PERANAN KH. AHMAD NUR SYAMSI AL HAFIDZ DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN DI PONDOK PESANTREN TA’LIM DAN TAHFIDZUL QURAN AN NUR DESA GLATIK UJUNG PANGKAH GRESIK TAHUN 1998-2010 M.

(1)

PERANAN KH. AHMAD NUR SYAMSI AL-HAFIDZ DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN DI PONDOK

PESANTREN TA’LIM DAN TAHFIDZUL QURAN AN-NUR DESA GLATIK UJUNG PANGKAH GRESIK TAHUN 1998-2010 M.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Nur Cholidah Hasanah NIM: A0.22.12.084

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam Membentuk Masyarakat Penghafal Alquran di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran

An-Nur Desa Glatik Ujung Pangkah Gresik tahun 1988-2010. Masalah yang

diteliti dalam skiripsi ini adalah (1) Bagaimana genealogi KH. Ahmad Nur syamsi? (2) Bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam membentuk Masyarakat Penghafal Alquran? (3) Bagaimana gambaran metode penghafal Alquran yang digunakan oleh KH. Ahmad Nur Syamsi bagi masyarakat penghafal Alquran? (4) bagaimana perkembangan penghafal Alquran pada masa kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi?.

Dalam menjawab permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap yakni, (1) heuristik dengan teknik mengumpulkan data dengan cara wawancara dan data-data yang ditemukan berupa Akta pendirian pondok pesantren dari Notaris, dan foto-foto pengajaran Alquran bagi warga Desa Glatik, (2) kritik, (3) Interpretasi, (4) historiografi. Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yang dipakai adalah historis deskriptif dan teori yang digunakan adalah peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas serta teori kepemimpinan kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa KH. Ahmad Nur Syamsi lahir di Desa Glatik tanggal 06 Juni 1962. Anak pertama dari tujuh bersaudara, orang tuanya bernama Iyamal dan Solikah, istrinya bernama Sudarwati. KH. Ahmad Nur Syamsi mempunyai tiga putra dan satu putri. KH. Ahmad Nur Syamsi sangat berpera dalam masyarakat Desa Glatik khususnya menjadikan Desa Glatik masyarakatnya pandai menghafal Alquran 30 juz bil Ghoib. Metode yang digunakan dalam menghafal Alquran yakni: bin-nadhor (melihat Mushaf), bil

ghoib (hafalan), tikrar (pengulangan hafalan) dan evaluasi hafalan. Perkembangan

penghafal Alquran sejak KH. Ahmad Nur Syamsi berperan sampai wafat terdiri dari beberapa periode antara lain: periode 1985-1990 terdapat sepuluh orang, periode 1991-1995 terdapat tujuh orang, periode 1996-2000 terdapat tiga orang, periode 2000-2005 terdapat lima orang, dan periode 2005-2010 terdapat enam orang. Dari semua periode tersebut adalah hatam Alquran 30 juz bil ghoib.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... . ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G. Metode Penelitian ... 10


(7)

BAB II : GENEALOGI KH. AHMAD NUR SYAMSI DAN KEGIGIHANYA DALAM MEMBANGUN PONDOK PESANTREN AN-NUR

A. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren An-Nur ... 17 B. Genealogii KH. Ahmad Nur Syamsi ... 20 1. Sejarah Kelahiran KH. Ahmad Nur syamsi ... 20 2. Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Nur syamsi .... 23 C. Kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi di Pondok

Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur ... 25 D. Peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam Membentuk

Masyarakat Penghafal Al-Quran. ... 28

BAB III : SYARAT MENGHAFAL ALQURAN DAN GAMBARAN

METODE MENGHAFAL ALQURAN YANG

DIGUNAKAN OLEH KH. AHMAD NUR SYAMSYI BAGI MASYARAKAT

A. Syarat-Syarat Menghafal Alquran ... 34 B. Pelaksanaan Menghafal Alquran di Pondok Pesantren

An-Nur ... 37 C. Metode yang dipakai KH. Ahmad Nur Syamsi bagi

Masyarakat Penghafal Alquran. ... 39 D. Problem dan Solusi dalam Menghafal Alquran di Pondok


(8)

BAB IV : PERKEMBANGAN PENGHAFAL ALQURAN PADA

MASA KEPEMIMPINAN KH. AHMAD NUR SYAMSI SERTA PERAN LIMA ORANG YANG DIBIMBING KH. AHMAD NUR SYAMSI DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN

A. Perkembangan menghafal Alquran sejak awal KH. Ahmad Nur Syamsi mulai berperan sampai beliau wafat .... 47 B. Upaya melestarikan hafalan Alquran bagi penghafal

Alquran ... 51 1. Penghafal laki-laki ... 52 2. Penghafal perempuan ... 53 C. Peran lima orang yang dibimbing KH.ahmad Nur Syamsi

dalam mengajak masyarakat menghafal Al-quran ... 55

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran-saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Berbicara tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat bahwasanya lembaga pendidikan yang ada di Indonesia pertama kali adalah pondok pesantren, yang mana dahulu pernah mencapai keemasan sehingga mampu mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat. Sebelum datangnya Islam ke Indonesia pun lembaga yang serupa dengan pesantren itu telah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya. Jadi, pesantren merupakan hasil dari akulturasi kebudayaan Hindhu Budha dan kebudayaan Islam melebur menjadi satu lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini. Menurut Nurcholis Majid, secara histori pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia.1

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat sejak berabad-abad, sehingga lembaga ini diterima dan ikut serta memberi corak serta warna khas dalam masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Pondok pesantren beserta kiai sebagai pengasuhnya mempunyai tempat yang strategis dalam pembangunan bangsa terutama dalam pembangunan ide-ide baru sebagai

1

Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1999), 3.


(10)

2

upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus mewujudkan misi rahmatan

lil alamin dari agama Islam.

Posisi yang sangat baik bagi pesantren itu perlu dipertahankan, bahkan disempurnakan dalam rangka upaya meningkatkan pembangunan segala bidang, mengingat bahwa di pedesaan tidak merasa sulit berkomunikasi dengan pesantren dan pengasuhnya. Oleh karenanya pendidikan agama selalu berdasarkan Alquran, karena Alquran merupakan sumber pokok ajaran Islam. Oleh karena itu pendidikan harus dikenalkan kepada anak sedini mungkin. Adapun kepedulian kita terhadap Alquran harus ditingkatkan seiring dengan perkembangan zaman maju, yang menuntut pula pengaktualan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Alquran untuk kehidupan sehari-hari.2

Jatuh bangunnya umat Islam pada dasarnya tergantung pada umat Islam dengan kitab sucinya. Bila umat Islam benar-benar menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup niscaya umat Islam akan maju, cerdas dan sejahtera lahir dan bathin, karena Alquran diturunkan Allah bagi kaum muslimin sebagai pedoman hidup yang membawa kepada kehidupan baik di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu sudah selayaknya Alquran itu dipelihara baik dalam bentuk tulisan maupun hafalan, guna memelihara kesucian alquran baik dari segala macam kesalahan baik mengenal harakat atau ayatnya. Banyak pesantren yang mengajarkan tentang menghafalkan Alquran khususnya di daerah Gresik namun pondok tahfidhul quran yang saya teliti ini berbeda dari pondok-pondok lainnya karena pondok

2

Minarti,”Pondok Pesantren Huffadz Darul Quran Singosari Malang” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya,2007), 2.


