Contoh Kasus Hukum Perdata yang saya amb

Contoh Kasus Hukum Perdata yang saya ambil adalah tentang Perceraian
Farhat Abbas dan Nia
Proses perceraian Farhat Abbas dengan penyanyi Nia Daniati mengalami ganjalan, karena
belum menemukan titik penyelesaian masalah pembagian harta gono gini. Kedua pihak,
dalam sidang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Rabu siang, 12 Maret 2014, sepakat
untuk bercerai, dan belum menemukan kesepakatan mengenai harta gono gini dan
jaminan nafkah.
“Dalam kasus ini ada dua masalah yang ingin diselesaikan. Cerai dan harta gono gini. Ada
dua minggu berbicara tentang gono gini, yang belum berhasil,” kata Abdul pengacara Nia
Daniati di PA Jakarta Selatan, Rabu siang.Menurut Abdul, selama dua minggu ini ia dan
klienya menunggu jawaban dari pihak Farhat untuk masalah gono gini tersebut. “Selama
dua minggu ini menunggu dari pihak Farhat dan lawyer-nya,” kata Abdul. “Rupanya beliau
mempersiapkan jawaban untuk hari ini,” lanjutnya.Abdul mengatakan pula, Nia memiliki
alasan kuat untuk menuntut pembagian harta yang dimilikinya bersama Farhat selama
dua belas tahun berumah tangga.
“Dalam perkawinnan memang itu harta bersama,” kata Abdul lagi.Miftaahu Jannah,
pengacara Farhat Abbas, mengungkapkan kliennya tidak mampu membiayai Nia Daniati
Rp 100 juta per bulan. Yang mampu diberikan Farhat adalah Rp tujuh juta per bulan. “Dia
yang buat dia yang tanda tangan. Seharusnya komit dengan omongan janjinya apalagi itu
semua tertulis,” katanya Nia Daniati yang datang dengan baju warna kuning bunga-bunga
dan sedikit “nge=jreng” di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.Saat ditanya lebih lanjut

tentang apa yang sebenarnya menyebabkan Farhat tidak mampu memberikan nafkah Rp
100 juta kepada Nia, ia pun enggan menanggapinya. Padahal saat sang juru bicara Farhat
berulang tahun, pengacara kontroversial itu memberikan sebuah mobil Vellfire.
“Pembagian harta, rumah atas nama Nia, rumah itu atas nama dia, dan ada juga mobil.
Kemarin belum ada titik temu itu. Farhat ingin membagi dua kalau masalah rumah,” jelas
Abdul.“Kecuali mobil, mobil semuanya ke Nia, hanya rumah yang dimusyawarahkan,”
lanjutnya.Sebelum mendapatkan harta gono gini berupa rumah, Nia, dikatakan oleh
Abdul, tak akan pergi dari kediamannya di Jakarta, yang telah dihuninya sejak 2002 itu.
“Selama belum dibagi, Nia tetap tinggal di rumah itu. Farhat minta dijual dan dibagi dua,
tapi Nia memertahankan rumah itu,” terang Abdul.
Tekad artis Nia Daniati mengakhiri hidup berumah tangga dengan Farhat Abas sudah
bulat. Tak cuma itu saja, pelantun Gelas Gelas Kaca tersebut juga keukeuh menuntut janji
uang nafkah untuk anak mereka Rp 100 juta per bulan.
Hal tersebut diungkapkan kuasa Hukum Nia, Abdul Rahim Hasibuan selepas persidangan
di Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2014). Dalam persidangan dengan
agenda kesimpulan itu, Nia dan Farhat berhalangan hadir dan diwakili kuasa hukumnya
masing-masing.
“Sidang hari dengan agenda kesimpulan dari masing-masing pihak. Dari kami sendiri Nia
Daniati tetap pada keputusan untuk bercerai dan menuntut nafkah 100 juta rupiah per
bulan untuk anaknya,” kata Abdul Rahim Hasibuan.

Abdul Rahim mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan uang nafkah Rp 100 juta per
bulan untuk Angga yang berusia 10 tahun seperti yang pernah dijanjikan Farhat pada Nia.
“Kalau hanya cuma minta cerai hari ini bisa diputus, tapi kan kami menuntut apa yang
pernah dijanjikan Farhat sebelumnya, karena dalam persidangan Farhat hanya
menyanggupi Rp 7 juta per bulan. Masa cuma segitu? Uang Rp 7 juta buat jajan anak saya
aja nggak cukup,” katanya.
Belum adanya kesepakatan soal uang nafkah anak dan hal-hal terkait soal perceraian
mereka, maka majelis hakim memberi waktu untuk membahas hal tersebut. Sidang
kembali akan dilanjutkan pada tanggal 4 Juni 2014.”Jadi majelis memberi waktu, siapa
tahu di antara mereka ada kesepakatan lain. Dan sidang tanggal 4 Juni nanti pembacaan
putusan sidang,” kata Abdul Rahim
Penyelesaiannya
Di pengadilan agama sesuai dengan pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR yang berisi
tuntutan yang diminta oleh istri di kabulkan oleh hakim, sebelum putusan akhir dijatuhkan
hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang
perlu kepastian segera( Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)) sehubungan
dengan permaslahan perceraian Farhat Abbas yang menyangkut biaya hidup/nafkah isrtri
dan anaknya yang sudah seharusnya diberikan oleh suami.
Berdasarkan putusan Ketua majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan hari ini,
Farhat Abbas dan Nia Daniati resmi bercerai. Namun sayang, keduanya tidak tampak

menghadiri sidang terakhirnya itu. “Sidang tadi sudah terakhir tentang putusan perkara
gugatan kita, di mana putusannya perceraian, diputuskan cerai talak satu, dikabulkan
gugatan kita,” ujar kuasa hukum Nia, Indra Syahnun Lubis, usai menjalani sidang di PA
Selatan, Rabu (4/6/2014). Lebih lanjut Indra menjelaskan bahwa hakim juga telah
menyerahkan hak asuh anak kepada Nia, serta Farhat harus membiayai Rp15 juta
perbulan. “Masalah anak diserahkan ke Nia, dan bayar Rp15 juta perbulan untuk anak, di
luar pendidikan dan kesehatan. Masalah harta masih dikuasai Nia Daniati,” jelasnya.

Contoh kasus dari seorang istri yang hendak mengajukan gugatan cerai pada
suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapaun data/identitasnya adalah sebagai
berikut :Nama : SusanUmur : 32 tahunAgama : IslamPekerjaan : Pegawai
SwastaStatus : MenikahAnak : 1 anak laki-laki, umur 4 tahunCerita
Permasalahan / Kronologis
Susan menikah di Jakarta dengan suaminya 6 tahun yang lalu (th 2001).
Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama sebenarnya Susan
mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah mantan anak orang
kaya yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat kasar pada
Susan, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang terparah adalah
sering memukul. Sehingga akhirnya Susan sering tidak tahan sampai berpikir
untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga sudah

diadakan beberapa kali tapi tetap tidak merubah prilaku suaminya tersebut.
Bahkan sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya
sebagai seorang suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak
memberikan nafkah lahir untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Susan
merasa terncam jiwanya dimana terjadi kejadian pada bulan April 2007, Susan
dipukul / ditonjok matanya sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap
anak semata wayangnya juga. Setelah kejadian itu Susan memutuskan untuk
bercerai saja.

