sejarah perkembangan falsafah sejarah ilmu politik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya
terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem
politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang
memiliki tantangan dan tekanan.Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan
satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari
pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan
sekilas.
Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan
sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.Proses politik mengisyaratkan
harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk
menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi
tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles
dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur
dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat
prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat,
lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.pengaruh ini akan memunculkan

perubahan politik. Maka untuk itu agar kita dapat mengenal sejarah tentang Ilmu politik
yang kami sajikan dalam bentuk makalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Ilmu politik pada zaman Sebelum Masehi?
2. Bagaimana perkembangan ilmu politik pada zaman Sesudah Masehi?
3. Bagaimana perkembangan Ilmu politik di Indonesia?
C. Tujuan penulisan
1. untuk mengetahui bagaimana politik hukum pertama kali dikenal
2. untuk mengetahui perkembangan politik hukum di era modren

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah perkembangan Ilmu politik di Zaman Yunani Kuno
1

Politik hukum merupakan cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar dan
ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda
usianya, karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang
secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi,
anthropologi. Dalam perkemangan ini mereka saling mempengaruhi.

Padahal secara embrio yang lebih luas dan berorganitas, pembahasan tentang negara
sudah ada sejak 450sM di Yunani Kuno. Seorang ahli sejarah Herodutus(480-430sM),
maupun filsuf-filsuf ternama Yunani seperti Plato(427-347sM) karya-karyanya politeia
(tentang politik), kriton (tentang ketaatan terhadap hukum), dan Aristoteles ( 384-332sM)
sudah banyak bericara tentang politik.1
Filsafat politik tidak berawal dari ilmu pengetahuan, melainkan bertolok dari
pemakaian akal sehat dalam tujuan-tujuan manusia. Mulailah paradigma rasional
menggantikan

pandangan

dunia

yang

lebih

irasional

dan


mistik

yang

hidup

sebelumnya,seperti dewa-dewa.
Kemudian, ilmu pengetahuan mengantikan hal itu yang tidak terduga sebelumnya
melalui keteraturan. Keteraturan tidak lagi berasal dari paradigma mistik, melainkan
paradigma ilmiah. Orang Yunani mulai menyingkirkan peranan para dewa dengan objek
rasional seperti halnya atom temuan Democritus(460-370sM).yang merupakan bahan dasar
dunia yang tidak dapat diperkecil, tidak bertahan lama bahkan meluas kehidupan sosial.
Demikianlah awal tradisi intelektual bangsa yunani, tidak sekaligus menerima ilmu
analisis ilmu pengetahuan, namun mereka menerima analisis moral. Di sini Scorates (469399sM) merupakan orang pertama yang menyadari bahwa ilmu alam tidak memberikan
penjelasan memadai untuk perilaku manusia. Karena itu wajar jika dalam ilmu pengetahuan
kuno belum mampu memberikan rumusan teori. Begitu pun dalam ilmu politik, munculnya
slogan”filsafat politik dibatasi etika” itulah sebabnya pada dekade ini, politik merupakan
suatu fungsi antara penguasa dan yang dikuasa, baik pemerintah yang dijalankan satu orang
ataupun beberapa orang. Yang penting setiap pemerintah mampu mendatangkan kebajikan.

Dengan demikian, model politik klasik sebelum plato, cukup terdiri atas penguasa dan yang
dikuasai, cara dan tujuan. Dalam paradigma politik waktu ituyang terpenting adalah

1 Dadang supardan, Pengantar Ilmu Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.520.

2

bagaimana untuk mencari keselarasan atau keseimbangan antara penguasa dan dikuasai
seagaimana untuk tujuan bersama.
Pada zaman plato dalam bukunya Politea, menyatakan negara itu seperti tubuh yang
berkembang dari beberapa individu yang terorganisasi. Adapun bentuk-bentuk itu antara
lain :
a. Aristokrasi : kekuasaan dipegang para cendekiawan/pintar yang diutamakan keadilan dan
kepentingan bersama.
b. Timokrasi : sekelompok penguasa (elit) yang lebih mengutamakan kepentingan
kelompoknya dan karena itu tidak adil.
c. Oligarchie : kekuasaan negara dipegang kaum hartawan (konglomerat) dan
berkembanglah kepemilikan swasta.
d. Demokrasi : pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan kepentingan umum
diutamakan, disamping kebebasan/kemerdekaan.

e. Tyrani : pemerintahan dipegang seorang dan biasanya tidak adil dan mementingkan
dirinya atau keluarganya.
Para filosof pada zaman ini berusaha mencari esensi keadilan dan kebaikan, juga
mempertimbangkan masalah-masalah esensial lainnya seperti pemerintahan yang baik,
kedaulatan, kewajiban negara terhadap warga negara dan sebaliknya. Beberapa pusat
kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu.
Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra,
berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Begitupun filsuf cina kuno Kung Fu-Tze/ Confusius
( 551-479sM), Meng-Tse(Mencius), dan Lie-Tze(350sM) seorang perintis legalitas telah
banyak berbicara tantang politik.2 Ada banyak sekali tokoh-tokoh yang memliki pemikiran
yang menggugah dunia di Timur. Mereka muncul dari beberapa Negara yang mempunyai
kebudayaan dan agama yang berbeda seperti Islam, Cina dan India. Tapi budaya dan agama
itu juga yang menjadi persamaan ciri dari tokoh-tokoh ini. Karena dasar-dasar pemikiran
politik mereka masih sangat dipengaruhi ajaran agama, dan warisan budaya mereka masing. 3
Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dan bandingkan perbedaan dan persamaan tersebut dalam
penjelasan singkat berikut:

