Tinjauan hukum islam dan undang-undang no. 41 tahun 2004 terhadap penguasaan tanah wa kaf secara sepihak oleh nadir : studi kasus wakaf tanah di yayasan masjid al-mustajabah pandigiling, Surabaya.

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004
TERHADAP PENGUASAAN TANAH WA KAF SECARA SEPIHAK OLEH NADIR
(STUDI KASUS WAKAF TANAH DI YAYASAN MASJID
AL-MUSTAJABAH PANDIGILING, SURABAYA)

SKRIPSI

Oleh:
Husnama Patih
NIM. C92213182

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syari ’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (Field Research) tentang
“Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Terhadap

Penguasaan Tanah Wakaf Secara Sepihak oleh Nadir (Studi Kasus Wakaf Tanah
di Yayasan Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya)”. Penelitian ini
bertujuan untuk menjawab pertanyaaan terkait masalah yang terjadi di Pandigiling
di mana sebuah tanah wakaf yang diserahkan kepada Masjid Al-Mustajabah
Pandigiling surabaya ini dikuasai oleh seorang nadir yang tidak pernah sekalipun
melakukan pelaporan kepada Mauqu>f ‘alaih selaku yang diberi wakaf.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan mengunakan pola pikir induktif dan analisis data menggunakan
deskriptif, yakni mengungkapkan realitas terkait Penguasaan tanah wakaf secara
sepihak oleh nadir. Lantas menggunkan metode penelitian deskriptif melalui
Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 sebagai pisau
analisis.
Penelitian ini menghasilkan fakta bahwa yang dilakukan oleh nadir ini
dilakukan atas dasar sadar, bahwa tanah yang diwakafkan dan bangunan berupa
SD Mustajabah yang kini telah berdiri di atasnya dikelola dan dimanfaatkan untuk
kepentingan pribadi. Hal ini terbukti sejak awal diserahkannya tanah wakaf,
dibangunnga gedung hingg berlasungnya Kegiatan Belajar Mengajar tahung 1977
sampai saat ini tidak pernah melaporkann perkembangan yang terjadi, padahal dari
waqif mengamanatkan bahwasannya wakaf yang diberikan adalah diperuntukkan
untuk perkembanan Masjid Al-Mustajabah.

Oleh KHI tidak memperbolehkan apa yang dilakukan oleh nadir karena
tidak melakukan sebagaimana yang diamanahkan oleh waqif dan Mauqu>f ‘alaih.
Sementara itu Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 juga tidak membenarkan apa
yang dilakukan oleh nadir, terlebih karena pelaksanaan serah terima yang
dilakukan oleh waqif, Mauqu>f ‘alaih, dan nadir tidak dibuatkan hitam di atas putih
dan tidak tertib administrasi sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga
pemerintah tidak mempunyai kewenangan untuk ikut campur dalam masalah
tersebut. Secara keseluruhan keduanya tidak membenarkan apa yang dilakukan
oleh nadir terhadap harta wakaf yang diperuntukkan untuk Masjid Al-Mustajabah.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, waqif, Mauqu>f ‘alaih, nadir dan seluruh
pihak yang terlibat lainnya, penulis menyarankan untuk lebih melangkapi dan
melegalkan semua yang diperlukan sesuai peraturan adminitrasi yang berlaku di
Indonesia, serta hendaknya dalam penunjukan seorang nadir, atau organisasi,
maupun badan dengan mempertimbangkan hal yang mendasar sebagaimana yang
disyaratkan oleh syariat dan perundang-undangan yang berlaku.

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR .......................................................................................

i

SAMPUL DALAM ...................................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................

iii

PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................

iv

PENGESAHAN ........................................................................................

V


MOTTO.....................................................................................................

vI

ABSTRAK ................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ..............................................................................

viii

DAFTAR ISI .............................................................................................

x

DAFTAR TRANSLITERASI ...................................................................

xii


BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................

1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................

7

C. Rumusan Masalah .........................................................................

8

D. Kajian Pustaka...............................................................................

8


E. Tujuan Penelitian ..........................................................................

11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...........................................................

11

G. Definisi Operasional......................................................................

12

H. Metode Penelitian .........................................................................

14

I. Sistematika Pembahasan...............................................................

18


BAB II: WAKAF DALAM HUKUM ISLAM DAN TANAH WAKAF
BERDASARKAN UU NO. 41 TAHUN 2004 .........................................

20

A. Wakaf ............................................................................................

20

B. Nadir ..............................................................................................

39

BAB III: PERBUATAN PENGUASAAN TANAH WAKAF SECARA
SEPIHAK OLEH NADIR DI YAYASAN MASJID AL-MUSTAJABAH
PANDIGIIG SURABAYA .......................................................................

51


A. Deskripsi Wakaf ............................................................................

51

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Deskripsi Nadir .............................................................................

53

C. Pelaksanaan Tugas Nadir ..............................................................

54

BAB IV: ANALISA HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF TERHADAP
PENGUASAAN TANAH WAKAF SECARA SEPIHAK OLEH
NADIR DI YAYASAN MASJID AL-MUSTAJABAH PANDIGILING

SURABAYA .............................................................................................

64

A. Pelaksanaan Tugas Nadir Yayasan Masjid Al-Mustajabah
Pandigiling Surabaya ....................................................................

64

B. Analisa Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Tugas Nadir
Yayasan Masjid Al-Mustajabah Pandigiling Surabaya ................

66

C. Analisa Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Terhadap Pelaksanaan Tugas Nadir Yayasan Masjid AlMustajabah Pandigiling Surabaya ................................................ `

69

BAB V: PENUTUP ...................................................................................