1. Kasus Perseteruan Julia Perez dan Dewi Persik
JAKARTA, RIMANEWS- Perseteruan antara Julia Perez dengan Dewi Perssik semakin
memanas. Setelah melaporkan artis yang akrab disapa Jupe itu ke polisi, Dewi juga menuntut
artis itu secara perdata. Ia menggugat Jupe sebesar Rp1,7 miliar.
Menurut pengacara Dewi, Angga Brata Rosihan, kliennya itu merasa sudah dirugikan secara
materiil dan immateriil atas pertengkarannya dengan kekasih Gaston Castano tersebut. Dan tak
hanya itu, Dewi merasa Jupe telah merusak wajahnya yang merupakan asetnya sebagai
seorang artis.
"Pastinya, kami punya bukti kwitansi atas perawatan mukanya dia. Bahwa ini benar untuk
pengobatan, untuk mereparasi wajahnya. Itukan aset Mbak Dewi," kata Angga
Tuntutan tersebut telah diajukan pihak pemilik goyang gergaji itu ke Pengadilan Negeri

Jakarta Timur pada Senin, 31 Januari kemarin. Tuntutan itu tercatat dengan nomor
41/PDP/2011 di PN Timur.

2. Kasus Prita Mulyasari
Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang,
Banten. Prita dijebloskan ke penjara karena alasan pencemaran nama baik. Tali yang dipakai
untuk menjerat Prita adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Isinya “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik“. Prita terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan atau
denda maksimal Rp 1 miliar.
Kasus ini bermula dari email Prita yang mengeluhkan layanan unit gawat darurat Omni
Internasional pada 7 Agustus 2008. Email ke sebuah milis itu ternyata beredar ke milis dan
forum lain. Manajemen PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu
merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke beberapa milis. Mereka juga
memasang iklan di koran. Tak cukup hanya merespon email, PT Sarana juga menggugat Prita,
secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Itu merupakan salah satu contoh dari hukum perdata. Suatu komentar atas pengeluhan yang
dilakukan oleh seorang pasien terhadap suatu pelayanan dari sebuah Rumah Sakit berbuntut

panjang. Masalah individu ini merebak ke public, setelah pasien menulis tentang keluhanya itu
diblog. Pasal yang dijerat merupakan pasal mengenai UU ITE, yang menguat tidak bolehnya
melakukan penghinaan di suatu media elektronik.

Chika Waode Lega Sudah Bercerai
Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat telah menetapkan
Chika Waode dan Fajri Fauzi bercerai, Kamis (4/5/2017). Meski tak lagi berstatus sebagai istri
Fajri, Chika Waode mengaku lega.
"Bagi seorang penggugat, setelah gugatannya dikabulkan itu pasti perasaannya lega," ujar
kuasa hukum Chika Waode, La Ode Kudus, saat ditemui di kawasan Kembangan, Jakarta
Barat, Jumat (5/5/2017).

Sejak melayangkan gugatan cerai, Chika Waode berharap perceraiannya berjalan cepat. Dan
beruntungnya, apa yang ia inginkan cepat terkabul.
"Setelah putusan dia bersyukur. Sebenarnya dia ingin cepat cerai makanya dia mengajukan
gugatan dan akhirnya terwujud," kata La Ode Kudus.
Dalam perceraian tersebut, Chika Waode hanya meminta bercerai dari Fajri. Sedangkan
masalah lainnya seperti harta gono-gini tak diikutsertakan. "Enggak ada gugatan harta gonogini, cuma cerai saja," kata La Ode Kudus.
Seperti diketahui, Chika Waode menikah dengan Fajri Fauzi pada 11 Mei 2016. Dalam
pernikahan itu, Fajri memberikan maskawin kepada Chika Waode berupa 20 boga yang

merupakan tradisi Sulawesi Tenggara. Chika menggugat Fajri pada 3 Maret 2017 di
Pengadilan Agama Jakarta Barat.

Di Desa Kecamatan Karangbatu, Kelurahan Makmur Jaya, terjadi
suatu perjanjian antara dua kepala keluarga berkenaan dengan perjanjian
tempat tinggal antara keduanya (25/05/2013). Sebut saja pihak pertama
yaitu Bapak Suherman beserta istri dan kedua anaknya sebagai pihak
yang membutuhkan tempat tinggal sementara karena keluarga ini sedang

mengalami masalah ekonomi sehingga hilang kepemilikan tempat tinggal
sebelumnya. Bapak Suherman memiliki teman akrab bernama Bapak Jali
yang berperan sebagai pihak kedua dalam kejadian ini. Bapak Jali
bersedia

membantu

keluarga

Bapak


Suherman

dengan

beberapa

ketentuan yang harus dipenuhi oleh pak Suherman dan keluarganya.
Bahwa keluarga Pak Suherman bisa menempati salah satu dari
rumah yang dimiliki oleh pak Jali, tetapi Pak Suherman harus mampu
membayar uang sewa rumah tersebut sebesar Rp.500.000/bulan tepat
setiap tanggal 25. Apabila terjadi tunggakan/penundaan pembayaran
sewa rumah tersebut berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, maka
Bapak Jali berhak mengusir keluarga Pak Suherman dari rumahnya.
Hingga pada bulan ketiga Bapak Suherman menempati rumah
tersebut, ia dan keluarganya belum juga mampu membayar sewa rumah
sesuai kesepakatan dengan pak Jali. Pak Jali pun menderita kerugian
dengan kejadian ini. Sehingga beliau dengan terpaksa harus mengusir
keluarga pak Suherman setelah memberikan beberapa dispensasi sebagai
seorang teman seperti memaklumi penundaan pembayaran selama 3
bulan lamanya dan tidak menuntut ganti rugi bayaran selama 3 bulan

tersebut.
Analisa:
·

Jenis perbuatan : Wanprestasi/Cidera Janji

·

Subyek hukum : Bapak Suherman dan Bapak Jali

·

Peristiwa hukum adalah Segala kejadian kemasyarakatan yang akibatnya
diatur oleh hukum.
Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam babVII Buku III KUH
Perdata yang berjudul “Tentang Sewa-Menyewa” yang meliputi pasal
1548 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata. Definisi perjanjian sewamenyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa: “
Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang
lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan

pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah
disanggupi pembayaranya.”
Alasan :
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi
janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu
dapat dipersalahkan kepadanya”.
Bentuk-bentuk Wanprestasi :

1.

Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;

2.

Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);

3.

Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan


4.

Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam kejadian diatas termasuk bentuk wanprestasi yang pertama,
dimana bapak Suherman tidak melaksanakan janji yang telah disepakati
sama sekali. Ia lalai untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pihak
yang menyewa rumah.

