PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM BERBASIS MASALAH PADA MATERI FIQH.

(1)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN HASIL

BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM

BERBASIS MASALAH PADA MATERI FIQH

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam Konsentrasi Tarbiyah

oleh

Mochamad Zaenal Muttaqin NIM. F03214022

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Mochamad Zaenal Muttaqin: Pengembangan Instrumen Penilaian hasil belajar untuk Pembelajaran Agama Islam Berbasis Masalah Pada Materi Fiqh. Tesis. Surabaya: Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2016.

Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah pada materi Fiqh. Penilaian hasil belajar yang dikembangkan berupa tes tertulis bentuk uraian non objektif dengan mengacu pada Taksonomi Bloom edisi revisi.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang terdiri dari tujuh langkah, yaitu: (1) menyusun spesifikasi tes (2) menulis soal (3) menelaah soal (4) memperbaiki tes (5) melakukan uji coba (6) menganalisis butir soal (7) menafsirkan hasil uji coba. Uji coba instrumen dilakukan di MTSN 4 Sidoarjo, pemilihan subjek coba dilakukan dengan teknik sampel acak sederhana. Pengujian kualitas instrumen menggunakan bantuan software excel. Parameter butir dianalisis menggunakan teknik klasik yang meliputi: tingkat kesulitan dan daya pembeda soal. Validitas isi instrumen diperoleh dari penilaian pakar dengan menggunakan lembar validasi. Reliabilitas tes dianalisis menggunakan metode belah dua dengan persamaan Flanagan.

Penelitian ini menghasilkan enam butir soal tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah. Hasil validasi menunjukkan bahwa instrumen yang dihasilkan sangat valid dengan rata-rata total validitas sebesar 3,6. Butir-butir tes memiliki parameter tingkat kesulitan pada rentang 0,3-0,7 dengan indeks kesulitan terrendah adalah 0,53 dan tertinggi adalah 0,70. Daya pembeda berada pada rentang 0,3-0,4 dengan indeks daya pembeda terendah adalah 0,24 dan tertinggi 0,36. Instrumen memiliki reliabilitas yang sangat tinggi yaitu 0,819.

Kata Kunci: penilaian hasil belajar, uraian non objektif, pembelajaran berbasis masalah, Taksonomi Bloom.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR DIAGRAM DAN BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G. Batasan Masalah ... 12


(8)

BAB. II KAJIAN TEORI

A. Penilaian ... 14

1. Konsep Dasar Penilaian ... 15

2. Pemilihan Teknik Penilaian ... 16

B. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif ... 18

1. Kaidah Penulisan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif ... 21

2. Metode Pengoreksian Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif. ... 23

3. Penyusunan Pedoman Penskoran. ... 24

4. Keunggulan Dan Kelemahan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif... 26

C. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk Pembelajaran Berbasis Masalah ... 27

1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran ... 28

2. Penyusunan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33

D. Analisis Soal... 34

1. Validitas ... 35

2. Reliabilitas ... 37

3. Tingkat Kesukaran Soal ... 39

4. Daya Pembeda Soal ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan ... 42


(9)

C. Kegiatan Uji Coba ... 46

D. Instrumen Pengumpulan Data ... 48

E. Teknik Analisis Data. ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Proses Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar ... 59

1. Menyusun Spesifikasi Tes ... 59

2. Menulis Soal Tes ... 61

3. Menelaah Tes ... 66

4. Memperbaiki Hasil Tes ... 69

B. Data karakteristik instrumen penilaian Hasil Belajar ... 73

1. Tingkat Kesulitan Soal ... 74

2. Daya Beda Soal ... 77

3. Reliabilitas Soal... 79

C. Pembahasan ... 80

D. Temuan Penelitian ... 90

E. Keterbatasan Penelitian ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94

B. Implikasi ... 95

C. Saran ... 96

D. Kelemahan Penelitian ... 97


(10)

Daftar Tabel

Halaman

1. Tabel 2.1 Estimasi Reliabilitas Pembelahan tes ... 38

2. Tabel 3.1 Format Lembar Validasi Soal Bentuk uraian ... 46

3. Tabel 3.2 Kriteria Kevalidan Rata-Rata Total validitas ... 53

4. Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kesulitan soal ... 55

5. Tabel 3.4 Kriteria Daya pembeda ... 56

6. Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Reliabilitas ... 57

7. Tabel 4.1 Indikator ... 62

8. Tabel 4.2 Hasil Validasi Instrumen ... 67

9. Tabel 4.3 Tingkat Kesulitan Soal ... 75


(11)

Daftar Diagram dan Bagan

Halaman

1. Bagan 3.1 Prosedur Pengembangan Instrumen Tes ... 43

2. Diagram 4.1 Hasil Validasi ... 68

3. Diagram 4.2 Tingkat Kesulitan Soal ... 76


(12)

Daftar Lampiran

Halaman

1. Lampiran 1. Kisi-Kisi Soal Mata Pelajaran Fiqh ... 101

2. Lampiran 2. Indikator Dan Instrumen Penilaian/Soal ... 104

3. Lampiran 3. Pedoman Penskoran ... 106

4. Lampiran 4. Hasil Validasi Ahli... 112

5. Lampiran 5. Hasil Uji Coba ... 113

6. Lampiran 6. Hasil Analisis Daya Pembeda ... 114

7. Lampiran 7. Hasil Analisis reliabilitas ... 116

8. Lampiran 8. Surat Tugas ... 118

9. Lampiran 8. Surat izin penelitian ... 119

10.Lampiran 9. Surat Persetujuan Penelitian ... 120


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan Menteri Agama nomor 165 tahun 2014 menyebutkan bahwa maksud dari adanya Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menuju kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara.1

Beberapa ahli juga mengemukakan tujuan dari pendidikan agama Islam. Zakiah Daradjat menyebutkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan.2 Athiyah al-Abrasy menyebutkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah pembentukan akhlakul karimah.3 Azyumardi Azra juga menyebutkan bahwa tujuan dari adanya pendidikan agama Islam tidak lepas dari tujuan hidup manusia menurut Islam, yaitu menciptakan pribadi hamba Allah yang bertakwa dan dapat menuju kesejahteraan di dunia dan akhirat.4 Abdul Rachman Assegaf menyebutkan

1 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor :165 Tahun 2014 (Tentang Kurikulum

2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Pada Madrasah) 1.

2 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996) 30.

3 Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990) 10.

4

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milennium


(14)

2

bahwa tujuan utama dari pendidikan agama Islam adalah untuk menumbuhkan pribadi peserta didik agar sesuai dengan nilai yang terkandung dalam al-Qur’an.5

Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan agama Islam di sekolah adalah untuk membentuk pribadi muslim yang bermoral dan kompeten dalam kehidupan sosial masyarakat dengan berpedoman pada nilai-nilai ajaran agama Islam.

Pendidikan agama Islam dikatakan berhasil apabila telah mencapai tujuan yang telah ditentukan. Apabila melihat realita kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, maka pendidikan agama Islam belum bisa dikatakan berhasil. Hal ini dapat diketahui dari beberapa realita yang ada di Indonesia.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Muhammad Iqbal menyebutkan bahwa tindak kenakalan remaja sepanjang bulan Ramadan tahun 2015 meningkat. Kenakalan remaja tersebut meliputi pencurian, kriminal, dan tawuran. Pelaku dari tindak kejahatan tersebut rata-rata remaja dengan usia 17 tahun.6 Data dari BNN (Badan Narkotika Nasional) menyebutkan bahwa kasus penyalahgunaan narkotika sepanjang tahun 2013 sebanyak 115.404 kasus, dimana 51.986 dari total pengguna adalah mereka yang berusia remaja (usia 16-24 tahun).7 Survey yang dilakukan KPAI dan Kemenkes pada bulan oktober 2013 memaparkan bahwa sekitar 62,7%

5

Abdul Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, ( Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2013) 66.

6

http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/21/149122/polda-metro-kenakalan-remaja-sepanjang-ramadan-meningkat.


(15)

3

remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. 20% dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah berasal dari kelompok usia remaja dan 21% diantaranya pernah melakukan aborsi.8

Indonesia merupakan Negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Sehingga kehidupan bermasyarakat dan bernegara hendaknya sesuai dengan norma agama Islam. Namun realita yang ada menandakan bahwa pendidikan agama Islam di Indonesia belum terlaksana secara maksimal. Berangkat dari berbagai realita tersebut maka perlu dilakukan sebuah perbaikan dari berbagai aspek. Perbaikan tersebut dilakukan agar tujuan utama dari pendidikan agama Islam bisa tercapai. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

Untuk memperbaiki pendidikan agama Islam, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu aspek yang penting dalam suatu pembelajaran adalah penilaian. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa untuk melaksanakan penilaian secara konsekuen bukanlah hal yang mudah. Banyak terjadi kekurangan dalam hal penilaian di tingkat pendidikan dasar maupun menengah.9

Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Penilaian diharapkan memberikan umpan balik yang objektif terhadap apa yang telah dipelajari oleh peserta didik dan digunakan pula

8

http://www.kompasiana.com/rumahbelajar_persada/63-persen-remaja-di-Indonesia-melakukan-seks.

