Ragam Peraturan Sanitasi di Indonesia ya

Tugas Pengembangan Lahan: “Sanitasi” dalam keterkaitannya dengan Pengembangan Lahan

[Ragam Peraturan Sanitasi di
Indonesia yang Berhubungan dengan Pengembangan Lahan]
Fikri Rachmad Ardi 15414021, Muis Supriadi 15414069
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung, Indonesia.
fxrardi@gmail.com ; moncos.bejo.moes@gmail.com

Pendahuluan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Keempat, sanitasi adalah usaha
untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan,
terutama kesehatan masyarakat. Sanitasi sendiri erat jika digabungkan dengan
kata lingkungan, yaitu cara menyehatkan lingkungan hidup manusia terutama
lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan udara. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2005) mencontohkan kegiatan yang berhubungan dengan sanitasi
seperti dengan menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan,
menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang sembarangan. Dari situ, timbul
penekanan bahwa sanitasi lebih mengarahkan bagaimana kegiatan dalam
menciptakan lingkungan yang sehat dilakukan. Buruknya sanitasi di suatu tempat
dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi pada manusia, yaitu diare, kolera,
typhoid fever dan paratyphoid fever, disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis,

hepatitis A dan E, penyakit kulit, trakoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis,
malnutrisi, dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi. (Amri, 2008)
Selain menegakkan kegatan hidup sehat dan bersih, sanitasi juga memerlukan
penyediaan infrastruktur sanitasi yang layak dan baik. Ada dasar yang menjadikan
suatu tempat sangat memerlukan infrastruktur sanitasi yang baik. Beberapa
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang akan dijelaskan di bawah ini
menukil bagaimana pengembangan lahan berperan dalam penyediaan
infrastruktur sanitasi.
Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai peraturan – peraturan apa saja tentang
drainase dan kebersihan lingkungan yang berkaitan dengan pengembangan
lahan.
Tujuan dari pengaturan prasarana drainase yaitu untuk melindungi dari kerusakan
lingkungan. Dengan adanya pengaturan ini, saat menentukan area untuk
dibangun perumahan dapat mempertimbangan jalur drainase agar nantinya tidak
merusak lingkungan sekitar. Pembangunan sanitasi merupakan upaya
peningkatan kualitas dan perluasan pelayanan persampahan rumah tangga, air
limbah domestik, dan pengelolaan drainase lingkungan secara terpadu dan
berkelanjutan melalui peningkatan perencanaan, kelembagaan, pelaksanaan, dan
pengawasan yang baik. Dalam perwujudan tujuan tersebut maka pemerintah bisa

membuat lembaga di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri sumber daya
air. Pemerintah juga mengembangkan dan menerapkan teknologi di bidang air
minum dan sanitasi yang efektif dan efisien untuk mempercepat penyediaan air
minum dan sanitasi. Pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan:

1. Pengelolaan sanitasi yang ramah lingkungan,
2. Akses yang lebih luas bagi masyarakat,
3. Kontinuitas layanan, dan
4. Perlindungan dan pelestarian sumber air.
Dalam rangka mengembangkan dan mempercepat pemenuhan sanitasi,
pemerintah menyusun kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem air
minum dan sanitasi.
Untuk praktiknya dalam pembuatan rumah atau gedung, kebutuhan sanitasi
merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi. Saat memulai konstruksi juga perlu
dipertimbangankan peletakan infrastruktur sanitasi dan dipasang secara baik agar
perawatannya lebih mudah dan dan tidak berbahaya dan merusak lingkungan
sekitar. Saat membuat infrastruktur sanitasi sendiri harus menganut prinsip:
1. Non diskriminatif,
2. Terjangkau,
3. Perlindungan lingkungan,

