PENERAPAN ALGORITMA NEAREST FEATURE MIDP
PENERAPAN ALGORITMA NEAREST
FEATURE MIDPOINT PADA APLIKASI
FACE RECOGNITION
Hasna Fairuz Lutfiyah1, Ikma Fitri Yenia2, Indah Siti Sarah3, Esa Firmansyah, S.T., M.Kom.4
1
Desa Maja Selatan, Maja, Majalengka
2
Jl. Kopo Gg. Wiradisastra No. 14 Kota Bandung
3
Jl. Ir. H. Juanda, Cianjur
1
2
[email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Sistem Pengenalan Wajah dapat mengidentifikasi atau
memverifikasi seorang individu dari citra digital. Sistem
pengenalan wajah yang baik itu system dapat mengenali
semua variasi wajah yang timbul. Variasi ini dapat berupa
ekspresi wajah, tingkat pencahayaan wajah dan aksesorisaksesoris wajah. Proses identifikasi wajah akan dilakukan
denngan mencari jalur terpendek antara wajah yang
dikenali dengan semua variasi hasil ekstrapolasi dan
interpolasi prototype pada tiap kelas. Variasi tersebut akan
ditangkap oleh garis-garis maya yang dibuat dari 2
prototype dalam sebuah kelas. Implementasi dari metode
ini bisa mencapai tingkat akurasi lebih dari 90% dengan
waktu eksekusi 0.5 detik pada kondisi optimal.
Pengenalan wajah dapat dilakukan menggunakan metode
Nearest Feature Line yang diperbaiki menjadi Nearest
Feature midpoint Perbaikan yang diberikan oleh NFM
adalah peningkatan kecepatan eksekusi 43.93% dari
penggunaan NFL dengan tingkat akurasi hampir sama.
Kedua metode masih sangat bergantung pada citra
masukan. Variasi yang berlebih pada latar belakang dan
besar ukuran citra akan mempengaruhi hasil akurasi.
Kekurangan ini dapat diminimalkan dengan melakukan
proses cropping dan reisizing.
Kata Kunci: pengenalan wajah, principal component
analysis, nearest feature line, nearest feature midpoint
Abstract
The Face Recognition System can identify or verify an
individual from a digital image. Good facial recognition
system that the system can recognize all the variations of
faces that arise. These variations can include facial
expressions, facial lighting levels and facial accessories.
The process of identifying the face will be done by
looking for the shortest path between the recognizable
face with all variations of extrapolation and prototype
interpolation in each class. The variation will be captured
by virtual lines created from 2 prototypes in a class.
Implementation of this method can achieve an accuracy of
more than 90% with a 0.5 second execution time under
optimal conditions. Facial recognition can be done using
the Nearest Feature Line method that is fixed to Nearest
Feature midpoint The improvement provided by NFM is
an increase in execution speed of 43.93% of the use of
NFL with almost the same accuracy. Both methods still
depend heavily on the input image. Excessive variations
in the background and size of the image will affect the
accuracy of the results. This shortage can be minimized
by doing the process of cropping and reisizing.
Keywords: face recognition, principal component
analysis, nearest feature line, nearest feature midpoint
1. PENDAHULUAN
1.1. Latang Belakang
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet
di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tahun
1998 hanya 500 ribu orang yang menggunakan
internet, namun dimulai pada tahun 2012
pengguna internet meroket menjadi 63 juta orang.
Angka itu bahkan diprediksi akan terus meningkat
menjadi 139 juta orang pada tahun 2016. Begitu
juga yang terjadi terhadap penggunaan telepon
genggam atau smartphone. Bila dibandingkan
dengan pengguna internet yang 'hanya' 83 juta, di
Indonesia saat ini pengguna aktif ponsel telah
mencapai 281,9 juta orang. Jumlah tersebut
menggambarkan bahwa setiap orang di Indonesia
memegang ponsel sebanyak 1,13 unit. Teknologi
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Berbagai
macam
kebutuhan
masyarakat seiring dengan berkembangnya
teknologi dapat terpenuhi dengan baik.
Media sosial merupakan salah satu hal yang
dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Bahkan anak
usia dini pun sudah mahir bermain sosial media.
Dengan meningkatnya pengguna sosial media
menjadikan para developer meningkatkan bahkan
menambah fiture aplikasi sosial media masingmasing. Salah satunya adalah pengembangan fitur
pengenalan wajah dalam aplikasi sosial media
seperti facebook.
Pengenalan wajah adalah salah satu bidang
kaji dalam pengenalan pola yang selalu
mengalami pengem- bangan. Kehandalan sebuah
metode bisa dilihat dari proses perhitungan
dengan biaya minimal dan hasil perhitungan
dengan tingkat kesalahan yang relatif kecil.
1
Sebuah sistem pengenalan wajah yang handal
harus tetap bisa bekerja dan mampu menangani
masukan citra wajah dengan berbagai variasi
terutama dalam sudut pengambilan, ekspresi,
pencahayaan dari citra yang dijadikan masukan.
