Pertanggungjawaban Pidana PROGRAM STUDI Subjek hukum pidana

Pertanggungjawaban Pidana
Disusun oleh:
Kelompok 11:
1. M. Husaini Dani (140105023)
2. Rahma Daniar (140105024)
Pembimbing : Siti Murni, S.H.I., M.H.

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberi kesehatan kepada penulis sehingga terselesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Salawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
Nabi Muhammad saw.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri
penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Tuhan akhirnya makalah dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana” dapat terselesaikan.
Penyusunan makalah ini dibuat dalam rangka untuk melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum

Pidana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Hukum Pidana Buk Siti
Murni,S.H.I.,M.H yang telah membimbing penulis dalam hal membuat makalah sederhana.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Banda Aceh, 17 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. …

2

Daftar Isi...................................................................................................... …

3

BAB I Pendahuluan
A


Latar Belakang ……..…….............……………………………….

4

B

Rumusan Masalah ………………………………………………...

4

BAB II Pembahasan
A

Istilah dan Pengertian Pertanggungjawban pidana………….…….

5

B


Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana ……............................ …

7

BAB III Penutup
A

Kesimpulan………………………………………...........................

11

B

Daftar Pustaka ……………………………………………………..

12

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

System pertanggungjawaban pidana dalam hokum positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai
salah satu asas disamping asas legalitas. System pertanggung jawaban dalam hokum pidana nasional yang
akan datang menerapkan asas tiada pidana tanpa kesalahan yang merupakan salah satu asas fundamental
yang perlu ditegaskan secara eksplisit (terus terang) sebagai pasangan asas legalitas Kedua asas tersebut
tidak di pandang syarat yang kaku dan bersifat absolut. Dilihat dari sudut perbandingan KUHP Negara
lain, asas kesalahan atau asas culpabilitas pada umumnya diakui sebagai prinsip umum. Perumusan asas
ini biasa nya terlihat dalam perumusan mengenai pertanggung jawaban pidana, khususnya yang
berhubungan dengan masalah kesengajaan dan kealpaan. Dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk
pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan
dengan suatu pidana. Namun orang yang melakukan tindak pidana belum tentu dijatuhi pidana
sebagaimana yang diancamkan, hal ini tergantung pada “apakah dalam melakukan perbuatan ini orang
tersebut mempunyai kesalahan”, yang merujuk kepada asas dalam pertanggungjawaban dalam hokum
pidana : “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”. Asas ini memang tidak diatur didalam hokum
tertulis,tapi asas ini berkembang dan ada dalam hokum tidak tertulis yang juga berlaku di Indonesia.
Namun lain halnya dengan hokum pidana fiscal, yang tidak memakai kesalahan. Jadi jika orang telah
melanggar ketentuan, dia diberi pidana denda atau dirampas. Pertanggungjawaban tanpa adanya
kesalahan dari pihak yang melanggar dinamakan leer van het materiele feit.
B. Rumusan Masalah
Agar makalah tidak mengambang dan tersusun rapi secara benar, maka kami selaku penulis makalah
membuat beberapa rumusan masalah yang akan kami bahas didalam makalah :

a. Apa pengertian dari pertanggungjawaban pidana?
b. Apa saja yang termasuk dalam unsure-unsur pertanggungjawaban pidana?

BAB II
Pembahasan

A. Pengertian pertanggungjawaban pidana
Pada bagian awal tadi telah penulis katakan bahwa pengertian perbuatan pidana tidak termasuk
pengertian pertanggungjawaban pidana. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan
diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian
dijatuhi pidana, tergantung kepada apakah dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki
kesalahan. Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau harus didahului
dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban
pidana tanpa terlebih dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Karena akan terasa tidak adil jika tiba-tiba
seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedangkan ia sendiri tidak melakukan tindakan
tersebut.
Dalam hokum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan konsep sentral yang dikenal
dengan ajaran kesalahan. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan
maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu

tindakan pidana yang terjadi atau tidak.
Dalam Pasal 36 Naskah Rancangan KUHP Baru dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana
adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku. Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana)
untuk

dapat

dikenai

pidana

karena

perbuatannya

itu.

Sedangkan,


syarat

untuk

adanya

pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus ada unsur kesalahan berupa
kesengajaan atau kealpaan.
Pasal 27 konsep KUHP 1982/1983 mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya
celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada
pembuat yang memenuhi syarat-syarat undang-undang yang dapat dikenai pidana karena perbuatannya
itu.
Konsep Rancangan KUHP Baru Tahun 2004/2005, di dalam Pasal34 memberikan definisi pertanggu
ngjawaban pidana sebagai berikut:
Pertanggungjawaban pidana ialah diteruskannya celaan yang objektifyang ada pada tindak pidana
dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena
perbuatannya itu.

