PELATIHAN PARENTING UNTUK CALON IBU DALAM MENYIAPKAN POLA PENDIDIKAN ANAK DI DESA BEDANTEN BUNGAH GRESIK.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

MUSTAQIM (B53213061), Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapkan Pola Pendidikan Anak di Desa Bedanten Bungah Gresik.

Fokus penelitian adalah, (1) Bagimana proses pelatihanparenting untuk calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik? (2) Bagaimana hasil akhir pelatihan parenting untuk calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode

research and development, dengan mengkolaborasikan penelitian kualitatif dan

kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui observasi sebelum dan selama proses pelatihan, hasil wawancara kepada peserta pelatihan, kuesioner terbuka yang diperuntukkan kepada peserta pada pra dan pasca pelatihan untuk mengetahui keberhasilan pelatihan yang dilaksanakan. Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui skala penilaian yang berupa angket uji ahli produk.

Proses pelatihan parenting untuk calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik, dilakukan secara bertahap sebagaimana langkah dalam pelaksanaan pelatihan secara umum. Adapun langkah-langkah tersebut antara lain: a) melakukan analisis kebutuhan (need assessment), b) menentukan tujuan dan materi pelatihan, c) menentukan metode pelatihan, d) proses pelatihan, dan d) melakukan evaluasi pelatihan.

Hasil akhir dari proses pelatihan parenting untuk calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik dapat kategorikan berhasil dengan persentase 80%. Adapun keberhasilan dari pelatihan parenting ini dapat diklasifikasikan dalam 3 bagian, yaitu a) peserta mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang pola pendidikan yang akan diterapkan pada anak, b) peserta telah memiliki gambaran mengenai pola pendidikan yang akan diterapkan pada anak, dan c) peserta mengetahui dan memahami tentang apa yang harus mereka lakukan untuk menerapkan pendidikan-pendidikan tersebut.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUANPEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHANTIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konsep ... 9

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 25

1. Pelatihan ... 25

a. Pengertian Pelatihan ... 25

b. Ciri-ciri dan Langkah-langkah Pelatihan ... 27

c. Tujuan dan Manfaat Pelatihan ... 28

2. Pola Pengasuhan (parenting) a. Pengertian Pola Pengasuhan (parenting) ... 31

b. Macam-macam Pola Pengasuhan Anak ... 34

3. Pendidikan Anak ... 35

a. Pengertian Pendidikan Anak ... 35

b. Macam-macam Pendidikan ... 38

c. Tujuan Pendidikan ... 47

d. Tri Pusat Pendidikan ... 49

4. Peran Ibu dalam Pendidikan Anak ... 49

5. Materi Paket Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapkan Pola Pendidikan Anak ... 57

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 61

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 63

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63


(8)

b. Sejarah Desa Bedanten ... 63

c. Lembaga Pendidikan di Desa Bedanten ... 65

d. Perangkat Desa Bedanten ... 65

2. Deskripsi Fasilitator Pelatihan Parenting ... 66

3. Deskripsi Peserta Pelatihan Parenting ... 67

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 67

1. Deskripsi Proses Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapakan Pola Pendidikan Anak ... 67

a. Melakukan Analisis Kebutuhan ... 68

b. Menetapkan Tujuan dan Materi Pelatihan ... 69

c. Menentukan Metode Pelatihan ... 70

d. Proses Pelatihan ... 71

e. Melakukan Evaluasi Pelatihan ... 90

2. Deskripsi Hasil Akhir Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapakan Pola Pendidikan Anak ... 91

BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapkan Pola Pendidikan Anak ... 100

B. Analisis Hasil Akhir Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapkan Pola Pendidikan Anak ... 104

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Peserta Pelatihan Parenting ... 67

Tabel 3.2 Metode Pelatihan Parenting ... 70

Tabel 3.3 Pengelolaan Waktu Pelatihan Parenting ... 73

Tabel 3.4 Penyajian Data Keberhasilan Pelaksanaan Pelatihan Parenting ... 98


(10)

DAFTAR BAGAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam menganjurkan seorang laki-laki muslim untuk memilih menikah dengan istri shalihah, karena istri adalah pendamping hidup, dialah yang akan mendidik anak-anak. Istri merupakan nikmat yang agung dari sang pencipta yakni Allah SWT, sebab Allah SWT sendiri telah menganugerahkan perempuan bagi laki-laki, sebagaimana Dia telah menganugerahkan laki-laki bagi perempuan.2 Allah SWT berfirman:

مُكَل َلَعَج ُهَاَو

َنِم مُكَقَزَرَو ًةَدَفَحَو َنِنَب مُكِجاَو زَأ نِم مُكَل َلَعَجَو اًجاَو زَأ مُكِسُف نَأ نِم

َنوُرُف كَي مُ ِهَا ِةَم عِنِبَو َنوُنِم ؤُ ي ِلِطاَب لاِبَفَأ ِتاَبِّيهطلا

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis

kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah ?". (QS. An Nahl: 72).3

Al-Mawardi menganggap bahwa memilih istri yang baik merupakan hak anak atas bapaknya. Hal ini beliau kutip dari pernyataan Umar bin Khattab radhiyallau ‘anhu, “Hak yang pertama untuk anak adalah dipilihkan baginya seorang ibu sebelum ia dilahirkan; yang cantik, mulia, taat

beragama, terhormat, cerdas, berakhlak terpuji, teruji kecerdasannya dan

kepatuhannya kepada sang suami”.

Rasulullah SAW juga mengakui pandangan pendidikan yang dimiliki oleh Jabir bin Abdillah dalam memilih istrinya agar bisa memberikan

2

Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Panduan Lengkap Tarbiyatul Aulad, (Solo: Zamzam, 2013), hal. 47.

3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2010), hal. 274.


(12)

2

pendidikan yang layak kepada saudari-saudarinya yang masih kecil-kecil, juga anak-anak Jabir kelak dimasa mendatang. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan An-Nasa’i dalam sebuah hadits yang panjang, bahwasanya Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Engkau

menikah dengan gadis atau janda?,“ Dia jawab, “Janda.” Beliau bertanya

lagi, “Mengapa engkau tidak menikah dengan seorang gadis sehingga dapat

bersenda guaru denganmu?”, Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, bapakku

meninggal dunia, sementara aku memiliki saudari-saudari yang masih

kecil-kecil. Aku tidak suka menikah dengan gadis yang sebaya dengan mereka,

(yang apabila aku lakukan) akibatnya tidak akan dapat mendidik dan

mengurus mereka. Oleh karena itulah aku menikah dengan seorang janda

agar dapat mengurus dan mendidik mereka.”4 Oleh karena itu, seorang

wanita yang telah menjadi seorang ibu, salah satu kewajiban kepada suaminya adalah mendidik anak sebaik-baiknya dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang.5

Sebagai orang pertama yang mengantarkan anak lahir ke dunia peran ibu dalam kehidupan tentu tidak perlu diragukan lagi. Haqani (dalam Christina, 2013)6 menguraikan dengan indah peran ibu dalam bukunya yang berjudul “Terimakasih Ibu”.Dalam bukunya tersebut ia menguraikan betapa seorang ibu merupakan sumber mata air terpenting yang mengalirkan ketenangan, kebahagiaan, dan kecintaan dalam keluarga. Seorang ibu

4

Shohih Bukhori, No. 2967.

5

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Propethic Parenting; Cara Nabi Mendidik Anak, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal. 57.

6

Ani Christina, Sekolah Menjadi Orang Tua; Catatan Seorang Konselor, (Sidoarjo: Filla Press, 2013), hal. 21.


(13)

3

merupakan sosok hidup dari nilai-nilai kelembutan, kejernihan, kasih sayang, dan cinta. Seorang anak tentu sangat memerlukan cinta dan belaian lembut penuh kasih. Di sisi lain, tak ada yang rela mencintai dan berkorban untuknya selain ibunya sendiri.

Menurut psikolog Jacinta F. Rini, anak-anak yang mengalami ketiadaan figur ibu berpotensi mengalami masalah intelektual, emosional, moral, dan sosial di kemudian hari. Masalah intelektual tersebut bisa berupa kelemahan dalam berpikir sebab-akibat maupun kesulitan belajar, sedangkan masalah emosional akan lebih pada kesulitan mengendalikan dorongan emosi, gangguan dalam berkomunikasi, atau perkembangan konsep diri negatif. Adapun masalah moral dan sosial yang mungkin muncul antara lain kesulitan membedakan antara baik-buruk, perilaku melanggar aturan sosial, serta perilaku yang cenderung agresif.7

Seorang penyair dari Mesir berhaluan nasionalis yang mendapat gelar Penyair Sungai Nil bernama Hafizh Ibrahim, berkata dalam salah satu syairnya, “Ibu adalah sekolah, jika kau mempersiapkannnya (jika berhasil),

kau telah mempersiapkan sebuah yang baik akhlaknya.”8 Para ibu hendaknya

menyadari bahwa peran dan tugasnya sebagai ibu untuk melayani suami dan mendidik anak adalah anugerah Allah yang tidak diberikan pada kaum lelaki. Ibu adalah teladan pertama bagi anak dan keluarganya. Peran ibu dalam rumah tangga pasti akan dicatat langsung oleh Allah sebagai sebuah amal

7

Ani Christina, Sekolah Menjadi Orang Tua; Catatan Seorang Konselor, (Sidoarjo: Filla Press, 2013), hal. 21 – 22.