Dari ketiga variasi tersebut, variasi wajah yang
sama dalam pencahayaan dan sudut pan-dang
pada saat pengambilan citra biasanya jauh lebih
besar dari pada ekspresi wajah yang sama.[1]
Salah satu teknik biometric yang sangat
menarik adalah aplikasi yang mampu mendeteksi
dan mengidentifikasi wajah. Saat ini, pengenalan
wajah melalui aplikasi komputer dibutuhkan
untuk mengatasi berbagai masalah, antara lain
dalam
identifikasi
pelaku
kejahatan,
pengembangan sistem keamanan, pemrosesan
citra maupun film, dan interaksi manusia
komputer.[2]
Sistem pengenalan wajah telah banyak di
kembangkan menggunakan berbagai metode
seperti metode PCA, LDA, kernel, Bayesian
Framework, dan masih banyak lagi.
Dari beberapa metode yang telah
disebutkan tadi disini akan dicoba implementasi
pengenalan wajah menggunakan algoritma
nearest feature midpoint (NFM). NFM merupakan
metode pengenalan wajah yang di definisikan
sebagai metode perbaikan dari metode sebelumya
yaitu nearest feature line (NFL).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital (Digital Image
Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari tentang teknik-teknik mengolah
citra. Pada aplikasi pengolahan citra digital pada
umumnya, citra digital dapat dibagi menjadi 3,
color image, balck and white image dan binary
image.[3]
Gambar 1. Citra Digital
Citra digital adalah suatu citra f(x,y) yang
memiliki koordinat spatial, dan tingkat kecerahan
yang diskrit. Citra yang terlihat merupakan
cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek.
Fungsi f (x, y) dapat dilihat sebagai fungsi
dengan dua unsur.[2]
2.2. Pengenalan Wajah
Pengenalan wajah adalah suatu metoda
pengenalan yang berorientasi pada wajah.
Pengenalan ini dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu : Dikenali atau tidak dikenali, setelah
dilakukan perbandingan dengan pola yang
sebelumnya disimpan di dalam database. Metoda
ini juga harus mampu mengenali objek bukan
wajah. Perhitungan model pengenalan wajah
memiliki beberapa masalah. Kesulitan muncul
ketika wajah direpresentasikan dalam suatu pola
yang berisi informasi unik yang membedakan
dengan wajah yang lain.[2]
2.3. Principal Component Analysis dan Eigenface
Proyeksi ruang eigen (eigenspace) juga
dikenal sebagai Karhunen-Loeve (KL) atau juga
dinamakan dengan Principal Component
Analysis
(PCA). Algoritma eigenface memanfaatkan
Principal Component Analysis (PCA) untuk
mereduksi dimensinya guna menemukan vectorvektor yang mempunyai nilai terbaik untuk
distribusi citra wajah didalam ruang citra
masukan. Vektor ini mendefinsikan subruang
dari citra-citra wajah dan subruang tersebut
dinamakan ruang wajah. Semua wajah-wajah
dalam himpunan pelatihan diproyeksikan ke
dalam ruang wajah untuk menemukan suatu
himpunan bobot-bobot yang mendeskripsikan
kontribusi dari tiap vector dalam ruang wajah.[4]
Langkah-langkah yang digunakan dalam
Principal Component Analysis dalam penelitian
ini adalah :
a. Mendapatkan himpunan data
Data yang akan menjadi bahan masukan
PCA bisa beru- pa data numerik apapun
yang telah disusun menjadi vektor-vektor
data dengan dimensi sejumlah elemen pada
sebuah vektor. Pada pembentukan eigenface,
data ini berupa citra wajah dengan jumlah
dimensi sama dengan jumlah pixel dalam
citra.[1]
b. Menormalisasi data
Normalisasi data dilakukan dengan mencari
vektor
ratarata
data,
kemudian
mengurangkan vektor rata-rata ter- sebut
pada himpunan data awal Da (persamaan
(1)).
Da = Da – avg(Da)
(1)[1]
c. Menghitung matriks kovarian
Matriks kovarian Cmxn dibutuhkan untuk
mengukur nilai keterhubungan antar dimensi
pada himpunan data. Ma- triks kovarian
didapat dengan mencari nilai kovarian untuk
tiap dimensi terhadap semua dimensi dalam
him- punan data pada persamaan (2).
Cmxn = (ci,j=cov(Dimi, Dimj))
(2)[1]
d. Mencari eigenvector dan eigenvalue
e. Memilih komponen utama data
Proses ini dilakukan dengan mengurutkan
eigenvector- eigenvector tersebut sesuai
dengan eigenvalue-nya dari yang terbesar
sampai yang terkecil. Dengan demikian
diperoleh himpunan eigenvector terurut
berdasarkan tingkat kekuatan hubungan
2
f.
