Perlindungan Konsumen Terhadap Bahaya Ko

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada dasarnya manusia diciptakan Tuhan dalam rupa dan wujud yang

sempurna. Keinginan manusia untuk tampil lebih cantik dan sempurna khususnya
kaum wanita juga merupakan satu hal yang wajar. Selain itu, kehidupan modern,
masyarakat saat ini tidak hanya menuntut kemajuan yang berkembang pesat tetapi
juga nilai-nilai kecantikan dan keindahan terhadap penampilan. Untuk mencapai
tujuan tersebut para wanita rela menghabiskan uangnya untuk membeli perlengkapan
kosmetik dengan tujuan memoles wajahnya agar terlihat cantik.
Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar di
pasaran dengan berbagai kegunaan dari berbagai merk juga. Produk kosmetik yang
merupakan hasil dari perkembangan industri obat-obatan saat ini sudah berkembang
menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat seiring dengan perkembangan gaya
hidup masyarakat. Para pelaku usaha berlomba-lomba menghasilkan berbagai macam
produk kecantikan dengan berbagai macam kegunaan bagi masyarakat untuk menarik
konsumen sebanyak-banyaknya.
Keinginan manusia terutama wanita untuk selalu tampil cantik, sempurna

dalam segala hal kesempatan dimanfaatkan oleh sekelompok pelaku usaha yang tidak
bertanggung jawab dengan memproduksi ataupun memperdagangkan kosmetik yang
tidak memenuhi persyaratan kepada masyarakat. Sasaran utamanya adalah para kaum
wanita yang ingin mendapatkan hasil yang cepat dan maksimal. Mereka akan mudah
sekali tertarik untuk membeli produk kosmetik dengan harga yang murah dan cepat
terlihat hasilnya. Hal ini yang membuat mereka mencari jalan alternatif dengan

1

membeli produk tersebut walaupun tidak memenuhi persyaratan dan kosmetik
tersebut dijual secara bebas namun tidak ada nomor BPOM1.
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia untuk melakukan
berbagai aktivitas sehari-hari. Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 1992
“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
hidup produktif secara sosial dan ekonomi”. Menurut pengertisn tersebut maka
kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fidik,
mental dan sosial yang berkontribusi membentuk suatu kemungkinan untuk seseorang
produktif dalam kehidupan sosial dan ekonominya.
Hal tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai macam obat-obatan atau kosmetik
yang digunakan. Kosmetik merupakan salah satu bentuk kebutuhan sekunder dalam

kehidupan masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik

Indonesia

Nomor

1176/MenKes/PER/VIII/2010

tentang

Notifikasi

Kosmetika, yang dimaksud dengan “kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut
,kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik”.2
Dewasa ini bukan hanya kosmetik aman yang beredar di Kota Malang namun
juga kosmetik-kosmetik yang berbahaya. Kondisi semacam ini juga dialami di

beberapa kota besar di Indonesia. Pada tahun 2015 BPOM juga mencatat 54 persen
dari 32 milyar produk kosmetik luar negeri maupun buatan dalam negeri di pasaran
Indonesia adalah ilegal3. Menurut Ketua BPOM pihaknya telah melakukan
pengawasan kosmetik dengan jumlah 32 milyar lebih, dan 54 persen lebih merupakan
1

http://produkkecantikan.blogspot.com/2011/05/zat-zat-yang-terdapat-didalam.html, diakses pada tanggal 29
September 2016.
2
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang notifikasi
kosmetika.
3
Tsalisa Nur Aini, selama 2015, BPOM Pro-justitia 41 Kasus Pelanggaran Kosmetik, diakses dari www.rri.co.id
pada tanggal 29 September 2016 pukul 18.20

2

produk impor ilegal yang masuk ke dalam kandungan berbahaya. Efek jangka panjang
penggunaan kosmetik ini adalah dapat menyebabkan kanker dan merusak janin jadi
harus berhati-hati bagi para p engguna kosmetik.

Kosmetik berbahaya merupakan kosmetik yang mengandung bahan-bahan
kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek samping atau gangguan kesehatan
bagi penggunanya. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai bahan-bahan yang
terkandung di dalam kosmetik dan kurangnya pemahaman masyarakat dalam hal
membedakan mana yang kosmetik berbahaya dan mana yang bukan.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun
1999).
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) mengatur mengenai hak konsumen pada pasal 4 yang
menyatakan bahwa :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
3

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya (pasal 4
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Berdasarkan sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat
bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal
yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Sebaliknya, pelaku
usaha bertanggung jawab memenuhi kewajibannya dengan memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa tersebut.
Pelaku usaha adalah setiap orang/perorangan atau badan usaha baik yang
bentuk badan hukum maupun bukan, yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi (pasal 1 poin 3 UU No 8 Tahun 1999).
Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa
kewajiban pelaku usaha adalah :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan,
dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
d. Menjamin mutu

barang

dan/atau

jasa

yang


diproduksi

dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.

4

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Menurut Pasal 7 UUPK butir (b) disebutkan bahwa dalam suatu transaksi jualbeli, tidak boleh ada unsur penipuan. Pelaku usaha harus menyebutkan dampak
negatif dari barang yang dijual, sehingga informasi yang diberikan pelaku usaha
kepada konsumen jelas dan menjadi tolak ukur konsumen untuk membelinya.