8

Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Panduan Lengkap Tarbiyatul Aulad, (Solo: Zamzam, 2013), hal. 50 – 51.


(14)

4

ibadah. Ibu juga makhluk yang dipilih Allah sebagai perantara untuk melahirkan dan mendidik insan yang kelak menjadi khalifah di bumi.9

Berangkat dari apa yang dikemukakan di atas mengenai tugas ibu sebagai seorang pendidik bagi anak-anak mereka, maka sebagai seorang ibu haruslah memiliki pengetahuan dan pemahaman luas untuk memilih pola asuh serta cara mendidik yang tepat yang harus diterapkan untuk anak-anak mereka agar anak-anak mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.

Di zaman sekarang banyak kita temuai orangtua terutama ibu yang sering bersentuhan dengan anak mereka sering sekali melabeli anak-anak mereka dengan berbagai macam label negatif menyebut anak-anak-anak-anak mereka sebagai anak nakal, bodoh dan lain sebaginya. Sebagaimana hal yang terjadi di desa Bedanten, dengan nada tinggi ibu berkata “kalau sekolah itu

yang pintar, kayak teman-temanmu itu lo”.10 Pemberian label tersebut

dianggap sebagai hal yang biasa bagi mereka. Kurangnya pengetahuan dan ilmu menyebabkan timbul berbagai dampak negatif pada anak. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari pemberian label negatif yang disebut secara berulang-ulang akan terekam secara terus menerus kedalam memori otak anak-anak yang kemudian akan membentuk konsep diri bagi anak-anak mereka, dan pada akhirnya jika tidak segera diatasi akan menjadikan

9

Azti Arlina, Keep Smiling For Mom: Menjadi Ibu Yang Bahagia Dan Luar Biasa,

(Bandung: Mizania, 2009), hal. 149.

10

Hasil Wawancara peneliti di rumah keluarga pak Rizky (nama samaran), di Ds. Bedanten Bungah tanggal 12 November 2016 pukul 09.00.


(15)

5

kepribadian anak tumbuh menjadi pribadi yang negatif.11 Kasus lain yang berkaitan dengan pendidikan anak adalah ada banyak sekali para orangtua yang mengeluhkan bahwa anaknya susah diatur, disuruh sholat dan belajar saja harus sering diingatkan padahal mereka telah mempunyai kewajiban untuk sholat, mereka lebih memilih untuk bermain gadget atau menonton

tayangan televisi seharian dari pada harus sholat dan belajar. Sebagaimana yang terjadi pada salah satu keluarga yang pernah peneliti temui. Orangtua anak berkata, “ya allah mas, gimana yo mas anakku kok susah banget dikasih tahu. Di suruh sholat, ngaji, belajar malah nonton TV, disuruh dengan cara

halus nggak mau di marahi malah melotot. Bingung aku mas harus ngasih

tahu dengan cara apalagi.”12

Ketika hal di atas terjadi, kita tidak bisa melimpahkan kesalahan sepenuhnya kepada anak. Bisa saja hal tersebut terjadi diakibatkan karena memang cara penerapan pola pendidikan orangtua yang salah pada anak. Orangtua kurang memahami bagaimana cara yang tepat untuk menerapkan pola pendidikan pada anak-anak mereka. Mereka cenderung mencontoh dan menerapkan pola pendidikan yang telah diterapkan oleh orangtua mereka dahulu untuk diterapkan kepada anak-anak mereka. Padahal kondisi zaman semakin berkembang dan maju tentunya cara mendidik anak pun bisa dipastikan berubah, dengan menyesuaikan zaman sebab sifat dan karakter anak pun berbeda jauh dengan zaman dahulu. Dari sinilah perlu kita ketahui

11

Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, Yuk, Jadi Orang Tua Shalih Sebelum Meminta Anak Shalih, (Bandung: Mizania, 2014), hal. 20 – 21.

12

Hasil wawancara peneliti dengan Ibu Yusuf (nama samaran), di Ds. Bedanten Bungah tanggal 14 November 2016 pukul 15.00.


(16)

6

bersama bahwa untuk mendidik anak orangtua harus banyak belajar tentang bagaimana cara menerapkan pendidikan yang baik pada anak dan agar pola pendidikan yang diterapkan kepada anak lebih maksimal maka pembelajaran bisa dilakukan diawal yakni ketika sebelum memiliki seorang anak. Pembelajaran bisa dilakukan dengan membaca buku, mencari informasi lewat internet atau berdiskusi dengan orangtua lain yang lebih berpengalaman dalam mendidik anak dan cara lain yang bisa orangtua lakukan adalah dengan mengikuti pelatihan.

Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti terpanggil untuk melakukan suatu tindakan nyata untuk membantu para orangtua terutama para calon ibu yang nantinya akan mengemban tugas untuk mendidik anak-anak mereka agar nantinya bisa menerapkan pola pendidikan dengan baik, maka peneliti bermaksud untuk mengadakan pelatihan parenting untuk calon ibu

dalam menyiapkan pola pendidikan anak. Pelatihan parenting untuk calon ibu

dengan menggunakan buku paket pelatihan sebagai materi pelatihan parenting.

Buku paket pelatihan tersebut tentunya telah melalui berbagai macam proses yakni 1) proses pengujian internal dengan berdiskusi meminta saran dan masukan kepada dosen pembimbing, teman peneliti serta para calon ibu 2) melakukan proses uji ahli buku; uji ahli buku disini tentunya dilakukan untuk menguji ketepatan, kelayakan dan kegunaan buku paket yang telah dibuat untuk akhirnya bisa dijadikan sebagai buku paket pelatihan. Adapun orang yang ditunjuk untuk uji ahli produk adalah Bapak Mohamad Thohir,


(17)

7

M.Pd.I, Ibu Immarianis, S.Pd, M.Si, Kons., dan Ibu Yusria Ningsih, S.Ag, M.Kes., mereka ditunjuk untuk uji ahli buku sebab mereka memiliki kompetensi dalam bidang tersebut. 3) melakukan revisi produk merupakan langkah terakhir penyempurnaan produk, revisi produk dilakukan melalui kritik dan saran dari pengujian internal serta uji ahli agar nantinya buku paket tersebut layak dan baku untuk digunakan sebagai buku paket pelatihan

parenting. Adapun bentuk buku paket pelatihan yang telah melewati uji

internal, uji ahli dan telah direvisi, hasil kritik dan saran calon ibu, angket hasil penilaian uji para ahli serta curiculum vitae bisa dilihat pada skripsi di

bagian lampiran.

Berdasarkan hasil penjabaran di atas, maka peneliti bermaksud mengangkat suatu penelitian yang berjudul “PELATIHAN PARENTING UNTUK CALON IBU DALAM MENYIAPKAN POLA PENDIDIKAN ANAK DI DESA BEDANTEN BUNGAH GRESIK”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagimana proses pelatihan parenting untuk calon ibu dalam menyiapkan

pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik?

2. Bagaimana hasil akhir pelatihan parenting untuk calon ibu dalam


(18)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses pelatihan parenting untuk calon ibu dalam

menyiapkan pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik. 2. Mengetahui hasil akhir pelatihan parenting untuk calon ibu dalam

menyiapkan pola pendidikan anak di desa Bedanten Bungah Gresik.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, menambah wawasan bagi peneliti lain yang ingin meneliti masalah lebih lanjut terkait dengan pola pendidikan anak.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi masayarakat luas terutama para calon ibu agar mendapatkan gambaran dalam menyiapkan pola pendidikan bagi anak-anaknya kelak serta dapat mengetahui langkah-langkah menerapkan pola pendidikan tersebut, sehingga anak-anak mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Bagi peneliti, penelitian ini akan menambah pemahaman tentang konsep dalam mempersiapkan pola pendidikan anak.


(19)

9

E. Definisi Konsep

Peneliti perlu membatasi konsep yang diajukan dalam penelitian agar tidak terjadi misspersepsi dan terhindar dari kesalah pahaman makna serta dapat memudahkan dalam mempelajari isi, maksud dan tujuan penelitian. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Pelatihan Parenting

Pelatihan bisa diartikan sebagai suatu proses yang telah direncanakan untuk memudahkan proses pembelajaran sehingga seseorang bisa menjadi lebih efektif dalam melakukan segala pekerjaannya.13 Sedangkan parenting adalah metode komunikasi yang

efektif, persuasif, dan sugestif berbasis alam bawah sadar. Metode

parenting sangat bermanfaat untuk mendidik anak dalam meningkatkan

kecerdasan, kualitas kepribadian, kebiasaan position, perilaku positif, dan

sebagainya.14 Menurut Mona Ratuliu seorang pegiat parenting, ilmu

parenting adalah proses pengasuhan dan pendidikan anak mulai dari

kelahirannya hingga mencapai kedewasaan personal.15

Pelatihan parenting yang dimaksud oleh peneliti disini adalah

penyampaian materi oleh peneliti kepada peserta pelatihan yakni para calon ibu yang berjumlah 7 orang. Pelatihan ini berisi tentang proses mendidik anak yang akan diberikan orangtua sejak dalam kandungan

13

Agus Suryana, Panduan Praktis Mengelola Pelatihan, (Jakarta: Edsa Mahkota, 2006), hal. 2.