9 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung : Remaja


(16)

4

untuk mengetahui efektifitas pembelajaran”.10 Menurut Kunandar penilaian hasil belajar bertujuan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sekaligus mengukur kebehasilan dalam penguasaan yang telah ditentukan.11 Menurut Van den Berg seperti dikutip Sa’dun Akbar, model penilaian akan sangat berpengaruh pada peserta didik.12 Dari paparan

tersebut diketahui bahwa penilaian sangat penting bagi keberhasilan pembelajaran. Dengan penilaian tersebut seorang guru bisa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap kualitas pembelajaran yang telah dilakukan. Sehingga dapat diketahui apakah pembelajaran tersebut berhasil atau tidak.

Hal yang berkaitan dengan penilaian telah dirumuskan dalam Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan yang meliputi: perencanaan penilaian peserta didik dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan penilaian peserta didik harus professional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai konteks sosial budaya, dan pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel dan informatif.13

Berdasarkan temuan dilapangan dengan wawancara terhadap beberapa guru pendidikan agama Islam diketahui bahwa, soal-soal yang digunakan oleh guru hanya berada pada tingkat mengingat, memahami. Hal ini

10 Kusaeri, Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013,

(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014) 14.

11 Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum

2013, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014) 11.

12 Sa’dun Akbar, Instrumen Perangkat Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya,

2013) 8.


(17)

5

dikarenakan guru hanya mengacu pada LKS yang telah disediakan oleh MGMP PAI.

Maka untuk mencapai standar proses penilaian yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud bukanlah hal yang mudah dan tidak bisa dilakukan hanya dengan mengacu pada LKS. Instrumen penilaian yang digunakan dalam proses pembelajaran agama Islam hendaknya berkualitas. Sehingga mutu dari pembelajaran agama Islam tidak mengecewakan.

Penilaian memiliki banyak macam. Salah satunya adalah penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif. Ciri khas dari tes tersebut adalah jawaban terhadap soal tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes. Penilaian jenis ini memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat digunakan untuk mengukur tes hasil belajar yang kompleks, mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasanya sendiri.14 Menurut Kunandar tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat menilai berbagai jenis kemampuan seperti: mengemukakan pendapat, berpikir kritis, berpikir kreatif dan pemecahan masalah.15

Jadi penilaian model tersebut sangat cocok untuk melatihkan kemampuan memecahkan masalah dalam diri peserta didik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam seperti tercantum dalam Peraturan

14 Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011)

80.


(18)

6

Menteri Agama nomor 165 tahun 2014 yang menuntut manusia Indonesia untuk memiliki sifat kreatif dan inovatif.16

Penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif sebaiknya digunakan bersamaan dengan metode pembelajaran yang bersifat merangsang kemampuan nalar peserta didik.17 Salah satu model pembelajaran yang memiliki kelebihan untuk merangsang kemampuan bernalar peserta didik adalah model pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah, dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan informasi, dan mempresentasikan penemuan.18

Pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan antara lain: peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut, melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik yang lebih tinggi. Proses pembelajaran melalui pembelajaran berbasis masalah dapat membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.19

16

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor :165 Tahun 2014.

17 Kunandar, Penilaian Autentik , 177.

18

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi, (Revika Aditama: Bandung, 2013) 59.

19 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakarta:


(19)

7

Berdasarkan beberapa keunggulan dari pembelajaran berbasis masalah, maka penggunaannya bersamaan dengan instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian objektif dalam mata pelajaran PAI diharapkan mampu untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam di sekolah.

Dalam penelitian ini dipilih materi Fiqh, karena materi tersebut menuntut peserta didik untuk memecahkan masalah. Sehingga pembelajaran yang akan dilakukan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk melatihkan kemampuan bernalar peserta didik. Dengan demikian tujuan dari pendidikan agama Islam yaitu membentuk pribadi muslim yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, afektif dan berkontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat tercapai.

Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran agama Islam yang baik sehingga pada penelitian ini

akan membahas tentang “Pengembangan Instrumen Penilaian hasil belajar Untuk Pembelajaran Agama Islam Berbasis Masalah Pada Materi Fiqh”.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengembangan penilaian hasil belajar yang relevan untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah?

2. Bagaimana karakteristik hasil pengembangan instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah?


(20)

8

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan proses pengembangan penilaian hasil belajar untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah.

2. Untuk menghasilkan penilaian hasil belajar yang relevan untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah.

D. Kegunaan Penelitian.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap guru-guru PAI dalam penyusunan instrumen penilaian hasil belajar dengan baik. Dengan instrumen penilaian yang baik maka guru mampu untuk menentukan keputusan yang tepat dan benar tehadap peserta didik. Secara akademik penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang relevan. E. Definisi Operasional.

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam penelitian ini, maka penulis memberikan definisi dari beberapa istilah yang digunakan sebagai berikut:

1. Penilaian hasil belajar

Penilaian hasil belajar adalah suatu prosedur sistematis yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dari menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik seseorang atau objek. Bentuk penilaian yang dikembangkan


(21)

9

dalam penelitian ini adalah instrumen tes tertulis bentuk uraian non objektif.

2. Instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran berbasis masalah. Penilaian hasil belajar untuk pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah seperangkat soal tes bentuk uraian non objektif beserta rubrik penskorannya, yang relevan dengan konteks pembelajaran agama Islam berbasis masalah. Pengembangan instrumen penilaian ini mengacu pada prosedur pengembangan yang dikemukakan oleh Djemari Mardapi.20 Dalam proses penyusunannya mengacu pada taksonomi bloom edisi revisi.

3. Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran berbasis masalah.

Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah adalah instrumen yang valid, reliabel dan memiliki parameter tingkat kesukaran dan daya beda yang baik.

F. Penelitian Terdahulu.

Pada penelitian terdahulu penulis tidak menemukan judul tesis atau disertasi yang sama. Akan tetapi ada kemiripan dengan penelitian yang akan

dilakukan. Skripsi dengan judul “Pengembangan Perangkat Evaluasi

Pembelajaran Matematika dengan Memperhatikan Aspek Kognitif Siswa di

20

Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes, (Yogyakarta : Mitra Cendekia, 2008) 88.


(22)

10

MTS Tribakti Kunjang Kediri”.21 Skripsi tersebut menghasilkan lima butir soal bentuk uraian terbuka (non objektif) untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik yang mengacu pada Taksonomi Bloom.

Disertasi dengan judul “Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Higher Order Thinking Siswa SMP dalam Mata Pelajaran

Matematika”.22 Disertasi yang ditulis oleh Samritin menghasilkan 12 butir

soal uraian untuk mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill) yang dimiliki peserta didik pada mata pelajaran matematika. Butir-butir tes yang dikembangkan mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Jurnal dengan judul “Model Evaluasi Pembelajaran Akidah Dan Akhlak Di Madrasah Tsanawiyah (MTs).”23 Jurnal tersebut ditulis oleh Darodjat, Darmiyati Zuchdi dan Zamroni. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model evaluasi pembelajaran Akidah dan Akhlak di MTs dan menghasilkan instrumen evaluasi yang memiliki reliabilitas dan validitas. Temuan dari penelitian tersebut adalah 36 butir soal, 30 soal pilihan ganda dan 6 butir soal tes uraian.

21

Maslukha, “Pengembangan Perangkat Evaluasi Pembelajaran Matematika dengan Memperhatikan Aspek Kognitif Siswa di MTs Tribakti Kunjang Kediri”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

22 Samritin, Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Higher Order Thinking Siswa

SMP dalam Mata Pelajaran Matematika” (Disertasi, -- UNY Yogyakarta, 2014).

23 Darodjat, Darmiyati Zuchdi dan Zamroni, Model Evaluasi Pembelajaran Akidah Dan Akhlak

Di Madrasah Tsanawiyah (MTs),” Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNY, Volume 20, No 1, Juni 2016.