Label atau barang harus memuat informasi pokok tentang produkyang dijual
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
ditempelkan atau dimasukkan di dalam kemasannya. Informasi yang benar dan
bertanggung jawab akan memberikan dampak positif pada putusan pilihan konsumen.
Informasi yang tidak benar atau menipu, tentunya potensial dapat menimbulkan
kerugian pada konsumen.4
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, pada Pasal 3 kosmetik
digolongkan berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi
produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan :
1. Kosmetik golongan I adalah :
a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi
b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa
lainnya
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan
penandaan
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta
belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

4


AZ. Nasution. Konsumen dan Hukum. Cetakan Pertama, Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 40-41

5

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk dalam golongan

I.5
Terdapat dikemukakan Penelitian Terdahulu yang terkait dengan penelitian
yang akan dilakukan mengenai perlindungan konsumen. Penelitian yang pertama oleh
Lailatus Uzilfa6 mengenai Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Kota Malang yang
Mengalami Kerugian akibat Pangan Olahan yang Berbahaya. Berdasarkan penelitian
ini dihasilkan bahwa bentuk perlindungan yang diberikan oleh Balai Badan Pengawas
Obat dan Makanan Kota Malang kepada konsumen adalah perlindungan hukum
preventif melalui pengawasan terhadap makanan yang beredar di masyarakat dan
perlindungan hukum represif melalui pro justitia. Sedangkan hambatan yang dihadapi
oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Malang dalam memberikan
perlindungan hukum kepada konsumen yang dirugikan akibat Pangan Olahan
Berbahaya ini adalah faktor masyarakat dan faktor penegak hukum. Minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai olahan pangan yang berbahaya dan yang aman

serta masyarakat tidak dapat membedakan olahan pangan yang berbahaya dan yang
aman dan masigh minimnya kesadaran hukum masyarakat dalam melaporkan
kerugian yang timbul akibat olahan pangan berbahaya dan masih rendahnya putusan
hakim terhadap pelaku usaha yang terbukti membuat olahan pangan yang berbahaya
sehingga perlindungan hukum tidak dapat diberikan secara maksimal.
Penelitian yang selanjutnya, oleh Marissa Dewiyani 7 mengenai Tanggung
Jawab Hukum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Beredarnya
5

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik
Lailatus Uzilfa, 2008, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Kota Malang Yang Mengalami Kerugian akibat
Pangan Olahan Yang Berbahaya ( studi di BPOM Jawa Timur dan BPSK Kota Malang)”, skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, Malang
7
Marissa Dewiyani, 2007, “Tanggung Jawab Hukum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Terhadap
Beredarnya Produk Kosmetik Impor di Masyarakat Berkaitan dengan Hak Atas Informasi Bagi Konsumen (Studi
di BBPOM Surabaya)”, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang
6

6


Produk Kosmetik Impor di Masyarakat berkaitan dengan hak atas informasi bagi
konsumen. Berdasarkan penelitian ini ada dua langkah yang ditempuh oleh Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan yaitu pengawasan pre market yang dimana
pengawasan produk sebelum produk kosmetik dipasarkan ke masyarakat, dan
pengawasan post market yang dimana pengawasan produk setelah dipasarkan ke
masyarakat. Selain itu, dilakukan pemeriksaan dengan dua cara yaitu pemeriksaan
rutin dengan jangka waktu tertentu dan pemeriksaan yang dilakukan setelah adanya
laporan dari masyarakat dan/atau konsumen. Hambatan yang dihadapi oleh BBPOM
dalam melaksanakan tanggung jawab hukum terhadap beredarnya produk kosmetik
impor di masyarakat antara lain, hambatan yuridis, dan hambatan teknis.
Perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis teliti adalah pada
penelitian terdahulu yang pertama adalah membahas tentang perlindungan hukum
terhadap konsumen pangan olahan, sedangkan yang kedua membahas tentang
tanggung jawab BBPOM terhadap beredarnya kosmetik impor di masyarakat, tidak
menggunakan kerangka teori dan pada pembahasannya lebih menitikberatkan pada
makanan dan kinerja instansi yang bersangkutan. Dengan demikian, penelitian
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI BEREDARNYA
KOSMETIK BERBAHAYA DI KOTA MALANG” penting untuk dilakukan
mengingat Indonesia merupakan negara hukum yang segala sesuatunya diatur di
dalam peraturan sehingga hal-hal yang merugikan konsumen diharapkan tidak terjadi
nantinya.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang dapat

dikemukakan adalah sebagai berikut :
7

1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum oleh Dinas Kesehatan
terhadap konsumen dari beredarnya kosmetik berbahaya di Kota
Malang?
2. Apa hambatan

yang

dihadapi

oleh

Dinas

Kesehatan

dalam

melaksanakan tanggung jawab hukum terhadap beredarnya kosmetik
berbahaya di Kota Malang?

