Degradasi pengelolaan Hutan di Indonesia
TUGAS KELOMPOK
PAPER DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ekonomi Sumberdaya Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Disusun oleh:
Indria Nur Farida
Sajulaila Wahyuning Basuki
(121510601045)
(121510601048)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
PENDAHULUAN
Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diarahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertimbangkan prinsipprinsip keberlanjutan pembangunan nasional di masa mendatang. Terciptanya
keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup merupakan prasyarat penting bagi terlaksananya keberlanjutan
pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pemanfaatan sumberdaya
alam yang terkendali dan pengolahan lingkungan hidup yang ramah lingkungan
menjadi salah satu modal dasar yang sangat penting bagi pembangunan nasional
secara keseluruhan. Selain itu, ketersediaan sumberdaya juga mampu memberikan
sumbangan yang cukup berarti terhadap pembangunan ekonomi. Tahun 2001,
sumbangan sektor sumber daya alam terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional adalah sekitar 30 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 57
persen dari total penyerapan lapangan kerja nasional. Namun, akibat dari
pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan hidup yang bersifat eksploitatif,
keseimbangan, dan kelestariannya mulai terganggu. Oleh karena itu, dalam rangka
menjaga keseimbangan dan kelestariannya perlu dilakukan berbagai langkah dan
tindakan strategis menurut bidang pembangunan yang tercakup dalam
pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Bappenas, 2008).
Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk
menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung
manfaat bagi populasi manusia bila dikelola secara benar dan bijaksana.
Kelestarian manfaat yang timbul karena potensi dan fungsi didalamnya dapat
diwujudkan selama keberadaannya dapat dipertahankan dalam bentuk yang ideal.
Hutan juga memberikan pengaruh kepada sumber alam lain, dimana pengaruh ini
melalui tiga faktor lingkungan yang saling berhubungan, yaitu iklim, tanah, dan
pengadaan air bagi berbagai wilayah, misalnya wilayah pertanian. Pepohonan
hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi, sehingga mempunyai
pengaruh terhadap pengadaan air di lereng gunung (Soeriatmadja, 1997).
Pembangunan kehutanan telah difungsikan sebagai penunjang
pembangunan ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan kayu secara berlebih,
sementara masalah sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan hutan kurang
mendapat perhatian yang memadai. Akibatnya, hutan di Indonesia mengalami
degradasi dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Walaupun pada
tataran pemikiran telah disadari akan peran hutan sebagai fungsi penunjang
ekosistem kehidupan yang lebih luas dan upaya untuk mewujudkan pengelolaan
hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management) telah seringkali
dibahas, namun dalam praktek sehari-hari di lapangan degradasi hutan masih terus
berlanjut. Dampak-dampak negatif dari degradasi hutan juga semakin sering
terjadi dengan korban jiwa dan materi yang semakin besar. Dalam jangka pendek
hal ini diperkirakan masih sulit untuk diatasi karena upaya perbaikan yang
dilakukan akan berkejaran dengan degradasi yang terjadi. Oleh karena itu, yang
harus dilakukan adalah peningkatan perbaikan pengelolaan hutan secara terus
menerus, baik perbaikan dari segi kualitas pengelolaan maupun skala pelaksanaan
di lapangan. Disamping itu juga diperlukan suatu gerakan nasional yang konsisten
dan terus menerus yang melibatkan semua pihak, antara lain dengan
meningkatkan peran kelembagaan pengelola kehutanan yang harus semakin
handal.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sumberdaya alam untuk
pembangunan ekonomi yaitu menurunnya fungsi dan potensi hutan seiring dengan
makin berkurangnya luasan yang dapat dipertahankan. Berbagai aktivitas manusia
dilakukan untuk mengubah fungsi hutan secara ekologis menjadi pemanfaatan
lahan secara ekonomis. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusakan
hutan, namun pada umumnya faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan praktekpraktek pembangunan dengan sistem produksi yang tidak berkelanjutan.