(23)

11

Skripsi dengan judul “Pengembangan Alat Evaluasi Hasil Belajar Matematika Berbasis Taksonomi Bloom Dua Dimensi”. Skripsi tersebut ditulis oleh Ahmad Wahyudi. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk merumuskan alat evaluasi matematika berdasarkan taksonomi bloom dua dimensi/ taksonomi bloom edisi revisi.24 Temuan dari penelitian tersebut adalah enam item soal berbasis taksonomi bloom dua dimensi antara lain : a) Mengingat Pengetahuan Faktual, b) Memahami Pengetahuan Konseptual, c) Menganalisis Pengetahuan Konseptual, d) Menerapkan Pengetahuan Konseptual, e) Menganalisis Pengetahuan Konseptual, dan f) Mengevaluasi Pengetahuan Prosedural.

Ketiga pengembangan tes tertulis tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Skripsi yang ditulis oleh Maslukha bertujuan untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik. Disertasi Samritin bertujuan menghasilkan tes tertulis untuk meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Wahyudi menghasilkan soal tes uraian yang mengacu pada Taksonomi Bloom dua dimensi.

Oleh karena itu penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis memiliki ciri khas yaitu bertujuan untuk menghasilkan penilaian hasil belajar yang relevan dengan pembelajaran agama Islam berbasis masalah. Hal ini didasarkan bahwa model pembelajaran yang baik hendaknya disertai dengan proses penilaian yang tepat.

24 Ahmad Wahyudi, Pengembangan Alat Evaluasi Hasil Belajar Matematika Berbasis Taksonomi


(24)

12

G. Batasan Masalah.

Untuk menghindari meluasnya pemahaman dalam penelitian ini maka ditetapkan keterbatasan penelitian sebagai berikut:

1. Penilaian hasil belajar yang dikembangkan berupa penilaian hasil belajar aspek kognitif.

2. Penilaian hasil belajar yang dikembangkan terbatas pada materi Fiqh. 3. Uji coba terbatas hanya dilakukan di kelas VIII MTSN 4 Sidoarjo.

4. Teori yang digunakan untuk merumuskan indikator kemampuan kognitif peserta didik adalah Taksonomi Bloom edisi revisi yang terdiri dari dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan.

H. Sistematika Pembahasan.

Sistematika pembahasan merupakan alur pembahasan yang mencakup logika penyusunan dan koherensi antara bagian yang satu dengan lainnya.25 Oleh karena itu penulis dalam penyusunan tesis ini secara bertahap mengikuti sistem sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini terdiri dari pokok-pokok pemikiran yang melatar belakangi pemikiran tesis ini. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan, metode penelitian yang akan digunakan, dan sistematika pembahasan yang akan dipakai.

Bab II merupakan pemaparan tentang kajian teori. Bab ini meliputi penilaian hasil belajar yang terdiri dari: konsep dasar penilaian dan pemilihan

25 Pascasarjana UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis dan


(25)

13

teknik penilaian. Instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif terdiri dari tes tertulis bentuk uraian non objektif dan tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah. Validitas dan reliabilitas terdiri dari validitas penilaian dan validitas penilaian.

Bab III merupakan pemaparan metode penelitian. Metode penelitian merupakan teknik yang ditempuh dalam penelitian sekaligus proses-proses pelaksanaannya. Bab ini terdiri dari model pengembangan, tahap perancangan, kegiatan uji coba, instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.

Bab IV merupakan deskripsi dan analisis data. Bab ini menjelaskan secara rinci temuan-temuan data yang ditemukan selama melakukan penelitian dan mengupas secara tuntas mendalam hasil penelitian sehingga diperoleh instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah. Bab ini terdiri dari hasil pengembangan instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah, hasil uji coba produk, pembahasan, temuan penelitian dan keterbatasan penelitian.

Bab V merupakan penutup. Bab ini sebagai akhir dari rangkaian penelitian yang dilakukan oleh penulis, yang memaparkan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan oleh penulis serta implikasi teoritik terhadap pendidikan Islam. Oleh karena itu, bab ini tersistematika menjadi 3 sub bab, yaitu kesimpulan, implikasi dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan.


(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. Penilaian.

Penilaian merupakan hal sangat penting dalam proses pembelajaran. Penilaian digunakan untuk mengambil keputusan penting terkait peserta didik, seperti menentukan apakah peserta didik tersebut perlu mengulang materi, naik kelas, mengulang atau tidak. Diperlukan pertimbangan yang matang untuk agar diperoleh keputusan yang tepat sehingga tidak merugikan peserta didik.

Untuk mendapatkan keputusan yang tepat, diperlukan informasi yang memadai tentang peserta didik, seperti penguasaan terhadap materi, sikap dan perilakunya. Dalam konteks ini penilaian memegang peranan yang cukup penting. Dari sini penilaian diharapkan memberi umpan balik yang objektif tentang apa yang telah dipelajari oleh peserta didik, bagaimana mereka belajar dan digunakan untuk mengetahui efektifitas dari proses pembelajaran.1

Dengan demikian, apabila guru memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian dengan baik maka dipastikan ia memiliki kemampuan mengajar yang baik pula. Uraian tersebut menandakan bahwa untuk menjadikan proses pembelajaran berkualitas maka guru seharusnya menguasai teknik penilaian yang baik pula. Sebab pembelajaran dan penilaian merupakan dua unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan belajar

1Kusaeri dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu,


(27)

15

mengajar. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai konsep dasar penilaian da bagaimana cara memilih teknik penilaian yang tepat.

1. Konsep Dasar Penilaian.

Ada tiga istilah yang sering dipakai orang secara rancu, yaitu pengukuran, penilaian , dan evaluasi. Ketiga istilah ini memiliki arti yang sangat berbeda karena tingkat penggunaannya yang berbeda.2

Pengukuran merupakan cabang dari ilmu statitiska terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes sehingga dapat menghasilkan tes yang valid dan reliabel. Arikunto mendifinisikan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, pengukuran bersifat kuantitatif.3 Azwar mendefinisikan pengukuran sebagai suatu prosedur pemberian angka terhadap atribut atau veriabel sepanjang kontinum.4 Dengan demikian, secara sederhana pengukuran dapat dikatakan sebagai suatu prosedur membandingkan antara atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya.

Penilaian lazimnya dimulai dari pengukuran. Menurut Gronlund & Linn penilaian adalah suatu proses yang sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisa, serta menginterpretasikan informasi untuk menentukan sebarapa jauh seseorang mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.5 Jadi penilaian adalah suatu proses yang

2Kusaeri, Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013,

(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014) 14.

3 Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan,(Jakarta : Bumi Aksara, 2008) 3. 4 Azwar, Sikap Manusia: Teori Dan Pengukurannya, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995) 3.

5 Gronlund & Linn, Measurement And Evaluation In Teaching, (New York, Mac Millan


(28)

16

sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisa, serta menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik suatu objek berdasarkan baik dan buruk. Penilaian lebih bersifat kualitatif.

Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi adalah suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang telah dirumuskan.6 Sehingga Kegiatan evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran dan penilaian dangan suatu norma atau kriteria, dan hasilnya dinyatakan secara evaluatif.

Dalam penelitian ini definisi yang digunakan adalah penilaian. Karena yang diteliti adalah penilaian hasil belajar peserta didik. Untuk mengetahui tentang penilaian lebih lanjut maka akan dijelaskan bagaimana memilih teknik penilaian yang tepat.

2. Pemilihan Teknik Penilaian.

Ada beberapa alasan penting dalam pemilihan suatu teknik penilaian, agar hasil dari penilaian yang dilakukan benar-benar mendeskripsikan kemampuan dari peserta didik. Oleh karena itu berikut

6


(29)

17

disajikan bagaimana prinsip-prinsip dalam memilih teknik penilaian agar lebih bermakna.

Pertama, tujuan pembelajaran (dalam konteks sekarang dalam bentuk kompetensi dasar dan dirinci sebagai indikator). Sebelum menilai peserta didik guru harus mentukan tujuan pembelajaran. Semakin jelas dan spesifik tujuan pembelajaran semakin mudah dalam menentukan teknik penilaian yang tepat.

Kedua, teknik penilaian yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Misalnya, guru ingin menilai bagaimana peserta didik memecahkan masalah maka guru harus memilih teknik penilaian yang mampu untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki peserta didik.

Ketiga, teknik penilaian yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Pemilihan teknik penilaian yang tepat tidak hanya membantu peserta didik memperoleh informasi tentang hasil belajar namun juga akan sangat bermakna.

Keempat, dalam menginterpretasikan hasil penilaian guru harus mempertimbangkan kelemahan setiap teknik penilaian. Meskipun guru menggunakan teknik penilaian tertentu, informasi sebenarnya yang diperoleh adalah sebagian saja. Sehingga diperbolehkan menggunakan beberapa teknik penilaian untuk mengukur kemampuan peserta didik.7

7


(30)

18

Dalam penilitian ini, teknik penilaian yang digunakan adalah penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif. Jenis penilaian ini memiliki kriteria untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki peserta didik. Kriteria tersebut sesuai dengan pembelajaran berbasis masalah. Untuk lebih jelas akan dibahas mengenai tes tertulis bentuk uraian non objektif.

B. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif.

Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran, objek yang dimaksud adalah kecakapan peserta didik, minat, motivasi, dan sebagainya.8 Menurut Djemari Mardapi tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu dengan cara memberikan stimulus atau pertanyaan untuk mengetahui respon dari orang tersebut.9 Menurut Suharsimi Arikunto tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.10 Menurut Kusaeri tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk menggambarkan karakteristik tertentu tentang peserta didik dengan menggunakan deskripsi dan angka.11

Dari beberapa pendapat para ahli terkait pengertian tes, disimpulkan bahwa tes dalam kegiatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang

8 Eko Putro Widyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) 45. 9 Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes, (Yogyakarta : Mitra

Cendekia, 2008) 67.

10 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta : Bumi Aksara, 2013), 4. 11 Kusaeri, Acuan dan Teknik Penilaian, 14.


(31)

19

dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui informasi-informasi terkait kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang telah diberikan. Secara keseluruhan semua pendapat para ahli tentang pengertian tes memiliki kesamaan. Namun, secara lebih lanjut Kusaeri memberi penekanan bahwa hasil tes yang telah dilakukan berupa deskripsi dan angka.

Pada dasarnya untuk melakukan sebuah penilaian dapat digunakan dua bentuk instrumen, yaitu tes dan non tes. Instrumen tes meliputi tes tertulis bentuk pilihan dan uraian, sedangkan non tes terdiri dari portofolio, kinerja, proyek, penilaian diri, penilaian jurnal dan tes lisan.12

Menurut sejarah, tes yang pertama kali digunakan adalah tes tulis bentuk uraian. Tes tertulis bentuk uraian adalah Teori Tes Klasik atau

Classical True-Score Theory, dinamakan Teori Tes Klasik karena unsur-unsur teori ini sudah dikembangkan dan diaplikasikan sejak lama, namun tetap bertahan hingga sekarang.13

Tes tertulis bentuk uraian merupakan seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata sendiri. Jawaban tersebut dapat berbentuk mengingat kembali, menyusun, mengorganisasikan atau memadukan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam rangkaian kalimat

12 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian, 19.

13 Sumardi Suryabrata, Pengembangan alat ukur psikologis,” (Yogyakarta: Andi Offset,2002)


(32)

20

atau kata-kata yang tersusun secara baik.14 Sedangkan menurut Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes tertulis bentuk uraian adalah butir soal yang mengandung pertanyaan yang jawaban dari soal tersebut dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes.15

Berdasarkan sistem penskorannya, tes tertulis bentuk uraian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tes tertulis bentuk uraian objektif dan non objektif. Tes objektif memberi pengertian bahwa penskorannya dilakukan secara objektif, karena bentuk soalnya menuntut sekumpulan jawaban dengan pengertian atau konsep tertentu. Sementara bentuk uraian non objektif menuntut jawaban berupa pengertian atau konsep berdasarkan pendapat masing-masing peserta tes, sehingga penskorannya sangat sulit untuk dilakukan secara objektif. Penskoran untuk tes tertulis bentuk uraian non objektif dinyatakan dalam bentuk rentangan.16

Eko Putro Widoyoko menambahkan bahwa penskoran tes uraian non objektif dipengaruhi oleh pemberi skor. Jawaban yang sama dapat memiliki skor yang berbeda oleh pemberi skor yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain (a) Ketidak konsistenan penilai (b) Hallo effect atau kesan guru terhadap peserta didik sebelumnya (c) Pengaruh urutan pemeriksaan (d) Pengaruh bentuk tulisan dan bahasa.17

14 Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum

2013, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014) 209.

15 Asmawi Zaenul, Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta : Pusat Pengembangan Aktivitas Instruksional

Ditjen Dikti, 2005 ) 37.

16 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian 90. 17 Eko Putro Widyoko, Evaluasi, 47.


(33)

21

Namun untuk mengurangi efek dari faktor yang telah disebutkan oleh Eko Putro Widoyoko, hendaknya pedoman penskoran dibuat secara detail dan jelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesubyektifan penskoran dalam tes. Sehingga penskoran yang dilakukan untuk tes uraian non objektif menghasilkan data yang valid.

1. Kaidah Penulisan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif.

Secara umum penulisan tes tertulis bentuk uraian non objektif harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:18 (a) Mengukur kompetensi peserta didik. Artinya soal uraian tersebut mampu mengukur kemampuan peserta didik secara nyata dan akurat. (b) Soal uraian mampu mendorong peserta didik untuk berlogika dan berpikir tingkat tinggi. (c) Mengukur kemampuan berpikir kritis. (d) Materi yang diujikan hendaknya materi yang mampu merangsang kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah. (e) Pertanyaan yang diujikan hendaknya menggunakan kata kerja yang jelas dan mudah dipahami peserta didik. (f) Setiap soal harus mempunyai rubrik penskoran, dengan demikian hasil koreksi jawaban bisa lebih akurat.

Secara khusus penulisan tes tertulis bentuk uraian non objektif harus memperhatikan beberapa aspek berikut:19 Pertama, materi (1) Soal harus sesuai dengan indikator pada kisi-kisi. Artinya soal harus menyatakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator. (2) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan

18 Kunandar, Penilaian Autentik, 211. 19 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian, 92.


(34)

22

(ruang lingkup) harus jelas. (3) Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran. (4) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah dan tingkat kelas.

Kedua, konstruksi20 (1) Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai; seperti : mengapa, uraikan, jelaskan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah, dsb. Jangan menggunakan kata Tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, dimana, kapan. Demikian juga jangan menggunakan kalimat tanya yang menuntut jawaban ya atau tidak. (2) Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. (3) Buatlah pedoman penyekoran segera setelah soal selesai ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskorannya, besarnya skor bagi setiap komponen, serta rentang skor yang dapat diperoleh untuk soal yang bersangkutan. (4) Hal-hal lain yang menyertai soal (grafik, tabel, gambar, peta, atau yang sejenisnya) harus jelas dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Ketiga, bahasa21 (1) Rumusan kalimat soal harus komunikatif, yaitu menggunakan bahasa yang sederhana, dan menggunakan kata-kata yang sudah dikenal siswa, serta baik dari segi kaidah bahasa Indonesia. (2) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (3) Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan

20 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian, 92. 21Ibid, 93.


(35)

23

penafsiran yang berbeda (salah pengertian). (4) Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik. 2. Metode Pengoreksian Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif.

Untuk mengoreksi tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat dilakukan dengan menggunakan metode point method dan rating method.22 Point method adalah metode pengoreksian dengan cara membandingkan setiap jawaban dengan jawaban ideal yang telah ditetapkan dalam rubrik penskoran. Skor yang diberikan kepada setiap jawaban akan tergantung pada derajat kepadanannya dengan rubrik penskoran.

Rating method adalah metode pengoreksian dengan cara setiap jawaban siswa ditetapkan dalam salah satu kelompok yang sudah dipilah-pilah berdasarkan mutunya selagi jawaban tersebut di baca. Kelompok-kelompok tersebut menyatakan mutu dan menentukan berapa skor yang dapat diberikan kepada setiap jawaban. Misalnya sebuah soal akan diberi skor maksimum 8, maka bagi soal tersebut dapat dibuat 9 kelompok jawaban dari 8 sampai 0.

Djemari Mardapi menambahkan bahwa untuk mengoreksi soal uraian hendaknya dilakukan dengan cara menilai jawaban pertanyaan demi pertanyaan bukan peserta didik ke peserta didik. Selanjutnya seorang guru menghilangkan identitas peserta didik dan menggantinya

22 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(36)

24

dengan kode, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya bias penilaian karena memiliki kesan baik atau jelek terhadap peserta didik.23

Sedangkan menurut Kunandar, ada beberapa langkah untuk mengoreksi soal bentuk uraian non objektif agar mendekati objektif yaitu:24 (a) menyusun pola jawaban yang diambil dari sampel jawaban peserta didik (b) pemeriksaan jawaban tidak dilakukan dengan cara mebaca jawaban satu peserta didik namun denga cara pernomor (c) setiap lembar jawaban dikoreksi lebih dari satu kali (d) nilai peserta didik tidak langsung dijumlahkan secara global tetapi dirinci setiap aspek-aspek penilaian.

Dalam penelitian ini digunakan metode pengoreksian point method, dengan beberapa tambahan dari Djemari Mardapi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keakuratan dari pengkoreksian yang akan dilakukan.