Siti Rukoyah (83) digugat oleh anak dan menantunya sendiri, Yani Suryani dan Handoyo
Adianto. Tidak tanggung-tanggung, nilai gugatan yang dilayangkan mencapai Rp 1,8 miliar,
terdiri dari tuntutan kerugian materiil sebesar Rp 640 juta dan kerugian immateriil senilai Rp
1,2 miliar.
Gugatan tersebut berawal dari utang piutang yang terjadi di antara Yani dan Handoyo dengan
Asep Ruhendi, kakak Yani.
Asep diceritakan meminjam uang sekitar Rp 41 juta kepada Handoyo pada 2001. Handoyo
memberi uang pinjaman kepada Asep melalui dua cara, diberikan langsung dan via transfer.
Perjanjian utang-piutang pun ditandatangani di mana terdapat klausul di dalamnya yang berisi
bahwa Asep bisa membayar utang dengan cara bekerja pada Handoyo dan Sertifikat Hak
Milik (SHM) tanah milik Siti Rukoyah menjadi jaminan.
Asep sempat bekerja pada Handoyo sejak Maret-Agustus 2001. Setelah itu, soal utang piutang
tidak lagi pernah dibicarakan.
(Baca: Kronologi Utang yang Berujung Anak Menggugat Ibunya Rp 1,8 Miliar)
Baru pada Oktober 2016, persoalan itu kembali menyeruak. Handoyo meminta Asep
menandatangani pengakuan berutang senilai Rp 40 juta, sementara Asep merasa utangnya
tersisa Rp 20 juta.
Sementara Yani, diceritakan, meminta bantuan saudara agar Siti Rukoyah, sang ibu, mau
menandatangani bukti surat utang. Jika tidak ditandatangani, Yani takut akan diceraikan oleh
suaminya, Handoyo.
Sebelum kasus antara Yani dan Handoyo dengan Siti Rukoyah, banyak peristiwa lain di mana
anak menuntut orang tuanya sendiri baik soal utang piutang ataupun warisan dan sebagainya.
Bagaimana aturannya dalam hukum?
Menurut Imam Hadi, mantan redaktur hukumonline.com yang kini menjadi pengacara, pada
prinsipnya semua anak yang sudah dewasa (di atas 18 tahun) adalah subjek hukum yang bebas
melakukan perbuatan hukum dengan siapapun, termasuk orang tuanya.
"Harus dilihat dulu hubungannya bagaimana. Apakah si ibu memang benar menyatakan diri
sebagai penjamin personal atau bukan," jelas Imam kepada kumparan (kumparan.com) pada
Minggu, (26/3).
Selain itu, Imam menegaskan bahwa berkas gugatannya harus juga dilihat untuk memastikan
apakah sang ibu menjadi satu-satunya Tergugat atau hanya Turut Tergugat. Sedangkan
Tergugat sebenarnya adalah saudaranya.
"Karena dalam hukum acara perdata, ada asas hukum yang bilang mendingan kelebihan pihak
yang digugat, ketimbang kekurangan pihak. Dalam kasus di Garut ini, bisa jadi si ibu
dijadikan turut tergugat karena sertifikat tanah yang jadi jaminan masih atas nama ibu," ujar
Imam selanjutnya.
Dalam pasal 1820 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan Penanggungan adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang,
mengikatkan diri untuk memenuhi perkataan si berutang manakala orang ini sendiri tidak
memenuhinya.
Ketika si ibu, Siti Rukoyah, setuju menjadi Penanggung maka menjadi kewajibannya untuk
membayar utang yang tidak mampu dilunasi oleh si berpiutang, Asep Ruhendi.

Yani sendiri mengatakan bahwa ini semua bukan dimaksudkan untuk mencelakakan ibunya.
Kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (25/3) Yani mengutarakan secara gamblang niatan
dia melakukan gugatan.
"Saya itu ingin membela ibu saya," jelas Yani lewat sambungan telepon.
Yani menjelaskan, apa yang dia lakukan sebagai pelajaran. Selama ini dia menilai ibunya
dimanfaatkan oleh saudara-saudaranya. Salah satunya untuk meminjam uang ke bank dengan
memakai sertifikat atas nama ibunya.

Kasus ini diunduh pada tanggal 20 Desember di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Ali melalui
website
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/2dfeb75eb8059a61457704f
082b9f9bc

Penggugat mempunyai sebidang tanah pekarangan dengan status Hak Milik

seluas 2.455 M2 atas nama ASRI SUMARDJONO (Ibu Penggugat) yang terletak di Jl.Timoho
No.30 RT.81 RW.19 Baciro Gondokusuman, Yogyakarta sebagaimana tersebut dalam daftar
Sertifikat Tanah Hak Milik No.01583/Baciro, Surat Ukur No.1 Tanggal 14-01-1998 yang
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 14 Januari 1998
No.Sertifikat 13.05.03.04.1.91583; Tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut diatas,
diatasnya berdiri 3 (tiga) Bangunan rumah milik Penggugat yang terpisah, yakni Bangunan I
seluas kurang lebih 150 M2, Bangunan II seluas 20 M2 dan Bangunan III seluas 100 M2, yang
ketiga bangunan milik Penggugat tersebut terletak pada sisi bagian barat dari posisi tanah
Pekarangan milik Penggugat tersebut, dan bangunan-bangunan tersebut saat ini ditempati oleh
Penggugat.
Pada tahun 2007, Tergugat I mendatangi Penggugat dengan maksud untuk bekerja
sama membuat usaha dan mendirikan Rumah Toko (Ruko) yang rencananya akan dibangun
Ruko diatas tanah milik Penggugat tersebut diatas (posita No.1 diatas) pada bagian depan/sisi
timur dari tanah milik Penggugat, dengan rencana kesepakatan pada waktu itu, Tergugat I akan
membangunkan ruko kemudian disewakan kepada pihak ketiga dengan pembagian
keuntungan, Penggugat mendapatkan 20% dari harga sewa selama 10 tahun, setelah jangka
waktu 10 tahun bangunan Ruko tersebut menjadi hak milik Penggugat dan pengurusan Izin
Mendirikan Bangunan (IMBB) adalah tanggung jawab Pihak Tergugat I.
Sebelum rencana kesepakatan itu dituangkan dalam Akta Kesepakatan, ternyata oleh
Tergugat I tanpa ijin Penggugat pada tahun 2007 tersebut serta-merta memulai pembangunan
Bangunan Ruko dimaksud dan hanya berselang sekitar 3 (tiga) bulan bangunan Ruko telah
selesai dan Tergugat I menyatakan kesanggupannya untuk segera menguruskan proses Izin
Mendirikan Bangunan (IMBB) pada Pemerintah kota Yogyakarta berdasarkan kesanggupan
dan kesepakatan bersama bahwa Tergugat I akan bertanggung jawab untuk mengurus Izin
Mendirikan Bangunan (IMBB).