Kerusakan hutan pada umumnya diakibatkan oleh meningkatnya jumlah
eksploitasi sumberdaya hutan oleh pembalakaan liar (illegal logging),
perambahan hutan yang tidak terkendali, kebakaran hutan, dan praktek
pengelolaan yang belum optimal untuk kegiatan ekonomi (pembukaan lahan
untuk perkebunan dan pertambangan) akibat belum terbentuknya kelembagaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat lapangan. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan fenomena baru bagi kawasan yang selama ini menggantungkan
pada keberadaan hutan.
Keberadaan hutan dalam menjaga keseimbangan lingkungan sangat
diperlukan. Fungsi hutan dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungan
disekitarnya dan hal ini berkaitan erat dengan fungsi hutan sebagai fungsi lindung
terhadap sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Apabila fungsi ini tidak berjalan
sebagaimana mestinya, maka potensi terjadinya bencana alam di lingkungan yang
ada dibawahnya sulit dihindari, dan potensi kerusakan lingkungan sulit untuk
ditanggulangi.
PEMBAHASAN
Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan
fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan
merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
Pengelolaan sumber daya alam harus mengacu kepada aspek konservasi dan
pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi
ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek
negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu,
pembangunan
tidak
hanya
memperhatikan
aspek
ekonomi
tetapi
juga
memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian serta
kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan
agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan
lingkungan
hidup
sehingga
keberlanjutan
pembangunan
tetap
terjamin.
Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi
peran serta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan.
Pengelolaan hutan pada saat ini belum berjalan sebagaimana mestinya
akibat kesadaran akan pentingnya prinsip kelestarian yang belum membudaya dan
orientasi pada keuntungan jangka pendek sehingga telah menyebabkan timbulnya
degradasi sumber daya hutan pada tingkat yang mengkhawatirkan serta
menurunnya kualitas lingkungan. Selain itu, kebakaran hutan merupakan masalah
besar yang secara signifikan mengancam pula kelestarian sumber daya sementara
penanganannya belum berjalan dengan baik. Kerusakan hutan disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu pembalakaan liar (illegal logging), perambahan hutan yang
tidak terkendali, kebakaran hutan, dan praktek pengelolaan yang belum optimal
untuk kegiatan ekonomi. Kondisi ini ditambah dengan intensitas curah hujan yang
tinggi dapat menyebabkan meningkatnya banjir dan longsor. Kerusakan dan
penyusutan jumlah keanekaragaman hayati Indonesia setiap tahunnya semakin
meningkat. Hal ini di antaranya disebabkan oleh perubahan fungsi kawasan hutan,
perubahan ekosistem, penebangan ilegal, penambangan ilegal, perburuan dan
perdagangan satwa, introduksi spesies asing, serta perubahan iklim.
Tabel 1. Hutan Alam di Indonesia (Juta Ha)
Kawasan
No
Kategori Kawasan
Hutan tahun
1979
1. Hutan Produksi Tetap
64,4
2. Hutan Produksi
30,1
Konservasi
3. Hutan Lindung
30,3
4. Hutan Konservasi
18,7
5. Hutan Tetap
113,4
6. Kawasan Hutan
143,5
Kawasan
Hutan tahun
1990
46,1
18,7
Kawasan
Hutan tahun
2000
35,2
10,8
25,2
14,6
85,9
104,6
23,4
12,5
71,1
81,9
Sumber: Haeruman, 2001
Berdasarkan tabel luas hutan alam di Indonesia pada tahun 1979 – 2000
terjadi penurunan luas kawasan hutan setiap tahunnya. Pada hutan produksi tetap
jumlah kawasan hutan tahun 1979 yaitu seluas 64,4 juta ha, pada tahun 1990
menurun menjadi 46,1 juta ha, dan pada tahun 2000 menurun lagi menjadi 35,2
juta ha. Hutan produksi konservasi, hutan lindung, hutan konservasi, hutan tetap,
dan kawasan hutan juga terjadi penurunan setiap tahunnya. Penurun jumlah luas
kawasan hutan di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu konversi lahan,
pembalakan liar, kebakaran hutan, dan perambahan hutan yang tidak terkendali.