1.3

Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan di atas maka tujuan penelitian

ini antara lain:
1. Untuk mendeskripsikan dan menganilisis bentuk tanggung jawab
hukum Dinas Kesehatan terhadap beredarnya produk kosmetik
berbahaya di Kota Malang?
2. Untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis hambatan
yang dihadapi Dinas Kesehatan dalam memberikan perlindungan
hukum terhadap konsumen yang dirugikan akibat beredarnya kosmetik
berbahaya di Kota Malang?
1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep, teori-teori
dalam hukum bisnis pada umumnya dan teori-teori hukum dalam
perlindungan konsumen terhadap peredaran kosmetik berbahaya pada
khususnya serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
peredaran kosmetik berbahaya di Kota Malang serta perlindungan hukum
yang dapat diberikan apabila terjadi kerugian akibat peredaran kosmetik
berbahaya di Kota Malang.
2. Manfaat Praktis

8

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran/ide
bagi masyarakat luas, khususnya :
a. Konsumen, agar lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih serta
menggunakan produk kosmetik yang beredar secara luas di pasaran
sehingga terhindar dari dampak dang kerugian yang dapat ditimbulkan.
Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
informasi kepada konsumen agar dapat mengambil tindakan apabila
terjadi kerugian akibat peredaran
melaporkan

kepada

Dinas

kosmetik berbahaya dengan

Kesehatan

Kota

Malang

serta

membangkitkan kesadaran konsumen untuk lebih menyadari hak dan
kewajibannya sebagai pengguna barang dan jasa yang beredar di
masyarakat agar dapat memproteksi diri dan keluarganya dari produk
kosmetik yang tidak memenuhi standar kesehatan.
b. Pelaku Usaha, agar dalam setiap produk yang dihasilkan dan di
pasarkan harus selalu mencantumkan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa bagi
konsumen.
c. Dinas Kesehatan, agar lebih aktif dalam memberikan edukasi dalam
bentuk sosialisasi maupun diserminasi kepada konsumen agar dapat
memproteksi diri dan keluarganya dari peredaran kosmetik berbahaya,
serta lebih meningkatkan razia terhadap peredaran kosmetik berbahaya
yang masih beredar secara luas di pasaran khususnya di Kota Malang.
d. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berkaitan dengan
perlindungan

konsumen,

sebagai

bahan

pertimbangan

dalam

menyelesaikan sengketa yang dihadapi oleh konsumen yang dirugikan
karena beredarnya kosmetik berbahaya.
e. Aparat Penegak Hukum, agar lebih optimal dalam menindak lanjuti
temuan hasil pemeriksaan dan memberlakukan sanksi tegas dalam
9

bentuk putusan pengadilan terhadap pelaku usaha yang mengedarkan
kosmetik berbahaya agar menimbulkan efek jera sehingga menjadi
peringatan agar di kemudian hari tidak terjadi lagi peredaran kosmetik
berbahaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlindungan terhadap konsumen

dapat dilakukan melalui berbagai bentuk diantaranya perlindungan ekonomi, sosial,
politik, dan perlindungan hukum. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap konsumen
tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum, sebab
hukum dapat mengakomodir berbagai kepentingan konsumen, selain itu hukum
memiliki daya paksa sehingga bersifat permanen karena sifatnya yang konstitusional
yang diakui dan ditaati keberlakuannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau
perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa cara
perlindungan secara hukum, antara lain sebagai berikut :
1) Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk :
a) Memberikan hak dan kewajiban;
10

b) Menjamin hak-hak para subjek hukum
2) Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui :
a) Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah
(preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen dengan
perijinan dan pengawasan.
b) Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive)
setiap

pelanggaran terhadap

peraturan

perundang-undangan,

dengan cara mengenakan sanksi hukumberupa sanksi pidana dan
hukuman.
c) Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative
recovery) dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan pengertian perlindungan hukum adalah
suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat
hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat reprsif, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis, dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran
dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
2.2

Tinjauan Tentang Konsumen
Menurut Az.Nasution menegaskan beberapa batasan konsumen yaitu :
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa
digunakan untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang
dan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/ jasa lain
untuk diperdagangkan (tujuan komersial).
c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan
menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenughi
kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan
tidakuntuk diperdagangkan kembali (non komersial).
Pengertian konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dalam pasal 1 ayat (2) yaitu :

11

”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Adapun asas perlindungan Konsumen antara lain :
a. Asas Manfaat, mengamanatkan bahwa

segala

upaya

dalam

penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesarbesarnya

bagi kepentingan

konsumen

dan pelaku usaha secara

keseluruhan.
b. Asas Keadilan, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.
c. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Telah disebutkan bahwa tujuan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
adalah melindungi kepentingan konsumen yang tercantum dalam pasal 3 yaitu :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen denga cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen

12

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian

hukum

dan

keterbukaan

informasi

serta

akses

untuk

mendapatkan informasi
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
2.3

Tinjauan Tentang Kosmetik Berbahaya
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, yang dimaksud
dengan “kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut ,kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik” .
Dewasa ini bukan hanya kosmetik aman yang beredar di Kota Malang namun
juga kosmetik-kosmetik yang berbahaya. Kosmetik berbahaya merupakan kosmetik
yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek
samping atau gangguan kesehatan bagi penggunanya. Kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai bahan-bahan yang terkandung di dalam kosmetik dan
kurangnya pemahaman masyarakat dalam hal membedakan mana yang kosmetik
berbahaya dan mana yang bukan.
Kosmetika yang beredar di pasaran sekarang ini dibuat dengan berbagai jenis
bahan dasar dan cara pengolahannya. Menurut bahan yang digunakan dan cara
pengolahannya, kosmetika dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu kosmetika
tradisional dan kosmetika modern.