Di dalam penjelasannya dikemukakan: Tindak pidana tidak berdiri sendiri, itu baru bermaknaman
akala terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti setiap orang yang yang melakukan tindak pidana

tidak dengan sendirinya harus dipidana. Untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana.
Pertanggung jawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan yang objektif terhadap perbuatan yang
dinyatakan sebagai tindak pidana yang berlaku, dan secara subjektif kepada pembuat tindak pidana yang
memenuhi persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya. Dasar adanya perbuatan pidana
adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti
bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan
perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan meyangkut masalah
pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban
orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan
suatu mekanisme yang dibangun oleh hokum pidana untuk bereaksi terhadapa pelanggaran atas
‘kesepakatan menolak’ suatu perbuatan tertentu.
Sudarto mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hokum atau bersifat melawan hokum. Jadi meskipun perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum
memenuhi syarat penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk penjatuhan
pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Orang tersebut
harus dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya
baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.
Berdasarkan penjelasan dari Sudarto tersebut, kami mengambil kesimpulan bahwa kesalahan

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana seseorang. Tanpa itu, pertanggungjawaban
pidana tidak akan pernah ada. Makanya dalam hokum pidana ada asas “tiada pidana tanpa kesalahan”.
Asas kesalahan ini merupakan asas yang fundamental dalam hokum pidana, demikian fundamentalnya
asas tersebut, sehingga meresap dan menggema dalam hampir semua ajaran penting dalam hokum pidana.
Unsur-unsur kesalahan yaitu :
1. Mampu bertanggung jawab
2. Mempunyai kesengajaan atau kealpaan
3. Tidak adanya alasan pemaaf

B. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggung jawaban pidana harus memenuhi unsure-unsur sebagai berikut :



Kemampuan bertanggung jawab
Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai kondisi batin yang normal atau sehat dan
mampunya akal seseorang dalam membeda-bedakan hal-hal yang baik dan yang buruk, atau
dengan kata lain, mampu untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai
dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya. Jadi ada 2 faktor untuk
menentukan adanya kemampuan bertanggung jawab, yaitu factor akal dan factor kehendak. Akal,

yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.
Sedangkan kehendak, yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas sesuatu
yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.



Kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa)

a. Kesengajaan (dolus)
Ada 2 teori yang berkaitan dengan pengertian “sengaja”, yaitu teori teori kehendak dan teori
pengetahuan atau membayangkan.
-

Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan
undang-undang. Contoh: A mengarahkan pistol kepada B dan A menembak mati B, dalam hal ini
A adalah sengaja apabila A benar-benar menghendaki kematian B.

-

Menurut teori pengetahuan atau teori membayangkan, manusia tidak mungkin dapat

menghendaki suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau
membayangkan adanya suatu akibat. Adalah sengaja apabila suatu akibat yang ditimbulkan
karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang
bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat.
Dalam ilmu hokum pidana dibedakan 3 macam sengaja, yaitu :

1. Sengaja sebagai maksud adalah apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Dengan kata
lain, jika pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi
maka sudah tentu ia tidak akan pernah mengetahui perbuatannya.
2. Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa, agar tujuan dapat tercapai, sebelumnya harus
dilakukan suatu perbuatan lain yang berupa pelanggaran juga
3. Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa ada kemungkinan besar dapat ditimbulkan suatu
pelanggaran lain disamping pelanggaran pertama.

b. Kealpaan (culpa)

Yang dimaksud dengan kealpaan adalah terdakwa tidak bermaksud melanggar larangan undangundang, tetapi ia tidak mengindahkan larangan itu. Ia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan
tersebut. Jadi, dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam
melakukan sesuatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.
Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan atas dua
yaitu:
1. Kealpaan yang disadari , yaitu kealpaan yang disadari terjadi apabila si pembuat dapat
membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai
perbuatannya. Meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul
akibat itu.
2. Kealpaan yang tidak disadari, yaitu kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila si pembuat tidak
membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai
perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan suatu
akibat tersebut.


Alasan Penghapus Pidana

Terdapat 2 alasan penghapus pidana. Yaitu :
1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu
2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak diluar orang itu.
Ilmu pengetahuan hokum pidana juga mengadakan perbedaan lainnya terhadap alas an penghapus
pidana sejalan dengan perbedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya pembuat.
Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya,maka dibedakan 2 yaitu :
1. Alasan Pembenar, adanya alasan pembenar berujung pada “pembenaran” atas tindak pidana yang
sepintas lalu melawan hokum.
2. Alasan pemaaf, adanya alas an pemaaf berdampak pada “pemaafan” pembuatannya sekalipun
telah melakukan tindak pidana yang melawan hokum.

BAB III

Kesimpulan
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang
dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang.
Landasan hokum mengenai pertanggungjawaban di dalam KUHP tertulis pada Pasal 36 Naskah
Rancangan KUHP Baru dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan
yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Secara subjektif kepada
pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana karena
perbuatannya itu. Sedangkan, syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu
pidana, maka harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.

Unsur-Unsur Pertanggungjawaban pidana :
-

Kemampuan bertanggungjawab

-

Kesengajaan & Kealpaan

-

Alasan Penghapus pidana

Daftar Pustaka

Mahrus Ali, SH.,M.H. 2012. Dasar-dasar hokum pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Cet. 2
Moelijatno, Prof, S.H. 2008, Asas-asas Hukum Pidana edisi revisi,Jakarta: Rineka Cipta

Dokumen yang terkait

STUDI KANDUNGAN BORAKS DALAM BAKSO DAGING SAPI DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN BANGIL – PASURUAN

15 183 17

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

AN ANALYSIS OF LANGUAGE CONTENT IN THE SYLLABUS FOR ESP COURSE USING ESP APPROACH THE SECRETARY AND MANAGEMENT PROGRAM BUSINESS TRAINING CENTER (BTC) JEMBER IN ACADEMIC YEAR OF 2000 2001

3 95 76

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22