Kebakaran hutan pada saat ini menjadi perhatian internasional sebagai isu
lingkungan dan ekonomi. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut
kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi
kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Dampak negatif yang sampai menjadi
isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara.
Sisa pembakaran selain dapat menimbulkan kabut juga mencemari udara dan
meningkatkan gas rumah kaca. Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak
negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan
saluran pernapasan. Selain itu, asap tebal juga mengganggu transportasi
khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut.
Dampak lainnya yaitu hilangnya margasatwa akibat dari kebakaran hutan. Adapun
gambar dibawah merupakan hutan yang telah terjadi degradasi akibat kebakaran
hutan dan penebangan secara liar:
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,
pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan
informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran
sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara
tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan
diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang
cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke
negara tetangga. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun
1982 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya
dan juga penebangan liar yang terjadi di Indonesia ini sebenarnya telah
dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya. Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran
hutan dilakukan antara lain :
1. Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub
Direktorat
Kebakaran
Hutan
dan
Lembaga
non
struktural
berupa
Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam
kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI.
2. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan.
3. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan.
4. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
5. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian
kebakaran hutan.
6. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
7. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar (Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2003).
Koordinasi dan sinergi antar pihak kepentingan yang terlibat di dalam
pengelolaan kehutanan masih lemah karena tiap-tiap lembaga atau institusi telah
mempunyai program sektoral masing-masing dan nuansa egosektoral pada tiaptiap lembaga/institusi tersebut masih kental. Meskipun aktivitas pembalakan liar
berskala besar mengalami penurunan dan kasus–kasus yang ditangani oleh aparat
hukum dapat terungkap, namun praktek pembalakkan liar (illegal logging) belum
dapat dihilangkan, sehingga upaya pemberantasannya perlu terus dilanjutkan.
Peningkatan kembali kegiatan pembalakkan liar (illegal logging) dan perdagangan
illegal TSL, perburuan dan penyelundupan kayu akan berimplikasi pada hilangnya
keragaman satwa dan tumbuhan liar, keanekaragaman hayati genetik, jenis,
bahkan ekosistem. Apabila hal ini berlangsung secara cepat dan masif akan
memicu terjadinya kelangkaan dan bahkan kepunahan spesies tertentu.
Peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan dimaksudkan
untuk meningkatkan fungsi dan daya dukung sumber daya hutan serta
meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan.
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dilaksanakan untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk menjamin
terjaganya daya dukung DAS yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Kegiatan
RHL ini dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan (dalam bentuk
hutan kemasyarakatan, hutan desa, rehabilitasi hutan lindung dan hutan
konservasi, hutan tanaman rakyat dan hutan rakyat). Secara khusus, arah
kebijakan pembangunan kehutanan ke depan adalah mewujudkan:
1. Pengelolaan sektor kehutanan secara terpadu.
2. Memelihara potensi kekayaan hutan yang ada agar tetap dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan dengan melakukan konservasi sumber daya hutan.
3. Penanggulangan kebakaran dan pemberantasan penebangan liar serta upaya
penegakan hukumnya.
4. Mempercepat upaya rehabilitasi kawasan hutan yang sudah terdegradasi.
5. Melakukan desentralisasi kewenangan pengurusan kehutanan sehingga tercapai
pengelolaan yang bersifat partisipatif dan melibatkan seluruh pihak.