2 Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.1.
3 A.Rahman Zainudin, Ilmu Politik,(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm 21.
3


1. Al- Farabi - Dalam pemikiran politik al-farabi terlihat jelas dilandasi oleh filsafat
kenabian, dalam hal ini al-farabi dapat tergolong filosof politik yang idealistic. Alfarabi memang memfokuskan perhatiannya pada pemimpin atau kepala Negara serta
kaitannya dengan system pemerintahan.4
2. Al – Mawardi - Bila al-farabi bersifat idealistic dan mengutamakan pemikiran
politiknya tentang kualitas pemimpin, maka Al-Mawarbi cenderung lebih realistic
dan berorientasi pada masalah konstitusi kenegaraan. Al-Mawardi ternyata lebih dulu
memperkenalkan kontrak social pada awal abad XI M, dan baru lima abad kemudian
bermunculan teori kontrak social di Barat
3. Ibnu khaldun - Ibnu khaldun mengemukan bahwa system politik itu sangat
diperlukan untuk terwujudnya stabilitas, dan nuansa politik tersebut amat relevan
dengan kondisi manusia sebagai makhluk social-politik. Pemimpin tidak harus
memiliki jarak jauh dengan rakyat. Konsep kepemimpinan primusinterpares ternyata
telah diperkenalkan oleh Ibnu khaldun.
4. Confucius - Dari berbagai pemikran Confucius atau Kong Hu Cu, terutama yang
berkaitan dengan politik lebih menekankan bagaimana menjadi penguasa, pemerintah
dan pejabat yang baik yaitu yang mengutamakan kepentingan rakyat. Rakayta
sangatlah penting mengingat banyak rakyat yang menjadi korban ambisi dan
kepentingan penguasa. Confucius juga meyakini adanya tuhan yang disebut Tien.
Dan dekat dengan alam sebagaimana pemikir Cina lainnya. Denganbegitu dalam

setiap pemikirannya mengenai pemerintahan adalah tempat tinggal yang nyaman dan
aman bagi segenap rakyat tanpa terkecuali.
5. Lao Tzu - Dalam teori politik Lao Tzu, penganut Taonisme sepakat dengan kaum
Confucianisme, bahwa Negara idaman ialah Negara yang dikepalai manusia
bijaksana. Hanya manusia bijaksanalah yang dapat dan seharusnya memerintah.
Tetapi perbedaan diantar kedua mazhab tersebut adalah bahwa menurut kaum
Conficianisme , bila seorang manusia bijaksana menjadi penguasa ia seharusnya
berbuat banyak bagi rakyatnya, sedangkan menurut kaum Taonisme, kewajiban
4 M. Azhar, Filsafat Politik: Perbandingan Islam dan Barat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.56.

4

penguasa bijaksana bukan berbuat banyak tapi meniadakan perbuatan apapun.
Menurut Lao Tzu, kesulitan-kesulitan yang terjadi di dunia bukan disebabkan banyak
hal yang belum di kerjakan, melainkan karena terlalau banyak hal yang telah di
kerjakan5
6. Mahatma Gandhi - Mohandas Karamchad Gandhi, seorang pemikir politik di India
dan pejuang yang memerdekan India. Membacaa karya India dan buku pengetahuan,
hukum, pemerintah, dan tentang Tuhan merupakan favoritnya. Ahimsa (tidak
melukai) ajaran Gandhi yang terkenal, ajaran ahimsa adalah dasar dan pedoman

untuk bertindak. Tujuannya untuk menegakkan kebenaran. Ciri ahimsa adalah
penyesuaian dan pembaharuan yang tiada henti. Ada 3 bentuk tindakan bersifat
ahimsa yaitu, non co operation, ketidakpatuhan sipil, dan puasa. Yang paling utama
adalah non co-operation dimaksudkan menolka untuk mengambil bagian dalam
system yang tidak adil. Tuhannya adalah untuk perubahan struktur masyarakat yang
tidak adil, yang membuat orang menderita.
B. Perkembangan Ilmu politik di Zaman Romawi
Pada zaman ini yang terkenal dengan Romawi Kuno memerikan sumbangan yang
berharga bagi ilmu politik antara lain: bidang hukum, yurisprudensi, dan administrasi negara.
Bidang tersebut didasarkan atas perspektif mengenai kesamaan manusia, persaudaraan setiap
orang , ketuhanan dan keunikan nilai individu yang bagaimanapun rendahnya, mempercayai
cahaya tuhan menjiwai seluruh semesta. Filsafat demokrasi dengan asumsinya tentang
rasionalitas, moralitas dan persamaan serta konsepnya tentang hukum alam dan hak-hak
alamiah, banyak menurun dari faham