13

Kosmetika yang beredar dipasaran Indonesia ada tiga macam, yaitu kosmetika
tradisional, kosmetika modern, dan kosmedics cosmetics medicated
1. Kosmetika Tradisional
Kosmetika Tradisional adalah kosmetika alamiah atau kosmetika asli
yang dapat dibuat sendiri langsung dari bahan-bahan segar atau yang
telah dikeringkan, buah-buahan dan tanam-tanaman disekitar kita. Cara
tradisional ini merupakan kebiasaan atau tradisi yang diwariskan turuntemurun dari leluhur atau nenek moyang kita .
2. Kosmetika Modern
Kosmetika Modern adalah kosmetika yang diproduksi secarapabrik
(laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk
mengawetkan kosmetika tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat
rusak .
Kosmetik yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Menggunakan bahan yang memenuhi standart dan persyaratan
mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan.
b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang
baik.
c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).
2.4

Tinjauan Tentang Pelaksanaan
Implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang

dilaksanakan dan diterapkan adalah kurikulum yang telan dirancang atau didisain
untuk kemudian dijalankan sepenuhnya. Maka,implementasi kurikulum juga dituntut
untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang telah direncanakan dalam kurikulumnya,
permasalahan besar yang akan terjadi apabila yang dilaksanakan bertolak belakang
atau menyimpang dari yang telah dirancang maka terjadilah kesia-siaan antara
rancangan dengan implementasi.Implementasiadalah suatu tindakan atau pelaksanaan
dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
14

biasanya dilakukan setelahperencanaaan sudah dianggap sempurna. Berikut ini adalah
pengertian tentangimplentasi menurut para ahli.
Menurut Nurdin Usmandalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi
Berbasis Kurikulummengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau
pelaksanaan. Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya
mekanisme suatu sistem, implemantasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan
yang terencana danuntuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Hanifah dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kebijakan dan
Politik mengemukakan pendapatnya. Implementasi adalah suatu proses untuk
melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan dari politik kedalam administrasi.
Pengembangan suatu kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi dalam
Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut Implementasi
adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan
dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang
efektif.
Dari pengertian – pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti
bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara sungguh - sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum. Dalam kenyataannya,
implementasi kurikulum merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau
seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan
perubahan terhadap

suatu pembelajaran yang nantinya diterapkan dalam

pembelajaran dan memperoleh hasil yang diharapkan.

15

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Jenis Penelitian
Penelitian mengenai Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dari Peredaran

Kosmetik Berbahaya di Kota Malang ini merupakan penelitian empiris karena hendak
mengetahui fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, berfokus pada perilaku masyarakat
hukum, beserta hambatan dan upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Dalam
penelitian ini memerlukan data primer sebagai data utama disamping data sekunder
dan juga akan mengkaji kesesuaian antara das solen dan das sein yang ada dalam
masyarakat.
3.2

Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis sosiologis, karena akan menganalisis perilaku pelaku usaha dalam
memasarkan produk kosmetik dan dalam memilih serta membeli produk kosmetik
bagi konsumen.
3.3

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah lingkup Universitas Brawijaya,

Dinas Kesehatan Kota Malang dan juga di Toko Kosmetik yang ada di Kota Malang
sebagai distributor produk kosmetik.

3.4

Jenis Data
a. Data Primer

16

Data primer merupakan data yang Data Primer merupakan data yang
langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau
objek penelitian.8 Data Primer dalam penelitian ini, yaitu :
1. Data berupa pengetahuan, pemahaman serta pengawasan pihak
Dinas Kesehatan Kota Malang terhadap peredaran kosmetik
berbahaya di Kota Malang.
2. Data berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan keadaan
masyarakat terhadap peredaran kosmetik berbahaya di Kota
Malang.
b. Data Sekunder
 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan




Konsumen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor



1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika.
Dokumen standar lolos produk kosmetik di Dinas Kesehatan
Kota Malang.

3.5

Sumber Data
a. Data Primer
Lembaga : Dinas Kesehatan Kota Malang
Subyek :
 Masyarakat pengguna produk kosmetik Kota Malang
 Dinas Kesehatan Kota Malang selaku badan pengawas produk
kosmetik
 Pelaku usaha produk kosmetik Kota Malang
b. Data Sekunder
Data Sekunder berupa Undang-Undang No 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, pendapat dari narasumber yaitu

8

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu
Sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 132.

17

Dinas Kesehatan Kota Malang serta buku-buku, makalah, dan juga
internet mengenai kosmetik berbahaya.
3.6

Populasi dan Sampling
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian sebagai sumber data
yang memiliki karakteristik tertentu. Dalam penelitian ini populasinya
ialah konsumen di lingkup Universitas Brawiajaya Kota Malang.
b. Sampel
Metode penelitian sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampel, yaitu metode yang pengambilan datanya berdasarkan pada
kriteria tertentu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan,

3.7

yakni pelaku usaha di Toko Kosmetik yang ada di Kota Malang.
Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara. Wawancara adalah sebuah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan responden.
Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat
berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan (sebagai pedoman
wawancara) sesuai dengan permasalahan yang akan dicari jawabannya
tanpa menutup kemungkinan untuk menambah pertanyaan lain yang
bersifat spontan sehubungan dengan jawaban yang diberikan oleh
responden.
b. Data Sekunder
Selanjutnya mengenai

data

sekunder

diperoleh

dengan

cara

mempelajari dan menulis ulang bahan-bahan kepustakaan (literature
research) yang berupa bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer adalah semua aturan hukum yang dibentuk
dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, yang untuk

18

pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dalam penelitian ini, menggunakan
Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Termasuk bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum
dan dokumen.
3.8

Teknik Analisa Data
Analisis data dilakukan

secara

deskriptif

kuantitatif

yakni

dengan

mengumpulkan data yang diperoleh dari populasi dan sampling penelitian, kemudian
dianalisis dan diinterprestasikan dengan tujuan untuk menarik suatu kesimpulan.
Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data, baik data primer
maupun sekunder yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa
cukup maka selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi dan mungkin juga dalam
bentuk tabel. Dengan demikian, akan diperoleh hasil atau kesimpulan dari penelitian
ini.