14

Subiyono & Awan Hariono, Pendidikan dan Pengembangan Iptekskoren Iptekskoren Berbasis Alam Bawah Sadar: (Ilmu Pengetahuan Teknologi Seni Kesehatan Olah Raga Enterpreneur), (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal. 99.

15

@Nasihat Ayah, Tak Ada Anak yang Hebat Tanpa Ayah Luar Biasa, (Jakarta: QultumMedia, 2015), hal. 102.


(20)

10

hingga anak dilahirkan ke dunia. Adapun materi yang disampaikan berasal dari buku paket yang telah di susun oleh peneliti yang telah melewati uji internal dan uji para ahli. Pelatihan disini menggunakan sistem forum group discussion dan dikemas seperti sarasehan. Adapun

pelaksana dari pelatihan ini adalah peneliti sendiri dengan meminta izin kepada kepala desa setempat untuk melakukan pelatihan. Adapun proses pelatihan parenting secara rinci akan dibahas di BAB III.

2. Calon Ibu

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia calon berarti orang yang menjadi; bakal.16 Sedangkan ibu mempunyai makna a) panggilan untuk wanita yang telah melahirkan anak; Mak. Ibu sangat mengasihi anak-anaknya. b) perempuan yang mempunyai suami; panggilan yang sopan kepada wanita. c) bagian utama atau sumber.17

Adapun Suryati Armaiyn dalam bukunya Catatan Sang Bunda mengatakan bahwa:

“Ibu adalah manusia yang sangat sempurna. Dia akan menjadi

manusia sempurna manakala mampu mengemban amanah Allah. Yaitu menjadi guru bagi anak-anaknya, menjadi pengasuh bagi keluarga, menjadi pendamping bagi suami dan mengatur kesejahteraan rumah tangga. Dia adalah mentor dan motivator. Kata-katanya mampu menggelorakan semangat. Nasihatnya mampu meredam ledakan amarah. Tangisnya menggetarkan arasy Allah. Doanya tembus sampai langit ke tujuh. Di tangannya rejeki yang sedikit bisa menjadi banyak, dan ditangannya pula penghasilan yang banyak tak berarti apa-apa, kurang dan terus

16

Umi Chulsum & Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Yoshiko Compugrafic, 2006), hal. 151.

17

Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), hal. 546.


(21)

11

kurang. Dialah yang mempunyai peran sangat penting dalam

menciptakan generasi masa depan.”18

Peneliti bermaksud untuk memberikan definisi tersendiri dalam kaitannya dengan pengertian calon ibu. Calon ibu yang dimaksudkan dalam penelitian ini yakni seorang perempuan yang baru atau telah menikah yang belum mempunyai anak atau mereka yang masih mengandung anak pertamanya.

3. Pola Pendidikan Anak

Pola dalam kamus Bahasa Indonesia bermakna cara kerja; sistem. pola kerja.19 Adapun pendidikan Menurut Kant, bermakna care,

discipline, and instruction, the first element of the definition needs

noexlanation, discipline is the eradication of wildness, instruction is the

cultivation of the volitional and cognitive faculties. Menurut Ahmad D.

Marimba, memberi pengertian bahwasanya pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dengan demikian pendidikan dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan generasi muda

18

Suryati Armaiyn, Catatan Sang Bunda, (Jakarta: Al-Mawardi Prima Jakarta, 2011), hal.7 – 8.

19

Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), hal. 1177.


(22)

12

agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmani maupun rohaninya.20

Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata “anak” merujuk pada lawan dari orangtua, orang dewasa adalah anak dai orangtua mereka, meskipun mereka telah dewasa .21 Sedangkan Anak dalam konsep ilmu psikologi anak, definisi anak adalah mereka yang sedang berada dalam perkembangan masa prenatal, lahir, bayi, atitama (anak tiga tahun pertama), alitama (anak lima tahun pertama), dan anak tengah (usia 6 – 12 tahun).22

Jadi, yang dimaksud pola pendidikan anak adalah sistem, cara kerja atau bentuk dalam upaya melimpahkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas yaitu mereka yang sedang berada dalam perkembangan masa prenatal, lahir, bayi, atitama (anak tiga tahun pertama), alitama (anak lima tahun pertama), dan anak tengah (usia 6 – 12 tahun). Pola pendidikan anak yang dimaksudkan peneliti adalah pola pendidikan kepada anak yang akan didapatkan pada fase banota (pra-kelahiran)

20

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 84.

21

Santhos Wachjoe Prijambodo, Bunga Rampai Hukum dan Filsafat di Indonesia: Sebuah Catatan Pemikiran, (Yogyakarta : Deepublish, 2015), hal. 43 – 44.

22

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hal. 8.


(23)

13

sampai anak dilahirkan ke dunia yang meliputi pendidikan ibadah, pendidikan karakter dan pendidikan di era digital.

4. Paket Pelatihan Parenting untuk Calon Ibu dalam Menyiapkan Pola

Pendidikan Anak

Adapun paket yang akan diberikan kepada calon ibu dalam penelitian ini adalah buku paket yang telah dibuat oleh peneliti yang berjudul “Ibu, Engkaulah Sekolah Pertamaku”. Buku paket ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi tentang deskripsi singkat tentang seluruh isi paket yang dibahas dalam buku paket, tujuan yang hendak dicapai dalam pelatihan serta berisi fungsi dan manfaat diadakannya pelatihan. Bagian kedua berisi tentang pendahuluan, indikator, waktu, metode, kegiatan yang akan dilakukan, tujuan serta pertanyaan kuesioner yang akan diberikan pada saat pra dan pasca pelatihan yang ada disetiap materi paket. Selain itu juga berisi uraian materi tiap paket yang terdiri dari: a). Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, b). Mengajarkan Ibadah pada Anak-anak, c). Pendidikan Karekter Bagi Anak, d). Mendidik Anak di Era Digital.

Pelaksanaan buku paket ini bertujuan agar peserta pelatihan memperoleh tambahan wawasan terkait pola pendidikan anak yang akan diterapkan serta langkah untuk menerapkan pola pendidikan tersebut mulai dari kandungan hingga anak dilahirkan ke dunia sebagaimana yang tertuang dalam materi paket pelatihan.


(24)

14

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode research and development dalam

penelitiannya. Research and development adalah metode penelitian yang

digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut agar nantinya produk yang telah di buat tersebut dapat bermanfaat untuk masyarakat luas.23

Penelitian dan pengembangan berfungsi untuk memvalidasi dan mengembangkan produk. Memvalidasi produk berarti produk itu telah ada dan peneliti hanya menguji efektivitas atau validitas produk tersebut. Adapun mengembangkan produk dalam arti yang luas dapat berupa memperbaharui produk yang telah ada (sehingga menjadi lebih praktis, efektif, dan efisien) atau menciptakan produk baru (yang sebelumnya belum pernah ada).24

Untuk menggali data dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan melalui observasi sebelum dan selama proses pelatihan, hasil wawancara kepada peserta pelatihan, kuesioner terbuka yang diperuntukkan kepada peserta pada pra dan pasca pelatihan untuk mengetahui keberhasilan pelatihan yang dilaksanakan. Adapun pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggali data melalui angket uji produk yang diberikan kepada para ahli.

23

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 297.

24

Sugiyono, Metode Penelitian & Pengembangan, Research and Development untuk Bidang Pendidikan, Manajemen, Sosial, Teknik, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 28


(25)

15

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Subjek penelitian ini adalah para calon ibu yang berjumlah 7 orang yang ada di desa Bedanten Bungah Gresik. Pemilihan subjek berdasarkan pada kriteria tertentu. Adapun kriteria yang ditentukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a) subjek penelitian telah menikah dan belum mempunyai anak b) pendidikan adalah minimal jenjang SMA sampai dengan S1.