74

A. Kesimpulan....................................................................................

74

B. Saran ..............................................................................................

75

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

76

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna.
Karena kesempurnaannya manusia diberi kebebasan untuk berfikir dan
bertindak sesuai dengan keinginan nafsunya. Setiap individu mempunyai pola
pemikiran tentang kebenaran yang dipedomaninya, sehingga tidaklah mau
untuk manusia yang lain begitu saja mengikuti pedoman orang yang lain.
Islam adalah agama yang memberi pedoman hidup kepada manusia
secara menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupan dari hal yang terkecil,
sampai hal yang terbesar semuanya terdapat dalam ajaran Islam yang
sempurna. Hal tersebut meliputi segala aspek kehidupannya yang mencakup
aspek-aspek akidah, mu’a>malah, akhlak dan kehidupan bermasyarakat menuju
tercapainya kabahagiaan hidup rohani dan jasmani, baik dalam kehidupan
individunya, maupun dalam kehidupan masyarakatnya.1
Perwakafan atau wakaf merupakan pranata dalam keagamaan Islam
yang sudah mapan. Dalam hukum Islam, wakaf tersebut termasuk ke dalam
kategori ibadah kemasyarakatan (iba>dah ijtima>’iyyah). Sepanjang sejarah
Islam, wakaf merupakan sarana dan modal yang amat penting dalam
memajukan perkembangan agama.

Suparman, Hukum Islam : Asas-Asas Dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum
Indonesia (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), 66.

1

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Tidak ada dalam ayat al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan
tentang ajaran wakaf. Lain halnya dengan ajaran zakat yang banyak dijelaskan
dalam al-Qur’an maupun Hadist Nabi.2
Definisi wakaf sendiri secara bahasa kata waqaf (waqf) berarti h{abs
‘menahan’. Hal ini sebagaimana seseorang : waqafa-yaqifu-waqfan, artinya

h{abasa-yah{bisu-h{absan. Sedangkan secara syara’ bahwa waqaf berarti
menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.3
Mengenai pengertiannya, Waqaf berarti “menahan”, menurut syara’
adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan dalam keadaan barangnya
masih tetap dengan cara memutus pentasarufannya, untuk diserahkan buat
keperluan yang mubah dan berarah.4
Sedangkan pendasaran ajaran wakaf dengan dalil yang menjadikan
dasar utama disyariatkannya ajaran ini lebih dipahami berdasarkan konteks
ayat Al-Qur’an, sebagai sebuah amal kebaikan.5 Allah berfirman dalam Surat
Ali Imran ayat 92 :
‫ق قق ُ ْ ۡ ذ ق ذٰ ُ ُ ْ ذ ُ ُ ق‬
‫َ لء فقإ ذن ذ ق‬
ٞ ‫ٱل بݝِۦ قعݖ‬
ۡ ‫ݠن قو قما تُݜݍ ُِقݠا ْ مِݚ ق‬
٩٢ ‫ِيݗ‬
‫لݚ تݜا ݠا ٱل ِب حَ تݜݍِقݠا ِݙا ُِب‬
ِ
ِ
Artinya Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya.6
Departemen Agama, Perkembangan Pengelolaan Waqaf Di Indonesia (Direktorat Pemberdayaan
Waqaf, 2006), 59.
3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Nor Hasanuddin), Jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 423.
4
Muhammad Wahid Abdullah, “Analisis Hukum Islam Terhadap PerubahanFungsi Tanah Waqaf
Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasa” (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya,
2014), 2.
5
Departemen Agama, Perkembangan Pengelolaan Waqaf Di Indonesia (Direktorat Pemberdayaan
Waqaf, 2006), 59.
6
Departemen Agama RI.
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Dari Rasulullah bersabda :

ْ‫صلىْاهْ َعلَيْهْْ َو َسل َم‬
َّْ ‫اب عْ َمَْرْأَْرضْا ْبَيبَ َْر فَأَتَى ال‬
َْ ‫َص‬
َْ َ‫ْع ه َماْق‬
َ ‫َعنْ ابنْ عْ َمَْرْ ْ َرض َيْاه‬
َ ِ
َ ‫ أ‬: ‫ال‬

ْ‫صبتْأَرضاْبَيبَ َرْ ََْأصب َْماًْقَطْ َوْاَن فسْع دي‬
َْ ‫يَسْتَأمْْرْ فيْ َها فَ َق‬
َ ‫اْرس‬
َ َ‫ْإ ِّْا‬,‫ولْاه‬
َ َ‫ْي‬:ْ‫ال‬
ْ‫ت‬
َْ ‫ص َدق‬
َ ‫م هْفَ َماْتَأمرِْبه؟ْفَ َق‬
َ ‫ْح َسب‬
َ ‫ْإنْشئ‬:ْ‫الْلَه َْرسو َلْاهْصلّىْاهْعليهْوسلّم‬
َ َ‫اْوت‬
َ ‫ت‬
َ ‫تْأَصلَ َه‬
ْ‫دق َِْاِْ ْالف َقَراء َْوِ ْالقرََ َْوِ ْالّرقَاب‬
َ ‫ص‬
َ ‫ص‬
َ َ‫؟ْوت‬
َ َ‫ْفَت‬.‫بَ َها‬
َ ‫ْأَن َهاًَْت بَاع َْوًَ ْت وَرث‬:ْ ‫دق َِْا ْع َمَر‬