3. Penyusunan Pedoman Penskoran.

Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang: Batasan atau kata-kata kunci untuk melakukan penyekoran terhadap soal-soal bentuk uraian dan kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penyekoran terhadap soal-soal bentuk uraian non-objektif. Dengan pedoman atau rubrik penskoran, guru dapat mengoreksi jawaban peserta didik secara akurat. Pedoman penskoran

23 Djemari Mardapi, Pengukuran, Penilaian Dan Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Nuha

Medika, 2012) 173.


(37)

25

hendaknya disusun segera setelah perumusan kalimat butir-butir soal untuk menjaga keobjektivitasan dari penilaian yang akan dilakukan.25

Rubrik penskoran diklasifikasikan kedalam dua bentuk, yaitu rubrik penskoran analitik dan holistik. (a) Rubrik penskoran analitik adalah rubrik penskoran dengan cara mengidentifikasi jawaban dari berbagai aspek yang berbeda. Skor untuk masing-masing aspek diletakkan secara terpisah.26 (b) Rubrik penskoran holistik adalah rubrik penskoran dimana guru hanya memberikan skor tunggal berdasarkan pada keseluruhan jawaban peserta tes.

Dalam Penskoran analitik Djemari Mardapi menambahkan bahwa penskoran tersebut digunakan untuk soal ujian yang batas jawabannya sudah jelas dan terbatas. Misalnya soal mata pelajaran matematika dan fisika. Namun cara penskoran analitik juga bisa digunakan dalam bidang sosial dengan syarat batas jawabannya jelas dan komponen jawaban diberi skor.27

Materi pelajaran fiqh merupakan materi yang jelas. Sehingga batas jawaban dalam pelajaran fiqh juga jelas. Untuk menjamin keakuratan penskoran terhadap tes yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pedoman penskoran analitik, karena pedoman penskoran analitik lebih detail bila dibandingkan dengan rubrik penskoran holistik.

25 Kunandar, Penilaian Autentik, 244. 26 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian,92. 27 Djemari Mardapi, Pengukuran, Penilaian 173.


(38)

26

4. Keunggulan dan Kelemahan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non

Objektif.

Tes tertulis bentuk uraian non objektif memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari tes tertulis bentuk uraian non objektif adalah: 28 (a) Mengukur aspek kognitif yang lebih tinggi. (b) Melatih kemampuan berpikir teratur pada peserta didik. (c) Mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah. (d) Mengembangkan kemampuan berbahasa bagi peserta didik. (e) Penyusunan soal tidak membutuhkan waktu yang lama. (f) Menghindari sifat terkaan pada diri peserta didik. (g) Mampu memberikan gambaran yang tepat pada bagian-bagian yang belum dikuasai peserta didik.

Sedangkan kelemahan dari Tes tertulis bentuk uraian non objektif adalah sebagai berikut: (a) Sampel soal sangat terbatas sehingga bahan materi yang diujikan juga terbatas. (b) Cara memeriksa hasil tes sulit dan bisa mengandung unsur subyektivitas. (c) Membutuhkan waktu yang lama untuk proses koreksi. (d) Membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan satu soal uraian. (e) Tidak banyak kompetensi dasar yang dapat diuji.29

28 Kunandar, Penilaian Autentik, 213.


(39)

27

C. Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk Pembelajaran Berbasis

Masalah.

Pembelajaran berbasis masalah atau disingkat dengan PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah. Masalah yang digunakan adalah permasalahan yang ada pada dunia nyata, agar peserta didik mampu untuk belajar cara berpikir kritis dan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.30

Menurut Howard Barrows, masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah dalam dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured). Pembelajaran berbasis masalah mampu untuk menunjang pembangunan kecakapan diri sendiri, kolaboratif dan kemampuan berpikir analisis, evaluasi dan mencipta.31

Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran berbasis masalah, hendaknya menggunakan teknik penilaian yang tepat, agar kemampuan peserta didik dapat terukur. Tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar peserta didik pada tingkat menganalisa, mengevaluasi dan mencipta. Atau dalam tingkatan

30 Sudarman, Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan

Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, (Jakarta, 2007, Dalam jurnal pendidikan inovatif).

31 Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, (Prenada Media Group :


(40)

28

kemampuan berpikir C4, C5, C6.32 Karena dalam menjawab tes tertulis bentuk uraian non objektif peserta didik harus memulai dengan pengetahuan faktual yang dimilikinya dan mengorganisasikan fakta pilihannya dalam suatu susunan yang logis.

Kunandar juga menyatakan bahwa tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar peserta didik pada tingkat C4, C5, C6. Karena tes tertulis bentuk uraian non objektif dapat menilai berbagai jenis kemampuan seperti: mengemukakan pendapat, berpikir kritis, berpikir kreatif dan pemecahan masalah.33

Oleh karena itu, dalam merumuskan butir soal untuk tes tertulis bentuk uraian non objektif harus memperhatikan kemampuan peserta didik pada tingkat menganalisa, mengevaluasi dan mencipta.

1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran.

Untuk melakukan penilaian yang baik maka perumusannya tidak bisa dipisahkan dari tujuan pembelajaran. Penilaian yang baik diturunkan dari tujuan pembelajaran yang jelas. Tujuan pembelajaran yang jelas akan sangat membantu agar penilaian yang dilakukan benar-benar mengukur apa yang telah diajarkan kepada peserta didik.34

Tujuan pembelajaran yang baik memiliki indikator yang lengkap dan mencakup empat hal yaitu: audience (peserta didik), behavior

32 Masidjo, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Disekolah, (Kanisius: Yogyakarta, 1995)

46.

33 Kunandar, Penilaian Autentik, 209 34 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian,30.


(41)

29

(perilaku yang harus ditampilkan), condition (kondisi yang diberikan), dan degree (tingkatan yang diberikan).35

Para ahli kurikulum telah sepakat untuk melakukan klasifikasi (taksonomi) tujuan pembelajaran. Terdapat bermacam-macam taksonomi tujuan pembelajaran, taksonomi tersebut diberi nama sesuai dengan nama penciptanya. Salah satu rujukan dalam sistem pendidikan nasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran adalah Taksonomi Bloom.36

Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri tertentu. Menurut Dadan Rosana taksonomi tujuan pembelajaran sangat diperlukan, karena pertimbangan sebagai berikut: (a) Perlu adanya kejelasan terminologi yang digunakan dalam tujuan pembelajaran, sebab tujuan pembelajaran berfungsi untuk memberikan arah kepada proses belajar dan menentukan prilaku yang dianggap sebagai bukti belajar. (b) Sebagai alat yang akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan evaluasi.37

Berdasarkan pertimbangan tersebut, diketahui bahwa taksonomi tujuan pembelajaran dapat membantu guru dalam penyusunan tes. Oleh karena itu, dalam proses penyusunan tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah yang baik, hendaknya

35 Depdiknas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Balitbang Depdiknas 2009) 14. 36 Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian,33.


(42)

30

mengacu pada salah satu model taksonomi tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli.

Tes tertulis bentuk uraian non objektif merupakan tes yang bertujuan untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik. Maka dalam penelitian ini menggunakan Taksonomi Bloom edisi revisi domain kognitif. Taksonomi Bloom revisi dimensi proses kognitif yang berisikan enam kategori pokok, dengan jenjang yang paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi. Selain domain kognitif dalam perumusannya juga memperhatikan dimensi pengetahuan yang meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif.

Tingkatan berpikir Taksonomi Bloom edisi revisi adalah sebagai berikut: (a) Mengingat (remember) yaitu mengingat kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. (b) Memahami (understand)

yaitu membangun pengetahuan dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan grafis. (c) Menerapkan (apply) yaitu melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam suatu situasi tertentu. (d) Menganalisis (analyze) yaitu memecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunannya, dan menentukan bagaimana bagian-bagian-bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama lain. (e) Mengevaluasi (evaluate)

yaitu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. (f) Menciptakan (create) yaitu menempatkan beberapa elemen secara bersamasama untuk membangun suatu keseluruhan yang logis dan


(43)

31

fungsional, dan mengatur elemen-elemen tersebut ke dalam pola atau struktur yang baru.38

Kemampuan pada tingkatan menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sedangkan kemampuan pada tingkatan mengingat, memahami, dan menerapkan merupakan kemampuan tingkat rendah.39 Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran untuk melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.40 Oleh karena itu tes tertulis bentuk uraian non objektif yang disusun, hendaknya mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi pada level menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi dua, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis merupakan kemampuan memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan penilaian terhadap sesuatu tersebut. Sedangkan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk melakukan generalisasi dengan menggabungkan, mengubah atau mengulang kembali keberadaan ide-ide tersebut.41 Kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan kreatif perlu

38 Lorin Anderson and Krathwohl, A taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, (New York

: Addison Wesley Longman, Inc, 2001) 67.