(11)

3

lainnya hanya membimbing santri yang menetap di pondok pesantren tersebut dan pondok pesantren sekarang lebih mementingkan pendidikan formal daripada non-formal, sedangkan Pondok Pesantren Tahfidhul Quran An-Nur adalah pondok yang tidak mementingkan pendidikan formalnya, akan tetapi juga menggerakkan masyarakat sekitar untuk menghafalkan Alquran.

Pondok Pesantren An-Nur tidak hanya mengajarkan hafalan Alquran untuk santrinya saja tetapi menggerakan masyarakat desa untuk menghafalkan alquran. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul ini.

KH. Ahmad Nur Syamsi lahir di sebuah desa kecil yang bernama Glatik, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik yang bertepata pada tanggal 05 Juni 1962. Salasatu hal yag menarik dari KH. Ahmad Nur Syamsi adalah latar belakang beliau yang dari lingkungan pondok pesantren. KH. Ahmad Nur Syamsi merupakan putra dari seorang petani dan dari keluarga yang biasa biasa saja. Tetapi Dia tumbuh di lingkungan yang sangat agamis. Saat beliau muda KH. Nur Syamsi dikenal dengan kepandaiannya dalm membaca dan menghafal Alquran. Pada saat itu juga beliau diberi tugas oleh KH. Dawud Munawar untuk membimbing santri dalam menghafal Alquran, sehingga setelah pulang ke desa beliau mampu mendirikan pondok pesantren yang diberi nama pondok pesantren An-Nur.

Selama KH. Ahmad Nur Syamsi menjadi pengasuh, dia sangat disegani di masyarakat pada saat itu dan ulama-ulama di wilayah Gresik. hal ini dikarenakan karisma serta profil beliau yang telah dikenal sebagian besar masyarakat yang


(12)

4

berada di wilayah Ujung Pangkah. Dengan kepandaiannya dalam membaca dan menghafal Alquran beliau mampu menggerakkan dan mengajak masyarakat desa untuk sedikit demi sedikit mau membaca Alquran hingga beliau berhasil membuat masyarakat pandai menghafal Alquran.

Pada awalnya desa ini hanya sedikit orang yang hafal Alquran tetapi dengan berjalannya waktu mereka menyebar ke kampung-kampung untuk mengajak warga rutinan membaca alquran dan dibaca berulang kali. Awalnya

masyarakat Desa Glatik banyak yang tidak begitu tertarik dengan acara rutinan

tapi malah pergi ke sawah karena mata pencahariannya di desa ini adalah bertani, maka dari itu hal-hal seperti rutinan itu dianggap masih tabu, tapi KH. Ahmad

Nur Syamsi tidak berhenti dalam mengajak masyarakat untuk membaca Alquran tiap hari, akhirnya satu per satu tertarik dengan rutinan tersebut dan akhirnya

sampai sekarang banyak para petani yang hafal al-quran dan remaja-remaja sudah mulai menghafal Alquran sehingga sampai sekarang masyarakat ini sebagian besar banyak yang hafal Alquran. Pada saat ini Desa Glatik Ujung Pangkah merupakan desa yang masyarakatnya terbanyak yang hafal Alquran khususnya di wilayah ujung pangkah. Disinilah dapat dikatakan bahwa pada saat ini Desa Glatik banyak yang hafal Alquran.3

Selain profil beliau yang sangat menarik untuk dibahas peran beliau dalam pondok pesantren tersebut juga sangat menarik untuk dibahas, oleh karena itu hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk menulis skripsi yang berjudul. Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi Al-Hafidz dalam membentuk masyarakat

3

Solikhah, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 17 September 2015.


(13)

5

penghafal Alquran di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur Desa Glatik Ujung Pangkah.

KH. Ahmad Nur Syamsi adalah seorang kiai yang tak lepas dari karisma yang dimiliki serta profil beliau yang sangat berperan dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran, eksistensi pondok pesantren An-Nur yang diasuh oleh KH. Ahmad Nur Syamsi ini merupakan titik pusat dari pengetahuan agama yang menjadi rujukan warga masyarakat sekitar serta para santri yang belajar di pondok pesantren tersebut.

Dari semua pemaparan di atas penulis tertarik untuk membahas hal tersebut karena seorang tokoh yaitu sosok seorang kiai yang memimpin pondok pesantren Tahfidzul Quran yang pada saat itu telah membentuk masyarakat penghafal Alquran sehingga pada saat itu banyak orang yang hafal Alquran di wilyah Gresik umumnya, dan di wilayah Ujung Pangkah khususnya.

Dari semua latar belakang masalah yang penulis paparkan maka penulis menulis skripsi yang berjudul Peranan kiai Ahmad Nur Syamsi aI –Hafidz dalam Membentuk Masyarakat Penghafal Alquran di desa Glatik Ujung Pangkah Gresik Tahun 1988-2010 M.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul di atas, Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi Al-Hafidz dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur Desa Glatik Ujung Pangkah Gresik, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:


(14)

6

1. Bagaimana genealogi KH. Ahmad Nur syamsi?

2. Bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam membentuk masyarakat penghafal Al-Quran?

3. Bagaimana gambaran metode penghafal Alquran yang digunakan oleh KH. Ahmad Nur Syamsi bagi masyarakat penghafal Alquran?

4. Bagaimana perkembangan penghafal Alquran pada masa kepemimpinan KH.Ahmad Nur Syamsi?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah:

1. Mengetahui siapa KH.Ahmad Nur Syamsi yang merupakan pengasuh pondok pesantren Tahfidhul Quran An-Nur dan kepemimpinan beliau dalam pesantren Tahfidhul Quran an-Nur.

2. Mengetahui bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran.

3. Mengetahui bagaimana gambaran atau metode yang digunakan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam mengajarkan kepada masyarakat penghafal Alquran.

4. Mengetahui perkembangan masyarakat penghafal Alquran pada masa kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi sampai beliau wafat.


(15)

7

D. Kegunaan Penelitian.

Dalam pembahasan skripsi ini terdapat beberapa kegunaan penelitian, diantaranya adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzhul Quran Nur serta profil pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur yakni KH.Ahmad An-Nur Syamsi dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran.

2. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami sejarah, terutama yang berkaitan dengan biografi dan sejarah perjuangan Islam.

3. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan historis deskriptif. Dalam hal ini penulis berusaha mengungkapkan serta mendeskripsikan bagaimana sejarah riwayat hidup KH.Ahmad Nur Syamsi serta peranannya dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran an-Nur Ujung Pangkah Gresik.

Sementera itu, skripsi ini menggunakan bantuan dari beberapa teori diantaranya adalah teori peran yang dalam kehidupan nyata membawakan peran


(16)

8

berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat.4 Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan dari seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk

mempengaruhi orang lain (yaitu orang yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya), sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut.

Kadang kepemipinan dibedakan antara kepemimpinan sebagai kedudukan dan dan kepemimpinan sebagai proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh suatu badan. Sedangkan kepemimpinan sebagai proses sosial adalah suatu proses, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang/suatu badan yang menyebabkan gerak dari masyarakat.5

Max weber mengklasifikasi kepemimpinan menjadi 3 jenis:

1. Otoritas kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi.6 2. Otoritas tradisional yaitu dipilih berdasarkan pewarisan

3. Otoritas legal-rasional yakni yang dimiliki berdasarkan jabatan serta kemampuan.

Melihat dari teori yang telah dijelaskan diatas, maka KH. Ahmad Nur Syamsi termasuk dalam teori yang pertama yaitu kharismatik dan kewibawaannya, karena mempunyai kemauan yang keras serta mempunyai bakat sejak kecil untuk menjadi pemimpin atau pengasuh pondok. Menurut Sukamto,

4

Edy Suhardono, Teori Peran konsep, Derivasi dan Implikasinya (Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama, 1994), 07.