ْ‫اْولي َهاْأَن ْيَأك َل ْم َهاْبال َمعروف َْوْيَط َع َم‬
َ ‫اح‬
َ َ‫ْعل‬
َ ِ‫َو‬
َ ‫ىْم‬
َ َ‫ْسبيل ْاه َْوابن ْالسبيل َْوالضيف ًَْج‬
7 ٍ
.‫َغي َْر مْتَ َم ّول‬
“Riwayat Ibnu Umar r.a., dia berkata, ‘Umar telah mendapatkan
sebidang tanah dari Khaibar. Lalu dia menghadap Rasulullah SAW.
untuk minta pertimbangan tentang tanah itu, maka ia berkata,
‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendapatkan sebidang tanah
di Khaibar dan aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga
bagiku selain dirinya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan
kepadaku sehubungan dengan hal tersebut?’ Lalu Rasulullah SAW.
berkata kepadanya, ‘jika engkau suka, tahankah tanah itu dan
sedekahkan manfaatnya.’ Umarpun menyedekahkan manfaatnya
dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak diberikan, dan tidak
diwariskan. Tanah itu diwakafkan untuk orang-orang fakir, kaum
kerabat, memerdekakan hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan
tamu. Tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya untuk
memakan sebagian darinya dengan cara ma’ruf dan juga
memakannya tanpa menganggap bahwa tanah itu miliknya sendiri.8
Seseorang memiliki banyak cara untuk beramal salah satunya yaitu
berinfak di jalan Allah SWT dengan harta kesayangannya secara ikhlas
disertai dengan niat yang baik.9 Dalam Al-qur’an Al-Hajj-77 bunyinya:
ْ ‫ق قُ ق ذ ق ق قُ ْ ۡ ق‬
ۡ ُ ُ ‫ق ۡ ُ ُ ْ ق ذ ُ ۡ ق ۡ ق ُ ْ ۡق ۡ ق ق ذ‬
‫ق‬
ٓ
‫يأيݟا ٱَِيݚ ءامݜݠا‬
٧٧ ۩‫ي ل قعݖك ۡݗ تݍݖ ُِحݠن‬
ۡ‫ٱرك ُعݠا قوۤ وٱعبدوا ربكݗ وٱفعݖݠا ٱ‬

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari Al-Ja’fi, Al-Jami’ Al-Musnid Al-Shahih
Mukhtashar Min Umurin Rasulullah Saw Wa Sunanuhu Wa Ayyamuhu/ Shahih Bukhari, Juz 3
7

(Madinah : Dar Thauqu al-Najah, 1442 H). 198.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Nor Hasanuddin), Jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 426.
9
Nidaul Hasanah, “Analisis Yuridis Terhadap Ganti Rugi Tanah Dan Bangunan LanggarWaqaf
Al-Kuroma’ : Studi Kasus Di Desa Besuki Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo” (Skripsi--UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2015), 2.

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan.10
Menurut Imam Syafi’i, berdasarkan riwayat bahwa Abu Thalhah,
ketika beliau mendengar Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 92, beliau bergegas
untuk mewakafkan sebagian harta yang ia miliki, sesudah itu menyusul 80
orang sahabat di Madinah terus mengorbankan harta mereka dijadikan wakaf
pula. Selain itu ada pula hadits yang menyebutkan bahwa wakaf merupakan
sedekah yang luar biasa. Hadits tersebut ialah:11

ٍ
ٍ ‫ْص َدقٍَة‬:ْ‫إ َذاْماتْاْنسانْان َقطَعْعملهْإًْمنْثَََثَةْأَشياء‬
ْ‫ْصال ٍح‬
َ ‫ْجاريَةْأَوْعل ٍمْيَ تَفعْبهْْأَوَولَد‬
َ َ ََ
ََ َ
َ َ َ
ْ .‫يَدعولَه‬
“Bila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara;
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang
mendoakan (orangtuanya) kepadanya.”12
Berdasarkan hadist tersebut sangat jelas bahwa wakaf bukan hanya
sedekah yang biasa saja, karena di dalamnya terdapat manfaat yang lebih,
bahkan sangat besar baik untuk diri sendiri (waqif) wa>qif, maupun untuk
masyarakat sekitarnya. Selain ganjaran waqif yang terus menerus mengalir
selama barang wakaf itu masih berguna, juga tentunya bermanfaat bagi
masyarakat sekitar.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Nor Hasanuddin), Jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 421.
Muhammad Wahid Abdullah, Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan Fungsi Tanah Waqaf
Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan, (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya,
2014), 3.
12
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Nor Hasanuddin), Jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 423.
10
11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Namun, hal itu akan sulit terealisasikan tanpa adanya sinergi dari
semua pihak terutama dari pihak pengelola (nadir) yang ditunjuk/diamanahi
untuk mengelola barang wakaf tersebut. Adapun permasalahan yang muncul
adalah penguasaan tanah wakaf yang tidak sesuai dengan yang diamanatkan,
serta tanpa kesepakatan dari pihak-pihak yang seharusnya terlibat. Adapun
penguasaan yang dimaksud adalah menganggap tanah wakaf dan bangunan
yang berdiri diatasnya tersebut sebagai milik pribadi, dikuasai serta dikelola
sebagaimana keinginanya tanpa sepengetahuan dan kesepakatan baik dari
waqif atau dari pihak yang diamanahkan.
Kaidah umum dalam masalah “hal-hal yang boleh dilakukan oleh
nadir” adalah : “Seorang pengelola wakaf (nadir), hendaknya berusaha dalam
setiap tindakannya yang berhubungan dengan harta wakaf untuk melakukan
apa saja yang ada manfaatnya bagi harta wakaf dan bagi mereka yang berhak
atasnya, dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
waqif selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum.”13
Pada dasarnya wakaf adalah abadi dan untuk kesejahteraan.
Padaprinsipnya, Wakaf tidak boleh diwariskan, tidak boleh dijual dan tidak
bolehdihibahkan. Sedangkan yang terjadi di Kelurahan Tegalsari, Kecamatan
Tegalsari, Kota Surabaya. Terdapat sebidang tanah yang diatasnya berdiri
sebuah bangunan “SD Mustajabah”, namun dalam pengelolaannya terdapat
beberapa permasalahan yang diakibatkan oleh pengelola (nadir). Tanah yang
berada di Jl. Pandegiling itu sebenarnya diberikan atau diwakafkan oleh waqif