Indonesia sebagai satu diantara tujuh negara megabiodiversity di dunia,
harus mampu mengekspresikan dan mempertahankan kualitasnya melalui
pengalokasian kawasan konservasi terutama hutan. Peyelenggaraan pembangunan
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya tidak boleh terlepas dari
peranan masyarakat disekitarnya. Pembangunan konservasi ini bertujuan untuk
mengusahakan
terwujudnya
kelestarian
sumberdaya
alam
hayati
serta
keseimbangan ekosistem, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya harus mencerminkan peranannya sebagai
pendukung
lingkungan
hidup
dan
sebagai
pencipta
prakondisi
yang
memungkinkan pelaksanaan kegiatan pembangunan lainnya berjalan secara
berdayaguna dan berhasilguna terutama konservasi hutan di Indonesia.
KESIMPULAN
Keberadaan hutan dalam menjaga keseimbangan lingkungan sangat
diperlukan. Fungsi hutan dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungan
disekitarnya dan hal ini berkaitan erat dengan fungsi hutan sebagai fungsi lindung
terhadap sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Apabila fungsi ini tidak berjalan
sebagaimana mestinya, maka potensi terjadinya bencana alam di lingkungan yang
ada dibawahnya sulit dihindari, dan potensi kerusakan lingkungan sulit untuk
ditanggulangi. Arah kebijakan pembangunan kehutanan ke depannya adalah
mewujudkan pengelolaan sektor kehutanan secara terpadu, memelihara potensi
kekayaan hutan yang ada agar tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
dengan melakukan konservasi sumber daya hutan, penanggulangan kebakaran dan
pemberantasan penebangan liar serta upaya penegakan hukumnya, mempercepat
upaya rehabilitasi kawasan hutan yang sudah terdegradasi, serta melakukan
desentralisasi kewenangan pengurusan kehutanan sehingga tercapai pengelolaan
yang bersifat partisipatif dan melibatkan seluruh pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas. 2008. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Laporan
Akhir Kajian Penilaian Karbon di Bukit Lawang dalam Rangka
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Balai Besar TNGL. Bogor: PT. Boraspati
Wahana.
Haeruman. 2001. Hutan sebagai Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor Menteri
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.
Soeriatmadja, R.E. 1997. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit IPB.
PAPER DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ekonomi Sumberdaya Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Disusun oleh:
Indria Nur Farida
Sajulaila Wahyuning Basuki
(121510601045)
(121510601048)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
PENDAHULUAN
Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diarahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertimbangkan prinsipprinsip keberlanjutan pembangunan nasional di masa mendatang. Terciptanya
keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup merupakan prasyarat penting bagi terlaksananya keberlanjutan
pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pemanfaatan sumberdaya
alam yang terkendali dan pengolahan lingkungan hidup yang ramah lingkungan
menjadi salah satu modal dasar yang sangat penting bagi pembangunan nasional
secara keseluruhan. Selain itu, ketersediaan sumberdaya juga mampu memberikan
sumbangan yang cukup berarti terhadap pembangunan ekonomi. Tahun 2001,
sumbangan sektor sumber daya alam terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional adalah sekitar 30 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 57
persen dari total penyerapan lapangan kerja nasional. Namun, akibat dari
pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan hidup yang bersifat eksploitatif,
keseimbangan, dan kelestariannya mulai terganggu. Oleh karena itu, dalam rangka
menjaga keseimbangan dan kelestariannya perlu dilakukan berbagai langkah dan
tindakan strategis menurut bidang pembangunan yang tercakup dalam
pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Bappenas, 2008).
Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk
menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung
manfaat bagi populasi manusia bila dikelola secara benar dan bijaksana.
Kelestarian manfaat yang timbul karena potensi dan fungsi didalamnya dapat
diwujudkan selama keberadaannya dapat dipertahankan dalam bentuk yang ideal.
Hutan juga memberikan pengaruh kepada sumber alam lain, dimana pengaruh ini
melalui tiga faktor lingkungan yang saling berhubungan, yaitu iklim, tanah, dan
pengadaan air bagi berbagai wilayah, misalnya wilayah pertanian. Pepohonan
hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi, sehingga mempunyai
pengaruh terhadap pengadaan air di lereng gunung (Soeriatmadja, 1997).