Kriteria tersebut ditentukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan berbagai alasan: a) memilih subjek yang belum mempunyai anak sebagai langkah preventif agar nantinya pendidikan yang diterapkan kepada anak bisa lebih maksimal sebab si ibu telah memperoleh bekal terkait gambaran pola pendidikan anak mulai dari pra kelahiran sampai dengan anak b) ibu yang mempunyai pendidikan SMA maupun S1 diharapkan setelah mengikuti pelatihan nantinya bisa membagi ilmunya kepada calon ibu lain yang ada di desa tersebut sebab tingkat pemahaman dan penguasaan materi paket pelatihan dinilai lebih baik dan mumpuni dibandingkan mereka yang memiliki jenjang pendidikan lebih bawah.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Bedanten kecamatan Bungah kabupaten Gresik. Adapun tempat pelatihan dilaksanakan di salah satu ruangan yang ada di pondok pesantren Mambaul Ulum yang diasuh Oleh KH. Fatah Abdul Aziz yang beralamatkan di Jl. Maskumambang RT. 11 RW. 4.


(26)

16

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Adapun jenis data pada penelitian ini adalah: 1) Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian adalah hasil observasi selama proses pelatihan parenting dari awal

sampai akhir pelatihan. Termasuk juga data hasil wawancara dengan peserta pelatihan terkait pelatihan yang telah dilaksanakan serta hasil kuesioner yang diisi oleh peserta pra dan pasca pelatihan.

2) Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian terdiri dari berbagai referensi pendukung penelitian lainnya yang berkaitan dengan persoalan yang peneliti teliti, seperti data tambahan dari buku, jurnal dan situs.

b. Sumber Data

Sumber data adalah salah satu yang paling penting dalam sebuah penelitian, hal ini dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan tujuan penelitian.25 dalam hal ini sumber data di bagi menjadi dua bagian, yaitu:

25

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013), hal. 129.


(27)

17

1) Sumber data primer yaitu sumber data yang didapatkan langsung dari lapangan. Dalam hal ini yang dimaksud dari sumber data primer adalah informasi yang didapatkan peneliti dari peserta pelatihan yakni para calon ibu yang berada di desa Bedanten Bungah Gresik.

2) Sumber data sekunder adalah segala informasi yang berbentuk literatur dan hasil pengamatan peneliti terhadap dokumentasi hasil pemahaman peserta pelatihan setelah pelatihan dilaksanakan yang dimunculkan melalui tulisan tangan peserta. 4. Tahap-tahap dalam Penelitian Pengembangan

Agar dapat memberikan pelatihan parenting, tentunya diperlukan

sarana yang dapat membantu jalannya pelatihan ini, karena adanya paket ini sangat dibutuhkan oleh calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak. Dan prosedur-prosedur ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : a. Perencanaan

Tahap ini merupakan tahap dimana peneliti mengkaji dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan anak selama ini. Kemudian langkah berikutnya peneliti mengumpulkan dan mempelajari tentang macam-macam pola pendidikan anak. Dalam hal ini peneliti melakukan studi literatur dengan mempelajari berbagai buku yang didalamnya membahas tentang macam-macam pola pendidikan anak yang bisa diterapkan orangtua terutama ibu kepada anak-anak mereka.


(28)

18

b. Pengembangan

1) Merumuskan tujuan yaitu terwujudnya para calon ibu yang memiliki wawasan dan gambaran kedepan bagaimana mereka akan menerapkan pola pendidikan untuk anak-anak mereka mulai dari pendidikan pra lahir sampai nanti anak dilahirkan. 2) Menyusun sebuah paket pengembangan dengan mempersiapkan

materi tentang a). Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, b). Mengajarkan Ibadah pada Anak-anak, c). Pendidikan Karekter Bagi Anak, d). Mendidik Anak di Era Digital.

3) Mengembangkan paket yang menjadi petunjuk bagi calon ibu agar dapat mengikuti proses pelatihan dengan tepat sehingga peserta pelatihan yakni para calon ibu dapat memahami target yang ingin dicapai setelah diadakannya pelatihan. Adapun paket yang dikembangkan berupa paket pelatihan parenting untuk

calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak. c. Menyusun Strategi Evaluasi

Menyusun strategi evaluasi merupakan hal yang perlu dilakukan agar tingkat keberhasilan paket dapat diketahui, maka perlu diadakan evaluasi bimbingan untuk mencapai hasil yang maksimal.

d. Tahap Uji Coba

Agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki nilai manfaat maka perlu diadakan tahap uji coba melalui


(29)

19

tiga tahap, yaitu uji ahli yang mempunyai tujuan untuk mengetahui dimana letak kesalahan-kesalahan yang mendasar baik dalam segi isi buku paket maupun rancangan. Sedangkan uji kelompok kecil yang dilaksanakan melalui pelatihan bertujuan untuk mengetahui efektifitas perubahan produk yang dihasilkan dari uji ahli serta menentukan tingkat pemahaman para peserta pelatihan terhadap materi pelatihan.

e. Tahap Revisi Produk

Melakukan revisi produk merupakan langkah terakhir penyempurnaan produk, revisi produk dilakukan melalui kritik dan saran dari pengujian internal serta uji ahli agar nantinya buku paket tersebut layak dan baku untuk digunakan sebagai buku paket pelatihan parenting.26

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa teknik yaitu; observasi, wawancara, dokumentasi, kuesioner serta audio visual.

a. Observasi

Observasi adalah setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran atau metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data-data penelitian tersebut kemudian dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti sempit bahwasanya observasi

26

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 18 – 19.


(30)

20

adalah pengamatan yang dilakukan oleh pancaindra dengan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.27

Observasi yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam kategori observasi partisiptif dimana peneliti terlibat langsung dalam proses pelatihan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati peserta pelatihan yakni calon ibu yang meliputi: kondisi peserta, kegiatan peserta dan proses pelaksanaan pelatihan dari awal sampai akhir.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.28 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tak berstruktur, maksud dari wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan dalam wawancara ini hanya berupa pertanyaan seputar garis-garis besar permasalahan.29 Pertanyaan disesuaikan dengan keadaan dan ciri unik dari responden dan

27

Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 74.

28

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT Remaja Risdakarya, 2003), hal. 180.

29

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010),hal. 197.


(31)

21

pelaksanaan tanya jawab mengalir sebagaimana percakapan sehari-hari.30

Pada sesi wawancara ini, peneliti akan melakukan wawancara kepada peserta pelatihan tersebut, yaitu menanyakan tentang respon dan tanggapan peserta dengan diadakannya pelatihan parenting,

melalui beberapa pertanyaan apakah materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mereka untuk memberikan gambaran mengenai pola pendidikan anak, kemudian bagaimana respon peserta terhadap pelatihan yang telah diselenggarakan.

c. Dokumentasi

Menurut Suharmi Arikunto metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.31 Hadari Nawawi menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.32

Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi: luas wilayah

30

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 191.

31

Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 206.

32

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hal. 133.


(32)

22

penelitian, jumlah peserta penelitian, batas wilayah, kondisi geografis di desa Bedanten Bungah Gresik.

d. Kuesioner/angket

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.33

Kuesioner diberikan kepada para calon ibu dalam hal ini yakni peserta pelatihan yang berupa kuesioner pre-test dan post-test

yang berguna sebagai alat pengukur dari hasil pelatihan setelah peserta mendapatkan materi pada saat pelatihan dalam hal ini bisa terukur dengan bertambah dan meningkatnya wawasan peserta pelatihan dalam pola pendidikan anak. Adapun pertanyaan pada angket adalah sesuai dengan materi yang ada dalam buku paket pelatihan.

e. Audio dan visual

Pengumpulan data pada teknik ini berupa foto, video, atau sejenisnya.34 Visual yang peneliti maksud dalam penelitian ini yaitu hasil pengambilan gambar atau foto selama proses berlangsungnya pelatihan yang diikuti oleh calon ibu sebagai pesertanya.

33

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 199.

34

John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantutatif, dan Mixed,


(33)

23

G. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini membutuhkan pembahasan yang sistematis agar lebih mudah dalam memahami. Oleh karena itu, penulis menyusun penelitian ini ke dalam lima bab pembahasan. Adapun sistematika pembahasan tersebut secara umum adalah sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah yang menjadi sentra kajian dikemukakan tujuan dan manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian yang menguraikan berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini serta penelitian terdahulu yang relevan. Adapun kajian teoritik yang akan dibahas antara lain:

a. Pelatihan: membahas tentang pengertian pelatihan, ciri-ciri dan langkah-langkah pelatihan serta tujuan dan manfaat pelatihan. b. Pola pengasuhan (parenting): membahas tentang pengertian pola

pengasuhan (parenting) dan macam-macam pola pengasuhan.

c. Pendidikan Anak: membahas tentang pengertian pendidikan anak, macam-macam pendidikan, tujuan pendidikan dan tri pusat pendidikan.

d. Peran ibu dalam pendidikan anak: didalamnya dijelaskan tentang bebrapa peran penting ibu dalam pendidikan anak, kriteria ibu ideal


(34)

24

dalam pendidikan anak serta peran ayah dalam membantu tugas ibu dalam pendidikan anak.

e. Materi paket pelatihan parenting untuk calon ibu dalam menyiapkan

pola pendidikan anak: menjelaskan secara singkat tentang proedur yang akan dimuat dalam paket pelatihan.