13

Muhammad Abid Abdullah Al-Kasibi, Hukum waqaf (Depok : IIMaN Press, 2004), 480.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

kepada Yayasan Masjid Al-Mustajabah, bertujuan untuk mendirikan
madrasah yang intinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber dana merawat dan
mengembangkan masjid Al-Mustajabah. Akan tetapi dalam berjalannya
sampai sekarang nadir lalai dalam menjalankan tugasnya, tidak lagi sesuai
dengan tujuan wakaf sebagaimana yang diikrarkan oleh waqif.
Ironisnya dari hasil pengelolaan yang dimaksud terkait dengan
keuangan

keluar

masuk,

pelaksanaan

administrasi

dan

laporan

pertanggungjawaban tidak pernah sama sekali ada laporan kepada Pengurus
Masjid Al-Mustajabah ataupun kepada ahli waris waqif. Serta meski nadir
sudah tidak lagi menjabat sebagai Pengurus Masjid Al-Mustajabah, ia tetap
mengaku sebagai nadir dan tidak mau menyerahkan jabatannya kepada
Pengurus Masjid Al-Mustajabah yang baru, dan mengangkat anaknya sebagai
Kepala Sekolah SD Mustajabah yang baru. Hingga atas permasalahan yang
dimaksud akhirnya dari Pemberi Wakaf maupun ahli waris waqif mempunyai
mosi tidak percaya kepada nadir, yang kemudian bersama Pengurus Masjid
Al-Mustajabah permasalahan tersebut dibawa kepada Komisi E DPRD Kota
Surabaya dan menghasilkan “Surat Pernyataan Damai” dan ditindaklanjuti
dengan adanya “Surat Pernyataan Keputusan Bersama”. Meski begitu nadir
ternyata tidak melaksanakan isi dari “Surat Pernyataan Damai” dan “Surat
Pernyataan Keputusan Bersama” sehingga menimbulkan permasalahan
kembali antara Para Ahli Waris Waqif, Pengurus Masjid Al-Mustajabah
dengan Nadir maupun anaknya selaku Kepala Sekolah SD Mustajabah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis tertarik dan
berkeinginan

untuk menulis

dan meneliti bagaimana praktik

dan

perkembangan tanah wakaf yang berada di Jl. Pandegiling Gang Tengah No.
15 Surabaya untuk dituangkan menjadi karya ilmiah dalam bentuk skripsi
dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penguasaan Tanah Wakaf
Oleh Nadir (Studi Kasus Wakaf Tanah Di Masjid Al-Mustajabah Pandigiling,
Surabaya)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Melalui latar belakang yang telah peneliti paparkan tersebut di atas,
terdapat beberapa problem dalam pembahasan ini yang dapat peneliti
identifikasi, yaitu:
1. Tugas dan wewenang Nadir dalam praktik pengelolaan tanah wakaf
Yayasan Masjid Al-Mustajabah Pandegiling, Surabaya sesuai dengan UU
wakaf No. 41 tahun 2004
2. Penguasaan Tanah atas tanah wakaf Yayasan Masjid Al-Mustajabah
Pandegiling, Surabaya
3. Sebab dan akibat penguasaan tanah wakaf yang dilakukan oleh nadir
terhadap tanah wakaf Masjid Al-Mustajabah Pandegiling, Surabaya
4. Tinjauan Hukum Islam terhadap penguasaan tanah wakaf yang dilakukan
oleh nadir terhadap tanah wakaf Masjid Al-Mustajabah Pandegiling,
Surabaya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah
yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik penguasaan tanah wakaf secara sepihak oleh nadir di
Yayasan Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004
terhadap penguasaan tanah wakaf secara sepihak oleh Nadir di Yayasan
Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.14
1. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Wahid Abdullah 2014, Judul
Skripsi: Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan Fungsi Tanah Wakaf

Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Hasil dari
skripsi adalah bahwa sebagian dari harta wakaf yang terjadi disana tidak
didaftarkan pada Kementrian Agama dan juga tidak ada surat ikrar wakaf.
Selain itu di Desa Ragang sudah terbiasa tanah wakaf dialihfungsikan
untuk kepentingan umum lainnya, karena merupakan hal yang sudah
terbiasa. Dalam hukum islam terdapat beberapa perbedaan pendapat.
14

Tim Penyusun, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabalah membolehkan penggantian
atau perubahan pemanfaatan harta wakaf dengan beberapa persyaratan,
seperti apabila harta wakaf tidak dapat dipertahankan sesuai dengan
tujuan semula atau manfaatnya lebih besar dari wakaf semula maka hal
tersebut diperbolehkan karena lebih banyak manfaatnya sehingga dialih
fungsikan.15
2. Skripsi yang ditulis oleh Nidaul Hasanah 2015, Judul Skripsi : Analisis

Yuridis Terhadap Ganti Rugi Tanah Dan Bangunan Langgar Wakaf AlKuroma’ (Studi Kasus Di Desa Besuki Kecamatan Jabon Kabupaten
Sidoarjo). Hasil dari skripsi adalah Terkait ganti rugi tanah dan bangunan
langgar wakaf al-Kuroma’ di Desa Besuki Kecamatan Jabon sudah lama,
yakni sejak adanya semburan lumpur lapindo pada tahun 2006 sampai
2015, namun dalam kenyataannya belum terealisasi dengan baik. Padahal
wakaf langgar Alkuroma’ jika di lihat dari sisi administratif sudah
berkuatan hukum, karena sudah mempunyai sertifikat yang resmi dari
BWI (Badan Wakaf Indonesia). Adapun harta benda wakaf yang sudah
diubah statusnya wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai
tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.16

Muhammad Wahid Abdullah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan Fungsi Tanah
Waqaf Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan” (Skripsi--UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2014), 73.
16
Nidaul Hasanah, “Analisis Yuridis Terhadap Ganti Rugi Tanah Dan Bangunan Langgar Waqaf
Al-Kuroma’ : Studi Kasus Di Desa Besuki Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo” (Skripsi--UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2015), 71.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