antar dimensinya. Dari sini, tentukan P
eigenvector terbesar yang mewakili data.[1]
Membentuk himpunan data baru
2.4. Nearest Feature Line (NFL)
Dasar pemikiran NFL didasarkan pada
pertimbangan berikut: Sebuah suara sesuai
dengan titik (vektor) di ruang fitur. Ketika satu
suara berubah secara terus-menerus ke yang lain
dalam beberapa cara, ia menarik lintasan yang
menghubungkan titik-titik fitur yang terkait dalam
ruang fitur. Lintasan karena perubahan antara
suara prototipe dari kelas yang sama merupakan
subruang yang mewakili kelas itu. Suara audio
kelas ini harus dekat dengan ruang bagian
meskipun mungkin belum tentu prototipe asli.[5]
Oleh karena itu terdapat dua anggota yang
ber- beda dalam tiap kelas. Selanjutnya prototype
akan dise- but sebagai point. Metode NFL
menggunakan sebuah model linier untuk
menginterpolasi dan mengekstrapo- lasi tiap
pasang point dari sebuah kelas yang sama. Dari
kedua point ini, ditarik sebuah garis yang
mengenerali- sasi kapasitas representasi kedua
point tersebut. Garis yang menghubungkan dua
point dalam satu kelas yang sama ini disebut
dengan Feature Line garis fitur.[1]
Secara virtual garis fitur akan menyediakan
point-point fitur yang tak terbatas dari kelas point
tersebut se- hingga kapasitas himpunan prototype
dalam sebuah ke- las akan bertambah. Untuk
sebuah kelas c dengan jum- lah anggota Nc >1
akan terbentuk Kc =Nc (Nc - 1) /2 buah garis
yang bisa digunakan sebagai representasi dari
kelas tersebut. Misalkan untuk lima protoype
dalam sebuah kelas, maka representasi kelas
tersebut bisa diperbanyak menjadi 10 jumlah garis
fitur yang bisa dibangun.[1]
2.5. Nearest Feature Midpoint (NFM)
NFM adalah metode klasifikasi yang
merupakan perbaikan dari NFL. NFM
mengasumsikan setidaknya akan terdapat dua
prototype berbeda pada sebuah kelas. Didalam
NFM sebuah sub ruang fitur dibentuk untuk ti- ap
kelas yang terdiri dari titik tengah fitur (feature
mid- point) antara tiap dua prototype pada kelas
yang sama, x1 dan x2, dan dinotasikan sebagai
mx1x2. Prototype pada kelas yang sama akan
digeneralisasi oleh titik tengah fitur untuk
merepresentasikan variasi dari kelas sehing-ga
kemampuan
pengklasifikasi
melakukan
generalisasi juga akan meningkat. Jarak NFM
adalah jarak eucli-dean terkecil antara objek yang
diuji dengan semua titik tengah yang mungkin
dibangun.[1]
Gambar 1. Grafik error rate penggunaan titik
proyeksi beragam.
3
Gambar 3. Grafik hubungan jumlah citra latih
yang digunakan dengan error rate.
Gambar 2. Grafik hubungan penggunaan jumlah
eigenface dengan rata-rata error rate.
3. PEMBAHASAN DAN HASIL
Uji coba dilakukan untuk mendapatkan
konfigurasi optimal dari sistem pengenalan
wajah. Basis data yang digunakan dalam
pengujian adalah: basis data Bern.
Basis data Bern memiliki karakte- ristik adanya
perubahan yang relatif kecil pada ekspresi wajah
(facial expression) serta perubahan posisi kepala
kearah kiri, kanan, atas dan bawah sebesar 30
derajat. Citra yang digunakan terlebih dahulu
akan dinor-malisasi dengan melakukan reduksi
ukuran citra asal (cropping) menjadi citra
berukuran 64x91. Pada data Yale, subyek
bervariasi terhadap jenis kelamin, ekspresi
wajah, pencahayaan dan aksesoris wajah
(misalnya kacamata). Citra yang digunakan
terlebih dahulu akan dinormalisasi dengan
melakukan reduksi ukuran citra asal menjadi
berukuran 64x88. Sedangkan pada data ORL,
subyek bervariasi terhadap orientasi wajah dan
se-dikit variasi pada ekspresi wajah. Citra yang
digunakan terlebih dahulu akan dinormalisasi
dengan melakukan reduksi ukuran ci-tra asal
menjadi berukuran 92x112.[1]
4
(3) Jumlah eigenface yang diuji = 3, 5, 8, 10, 15, 20, 30,
40, 60 dan 70.
Untuk pengamatan atas titik proyeksi di Gambar 1[1]
terlihat penggunaan FP6 (pada titik 0.75*FL), FP5
(NFM), FP4 (pada titik 0.25*FL) dan NFL (hasil pencarian parameter proyeksi citra uji pada FL) diperoleh
tingkat kesalahan kurang dari 20%. Sebagai catatan, FL
adalah feature point atau garis fitur.[1]
Tampak dari grafik pada Gambar 2 bahwa untuk
semua basis data dan proyeksi titik citra uji ke FL ratarata errornya akan semakin kecil dengan bertambahnya
eigenface yang digunakan. Tampak juga bahwa pertambahan akurasi pada penggunaan setidaknya lima belas
eigenface tidak signifikan.[1]
Pada Gambar 3 tampak bahwa pemakaian citra
latih berpengaruh pada tingkat akurasi. Berkurangnya
nilai error paralel dengan bertambahnya citra latih yang
digunakan. Namun pengaruh ini kurang signifikan setelah penggunaan setidaknya lima citra latih. Sedang-kan
Gambar 3 menunjukkan bahwa waktu eksekusi un-tuk
pelatihan akan bertambah seiring dengan bertam-bahnya
citra latih yang digunakan. Fenomena itu juga terjadi
untuk waktu eksekusi pengujian.[1]
Gambar 4. Grafik hubungan penggunaan jumlah citra
latih dan waktu eksekusi pada proses training.[1]
Skenario 1
Proses pengenalan wajah dilakukan untuk
mencoba semua kemungkinan konfigurasi. Dilakukan
perulangan untuk mendapatkan hasil yang representatif
sebanyak 10 kali. Konfigurasi yang dimaksudkan adalah:
[1]
Tabel 1. Tingkat akurasi pengujian dari skenario 2.