Pembangunan kehutanan telah difungsikan sebagai penunjang
pembangunan ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan kayu secara berlebih,
sementara masalah sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan hutan kurang
mendapat perhatian yang memadai. Akibatnya, hutan di Indonesia mengalami
degradasi dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Walaupun pada
tataran pemikiran telah disadari akan peran hutan sebagai fungsi penunjang
ekosistem kehidupan yang lebih luas dan upaya untuk mewujudkan pengelolaan
hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management) telah seringkali
dibahas, namun dalam praktek sehari-hari di lapangan degradasi hutan masih terus
berlanjut. Dampak-dampak negatif dari degradasi hutan juga semakin sering
terjadi dengan korban jiwa dan materi yang semakin besar. Dalam jangka pendek
hal ini diperkirakan masih sulit untuk diatasi karena upaya perbaikan yang
dilakukan akan berkejaran dengan degradasi yang terjadi. Oleh karena itu, yang
harus dilakukan adalah peningkatan perbaikan pengelolaan hutan secara terus
menerus, baik perbaikan dari segi kualitas pengelolaan maupun skala pelaksanaan
di lapangan. Disamping itu juga diperlukan suatu gerakan nasional yang konsisten
dan terus menerus yang melibatkan semua pihak, antara lain dengan
meningkatkan peran kelembagaan pengelola kehutanan yang harus semakin
handal.
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sumberdaya alam untuk
pembangunan ekonomi yaitu menurunnya fungsi dan potensi hutan seiring dengan
makin berkurangnya luasan yang dapat dipertahankan. Berbagai aktivitas manusia
dilakukan untuk mengubah fungsi hutan secara ekologis menjadi pemanfaatan
lahan secara ekonomis. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusakan
hutan, namun pada umumnya faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan praktekpraktek pembangunan dengan sistem produksi yang tidak berkelanjutan.
Kerusakan hutan pada umumnya diakibatkan oleh meningkatnya jumlah
eksploitasi sumberdaya hutan oleh pembalakaan liar (illegal logging),
perambahan hutan yang tidak terkendali, kebakaran hutan, dan praktek
pengelolaan yang belum optimal untuk kegiatan ekonomi (pembukaan lahan
untuk perkebunan dan pertambangan) akibat belum terbentuknya kelembagaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat lapangan. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan fenomena baru bagi kawasan yang selama ini menggantungkan
pada keberadaan hutan.
Keberadaan hutan dalam menjaga keseimbangan lingkungan sangat
diperlukan. Fungsi hutan dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungan
disekitarnya dan hal ini berkaitan erat dengan fungsi hutan sebagai fungsi lindung
terhadap sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Apabila fungsi ini tidak berjalan
sebagaimana mestinya, maka potensi terjadinya bencana alam di lingkungan yang
ada dibawahnya sulit dihindari, dan potensi kerusakan lingkungan sulit untuk
ditanggulangi.
PEMBAHASAN
Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan
fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan
merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
Pengelolaan sumber daya alam harus mengacu kepada aspek konservasi dan
pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi
ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek
negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu,
pembangunan
tidak
hanya
memperhatikan
aspek
ekonomi
tetapi
juga
memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian serta
kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan
agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan
lingkungan
hidup
sehingga
keberlanjutan
pembangunan
tetap
terjamin.
Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi
peran serta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan.