19

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Implementasi

Perlindungan

Hukum

Dinas

Kesehatan

terhadap

konsumen dari Peredaran Kosmetik Berbahaya di Kota Malang
Kosmetik merupakan salah satu faktor penting bagi masyarakat modern
khususnya perempuan untuk menunjang penampilan dan menambah rasa percaya diri
dalam melakukan segala aktifitas sehari-hari. Berbagai cara dilakukan masyarakat
guna memperindah serta mempercantik penampilannya. Kebutuhan masyarakat yang
tinggi akan produk kosmetik menjadi peluang besar bagi pelaku usaha untuk terus
meningkatkan produksi kosmetiknya, hal ini terbukti dengan semakin gencarnya
promosi dari pihak produsen melalui berbagai media dengan strategi promosi yang
dikembangkan sedemikian rupa sehingga terkadang mengubur sikap rasional
konsumen yang pada akhirnya lengah dalam menyeleksi produk-produk yang beredar
di pasaran.
Permintaan yang tinggi akan kebutuhan kosmetik juga terjadi di Kota Malang,
berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh penulis terdapat lebih dari sepuluh
klinik kecantikan, belum termasuk salon kecantikan dan toko kosmetik yang juga
memiliki andil besar dalam distribusi kosmetik hingga ke tangan konsumen. Beberapa
tahun belakangan, di Kota Malang banyak terdapat kosmetik yang mengandung bahan
berbahaya. Berdasarkan penelitian penulis, produk kosmetik mudah di dapat melalui
media jejaring sosial atau lebih dikenal dengan istilah online shop maupun dijual

20

bebas di beberapa salon kecantikan, toko kosmetik, dan di pusat perbelanjaan.
Kosmetik yang beredar biasanya harganya lebih murah dan terkadang menyerupai
produk kosmetika yang sudah terkenal untuk memikat konsumennya.
Guna memperoleh informasi penunjang, penulis melakukan wawancara
dengan konsumen yang pernah mengalami kerugian akibat pemakaian kosmetik atau
krim yang tanpa izin edar yang terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari karyawan
swasta, pegawai negeri sipil, hingga mahasiswa.
“saya biasanya membeli produk kosmetik seperti krim wajah di toko yang biasanya
teman saya juga membeli karena teman saya menggunakan kosmetik krim tersebut
wajahnya berubah menjadi bersih dan putih”9
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa krim yang pernah
mereka gunakan diperoleh dari tangan ke tangan dalam artian beredar secara luas dari
pergaulan antar teman dengan strategi promosi lip to lip. Memang tidak dapat
dipungkiri, strategi pemasaran semacam ini memberikan efek yang sangat luar biasa
mengingat konsumen yang pernah menggunakan kosmetik atau krim racikan akan
membagikan testimoninya kepada teman-teman yang lain sehingga menimbulkan
ketertarikan untuk mencoba dengan iming-iming keberhasilan yang telah didapatkan
oleh temannya. Padahal tanpa mereka sadari, kondisi dan jenis kulit wajah setiap
orang berbeda-beda sehingga tidaklah tepat apabila krim tersebut diklaim dapat
digunakan secara luas, terlebih lagi keberadaan klinik kecantikan, kandungan bahanbahan yang dalam kosmetik dan identitas dokter serta apoteker yang diklaim telah
meracik kosmetik tersebut tidak diketahui identitasnya.

9

Wawancara dengan Dewi Indrianti salah satu konsumen pengguna kosmetik krim wajah

21

Berdasarkan penelitian penulis, dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penggunaan kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya ini sangat bervariasi,
dimulai dari kulit menjadi kering, jerawat di permukaan kulit dan menetap dalam
jangka waktu yang cukup lama bahkan hingga tahunan, penipisan kulit, kulit menjadi
kemerahan, timbul rasa gatal dan pengelupasan kulit yang tidak wajar hingga muncul
flek atau noda-noda hitam di sekitar wajah.
“saya setahun yang lalu memakai krim wajah merek Good Whitening Beauty ia
tertarik karena temannya memakai produk tersebut dan mengalami perubahan yang
signifikan wajahnya menjadi putih bersih dan jerawatnya pun mulai hilang. Pada
awal pemakaian, kulitnya menjadi merah dan terasa perih apabila terkena sinar
matahari, hal ini merupakan tahap awal sebelum pengelupasan kulit. Tahap
selanjutnya kulit terasa kering dan mulai menipis, dalam tahap ini terasa amat perih
sehingga lebih baik menghindari sinar matahari. Tahapan ini merupakan proses
peremajaan kulit lama dengan kulit yang baru menurut salah satu penjual produk
tersebut. Setelah melewati tahap pengelupasan kulit selama 3 hari kulit menjadi putih
mengkilap dan jerawat pun mulai menghilang. Guna mendapatkan hasil yang
maksimal saya terus memakai produk tersebut. Setelah saya merasa jerawat saya
sudah hilang saya menghentikan pemakaian, selang 2 minggu saya tidak memakai
produk tersebut jerawat besar-besar timbul di muka saya dengan jumlah banyak dan
kulit menjadi lebih kusam. Akhirnya saya memakai kembali produk tersebut dengan
harapan dapat mencegah kerusakan yang terjadi di wajahnya. Selama dua minggu
pemakaian wajah saya tidak kunjung membaik justru jerawat di muka saya semakin
banyak sehingga saya memutuskan untuk berobat ke dokter kulit untuk mendapatkan
perawatan”10
10