5

Koentjoroningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Penerbit: Dian Rakyat, 1967), 181.

6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), 280-281.


(17)

9

dalam bukunya Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, mengutip dari Max Weber

mengemukakan bahwa, kepemimpinan didasarkan pada faktor tradisi (traditional

authority), yaitu kebiasaan yang diluhurkan dan disakralkan, sehingga dengan

sendirinya menentukan proses pergantian, tujuan organisasi dan hak serta kewajiban pemimpin. Tradisi ini memberikan ruang gerak bebas bagi pemiliknya, sehingga keputusan akhir terletak pada kekuasaan pemimpin.7

F. Penelitian Terdahulu.

Mengenai tinjauan penelitian terdahulu, penulis telah melakukan studi tentang penelitian terdahulu, sejauh ini penulis belum menemukan karya yang membahas KH.Ahmad Nur Syamsi dan perananya dalam pondok pesantren “Tahfidzul Quran”, oleh karena itu penulis menggunakan karya yang lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti yaitu:

1. Skripsi dari Erma Mauluddiyah, NIM (A02209017) Mahasiswa Prodi SKI Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang telah lulus tahun 2013 berjudul “KH.Dawud Munawar, Biografi dan Perannya di Pondok Pesantren Al-Munawar, skripsi ini diteliti di desa Kauman Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik. Keterkaitan skripsi ini dengan yang penulis teliti adalah bahwa KH. Dawud Munawar adalah guru dari KH. Ahmad Nur Syamsi. 2. Skripsi dari Minarti, NIM 089100067 mahasiswa Prodi SKI Fakultas Adab

dan Humaniora IAIN Sunan Ampel Surabaya yang telah lulus tahun 1996 yang berjudul “Pondok Pesantren Huffadz Darul quran” keterkaitan skripsi

7

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990),280-281.


(18)

10

ini dengan yang penulis teliti adalah sama-sama meneliti tentang pondok pesantren huffadz.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mendasarkan analisis pada data dan fakta yang ditemui di lapangan, metode ini tidak di ungkapkan dengan angka-angka seperti dalam penelitian secara kuantitatif. Data penulis dapatkan dari buku-buku, dokumen dan peristiwa lainya baik yang tertulis ataupun tidak tertulis seperti wawancara dengan informan yaitu, ibu kandung dari KH. Ahmad Nur Syamsi, keluarga, santri, dan warga masyarakat yang mengetahui KH. Ahmad Nur Syamsi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan langkah-langkah metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, historiografi.8 Melalui tahapan ini, penulis berusaha menjelaskan tentang Biografi KH.Ahmad Nur Syamsi dan Perannya di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-nur di Ujung Pangkah Gresik.

Metode yang digunakan oleh penulis dalam menulis skripsi ini adalah:

a. Heuristik.

Heuristik berasal dari bahasa Yunani yaitu Heuristiken yang berarti

mengumpulkan atau menemukan sumber-sumber sejarah. Dalam penelitian

8

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2003), 14-15.


(19)

11

ini penulis mengumpulkan sejumlah materi sejarah yang tersebar dan teridentifikasi, seperti: catatan, wawancara,dll.9

Dalam tahap ini penulis memulai proses mengumpulkan sumber-sumber sejarah, sehingga dengan sumber-sumber sejarah tersebut dapat mendiskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Penelitian ini dimulai dengan wawancara dengan ibu kandung dari KH.Ahmad Nur Syamsi, paman KH. Ahmad Nur Syamsi, Santri, serta warga masyarakat Sebagai acuan atau referensi dalam penulisan skripsi ini. Disini penulis mencari data dengan wawancara/interview secara langsung untuk

mengetahui profil KH.Ahmad Nur Syamsi. Selain Interview penulis juga melakukan studi kepustakaan dengan mengumpulkan data referensi-referensi tertulis, meliputi buku-buku tentang pesantren dan peneliti juga melakukan penelitian langsung sehingga terjadi interaksi antara peneliti dan informan. Sumber sejarah dibagi menjadi dua yaitu :

1. Sumber primer:

a. Akta pendirian Yayasan Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidhul Quran An-Nur yang diterbitkan oleh Kamilia Bahasuan, S.H. Notaris PPAT Wilayah Kabupaten Gresik, Nomor 3 tanggal 16 April 2008. b. Piagam Ijin Operasional Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidhul

Quran An-Nur, Kabupaten Gresik Nomor 511235250123, tanggal 1 November 2010.

9

Suhartono W. Pranoto, Teori & Metodologi Sejarah (Yogyakkarta: Graha Ilmu. 2010), 29.


(20)

12

c. Interview

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan Solikah ibu kandung dari KH. Ahmad Nur Syamsi, paman beliau yang bernama H. Mundi, serta anak pertama dari KH.Ahmad Nur Syamsi, yaitu H.Makinun Amin. Selain anak dari KH Ahmad Nur Syamsi, peneliti juga melakukan wawancara dengan saudara kandung dari KH. Ahmad Nur Syamsi, yaitu Moh. Zainun Nasikh beliau adalah adik dari KH. Ahmad Nur Syamsi. Selanjutnya peneliti juga melakukan wawancara dengan Santri dari KH. Ahmad Nur Syamsi, yaitu KH. Abdullah Mas’ud, beliau adalah santri yang mengabdi dengan beliau sampai beliau wafat. Peneliti juga mewawancarai masyarakat sekitar pondok pesantren yang hidup sezaman dengan beliau, yaitu H.Nurul Hilal beliau adalah teman semasa kecil KH.Ahmad Nur Syamsi.

2. Sumber Sekunder

Untuk mendukung penulisan skripsi ini penulis menggunakan sumber sekunder yaitu, berupa karya-karya lain yang menyangkut skripsi yang penulis bahas, yang diantaranya dari buku-buku atau referensi yang ada keterkaitan dengan penulisan skripsi.10Sumber sejarah adalah sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu.11

10

Bugiono dan Purwantana P.K, Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1992), 23.

11

Erma Mauluddiyah, “KH.Dawud Munawar, Biografi dan Perannya di Pondok Pesantren Al-Munawar Sidayu Gresik” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2013), 12.


(21)

13

Penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan peneletian sebelumnya, penelitian ini akan lebih terfokus pada biografi, peran serta keberhasilan membentuk masyarakat penghafal Alquran.

b. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah upaya mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber.12 Dalam kritik sumber penulis meneliti sumber-sumber yang diperoleh dari wawancara agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan sumber tersebut autentik atau tidak.

Dalam metode sejarah kritik sumber terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang

didapatkan autentik atau asli. Sumber yang diperoleh penulis merupakan yang relevan, karena penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari tokoh yang hidup sezaman dengan KH.Ahmad Nur Syamsi melalui wawancara.

Dalam penetian ini penulis melakukan wawancara dengan Ibu kandung beliau, paman beliau, saudara kandung, serta para santri sehingga penulis mendapat sumber yang relefan.

2. Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi

sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.13

12

Suhartono W.Pranoto, Teori & Metodologi Sejarah (Yogyakkarta: Graha Ilmu. 2010), 34.

13

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2003), 16.


(22)

14

c. Interpretasi atau penafsiran

Dalam tahap ini penulis melihat kembali data-data yang di dapatkan dan telah diketahui autentisitasnya terdapat saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain, kemudian dibandingkan dan disimpulkan atau ditafsirkan.