Pengelolaan hutan pada saat ini belum berjalan sebagaimana mestinya
akibat kesadaran akan pentingnya prinsip kelestarian yang belum membudaya dan
orientasi pada keuntungan jangka pendek sehingga telah menyebabkan timbulnya
degradasi sumber daya hutan pada tingkat yang mengkhawatirkan serta
menurunnya kualitas lingkungan. Selain itu, kebakaran hutan merupakan masalah
besar yang secara signifikan mengancam pula kelestarian sumber daya sementara
penanganannya belum berjalan dengan baik. Kerusakan hutan disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu pembalakaan liar (illegal logging), perambahan hutan yang
tidak terkendali, kebakaran hutan, dan praktek pengelolaan yang belum optimal
untuk kegiatan ekonomi. Kondisi ini ditambah dengan intensitas curah hujan yang
tinggi dapat menyebabkan meningkatnya banjir dan longsor. Kerusakan dan
penyusutan jumlah keanekaragaman hayati Indonesia setiap tahunnya semakin
meningkat. Hal ini di antaranya disebabkan oleh perubahan fungsi kawasan hutan,
perubahan ekosistem, penebangan ilegal, penambangan ilegal, perburuan dan
perdagangan satwa, introduksi spesies asing, serta perubahan iklim.
Tabel 1. Hutan Alam di Indonesia (Juta Ha)
Kawasan
No
Kategori Kawasan
Hutan tahun
1979
1. Hutan Produksi Tetap
64,4
2. Hutan Produksi
30,1
Konservasi
3. Hutan Lindung
30,3
4. Hutan Konservasi
18,7
5. Hutan Tetap
113,4
6. Kawasan Hutan
143,5
Kawasan
Hutan tahun
1990
46,1
18,7
Kawasan
Hutan tahun
2000
35,2
10,8
25,2
14,6
85,9
104,6
23,4
12,5
71,1
81,9
Sumber: Haeruman, 2001
Berdasarkan tabel luas hutan alam di Indonesia pada tahun 1979 – 2000
terjadi penurunan luas kawasan hutan setiap tahunnya. Pada hutan produksi tetap
jumlah kawasan hutan tahun 1979 yaitu seluas 64,4 juta ha, pada tahun 1990
menurun menjadi 46,1 juta ha, dan pada tahun 2000 menurun lagi menjadi 35,2
juta ha. Hutan produksi konservasi, hutan lindung, hutan konservasi, hutan tetap,
dan kawasan hutan juga terjadi penurunan setiap tahunnya. Penurun jumlah luas
kawasan hutan di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu konversi lahan,
pembalakan liar, kebakaran hutan, dan perambahan hutan yang tidak terkendali.
Kebakaran hutan pada saat ini menjadi perhatian internasional sebagai isu
lingkungan dan ekonomi. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut
kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi
kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Dampak negatif yang sampai menjadi
isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara.
Sisa pembakaran selain dapat menimbulkan kabut juga mencemari udara dan
meningkatkan gas rumah kaca. Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak
negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan
saluran pernapasan. Selain itu, asap tebal juga mengganggu transportasi
khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut.
Dampak lainnya yaitu hilangnya margasatwa akibat dari kebakaran hutan. Adapun
gambar dibawah merupakan hutan yang telah terjadi degradasi akibat kebakaran
hutan dan penebangan secara liar:
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,
pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan
informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran
sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara
tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan
diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang
cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke
negara tetangga. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun
1982 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya
dan juga penebangan liar yang terjadi di Indonesia ini sebenarnya telah
dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya. Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran
hutan dilakukan antara lain :
1. Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub
Direktorat
Kebakaran
Hutan
dan
Lembaga
non
struktural
berupa
Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam
kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI.
2. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan.
3. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan.
4. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
5. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian
kebakaran hutan.
6. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
7. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar (Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2003).
Koordinasi dan sinergi antar pihak kepentingan yang terlibat di dalam
pengelolaan kehutanan masih lemah karena tiap-tiap lembaga atau institusi telah
mempunyai program sektoral masing-masing dan nuansa egosektoral pada tiaptiap lembaga/institusi tersebut masih kental. Meskipun aktivitas pembalakan liar
berskala besar mengalami penurunan dan kasus–kasus yang ditangani oleh aparat
hukum dapat terungkap, namun praktek pembalakkan liar (illegal logging) belum
dapat dihilangkan, sehingga upaya pemberantasannya perlu terus dilanjutkan.