3. Skripsi yang ditulis oleh Yevi Erawati Enes 2014, Judul Skripsi: Analisis

Yuridis Terhadap Pelaksanaan Tugas Nadir Langgar Wakaf Al Qadir
Desa Jemur Ngawinan Kecamatan Wonocolo Surabaya. Hasil dari skripsi
adalah Dalam penelitian lapangan ( field risearch) yang berada di Langgar
Wakaf Al Qadir, dapat disimpulkan bahwa setelah adanya undang-undang
perwakafan, nadir masih belum melaporkan tentang obyek wakafnya
kepada KUA setempat. Hal ini kemudian berlanjut hingga periode
kepengurusan nadir saat ini. Salah satu faktor yang menyebabkan nadir
tidak melakukan pelaporan tentang obyek wakaf adalah salah satunya
nadir mengalami kesulitan untuk membedakan barang-barang investasi
yang dimiliki oleh harta wakaf. Akibatnya saat terjadi tukar guling yang
dilakukan oleh pemerintah dan melibatkan Langgar Al Qadir, diketahui
bahwa luas tanah dari langgar tersebut telah menyempit sekitar 89 m2
dari luas saat dilakukan proses perwakafan. Berdasarkan hal tersebut,
nadir kurang maksimal dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan
undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang perwakafan.17
Sedangkan perbedaan antara penelitian yang penulis teliti dengan
hasil yang teah diteliti diatas ialah pada nadir yang lalai dalam
melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh waqif
yang juga tidak melaporkan keuangan yang didapat oleh SD Mustajabah

Yevi Erawati Enes, “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Tugas Nadir Langgar Wakaf Al
Qadir Desa Jemur Ngawinan Kecamatan Wonocolo Surabaya” (Skripsi--UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2014), 72.
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

kepada Pengurus Masjid Adl-Mustajabah ataupun kepada ahli waris

waqif,serta menguasai harta wakaf secara turun temurun.

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan formulasi permasalahan diatas, maka yang menjadi
tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui praktik Penguasaan Tanah Wakaf oleh Nadir di Masjid AlMustajabah Pandigiling, Surabaya.
2. Mengetahui Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun
2004 terhadap Penguasaan Tanah Wakaf oleh Nadir di Masjid AlMustajabah Pandigiling, Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan adanya tujuan diatas diharapkan dari hasil penelitian ini dapat
memberikan kegunaan antara lain:
1. Kegunaan teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah dan
memperluas wawasan ilmu pengetahuan terkait pengelolaan tanah wakaf
oleh nadir dan tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khusunya ilmu Hukum
Ekonomi Syariah (muamalah).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

2. Kegunaan praktis
a. Dapat dijadikan pertimbangan bagi umat lslam khususnya
masyarakat yang melakukan praktik penguasaan tanah Wakaf oleh
Nadir di Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya yang tidak
sesuai dengan prinsip hukum Islam.
b. Dapat

memberikan

sumbangan

pemikiran

tentang

hukum

pengelolaan tanah wakaf oleh nadir di Masjid Al-Mustajabah
Pandigiling, Surabaya
c. Diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi
berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengelolaan tanah
wakaf yang ada di Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya

G. Definisi Operasional
Dalam rangka untuk menghindari kesalahpahaman persepsi dan
lahirnya multi-interpretasi terhadap judul ini, maka penulis merasa penting
untuk menjabarkan tentang maksud dari istilah-istilah yang berkenaan dengan
judul di atas, dengan kata-kata kunci sebagai berikut:
1. Hukum Islam : Aturan-aturan atau ketentuan hukum Islam yang
bersumberdari Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat ulama yang berkaitan
dengan wakaf.
2. Penguasaan Tanah : Penguasaan tanah secara yuridis berarti ada hak
dalam penguasaan itu yang diatur oleh Undang-Undang RI nomor 5
Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Dasar Agraria ada kewenangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

menguasai secara fisik. Penguasan tanah meliputi hubungan antara
individu (perseorangan), badan hukum ataupun masyarakat sebagai suatu
kolektivitas atau masyarakat hukum dengan tanah yang mengakibatkan
hak-hak dan kewajiban terhadap tanah.
3. Nadir wakaf : Kata nadir secara etimologi berasal dari kata kerja nadzira
– yandzaru yang berarti “menjaga” dan “mengurus”.18 Di dalam kamus
Arab Indonesia disebutkan bahwa kata nadir berarti; “yang melihat”,
“pemeriksa”.19 Dengan demikian kata nadir mempunyai arti pihak yang
melakukan pemeriksaan atau pihak yang memeriksa suatu obyek atau
sesuatu hal yang berkaitan dengan obyek yang ada dalam pemeriksaannya
itu.
4. Secara sepihak, atau Perbuatan hukum sepihak oleh nadir adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan
hak dan kewajiban pada satu pihak pula, yaitu pada nadir.

H. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data empiris
yaitu lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah penelitian

kualitatif, karena kualitatif memuat tentang prosedur penelitian yang
menghasilkan deskriptif berupa tulisan atau perkataan dari orang-orang atau

Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional (Jakarta: Tatanusa,
2003), 97.
19
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah /
Pentafsir Al-Qur’an, 1973), 457.
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

pelaku yang diamati. Dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field

research) yang bisa memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan. Karena
kasus yang terjadi adalah sejak tahun 30 tahun lalu, maka teknik untuk
mendapatkan data diperoleh dari wawancara / interview dan dokumentasi.
Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data yang Dikumpulkan

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Data yang berkaitan dengan pengelolaan wakaf di Yayasan Masjid
Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya
b. Data tentang Hukum Islam terhadap Penguasaan Tanah Wakaf di
Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya
c. Data tentang Undang-undang No. 41 Tahun 2004 terhadap
Penguasaan Tanah Wakaf di Masjid Al-Mustajabah Pandigiling,
Surabaya
2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data Primer dan
sumber data Sekunder, yaitu :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber pertama di mana sebuah
data dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara langsung.20 Yang
meliputi : Data dari Waqif, data Nadir, data Saksi, Data Masyarakat,
KUA, serta data Ahli Waris.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber dari bahan bacaan yang
bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi serta
memperkuat data. Memberikan penjelasan mengenai sumber data
primer, berupa buku daftar pustaka yang berkaitan dengan objek
penelitian.21
Data Sekunder diperoleh dari Analisi UU No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf serta Hukum Islam, dan dari buku reverensi serta
Sumber yang didapat dari lapangan yang berupa data desa.
3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,
penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Metode Interview (Wawancara).
Wawancara atau interview dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan kepada responden yaitu dari Waqif, Nadir, Saksi, Ahli