3. BAB III PENYAJIAN DATA. Bagian yang menguraikan tentang deskrispsi umum objek penelitian, deskripsi proses pelatihan parenting

serta deskripsi hasil akhir pelatihan parenting.

4. BAB IV ANALISIS DATA. Pada bab ini akan dipaparkan tentang analisis proses pelatihan parenting serta alasis hasil akhir pelatihan

parenting untuk calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan anak di

desa Bedanten Bungah Gresik sehingga diperoleh hasil mengenai keberhasilan pelatihan yang telah dilaksanakan.

5. BAB V PENUTUP. Bagian yang membahas tentang kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan bebrapa sarandari penelitian terkait dengan penelitian skripsi.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik

1. Pelatihan

a. Pengertian Pelatihan

Pelatihan yakni serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan pengalaman keterampilan, keahlian, penambahan pengetahuan, serta perubahan sikap seorang individu. Peningkatan akan kemampuan dan keahlian para SDM tersebut berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung jawabnya saat ini.

Sasaran yang ingin dicapai dari adanya program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsinya saat ini. Oleh sebab itu, bentuk latihan atau training dimaksudkan

untuk memperbaiki penguasan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kinerja tertentu, terinci dan rutin. Proses pelatihan difokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dan penerapan pemahaman serta pengetahuan sehingga hasil yang diinginkan adalah penguasaan atau peningkatan keterampilan.35

Menurut The Manpower Service Commision’s Glossary of

Training Terms mendefinisikan pelatihan sebagai suatu proses

perencanaan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan atau keahlian melalui pembelajaran untuk meningkatkan kinerja yang

35

Agustin Rozalena dan Sri Komala Dewi, Panduan Praktis Menyusun Pengembangan Karier dan Pelatihan Karyawan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2016), hal. 108 – 109.


(36)

26

efektif dalam aktifitasnya.36 Menurut Bernardin dan Russel pelatihan adalah untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaaan kerja tertentu, terperinci, rutin dan yang dibutuhkan sekarang. Pelatihan tidak diprioritaskan untuk membina kemampuan melaksanakan pekerjaan dimasa yang akan datang saja, namun juga untuk meningkatkan motivasi. Artinya pelatihan tidak dapat mempersiapkan karyawan untuk memikul tanggung jawab yang lebih berat dari pekerjaan yang sekarang.

Siagian mempertegas tentang pengertian pelatihan, ia memberikan definisi pelatihan sebagai suatu keseluruhan proses, teknik dan metode belajar mengajar dalam kerangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka proses pelatihan harus mengandung unsur-unsur pokok kurikulum, metode dan teknik pembelajaran, instruktur (guru) dan sarana/prasarana serta dana yang memadai.37

Dengan demikian, pelatihan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai. kemudian dilihat dari tujuan umumnya pelatihan lebih ditekankan pada

36

Tobari, Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan; Edisi 1, Cetakan 2, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal. 18.

37

Tobari, Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan; Edisi 1, Cetakan 2, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal. 20 – 21.


(37)

27

peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini.38

b. Ciri-ciri dan Langkah-langkah Pelatihan

Untuk mencapai hasil pelaksanaan pelatihan yang baik, maka program pelatihann perlu dirancang seefektif mungkin. Menurut Kusriyanto, ciri-ciri dari program pelatihan yang efektif, antara lain: 1) Mempunyai sasaran yang jelas, hasilnya sebagai tolak ukur. 2) Diberikan oleh tenaga pengajar yang cakap menyampaikan

ilmunya dan mampu memotivasi para peserta.

3) Isinya mendalam sehingga tidak menjadi bahan hapalan, melainkan mampu mengubah sikap dan meningkatkan prestasi kerja.

4) Sesuai dengan latar belakang teknis, permasalahan dan daya tanggap peserta.

5) Menggunakan metode yang tepat guna.

6) Meningkatkan keterlibatan aktif para peserta, sehingga mereka bukan sekedar mendengarkan atau mencatat.

7) Disertai desain penelitian, sejauh mana sasaran program tercapai demi prestasi dan produktivitas perusahaan/organisasi.

Bila dicermati dari ciri-ciri rancangan pelatihan di atas, maka menurut Kusriyanto didalamnya mencakup tiga hal, yaitu:

38

Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia; Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 168.


(38)

28

1) Materi yang harus disampaikan secara jelas, mendalam isinya, dan sesuai dengan latar belakang teknis.

2) Metode penyampaian pelatihan dan penyampaian materi dilakukan oleh pengajar yang cakap, serta melibatkan secara aktif peserta pelatihan.

3) Evaluasi pelaksanaan pelatihan.39

Adapun langkah-langkah pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut need analysis atau assessment.

2) Menentukan sasaran dan materi program pelatihan.

3) Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.

4) Mengevaluasi program pelatihan.40 c. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Ada dua tujuan utama dari program pelatihan yang dijelaskan oleh Handoko, yaitu: Pertama, latihan dilakukan untuk menutup

‘gap’ antar kecakapan atau kemampuan karyawan dengan

permintaan jabatan. Kedua: program-program tersebut diharapkan

dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan.

39

Tobari, Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan; Edisi 1, Cetakan 2, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal. 21 – 22.

40

Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajeman Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 174.


(39)

29

Menurut Carrel et al, tujuan dari adanya pelatihan dapat dirangkum dalam tujuh hal, yaitu sebagai berikut: meningkatkan kualitas kerja, memperbaharui keterampilan pegawai (update

employee skills), menghindarkan penerapan menejerial telah usang

(avoid menegerial obsolescence), memecakan masalah organisasi,

memberikan bekal pelatihan kepada karyawan baru sebagai orientasi, mempersiapkan karyawan yang akan dipromosikan, serta untuk pengelolaan suksesi kepemimpinan (menegerial succession),

memenuhi kebutuhan pertumbuhan karyawan (satisfy personal

groeth needs).41

Secara spesifik tujuan dari pelatihan adalah sebagai berikut: 1) Memperbaiki produktivitas dan kinerja karyawan.

2) Memperbaiki output yang masih kurang hingga mencapai

standar.

3) Menambah keterampilan, keahlian dan kecakapan karyawan. 4) Membiasakan dan senantiasa beradaptasi dengan perubahan dan

perkembangan teknologi penunjang pekerjaan.

5) Sebagai acuan mempersiapkan karyawan untuk promosi. Suatu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karier yang sistematis.

6) Membantu memecahkan masalah operasional.

41

Tobari, Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan; Edisi 1, Cetakan 2, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal 21 – 23.


(40)

30

7) Mengefektifkan waktu untuk mencapai output dan standar

pelatihan dan pengembangan.

8) Sebagai sarana memupuk kemampuan, minat, bakat dan rasa percaya diri karyawan untuk maju dan berkembang.

9) Menumbuhkan loyalitas dan mendukung organisasi mencapai tujuannya.

10) Menjadi sarana memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi karyawan.42

Adapun manfaat dari pelatihan secara spesifik adalah sebagai berikut:

1) Membantu memecahkan masalah efektivitas dan efisiensi organisasi untuk semua sisi.

2) Memunculkan peningkatan kuantitas dan kualitas produktivitas dan kinerja yang lebih positif.

3) Terbentuk sikap dan perilaku loyal, mau bekerja sama dan sama-sama saling menguntungkan.

4) Terpenuhinya kebutuhan perencanaan SDM yang unggul dan kompetitif.

5) Meminimalisasi beban dan jumlah kecelakaan kerja.

6) Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan setiap personal karyawan.

42

Agustin Rozalena dan Sri Komala Dewi, Panduan Praktis Menyusun Pengembangan Karier dan Pelatihan Karyawan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2016), hal. 111 – 112.


(41)

31

7) Meminimalisasi hambatan pembelajaran, baik internal maupun eksternal. 43

2. Pola Pengasuhan (parenting)

a. Pengertian Pola Pengasuhan (parenting)

Istilah pola pengasuhan terdiri dari dua kata yaitu pola dan pengasuhan. Menurut poerwadarminta, pola adalah model dan istilah pengasuhan berasal dari kata asuh yang diartikan nerawat dan mendidik anak atau diartikan memimpin, membina, melatih anak supaya bisa mandiri dan berdiri sendiri. Webster’s mengemukakan bahwa istilah asuh dalam bahasa inggris diartikan dengan nurture

yang memiliki pengertian sejumlah perubahan ekspresi yang dapat mempengaruhi potensi genetik yang melekat pada diri individu.44

Takdir Ilahi, dalam buku “Quantum Parenting” ia memaknai

parenting dengan sebuah proses memanfaatkan keterampilan

mengasuh anak yang dilandasi oleh aturan-aturan yang agung dan mulia. Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak dengan menggunakan teknik dan metode yang menitikberatkan pada kasih sayang dan ketulusan cinta yang mendalam dari orang tua.45

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pola asuh merupakan sejumlah model atau bentuk perubahan

43

Agustin Rozalena dan Sri Komala Dewi, Panduan Praktis Menyusun Pengembangan Karier dan Pelatihan Karyawan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2016), hal. 112.