39 Rini Julistiawati, Keterampilan Berpikir Level C4, C5, & C6 Revisi Taksonomi Bloom Siswa

Kelas X-3 Sman 1 Sumenep Pada Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri”,Journal of Chemical Education Vol. 2 No.2 (Mei, 2013), 58.

40 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakarta:

Kencana, 2007) 218.


(44)

32

dilatihkan dan dikondisikan dengan baik melalui pembelajaran dan penilaian.

Dalam taksonomi bloom revisi juga diuraikan tentang klasifikasi dimensi pengetahuan dalam empat kategori, yaitu pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif.42 Pengetahuan faktual berisikan pengetahuan tentang elemen dasar yang harus diketahui siswa untuk mengenal satu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalah didalamnya. Pengetahuan ini meliputi Pengetahuan tentang istilah dan pengetahuan tentang rincian dan unsur tertentu.

Pengetahuan Konseptual yaitu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara elemen-elemen dasar dalam suatu struktur yang memungkinkan elemen-elemen tersebut berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan ini mencakup Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori/ penggolongan, Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan Pengetahuan tentang teori, model dan struktur.

Pengetahuan Prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan suatu hal, metode dan inquiri, dan kriteria untuk menggunakan suatu keterampilan, algoritma, teknik dan suatu metode. Pengetahuan ini mencakup Pengetahuan tentang keterampilan dan algoritma tertentu, Pengetahuan tentang teknik dan metode tertentu dan Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur yang tepat.

42


(45)

33

Pengetahuan Metakognitif yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan strategis, pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional yang cocok, dan pengetahuan tentang diri sendiri.

2. Penyusunan Tes Tertulis Bentuk Uraian Non Objektif Untuk

Pembelajaran Berbasis Masalah.

Dalam penyusunan tes tertulis bentuk uraian non objektif hendaknya memperhatikan beberapa hal penting untuk menjaga kualitas dari soal yang dikembangkan. Menurut Kunandar dalam penyusunan tes tertulis bentuk uraian harus memperhatikan hal-hal berikut: (a) pertanyaan hendaknya disusun untuk mengukur hasil belajar peserta didik yang tidak mungkin diukur dengan tes tertulis bentuk pilihan (b) pertanyaan hendaknya menuntut jawaban yang bersifat baru (c) menggunakan-kata-kata deskriptif (d) pertanyaan menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami (e) sebelum diujikan soal harus ditelaah terlebih dahulu.

Untuk menjamin keakuratan soal tes tertulis bentuk uraian non objektif, maka soal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) membatasi ruang lingkup dengan memilih materi atau bahan pelajaran yang esensial (b) menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah difahami dengan baik oleh peserta didik (c) jangan mengulang pertanyaan pada materi yang sama (d) tuliskan rubrik penskoran sebelum


(46)

34

menulis soal (e) menuliskan skor untuk masing-masing soal (f) rumusan soal harus jelas dan tegas (g) rumusan soal tidak boleh menggunakan kata yang menimbulkan penafsiran ganda (h) memiliki validitas yang tinggi (i) memiliki reliabilitas yang tinggi. 43

Untuk menghasilkan tes tertulis bentuk uraian non objektif yang berkualitas, dalam proses penyusunannya harus memperhatikan Taksonomi Bloom edisi revisi, aspek-aspek yang menjamin keakuratan suatu tes dan mengacu pada kaedah penulisan soal tes tertulis bentuk uraian non objektif yang telah disebutkan.

D. Analisis Kualitas Soal.

Alat ukur yang digunakan dalam penilaian hasil belajar harus dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan belajar peserta didik yang sesungguhnya. Untuk itu, perlu dilakukannya analisis kualitas soal. Analisis soal adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh seperangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.44 Menurut Zainal Arifin Analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas tes, baik secara keseluruhan maupun butir soal yang menjadi bagian dari tes tersebut.45 Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa analisis soal sangatlah penting guna mengetahui kualitas dari sebuah soal.

43 Kunandar, Penilaian Autentik, 212.

44

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) 135.

45


(47)

35

Menurut Suharsimi Arikunto, suatu tes dikatakan baik sebagai alat pengukuran apabila memenuhi persyaratan tes. Persyaratan tes tersebut adalah validitas, reliabilitas, kepraktisan, obyektivitas, dan ekonomis. 46 Sedangkan menurut Wainer & Braun syarat penilaian yang bermutu adalah

valid, reliabel dan usable.47 Maka dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai validitas, reliabilitas dan kepraktisan:

1. Validitas.

Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat sesuai dengan apa yang hendak diukur. Sumarna Supranata

berpendapat bahwa “Validitas merupakan suatu konsep yang berkaitan

dengan sejauh mana suatu tes dapat mengukur apa yang hendak diukur”. Validitas tes, secara keseluruhan ada empat macam validitas, yaitu: validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity),

validitas prediktif (predictive validity), dan validitas bandingan (concurrent validity).48

Validitas isi sering dinamakan validitas kurikulum atau validitas kurikuler yang mengandung arti bahwa suatu tes dipandang valid apabila sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum. Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak, bisa dilakukan melalui penelaah kisi-kisi. Penelaah membandingkan kisi-kisi keseluruhan butir soal yang dibuat

46 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar, 8-11..

47 Wainer & Braun, Test Validity, Hilldale: Lawrence Earlbaum Asociates, 1998) 20.

48 Sumarna Supranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas dan interpretasi Hasil Tes. (Bandung:


(48)

36

dengan materi yang ada dalam kurikulum. Apabila sudah sesuai dipastikan soal tes tersebut mempunyai validitas isi yang baik.49

Validitas konstruk menunjuk sejauh mana tes dapat mengukur dengan tepat aspek berpikir yang telah ditentukan dalam tujuan instruksional secara khusus .50 Validitas konstruk dapat dilakukan dengan cara mencocokkan aspek-aspek berpikir dalam tes dengan aspek berpikir yang dikehendaki dalam tujuan intruksional khusus. Dalam hal ini, pengerjaannya didasarkan pada logika. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara melakukan diskusi dengan orang yang ahli di bidang yang bersangkutan.51

Validitas prediktif menunjuk pada kemampuan tes dalam meramalkan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dalam hal ini, kaitannya dengan prestasi hasil belajar peserta didik. Validitas prediktif dapat diketahui dengan mencari korelasi antar tes hasil belajar yang sedang diuji dengan kriteria validitas ramalan yang sudah ada. Jika kedua variabel menunjukkan korelasi yang signifikan, maka tes tersebut memiliki daya ramal yang tepat dalam artian pernah terjadi secara nyata dalam praktiknya.52

Validitas bandingan menunjuk pada berapa jauh tes dapat mengukur tingkat penguasaan materi yang memang seharusnya dikuasai. Tes dikatakan memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam

49

Djaali dan Puji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grafindo, 2008) 50.

50 Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) 142.

51Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar, 83. 52


(49)

37

waktu yang sama menunjukkan hubungan searah antara tes pertama dengan tes berikutnya.53

Validitas yang digunakan dalam penlitian ini adalah validitas logis yang meliputi validitas isi da validitas konstruk. Validitas tersebut diperoleh dengan cara penilaian para ahli melalui proses validasi.

2. Reliabilitas.

Reliabilitas disebut juga tingkat atau derajat konsistensi suatu tes. Tes akan dikatakan reliabel apabila diperoleh hasil yang sama ketika suatu instrumen diteskan pada kelompok yang sama di waktu yang berbeda.54

Tinggi rendahnya koefisien reliabilitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Crocker dan Algina menyebutkan bahwa faktor itu antara lain adalah panjang suatu tes, kecepatan, homogenitas belahan, dan tingkat kesukaran soal. Tingkat kesukaran soal memegang peranan yang paling dominan.

Untuk mengetahui reliabilitas suatu tes bisa menggunakan mekanisme: teknik test-retest, belah dua, dan bentuk ekuivalen.55 Sedangkan menurut Sumarna Surapranata ada emapta konsep reliabilitas yaitu: paralel atau ekuivalen, test retest, belah dua, dan internal consistency. Namun sebagian ahli berpendapat bahwa metode belah dua

53 Ibid,. 177.

54Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 258. 55


(50)

38

merupakan bagian dari metode internal consistency sehingga pembagian metode menjadi tiga.56

Teknik test-retest pengukurannya dilakukan dengan cara memberikan tes dua kali pada kelompok yang sama di waktu yang berbeda.