stoic dan cicero, yang memadukan filsafat stoic

kedalam pemikiran barat.6
C. Perkembangan Ilmu politik pada Abad Pertengahan
Kemudian selama abad pertengahan, Negara menjadi kurang penting dibandingkan

gereja, yang bisa memaksakan kekuasaanya pada raja dan memecat para pangeran dan
mengatur kebijakan umum. Dibawah dominasi intelektual dan politik gereja Kristen,
pemikiran politik pada abad pertengahan peratama-tama berurusan dan untuk menjawab
persoalan mengenai yang seharusnya (nilai), bukan pertanayaan tentang yang ada (fakta). Hal
5 Lan, Fu Yu, Sejarah Ringkas Filsafat Cina (Sejak Confucius samapai Han Fei Tzu), (Yogyakarta: Liberty,
1990), hlm. 80.
6 Carlton Clymer Rodee, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm 6.

5

itu juga berbeda dengan paradigma teokratis, dimana ide hukum alam kehukum manusiawi.
Akan tetapi dunia kristen menampilkan kembali pandangan dunia agama. Santo agustinus
(354-430) merupakan tokoh pertama yang menegaskan politikus theokratis dan ada Thomas
Aquinas (1225-1274) yang memberikan gambaran pentingnya hokum sebagai roda
penggerak kehidupan kemasyarakatan.
Pada akhir abad pertengahan dua prinsip penting yang muncul mendorong transisi
kemasa pencerahan yang dimulai abad ke-16.
1. bahwa penguasa atau raja merupakan wakil rakyat, dengan lingkup kekuasaan yang
ditentukan oleh konstitusi yang sifatnya terbatas.
2. bahwa komunitas politik bukan terdiri dari hak-hak pribadi semua individu,

melainkan hak-hak dewan perwakilan. Rakyat diwakili bukan dalam kedudukan
perorangan mereka, tetapi dalam kedudukan politik sebagai warga negara (Apter,
1996: 74). Sebuah dewan perwakilan menjalankan pengawasan terhadap penguasa.
Hal ini merupakan dasar hak-hak individu dan perwakilan.
Dalam hal ini terdapat peristiwa penting, diantaranya kemenangan kerajaan atas
gereja dalam perjuangan besar antara raja dan paus. Kemudian ketika visi sintesa paham
Kristen abad pertengahan yang domain merosot, para penguasa menjadi makin asyik untuk
mempertahankan kekuasaan yang menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Paradigma teokratis
akhirnya tergeser oleh suatu persekutuan sekuler antara raja dan sebagian filosof politik baru
yang akhirnya digantikan oleh pencerahan. Sejak itu hak-hak rakyat bukan kekuasaan
penguasa dan cara-cara melindunginya menjadi perhatian utama politik. Pemecahan universal
haruslah pemerintahan perwakilan, yan dikenal dengan demokrasi politik (Apter, 1996: 76).7

D. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada permulaan Zaman Modren
Tokoh utama pada transisi ini adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527). Dia-lah yang
merasa jemu dengan pertengkaran-pertengakaran doktrin, dan ia membuka jalan bagi pemikir
kekuasaan yang sekuler.
Machiaveli percaya bahwa rezim-rezim masuk kedua tipe, yaitu “kepangeranan”
(principality) dan “republik”. Dalam The Prince, ia memberikan nasihat tentang bagaimana
mendapatkan dan mempertahankan sebuah kepangeranan. Untuk melakukannya seorang

7 Dadang supardan, Pengantar Ilmu Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.526.

6

penguasa bijak hendaknya mengikuti jalur yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan,
kejayaan, dan kebaikan negara. Hanya dengan memadukan machismo, semangat keprajuritan,
dan pertimbangan politik, seseorang penguasa barulah dapat memenuhi kewajibannya kepada
negara dan mencapai keabadian sejarah (Losco dan William, 2005: 561).8
Sebaliknya Machiavelli mengalihkan perhatiannya dalam Discourses (Sebuah
komentar tentang sejarah Roma yang ditulis Livius), menekankan tentang penciptaan,
penjagaan, dan renovasi sebuah pemerintahan republik yang demokrasi. Perhatian utamanya
adalah