Pada waktu itu masih dalam tahun 2007 dengan adanya kekhawatiran dari Penggugatt
akan timbul permasalahan dikemudian hari, maka Penggugat menawarkan kepada Tergugat I
untuk dibuatkan secara formal Akta Perjanjian Kerja Sama melalui Notaris, sehingga
disepakati membuat Akta Perjanjian Kerjasama melalui Notaris yang ditunjuk yakni Notaris
Tri Agus Heryono, SH, ternyata setelah konsep Perjanjian Kerjasama itu sudah selesai didraf,
tinggal akan dilakukan penandatanganan Perjanjian, dengan Itikad Tidak Baik dari Tergugat I
sampai saat ini Surat Perjanjian Kerjasama tersebut belum ditandatangani dan difinalkan oleh
Tergugat I, padahal pada waktu itu Bangunan Ruko sudah jadi, malahan oleh Tergugat I telah
Menyewakan kepada Tergugat III dan Tergugat IV; Bangunan Ruko tersebut menjadi 3 (tiga)
bagian bangunan yang masing-masing bagian dengan ukuran dan luas kurang lebih 27 M2
yang luas keseluruhan Bangunan Ruko tersebut seluas 81 M2, setelah Penggugat mengetahui
bahwa dari ketiga bagian bangunan Ruko tersebut telah disewakan kepada pihak Tergugat III
dan Tergugat IV, maka Penggugat mendesak kepada Tergugat I untuk segera mengurus Izin
Mendirikan Bangunan (IMBB) dimaksud dan segera memformalkan kesepakatan Kerjasama
tersebut melalui Notaris, ternyata oleh Tergugat I mengatakan pada waktu itu bahwa yang
membuka usaha itu adalah anaknnya yang bernama Windarto (Tergugat II) sehingga meminta
tanda tangan Penggugat dalam rangka pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) pada
Pemerintah Kota Yogyakarta.
Pada tahun 2008, Penggugat baru mengetahui bahwa Permohonan Izin Mendirikan
Bangunan (IMBB) yang dimohonkan oleh Tergugat II yakni anak dari Tergugat I Ditolak oleh
Pemerintah Kota Yogyakarta berdasarkan Surat Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta
Nomor: 640/7949 tanggal 6 September 2007 dengan dasar alasan bahwa diatas bangunan
berdiri didalam Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau melanggar 100%, sehingga
Permohonan IMBB tidak dapat diproses/ditolak. Setelah Penggugat mengetahui ditolaknya
Permohonan IMBB tersebut, Penggugat mendesak kepada Para Tergugat-I dan II untuk Segera
Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, namun Tergugat-I dan II tidak mau membongkarnya,
malahan terus menerus menyewakan ruko tersebut yang dibangun diatas tanah milik
Penggugat, maka Penggugat berusaha membuat surat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta
agar melalui Pemerintah Kota Yogyakarta yang membongkar paksa bangunan ruko tersebut,
berdasarkan Surat Penggugat berturut-turut tertanggal 12 Maret 2008, tanggal 15 Desember
2008, tanggal 27 Mei 2010 dan tanggal 3 September 2010, malahan telah berulangkali
difasilitasi oleh Pemerintah Kelurahan Baciro untuk menyelesaikan kasus ini, namun oleh para
Tergugat-I dan II sampai saat ini Tidak Mau Untuk Membongkar Bangunan Ruko tersebut.
Disamping Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk membongkar bangunan Ruko
tersebut, juga Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk menutup/menyegel bangunan ruko
tersebut dan atau tidak ada bentuk usaha apapun yang dilakukan oleh pihak manapun sebelum
adanya Putusan Akhir atas Gugatan ini, guna menghindari kerugian yang lebih banyak lagi
yang diderita oleh Penggugat, Hingga Penggugat memanggil Para Tergugat-I dan II melalui
Kuasa Hukum Penggugat, yakni pada tanggal 28 Februari 2011 untuk mencari solusi
penyelesaian perkara ini, namun Tergugat I dan Tergugat II Tidak Hadir dan Sampai Saat Ini
Para Tergugat I dan Tergugat II Belum Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, malahan terus-

terusan menyewakan Bangunan Ruko tersebut kepada Pihak Tergugat III dan Tergugat IV,
sehingga Penggugat Sangat Dirugikan atas Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II karena Tanpa
Hak Dan Melawan Hukum telah mengambil keuntungan dari Sewa Bangunan Ruko tersebut
yang didirikan diatas Tanah Milik Penggugat Tanpa Hak dan Melawan Hukum.
Disamping Para Tergugat-I dan II menguasai Tanah milik Penggugat secara melawan
Hukum dan Tanpa Hak, juga Para Tergugat-I dan II telah wanprestasi atas kesanggupannya
guna mengurus IMBB dan telah Beritikad Tidak Baik tidak berkehendak untuk membuat
kesepakatan Perjanjian Kerjasama, padahal dapat diketahui bahwa sejak tahun 2007 sampai
gugatan ini didaftarkan kepada Pengadilan, para Tergugat-I dan II telah mengambil
keuntungan atas sewa bangunan ruko tersebut dari Tergugat-III dan IV, sehingga Penggugat
dirugikan secara meteriil dan immaterial; sehubungan dengan Pembangunan Bangunan Ruko
tersebut yang dilakukan oleh Para Tergugat-I dan II diatas Tanah Milik Penggugat Melawan
Hukum dan Tanpa Hak, maka dihukum kepada Para Tergugat-I dan II untuk membongkar dan
Mengosongkan Bangunan diatas tanah milik Penggugat tersebut, jika perlu dengan bantuan
Pihak Aparat Kepolisian; sehubungan dengan Penguasaan Tanah milik Penggugat itu
dilakukan oleh Tergugat-I dan II secara Melawan Hukum dan Tanpa Hak, maka hubungan
hukum dalam bentuk sewa-menyewa antara para Tergugat-I dan II dengan pihak Tergugat III
dan IV, dinyatakan TIDAK SAH, karena pihak yang menyewakan yang dalam hal ini Para
Tergugat-I dan II adalah pihak yang tidak berhak dan pihak yang beretikad tidak baik.
Sehingga Para Tergugat-III dan IV dihukum harus mengosongkan dan pindah dari Tanah
millik Penggugat tersebut; sehubungan Tergugat-I dan II telah menguasai Tanah Milik
Penggugat tersebut secara melawan hukum dan tanpa hak sejak Tahun 2007.

3. Analisis Kasus
Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tergugat I
melakukan pelanggaran menggunakan tanah yang bukan hak miliknya,
beritikad tidak baik dengan menolak penandatanganan akta perjanjian di
notaris dan melakukan wanprestasi.
Menggunakan tanah yang bukan hak miliknya dalah pelanggaran
hukum, maka Tergugat I dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang
berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Berdasarkan pasal 579 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap
pemegang kedudukan berkuasa dengan itikad buruk, berkewajiban sebagai
berikut :
1. Dalam mengembalikan kebendaan itu kepada si pemilik, ia harus
mengembalikan pula segala hasil kebendaan, bahkan hasil-hasil itulah

diantaranya, yang mana kendati sebenarnya tidak dinikmati olehnya,
namun yang sedianya dapatlah si pemilik menikmatinya.
2. Ia harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga.
Wanprestasi, sebagaimana dikatakan Subekti, berarti kelalaian atau
kealpaan seorang debitur, kelalaian itu berupa :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimna yang
dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjin tidak boleh dilakukannya.
Dalam kasus Tergugat I, wanprestasi yang dilakukannya sesuai
dengan pernyataan pertama diatas itu tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukan, dengan tidak memenuhi kesanggupannya
mengurus Izin mendirikan bangunan (IMBB).
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah
hukuman atau sanksi sebagai berikut :
1. Debitur diwajibkan membayar kerugian yang diderita kreditur (Pasal 1243
KUHPerdata).
2. Apabila perikatan itu timbale balik, kreditur dapat menuntut pemutusan
atau pembatalan perikatan melalui hakim (pasal 1266 KUHPerdata).
3. Dalam perikatan untuk meberikan sesuatu, resiko beralih pada debitur
sejak terjadi wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata).
4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau
pembayaran disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUHPerdata).
5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika perkara diperkarakan di muka
pengadilan.