Bentuk tes ekuivalen merupakan dua buah tes yang dibuat setara seperti memiliki kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan butir soal yang berbeda. Skor dari kedua kelompok tes dikorelasikan untuk mendapatkan reliabilitas soal.

Pengukuran reliabilitas teknik belah dua dengan mengkorelasikan dua buah tes dari kelompok yang sama, membagi kedua tes tersebut menjadi dua bagian yang sama, kemudian mengkorelasikan skor kedua belahan untuk mengestimasi reliabilitas tes. Menurut penelitian Aiken, tingkat kesukaran soal memegang peranan paling besar pada koefisien reliabilitas. Hal ini disebabkan karena menyangkut variasi jumlah soal yang dapat dijawab benar. Semakin sukar soal-soal dalam perangkat tes semakin besar pula variasi skor yang diperoleh belahan.

Penelitian ini menggunakan teknik belah dua. Kenyataannya, terdapat berbagai cara untuk membelah tes. Untuk perangkat tes dengan jumlah soal sebanyak enam, terdapat sepuluh cara dan sepuluh

56


(51)

39

kemungkinan estimasi reliabilitas seperti diungkapkan oleh Murphy dan Davidshofer dalam Tabel 2.1.57

Tabel 2.1 Estimasi Reliabilitas Pembelahan Tes

Belahan Pertama Belahan Kedua Estimasi Reliabilitas

1,2,3 4,5,6 0,64

1,2,4 3,5,6 0,68

1,2,5 3,4,6 0,82

1,2,6 3,4,5 0,79

1,3,4 2,5,6 0,88

1,4,5 2,3,6 0,81

1,5,6 2,3,4 0,82

2,3,5 1,4,6 0,72

2,4,5 1,3,6 0,71

2,4,6 1,3,5 0,74

Reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah metode belah dua, dengan persamaan Flanagan. Belahan pertama terdiri dari soal nomor 1,4,5 dan belahan kedua terdiri dari soal nomor 2,3,6.

3. Tingkat Kesukaran Soal.

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasa dinyatakan dengan indeks. Indeks ini biasa dinyatakan dengan proporsi yang besarnya antara 0,00 sampai 1,00.58

Menurut Djemari mardapi Mardapi, butir soal yang baik memiliki kisaran indeks kesulitan 0,3 – 0,7. Butir soal yang memiliki tingkat kesulitan di bawah 0,3 dianggap terlalu sulit dan butir soal yang memiliki

57Sumarna Supranata, Analisis, 104. 58


(52)

40

tingkat kesulitan di atas 0,7 dianggap terlalu mudah. Kriteria indeks daya beda butir soal yang boleh digunakan adalah ≥ 0,3.59

Menurut Crocker dan Algina tingkat kesukaran atau proporsi adalah nilai rata-rata dari kelompok peserta tes. Oleh karena itu tingkat kesukaran merupakan rata-rata dari suatu distribusi skor kelompok dari suatu soal.

Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan

tujuan tes. Menurut Sukiman “Butir soal yang digunakan untuk

keperluan ulangan atau ujian semester memiliki tingkat kesukaran yang

sedang”. Indeks tingkat kesukaran butir soal yang baik antara 0,3- 0,7.60 Jadi dalam penelitian ini intrumen penlaian hasil belajar yang dikembangkan harus memiliki indeks tingkat kesukaran soal pada rentang 0,3- 0,7.

4. Daya Pembeda Soal.

Yang dimaksud dengan daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Logikanya adalah siswa yang pandai akan lebih mampu menjawab (mendapat skor lebih baik) dibanding dengan siswa yang kurang.61

Untuk menentukan daya pembeda pada soal uraian dilakukan dengan cara mengurutkan seluruh peserta tes berdasarkan perolehan skor total dari skor yang tinggi ke skor rendah. Setelah itu seluruh peserta tes

59

Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes, 143.

60 Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi. (Yogyakarta: Insan Madani, 2012) 201.

61


(53)

41

dibagi menjadi 27% kelompok atas, yaitu kelompok yang memiliki skor total tinggi dan 27% kelompok bawah, yaitu kelompok yang memiliki skor rendah.62 Menurut Suharsimi Arikunto Butir soal yang baik adalah butir soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,3 sampai dengan 0,70.63

Tindak lanjut butir soal sesudah dianalisis daya pembedanya sebagai berikut:64

a. Butir soal yang memiliki daya pembeda baik disimpan.

b. Butir soal dengan daya pembeda rendah, ada dua kemungkinan tidak lanjut yaitu: (1) ditelusuri untuk kemudian diperbaiki dan selanjutnya digunakan kembali dalam tes hasil belajar mendatang guna mengetahui daya pembedanya meningkat atau tidak. (2) Dibuang.

c. Butir item yang angka indeks diskriminasinya bertanda negatif, sebaiknya dibuang karena kualitas butir soalnya sangat jelek.

Dalam penelitian ini intrumen penilaian hasil belajar yang dikembangkan harus memiliki kriteria indeks daya beda soal pada rentangan 0,3 sampai 0,70.

62

Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, 31.

63Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) 23.


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan tujuan penelitian, hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pengembangan Instrumen penilaian hasil belajar berpedoman pada model pengembangan Djemari Mardapi yang terdiri dari tujuh langkah dan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap perancangan dan tahap uji coba. Pada tahap perancangan dihasilkan kisi-kisi tes, instrumen penilaian berupa tes tertulis bentuk uraian non objektif yang terdiri dari enam butir soal yang disusun berdasarkan perjenjangan Taksonomi Bloom edisi revisi, telaah para ahli yang menghasilkan rata-rata total validitas sebesar 3,62 dan revisi dari instrumen yang dikembangkan. Pada tahap uji coba diperoleh karakteristik instrumen penilaian yang dikembangkan

2. Karakteristik instrumen penilaian hasil belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: instrumen memiliki parameter tingkat kesulitan pada rentang 0,3-0,7 dengan indeks kesulitan terrendah adalah 0,53 dan tertinggi adalah 0,70. Daya pembeda berada pada rentang 0,3-0,4 dengan indeks daya pembeda terrendah adalah 0,24 dan tertinggi 0,36. Instrumen memiliki reliabilitas yang sangat tinggi yaitu 0,819.


(55)

95

Secara keseluruhan instrumen yang dikembangkan memiliki karakteristik instrumen penilaian hasil belajar yang baik, sehingga instrumen bisa digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik

B. Implikasi Hasil Penelitian.

1. Implikasi bagi guru, peserta didik dan sekolah.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan oleh guru untuk menyusun instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran berbasis masalah, khususnya bagi guru fiqh. Hal ini akan membuat guru menjadi terbiasa untuk mnyususun soal-soal yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Dengan demikian informasi kemampuan peserta didik yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah bisa terukur secara maksimal. Disamping itu bila penilaian dilakukan dengan mengacu pada perjenjangan tingkatan berfikir taksonomi bloom edisi revisi, maka akan menunjang pengembangan potensi kemampuan berfikir peserta didik secara maksimal.

Hasil penelitian ini juga memberikan implikasi bagi peserta didik. Yaitu peserta didik lebih berpengalaman untuk mengerjakan soal yang menuntut kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran fiqh. Dengan demikian penilaian yang dilakukan tidak hanya menuntut kemampuan mengingat peserta didik. Soal-soal tersebut akan membantu peserta didik untuk menguasai materi yang disampaikan secara lebih mendalam.


(56)

96

Hasil penelitian ini juga memiliki implikasi bagi pihak sekolah. Salah satu implikasi dari penelitian ini adalah meningkatnya kualitas pembelajaran yang diselenggarakan didalam sekolah tersebut. Sehingga menghasilkan peserta didik yang kritis dan berkualitas.

2. Implikasi dalam penilaian pendidikan.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian pendidikan, khususnya dalam penilaian agama Islam pada jenjang MTS. Kurikulum yang diacu dalam proses penyusunan instrumen penilaian ini adalah kurikulum 2013. Hasil penelitian ini dapat dijadikan contoh dalam menyusun instrumen tes tertulis bentuk uraian non objektif dalam pembelajaran fiqh.

C. Saran

1. Bagi guru yang ingin menilai kemampuan peserta didik yang melakukan proses pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah. Supaya menggunakan instrumen yang dihasilkan dalam penelitian ini, karena instrumen yang dihasilkan sudah valid dan reliabel.

2. Bagi guru-guru yang ingin mengembangkan instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran agama Islam berbasis masalah, supaya mengikuti langkah-langkah pengembangan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini agar diperoleh instrumen yang baik.