44

Ani Siti Anisah, “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan

Karakter Anak”, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, (online), Vol. 05, no. 01, (http://www.journal.uniga.ac.id, diakses 2011), hal. 72.

45

Mohammad Takdir Ilahi, Quantum Parenting, ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 133


(42)

32

ekspresi dari orang tua yang dapat mempengaruhi potensi genetik yang melekat pada diri individu dalam upaya memelihara, merawat, membimbing, membina dan mendidik anak-anaknya baik yang masih kecil ataupun yang belum dewasa agar menjadi manusia dewasa yang mandiri dikemudian hari.

Setiap anak dilahirkan memerlukan perwatan, pemeliharaan, dan pengasuhan untuk mengantarkannya menuju kedewasaan. Pembentukan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh cara perawatan dan pengasuhan anak sejak dia dilahirkan. Tumbuh kembang anak diperlukan perhatian yang serius, terutama masa-masa sensitif anak, misalnya balita. Keteladanan langsung dari orang tua baik ayah maupun ibu dalam membentuk kepribadian anak menjadi kata kunci yang harus ditekankan. Oleh karena itu hak pengasuhan anak secara ideal adalah orang tua sendiri.46 Orang tua berkewajiban mempersiapkan tubuh, jiwa, dan akhlak anak-anaknya untuk menghadapi pergaulan masyarakat yang ingar-bingar. Kewajiban ini merupakan tugas yang ditekankan agama dan hukum masyarakat. Tegasnya, anak-anak hendaknya dididik dengan akhlak yang baik.47 Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

رَٰ ۡمُكيِل ٰۡأٰو ۡمُكٰسُفنٰأ ْاأوُ ق ْاوُنٰماٰء ٰنيِذلٱ اٰه يٰأَٰٓ

ا

اُٰدوُقٰو

ُسانلٱ

ُةٰراٰجِ

ۡٱٰو

ۡ

اٰه ۡ يٰلٰع

ةٰكِئأٰٓلٰم

ظ َِٰغ

داٰدِش

ّ

ٰنوُصۡعٰ ي

ّٰٱ

أاٰم

ۡمُٰرٰمٰأ

ٰنوُلٰع

ۡفٰ يٰو

اٰم

ٰنوُرٰم

ۡؤُ ي

46

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender (Edisi Revisi), (Malang: UIN-Maliki Press, 2013), hal. 277-278.

47


(43)

33

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)48

Secara kebahasaan, kata ا ْوق merupakan bentuk amr lil jama’ (kata perintah bentuk plural) dari kata ىقو yang berarti jagalah oleh kalian, dan kata مكسفْنأ yang berarti diri kalian. Dengan demikian, kata ْمكسفْنأ ا ْوق dalam konteks ayat ini bermakna perintah untuk senantiasa menjaga diri dan keluarga dari sengatan api neraka. Sedangkan kata ظاغ yang merupakan bentuk plural dari kata ظْيلغ yang berarti keras, dan kata دا دشyang merupakan bentuk plural dari kata دْيدش yang berarti kasar. Dengan demikian, kata دادش ظاغ dalam konteks ayat ini merupakan pendeskripsian sifat para malaikat penjaga neraka yang sangat keras dan ksar dalam menyiksa para penghuni neraka.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahlan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani.

48

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006), hal. 448.


(44)

34

Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, Umar berkata, “wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan

bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW menjawab,

Larang mereka mengerjakan apa yang kami dilarang

mengerjakannnya dan perintahkan mereka melakukan apa yang

diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan

mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar

dan keras yang memimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat.

Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam

neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah

terhadap apa yang diperintahkanNya dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkanNya.”49

b. Macam-macam Pola Pengasuhan Anak

Baumrind mengajukan empat gaya pengasuhan sebagai kombinasi dari dua faktor tersebut, yaitu:

1) Authoritative, adalah gaya pengasuhan oleh orang tua yang

mengarahkan perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Di sisi lain, orang tua bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan anak. Orang tua menghargai kepribadian yang dimiliki anak sebagai keunikannya.

49

Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT), Al-Qur’an dan Tafsirnya


(45)

35

2) Authoritarian, adalah gaya pengasuhan oleh orang tua yang

selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevalusi perilaku dan tindakan anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya bersifat mutlak dengan memberlakukan hukuman manakala terjadi pelanggaran. Anak-anak kurang mendapat penjelasan yang rasioanl atas segala aturan, kurang dihargai pendapatnya.

3) Permisif, adalah gaya pengasuhan yang dilakukan orang tua

yang terlalu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak.

4) Rejecting-neglecting, gaya pengasuhan oleh orang tua yang

kurang atau bahkan sama sekali tidak mempedulikan perkembangan anak. Orang tua lebih memprioritaskan kepentingan sendiri dari pada kepentingan anak.50

3. Pendidikan Anak

a. Pengertian Pendidikan Anak

Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan

memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan. Dalam arti

50

Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 48-49.


(46)

36

yang luas, pendidikan baik secara formal maupun yang informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.51 Secara umum dikatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang didesain untuk memindahkan atau menularkan pengetahuan dan keahlian atau kecakapan serta kemampuan. Pemindahan atau penularan tersebut berlangsung terus menerus dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.52

Berdasarkan KBBI, anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.53 Sedangkan Anak dalam konsep ilmu psikologi anak, definisi anak adalah mereka yang sedang berada dalam perkembangan masa prenatal, lahir, bayi, atitama (anak tiga tahun pertama), alitama (anak lima tahun pertama), dan anak tengah (usia 6 – 12 tahun).54 Dari pendapat tersebut pada pokoknya adalah bahwa anak merupakan makhluk sosial, yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran,

51

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP – UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,

(Bandung: PT. Imtima, 2007), hal. 20.

52

Ade Putra Panjaitan, dkk, Korelasi Kebudayaan & Pendidikan; Membangun Pendidikan Berbasis Budaya Lokal, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), hal. 22.

53

M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 8.

54

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hal. 8.


(47)

37

kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak (anak). perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya.55

Jadi yang dimaksud dengan pendidikan anak adalah suatu upaya atau proses membimbing yang ditujukan kepada anak yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, baik pendidikan secara formal maupun yang informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan anak tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.

Berbicara tentang pendidikan memberikan gambaran bahwasanya pendidikan bukan melulu berpatokan pada taraf menyekolahkan anak di sekolah untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, namun makna pendidikan lebih luas dari pada hal tersebut. anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika ia memperolah pendidikan secara penuh (paripurna) agar kelak anak dapat menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.56

55

Santhos Wachjoe Prijambodo, Bunga Rampai Hukum Dan Filsafat di Indonesia: Sebuah Catatan Pemikiran, (Yogyakarta : Deepublish, 2015), hal. 44.

56

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 83.


(48)

38

b. Macam-macam Pendidikan

Berikut kami paparkan macam-macam pendidikan yang bisa diterapkan kepada anak-anak, antara lain:

1) Pendidikan sejak dalam kandungan/pralahir

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam bidang perkembangan pralahir menunjukkan bahwa selama berada dalam Rahim, anak dapat belajar, merasa dan mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Pada saat kandungan itu berusia lima bulan, setara dengan 20 minggu, kemampuan anak dalam kandungan untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehingga proses pendidikan dan belajar dapat dimulai dan dilakukan.

Berikut beberapa laporan yang sangat menggembirakan bagi dunia pendidikan khususnya dari F. Rene Van de Carr, M.D. dan Marck Lehler, Ph.D. bahwa The American Association of The Advancement of Science pada tahun 1996 telah merangkum hasil penelitian sejumlah ilmuwan dalam bidang stimulasi pralahir dan bayi, antara lain sebagai berikut: a) Dr. Craig dari University of Alabama menunjukkan bahwa

program-program stimulasi dini meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada semua anak yang diteliti dari masa bayi hingga usia 15 tahun. Anak-anak


(49)

39

tersebut mencapai kecerdasan 15 hingga 30 persen lebih tinggi.

b) Menurut F. Rene Van De Carr, dkk., bahwa The Prenatal

Enrichment Unit di Hua Chiew General Hospital, di

Bangkok Tahailand yang dipimpin Dr. C.

Pantuhuramphorn, telah melakukan penelitian yang sama terhadap bayi pralahir, dan hasilnya disimpulkan bahwa bayi yang diberi stimulasi pralahir cepat mahir bicara, menirukan suara, menyebutkan kata pertama, tersenyum secara spontan dan juga mengembangkan pola sosial lebih baik saat dewasa.57

2) Pendidikan akidah

Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, yakni terposisikannya dalam rukun yang pertama dalam rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara orang Islam dengan non Islam. Lamanya dakwah Rasulullah dalam rangkah mengajak umat agar bersedia untuk mentauhidkan Allah sebagai tuhan satu-satunya menunjukkan betapa penting dan mendasarnya pendidikan akidah bagi setiap umat muslim pada umumnya. Terlebih lagi bagi kehidupan anak, maka dasar-dasar akidah wajib untuk terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar

57

Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 2 – 3.