untuk

menunjukkan

bagaimana

pemerintahan-pemerintahan

republik

dapat

mendorong stabilitas dan kebebasan sambil menghindari pengaruh-pengaruh korupsi yang
membuat lemah bagi negara. Sebab bagi Machiavelli, kejayaan (baik pangeran maupun
republik) merupakan ambisi politik definitif ⎯ yang dikejar dalam batas-batas yang ditentukan
oleh akal, kearifan, nasib baik, dan kebutuhan (Losco dan William, 2005: 562).
Jika Machiavelli menandai gerakan menjauhi filsafat agama sebagai suatu dogma
politik dan membukakan jalan kepada dua penerus cemerlang. Pertama adalah Thomas
Hobbes (1558-1674) di mana filsafat materialismenya merupakan jembatan yang
menguhubungkan ilmu pengetahuan dan mekanika, serta yang lokgikanya sama bagus dan
rapuhnya seperti logika lain yang dapat ditemukan dalam pemikiran politik. Kedua, adalah
Jean Jaques Rousseau, tokoh yang berusaha mendefinisikan kembali kepribadian moral
dalam komunitas moral (Apter, 1996: 78-79).
Dalam buku Leviathan (1651), Hobbes bertolak dari pengembangan pengertian
negara yang jauh berbeda dengan pengertian negara pada abad pertengahan. Mereka terpaku
asyik dengan komunitas organis ⎯ orang bijaksana merupakan kepala negara, rokhaniawan
merupakan jantungnya, sementara berbagai organ yang berguna lainnya berkelompok
membentuk keluarga atau rumahtangga dalam persaudaraan komunitas yang mencakup
keseluruhan (Gierke: 1950).
Lain halnya bagi Hobbes, tidak ada komunitas alamiah yang bertindak sebagai
kekuatan hidup yang segera terwujud, kecuali suatu ciptaan yang “khayal”. Komunitas itu
tercipta karena manusia sebagai makhluk yang memiliki nafsu mempunyai imajinasi,
kemampuan berbicara, dan terutama kemampuan bernalar. Namun nalar bisa salah, sehingga
secara abstrak masyarakat tidak dapat bergantung padanya. Ia menganologikan “seperti ilmu
hitung, manusia yang tidak
cakap, pasti keliru dan para professor sendiri-pun mungkin acapkali salah (Hobbes, dalam
Oxford, 1909).
8 Ibid., hlm. 527.

7

Selain itu karena manusia juga mempunyai segala macam sifat yang tidak begitu
“terpuji” seperti; marah, sedih, serakah, maka akibatnya adalah terjadi situasi alamiah kearah
konflik, yang menimbulkan kekacauan. Untuk mencegah kekacauan itu, pertimbanganpertimbangan pribadi harus mengalah kepada otoritas. Tetapi bagaimana orang dapat dibujuk
untuk mengumpulkan kekuasaan mereka dan menyerahkannya kepada penguasa? Mereka
akan melakukannya hanya bila mereka memperoleh sejumlah manfaat darinya. Manfaat apa ?
Suatu keadaan yang tertib atau teratur. Bagi Hobbes ketertiban merupakan sasaran tertinggi,
suatu hal yang dapat dipahami leh orang yang rasional dan suatu manfaat yang nyata serta
dirasakan langsung. Di sinilah peran Hobbes merupakan orang yang pertama yang dapat
mendefinisikan dan mengubah kepentingan pribadi dalam keuntungan publik (Apte, 1996:
80).
Ia memastikan bahwa nilai yang ditentukan orang pada dirinya itu berbeda bagi
setiap orang. Memang, orang tidak dapat menentukan “harga’ diri mereka, tetapi nilai
sesungguhnya seseorang akan diukur oleh pendapat orang lain mengenai harga diri orang
tersebut. Maka dari itu kompensasi akan bervariasi, bahkan akan menimbulkan konflik juga
mengingat tiadanya asas tunggal bagi pergantian yang disepakati bersama. Nafsu-nafsu kuat
akan diikutsertakan. Orangorang yang besar kepala, penakut, ambisius, dan masa bodoh akan
menceburkan dalam konflik yang sia-sia. Di sinilah kebijaksanaan tertinggi adalah
menyerahkan wewenang kepada kekuasaan itu. Namun alternatifnya juga adalah kekacauan.
E. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada Zaman Modren
Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19
banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu
hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.

Di atas telah disebutkan bahwa tokoh cemerlang lain pada masa pencerahan adalah Jean
Jaques Roussea, yang mewakili sudut pandang alternatif dan memberikan kekuasaan yang
besar kepada komunitas sebagai satu keseluruhan. Tetapi antara Hobbes dan Rousseau
terdapat dua orang lain:
1. John Locke (1632-1704) mampu berkarya dalam bidang teori politik ditulis dalam
buku Two Treatises on Civil Government. State of Nature juga merupakan karya teori politik
yang beda dengan Hobbes. John Locke menekankan bahwa dalam State of Nature terjadi:
kebingungan, ketidakpastian, ketidakaturan, tidak ada kematian. Pada sisi lain Locke
mengemukakan hak-hak alamiah sebagai berikut: hak akan hidup, hak atas kebebasan dan
kemerdekaan, hak memiliki sesuatu. Konsep perjanjian masyarakat merupakan cara untuk
8

membentuk negara. Oleh karena itu negara harus mendistribusi kekuasaan kepada lembaga:
legislatif, eksekutif dan yudikatif dan federatif. Dalam hal bentuk negara Locke membagi
atas: Monarki, Aristokrasi dan Demokrasi. Tujuan negara yang dikehendaki Locke yaitu
untuk kebaikan umat manusia melalui kegiatan kewajiban negara memelihara dan menjamin
hak-hak asasi manusia. Dan pada akhirnya Hobbes dan Locke memiliki perbedaan dalam hal
teori perjanjian sosial.
2. Montesquieu (1689-1755) Montesquieu terkenal dengan dunia ilmu pengetahuan
tentang negara, hukum dan kemudian dia mengemukakan State of Nature yang diartikan
dalam keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah. Teori politik Trias Politika yang
dikemukakan oleh Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori demokrasi dalam
sistem politik yang menekankan adanya Chek and Balance terhadap mekanisme pembagian
kekuasaan. Demokrasi yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami
kekurangan. Untuk memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka
dibutuhkan berbagai unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai
pencetus demokrasi liberal.
F. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada abad ke-19- 20

Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan
ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada
negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa
sampai perang Dunia II.
Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk
membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data
empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan
psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik.
Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya
American Political Science Association (APSA) pada 1904.9
Ilmu politik masa kini telah berkembang dari berbagi bidang studi yang berkaitan
termasuk sejarah, filsafat, hokum dan ekonomi. Ditinjau dari tahap perkembangannya sebagai
ilmu, memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu politik agak tertinggal dibelakang jika
dibandingkan dengan ilmu lainnya, seperti ilmu ekonomi yang mengalami kemajuan yang
pesat seiring denagn era “revolusi industry” pertengahan abad XVIII.
Sesudah perang dunia ke II perkembangan ilmu politik semakin pesat. Di Negara
Belanda, dimana waktu itu penelitian mengenai Negara dimonopoli oleh Fakultas Hukum,
9 Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.6.
9

didirikan Faculteit der Sociale Wetenschappen pada tahun1947 di Amsterdam. Akan tetapi,
oleh karena pendidikan tinggi ilmu Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada
permulaan perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh kuat oleh ilmu itu. Akan
tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang berangsur-angsu mulai di kenal.
Pesatnya perkembangan ilmu politik sesuda perang dunia ke II tersebut juga
disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan internasional, terutam
UNESCO(United Nations Educational Scientific and Cultural Organization). Terdorong oleh
tidak adanya keseragaman dalam terminology dalam ilmu politik, UNESCO dalam tahun
1948 menyelenggarakan suatu survey mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira 30
negara. Proyek ini dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton University Amerika Serikat
kemudian di bahas oleh beberapa ahli dalam suatu pertemuan di Paris dan menghasilkan
buku “Contemporary Political Science”.10
Selanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA)
yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India,
Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di
Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School of
Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political Science.
Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu social (termasuk
ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini
ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang
berbeda-beda. Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan
penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan
demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari
cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu
politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.
G. Sejarah perkembangan Ilmu politik di indonesia
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa karya yang membahas masalah sejarah dan
kenegaraan seperti yang ditulis dalam buku Negarakertagama dan Babad Tanah Jawi pada
abad 13-15 M. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di
Universitas Riau, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (seperti pada Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta) atau Fakultas ilmu-ilmu Sosial (seperti pada Universitas Indonesia, Jakarta)
dimana ilmu politik merupakan Departemen tersendiri. Akan tetapi, oleh karena pendidikan
10 Ibid., hlm. 7.

10

tinggi ilmu Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada permulaan
perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh kuat oleh ilmu itu. Akan tetapi
dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang berangsur-angsu mulai di kenal.Perkembangan
awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi
ilmu hukum sangat maju pada saat itu.
a. Periode Demokrasi Liberal
Setelah tanggal 7 September 1944 Pemerintah Jepang mengumumkan memberi janji
kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia, yang kemudian diperjelas pada tanggal 1 Maret
1945.Kemudian dibentuk Panitia Perancang UUD yaitu BPUPKI yang diketuai oleh
Radjiman Wediodiningrat. dalam sidang I dibahas mengenai “Dasar Negara”, karena tidak
menemukan ujungnya maka dibentuk Panitia Sembilan, yang akhirnya mencapai kompromi
pada tanggal 22 Juni 1945 dengan menyetujui “ The Jacarta Charter” sebagai dasar negara.
Hasil kesepakatan ini atau Modus Vivendi diterima pada Sidang II BPUPKI tanggal 11 Juli
1945. Selanjutnya Soekarno membentuk Panitia kecil yang diketuai “Soepomo” untuk
membuat ”Rancangan UUD” , pada tanggal 16 Juli 1945 BPUPKI menyetujui rancangan
UUD yang telah diselesaikan panitia kecil pada tanggal 13 Juli 1945 untuk dijadikan
konstitusi tertulis Negara dan rancangan UUD. Setelah rumusan ini terselesaikan
BPUPKIpun dibubarkan diganti oleh PPKI yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945
diketuai oleh “Soekarno” dan wakilnya “Moh. Hatta” dan 6 orang anggota. Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia atas nama “Soekarno-Hatta” menyatakan kemerdekaannya, sehari
setelah Proklamasi, PPKI menggelar Sidang I yang memutuskan “Mengesahkan Pembukaan
dan Batang tubuh UUD” serta ”Memilih Presiden dan Wakil Presiden”. Sistem pemerintahan
yang dibangun adalah sistem pemerintahan yang “Demokrasi”, yang ditegaskan Pasal 1 (2)
yang berbunyi “Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawarahan Rakyat”. Hal ini juga tersurat dalam Pasal 4 (1) yang berbunyi “Presiden
menjadi Kepala Pemerintahan dan tidak bertanggung jawab kepada DPR”, Pasal 17 yang
berbunyi “Mentri diangkat, diberhentikan,dan bertanggungjawab kepada Presiden, bukan
kepada DPR, serta Pasal 6 yang berbunyi “Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)” (Presiden bertanggungjawab dan tunduk kepada MPR serta wajib
menjalankan putusan-putusan MPR). Dari ketiga pasal diatas menggambarkan hubungan
antar lembaga check and balance, mempunyai kekuatan yang sama dan tidak dapat
menjatuhkan satu sama lain. Dimana Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR yang separuh
anggotanya adalah anggota DPR, sedangkan upaya DPR untuk meminta Pertanggungjawaban
11