4. Berkelanjutan,
5. Partisipasi masyarakat,
6. Keterpaduan,
Pembangunan dan penyediaan infrastruktur sanitasi harus memenuhi standar
teknis. Selain harus memenuhi standar teknis, kualitas hasil olahan infrastruktur
sanitasi harus memenuhi standar baku mutu lingkungan. Standar teknis dan
standar baku mutu lingkungan ditetapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga
pemerintah non kementerian terkait.
Mengelola Kualitas Air dan Mengendalikan Pencemaran Air
Sanitasi tentu erat berkaitan dengan air. Air inilah yang digunakan untuk mandi,
cuci, dan kakus (MCK) manusia sehari-hari. Bila mutu air buruk, terutama karena
pencemaran air, keberlangsungan sistem sanitasi dari kegiatan MCK akan
terganggu sehingga mutu sanitasi akan memburuk dan berdampak pada
timbulnya penyakit yang telah disebutkan pada pendahuluan. Pemerintah
Republik Indonesia sendiri sudah mengeluarkan aturan mengenai bagaimana
kualitas air dikelola dan pencemaran air dikendalikan. Peraturan ini diikemas
dalam Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001. Di sini, pengelolaan kualitas
air dilakukan menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar
tetap dalam kondisi alamiahnya (pasal 4 ayat 1). Sementara, pengendalian
pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku

mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air (pasal 4 ayat 2). Area pengelolaan kualitas air pun terfokus
pada sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung, mata air yang terdapat di
luar hutan lindung, dan akuiefer di tanah dalam (pasal 4 ayat 3).

Pengelolaan kualitas air dilakukan oleh pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota (pasal 5). Badan ini bertugas menysun rencana pendayagunaan
air, yaitu adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau penggunaan air,
pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis (pasal 1 ayat 8). Pemerintah (sesuai daerah) juga
mengatur pengendalian pencemaran air (pasal 18), dengan kewenangan a.
menetapkan daya tampung beban pencemaran; melakukan inventarisasi dan
identifikasi sumber pencemar; menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi
pada tanah; menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber
air; memantau kualitas air pada sumber air; dan memantau faktor lain yang
menyebabkan perubahan mutu air. Ukuran pencemaran dalam satu sumber air
ditentukan oleh ketetapan yang disebut daya tampung beban pencemaran (pasal
23), yaitu adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima
masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar
(pasal 1 ayat 13). Daya tampung pencemaran inilah yang menjadi salah satu
syarat dalam menentukan pemberian izin lokasi, pengelolaan air dan sumber air,

penetapan rencana tata ruang, pemberian izin air limbah, dan penetapan mutu air
sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air (pasal 23 ayat 3).
Seseorang atau kelompok juga berpeluang memanfaatkan air limbah ke dalam
tanah (pasal 35 ayat 1) ataupun membuang air limbah ke badan air atau sumber
air (pasal 40 ayat 1). Keduanya harus atas seizin tertulis dari bupati/walikota. Dari
sana, dapat dipastikan bahwa dalam mengembangkan lahan dan
memanfaatkannya, pengembang harus berkomitmen dalam memanfaatkan atau
membuang air limbah dari pengembang tanpa membuat air yang ditampung di
daerah pengembang menjadi tercemar. Jika tidak, pelaporan dan tindak pidana
pencemaran air sebagai konsekuensi jebolnya daya tampung beban pencemaran
dapat dilakukan pihak yang berhak mendapatkan air bermutu baik. (Bab IV
Pelaporan, Bab V Hak dan Kewajiban, dan Bab VIII Sanksi).
Studi kasus
Drainase merupakan salah satu aspek yang wajib dipenuhi saat membangun
rumah. Ketika ada kesalahan dalam membuat infrastruktur drainase, maka
dampak yang dihasilkan bisa beragam, salah satunya yaitu banjir. Kota yang
selalu terkena banjir yaitu kota Jakarta. Saluran drainse dikatakan bermasalah
ketika tidak mampu mengakomodir debit ketika banjir. Banyak faktor yang
menyebabkan konstruksi drainase tidak memenuhi kriteria aman. Pertumbuhan
kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar pada

siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sistem drainasi. Sebagai
contoh ada perkembangan beberapa kawasan hunian yang disinyalir sebagai
penyebab banjir dan genangan di lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan
karena perkembangan urbanisasi, menyebabkan perubahan tata guna lahan,
sedangkan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan. Oleh karena
itu setiap perkembangan kota atau wilayah harus diikuti dengan perbaikan sistem
drainase, tidak cukup hanya pada lokasi yang dikembangkan, melainkan harus
meliputi daerah sekitarnya juga.

Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur
buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota
Jakarta.
Pada beberapa lokasi pengembangan lahan, dimana penambahan lapisan kedap
air besar, pembangunan kolam penahan mungkin diperlukan untuk mengontrol
kenaikan aliran permukaan. Besarnya beban aliran yang diterima oleh sungaisungai pada musim penghujan menyebabkan sering terjadinya banjir akibat
luapan air sungai.
Upaya-upaya penanggulangan banjir pada saluran drainasi
1. Memperbaiki kebijakan tata guna lahan baik di daerah hulu maupun hilir.
2. Menjaga kelestarian sungai dari sampah-sampah dan pendangkalan.
3. Membuat tanggul-tanggul yang tinggi dan aman di pinggir sungai.

4. Sosialiasi biopori dan konsep bio retention oleh pemerintah agar debit
limpasan berkurang karena infiltrasi.
5. Mengkaji ulang data curah hujan, kemiringan saluran dan debit rencana.
6. Ketika banjir telah terjadi upaya yang bisa dilakukan adalah memperbesar
dimensi saluran yang mana rawan terjadi banjir.
7. Memodifikasi system drainasi mulai dari saluran tersier, sekunder dan
primer.
8. Menjaga kualitas material pembuatan saluran drainase.
9. Normalisasi (pelurusan) sungai di daerah hilir untuk mempercepat
pembuangan air ke laut.
10. Menjaga kondisi meander sungai di daerah bagian tengah, agar limpasan
yang terjadi dapat tertahan lebih lama sebelum masuk daerah hilir (debit
puncak semakin lama dan debitnya lebih kecil)
11. Pembuatan bangunan air waduk pada suatu aliran sungai.
12. Membangun tendon-tandon air pada saluran primer.
13. Penertiban pedagang kaki lima agar tidak merusak saluran dengan cara
menutup. Yang mana hal ini sulit untuk mendeteksi sumbatan-sumbatan
saluran.
Referensi
luk.staff.ugm.ac.id/atur/sda/KepmenLH112-2003BakuMutuAirLimbahDomestik.pdf

diakses pada tanggal 25 September 2016 pukul 19.00 WIB
hukum.unsrat.ac.id/lh/menlh_52_1995.pdf diakses pada tanggal 25 September
2016 pukul 19.00 WIB
Amri, Avianto. 2008. Air Bersih, Sanitasi dan Pengurangan Resiko Bencana.
Jakarta: Percik Media.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005.
Pedoman Peran Kesehatan Masyarakat Nasional. Jakarta: Pusat Promosi
Kesehatan Depkes RI.

Badan Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Keempat. Jakarta:
Balai Pustaka.
E-Book, Drainase Perkotaan, Gunadarma Press diakses pada tanggal 25
September 2016 pukul 19.00 WIB
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/indonesia-negara-dengan-sanitasiterburuk-kedua-di-dunia diakses pada tanggal 25 September 2016 pukul 19.00
WIB
http://www.ampl.or.id/digilib/read/Permasalahan-Sanitasi/4994 diakses pada
tanggal 25 September 2016 pukul 19.00 WIB
http://adipandang.files.wordpress.com/2011/02/03_banjir-manajemen-keruanganpenanganannya-copy.pdf diakses pada tanggal 25 September 2016 pukul 19.30
WIB
http://pplpdinciptakaru.jatengprov.go.id/drainase/file/749053951_prinsip_dasar_dr

ainase_perkotaan.pdf diakses pada tanggal 25 September 2016 pukul 20.00 WIB
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/agus-maryono/
diakses pada tanggal 25 September 2016 pukul 20.30 WIB
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-7958-3303109013-bab1.pdf
diakses pada tanggal 25 September 2016 pukul 19.00 WIB
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
https://www.minerba.esdm.go.id/library/sijh/PP8201_KualitasAir.pdf diakses pada
tanggal 25 September 2016 pukul 20.46 WIB