Pengamatan
Akurasi
(%)
Perbai
kan
NFL
NFM
BER
N
91.42
9
90.38
6
98.85
9
0.305
0.129
Perbai
kan
42.31
8
NFL
NFM
Time
(s)
Basis Data
ORL
YALE
94.05
92.98
98.86
2
0.785
0.349
3
44.49
5
86.15
5
86.73
3
100.6
7
0.173
0.078
45.00
2
Rata –
rata(%
)
90.545
90.033
99.464
0.4212
0.1855
43.938
(1) Titik proyeksi yang diuji µ = -1.0, µ = -0.5, µ = 0, µ =
0.25, µ = 0.5 (NFM), µ = 0.75, µ = 1.0, µ =1.5, µ = 2.0,
dan menggunakan metode NFL (menghitung para- meter
µ).
(2) Jumlah citra latih dimulai dari dua (syarat pembentukan FL) sampai jumlah citra per kelas – 2 (sebagai citra uji).
Skenario 2
Pengujian pada skenario dua dilakukan hanya
menggunakan konfigurasi optimal dan perulangan
sebanyak 50 kali. Dari pengujian diperoleh prosentase
ting- kat akurasi yang ditunjukkan pada Tabel 1.[1]
Untuk memastikan perbedaan tingkat akurasi dan
waktu eksekusi metode NFL dan NFM, maka hasil akurasi dan waktu eksekusi kedua metode tersebut akan diuji
dengan Uji-t. Diasumsikan ukuran sampel kurang dari 30,
populasi berdistribusi normal dan terdiri dari dua sampel
yang saling bebas dan berpasangan. Peng-ujian dilakukan
pada taraf keberartian 0.05 atau confi-dence interval 95%
dengan aplikasi bantu SPSS v.10.[1]
Dari hasil analisis terlihat bahwa untuk hipotesa
H0: rata-rata akurasi kedua metode identik, thitung=0.028 <
t(11,0.025)=1.80 dengan df (degree of freedom) n-1 = 11 dan
0.025 adalah setengah dari α(0.05)=0.025.[1]
Dikarenakan thitung(0.028)
setengah α = 0.025 maka H0 diterima.[1]
Analisis uji H1: rata-rata waktu kedua metode
identik menghasilkan nilai thitung=2.617 > t(11,0.025)=1.80.
Karena thitung(2.617) > ttabel(1.80) maka H1 ditolak sehingga pernyataan rataan waktu eksekusi kedua metode
sama adalah salah. Dikarenakan juga nilai Sig.(2-tailed) =
0.016 < setengah α = 0.025 maka H1 ditolak.[1]
Berdasarkan analisa H0 dan H1 terbukti bahwa
NFM memperbaiki waktu eksekusi dari algoritma NFL.
[1]
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
5
Dari penelitian dan pembahasan yang dilakukan
menunjukkan bahwa pengenalan wajah dapat
dilakukan menggunakan metode Nearest Feature Line
yang diperbaiki dengan metode Nearest Feature
Midpoint. Perbaikan yang di berikan oleh metode
Nearest Feature Midpoint (NFM) adalah peningkatan
yang kecepatan eksekusinya 43.93% dari penggunaan
NFL dengan tingkat akurasi yang hampir sama.
Uji coba dalam proses pengenalan wajah ini
dilakukan untuk mendapat konfigurasi yang optimal.
Basis data yang digunakan yaitu basis data Bern.
Proses pengenalan wajah dilakukan untuk
mencoba semua kemungkinan konfigurasi. Kedua
metode masih sangat bergantung pada citra masukan.
Variasi yang berlebih pada latar belakang dan besar
ukuran citra akan mempengaruhi hasil akurasi.
Kekurangan ini bisa diminimalkan dengan melakukan
proses pendahuluan pada citra yang akan digunakan
meliputi cropping dan resizing [1]
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
D. Purwitasari, R. Soelaiman, and F. T. Informasi,
“Implementasi Pengenalan Wajah Berbasis
Algoritma Nearest Feature Midpoint,” no. July,
2015.
Sepritahara, “Sistem Pengenalan Wajah (Face
Recognition) Menggunakan Metode Hidden
Markov Model (Hmm),” Uma ética para
quantos?, vol. XXXIII, no. 2, pp. 81–87, 2012.
W. S. Pambudi and A. N. Tompunu, “Aplikasi
Sensor Vision untuk Deteksi MultiFace dan
Menghitung Jumlah Orang,” vol. 2012, no.
Semantik, pp. 26–33, 2012.
M. Murinto, “Pengenalan Wajah Manusia Dengan
Metode Principle Component Analysis (Pca),”
TELKOMNIKA (Telecommunication Comput.
Electron. Control., vol. 5, no. 3, p. 177, 2007.
S. Z. Li, “Content-based audio classification and
retrieval using the nearest feature line method,”
IEEE Trans. Speech Audio Process., vol. 8, no. 5,
pp. 619–625, 2000.