Saat ini terjadi sengketa pemilikan bekas tanah perkebunan Belanda (Perkebunan
Kakao) antara warga Damakradenan kecamatan Ajibarang Banyumas dengan PT. Rumpun
Sari Antan selaku pemegang HGU. Adapaun riwayat tanahnya sebagai berikut:
1.

Menurut warga Damakradenan tanah tersebut merupakan hak milik warga dan pada

tahun 1890 disewa oleh pengusaha Belanda.

2.

Menurut catatan kantor Pertanahan Kabupaten Banyumas, tanah tersebut semula

berstatus Gouvernmentsgrond (tanah negara). Pada tahun 1892 diberikan hak erfpracht selama
75 tahun pada pengusaha Belanda Jan Albertus Van Der Roeft. Terjadi beberapa kali peralihan
sampai hak itu dikonversi menjadi HGU. Sejak tahun 1967 menjadi tanah negara. Pada tahun
1971 pemerintah memberikan HGU kepada PT. Rumpun Damakradenan. Pada tahun 1994
HGU menjadi atas nama PT. Rumpun Sari Antan.
ANALISIS KASUS
Dalam kasus sengketa tanah ini awalnya warga Damakradenan menganggap bahwa
tanah itu adalah milik masyarakat setempat, karena pada saat itu berlaku hukum adat sehingga
kepemilikan tanah tersebut atas dasar hak ulayat.
Namun penyewaan tanah kepada pihak asing itu tidak sepenuhya salah, sebab hak
ulayat itu juga dipengaruhi oleh pemerintah belanda. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan 1
hukum Agraris Wet pasal 51 ayat 8 IS bahwa “persewaan tanah oleh orang pribumi kepada
bukan pribumi ditetapkan menurut ordonansi.” Dari ketentuan tersebut mungkin warga
damakradenan dapat menyewakan tanah tersebut kepada pihak asing. Atau mungkin warga
demakradenan tidak dapat membuktikan bukti pemilikan tanah tersebut. Dan hal itu sesuai
dengan Pasal 1 Agrarische Besluit (Domen Verklaring) bahwa “semua tanah dimana pihak lain
tidak dapat membuktikan sebagai eigendomnya adalah milik negara.”
Karena beberapa dasar itulah yang menjadi pertimbangan pemerintah memberikan hak erfpach
kepada pengusaha Belanda yaitu Jan Albertus Vander Roeft yang menurut AW 1870, pasal 51
ayat 4 dapat dilakukan selama dalam kurung waktu tidak lebih 75 tahun dan jika sudah 75
tahun maka tanah kembali menjadi hak milik negara. Pada tahun 1960 terjadi beberapa
peralihan sehingga hak itu dikonversi menjadi Hak Guna Usaha (HGU), hal tersebut lahir
setelah berlakunya Undang Undang Pokok Agraria.
Sehingga pada tahun 1967 tanah itu kembali menjadi milik negara.
Pada tahun 1971 pemerintah memberikan Hak Guna Usaha kepada PT. Rumpun
Damakradenan. Hak Guna Usaha yang diberikan pemerintah ini berdasarkan UUPA BAB II
Bagian IV pasal 28 ayat (3) yang mengatakan bahwa “Hak Guna Usaha dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain.”
Hal ini juga ada pada pasal 4 ayat 1 UUPA. Disebutkan bahwa pemerintah memiliki hak utk
memberikan HGU pada PT. Rumpun Damakradenan , dalam hal pemberian hak untuk
mengelola perkebunan yang merupakan tanah miliki negara.
Tapi pada tahu 1994 HGU yang semula milik PT. Rumpun Damakradenan menjadi
atas nama PT. Rumpun Sari Antan. Hal ini diatur dalam ketentuan UUPA pasal 29 ayat (1),
(2), (3) diatur batasan-batasan waktu dalam pemberian HGU dan syarat/ketentuan tertentu jika
akan dilakukan perpanjangan kepemilikan hak guna usaha tersebut.
KESIMPULAN KASUS
Jadi kasus ini sebenarnya Cuma atas kepemilikan hak tanah.pada awalnya tanah yang di
anggap warga Damakraden itu milik mereka berdasarkan hukum adat,tetapi menurut

pemerintah setempat berdasarkan hukum adat tersebut tidak mempuyai kekuatan hukum yang
kuat.karena sertifikat tanah tersebut berada di tangan PT.Rumpun Sari Antan.
Sehingga berdasarkan peraturan hukum yang ada tanah tersebut milik PT Rumpun Sari
Antan.Sehingga inilah yang menyebabkan permasalahan antara kedua belah pihak di mana
warga merasa kalo tanah itu milik mereka berdasarkan hukum adat tetapi menurut hukum
tanah berdasarkan pemerintahan,tanah tersebut milik perkebunan PT Rumpun Sari Antan.
Sebaiknya pemerintah harus bener-bener melihat permasalahan ini dan harus bisa
menjadi penengah permasalahan ini.pemerintah bener-bener adil bukan hanya melihat dari
kepemilikan tanah tersebut dari segi kepastian hukum.dan harus melihat dari perkembangaan
di dalam masyarakat jadi kedua belah pihak yang bersangkutan tidak ada yang di rugikan dan
permasalahan ini harus diadakan pertemuan antara warga dengan PT Rumpun Sari Antan
untuk membuat perjajian diatas kertas dan kesepakat kedua belah.sehingga masalah ini dapat
terselesai dengan baik dan tidak ada lagi permasalahan antar warga dengan PT Rumpun Sari
Antan.