Presiden dalam Sidang Istimewa MPR yang prosedurnya tidak mudah.Akibat belum
dibentuknya lembaga-lembaga Negara konstitusional, maka pemusatan kekuasaan terletak di
tangan Presiden berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Pengalihan kekuasaan ini
menimbulkan opini bahwa Indonesia merupakan Negara fasis atau nazi yang dipimpin
olehFuhrer/Duce, sehingga munculah gerakan parlementeris. Pada tanggal 7 Oktober lahir
satu memorandum yang ditandatangani 50 orang anggota KNIP yang isinya mendesak
presiden agar mengunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR, dan
sebelum MPR itu terbentuk hendaknya anggota-anggota KNIP dianggap sebagai MPR.
Menindaklanjuti memorandum itu pada tanggal 16 Oktober 1945 KNIP mengusulkan kepada
pemerintah agar diserahi kekuasaan legislatif, kekuasaan menetapkan GBHN, dan dibentuk
BP-KNIP.Pemerintah yang diwakili Moh.Hatta menyetujuinya dengan dikeluarkannya
“Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945”. Perubahan sistem kabinet dari Quasi
Predensial ke Parlementer dengan dikeluarkannya Maklumat pemerintah 14 November 1945,
dengan ini Presiden kehilangan kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan, serta Presiden
hanya berfungsi sebagai Kepala Negara atau Kepala Konstitusional. Yang sebelumnya
dikeluarkan Maklumat 3 November 1945 yang berisi harapan pemerintah agar aliran-aliran
dalam masyarakat membentuk parpolnya sebelum dilangsungkan Pemilu Januari 1946.

Perubahan ini mengakibatkan bergesernya konfigurasi Politik keaarah yang lebih Pluralistik
atau liberal, tetapi tidak diikuti dengan perubahan UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis,
hanya praktek ketatanegaraan saja.
Kedatangan Belanda untuk melucuti tentara Jepang dan mengambil kekuasaannya
kembali, pada saat kedatangnnya Belanda menyadari darah rakyat Indonesia yang telah
berevolusi, yang tidak dapat dikalahkan dengan perang konvesional biasa, maka Belanda
melakukan Politik Pecah Belah atau devide et impera. atas rekayasa Belanda, maka Negara
Indonesia terpecah belah dari negara kesatuan (unitaris) menjadi Negara federal (serikat).
Rekayasa dilakukan bersamaan dengan Agresi Militer I dan Agresi Militer II.Penyerangan ini
menyita perhatian PBB sehingga menawarkan kedua belah pihak untuk mengadakan KMB
yang dihadiri BFO.Seperti diketahui, karena kehendak rakyat Inndonesia susunan federasi
tidak berlangsung lama.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia kemnbali menjadi Negara
kesatuan dengann UUDS 1950 sebagai konnstitusi tertulisnya. Perubahan konnstitusi ini
12

didahului dengan penandatannganan Piagan Persetujuan antara Republik Indonesia Serikat
dengan Repunblik Indonesia pada tannggal 19 Mei 1950 yanng kemudian diberi dasar hokum
dengan dikeluarkannya UU federal No. 7 Tahun 1950. Menurut Wilopo dengan berlakunya
UUDS 1950, maka secara konstitusional Indonesia mengannut system demokrasi
parlemennter penuh baik dalam arti pemberian dasar dalam konstitusi maupun praktik
ketatanegaraannnya. Secara konsitusional penganutan atas system parlementer dicantumkan
dalam Pasal 83 yanng mennentukan bahwa Presiden dan wakil Presiden tidak dapat digangugugat dalam penyelenggaraan pemerintahann, tetapi yang harus bertanggungjawab dalam
menteri-menteri, baik secara bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk
bagian-bagiannnnya sendiri. Secara praktis konfigurasi liberal demokratis ini ditandai oleh
dominannya parlemen dalam spectrum politik, sehingga selama kurun waktu berlakunya
UUDS 1950 yang terjadi adalah instabilitas pemerintahan karena pemerintah serinng kali
dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi. Demokrasi liberal dengan system banyak partai yang
menjadi salah satu sendi ketatanegaraan pada periode ini telah mengalami kegagalan untuk
mengkombinasikan secara optimum dua niali, yakni jaminann dan penghargaan terhadap hakhak rakyat unntuk turut serta dalam proses pembuatan keputusan denngan jalan memilih
wakil-wakil