6
FEATURE MIDPOINT PADA APLIKASI
FACE RECOGNITION
Hasna Fairuz Lutfiyah1, Ikma Fitri Yenia2, Indah Siti Sarah3, Esa Firmansyah, S.T., M.Kom.4
1
Desa Maja Selatan, Maja, Majalengka
2
Jl. Kopo Gg. Wiradisastra No. 14 Kota Bandung
3
Jl. Ir. H. Juanda, Cianjur
1
2
[email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Sistem Pengenalan Wajah dapat mengidentifikasi atau
memverifikasi seorang individu dari citra digital. Sistem
pengenalan wajah yang baik itu system dapat mengenali
semua variasi wajah yang timbul. Variasi ini dapat berupa
ekspresi wajah, tingkat pencahayaan wajah dan aksesorisaksesoris wajah. Proses identifikasi wajah akan dilakukan
denngan mencari jalur terpendek antara wajah yang
dikenali dengan semua variasi hasil ekstrapolasi dan
interpolasi prototype pada tiap kelas. Variasi tersebut akan
ditangkap oleh garis-garis maya yang dibuat dari 2
prototype dalam sebuah kelas. Implementasi dari metode
ini bisa mencapai tingkat akurasi lebih dari 90% dengan
waktu eksekusi 0.5 detik pada kondisi optimal.
Pengenalan wajah dapat dilakukan menggunakan metode
Nearest Feature Line yang diperbaiki menjadi Nearest
Feature midpoint Perbaikan yang diberikan oleh NFM
adalah peningkatan kecepatan eksekusi 43.93% dari
penggunaan NFL dengan tingkat akurasi hampir sama.
Kedua metode masih sangat bergantung pada citra
masukan. Variasi yang berlebih pada latar belakang dan
besar ukuran citra akan mempengaruhi hasil akurasi.
Kekurangan ini dapat diminimalkan dengan melakukan
proses cropping dan reisizing.
Kata Kunci: pengenalan wajah, principal component
analysis, nearest feature line, nearest feature midpoint
Abstract
The Face Recognition System can identify or verify an
individual from a digital image. Good facial recognition
system that the system can recognize all the variations of
faces that arise. These variations can include facial
expressions, facial lighting levels and facial accessories.
The process of identifying the face will be done by
looking for the shortest path between the recognizable
face with all variations of extrapolation and prototype
interpolation in each class. The variation will be captured
by virtual lines created from 2 prototypes in a class.
Implementation of this method can achieve an accuracy of
more than 90% with a 0.5 second execution time under
optimal conditions. Facial recognition can be done using
the Nearest Feature Line method that is fixed to Nearest
Feature midpoint The improvement provided by NFM is
an increase in execution speed of 43.93% of the use of
NFL with almost the same accuracy. Both methods still
depend heavily on the input image. Excessive variations
in the background and size of the image will affect the
accuracy of the results. This shortage can be minimized
by doing the process of cropping and reisizing.
Keywords: face recognition, principal component
analysis, nearest feature line, nearest feature midpoint
1. PENDAHULUAN
1.1. Latang Belakang
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet
di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tahun
1998 hanya 500 ribu orang yang menggunakan
internet, namun dimulai pada tahun 2012
pengguna internet meroket menjadi 63 juta orang.
Angka itu bahkan diprediksi akan terus meningkat
menjadi 139 juta orang pada tahun 2016. Begitu
juga yang terjadi terhadap penggunaan telepon
genggam atau smartphone. Bila dibandingkan
dengan pengguna internet yang 'hanya' 83 juta, di
Indonesia saat ini pengguna aktif ponsel telah
mencapai 281,9 juta orang. Jumlah tersebut
menggambarkan bahwa setiap orang di Indonesia
memegang ponsel sebanyak 1,13 unit. Teknologi
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Berbagai
macam
kebutuhan
masyarakat seiring dengan berkembangnya
teknologi dapat terpenuhi dengan baik.
Media sosial merupakan salah satu hal yang
dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Bahkan anak
usia dini pun sudah mahir bermain sosial media.
Dengan meningkatnya pengguna sosial media
menjadikan para developer meningkatkan bahkan
menambah fiture aplikasi sosial media masingmasing. Salah satunya adalah pengembangan fitur
pengenalan wajah dalam aplikasi sosial media
seperti facebook.
Pengenalan wajah adalah salah satu bidang
kaji dalam pengenalan pola yang selalu
mengalami pengem- bangan. Kehandalan sebuah
metode bisa dilihat dari proses perhitungan
dengan biaya minimal dan hasil perhitungan
dengan tingkat kesalahan yang relatif kecil.
1
Sebuah sistem pengenalan wajah yang handal
harus tetap bisa bekerja dan mampu menangani
masukan citra wajah dengan berbagai variasi
terutama dalam sudut pengambilan, ekspresi,
pencahayaan dari citra yang dijadikan masukan.