Melihat dari data yang penulis peroleh dari observasi dan wawancara, terdapat proses perjuangan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam mengemban amanat dari kiainya untuk memajukan dan mengembangkan pondok pesantren di desanya menjadi pondok pesantren yang maju pesat dan menjadikan wilayah Ujung Pangkah menjadi pusat pengembangan belajar Alquran. Proses-proses yang dilakukan adalah dengan cara berdakwah kepada masyarakat dengan melakukan pembelajaran Alquran gratis dan metode pembelajaran yang disiplin sehingga bisa membuat santri dan masyarakat yang sangat berkualitas.

d. Historiografi.

Disini penulis menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari sumber yag telah didapatkan oleh penulis.14

Dalam laporan ini ditulis biografi dari KH. Ahmad Nur Syamsi peran beliau dalam Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur desa Glatik Ujung Pangkah Gresik, metode yang digunakan dalam menghafal Al-quran, serta perkembangan para penghafal Al-Quran pada masa kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi.

14

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah 1(Laporan Penelitian, 2005), 16.


(23)

15

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka diuraikan dalam sebuah kerangka penulisan yang terbagi dalam beberapa bab, yaitu:

Bab pertama, menjelaskan Pendahuluan yang menjelaskan secara global dari keseluruhan isi skripsi ini. Yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian Pendekatan dan Kerangka Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Bahasan.

Bab kedua, Menjelaskan tentang genealogi KH. Ahmad Nur Syamsi, sejarah singkat berdirinya pondok pesantren, bagaimana kepemimpinannya dalam pondok pesantren dan bagaimana perananya dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran.

Bab ketiga, Menjelaskan tentang bagaimana gambaran atau metode penghafalan Alquran yang digunakan oleh KH. Ahmad Nur Syamsi bagi warga dalam penghafalan Alquran, Pelaksanaan menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur, dan Metode yang dipakai KH. Ahmad Nur Syamsi bagi Masyarakat Penghafal Alquran

Bab keempat, Menjelaskan tentang Perkembangan KH. Ahmad Nur Syamsi selama mengajarkan masyarakat penghafal Alquran sejak beliau berperan sampai wafat, upaya melestarikan hafalan Alquran bagi penghafal Alquran Penghafal laki-laki dan Penghafal perempuan. Peran lima orang yang dibimbing KH. Ahmad Nur Syamsi dalam mengajak masyarakat menghafal Alquran.


(24)

16

Bab kelima, penulis melaporkan yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pemaparan dari hasil pemaparan bab-bab sebelumnya dari awal hingga akhir.


(25)

17

BAB II

GENEALOGI KH. AHMAD NUR SYAMSI DAN PERANANNYA DALAM MEMBANGUN PONDOK PESANTREN TA’LIM DAN

TAHFIDZUL QURAN AN-NUR

A.Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur

Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur didirikan oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi pada tahun 1988 di Desa Glatik, Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, yang berada di 3 kilometer dari Masjid Kanjeng Sepuh Sidayu, dan 6 kilometer dari Kecamatan Ujung Pangkah. Pondok Pesantren An-Nur merupakan pesantren yang dirintis dan dibangun oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi atas izin dan restu guru beliau semasa beliau menghafal Alquran, yaitu KH. Dawud Munawar serta dukungan dari warga Desa Glatik demikian yang diucapkan oleh paman KH. Ahmad Nur Syamsi.1

Di sini dijelaskan dalam sejarahnya bahwa tepat pada tahun 1980 pengajaran Alquran di Desa Glatik ini masih dilakukan di masjid Baiturrohman yang letaknya kurang lebih 100 meter dari rumah beliau, tepatnya di RT. 1 RW. 1. Pada awalnya berupa pengajaran Alquran biasa dan hanya beberapa warga yang belajar kepada Kiai Ahmad Nur Syamsi. Berkat keuletan dan ketekunannya dalam mengajar masyarakat membaca Alquran, lambat laun semakin banyak warga yang berbondong-bondong ke masjid untuk belajar Alquran kepada Kiai Ahmad Nur Syamsi.

Selang beberapa tahun, masjid Baiturrohman yang berada di jalan Arbei RT.1 RW.1 tersebut kurang efektif karena semakin banyaknya masyarakat yang 1

Mundi, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 25 September 2015.


(26)

18

ikut serta belajar Alquran dan terbenturnya kegiatan-kegiatan di masjid dengan pengajaran Alquran, akhirnya Ahmad Nur Syamsi mempunyai ide untuk mendirikan pondok pesantren sebagai sarana belajar Alquran bagi masyarakat, khususnya pembelajaran dengan sisten hafalan Alquran. Ide tersebut mendapat dukungan penuh dari masyarakat sekitar, akan tetapi Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak memiliki dana yang cukup untuk membangun pondok pesantren tersebut.

Kiai Ahmad Nur Syamsi berfikir mencari jalan keluar dan berinisiatif pergi ke Malaysia untuk mencari bantuan kepada warga Desa Glatik yang bekerja di Malaysia pada saat itu. Ketika di Malaysia beliau mendapat sambutan yang baik oleh warga desa yang bekerja di sana dan mereka memberikan bantuan sebesar 12 juta untuk membantu beliau mewujudkan keinginannya untuk membangun pondok pesantren. Dengan niat yang baik dan perjuangan serta dana bantuan dari warga desa, dari Malaysia dan uang pribadi Ahmad Nur Syamsi sendiri beliau membangun pondok pesantren di Desa Glatik tepatnya di jalan pesantren, RT. 09 RW. 3 yang diberi nama “Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur”.

Tahap pertama pembangunan pondok pesantren ini hanya terdiri dua kamar, satu kamar di bawah untuk putri dan satu kamar di atas untuk putra serta aula untuk pengajaran Alquran. Pembangunan ini berkat dorongan masyarakat sekitar dan saran para tokoh masyarakat yang ikut serta membantu tenaga dan pikiran demi kelancaran pembangunan Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur.


(27)

19

Setelah berdirinya pondok pesantren tersebut, masyarakat yang belajar di sana semakin bertambah. Pondok pesantren yang diasuh oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi mengalami kemajuan yang pesat, ini dibuktikan dengan datangnya santri dari luar Desa Glatik yang ingin menetap dan belajar di pondok tahfidzul quran tersebut.2

Selang beberapa tahun setelah bertambahnya santri dan warga desa yang belajar di Pondok Pesantren An-Nur, sarana pondok pesantren menjadi sempit dan kurang nyaman bagi santri yang menetap maupun warga desa yang belajar di sana. Pada saat itu kiai Ahmad Nur Syamsi berfikir untuk membangun dan menambahi ruangan pondok pesantren tersebut agar para santri dan warga desa menjadi lebih nyaman dalam belajar Alquran di Pondok Pesantren An-Nur.

Setelah berfikir matang dan dana sudah ada, kiai Ahmad Nur Syamsi menambahkan sebuah ruangan kelas sebanyak tiga kelas untuk kegiatan belajar Alquran. Setelah selesai menambahkan tiga kelas tersebut kiai Ahmad Nur Syamsi juga mencari ustadz untuk membantunya dalam mengajar Alquran bagi santri pondok pesantren dan warga Desa Glatik.

Setelah itu kegiatan pembelajaran Alquran di pondok pesantren tersebut berjalan lancar sebagaimana biasanya, para penghafal Alquran juga merasa nyaman. Beberapa tahun kemudian, berkat kharisma Kiai Ahmad Nur Syamsi dalam mendidik dan mengajarkan Alquran kepada masyarakat dirasa bagus, maka masyarakat berbondong-bondong untuk belajar Alquran di pondok pesantren tersebut.