(50)

40

setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.

3) Pendidikan ibadah

Taat peribadatan menyeluruh sebagaimana termaktub dalam fiqh Islam hendaknya diperkenalkan sedini mungkin dan sedikit dibiasakan pada diri anak. Hal ini dilakukan agar kelak anak-anak dapat tumbuh menjadi insan yang mempunyai ketakwaan yang tinggi, yakni insan yang taat dalam melaksanakan segala perintah agama dan menjauhi segala apa yang telah dilarang oleh agama. Ibadah sebagai perwujudan dari akidah Islamiah harus tetap terpancar dan diamalkan dengan baik oleh setiap anak.58

4) Pendidikan jasmani

Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang bertujuan menumbuhkembangkan badan secara alamiah dan leluasa agar nantinya manusia mampu untuk menunaikan kewajiban terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Melalui pendidikan ini akan membekali akal dengan kemampuan yang lazim diperlukan oleh manusia. Pepatah mengatakan, “Akal

yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat.” Pendidikan

jasmani tidak hanya berkutat pada olahraga serta latihan kekuatan dan kelenturan tubuh, tetapi juga menuntut perhatian

58

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 116 – 117.


(51)

41

khusus terhadap kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pendidikan jasamani juga harus memerhatikan metode pembelajaran yang tidak terlalu menguras dan membebani kekuatan si anak.

Montini, seorang pendidik asal Perancis mengatakan,

“Memberikan latihan kepada anak dan memperkuat akalnya

saja tidak cukup. Perlu diperhatikan pula kekuatan otot-ototnya, karena jiwa yang lemah terdapat pada tubuh yang lemah. Para

gurunya sering membuat suatu perumpamaan yang

menunjukkan bahwa pada umumnya keberanian dan kekuatan

manusi tergantung pada kelenturan dan kekuatan tubuhnya.”

5) Pendidikan akhlak

Tujuan utama pendidikan akhlak ialah meraih kebaikan dan mengikutinya. Temanya adalah mendidik insting,

menumbuhkan kembangkan emosi yang mulia, memperkuat keinginan yang baik, serta membiasakan tradisi bermanfaat yang menjadikan anak sebagai manusia luhur.

Dalam mukadimah kurikulum resmi pendidikan Perancis terdapat sebuah pernyataan berikut:

“Pendidikan akhlak tidak hanya bertujuan menjadikan

manusia memiliki pengetahuan, namun lebih dari itu juga memiliki keinginan dan kepribadian yang kuat. Pendidikan akhlak lebih merupakan aktivitas rasa

daripada aktivitas pikir. Pendidikan ini lebih

memerhatikan pembaruan akhlak, mengulang-ulangnya dan menjadikannya sebagai kebiasaan sepanjang hidup. Pendidikan akhlak di sekolah dasar dalam skala khusus

bukanlah memenuhi otak anak dengan ilmu

pengetahuan, namun memberikan latihan dan

pembiasaan. Dengan kata lain, pendidikan akhlak merupakan upaya mengarahkan hasrat yang bebas


(52)

42

menuju kehormatan dan kebajikan melalui

pembiasaan.”59

6) Pendidikan Karakter

Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketiak ia menulis buku yang berjudul

The Return of Character Education, kemudian disusul bukunya

Educating for Character. How Our School Can Teach Respect

and Responsibility. Melalui buku-bukunya itu, ia menyadarkan

dunia barat akan pentingnya pendidikan karakter.

Pendidikan karakter adalah upaya sadar, terencana, dan sistematis dalam membimbing peserta didik agar memahami, merasakan, mencintai, menginginkan dan melakukan kebaikan baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, oran lain, lingkungan sekiitar, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai kodratnya. Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010), mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.60

59

Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Parenting Guide; Dialog Imajiner Tentang Cara Mendidik Anak Berdasarkan Al-Qur’an, As-sunah, dan Psikologi, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2006), hal. 2 – 6.

60

Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga; Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga Perspektif Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), hal. 38 – 49.


(53)

43

Menurut Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentuyang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.61

Menurut Dr. Ratna Megawangi ada sembilan pilar karakter yang penting untuk ditanamkan, yaitu a) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; b) kemandirian dan tanggung jawab; c) kejujuran/amanah, diplomatis; d) hormat dan santun; e) dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasama; f) percaya diri dan pekerja keras; g) kepemimpinan dan keadilan; h) baik dan rendah hati; i) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.62

61

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung:Alfabeta, 2012), hal. 23 – 24.

62

Femi Olivia, Career Skills for Kids; Kembangkan Kecerdikan Anak dengan Taktik Biosmart, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), hal. 11.


(54)

44

7) Pendidikan Era Digital

Perkembangan teknologi semakin hari semakin maju, terlebih lagi kemajuan digital. Berbagai dampak pun timbul baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Namun dampak negatif yang ditimbulkan jauh lebih banyak, misalkan saja anak yang kecanduan games, terdapat empat alasan penting tentang

kecanduan games yang patut kita khawatirkan, antara lain: a).

Anak yang kecanduan games bisa melupakan tugas utamanya

yaitu belajar demi pesiapan masa depannya, b). Anak yang kecanduan games bisa melakukan apa saja demi mendapatkan

keinginannya, misalnya berbohong, mencuri, membolos, dan lain-lain, c). Anak yang kecanduan games bisa kehilangan

logika berpikir karena sudah dikuasai hasrat atau nafsu bermain

games, d). Anak yang kecanduan games bisa memiliki khayalan

berlebihan sehingga dapat melakukan hal-hal ekstrim untuk mewujudkan imajinasinya.63

Ada lagi perangka lain yang juga memiliki dampak buruk bagi anak yang tidak disadari oleh orang tua. Berikut beberapa dampak dari kecanduan menonton televisi, antara lain: a). banyak menonton televisi dapat menyebabkan kerusakan pada mata. Sinar biru dituding sebagai penyebab utama kerusakan mata pada anak. sinar biru adalah sinar dengan

63


(55)

45

panjang gelombang 400-500 nano meter pada sprektum sinar yang masih dapat diterima oleh mata. Secara alamiah, sinar biru dipancarkan oleh matahari. Namun kemajuan teknologi seperti televisi, komputer serta lampu neon juga punya andil terhadap kian menyebarnya sinar biru di tengah masyarakat, b). Televisi dapat memicu hambatan perilaku sosial anak. seorang anak yang sering meonton televisi cenderung enggan untuk melakukan interaksi dengan orang-orang disekitarnya. Ia sudah cukup menikmati tayangan yang ada di televisi, c). Televisi dapat meingkatkan resiko obesitas anak. selama meonton televisi anak tidak melakukan aktifitas fisimapalagi ditambah dengan kebiasaan ngemil akan sangat mendorong anak mengalami obesitas, dan masih bayak lagi dampak yang ditimbukan jika anak kecanduan televisi.64

Beberapa dampak di atas bisa diantisipasi oleh orang tua sedini mungkin lewat pendidikan digital. Lewat pendidikan digital diharapkan anak-anak akan bisa terhindar dari kecanduan berbagai macam perangkat digital yang tengah berkembang saat ini.

8) Pendidikan akal

Pendidikan akal bertujuan utama untuk mencari kebenaran dan mengaplikasikannya. Pendidikan ini dapat

64

Miftahul Jinan, Alhamdulillah Anakku Nakal, (Sidoarjo: Filla Press, 2015), hal. 185 – 186.


(56)

46

terwujud sempurna dengan mempelajari ilmu pengetahuan yang bekerja membentuk dan mengembangkan daya nalar. Itu semua diperoleh dengan cara melatih pancaindra anak dan memperkuat daya konsentrasi, imajinasi, pikir, dan memori tanpa harus memberatkannya. Perlu diingat bahwa penjejalan pengetahuan secara berlebihan justru akan mengganggu pemahaman dan memelahkan otak.

Gabriel mengatakan bahwa terdapat hubungan erat antara pendidikan akal dengan pendidikan jasmani dan pendidikan akhlak. Gabriel menerangkan:

“Pendidikan akal bukanlah aktivitas tersendiri dan

terpisah dari seluruh ragam pendidikan lainnya. Pendidikan akal tidak lain adalah salah satu cabang dari pohon pendidikan manusia. Pendidikan akal sangat erat dengan pendidikan jasmani dan akhlak. Ketika cahaya ilmu memancar menerangi pertalian antara raga dan jiwa serta antara otak dan berpikir, jelaslah pengaruh pendidikan jasmani terhadap pendidikan akal. Memang sekedar mengamati kondisi anak-anak saja tidak cukup untuk mengetahui bahwa kemajuan akal mereka berhubungan dengan kondisi kesehatan, tabiat,

serta kuat lemahnya fisik mereka.”