Dari ketiga variasi tersebut, variasi wajah yang
sama dalam pencahayaan dan sudut pan-dang
pada saat pengambilan citra biasanya jauh lebih
besar dari pada ekspresi wajah yang sama.[1]
Salah satu teknik biometric yang sangat
menarik adalah aplikasi yang mampu mendeteksi
dan mengidentifikasi wajah. Saat ini, pengenalan
wajah melalui aplikasi komputer dibutuhkan
untuk mengatasi berbagai masalah, antara lain
dalam
identifikasi
pelaku
kejahatan,
pengembangan sistem keamanan, pemrosesan
citra maupun film, dan interaksi manusia
komputer.[2]
Sistem pengenalan wajah telah banyak di
kembangkan menggunakan berbagai metode
seperti metode PCA, LDA, kernel, Bayesian
Framework, dan masih banyak lagi.
Dari beberapa metode yang telah
disebutkan tadi disini akan dicoba implementasi
pengenalan wajah menggunakan algoritma
nearest feature midpoint (NFM). NFM merupakan
metode pengenalan wajah yang di definisikan
sebagai metode perbaikan dari metode sebelumya
yaitu nearest feature line (NFL).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital (Digital Image
Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari tentang teknik-teknik mengolah
citra. Pada aplikasi pengolahan citra digital pada
umumnya, citra digital dapat dibagi menjadi 3,
color image, balck and white image dan binary
image.[3]
Gambar 1. Citra Digital
Citra digital adalah suatu citra f(x,y) yang
memiliki koordinat spatial, dan tingkat kecerahan
yang diskrit. Citra yang terlihat merupakan
cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek.
Fungsi f (x, y) dapat dilihat sebagai fungsi
dengan dua unsur.[2]
2.2. Pengenalan Wajah
Pengenalan wajah adalah suatu metoda
pengenalan yang berorientasi pada wajah.
Pengenalan ini dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu : Dikenali atau tidak dikenali, setelah
dilakukan perbandingan dengan pola yang
sebelumnya disimpan di dalam database. Metoda
ini juga harus mampu mengenali objek bukan
wajah. Perhitungan model pengenalan wajah
memiliki beberapa masalah. Kesulitan muncul
ketika wajah direpresentasikan dalam suatu pola
yang berisi informasi unik yang membedakan
dengan wajah yang lain.[2]
2.3. Principal Component Analysis dan Eigenface
Proyeksi ruang eigen (eigenspace) juga
dikenal sebagai Karhunen-Loeve (KL) atau juga
dinamakan dengan Principal Component
Analysis
(PCA). Algoritma eigenface memanfaatkan
Principal Component Analysis (PCA) untuk
mereduksi dimensinya guna menemukan vectorvektor yang mempunyai nilai terbaik untuk
distribusi citra wajah didalam ruang citra
masukan. Vektor ini mendefinsikan subruang
dari citra-citra wajah dan subruang tersebut
dinamakan ruang wajah. Semua wajah-wajah
dalam himpunan pelatihan diproyeksikan ke
dalam ruang wajah untuk menemukan suatu
himpunan bobot-bobot yang mendeskripsikan
kontribusi dari tiap vector dalam ruang wajah.[4]
Langkah-langkah yang digunakan dalam
Principal Component Analysis dalam penelitian
ini adalah :
a. Mendapatkan himpunan data
Data yang akan menjadi bahan masukan
PCA bisa beru- pa data numerik apapun
yang telah disusun menjadi vektor-vektor
data dengan dimensi sejumlah elemen pada
sebuah vektor. Pada pembentukan eigenface,
data ini berupa citra wajah dengan jumlah
dimensi sama dengan jumlah pixel dalam
citra.[1]
b. Menormalisasi data
Normalisasi data dilakukan dengan mencari
vektor
ratarata
data,
kemudian
mengurangkan vektor rata-rata ter- sebut
pada himpunan data awal Da (persamaan
(1)).
Da = Da – avg(Da)
(1)[1]
c. Menghitung matriks kovarian
Matriks kovarian Cmxn dibutuhkan untuk
mengukur nilai keterhubungan antar dimensi
pada himpunan data. Ma- triks kovarian
didapat dengan mencari nilai kovarian untuk
tiap dimensi terhadap semua dimensi dalam
him- punan data pada persamaan (2).
Cmxn = (ci,j=cov(Dimi, Dimj))
(2)[1]
d. Mencari eigenvector dan eigenvalue
e. Memilih komponen utama data
Proses ini dilakukan dengan mengurutkan
eigenvector- eigenvector tersebut sesuai
dengan eigenvalue-nya dari yang terbesar
sampai yang terkecil. Dengan demikian
diperoleh himpunan eigenvector terurut
berdasarkan tingkat kekuatan hubungan
2
f.