2

Mundi, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 25 September 2015.


(28)

20

Akhirnya sarana pondok pesantrenpun sudah mulai tidak nyaman lagi karena banyak orang yang belajar Alquran. Pada saat itu Kiai Ahmad Nur Syami belum punya dana untuk membangun pondok pesantren lagi. Oleh karena pembelajaran Alquran di pondok pesantren sudah kurang nyaman, maka mereka yang mempunyai uang ikut menyumbangkan sedikit uang mereka untuk membantu membangun dan menambahi ruang kelas. Akhirnya ketika uangnya sudah cukup, Kiai Ahmad Nur Syamsi menambahkan dua kelas di lantai dua dan kiai Ahmad Nur Syamsi juga bisa membeli tanah dibelakang pondok pesantren tersebut untuk mengantisipasi bertambahnya santri yang dari luar maupun warga desa yang belajar Alquran.

Pondok pesantren ini sudah mempunyai surat ijin operasional dari Kantor Kementrian Agama Republik Indonesia Kabupaten Gresik, bahwa pondok pesantren ini berdiri sejak tahun 1988 di Desa Glatik Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik telah menjadi yayasan, dengan nomor statistik 511235250123, yang ditanda tangani (diresmikan) oleh kepala Kementrian Agama Kabupaten Gresik Drs. H. Agus Thohir, M.Si. pada tanggal 1 November 2010.

Pondok pesantren ini juga mempunyai akta tanah Wilayah Kabupaten Gresik oleh Kamiliah Bahasuan, S.H. notaris di Gresik, bahwa pondok pesantren ini resmi menjadi yayasan Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur, pada tanggal 16 April 2008 dengan nomor 3-turunan.


(29)

21

B.Genealogi KH. Ahmad Nur Syamsi

1. Sejarah Kelahiran KH. Ahmad Nur Syamsi

Kiai Ahmad Nur Syamsi lahir di desa kecil yang bernama Glatik, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, pada tanggal 06 bulan Juni tahun 1962. Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah anak dari seorang petani biasa yang kurang mampu, ayah beliau bernama Iyamal dan ibunya bernama Sulikah, orang tua Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah orang-orang yang sangat Agamis.

Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah anak pertama dari tujuh bersaudara, diantaranya adalah Nuriati, Nuriatun, Ahmad Syafi’i, Ahmad Syafa’at, Khurul Ain, Zainun Nasikh S.Pd. Sejak kecil Kiai Ahmad Nur Syamsi dan saudara-saudaranya hidup di lingkungan keluarga yang taat beragama, karena sehari-hari Kiai Ahmad Nur Syamsi gemar pergi ke masjid untuk sholat berjama’ah dan mengaji. Ahmad Nur Syamsi dan saudara-saudaranya dididik ketat oleh ayahnya untuk menjadi orang yang agamis, berakhlakul karimah dan menjadi orang yang suka membaca Alquran. Oleh karena itu Kiai Ahmad Nur Syamsi dan sebagian saudaranya berhasil menghafal Alquran pada usia yang masih kecil, yaitu antara usia 15-20 tahun.

Pada masa kecilnya Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah menunjukkan kelebihannya dalam hal membaca dan menghafal Al-Quran, terbukti bahwa Ahmad Nur Syamsi sudah hafal Alquran pada usia 15 tahun. Karena kepandaiannya ini, maka dipercaya untuk mengajari masyarakat untuk membaca dan terlebih lagi mengajarkan menghafal Alquran.


(30)

22

Pada saat itu Kiainya Ahmad Nur Syamsi masih cukup muda usianya tetapi beliau sudah berhasil menghafal Alquran dan bisa mengajarkan warga sekitar di Desa Glatik bahkan para petani yang kerjanya di sawah juga banyak yang mengikuti belajar Alquran di masjid. Pada saat itu Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajar saudaranya yang umurnya masih kecil dengan sabar, telaten dan membimbing serta mengajari untuk membaca Alquran sampai mereka benar-benar hafal Alquran, Ahmad Nur Syamsi berharap jika saudara-saudaranya bisa hafal Alquran, maka beliau mengajak saudara-saudara-saudaranya untuk mengajarkan kepada masyarakat sekitar agar mau menghafal Alquran.

Pada usia 26 tahun Kiai Ahmad Nur Syamsi dijodohkan dengan gadis Desa Glatik, gadis itu sangat santun dan sholihah bernama Sudarwati, ayahnya bernama Mukarrom dan ibunya bernama Sun. Beliau merupakan anak dari seorang petani asli Glatik yang rumahnya terletak di RT. 6 yang selisih tiga kampung dari rumah Kiai Ahmad Nur Syamsi. Kiai Ahmad Nur Syamsi menerima perjodohan itu karena beliau yakin bahwa pilihan orang tuanya pasti yang terbaik untuknya, dan akhirnya mereka menikah.

Usai menikah dan hidup baru bersama keluarga barunya, Kiai Ahmad Nur Syamsi dikaruniai empat putra dan putri yakni tiga laki-laki dan satu perempuan, diantaranya yaitu Ahmad Makinun Amin, Amrul Hasan, Ahmad Shofiyurrohman, Wafirotus Shofiyah. Keluarga beliau sederhana namun memancarkan kebahagiaan, karena Kiai Ahmad Nur Syamsi sabar dalam mendidik dan membesarkan putra-putrinya, beliau juga tidak pernah lepas


(31)

23

untuk mengingatkan putra-putrinya dalam hal kebaikan dan selalu menjaga silaturrohmi dengan sesama.

Setelah menikah Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah memimpin Pondok Pesantren An-Nur. Dalam kepemimpinannya Kiai Ahmad Nur Syamsi mempunyai kharisma yang sangat besar, beliau sangat disegani oleh masyarakat dan para santri yang belajar di pondok pesantren An-Nur. Selain kharisma yang dimiliki oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi, beliau juga dikenal dengan istiqomahannya, beliau mempunyai beberapa keistiqomahan yang setiap hari dilakukan oleh Ahmad Nur Syamsi yaitu, selalu derres

(memperkuat hafalan) dengan tepat waktu, tidak pernah meninggalkan sholat jamaah meskipun dalam keadaan sakit. Jadi, dapat dikatakan bahwa Kiai Ahmad Nur Syamsi merupakan sosok orang yang sangat disiplin dan semangat dalam mengajarkan Alquran serta memberi contoh yang baik kepada masyarakat.3

2. Latar belakang Pendidikan KH. Ahmad Nur Syamsi

Sejak kecil Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah terkenal dengan kecerdasannya. Kiai Ahmad Nur Syamsi sekolah formal di Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Mubtadiin yang terletak di dekat rumahnya yaitu pada tahun 1973. Pada saat di sekolah kecerdasannya dilihat oleh guru-guru di sekolah, setiap ulangan Kiai Ahmad Nur Syamsi mendapat nilai yang bagus. Saat disekolah selain dikenal dengan kecerdasanya, Ahmad Nur Syamsi juga sangat bandel. Ketika di sekolah dan di kampungnya selalu jahil. Kiai Ahmad

3

Sholikhah, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 17 September, 2015.


(32)

24

Nur Syamsi sering menjahili teman-temannya dan tetangganya dengan mengejek teman-temanya serta merusak apa saja yang ada di depan rumah tetangganya.

Setelah lulus Madrasah Ibtidaiyah beliau ingin melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Kanjeng Sepuh tetapi pada saat itu orang tua beliau tidak mempunyai uang untuk biaya sekolah. Salah seorang paman beliau ingin membantu membiayai sekolah Kiai Ahmad Nur Syamsi, akan tetapi orang tua beliau tidak langsung menyetujui tawaran dari pamannya akan tetapi bermusyawarah dengan sepupunya yaitu H. Rokhim.