Lampiran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air
Pasal 21 ayat 1
Perlindungan dan pelestarian sumber air melalui pengaturan prasarana dan
sarana sanitasi ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta
lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan
oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan
manusia.
Pasal 40 ayat 7

Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum
dan sanitasi, pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 24 ayat 1
Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan
sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk
memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Pasal 24 ayat 2
Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang
sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak
membahayakan serta tidak mengganggu lingkungan.
Peraturan presiden republik Indonesia nomor 185 tahun 2014 tentang percepatan
penyediaan air minum dan sanitasi
Pasal 1 ayat 4
Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi
yang memenuhi persyaratan kesehatan melalui pembangunan sanitasi.
Pasal 1 ayat 5
Pembangunan sanitasi adalah upaya peningkatan kualitas dan perluasan

pelayanan persampahan rumah tangga, air limbah domestik, dan pengelolaan
drainase lingkungan secara terpadu dan berkelanjutan melalui peningkatan
perencanaan, kelembagaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang baik.
Pasal 2

Penyediaan air minum dan sanitasi dilakukan dengan prinsip:
1. Non diskriminatif
2. Terjangkau
3. Perlindungan lingkungan
4. Berkelanjutan
5. Partisipasi masyarakat
6. Keterpaduan
Pasal 3 ayat 1
Pemerintah mengembangkan dan menerapkan teknologi di bidang air minum dan
sanitasi yang efektif dan efisien untuk mempercepat penyediaan air minum dan
sanitasi.
Pasal 3 ayat 2
Pengembangan dan penerapan teknologi di bidang air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas,
kontinuitas, dan keterjangkauan.
Pasal 3 ayat 3
Pengembangan dan penerapan teknologi di bidang sanitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan pengelolaan sanitasi yang
ramah lingkungan, akses yang lebih luas bagi masyarakat, kontinuitas layanan,
dan perlindungan dan pelestarian sumber air.
Pasal 6
1. Pembangunan dan penyediaan infrastruktur sanitasi harus memenuhi
standar teknis.
2. Selain harus memenuhi standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), kualitas hasil olahan infrastruktur sanitasi harus memenuhi standar
baku mutu lingkungan.
3. Standar teknis dan standar baku mutu lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga
pemerintah non kementerian terkait.
Pasal 7
1. Untuk mempercepat penyediaan air minum dan sanitasi pemerintah
menyusun kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem air
minum dan sanitasi.

2. Kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat isu strategis, tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi.
Pasal 10
1. Implementasi penyediaan air minum dan sanitasi dilakukan sesuai dengan
rencana pembangunan yang mengacu pada RISPAM dan SSK.
2. Implementasi penyediaan air minum dan sanitasi meliputi pembangunan
infrastruktur baru dan atau rehabilitasi
Undang Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Pasal 28
1. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi


rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai
bagian dari permukiman; dan



rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan.

Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling sedikit
meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum.
Undang Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
Pasal 35
Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri atas:


tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas
dan arsitektur bangunan; dan



keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.

“Persyaratan kesehatan” meliputi sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan
penggunaan bahan bangunan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003
Pasal 1 ayat 3
Pengolahan air limbah domestik terpadu adalah sistem pengolahan air limbah
yang dilakukan secara bersama-sama (kolektif) sebelum dibuang ke air
permukaan;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

Pasal 1 ayat 8
Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan
atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;
Pasal 1 ayat 13
Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut
menjadi cemar;
Pasal 5
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas
batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di
Kabupaten/Kota.
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun
rencana pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama
serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat.
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan
ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang
lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air
yang lintas Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada
sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada
sumber air berwenang:
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
Pasal 23 ayat 3

Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipergunakan untuk:
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air;
c. penetapan rencana tata ruang;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran
air.
Pasal 30 ayat 1
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.
Pasal 35 ayat 1
Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah
untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
Pasal 38 ayat 1
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke
air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.
Pasal 40 ayat 1
Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau
sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan
Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37,
Pasal 38, Pasal 40, dan Pasal 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi
administrasi
.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan
Pasal 25
Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau
uang paksa.