antar dimensinya. Dari sini, tentukan P
eigenvector terbesar yang mewakili data.[1]
Membentuk himpunan data baru
2.4. Nearest Feature Line (NFL)
Dasar pemikiran NFL didasarkan pada
pertimbangan berikut: Sebuah suara sesuai
dengan titik (vektor) di ruang fitur. Ketika satu
suara berubah secara terus-menerus ke yang lain
dalam beberapa cara, ia menarik lintasan yang
menghubungkan titik-titik fitur yang terkait dalam
ruang fitur. Lintasan karena perubahan antara
suara prototipe dari kelas yang sama merupakan
subruang yang mewakili kelas itu. Suara audio
kelas ini harus dekat dengan ruang bagian
meskipun mungkin belum tentu prototipe asli.[5]
Oleh karena itu terdapat dua anggota yang
ber- beda dalam tiap kelas. Selanjutnya prototype
akan dise- but sebagai point. Metode NFL
menggunakan sebuah model linier untuk
menginterpolasi dan mengekstrapo- lasi tiap
pasang point dari sebuah kelas yang sama. Dari
kedua point ini, ditarik sebuah garis yang
mengenerali- sasi kapasitas representasi kedua
point tersebut. Garis yang menghubungkan dua
point dalam satu kelas yang sama ini disebut
dengan Feature Line garis fitur.[1]
Secara virtual garis fitur akan menyediakan
point-point fitur yang tak terbatas dari kelas point
tersebut se- hingga kapasitas himpunan prototype
dalam sebuah ke- las akan bertambah. Untuk
sebuah kelas c dengan jum- lah anggota Nc >1
akan terbentuk Kc =Nc (Nc - 1) /2 buah garis
yang bisa digunakan sebagai representasi dari
kelas tersebut. Misalkan untuk lima protoype
dalam sebuah kelas, maka representasi kelas
tersebut bisa diperbanyak menjadi 10 jumlah garis
fitur yang bisa dibangun.[1]
2.5. Nearest Feature Midpoint (NFM)
NFM adalah metode klasifikasi yang
merupakan perbaikan dari NFL. NFM
mengasumsikan setidaknya akan terdapat dua
prototype berbeda pada sebuah kelas. Didalam
NFM sebuah sub ruang fitur dibentuk untuk ti- ap
kelas yang terdiri dari titik tengah fitur (feature
mid- point) antara tiap dua prototype pada kelas
yang sama, x1 dan x2, dan dinotasikan sebagai
mx1x2. Prototype pada kelas yang sama akan
digeneralisasi oleh titik tengah fitur untuk
merepresentasikan variasi dari kelas sehing-ga
kemampuan
pengklasifikasi
melakukan
generalisasi juga akan meningkat. Jarak NFM
adalah jarak eucli-dean terkecil antara objek yang
diuji dengan semua titik tengah yang mungkin
dibangun.[1]
Gambar 1. Grafik error rate penggunaan titik
proyeksi beragam.
3
Gambar 3. Grafik hubungan jumlah citra latih
yang digunakan dengan error rate.
Gambar 2. Grafik hubungan penggunaan jumlah
eigenface dengan rata-rata error rate.
3. PEMBAHASAN DAN HASIL
Uji coba dilakukan untuk mendapatkan
konfigurasi optimal dari sistem pengenalan
wajah. Basis data yang digunakan dalam
pengujian adalah: basis data Bern.
Basis data Bern memiliki karakte- ristik adanya
perubahan yang relatif kecil pada ekspresi wajah
(facial expression) serta perubahan posisi kepala
kearah kiri, kanan, atas dan bawah sebesar 30
derajat. Citra yang digunakan terlebih dahulu
akan dinor-malisasi dengan melakukan reduksi
ukuran citra asal (cropping) menjadi citra
berukuran 64x91. Pada data Yale, subyek
bervariasi terhadap jenis kelamin, ekspresi
wajah, pencahayaan dan aksesoris wajah
(misalnya kacamata). Citra yang digunakan
terlebih dahulu akan dinormalisasi dengan
melakukan reduksi ukuran citra asal menjadi
berukuran 64x88. Sedangkan pada data ORL,
subyek bervariasi terhadap orientasi wajah dan
se-dikit variasi pada ekspresi wajah. Citra yang
digunakan terlebih dahulu akan dinormalisasi
dengan melakukan reduksi ukuran ci-tra asal
menjadi berukuran 92x112.[1]
4
(3) Jumlah eigenface yang diuji = 3, 5, 8, 10, 15, 20, 30,
40, 60 dan 70.
Untuk pengamatan atas titik proyeksi di Gambar 1[1]
terlihat penggunaan FP6 (pada titik 0.75*FL), FP5
(NFM), FP4 (pada titik 0.25*FL) dan NFL (hasil pencarian parameter proyeksi citra uji pada FL) diperoleh
tingkat kesalahan kurang dari 20%. Sebagai catatan, FL
adalah feature point atau garis fitur.[1]
Tampak dari grafik pada Gambar 2 bahwa untuk
semua basis data dan proyeksi titik citra uji ke FL ratarata errornya akan semakin kecil dengan bertambahnya
eigenface yang digunakan. Tampak juga bahwa pertambahan akurasi pada penggunaan setidaknya lima belas
eigenface tidak signifikan.[1]
Pada Gambar 3 tampak bahwa pemakaian citra
latih berpengaruh pada tingkat akurasi. Berkurangnya
nilai error paralel dengan bertambahnya citra latih yang
digunakan. Namun pengaruh ini kurang signifikan setelah penggunaan setidaknya lima citra latih. Sedang-kan
Gambar 3 menunjukkan bahwa waktu eksekusi un-tuk
pelatihan akan bertambah seiring dengan bertam-bahnya
citra latih yang digunakan. Fenomena itu juga terjadi
untuk waktu eksekusi pengujian.[1]
Gambar 4. Grafik hubungan penggunaan jumlah citra
latih dan waktu eksekusi pada proses training.[1]
Skenario 1
Proses pengenalan wajah dilakukan untuk
mencoba semua kemungkinan konfigurasi. Dilakukan
perulangan untuk mendapatkan hasil yang representatif
sebanyak 10 kali. Konfigurasi yang dimaksudkan adalah:
[1]
Tabel 1. Tingkat akurasi pengujian dari skenario 2.