Hasil wawancara dengan Dewi Indrianti salah satu konsumen krim wajah Good Whitening Beauty

22

Menurut informasi yang penulis dapatkan dari Dr. Nurul Fauzi, Sp. KK,
dokter spesialis kulit dan klinik kecantikan di Ijen Nirwana Residence blok D5-2,
dalam setiap bulan terdapat kurang lebih 20 kunjungan pasien yang mengalami
dampak akibat penggunaan kosmetik yang beredar di pasaran.
“hampir 20 kunjungan pasien tiap bulan yang saya tangani karena permasalahan
kosmetik yang beredar di pasaran dengan harga yang sangat murah. Yang mereka
keluhkan wajahnya menjadi lebih kusam dan berjerawat.”11
Sedangkan

untuk

Perkembangan

Kota

Malang terutama

di bidang

perdagangan cukup pesat. Begitu juga tingkat konsumsi masyarakat, terutama pada
konsumsi akan kosmetik. Tingkat konsumsi masyarakat Kota Malang terhadap
kosmetik dapat dikatakan cukup tinggi, hal ini dapat terlihat dari hasil wawanacara
terhadap sampel yang telah dilakuakan menunjukkan bahwa 65% masyarakat Kota
Malang mengkonsumsi kosmetik setiap harinya, dengan rincian sebagai berikut:
Gambar 4.1

Sumber : Hasil Wawancara terhadap konsumen pengguna kosmetik

Sedangkan tingkat pembelian kosmetik di Kota Malang juga cukup tinggi,
65% masyarakat di Kota Malang membeli kosmetik dalam jangka 1 bulan sekali
11

Hasil wawancara dengan Dr.Nurul Fauzi Sp, KK

23

sedangkan sisanya membeli kosmetik dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan sekali
sebanyak 5%, 2 bulan sekali 20% dan terdapat masyarakat yang tidak pernah membeli
kosmetik sebanyak 20%, sebagaimana yang tergambar di dalam diagram di bawah ini.
Gambar 4.2

Sumber : Hasil Wawancara terhadap konsumen pengguna kosmetik

Berdasarkan fakta tersebut, banyak para produsen yang memanfaatkan
keadaan

tersebut

untuk

meraup

keuntungan

yang

sebesar-besarnya

tanpa

memperdulikan keamanan dan kesehatan konsumen. Cara memanfaatkan keadaan
tersebut adalah dengan memproduksi kosmetik yang mengandung bahan-bahan
berbahaya, kemudian dijual di toko-toko kosmetik dengan harga yang bervariasi, dari
yang murah, sedang hingga mahal.
Penjualpun juga memanfaatkan keadaan tersebut, serta memanfaatkan
kelemahan masyarakat modern saat ini yaitu mereka tidak begitu memperdulikan
kesehatan mereka, mereka hanya memperdulikan penampilan, sehingga mereka
berani untuk membeli kosmetik yang memiliki harga murah tanpa merek dan izin
BPOM asalkan dapat

memberikan efek yang cepat, tanpa memperdulikan

kandungan-kandungan berbahaya yang ada dalam kosmetik tersebut.
24

Saat ini, di kota Malang banyak beredar kosmetik berbahaya, terutama
kosmetik yang berasal dari luar negeri seperti cina dan Jepang. Berikut nama produk
yang telah ditemukan oleh dinas kesehatan kota Malang dimana produk tersebut
dinyatakan berbahaya dan tidak memiliki izin edar 12 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Pelurus Rambut dari Jepang
Sankyos Yomo Tonik dan pembesar payudara dari Cina
Qianyan good whitening beauty soap
UV whitening
Blencing cream
QL
Cream B
Skinlife acne care
Salep sriti
New Body Special
Shina kuang cu
Pearl cream Taiwan
Bedak RDL two way cake
Vidal Milk and Silk
Sebameda dufgon
Dove Spa Mineral
Namun masih banyak pedagang-pedagang kosmetik yang belum di sweeeping

oleh dinas kesehatan kota Malang dan dinas –dinas terkait karena masih banyak
ditemukan toko-toko kosmetik yang menjual bebas kosmetik berbahaya.
Seperti yang dimuat oleh media massa Berita Jatim pada tanggal 29 April
2016 “Badan Pengwasan Obat dan Makanan (BPOM) Jawa Timur didampingi
resnarkoba dan reskrim Polda Jatim menggerebek pabrik kosmetik palsu di Jalan
Hasanudin 7, Desa Beru, Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Selasa (29/4/2016) kemarin
malam.
Dari hasil penggerebekan tersebut, BPOM menyita 97 item kosmetik berupa
cream pagi, cream malam, sabun wajah, lotion, dan sebagainya. Petugas juga
menemukan bahan kimia terlarang yang digunakan untuk pembuatan kosmetik
yakni hydrokinon dan tropium.
12