H. Rokhim tidak setuju atas usulan pamannya tersebut, akhirnya Ahmad Nur Syamsi disuruh pergi ke Pondok Pesantren Al-Munawar bersama tiga temannya yakni Mundokir, Munir dan Muntahap untuk menghafal Alquran. Ketika Kiai Ahmad Nur Syamsi belajar di lembaga non formal di Pesantren Al-Munawar Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik pada tahun 1973. Kiai Ahmad Nur Syamsi tergolong santri yang cerdas, setiap hari selalu deres

Alquran, dan setiap dua hari sekali selalu menyetorkan hafalan Alquran kepada kiainya. Beliau juga sering dihukum oleh kiainya, tapi dengan hukuman yang diberikan membuatnya tambah bersemangat dalam menghafal Alquran.

Keadaan pesantren yang sangat ketat dan gurunya keras dan tegas dalam mendidik santrinya, banyak santri yang ingin keluar dari pondok pesantren tersebut, termasuk ketiga teman dari Kiai Ahmad Nur Syamsi. Ketiga temannya tersebut mengajak Kiai Ahmad Nur Syamsi pindah ke pondok pesantren lain yang berada di Desa Sungun Legowo Ngaren


(33)

25

Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, akan tetapi Kiai Dawud Munawar melarang mereka untuk pindah, dan ketiga temannya tidak mendengarkan larangan itu sehingga mereka tetap pindah dari pondok Al Munawar ke pondok Ngaren, akan tetapi Kiai Ahmad Nur Syamsi tetap bertahan dan semakin

tawadhu’ sampai beliau hafal Alquran. Ketika liburan pondok, Kiai Ahmad

Nur Syamsi pulang dan membantu orang tuanya di sawah. Kiai Ahmad Nur Syamsi selalu membawa Alqurannya di manapun beliau berada untuk melancarkan hafalannya.

Kiai Ahmad Nur Syamsi sangat bersungguh-sungguh dalam menghafal Alquran di Pondok Pesantren Almunawar, dan karena kegigihannya dalam belajar menghafal Alquran maka pada usia 15 tahun tepatnya tahun 1976 Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah hafal Alquran 30 juz dan beliau mulai mengamalkan ilmunya ke masyarakat desa untuk mengajarkan membaca dan menghafal Alquran yaitu sejak tahun 1978-2010.4

C.Kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur

Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah seorang pemimpin Pondok Pesantren Tahfidhul Quran An-Nur yang ada di Desa Glatik Ujung Pangkah Gresik. Beliau sangat bertanggung jawab dalam kepemimpinannya. Pada awal setelah pondok pesantren berdiri beliau hanya mempunyai satu santri yang menetap dan belajar di sana. Akan tetapi dengan berjalannya waktu satu santri tersebut kagum dengan

4

Siaman, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 15 Oktober 2015.


(34)

26

kepemimpinannya Kiai Ahmad Nur Syamsi akhirnya santri tersebut bercerita kepada tetangganya di desa dan mulai dari situlah banyak santri luar yang berdatangan untuk menetap dan belajar Alquran di Pondok Pesantren An-Nur.

Pondok Pesantren An-Nur merupakan pondok pertama yang ada di Desa Glatik Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Pemimpinnya adalah Kiai Ahmad Nur Syamsi, beliau adalah seorang yang mempunyai kharisma dalam memimpin santrinya di pondok pesantren. Setelah santri yang mondok di sana semakin hari semakin banyak, Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak hanya mengajarkan hafalan Alquran akan tetapi jika memasuki bulan Ramadhan kegiatan di pondok pesantren tersebut yaitu mengkaji kitab kuning yang biasanya diajarkan oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi, tetapi Kiai Ahmad Nur Syamsi juga mendatangkan guru dari luar untuk mengajarkan atau mengkaji kitab kuning untuk santrinya.5

Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak hanya menganggap santri yang menetap hanya sebatas santri tetapi sudah dianggap sebagai anak sendiri, bahkan Kiai Ahmad Nur Syamsi mengadopsi santri perempuannya untuk menjadi anak beliau sampai anak itu dinikahkan dan dibuatkan rumah oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi. Semua santri yang menetap di pondok An-Nur sangat segan kepada Kiai Ahmad Nur Syamsi karena beliau tidak pernah membatasi hubungan antara atasan dan bawahan termasuk antara kiai dan santri yaitu antara Kiai Ahmad Nur Syamsi dan santrinya. Seperti contoh makanan Kiai Ahmad Nur Syamsi yang dimakan sehari-hari adalah sama dengan apa yang dimakan oleh santrinya.

5

Ahmad Zainun Nasikh, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 17 Oktober, 2015.


(35)

27

Dalam kepemimpinannya di pondok pesantren Kiai Ahmad Nur Syamsi sangat memperhatikan para santrinya, mendidik dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan agar santri dapat belajar dan menghafal Alquran dengan baik.6 Selain belajar menghafal Alquran di dalam pondok pesantren, santri-santrinya sering diajak ke sawah oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi untuk membantu mengelola sawah dan mengajari mereka bagaimana belajar juga berjuang demi cita-cita yang ingin dicapai. Meskipun di sawah mereka tidak boleh sedikitpun lupa membaca Alquran.

Jadi, para santri yang menetap di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur selain mendapat ilmu dari pondok pesantren, mereka juga dapat pengalaman dari luar pondok pesantren yaitu membantu kiainya bekerja di sawah akan tetapi mereka tidak boleh melupakan hafalan Alqurannya.

Seperti halnya yang dikatakan Dalyono dalam bukunya bahwa pemimpin dalam bahasa inggris disebut leader. Kegiatannya disebut kepemimpinan atau

Leadership. Dalam suatu pesantren itu tidak lepas dari kepemimpinan kiai untuk

memimpin seluruh proses kegiatan yang ada di pondok pesantren karena perannya sebagai pengasuh dalam pondok pesantren.7

Kharisma yang dimiliki oleh para kiai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan dalam lingkungannya. Selain sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat desa, kiai juga memimpin sebuah pesantren dimana ia

6

Sudarwati, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 18 Oktober 2015.

7

Dalyono, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cet. Pertama, 1993), 6.


(36)

28

tinggal. Di lingkungan pondok pesantren inilah kiai tidak saja diakui sebagai guru mengajar agama, tetapi juga dianggap oleh santri sebagai seorang bapak atau orang tuanya sendiri. Sebagai seorang bapak yang luas jangkauan pengaruhnya kepada semua santri, menempatkan kiai sebagai seorang yang disegani, dihormati, dipatuhi dan menjadi sumber petunjuk ilmu pengetahuan bagi santri.8

Dalam suatu pesantren tidak lepas dari kepemimpinan kiai untuk memimpin seluruh proses kegiatan yang ada di pondok pesantren hal ini dikarenakan peranya sebagai pengasuh dalam pondok pesantren. Menurut Nawawi, kepemimpinan secara etimologi berasal dari kata pimpin dengan mendapat awalan”me”menjadi memimpin berarti menuntun, menunjukan jalan dan memimbing. Perkataan lain yang disamakan pengertianya adalah mengetahui atau mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri. Kata memimpin berarti suatu kegiatan. Sedangkan orang yang melaksanakannya disebut pemimimpin. Bertolak dari kata pemimpin berkembang pula perkataan kepemimpinan berupa awalan “ke” dan akhiran “an”pada kata pemimpin. Sehingga kepemimpinan menunjukan pada semua prihal dalam memimpin termasuk juga kegiatannya.9

D.Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam Membentuk Masyarakat Penghafal Alquran

Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur Kiai Ahmad An-Nur Syamsi mempunyai peran dalam masyarakat sekitar yaitu

8

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, cet. Pertama,1999), 77.

