indonesia.
Ketiga, pengembangan ekonomi ummat. Tahap ketiga inilah yang sangat
berat dan tidak bisa diwujudkan hanya melalui jalur-jalur akademik
maupun legislasi. Untuk mencapai tahap ketiga ini diperlukan kepedulian
dan
kemauan
kuat dari
para praktisi agar
tetap
berkomitmen
mempraktekkan ekonomi Islam dalam setiap kegiatan ekonomi mereka.
Dalam hal ini, praktek ekonomi yang dimaksud tidak hanya berkisar pada
23
masalah riba saja, tetapi bagaimana ekonomi Islam diwujudkan secara
professional dan profitable. Karena itu, menurut Adiwarman slogan “lebih
baik untung sedikit tapi barokah“ itu tidak ada dalam Islam. Islam itu
harus
“untung
besar
dan
barokah“
D. Referensi
Dr.H. Hasbi Hasan, MH, Pemikiran Dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah
Di Dunia Isam Kontemporer, Jakarta: Gramata Publishing, 2011
Ir. Adiwarman Azwar Karim, AM Saefudin Membumikan Ekonomi Syari’ah,
Jakarta: PT PPA Consultants, 201
“Pegadaian Syar’iah”
http://thomotugaskuliah.blogspot.com/2010/01/pegadaian-syariah.html
akses Jum’at 12 Desember 2014 14:46
Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema
Insani Press,2001.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem Ekonomi Syari’ah di Indonesia timbul karena adanya kebutuhan
masyarakat akan bank yang bebas akan riba. Hal ini itu menemui titik terang
ketika MUI, Pemerintah dan ICMI setuju untuk bersama-sama mendirikan Bank
Syari’ah. Keinginan ketiga pihak tersebut terealisasi setelah didirakannya Bank
Muamalat Indonesia pada tahun 1991, yang memulai operasinya pada tanggal 1
Mei 1992.
24
Berdirinya BMI diikuti oleh dua lembaga keuangan yang
lain yaitu
pegadaian dan asuransi syari’ah. Lembaga-lembaga inilah yang mempunyai andil
besar terhadap perkembangan Ekonomi Syari’ah di Tanah Air. Lembaga ini
menawarkan jasa-jasa yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Mereka
menawarkan jasa dengan jenis transaksi yang berbeda-beda dengan target
konosumen yang juga bebeda antara satu sama lain.
Suatu lembaga dan produknya tidak pernah akan ada, jika tidak ada tokoh
yang memprakarsai melelalui pemikiran yang diaplikasikan dalam suatu tindakan
nyata. Seperti keberadaan lembaga-lembaga keuangan syari’ah di Indonesia,
lembaga-lembaga tersebut ada dan dapat berkembang karena ada tokoh di balik
kesuksesan lembaga-lembaga keuangan tersebut, salah satunyaiwa adalah Ir. H.
Aiwarman Azwar Karim, SE,, M.B.A., M.A.E.P.
25