9) Pendidikan rasa

Tujuan pendidikan ini adalah cinta keindahan. Sayangnya pendidikan ini sering diabaikan dirumah dan sekolah. Darwin pernah mengatakan:

”Meninggalkan aktivitas merasakan keindahan dan

mengabaikan pendidikan rasa keindahan adalah hilangnya kebahagiaan itu sendiri. Mengacuhkan itu semua akan memadamkan nyala kecerdasan dan


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

110

pelatihan

parenting

ini berhasil. Adapun keberhasilan dari pelatihan

parenting

ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu a) peserta

mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang pola

pendidikan yang akan diterapkan pada anak, b) peserta telah memiliki

gambaran mengenai pola pendidikan yang akan diterapkan pada anak,

dan c) peserta mengetahui dan memahami tentang apa yang harus mereka

lakukan untuk menerapkan pendidikan-pendidikan tersebut.

B.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, selanjutnya ada

saran yang peneliti anggap penting untuk disampaikan.

Pertama,

kepada peneliti selanjutnya, banyak hal yang belum dapat

dikatakan sempurna dalam penelitian ini, oleh karenanya perlu adanya

penelitian lanjutan dan lebih mendalam agar hasil dari penelitian dapat

dijadikan acuan bagi para calon ibu dalam menyiapkan pola pendidikan bagi

anak-anaknya. Selain itu diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar buku

paket pelatihan untuk calon ibu yang telah disusun oleh peneliti ini bisa

dijadikan sebagai bahan untuk mengadakan pelatihan dengan subyek

penelitian bukan hanya mereka yang telah menikah dan belum mempunyai

anak tetapi juga bisa diberikan kepada mereka yang belum menikah atapun

sudah menikah dan mempunyai anak sebab dalam buku paket termuat

pendidikan dari kandungan hingga anak dilahirkan.

Kedua,

kepada pembaca, jika pembaca menenemukan hal yang

mungkin kurang berkenan baik terkait dengan isi paket maupun hasil


(2)

111

penelitian, maka itu merupakan murni kesalahan peneliti. Oleh karenanya,

kepada anda pembaca budiman alangkah baiknya jika setelah membaca paket

hasil penelitian ini kemudian melengkapinya dengan referensi-referensi

terkait yang sudah peneliti sediakan pada halaman daftar pustaka sehingga

pemahaman yang pembaca inginkan semakin mendalam.

Ketiga,

kepada anda terkhusus pembaca dari kaum ibu Hawa

sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa paket dan hasil

penelitian ini bukanlah hal yang dapat mencukupi kebutuhan anda sebagai

bekal untuk mempersiapkan pola pendidikan anak-anak anda. Namun meski

demikian, jika anda benar-benar mengaplikasikan apa yang tertulis di dalam

paket ini maka anda adalah termasuk bagian wanita yang paling berhak untuk

berbahagia, karena anda telah berusaha untuk menjadi ibu yang benar-benar

bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak anda.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

@Nasihat Ayah, Tak Ada Anak yang Hebat Tanpa Ayah Luar Biasa, Jakarta: QultumMedia, 2015

Alatas, Alwi, dkk., Rahasia Salafus Shalih Mempersiapkan Generasi Penerus, Surabaya: Bina Qolam, 2015

Arikunto, Suharsimi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006 Arlina, Azti, Keep Smiling For Mom: Menjadi Ibu yang Bahagia dan Luar Biasa,

Bandung: Mizania, 2009

Armaiyn, Suryati, Catatan Sang Bunda, Jakarta: Al-Mawardi Prima Jakarta, 2011 bin Wahf al-Qahthani, Said bin Ali, Panduan Lengkap Tarbiyatul Aulad, Solo:

Zamzam, 2013

Bukhari, Ihsan Baihaqi Ibnu, Yuk, Jadi Orang Tua Shalih Sebelum Meminta Anak Shalih, Bandung: Mizania, 2014

Bunda Fathi, Mendidik Anak dengan Al Qur’an Sejak Janin, Jakarta: Grasindo, 2011

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013

Christina, Ani, Sekolah Menjadi Orang Tua; Catatan Seorang Konselor, Sidoarjo: Filla Press, 2013

Chulsum, Umi, & Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Yoshiko Compugrafic, 2006

Creswell, John W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantutatif, dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014

Dariyo, Agoes, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama, Bandung: PT Refika Aditama, 2011

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006

Djamil, M. Nasir, Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2013 Farida, Yuli, Ajari Anakmu Berenang, Berkuda, dan Memanah; Mendidik Anak


(4)

Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012

Hariandja, Marihot Tua Efendi, Manajeman Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002

http://bedanten.com/web/c_demografi, diakses pada tanggal 16 Januari 2017 http://bedanten.com/web/c_sejarah, diakses pada tanggal 16 Januari 2017

J.I.G.M, Drost, S.J., dkk., Perilaku Anak Usia Dini: Kasus & Pemecahannya, Yogyakarta: Kanisius, 2003

Jinan, Miftahul, Awas Anak Kecanduan Games, Sidoarjo: Filla Press, 2015 , Alhamdulillah Anakku Nakal, Sidoarjo: Filla Press, 2015

Kertamuda, Miftahul Achyar, Golden Age; Strategi Sukses Membentuk Karakter Emas pada Anak Sejak usia Dini, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015

Kurniasih, Imas, Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW; Cetakan I, Yogyakarta: Pustaka Marwa (Anggota IKAPI), 2010

Laporan Tingkat Perkembangan Pembangunan Desa Bedanten Tahun 2014 – 2015.

Lestari, Sri, Psikologi keluarga: Penanaman Nilai dan Penggunaan konflik dalam Keluarga. Edisi pertama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012 M. Hikmat, Mahi, Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan

Sastra, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011

Mahdi Al-Istanbuli, Mahmud, Parenting Guide; Dialog Imajiner Tentang Cara Mendidik Anak Berdasarkan Al-Qur’an, As-sunah, dan Psikologi, Jakarta: PT Mizan Publika, 2006

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender (Edisi Revisi), Malang: UIN-Maliki Press, 2013


(5)

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: PT Remaja Risdakarya, 2003

Nawawi Uha, Ismail, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasi Untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/Ekonomi Islam, Agama Menejemen, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2012

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005

Nur Islam, Ubes, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini, Jakarta: Gema Insani Press, 2003

Nur Yusuf, Azizah, Wasiat-wasiat Rasulllah Bagi Kaum Wanita, Yogyakarta: Diva Press, 2015

Olivia, Femi, Career Skills for Kids; Kembangkan Kecerdikan Anak dengan Taktik Biosmart, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009

Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT), Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Widya Cahaya, 2011

Putra Panjaitan, Ade, dkk, Korelasi Kebudayaan & Pendidikan; Membangun Pendidikan Berbasis Budaya Lokal, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014

Rachman, M. Fauzi, Islamic Parenting, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011

Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: LKiS, 2009

Rozalena, Agustin, dan Sri Komala Dewi, Panduan Praktis Menyusun Pengembangan Karier dan Pelatihan Karyawan, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2016

Salim, Peter, & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press, 2002

Santoso, Agus, “Pengembangan Paket Pelatihan Bimbingan Pencegahan Kekerasan Lunak (Soft Violence) Siswa Sekolah Dasar”, Tesis, Fakultas Pendidikan Universitas Malang, 2008

Santoso, Ananda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Alumni, 2004 Siti Anisah, Ani, “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pembentukan

Karakter Anak”, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, (online), Vol. 05, no. 01, http://www.journal.uniga.ac.id, diakses 2011


(6)

Subiyono & Awan Hariono, Pendidikan dan Pengembangan Iptekskoren Berbasis Alam Bawah Sadar: (Ilmu Pengetahuan Teknologi Seni Kesehatan Olah Raga Enterpreneur), Yogyakarta: Deepublish, 2015

Sudjana, Djudju , Ilmu & Aplikasi Pendidikan Bagian 4, Bandung: PT Imtita, 2007

Sugiastuti, Sri, Seni Mendidik Anak Sesuai Tuntutan Islam, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013

Sugiyono, Metode Penelitian & Pengembangan, Research and Development untuk Bidang Pendidikan, Manajemen, Sosial, Teknik, Bandung: Alfabeta, 2015

, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2008 , Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:

Alfabeta, 2010

Suryana, Agus, Panduan Praktis Mengelola Pelatihan, Jakarta: Edsa Mahkota, 2006

Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh, Propethic Parenting; Cara Nabi Mendidik Anak, Yogyakarta: Pro-U Media, 2010

Suyadi dan Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013

Syafei, M. Sahlan, Bagaimana Anda Mendidik Anak?, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002

Syarbini, Amirulloh, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga; Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga Perspektif Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016

Takdir Ilahi, Mohammad, Quantum Parenting, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013 Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP – UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,

Bandung: PT. Imtima, 2007

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007

Tobari, Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintahan; Edisi 1, Cetakan 2, Yogyakarta: Deepublish, 2015

Wachjoe Prijambodo, Santhos, Bunga Rampai Hukum dan Filsafat di Indonesia: Sebuah Catatan Pemikiran, Yogyakarta : Deepublish, 2015