secara

bebas

serta

tingkat

stabilitas

politik

sebagai

syarat

bagi

aktivitas bureaucratic power unntuk mencapai tujuan Negara.
b. Periode Demokrasi Terpimpin
Akibat dari instabilitas politik dan pemerintahan yang timbul maka berakhirlah sistem
politik liberal dengan dikeluarkannya “Dekrit Presiden 5 Juli 1959” yang isinya:
1. Bubarkan konstituante
2. Berlakukan kembali UUD 1945 sebagai ganti UUDS 1950
Dan digantikan oleh sistem demokrasi terpimpin, dalam sistem ini Presiden dan
Angkatan Darat memiliki peran yang lebih besar dalam Politik Nasional.Demokrasi
terpimpin sangat bertolak belakang dengan Demokrasi liberal.Mantan Wakil Presiden
Moh.Hatta dan Prawoto Mangkusasmito mengatakan bahwa dekrit Presiden merupakan
Produkinkonstitusional dan merupakan coup. Dalam Demokrasi ini diaktiri oleh tiga peran
penting yakni Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden
1959, maka berakhirlah system politik liberal dan digantikan oleh system demokrasi
terpimpin. Lahirnya dekrit itu mendapat dukungan utama dari Angkatan Darat maupun
Presiden, angkatan Darat mendukung pemberlakuan kembali UUD 1945 karena konstitusi
13

tersebut memberikan kemungkinan bagi masuknya perwakilan kepentingan dalam MPR
sehinngga angkatan Darat dapat berperann didalamnya. Sedangkan soekarno, mendukung
karena dengan diberlakukan kembali UUd 1945 membuka peluang tampilnya Kabinet
Presidensial yang kuat. Konfigurasi politik pada era demokrasi terpemimpinan ditandai oleh
tarik tambang antara tiga kekuatan politik utama, yaitu: Soekarnno, Anngkatan Darat, PKI.
Soekarno memerlukan PKI untuk mengahadapi kekuatan Angkatan Darat, PKI memerlukan
PKI untuk menndapatkan perlindungan daei presidenn dalam melawann Angkatannn Darat,
sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi
keterlibatannnya di dalam politik. Seperti yang tertuanng dalam Tap MPRS No.
VIII/MPRS/1965, mengenai pengambilan keputusan berdasarkan “musyawarah untuk
mufakat”, apabila mufakat bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan tenntang masalah yang
dimusyawarahkan itu diserahkann kepada pimpinan utnuk menentukannya. Tetapi
mekanisnme pengambilan keputusan dalam semua proses politik lebih didominasi oleh
Soekarno. Dari uraian di atas dapat memberikan kualifikasi bahwa konfigurasi pada era
demokrasi terpimpin adalah otoriter, sentralistik, dann di tanngan Presiden Soekarno.Afan
Gahar menyebutkan, dengan kondisi kepartaian seperti ini, maka dapat dikatakan pada
demokrasi terpimpin itu di Indonesia sebenarnya tidak ada system kepartaian. Bahkan DPR
yang dibentuk melalui pemilu 1955 dibubarkan oleh presiden pada tahun 1960, Karena
menolak rancangan APBN yang dibuat oleh pemerintah. Melaui Penpres No. 4 Tahun 1960
membentuk DPR-GR yang anggotanya diangkat oleh Soekarno.Berbalik denngann posisi
DPR dan partai-partai posisi eksekutif pada era demokrasi terpimpin sangat kuat.Gagasangagasan politiknya menggunakan Dewan Pertimbangann Agung dimana dalam UUD 1945
merupakan council of state. Dewan yang sederajat dengan eksekutif dan diberi peran besar
dalam bidang pemerintahan serta berwenang mutlak memberikan pertimbangan lebih dulu
bagi setiap rancangan UU yang akan disampaikan oleh DPR dipimpin oleh Soekarno.
c. Era Orde Baru
Kondisi ekonomi sangat parah dan kondisi politik memanas karena adanya persaingan
politik antara PKI dan TNI AD.Puncaknya terjadi peristiwa G 30 S/PKI. Akibatnya
kehidupan berbangsa mengalami kekacauan, oleh karena itu untuk memulihkan keadaan,
Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang berisi
pelimpahan kekuasaan kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk
menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan serta keselamatan pribadi presiden. Sejak
gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30
14

S/PKI, pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI,
KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front
Pancasila.Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan
Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan
mengajukan Tritura yang isinya:
1. pembubaran PKI,
2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI,
3. penurunan harga.
Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui
Ketetapan MPRS No.IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966.Sebagai pengemban dan
pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis
berikut.
1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan
membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.
2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G
30 S/PKI.
3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh
PKI dan unsur-unsur komunis
Ketika pemerintahan orde baru ini naik ke pentas politik nasional, Negara Indonesia
sedang menghadapi krisis luar bias di bidang politik dan ekonomi. Pemerintah orde baru
bertekad mengoreksi penyimpangan politik yang terjadi pada era orde lama dengan
pemulihan tata tertib politik berdasarkann pancasila sekaligus meletakkan program
rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi.
d. Era setelah Reformasi
Bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang
melumpuhkan segala sendi kehidupan mulailah muncul ketidak kepercayaan terhadap
pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Ketidak percayaan ini mulai
memunculkan keinginan suatu perubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan
suatu yang dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor
gerakan ini diantaranya Amien Rais, Adnan Buyung Nasution,Andi Alfian Malaranggeng dan
tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh

15

Indonesia serta berbagai lapisan masyarakat. Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru
dan rezim kepemimpinan Soeharto.
e. Era Kepemimpinan Habibie
Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie
sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan
rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam
peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.Masa pemerintahan Habibie
ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu
dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan
terhadap

media

massa dan kebebasan

berekspresi.