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya : Airlangga University Press, 2001),
129.
21
Nasution, Metode Research, (Jakarta : BumiAksara, 1996), 143.
20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Waris, KUA, dan Masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan akan dibuat
secara

terstruktur

agar

lebih

mudah

bagi

peneliti

dalam

menyimpulkan hasil.
Dalam hal ini penulis menggunkan metode wawancara untuk
memperoleh data yang lebih intensif dari beberapa responden yang
bersangkutan, metode yang digunakan oleh penulis dengan
mengajukan beberapa pertanyaan atau wawancara secara langsung
dengan beberapa responden dengan tujuan untuk mempermudah
penulis mengambil kesimpulan.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang diambil dari sejumlah besar
faktadan data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi.22 Pengambilan data penelitian ini diperoleh melalui
dokumen-dokumen

serta

data-data

di

Kelurahan

Tegalsari

Kecamatan Pandigiling, Surabaya.
Penulis menggunakan metode Dokumentasi yang diperoleh
dari

data-data

dari

Desa

untuk

mempermudah

penulis

menggambarkan fakta-fakta yang ada dilapangan untuk dijadikan
bahan penunjang selanjutnya.
4. Teknik Pengelolaan Data

Maka dilakukan analisis data dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
22

Margono, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: Renika Ilmu, cet I, 2004), 39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.23
b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan
data tersebut.24
c. Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data yang
relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.25
5. Teknik Analisis Data

Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian
menganalisisnya dengan menggunakan teknik deskriptif.

Deskriptif yaitu menggambarkan / menguraikan suatu hal menurut
apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.26 Data tentang Penguasaan
Tanah Wakaf di Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya akan
dipaparkan untuk mengambil kesimpulan.
Pola pikir yang dipakai adalah induktif, yaitu berangkat dari data
yang sudah ada dilapangan yang digunakan untuk mengemukakan faktafakta atau kenyataan dari hasil penelitian di Kelurahan Tegalsari
Kecamatan Pandegiling Kabupaten Surabaya, kemudian ditinjau dari segi
hukum Perwakafan lalu dianalisa dengan Undang-Undang Perwakafan
Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf serta Hukum Islam.

Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2004), 89.
Ibid., 97.
25
Ibid., 99.
26
Pius Partanto dan Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya : Arkola, 2001), 111.
23

24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

I. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan ini akan ada beberapa bab, yang pada bab pertama
berisi pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang pokok-pokok pikiran atau
landasan permasalahan yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini, sehingga
memunculkan gambaran isi tulisan yang terkumpul dalam konteks penelitian
(1) Identifikasi Masalah, (2) Pembatasan Penelitian, (6) Kegunaan hasil
Penelitian, (7) Definisi Operasional, (8) Metode Penelitian, dan (9)
Sistematika Pembahasan.
Kemudian dalam bab dua menjelaskan tentang wakaf dalam Hukum
Islam dan Tanah Wakaf berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 Tetang Wakaf.
Dalam Bab ini terdiri dari 2 sub bab yaitu berdasarkan Hukum Islam dan
berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang perwakafan, yang
terdiri dari : a) Wakaf, meliputi : (1) Pengertian wakaf, (2) Dasar hukum
wakaf, (3) Syarat dan rukun wakaf, (4) Macam-macam wakaf ; dan b) Nadir,
meliputi : (1) Pengertian Nadir, (2) Syarat Nadir, (3) Tugas Nadir (4)
Kewenangan Nadir, dan (7) Hak yang diterima oleh Nadir.
Sedangkan pada bab tiga menguraikan Perbuatan Penguasaan Tanah
Wakaf oleh Nadir di Masjid Al-Mustajabah Pandigiling, Surabaya. Dalam bab
ini terdiri dari data yang memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti tentang Praktik Penguasaan Tanah Wakaf oleh Nadir yang dibagi
menjadi 5 sub bab yaitu (1) Profil Yayasan Masjid Al-Mustajabah, (2)
Pengelolaan Tanah Wakaf oleh Nadir di Yayasan Masjid Al-Mustajabah yang
terletak di di Jl. Pandegiling Gang Tengah No. 15 Kelurahan Tegalsari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Kecamatan Pandigiling Kabupaten Surabaya, (3) Akibat Hukum penguasaan
tanah wakaf secara sepihak oleh nadir di Yayasan Masjid Al-Mustajabah yang
terletak di di Jl. Pandegiling Gang Tengah No. 15 Kelurahan Tegalsari
Kecamatan Pandigiling Kabupaten Surabaya,
Berlanjut pada bab empat tentang Analisis Tinjauan Hukum Islam dan
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Terhadap Penguasaan Tanah Wakaf
Secara Sepihak oleh Nadir di Yayasan Masjid Al-Mustajabah Pandigiling,
Surabaya. Dalam Bab ini terdiri dari 2 sub bab yaitu (1) kasus dan Duduk
Perkara Penguasaan Tanah Wakaf (2) analisis berdasarkan UU No.41 Tahun
2004 tentang wakaf dan hukum Islam terhadap penelitian lapangan tentang
Penguasaan Tanah Wakaf Secara Sepihak oleh Nadir di Yayasan Masjid AlMustajabah Pandigiling, Surabaya.
Terakhir adalah bab lima adalah penutup. Dalam bab ini terdiri dari 2
sub bab yaitu (1) kesimpulan-kesimpulan, (2) saran-saran, selain dari itu dalam
bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran
yang dianggap perlu.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
WAKAF DALAM HUKUM ISLAM DAN TANAH WAKAF BERDASARKAN
UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Wakaf
Wakaf telah dilakukan umat manusia sudah lama sekali, bahkan
sebelum Islam muncul. Sekilas dalam masyarakat non-Muslim pra-Islam
Sejarah mencatat karena umat manusia sebelum Islam telah menyembah
tuhan yang mereka yakini, maka hal ini mendorong mereka untuk membangun
tempat khusus untuk peribadatan yang dibangun diatas sebidang tanah dan
sekaligus hasil bumi yang dihasilkannya diberikan kepada orang yang
mengurusi tempat ibadah tersebut. Bentuk ini merupakan contoh wakaf atau
yang menyerupainya.1
Dilanjut wakaf dalam masyarakat Barat Modern, Peranan Inggris dan
Perancis dalam wakaf memang diakui yaitu dengan dibuatnya undang-undang
batasan wakaf terutama yang bersangkutan dengan masalah gereja, biara dan
tempat peribadatan lainnya. Setelah Imperium Romawi barat dan
peradabannya runtuh, maka satu-satunya bentuk wakaf yang berada di Eropa
adalah gereja. Dan pada abad ke-13, barulah muncul wakaf-wakaf dalam
bidang sosial (khoiriyah) yang berkembang di Eropa tengah (Jerman).2