http://www.malangkota.go.id/baca/berita/detail/10082007112

25

Penggerebekan pabrik kosmetik tanpa izin BPOM tersebut dilakukan setelah
adanya keluhan konsumen mengenai kosmetika yang dijual oleh klinik bernama
Beauty Rose yang berada di Jalan Candi Agung Kota Malang. "Pabrik kosmetik dan
klinik yang ada di Kota Malang diketahui pemiliknya sama, yakni seseorang bernama
Udin," ujar Kepala Seksi Penyidikan BPOM Jawa Timur, Siti Amanah.”
Meningkatnya peredaran kosmetik berbahaya beserta dampak negatif yang
ditimbulkan akibat penggunaannya disebabkan oleh minimnya pengetahuan
konsumen mengenai standar kosmetik yang baik serta besarnya keinginan untuk
memiliki wajah yang putih dan bersih secara instant sehingga konsumen menjadi
lengah dalam memilih kosmetik yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan
semacam edukasi bagi konsumen agar lebih berhati-hati dalam memilih kosmetik
yang beredar di pasaran disertai dengan pemberian informasi mengenai standar
kosmetik yang layak dan aman bagi kesehatan. Ada lima langkah cerdas yang dapat
dilakukan konsumen dalam memilih produk kosmetik, antara lain:
1. Kemasan. Kenali kemasan kosmetik. Jangan beli kosmetik yang kemasannya
jelek atau rusak,baik fisik maupun isinya. Produk yang masih baik punya
bentuk dan warna merata serta tanpa bercak kotoran.
2. Label. Pastikan label tercantum dengan jelas dan lengkap.setiap kosmetik
wajib mencantumkan label yang benar, meliputi nama produk, nomor izin
edar, kode produksi, nama dan alamat produsen, netto dan komposisi, batas
kadaluwarsa. Selain itu, mencantumkan kegunaan dan cara penggunaan dalam
Bahasa Indonesia, kecuali produk yang sudah jelas cara penggunaannya.
3. Izin Edar. Konsumen dapat melihat, apakah kosmetik memiliki nomor izin
edar dari BPOM atau tidak.

26

4. Kegunaan dan Cara Penggunaan. Pilihlah kosmetik sesuai kebutuhan anda,
bukan karena iklan semata. Bacadulu kegunaan dan cara penggunaan yang
terdapat di labelnya.
5. Kadaluwarsa. Teliti waktu kadaluarsa atau tanggal produksi sebelum beli.
Kosmetik dengan kestabilan kurang dari 30 bulan, wajib mencantumkan batas
kadaluwarsa,minimal dalam bulan dari tahun. Kosmetik dengan kestabilan
lebih 30 bulan,boleh tak mencantumkan batas kadaluwarsa.13
Untuk mengetahui dan memastikan bahwa kosmetik yang digunakan aman,
pastikan kosmetik tersebut telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan
melalui website www.pom.go.id. Selain pemberian edukasi dan informasi kepada
konsumen, diperlukan juga suatu sistem pengawasan yang efektif dan efisien yang
mampu mendeteksi,mencegah dan mengawasi peredaran kosmetik yang berbahaya
bagi kesehatan.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka Dinas Kesehatan memiliki
kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik untuk
melindungi masyarakat dari obat, pangan dan kosmetik yang berbahaya bagi
kesehatan dan apabila ada indikasi tidak pidana maka ditindak lanjuti secara pro
justicia.
Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa ada dua macam perlindungan hukum,
yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Pada
perlindungan hukum yang preventif hukum mencegah terjadinya sengketa. Fungsi ini
dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan pencegahan yang pada dasarnya
merupakan patok bagi setiap tindakan yang akan dilakukan masyarakat, meliputi
13

http://pontianak.tribunnews.com/2011/10/26/ciri-kosmetik-berbahan-berbahaya diunduh tanggal 14
September 2016

27

seluruh aspek tindakan manusia. Sedangkan perlindungan hukum represif bersifat
penanggulangan atau pemulihan keadaan sebagai akibat tindakan terdahulu 14. Serta
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Berdasarkan teori di atas, bentuk perlindungan hukum yang diberikan ada dua,
yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Adapun bentuk
perlindungan hukum tersebut masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
A. Bentuk Perlindungan Hukum Preventif
Dalam pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan:
Bahwa
Pelaku
usaha

dilarang

memproduksi

dan/atau

memperdagangkan barangdan/atau jasa yang :
 Huruf a: tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang


dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf g: tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu



penggunaan/pemanfatatan yang paling baik atas barang tersebut.
Huruf i : tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang/dibuat.
Demikian juga disebutkan pada pasal 106 Undang-Undang No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa :
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar;
2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
memnui persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak
menyesatkan.