9

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gajah Mada, 1993), 28.


(37)

29

membentuk masyarakat penghafal Alquran yang pada saat itu berawal dari beliau berdakwah dan mengajarkan ngaji setiap hari di masjid Desa Glatik Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

Dalam membina masyarakat desa yang pada saat itu masih belum benar-benar memahami hakekat Islam dan juga belum memahami bacaan Alquran. Tidak mudah bagi Kiai Ahmad Nur Syamsi untuk mengajari mereka tentang Islam dan membaca Alquran, karena jiwa dan mental mereka masih belum siap. Pada saat itu masyarakat Desa Glatik mata pencahariannya adalah bertani, mereka pergi ke sawah pagi hari dan pulang sore hari, sehingga tidak ada waktu untuk dirumah kalau pagi sampai sore, oleh karena itu jika dipaksakan, maka mereka pasti akan lari.

Pada saat Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajarkan Alquran di masjid ada beberapa masyarakat yang menolak adanya kegiatan tersebut dengan alasan mengganggu kegiatan di dimasjid. Oleh karena itu perlu ada pendekatan dan cara-cara yang cerdas agar mereka perlahan-lahan tumbuh kesadarannya untuk belajar membaca Alquran. Dengan berjalannya waktu, serta kharisma yang dimiliki beliau, sehingga dapat meluluhkan hati masyarakat, akhirnya sedikit demi sedikit masyarakat mulai berdatangan untuk belajar mengaji dengan Kiai Ahmad Nur Syamsi.

Pada awalnya Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajarkan membaca Alquran dengan melihat mushaf yang biasanya warga menyebutnya dengan belajar


(38)

30

Alquran bin nadzor, yakni dengan melihat mushaf kemudian jika sudah hatam 30

juz, maka beliau menyuruh masyarakat untuk belajar menghafal Alquran.

Adapun untuk bisa menghafal Alquran dengan baik harus mempunyai kaidah-kaidah yang harus dimilik bagi setiap individu seorang penghafal Alquran diantaranya adalah, pertama mempunyai niat yang ikhlas, artinya penghafal Alquran wajib mengikhlaskan niatnya dan meluruskan tujuanya karena Allah serta mengharapkan ridha-Nya. Kedua menentukan kemampuan menghafal dalam sehari, maksudnya adalah penghafal Alquran seyogyanya dapat menentukan kemampuannya dalam menghafal Alquran setiap hari, apakah satu halaman, dua halaman, dan seterusnya, setelah itu baru mulai menghafal. Ketiga yaitu memantapkan hafalan sebelum menambah dengan yang baru, artinya penghafal Alquran dianjurkan untuk tidak menambah hafalan yang baru sebelum ayat yang sudah dihafal benar-benar lancar, hal ini bertujuan agar hafalannya terekam dalam otak dengan baik. Keempat yaitu upaya menjaga hafalan karena menghafal Alquran itu berbeda dengan menghafal bait-bait syair, prosa dan karya-karya sastra lainnya. Hal itu disebabkan hafalan Alquran cenderung hilang dari hati. Oleh karena itu bagi penghafal Alquran harus mampu dan bersedia menjaga hafalannya agar tidak mudah lupa.

Yang terakhir yaitu selalu menyetorkan hafalannya, artinya penghafal Alquran tidak boleh mengandalkan hafalan dari dirinya saja, akan tetapi ia harus


(39)

31

melihat mushaf, akan tetapi lebih bagus kalau yang menyimak sudah hafal Alquran.10

Kiai Ahmad Nur Syamsi memperhatikan dan menyeleksi masyarakat yang bisa menerapkan pada dirinya kaidah-kaidah dalam menghafal Alquran yang diajarkannya, serta melihat beberapa orang yang giat dalam belajar Alquran, kiai Nur Syamsi menemukan lima orang yang memiliki semangat tinggi untuk menghafal Alquran dan bisa menerapkan kaidah-kaiah dalam menghafal Alquran, serta mempunyai niat yang ikhlas karena Allah.

Setelah beliau menemukan lima orang yang menurut beliau serius dalam belajar dan membaca Alquran, Kiai Ahmad Nur Syamsi lebih bersungguh-sungguh mengajari mereka untuk menghafal Alquran. Pada saat itu Kiai Ahmad Nur Syamsi berhasil membuat lima orang yang sudah hafal Alquran, kemudian beliau menugaskan mereka agar berusaha mengajak warga untuk mengikuti belajar mengaji khususnya para petani yang lebih banyak waktunya di sawah.

Setelah masyarakat sekitar Desa Glatik sudah banyak yang belajar ngaji dengan Kiai Ahmad Nur Syamsi beliau menyarankan kepada masyarakat agar mau belajar untuk menghafal Alquran sedikit demi sedikit. Dengan kharisma yang dimiliki beliau maka masyarakat menerima dengan baik usulan dari Kiai Ahmad Nur Syamsi tersebut,. Pada saat itu peran Kiai Ahmad Nur Syamsi dalam

10

Ahmad Syafi’i, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 20 November, 2015.


(40)

32

masyarakat semakin kuat ketika kehadirannya diyakini membawa berkah dan ilmu agama untuk menjadikan masyarakat Desa Glatik lebih baik dari sebelumnya.11

Kharisma seorang kiai memperoleh dukungan dari masyarakat karena memiliki kemantapan moral dan kualitas keilmuan, sehingga akhirnya melahirkan suatu bentuk kepribadian yang magnetis (penuh daya tarik) bagi pengikutnya, sekalipun proses ini mula-mula hanya beranjak dari kalangan terdekat, sekitar tempat tinggalnya.12

Begitu juga dengan peran Kiai Ahmad Nur Syamsi di desa Glatik yang juga mendapat dukungan penuh oleh masyarakat untuk menjadikan desa Glatik ini sebagai desa yang penduduknya penghafal Alquran. Selain membentuk masyarakat penghafal Alquran beliau telah menjadikan keluarganya sendiri hafal Alquran dari turun temurun hingga sekarang.

Seperti yang dikatakan Sukamto bahwa hubungan antara kiai dengan masyarakat diikat dengan emosi keagamaan yang membuat kekuasaan sahnya semakin berpengaruh. Kharisma yang menyertai aksi-aksi kiai juga menjadikan hubungan itu penuh dengan emosi. Karena kiai telah menjadi penolong bagi para penduduk dalam memecahkan masalah-masalah mereka, yang tidak hanya terbatas pada masalah spiritual saja tetapi juga mencakup aspek kehidupan yang lebih luas.

11

Mundi, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 25 September 2015.

12

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, cetakan pertama, 1999), 13.


(41)

33

Para penduduk juga menganggap kiai sebagai pemimpin dan wakil mereka dalam sistem nasional. Keberhasilannya dalam menunjukkan peran penting hampir tak terelakan pada penempatannya tidak hanya sebagai seorang mediator hukum dan doktrin Islam, tetapi juga sebagai kekuatan suci itu sendiri.13

Setelah beliau dipercaya oleh masyarakat Desa Glatik beliau ditunjuk sebagai pengurus masjid dimana masjid itu tempat beliau mengajarkan Alquran kepada masyarakat. Beliau juga menjadi Imam sholat di masjid serta menjadi pendakwah kepada masyarakat sekitar Desa Glatik. Dengan berkembangnya masyarakat Desa Glatik yang semakin hari semakin banyak, maka setelah berdirinya Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur pengajaran beliau berpindah di pondok pesantren.