1
Al-Waqof wa Dauruhu fi Tanmiyah al-Mujtama’ al-Islami, (Muhammad Dasuqi), jilid I
(Kementrian Wakaf Mesir), 33-36.
2
Mundir Qohf, Al-Waqof al-Islami, cet I (Beirut : Dar al-Fikr), 23-24.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Sedangkan dalam sejarah Islam, menurut pendapat yang mengatakan
bahwa Ka’bah dibangun oleh Nabi Adam, dan kaidah-kaidahnya ditetapkan
oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, serta dilestarikan oleh Nabi Muhammad
Saw, maka dengan demikian Ka’bah merupakan wakaf pertama yang dikenal
oleh manusia dan dimanfaatkan untuk kepentingan agama. Sedangkan
menurut pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim yang membangun
Ka’bah, maka Ka’bah merupakan wakaf pertama kali dalam Islam, yaitu
agama Nabi Ibrahim yang benar, atau wakaf pertama untuk kepentingan
agama Islam. Hal ini berdasar Q.S. Ali-Imron ayat 96 :
ُ َ َ ‫َوضِ َعَ ِ ِسَ ََِيَب‬
َ َ ٰ ‫َو ُه م ىَل ِ ۡ َع‬
َ َ َ
َ ٗ‫َم َ َر م‬
ُ ‫َب ۡي‬
َ َ٩٦َ‫ن‬
ِ
‫إِنََثول ل‬
ِ
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia3
Terlepas dari perbedaan di atas, menurut Mundzir Qahaf, wakaf di
zaman Islam telah dimulai bersamaan dengan dimulainya masa kenabian
Muhammad di Madinah yang ditandai dengan pembangunan Masjid Quba’,
yaitu masjid yang dibangun atas dasar takwa sejak dari pertama, agar menjadi
wakaf pertama dalam Islam untuk kepentingan agama. Peristiwa ini terjadi
setelah Nabi hijrah ke Madinah dan sebelum pindah ke rumah pamannya yang
berasal dari Bani Najjar. Kemudian disusul dengan pembangunan Masjid
Nabawi yang dibangun di atas tanah anak yatim dari Bani Najjar setelah dibeli

3

Departemen Agama RI.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

oleh Rasulullah dengan harga delapan ratus dirham. Dengan demikian,
Rasulullah telah mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid.4
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW
karena wakaf disyariatkan setelah Nabi Muhammad SAW ke Madinah pada
tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli
yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan
syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang
pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW yakni wakaf milik
Nabi Muhammad SAW untuk dibangun masjid.5
Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin
Syabah dari Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: dan diriwayatkan dari Umar
bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “kami bertanya tentang
mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf
Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah
SAW”.6
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, dimulainya masa kenabian
Muhammad SAW. inilah kata wakaf itu mulai digunakan oleh umat muslim
yang kemudian ditiru oleh semua umat Islam diseluruh dunia.

4

Mundir Qahaf, Al-Waqf al-Islami Tatawwuruhu, Idaratuhu, Tanmiyatuhu (Dimasyq Syurriah:
Daral Fikr, 2006), 12.
5
Al-Shaukani, Nail al Author, Jilid. VI (Beirut: Dar al-Fikr), 129.
6
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

1. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”.
Asal kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di
tempat” atau “tetap berdiri”.7 Sedangkan menurut istilah syarak, ialah
menahan suatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil menfaatnya untuk
kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya,
artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi
hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.8 Untuk menyatakan
terminologi wakaf para ahli fiqh menggunakan dua kata yaitu h{abs dan

waqaf, karena itu sering digunakan kata seperti h{abasa atau ah{basa dan
auqaf, ah{ba>s, dan mah{bu>s. Namun
intinya al-h{absu maupun al-waqf sama-sama mengandung makna al-imsak
(menahan), al-man’u (mencegah) dan at-tamakhust (diam). Disebut
menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan, dan semua
tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf.9
Sedangkan untuk makna wakaf secara istilah ulama berbeda
pendapat.

7

Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), 1.
Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam : Fiqh Muamalah (Surabaya : UIN Sunan Ampel Pers,
2014), 264.
9
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf produktif, (Muhyidin) Mas Rida (Jakarta : Khalifa, 2004), 44.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang
mewakafkan dan menyedekahkan kemanfaatannya barang wakaf tersebut
untuk

kebaikan.