Peningkatan kembali kegiatan pembalakkan liar (illegal logging) dan perdagangan
illegal TSL, perburuan dan penyelundupan kayu akan berimplikasi pada hilangnya
keragaman satwa dan tumbuhan liar, keanekaragaman hayati genetik, jenis,
bahkan ekosistem. Apabila hal ini berlangsung secara cepat dan masif akan
memicu terjadinya kelangkaan dan bahkan kepunahan spesies tertentu.
Peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan dimaksudkan
untuk meningkatkan fungsi dan daya dukung sumber daya hutan serta
meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan.
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dilaksanakan untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk menjamin
terjaganya daya dukung DAS yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Kegiatan
RHL ini dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan (dalam bentuk
hutan kemasyarakatan, hutan desa, rehabilitasi hutan lindung dan hutan
konservasi, hutan tanaman rakyat dan hutan rakyat). Secara khusus, arah
kebijakan pembangunan kehutanan ke depan adalah mewujudkan:
1. Pengelolaan sektor kehutanan secara terpadu.
2. Memelihara potensi kekayaan hutan yang ada agar tetap dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan dengan melakukan konservasi sumber daya hutan.
3. Penanggulangan kebakaran dan pemberantasan penebangan liar serta upaya
penegakan hukumnya.
4. Mempercepat upaya rehabilitasi kawasan hutan yang sudah terdegradasi.
5. Melakukan desentralisasi kewenangan pengurusan kehutanan sehingga tercapai
pengelolaan yang bersifat partisipatif dan melibatkan seluruh pihak.
Indonesia sebagai satu diantara tujuh negara megabiodiversity di dunia,
harus mampu mengekspresikan dan mempertahankan kualitasnya melalui
pengalokasian kawasan konservasi terutama hutan. Peyelenggaraan pembangunan
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya tidak boleh terlepas dari
peranan masyarakat disekitarnya. Pembangunan konservasi ini bertujuan untuk
mengusahakan
terwujudnya
kelestarian
sumberdaya
alam
hayati
serta
keseimbangan ekosistem, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya harus mencerminkan peranannya sebagai
pendukung
lingkungan
hidup
dan
sebagai
pencipta
prakondisi
yang
memungkinkan pelaksanaan kegiatan pembangunan lainnya berjalan secara
berdayaguna dan berhasilguna terutama konservasi hutan di Indonesia.
KESIMPULAN
Keberadaan hutan dalam menjaga keseimbangan lingkungan sangat
diperlukan. Fungsi hutan dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungan
disekitarnya dan hal ini berkaitan erat dengan fungsi hutan sebagai fungsi lindung
terhadap sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Apabila fungsi ini tidak berjalan
sebagaimana mestinya, maka potensi terjadinya bencana alam di lingkungan yang
ada dibawahnya sulit dihindari, dan potensi kerusakan lingkungan sulit untuk
ditanggulangi. Arah kebijakan pembangunan kehutanan ke depannya adalah
mewujudkan pengelolaan sektor kehutanan secara terpadu, memelihara potensi
kekayaan hutan yang ada agar tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
dengan melakukan konservasi sumber daya hutan, penanggulangan kebakaran dan
pemberantasan penebangan liar serta upaya penegakan hukumnya, mempercepat
upaya rehabilitasi kawasan hutan yang sudah terdegradasi, serta melakukan
desentralisasi kewenangan pengurusan kehutanan sehingga tercapai pengelolaan
yang bersifat partisipatif dan melibatkan seluruh pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas. 2008. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Laporan
Akhir Kajian Penilaian Karbon di Bukit Lawang dalam Rangka
Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Balai Besar TNGL. Bogor: PT. Boraspati
Wahana.
Haeruman. 2001. Hutan sebagai Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor Menteri
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.
Soeriatmadja, R.E. 1997. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit IPB.