Pengamatan
Akurasi
(%)
Perbai
kan
NFL
NFM
BER
N
91.42
9
90.38
6
98.85
9
0.305
0.129
Perbai
kan
42.31
8
NFL
NFM
Time
(s)
Basis Data
ORL
YALE
94.05
92.98
98.86
2
0.785
0.349
3
44.49
5
86.15
5
86.73
3
100.6
7
0.173
0.078
45.00
2
Rata –
rata(%
)
90.545
90.033
99.464
0.4212
0.1855
43.938
(1) Titik proyeksi yang diuji µ = -1.0, µ = -0.5, µ = 0, µ =
0.25, µ = 0.5 (NFM), µ = 0.75, µ = 1.0, µ =1.5, µ = 2.0,
dan menggunakan metode NFL (menghitung para- meter
µ).
(2) Jumlah citra latih dimulai dari dua (syarat pembentukan FL) sampai jumlah citra per kelas – 2 (sebagai citra uji).
Skenario 2
Pengujian pada skenario dua dilakukan hanya
menggunakan konfigurasi optimal dan perulangan
sebanyak 50 kali. Dari pengujian diperoleh prosentase
ting- kat akurasi yang ditunjukkan pada Tabel 1.[1]
Untuk memastikan perbedaan tingkat akurasi dan
waktu eksekusi metode NFL dan NFM, maka hasil akurasi dan waktu eksekusi kedua metode tersebut akan diuji
dengan Uji-t. Diasumsikan ukuran sampel kurang dari 30,
populasi berdistribusi normal dan terdiri dari dua sampel
yang saling bebas dan berpasangan. Peng-ujian dilakukan
pada taraf keberartian 0.05 atau confi-dence interval 95%
dengan aplikasi bantu SPSS v.10.[1]
Dari hasil analisis terlihat bahwa untuk hipotesa
H0: rata-rata akurasi kedua metode identik, thitung=0.028 <
t(11,0.025)=1.80 dengan df (degree of freedom) n-1 = 11 dan
0.025 adalah setengah dari α(0.05)=0.025.[1]
Dikarenakan thitung(0.028)
setengah α = 0.025 maka H0 diterima.[1]
Analisis uji H1: rata-rata waktu kedua metode
identik menghasilkan nilai thitung=2.617 > t(11,0.025)=1.80.
Karena thitung(2.617) > ttabel(1.80) maka H1 ditolak sehingga pernyataan rataan waktu eksekusi kedua metode
sama adalah salah. Dikarenakan juga nilai Sig.(2-tailed) =
0.016 < setengah α = 0.025 maka H1 ditolak.[1]
Berdasarkan analisa H0 dan H1 terbukti bahwa
NFM memperbaiki waktu eksekusi dari algoritma NFL.
[1]
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
5
Dari penelitian dan pembahasan yang dilakukan
menunjukkan bahwa pengenalan wajah dapat
dilakukan menggunakan metode Nearest Feature Line
yang diperbaiki dengan metode Nearest Feature
Midpoint. Perbaikan yang di berikan oleh metode
Nearest Feature Midpoint (NFM) adalah peningkatan
yang kecepatan eksekusinya 43.93% dari penggunaan
NFL dengan tingkat akurasi yang hampir sama.
Uji coba dalam proses pengenalan wajah ini
dilakukan untuk mendapat konfigurasi yang optimal.
Basis data yang digunakan yaitu basis data Bern.
Proses pengenalan wajah dilakukan untuk
mencoba semua kemungkinan konfigurasi. Kedua
metode masih sangat bergantung pada citra masukan.
Variasi yang berlebih pada latar belakang dan besar
ukuran citra akan mempengaruhi hasil akurasi.
Kekurangan ini bisa diminimalkan dengan melakukan
proses pendahuluan pada citra yang akan digunakan
meliputi cropping dan resizing [1]
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
D. Purwitasari, R. Soelaiman, and F. T. Informasi,
“Implementasi Pengenalan Wajah Berbasis
Algoritma Nearest Feature Midpoint,” no. July,
2015.
Sepritahara, “Sistem Pengenalan Wajah (Face
Recognition) Menggunakan Metode Hidden
Markov Model (Hmm),” Uma ética para
quantos?, vol. XXXIII, no. 2, pp. 81–87, 2012.
W. S. Pambudi and A. N. Tompunu, “Aplikasi
Sensor Vision untuk Deteksi MultiFace dan
Menghitung Jumlah Orang,” vol. 2012, no.
Semantik, pp. 26–33, 2012.
M. Murinto, “Pengenalan Wajah Manusia Dengan
Metode Principle Component Analysis (Pca),”
TELKOMNIKA (Telecommunication Comput.
Electron. Control., vol. 5, no. 3, p. 177, 2007.
S. Z. Li, “Content-based audio classification and
retrieval using the nearest feature line method,”
IEEE Trans. Speech Audio Process., vol. 8, no. 5,
pp. 619–625, 2000.
6