(57)

97

D. Kelemahan Penelitian.

1. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes tertulis bentuk uraian non objektif. Sehingga tidak bisa digunakan untuk mengukur ketercapaian KI 1 dan KI 2.

2. Instrumen tes tertulis bentuk uraian non objektif yang dikembangkan terbatas pada materi Fiqh. Untuk materi agama Islam yang lain bisa dikembangkan sendiri instrumen penilaiannya, dengan mengikuti tahap pengembangan yang telah dilakukan. Karena tahap-tahap pengembangan yang telah dilakukan terbukti valid dan teruji.


(58)

Daftar Pustaka

Akbar, Sa’dun, Instrumen Perangkat Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2013.

al-Abrasyi, Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Amir, Taufiq Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, Prenada Media Group : Jakarta, 2010.

Anderson, Lorin, A taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, New York : Addison Wesley Longman, Inc, 2001.

Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Assegaf, Abdul Rachman, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2013.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milennium II, Kencana : Jakarta, 2012 .

Azwar, Sikap Manusia: Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995.

Brookhart, “How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your Class-room,” Alexandria: ASCD, 2010.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Darodjat, Darmiyati Zuchdi dan Zamroni, “Model Evaluasi Pembelajaran Akidah Dan Akhlak Di Madrasah Tsanawiyah (MTs),” Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNY, Volume 20, No 1, Juni 2016.

Daryanto, Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Djaali dan Puji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grafindo, 2008

Gronlund & Linn, Measurement And Evaluation In Teaching. New York, Mac Millan Publishing, 1990.

http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/21/149122/polda-metro kenakalan-remaja-sepanjang-ramadan-meningkat.


(1)

95

Secara keseluruhan instrumen yang dikembangkan memiliki

karakteristik instrumen penilaian hasil belajar yang baik, sehingga instrumen

bisa digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik

B. Implikasi Hasil Penelitian.

1. Implikasi bagi guru, peserta didik dan sekolah.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan oleh guru untuk menyusun

instrumen penilaian tes tertulis bentuk uraian non objektif untuk

pembelajaran berbasis masalah, khususnya bagi guru fiqh. Hal ini akan

membuat guru menjadi terbiasa untuk mnyususun soal-soal yang dapat

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

Dengan demikian informasi kemampuan peserta didik yang diajar

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah bisa terukur secara

maksimal. Disamping itu bila penilaian dilakukan dengan mengacu pada

perjenjangan tingkatan berfikir taksonomi bloom edisi revisi, maka akan

menunjang pengembangan potensi kemampuan berfikir peserta didik

secara maksimal.

Hasil penelitian ini juga memberikan implikasi bagi peserta didik.

Yaitu peserta didik lebih berpengalaman untuk mengerjakan soal yang

menuntut kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah dalam

mata pelajaran fiqh. Dengan demikian penilaian yang dilakukan tidak

hanya menuntut kemampuan mengingat peserta didik. Soal-soal tersebut


(2)

96

Hasil penelitian ini juga memiliki implikasi bagi pihak sekolah.

Salah satu implikasi dari penelitian ini adalah meningkatnya kualitas

pembelajaran yang diselenggarakan didalam sekolah tersebut. Sehingga

menghasilkan peserta didik yang kritis dan berkualitas.

2. Implikasi dalam penilaian pendidikan.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam

penelitian pendidikan, khususnya dalam penilaian agama Islam pada

jenjang MTS. Kurikulum yang diacu dalam proses penyusunan instrumen

penilaian ini adalah kurikulum 2013. Hasil penelitian ini dapat dijadikan

contoh dalam menyusun instrumen tes tertulis bentuk uraian non objektif

dalam pembelajaran fiqh.

C. Saran

1. Bagi guru yang ingin menilai kemampuan peserta didik yang melakukan

proses pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah.

Supaya menggunakan instrumen yang dihasilkan dalam penelitian ini,

karena instrumen yang dihasilkan sudah valid dan reliabel.

2. Bagi guru-guru yang ingin mengembangkan instrumen penilaian tes

tertulis bentuk uraian non objektif untuk pembelajaran agama Islam

berbasis masalah, supaya mengikuti langkah-langkah pengembangan

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini agar diperoleh instrumen


(3)

97

D. Kelemahan Penelitian.

1. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes tertulis bentuk uraian non objektif. Sehingga tidak bisa digunakan untuk mengukur ketercapaian KI 1 dan KI 2.

2. Instrumen tes tertulis bentuk uraian non objektif yang dikembangkan

terbatas pada materi Fiqh. Untuk materi agama Islam yang lain bisa

dikembangkan sendiri instrumen penilaiannya, dengan mengikuti tahap

pengembangan yang telah dilakukan. Karena tahap-tahap pengembangan


(4)

Daftar Pustaka

Akbar, Sa’dun, Instrumen Perangkat Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosda

Karya, 2013.

al-Abrasyi, Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1990.

Amir, Taufiq Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, Prenada

Media Group : Jakarta, 2010.

Anderson, Lorin, A taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, New York : Addison Wesley Longman, Inc, 2001.

Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,

2013.

Assegaf, Abdul Rachman, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Raja Grafindo

Persada: Jakarta, 2013.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah

Tantangan Milennium II, Kencana : Jakarta, 2012 .

Azwar, Sikap Manusia: Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995.

Brookhart, “How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your Class-room,”

Alexandria: ASCD, 2010.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Darodjat, Darmiyati Zuchdi dan Zamroni, “Model Evaluasi Pembelajaran Akidah

Dan Akhlak Di Madrasah Tsanawiyah (MTs),” Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNY, Volume 20, No 1, Juni 2016.

Daryanto, Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Djaali dan Puji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

Grafindo, 2008

Gronlund & Linn, Measurement And Evaluation In Teaching. New York, Mac

Millan Publishing, 1990.

http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/21/149122/polda-metro


(5)

99

http://www.kompasiana.com/rumahbelajar_persada/63-persen-remaja-di-Indonesia-melakukan-seks.

Julistiawati, Rini ,Keterampilan Berpikir Level C4, C5, & C6 Revisi Taksonomi Bloom Siswa Kelas X-3 Sman 1 Sumenep Pada Penerapan Model

Pembelajaran Inkuiri”, Journal of Chemical Education Vol. 2 No.2 Mei,

2013.

Kemenkes RI, Pusat Data Dan Informasi, Jakarta selatan 2014.

Khabibah , Siti Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Soal Terbuka Untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa Sekolah Dasar (Disertasi tidak diterbitkan, UNESA Surabaya, 2006).

Komalasari, Kokom Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi, Revika

Aditama: Bandung, 2013.

Kunandar, Penilaian Autentik Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014.

Kusaeri, Acuan Dan Teknik Penilaian Proses Dan Hasil Belajar Kurikulum 2013, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014.

Kusairi dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2012.

Mardapi, Djemari, Pengukuran, Penilaian Dan Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2012.

Mardapi, Djemari, Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes, Yogyakarta : Mitra Cendekia, 2008.

Maslukha, “Pengembangan Perangkat Evaluasi Pembelajaran Matematika

dengan Memperhatikan Aspek Kognitif Siswa di MTs Tribakti Kunjang

Kediri”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

Pascasarjana UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis

dan Disertasi, Surabaya: PPs UIN Sunan Ampel, 2012.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor :165 Tahun 2014 (Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Pada Madrasah)

Permendikbud nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. Purwanto, Ngalim, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, Bandung


(6)

100

Rosana, Dadan, Modul Evaluasi UT Bab I, Yogyakarta, 2011.

Samritin, “Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Higher Order

Thinking Siswa SMP dalam Mata Pelajaran Matematika” (Disertasi, -- UNY Yogyakarta, 2014).

Sanjaya,Wina Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan),

Jakarta: Kencana, 2007.

Sudarman, Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk

Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah,

(Jakarta, 2007, Dalam jurnal pendidikan inovatif).

Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.

Sudijono, Anas Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Granfindo

Persada, 2011.

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja

RosdaKarya, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuntitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,

2011.

Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, Yogyakarta: Insan Madani, 2012.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Remaja

Rosda Karya, 2004.

Surapranata, Sumarna, Analisis, Validitas, Reliabilitas Dan Interpretasi Hasil Tes, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009.

Suryabrata, Sumardi, “Pengembangan alat ukur psikologis,” Yogyakarta: Andi

Offset,2002.

Wahyudi, Ahmad, Pengembangan Alat Evaluasi Hasil Belajar Matematika

Berbasis Taksonomi Bloom Dua Dimensi, (Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

Wainer & Braun, Test Validity, Hilldale: Lawrence Earlbaum Asociates, 1998. Widoyoko, Eko Putro, Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2011.

Zaenul, Asmawi, Penilaian Hasil Belajar, Jakarta : Pusat Pengembangan