Berdasarkan

pengertian

tersebut,

wakaf

tidak

memberikan konsekuensi hilangnya barang yang diwakafkan dari
kepemilikan orang yang mewakafkan. Dia (orang yang mewakafkan)
boleh saja mencabut wakaf tersebut, boleh juga menjualnya. Sebab,
pendapat yang paling shahih menurut Abu Hanifah adalah bahwa wakaf
hukumnya ja>’iz (boleh), bukan lazim (wajib, mengandung hukum yang
mengikat). Wakaf hanya mempunyai hukum lazim karena salah satu dari
tiga perkara.10
1) Jika yang memutuskan adalah hakim al-Muwalla (hakim yang
diberi wewenang untuk menangani urusan umat), bukan hakim alMuhakkam (hakim penengah persengketaan). Ilustrasinya, orang
yang mewakafkan harta bersengketa dengan pengawas wakaf.
Persengketaan ini terjadi karena orang yang mewakafkan ingin
mencabut wakaf dengan alasan wakaf tidak bersifat lazim,
kemudian hakim al-Muwalla memutuskan kelaziman wakaf
tersebut, maka hukum wakaf tersebut menjadi lazim. Hukumnya
seperti ini karena ini adalah masalah ijtihad (berdasarkan nash yang

10

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, 10
(Jakarta : Gema Insani, 2011), 269.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

tegas dari Al-Qur’an dan sunnah), sementara hukum, keputusan
hakim bisa menyelesaikan, menghilangkan perselisihan.11
2) Atau jika orang yang mewakafkan mengaitkan wakaf tersebut
dengan kematiannya. Misalnya dia mengatakan, “Jika saya mati
maka saya akan mewakafkan rumah saya—misalnya—untuk ini,”
wakaf dalam kasus ini seperti wasiat sepertiga harta yang harus
dilaksanakan setelah mati, bukan sebelumnya.12
3) Jika yang mewakafkan menjadikan barang tersebut wakaf untuk
masjid,

memisahkannya

dari

kepemilikan

(properti)nya,

mengizinkan untuk dijadikan shalat di dalamnya. Jika seseorang
yang telah shalat di dalamnya, kepemilikan baranng tersebut
menjadi hilang dari pemiliknya (orang yang mewakafkan) menurut
Abu Hanifah. Pemisahan dari kepemilikannya di sini disyaratkan
adalah karena orang tersebut hanya bisa ikhlas, memurnikan niat
kepada Allah dengan cara ini. Sedangkan syarat shalat di dalamnya
adalah karena menurut Abu Hanifah dan Muhammad, lepasnya
kepemilikan (termasuk pewakaf) harus dengan penyerahan.
Penyerahan sesuatu adalah bergantung macam barang tersebut.
Dalam kasus wakaf masjid adalah dengan shalat di dalamnya.13

11

Ibid., 270.
Ibid.
13
Ibid., 270.
12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

b. Mayoritas Ulama
Mereka adalah dua murid Abu Hanifah—pendapat keduanya
dijadikan fatwa dikalangan madzhab Hanafiyah, Madzhab Syafi’i, dan
madzhab Hanbali menurut pendapat yang paling shahih.14
Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara
barang tersebut masih utuh, dengan menghentikan sama sekali
pengawasan terhadap barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan
lainnya, untuk pengeolaan yang diperbolehkan dan riil, atau pengelolaan

revenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebajikan dan
kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah. Atas dasar ini, harta
tersebut lepas dari kepemilikan orang yang mewakafkan dan menjadi
tertahan dengan dihukumi menjadi milik Allah, orang yang mewakafkan
terhalang untuk mengelolanya, penghasilan dari barang tersebut harus
disedekahkan sesuai dengan tujuan pewakafan tersebut.15
c. Madzhab Maliki
Wakaf adalah si pemilik harta menjadikan hasil dari harta yang dia
memiliki—meskipun kepemilikan itu dengan cara menyewa—atau
menjadikan penghasilan dari harta tersebut, misalnya dirham, kepada
orang yang berhak dengan suatu sighat (akad, pernyataan) untuk suatu
tempo yang dipertimbangkan oleh orang yang mewakafkan. Artinya, si
pemilik harta menahan hartanya itu dari semua bentuk pengelolaan

14
15

Ibid., 271
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

kepemilikan, menyedekahkan hasil dari harta tersebut untuk tujuan
kebaikan, sementara harta tersebut masih utuh menjadi milik orang
mewakafkan, untuk satu tempo tertentu. Wakaf di sini tidak disyaratkan
untuk selamanya.16
Wakaf menurut Malikiyah tidak memutus (menghilangkan) hak
kepemilikan barang yang diwakafkan, namun hanya memutus hak
pengelolaannya.17
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf menyebutkan bahwa : “wakaf adalah perbuatan
hukum wa

Dokumen yang terkait

Wakaf Uang Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang No.41 Tahun 2004

0 6 73

PELAKSANAAN WAKAF TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Pelaksanaan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 (Studi Kasus di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali Tahun 2012).

0 0 20

PELAKSANAAN WAKAF TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Pelaksanaan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 (Studi Kasus di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali Tahun 2012).

0 0 16

TINJAUAN HUKUM MENGENAI KEDUDUKAN TANAH WAKAF YANG DIBANGUN TEMPAT IBADAH TANPA AKTA IKRAR WAKAF DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 TENTA.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANAH WAKAF YANG DIPERJUAL BELIKAN BERDASARKAN HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.

0 0 1

ANALISIS TERHADAP SERTIFIKAT TANAH YAYASAN AL-KAUTSAR PHARMINDO DALAM ASPEK TANAH WAKAF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004.

0 0 1

JAMINAN TANAH WAKAF OLEH PENGELOLA WAKAF (NAZHIR) DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.

0 0 1

PENGELOLAAN TERHADAP HARTA TANAH WAKAF OLEH NAZHIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 2004 01 KOTAMADYA DENPASAR.

0 0 7

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Dan Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Di Kotamadya Medan

0 0 8

PEMBANGUNAN PERUMAHAN UNTUK KEPENTINGAN BISNIS DI ATAS TANAH WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

0 15 66