Kejadian

penting

dalam

masa

pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor-Timur untuk
mengadakan referendum yang

berakhir

dengan

berpisahnya

wilayah

tersebut

dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata
masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai
salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
f. Era Kepemimpinan Gusdur
Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus dur memenangkan pemilihan presiden
tahun 1999 yang pada saat itu masih dipilih oleh MPR walaupun sebenarnya partai pemenang
pemilu adalah partai Megawati Soekarno Putri yakni PDIP. PDIP berhasil meraih 35 % suara
namun adanya politik poros tengah yang digagas oleh Amien Rais berhasil memenangkan
Gus Dur dan pada saat itu juga megwati dipilih oleh Gus Dur sendiri sebagai wakil presiden.
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang
makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman
Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Serta kandasnya kasus korupsi yang melibatkan rezim
Soeharto serta masalah yang lebih modern yakni adanya serang teroris dikedubes luar negeri.
Pada 29 Januari2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur
untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak kompetenan. Di bawah
tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada
wakil presiden Megawati Soekarnoputri.
g. Era Kepemimpinan MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli2001, Megawati secara resmi diumumkan
menjadi Presiden Indonesia ke-5.Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan,
seperti

nilai

mata

tukar rupiah yang

lebih

stabil,

namun Indonesia pada

masa

pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
16

Megawati yang merupakan anak dari Presiden terdahulu yakni Soekarno pada awalnya
diharapkan dapat memberikan perubahan namun seirng sikapnya yang dingin dan jarang
memberikan suatu paparan tentang politiknya dianggap lembek oleh masyarakat. Dan
serangan teroris semakin sering terjadi pada masa pemerintahan ini.
Namun satu hal yang sangat berarti pada masa pemerintahan ini adalah keberanian megawati
untuk menyetujui pemilihan Presidan Republik Indonesia secra langsung oleh rakyat.
Pemilihan langsung dilaksanakan pada pemilu tahun 2004 dan Susilo Bambang Yudhuyono
keluar sebagi pemenangnya.
h. Era Kepemimpinan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Setelah memenangkan pemilu secara langsung SBY tampil sebagai presiden pertama
dalam pemilihan yang dilakukan secara langsung. Pada awal kepemimpinanya SBY
memprioritaskan pada pengentasan korupsi yang semakin marak diIndonesia dengan berbagi
gebrakannya salah satunya adalah dengan mendirikan lembaga super body untuk
memberantas korupsi yakni KPK. Dalam masa jabatannya yang pertama SBY berhasil
mencapai beberapa kemajuan diantaranya semakin kondusifnya ekonomi nasional. Dengan
keberhasilan ini pula ia kembali terpilih menjadi presiden pada pemilu ditahun 2009 dengan
wakil presiden yang berbeda bila pada masa pertamanya Jusuf Kalla merupakan seorang
bersal dari parpol namun kini bersama Boediono yang seorang profesional ekonomi.
Beberapa kelemahan misalnya kurang sigapnya menaggapi beberapa isu sampai isu-isu
tersebut menjadi hangat bahkan membinggungkan, lalu dari pemberantasan korupsi sendiri
menimbulkan banyak tanda tanya sampai sekarang mulai dari kasus pimpinan KPK, Mafia
hukum, serta politisasi diberbagai bidang yang sebenarnya tidak memerlukan suatu sentuhan
politik yang berlebihan guna pencitaraan.

17

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik merupakan
usaha untuk mecapai kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia kita mengenal pepatah gemah
ripah loh jinawi, orang yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai
en dam onia atau the good life. Bahwa politik dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan
masalah kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik
(public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution).
Sejarah ringkas perkembangan ilmu politik dapat kita pahami menurut pembabakan
sejarah yang dimulai dan sudah ditemukan dalam literature klasik Yunani kuno, kemudian
pada awal abad pertengahan,

kemudian ditengah abad pertengahan,

kemudian abad

pencerahan, dan kemudian abad Modern.
Sampai abad ini ilmu politik sebagai salah satu disiplin dari ilmu-imu sosial telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya, maka apabila kita tinjau
tentang sejarah perkembangan ilmu politik perkembangan ilmu politik terbagi pada tiga
periode yaitu, periode tradisional, behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post
behavioralisme (pendekatan pasca perilaku).
B. Saran
Perkembangan ilmu politik akan tarus dianamis seiring dengan perkembangn gejala
atau perubahan social dalam masyarakat, oleh karena itu sebagai mahasiswa kita harus
benyak belajar tentang politik yang baik agar dapat diperguankan dalam kehidupan seharihari dalam bermasyarakat dan bernegara.
Semoga makalah yang ada di tangan kawan-kawan sekalian, walaupun banyak
kekurangan disana sini memberikan manfaat bagi kita semua. Kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan dari kawan-kawan semua.

18