Pernikahan Syeh Puji dengan Ulfa
Memori kita tentu masih ingat dengan kasus pernikahan seorang Kiai kaya asal Semarang
yaitu Pujiono Cahyo Widianto atau lebih dikenal dengan sebutan Syeh Puji yang menikahi
seorang bocah perempuan bernama Lutfiana Ulfa berumur 12 tahun. Kasus ini begitu
menyedot perhatian semua kalangan, sebab pernikahan tersebut sempat membuat heboh jagat
hukum nasional. Hampir semua media cetak dan elektronik mengulas pernikahan tidak lazim
tersebut. Tentu saja, ada yang pro dan tak jarang pula yang kontra. Pernikahan kontroversial
ini menjadi pernikahan yang sangat bersentuhan dengan akibat pernikahan dini yang dijalani
oleh si anak wanita.
Tanpa memedulikan akibat pernikahan dini tersebut, alasan Syeh Puji menikahi bocah di atas
adalah untuk membantu kehidupan ekonomi keluarga si bocah, sedangkan si bocah sendiri
mengatakan bahwa ia tidak terpaksa dinikahi Kiai tersebut yang lebih pantas menjadi ayahnya.
Ulfa berkata: “Saya menikah dengan Syeh bukan atas paksaan siapa pun, saya menikah
dengan Syeh karna cinta.” Seperti itulah pernyataan si bocah pada salah satu kesempatan.
Cinta? Tahu apa bocah berusia 12 tahun tentang cinta? Alasan klise. Rumr pernikahan Syeh
Puji yang ditumpangi isu penjualan bocah oleh orang tuanya semakin merebak sehingga Kak
Seto Mulyadi selaku ketua Komnasham turun tangan.
Kak Seto menemui Ulfa dan Syeh Puji agar perkawinan itu dihentikan “sementara”. Dlam arti,
Syeh Puji dilarang memberikan nafkah batin kepada Ulfa. Sebab disini Ulfa dianggap masih
terlalu kecil untuk melakukan kewajiban sebagai istri. Kak Seto pun meminta mereka tinggal
terpisah hingga Ulfa benar-benar matang. Akibat pernikahan dini sangat buruk bagi
perkembangan mental anak. Begitulah isu yang di usung Kak Seto ketika mengetahui hal
tersebut.

Kasus di atas menimbulkan pertanyaan dimasyarakat, bagaimana pandangan hukum Islam
tentang pernikahan Syekh Puji dengan Ulfa tersebut? Sah atau tidak? Silang pendapat pun
muncul. Sebagian menjawab sah, sebagian yang lain tidak.
Yang menjawab sah, argumentasi hukumnya karena rukun dan syarat nikah telah terpenuhi
sehingga sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 4
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Wali, saksi, mahar dan akad (ijab dan qabul) ada. Soal umur
yang masih 12 tahun tidak masalah dengan alasan pernikahan Nabi Muhammad dengan
Aisyah. Adagium yang sering dipakai adalah sahha diyanatan wa la yasihhu qadla’an;
pernikahan itu sah secara agama cuma belum sah secara negara.
Sebaliknya, yang menjawab tidak sah dan bisa dibatalkan karena pernikahan tersebut
melanggar ketentuan pasal 2 dan 7 UU Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 5 dan 15 KHI.
Ketentuan tersebut mengatur bahwa setiap pernikahan harus sesuai dengan hukum agama dan
dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah serta calon isteri minimal berusia 16 tahun, jika belum
mencapai umur tersebut harus mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama.
Analisis Studi Kasus
Perkawinan Syekh Puji dengan Ulfa dilakukan secara siri, mengingat usia Ulfa masih di
bawah batas usia perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sehingga tidak dapat didaftarkan di kantor catatan
sipil dan bagi petugas agama yang melangsungkan upacara perkawinan tersebut, dapat diberi
hukuman pidana. Hal ini sesuai dengan pasal 530 KUHP yang berisi: mengancam pidana bagi
petugas agama yang melangsungkan upacara perkawinan sebelum dinyatakan kepadanya
bahwa telah dilangsungkan lebih dulu upacara perkawinan di catatan sipil. Dalam penulisan
menggunakan metode penelitian hukum normatif, didukung dengan dilakukannya wawancara
dengan Kak Seto sebagai Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak dan H. Umar Shihab
sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya pelanggaran
terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang hak anak dalam Pasal 4, Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, dan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, khususnya pada Pasal 26 ayat (1) huruf (c), yaitu orang tua berkewajiban
dan bertanggungjawab mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dengan adanya
beberapa bentuk pelanggaran, maka sebaiknya perkawinan antara Pujiono Cahyo Widianto
alias Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa dibatalkan atau dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan dini berdampak pada kesehatan reproduksi anak perempuan. Pada masa remaja ini
alat reproduksi belum matang melakukan fungsinya. Rahim atau uterus baru siap melakukan
fungsinya setelah umur 20 tahun, karena masa ini fungsi hormonal melewati masa maksimal.
Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan
kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat rupture atau robek. Selain itu, pada
usia 14-19 tahun sistem hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tak stabil mudah terjadi
pendarahan dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari
persalinan memperpanjang rentang usia reproduktif aktif. Sedangkan jika dilihat dari segi
fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa
membahayakan proses persalinan. Hal ini dapat mengakibatkan resiko kanker leher rahim di
kemudian hari. Tidak hanya itu anak perempuan berusia 10-14 memiliki kemungkinan
meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, di bandingkan dengan
perempuan berusia 20-25 tahun sementara itu anak perempuan berusia 15-19 tahun memiliki
kemungkinan dua kali lebih besar.
Sehingga disini kami dapat menyimpulkan bahwa pernikahan dini yang dijalani Ulfa dengan
Syeh Puji dapat mengakibatkan dampak buruk bagi sistem reproduksi Ulfa. Sebab usia Ulfa
pada saat menikah dengan Syeh Puji masih baru menginjak usia 12 tahun. Disini organ
reproduksi Ulfa masih belum siap untuk melakukan hubungan seksual sebab pada anak
perempuan, usia matang untuk melakukan hubungan seksual setelah umur 20 tahun. Dimana
dalam masa pubertas tersebut akan terjadi awal pematangan seksual, yaitu suatu periode
dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta mampu
mengadakan proses reproduksi. Pubertas berhubungan dengan pertumbuhan yang pesat dan
timbulnya ciri – ciri seksual sekunder. Pada saat lahir, kadar LH dan FSH tinggi, tetapi pada
beberapa bulan kemudian menurun dan tetap rendah sampai masa pubertas. Pada awal masa

pubertas, kadar kedua hormon tersebut meningkat, sehingga merangsang pembentukan
hormon seksual. Peningkatan kadar hormon menyebabkan pematangan payudara, ovarium,
rahim dan vagina, dimulainya siklus menstruasi serta timbulnya ciri-ciri seksual sekunder
(misalnya rambut kemaluan dan rambut ketiak). Perubahan tersebut terjadi secara berurutan
selama masa pubertas sampai kematangan seksual. Selain itu kami juga dapat memaparkan
bahwa Ulfa mengalami Pedophilia heteroseksual, yaitu sebagai objek seksual seorang anak
perempuan di bawah umur. Dalam kasus pernikahan dini yang dijalani, Ulfa dapat mengalami
hambatan dalam perkembangan psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan menjalin
relasi heterososial dan homososial yang wajar, kecenderungan kepribadian anti sosial yang
ditandai dengan hambatan perkembangan pola seksual yang matang disertai oleh hambatan
perkembangan moral, muncul kombinasi regresi, ketakutan impoten, serta rendahnya tatanan
etika dan moral. Perilaku yang dilakukan Syeh Puji ini merupakan perilaku seksual yang
menyimpang (defisiasi) karena melibatkan seorang gadis di bawah umur.
Disini, kita sebagai calon SKM (Sarjana Kesehatan Masyarakat) dengan adanya kasus seperti
yang telah dipaparkan di atas sudah seharusnya mulai berusaha dengan memberikan
penyuluhan mengenai hak dan kewajiban anak dalam menjaga kesehatan organ reproduksi,
mengharapkan peran pemerintah dalam menyelenggarakan perlindungan anak sesuai dengan
peraturan yang berkaitan dengan anak, dan mengusahakan tetap eksisnya Lembaga Swadaya
Masyarakat seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak. Sebab jika tetap terjadi pernikahan
dini, akan menimbulkan berbagai macam masalah atau mengakibatkan munculnya dampak
biologis (fisik) dan dampak psikologis (psikis) yang tidak baik bagi tumbuh kembang
kesehatan si bocah.