14

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm 2

28

3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran dari sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
telah mempunyai izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan dapat
disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Adanya larangan dan kewajiban ini merupakan perlindungan preventif
paling mendasar yang dapat mencegah timbulnya peredaran kosmetik
berbahaya. Namun pada kenyataannya, hal tersebut tidak dapat diterapkan
secara maksimal sebab dalam kenyataannya masih banyak produk kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya yang beredar secara luas di pasaran.
Selain itu kebiasaan konsumen yang menginginkan efek instan dengan
mengenyampingkan syarat mutu dan keamanan dalam menggunakan kosmetik
juga turut memberikan andil yang besar.
Dalam

upaya

melaksanakan

perlindungan

hukum

preventif,

pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Malang melakukan upaya
perlindungan atau pencegahan awal melalui pengawasan terhadap peredaran
kosmetik dengan cara :
a. Sampling produk kosmetik untuk diuji di laboratorium. Pengawasan ini
dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat, pengambilan sampel, uji
laboratorium, melakukan komunikasi, informasi dan edukasi yang
pelaksanaannya dilakukan pada saat pre-market atau sebelum produk
tersebut beredar di pasaran;

29

b. Pemeriksaan sarana produksi, ditribusi dan sampling. Pengawasan ini
dilakukan dengan cara pengujian terhadap produk yang telah diberi nomor
izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan agar diketahui apakah
mutu dari produk tersebut masih aman dan sama seperti yang diuji
sebelum diberikan nomor izin. Pelaksanaannya dilakukan pada saat premarket yaitu setelah produk beredar di pasaran.
Adapun pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah
sweeping kosmetik bermecury. Hasil dari sweeping Dinas Kesehatan kota
Malang yaitu menemukan beberapa produk China yang dijual tanpa ijin edar
dan kode prouksi. Dalam penelitian tersebut ditemukan 24 jenis kosmetik
mengandung bahan berbahaya. seperti Mercury (Hg), Hidroquinon, Retinoic
Acid/Tritinoin dan Rhodamin B. Setidaknya ada empat Mall yang disweeping
seperti Mitra I, Gajahmada Plaza, Malang Plaza dan Toko Kosmetik Raya.
Dalam sweeping tersebut ditemukan merk kosmetik yang diduga tidak berijin
dan mengandung bahan berbahaya. Seperti Qian Yu, Good Whitening Beauty,
Ultra Violet Whitening, To Way Cake, Bleaching Soap, Quang Cu, Quan Li
RD To Way Cake, Salep Sirih dan pearl cream.
Dalam sidak tim juga menyita produk-produk yang dianggap
menyalahi aturan dan berbahaya untuk konsumen. Di konter kecil Gajahmada
Plaza ada beberapa produk yang dianggap tak berijin. Sementara itu
peringatan BPOM soal larangan produk impor kosmetik China mendapat
respon positif dari kalangan Pakar Biokimia. Sebab Mercury adalah salah satu
racun yang sangat berbahaya jika sudah masuk ke dalam tubuh, bahaya
Mercury sama besarnya dengan Arsen. Menurut Pakar Biokimia Unibraw
Malang Ir. Chanif Mahdi MS, kandungan Mercury dalam kosmetik bisa meng

30

inactive kan enzim dalam tubuh. Jika enzim mengendap, maka ada banyak
kerusakan yang bisa terjadi. Kalau yang terkena enzim saraf maka akan terjadi
kerusakan saraf, begitupun kalau kulit, pencernakan dan lain sebagainya.
Enzim mengandung unsur Sulfur dan Hidrogen, jika enzim diserang Mercury
maka unsur Hidrogennya bisa lepas dan Mercury akan mengikat Sulfur.
Mercury dipakai dalam kosmetik dengan tujuan untuk memutihkan kulit.
Padahal jika Mercury menyentuh pori-pori kulit akan berhubungan dengan
aliran darah, akibatnya metabolisme kulit terganggu. Secara Awam, Mercury
memang tidak bisa diteliti dan untuk menyelamatkan konsumen, maka BPOM
perlu lebih teliti dan untuk menyelamatkan konsumen,maka BPOM perlu lebih
teliti meloloskan produk di pasaran serta masyarakat tidak asal membeli
produk yang tidak punya ijin edar.
Dinas Kesehatan melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya di masyarakat untuk menjamin mutu,
keamanan dan kemanfaatan produk untuk dikonsumsi serta menjamin hak-hak
konsumen.
B. Bentuk Perlindungan Hukum Represif
Dalam rangka melindungi konsumen

yang

dirugikan

akibat

penggunaan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, maka produk
kosmetik yang terbukti tidak memenuhi syarat perlu mendapatkan tindakan
secara yuridis dengan mendasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 62 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ditegaskan sanksi berupa pidana penjara paling lama
5(lima) tahn atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar
rupiah) bagi pelaku usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar
31

yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangan-undangan, tidak
mencantumkan

tanggal

kadaluarsa

atau

jangka

waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut, tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat (Pasal 8
ayat 1 huruf a, g dan i Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan

Konsumen).

Sedangkan

terhadap

pelanggaran

yang

mengakibatkan luka berat,sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan
ketentuan pidana yang berlaku (Pasal 62 ayat 3 Undang-Undang No.8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Untuk meningkatkan upaya pemberantasa

Dokumen yang terkait

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Pengaruh Proce To Book Value,Likuiditas Saham dan Inflasi Terhadap Return Saham syariah Pada Jakarta Islamic Index Periode 2010-2014

7 68 100

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Strategi Public Relations Pegadaian Syariah Cabang Ciputat Raya Dalam Membangun Kepuasan Layanan Terhadap Konsumen

7 149 96

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Pengaruh Dukungan Venezuela Kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries De Colombia (FARC) Terhadap Hubungan Bilateral Venezuela-Kolombia

5 236 136

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46