Dampak Biologis (Fisik) akibat Pernikahan Dini

Tampak jelas bahwa akibat pertama yang menonjol dari pernikahan dini adalah akibat pada
fisik. Secara usia, organ intim atau alat reproduksi anak di bawah umur belum siap untuk
melakukan hubungan seks. Kalaupun hal ini dipaksakan, anak tersebut akan merasa kesakitan,
sehingga berdampak pada kesehatan dan menimbulkan perasaan trauma berhubungan seks
berkepanjangan. Apalagi, jika si anak perempuan sampai hamil dan bahkan melahirkan di usia
muda.
Perobekan besar pada organ intim akibat pemaksaan hubungan seks akan mengakibatkan
infeksi dan bukan tidak mungkin dapat membahayakan jiwa si anak. Terlebih lagi, jika
hubungan seks tersebut didasari dengan kekerasan, bukan atas dasar suka sama suka. Akibat
pernikahan dini yang berkenaan dengan kondisi fisik pelakunya benar-benar membahayakan
kesehatan anak.


Dampak Psikologis (Psikis) akibat Pernikahan Dini

Anak di bawah umur belum paham benar mengenai hubungan seks dan tujuannya. Mereka
hanya melakukan apa yang diharuskan pasangan terhadapnya tanpa memikirkan hal yang
melatarbelakanginya melakukan itu. Jika sudah demikian, anak akan merasakan penyesalan
mendalam dalam hidupnya. Akibat pernikahan dini ini akan mengganggu kondisi kejiwaan si
anak sebagai pelaku pernikahan dini. Akibatnya ia sering murung dan tidak bersemangat.
Bahkan ia pun akan merasa minder untuk bergaul dengan anak-anak seusianya mengingat
statusnya sebagai istri. Selain itu, akibat pernikahan dini ini juga mengena pada perenggutan
hak anak umtuk meraih pendidikan wajib minimal 12 tahun. Oleh sebab itu, para orang tua
harus berhati-hati mengambil keputusan untuk menikahkan anak di usia dini dengan alasan
apa pun. Setiap anak berhak mendapatkan dan menentukan jalan hidupnya di luar titah yang
“menjerumuskan” para orang tua.
Salah satu aspek yang perlu diajarkan oleh orang tua kepada anak remaja (usia 12-17 tahun)
yang mulai memasuki tahap pubertas adalah mengenalkan mereka pada pendidikan seks yang
sesuai dengan usianya. Tujuan dari pendidikan tersebut ialah mencegah hubungan seks yang
terlalu dini dan pemahaman yang harus dipahami oleh remaja. Untuk itu, orang tua seharusnya
mendidik anak mereka sejak usia dini menjadi anak yang baik budi pekertinya dan tidak
terjerumus pada pergaulan bebas.

Demikian penjelasan akibat pernikahan dini. Semoga informasi yang telah kami sampaikan
dapat bermanfaat dan memberi tambahan wawasan bagi kita semua untuk tidak melakukan
pernikahan di usia dini.

. Kasus Anak ‘SR’ dan Gugatan Kepolisian
Tindakan sewenang-wenang berujung penganiayaan aparat kepolisian saat
menangani perkara anak usia 15 tahun, ‘SR’ alias Koko cukup mencuri perhatian
publik. Sekira 8 Juni 2009 silam, Koko ditangkap aparat dari Polsek Sektor Bojong
Gede dan dituduh mencuri perangkat elektronik. Koko bukanlah pelaku yang
sebenarnya lantaran beberapa hari setelah penangkapan itu, pelaku sebenarnya
telah tertangkap dan menyatakan bahwa Koko tidak terlibat sama sekali.
Beruntung, Putusan PN Cibinong No.2101/Pid.B/2009/PN.CBN pada 10 Agustus
2009 membebaskan Koko dari segala tuntutan jaksa dan meminta agar
memulihkan hak-hak terdakwa secara kedudukan, harkat, serta martabat.
Putusan itu sempat mendapat perlawan dari Kejari Cibinong dengan mengajukan
kasasi. Hasilnya, 20 Januari 2010 hakim agung menolak kasasi tersebut. Koko dan
keluarganya tidak tinggal diam atas apa yang terjadi.
Melalui LBH Jakarta, pada 29 februari 2012 keluarga Koko menggugat secara
perdata ke PN Cibinong. Sebagai catatan, gugatan perdata kepada pihak
kepolisian merupakan yang pertama kali. Sayangnya, PN Cibinong lewat putusan
No. 36/Pdt.G/2012/PN.Cbn menolak gugatan tersebut. Namun, langkah berani dan
pertama tersebut menjadi preseden ketika Kepolisian melakukan tindakan
sewenang-wenang saat menangani perkara. Buktinya, gugatan perdata serupa di
Padang, berhasil dikabulkan dan pihak Kepolisian mesti membayar ganti rugi Rp
100.700

4. Kasus Antasari Azhar
Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar divonis oleh hakim selama 18 tahun lantaran
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana
terhadap bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain pada 14 Maret
2009. Kasus ini menjadi perhatian banyak kalangan selain karena Antasari
merupakan pimpinan lembaga yang sedang dinanti-nantikan kinerjanya,
sekaligus adanya dugaan rekayasa kasus untuk menjegal karier Antasari.
Saat masih menjabat, Antasari memang dikenal cukup berani untuk menindak
siapapun termasuk saat berupaya membongkar skandal di balik kasus Bank
Century dan IT KPU yang tendernya dimenangkan oleh perusahaan milik Hartati
Murdaya. Singkat cerita, majelis hakim memvonis Antasari selama 18 tahun, lebih
rendah dibanding tuntutan pidana mati yang diajukan oleh penuntut umum.

Perebutan HAK ASUH ANAK ANTARA MAIA EISTIANTY dan AHMAD
DHANI
Perebutan anak antara Maia Estianty dan Ahmad Dhani nampaknya belum
juga usai. Walaupun pengadilan telah memutuskan hak asuh ketiga anak
mereka, Al, El, dan Dul, jatuh ke tangan Maia, namun Sesuai keputusan
Mahkamah Agung, Maia Estianty memenangkan hak asuh anak. Tetapi,
sampai saat ini ketiga putranya masih berada di bawah pengasuhan Ahmad
Dhani.
Maia Estianty akhirnya bisa tersenyum lebar. Pasalnya, hak asuh anak
setelah perceriannya dengan Ahmad Dhani kini jatuh ke tangan Maia
setelah menerima keputusan dari Mahkamah Agung (MA) pada 12 Januari
lalu. Maia didampingi kuasa hukumnya, Sheila Salomo mengatakan bahwa
hasil dari putusan MA menguatkan hak asuh anak.
Maya berharap Dhani berbesar hati untuk segera menyerahkan hak asuh
kepada dirinya.
Maia mengatakan sampai sejauh ini ia belum terpikir untuk melakukan
eksekusi mengambil ketiga anaknya dari tangan Dhani.
Perceraian Maia dengan Dhani memang berjalan alot. Keduanya samasama ingin mendapatkan hak asuh ketiga putra mereka, Al, El dan Dul.
Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan hak asuh anak berada di
tangan Maia.
Dhani tak terima begitu saja. Dhani itu pun mengajukan banding. Namun,
karena belum memenuhi syarat banding, maka bandingnya dibatalkan. Tak
berhenti di situ, Dhani mengajukan kasasi. Dan akhirnya pada Januari lalu,
Mahkamah Agung memutuskan jika hak asuh anak jatuh ke tangan Maia.
Dhani dikabarakan mengajukan PK sekitar satu bulan yang lalu. Dan
Dhani sangat antusias dengan PK yang diajukan tersebut.
Dhani diminta untuk mengajukan PK. Karena memang harapannya
Dhani ingin mendapatkan hak asuh anak-anaknya
Dhani mengetahui dengan baik apa yang dilakukannya. Ia sangat berharap
bisa mendapatkan hak asuh ketiga putranya. Meski hak asuh anak berada
di tangan Maia, sampai saat ini, Al, El dan Dul berada dalam pengawasan
Dhani.
Perceraian Dhani dan Maia memang menjadi sorotan. Maia menggugat
cerai Dhani ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Proses perceraian
pasangan ini berlangsung lama karena keduanya tetap bersikeras dengan
pendapatnya masing-masing. Selama proses perceraian, pasangan ini saling
melemparkan tuduhan.
Dan akhirnya pada 23 September 2008, Pengadilan Agama Jakarta Selatan
mengabulkan gugatan cerai Maia. Hakim juga menjatuhkan hak asuh anak

kepada Maia. Tak terima keputusan tersebut, Dhani diwakili pengacaranya
mengajukan banding.
Namun, banding tersebut ditolak. Tak patah semangat, bos Republik Cinta
Manajemen ini memutuskan mengajukan kasasi. Lagi-lagi, kasasinya
ditolak. Dhani pun akhirnya memutuskan mengajukan PK.
Sesuai keputusan hakim pada 23 September 2008, seharusnya hak asuh
anak jatuh ke tangan Maia. Hasil putusan Mahkamah Agung pada 12
Januari 2011 juga menguatkan hak asuh anak untuk Maia.
Namun, Dhani tak mau menyerahkan anak-anak kepada Maia. Sempat
terjadi pergolakan hubungan Dhani-Maia karena berebut hak asuh anak.
Kini, hubungan Dhani dan Maia tak lagi seperti anjing dan kucing.
namun kini , Al, El dan Dul sekarang sering berkunjung dan menginap ke
rumah Maia. Dari Dhani sendiri yang mengizinkan. Bahkan, Al sudah
tinggal serumah dengan Maia sekarang. Sudah sekira satu bulan lebih
perasaan Maia akhirnya bisa berkumpul dengan ketiga darah dagingnya?
Tentu saja bahagia. Tak sia-sia Maia membangun rumah mewah lengkap
dengan kolam renang dan kamar tidur bagi ketiga anaknya di kawasan
Pejaten, Jakarta Selatan.
“Saya sedang bahagia. Kemarin bantuin anak-anak bikin tugas.
Alhamdulillah, sekarang sudah mulai bisa bertemu anak-anak. Hubungan
dengan anak-anak mulai lancar karena anak-anak sudah mulai tidur di
rumah saya,” ujar Maia di Studio RCTI, Jakarta Barat, 30 Mei 2011.
Dhani juga pernah mengakui, tak mau memaksakan kehendak kepada Al,
El, Dul harus tinggal bersamanya. Apalagi, anak-anak sudah beranjak
dewasa sehingga sudah bisa mengerti pembagian waktu yang dirasa tepat.
“Ya sesuka-suka dia saja. Kadang di rumah temannya. Kalau saya sih
terserah dia. Kan memang dari awal saya demokratis dengan hal ini. Saya
rasa saya sudah cukup memberikan jiwa kelaki-lakian kepada mereka,
sehingga saya tidak terlalu ngotot Al harus tinggal di rumah saya atau
bundanya. Saya berikan pilihan kepada anak saya,” ujar Dhani di Studio
RCTI, Jakarta Barat, 26 Mei 2011.
Analisis kasus :
1. Kompetensi relatifnya dimana ?

Kekuasaan untuk mengadili adalah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, hal ini
didasarkan pada pasal 118 ayat (1) HIR, yang berwenang mengadili suatu perkara
perdata adalah Pengadilan Negeri (PN) yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
tergugat .
tetapi , kasus Ahmad Dhani dan Maya Estianty ini sudah mencapai pada tingkat
Mahkamah Agung .
1. Apa bisa pakai jalur non-litigasi ?

Tidak bisa
1. Apa alasannya ?

Masalah hak asuh anak antara Ahmad Dhani dan Maia Estianty sebenarnya sudah jelas.
Pada 12 Januari lalu, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan bahwa Maia
berhak mendapatkan hak asuh atas tiga anaknya, yaitu, Al, El, dan Dul. Namun,
putusan tersebut belum bisa membuat Maia berkumpul dengan anak-anaknya.
menentukan hak asuh anak setelah perceraian dalam undang – undang No. 1
tentang Perkawinan pun tak dijelaskan secara khusus . Bahkan seorang ibu sangat mungkin
akan
kehilangan hak asuh terhadap anaknya yang masih berusia dibawah 12 tahun, dimana masih
membutuhkan
kasih sayang ibunya

jika merujuk pada konsepsi kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri
misalnya, disebutkan bahwa dalam pasal 105 huruf a , anak korban
perceraian orang tua yang masih berusia dibawah 12 tahun seharusnya berada pada kasih
sayang ibunya
daripada ayahnya

Namun dijelaskan , pada pasal 156 huruf c bahwa seseorang ibu dapat kehilangan
hak asuh anaknya (sekalipun masih berusia dibawah usia 12 tahun)
ketika si ibu dianggap tak akan mampu melindunggi keselamatan jasmani si anak
sehingga menyerahkan hak asuhnya khawatir malah akan menimbulkan mudharat
Sesuai keputusan hakim pada 23 September 2008, seharusnya hak asuh anak jatuh ke tangan
Maia. Hasil putusan Mahkamah Agung pada 12 Januari 2011 juga menguatkan hak asuh anak
ke tangan Maia.
Sementara dalam kontruksi hukum positif negara bias saja hak asuh
berpindah dari ibunya kepada bapaknya ata

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75