Pondok Pesantren An-Nur merupakan sarana bagi masyarakat untuk belajar membaca dan hafalan Alquran bagi masyarakat Desa Glatik tanpa menetap di pondok pesantren tersebut. Kiai Ahmad Nur Syamsi sangat berperan penting dalam masyarakat sampai beliau wafat.

13

Ibid., 83.


(42)

34

BAB III

SYARAT MENGHAFAL ALQURAN DAN GAMBARAN METODE MENGHAFAL ALQURAN YANG DIGUNAKAN OLEH KH. AHMAD

NUR SYAMSI BAGI MASYARAKAT

A.Syarat-Syarat Menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur

Dalam proses untuk menghafal Alquran para penghafal Alquran mempunyai beberapa persyaratan agar proses menghafalnya dapat berjalan dengan lancar dan mencapai keberhasilan yang maksimal yaitu antara lain:

1. Niat yang Ikhlas

Niat yang ikhlas dan sungguh-sungguh akan mengantar seseorang ketempat tujuan, dan akan membentengi dan menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang. Niat adalah hal yang paling utama dalam melakukan segala sesuatu. Niat juga sebagai pengaman dari penyimpangannya dalam suatu proses menghafal Alquran. Karena niat yang ikhlas karena Allah akan memacu tumbuhnya kesetiaan dalam menghafal Alquran. Dengan demikian tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan tetapi justru menjadi kesenangan dan kesabaran.

2. Memiliki Keteguhan dan Kesabaran

Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor yang sangat penting bagi orang yang sedang menghafal Alquran. Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal Alquran akan banyak sekali ditemui kendala-kendala misalnya jenuh, bising, atau gangguan batin. Hal ini sering kali dirasakan oleh para penghafal Alquran.


(43)

35

3. Istiqomah

Yang dimaksud dengan istiqomah adalah konsisten yakni menjaga kelancaran dalam proses menghafal Alquran, dengan kata lain seorang yang menghafal Alquran harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisien terhadap waktu.

4. Mampu Membaca dengan Baik

Sebelum seseorang melangkah pada penghafalan Alquran, seharusnya seseorang yang ingin menghafal Alquran harus meluruskan, melancarkan dan menguasai bacaan tajwid terlebih dahulu agar hafalannya bagus dan benar. 5. Menjauhkan Diri dari Maksiat dan Sifat-Sifat Tercela

Perbuatan maksiat dan tercela merupakan suatu perbuatan yang harus dijauhi bukan hanya oleh seorang yang menghafal Alquran, akan tetapi untuk semua muslim. Pada umumnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang sedang menghafal Alquran.1 Di antara sifat yang harus dijauhi khususnya bagi penghafal Alquran yaitu madzmumah, ujub, riya’, hasad dan sebagainya. Sifat madzmumah ini sangat besar pengaruhnya terhadap orang-orang yang menghafalkan Al-Qur`an.

Perbuatan maksiat dan sifat madzmumah mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan kestabilan jiwa (rohani) seseorang, termasuk di dalamnya seorang yang sedang menjalani proses menghafal Alquran. Jika

1

Syafi’I, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 05 november 2015.


(44)

36

ketenangan jiwa seseorang terganggu maka konsekwensi (istiqamah) pada diri seseorang akan terpengaruh.

Konsentrasi yang selamanya telah dibina dan dilatih sedemikian baiknya akan berubah bahkan akan menghilangkan konsentrasi penghafal Alquran. Misalnya, seseorang yang menghafalkan Alquran karena riya’, jika tidak ada seorang di dekatnya, maka dia tidak akan melanjutkan untuk menghafalkan atau membaca, karena Allah SWT mengancam dan melarang seseorang berakhlaq tercela tersebut.

Di samping beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang penghafal Alquran, maka ada juga faktor pendukung dalam menghafal Alquran juga merupakan hal yang dianggap penting demi tercapainya tujuan tersebut, adapun faktor-faktor pendukung itu antara lain :

1. Usia Ideal

Tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan dalam menghafal Alquran. Usia yang kecil belum banyak terbebani problematika hidup yang memberatkan. Sehingga akan lebih cepat menciptakan konsentrasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

2. Manajemen Waktu

Pengaturan waktu mempunyai fungsi yang sangat penting dalam upaya memperbarui semangat dan kemauan meniadakan kejenuhan dan kebosanan serta mengupayakan adanya kesungguhan. Adapun waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal Alquran adalah sebagai berikut :


(45)

37

a. Waktu sebelum terbit fajar

Waktu sebelum terbit fajar merupakan waktu yang baik untuk menghafal ayat-ayat suci Alquran, karena disamping memberikan kesenangan juga saat yang banyak memiliki keutamaan.

Setelah sholat

b. Waktu diantara maghrib dan isya’

Di Podok Pesantren An-Nur para santri dan masyarakat yang menghafal Alquran diantara waktu maghrib dan isya’ biasanya digunakan untuk

deres sebagai persiapan setor kepada kiainya setelah sholat subuh.2

B.Pelaksanaan Menghafal Al-Quran di Pondok Pesantren An-Nur

Pelaksanaan menghafal Alquran bagi masyarakat Desa Glatik yang menghafal Alquran di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur, pada awalnya dilaksanakan di masjid Baiturrohman Desa Glatik tepatnya di RT. 1 RW. 1, dan pelaksanaannya di pagi setelah sholat shubuh dan siang hari setelah sholat dhuhur.

Pada awalnya mengaji Alquran hanyalah anak-anak, remaja dan sebagian orang tua yang jumlahnya sangat sedikit antara 10 sampai 15 orang, karena pada pagi hari dan siang hari masyarakat desa Glatik sudah berada di sawah untuk bekerja, oleh karena itu mereka tidak bisa mengikuti kegiatan ngaji di masjid.

Pada waktu itu Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajak masyarakat untuk ikut serta belajar mengaji, tapi ada yang menolak karena mereka tidak mau

2

Nurul Hilal, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 05 November 2015.


(46)

38

meninggalkan pekerjaannya di sawah. Namun Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak putus asa, akhirnya beliau mencari tahu apa yang menyebabkan mereka tidak mau ikut belajar mengaji, akhirnya Kiai Ahmad Nur Syamsi mengetahui alasan masyarakat yang tidak mau mengikuti belajar mengaji, karena pada waktu pagi dan siang hari masyarakat harus ke sawah untuk bekerja oleh karena itu mereka tidak bisa mengikuti belajar mengaji di masjid.

Setelah mengetahui permasalahan yang dialami masyarakat sehingga mereka tidak mau mengaji karena terbenturnya waktu bekerja sama kegiatan mengaji di masjid, maka Kiai Ahmad Nur Syamsi mengubah waktu kegiatan yaitu diganti pada waktu pagi hari setelah sholat subuh dan malam hari setelah sholat maghrib. Setelah itu masyarakat mulai berdatangan untuk mengikuti kegiatan belajar mengaji di Masjid Baiturrohman.

Adapun banyaknya yang dibaca pada saat mengaji dalam setiap pertemuan dengan kiainya yaitu antara satu sampai dua halaman, jika satu sampai dua halaman membacanya bisa lancar, maka kiainya akan menambah bacaannya lebih dari dua halaman. Pengajaran Alquran baik bin-nadlor maupun bil-ghoib

dilaksanakan enam hari dalam satu minggu mulai hari sabtu, ahad, senin, selasa, rabu, dan kamis. Sedangkan untuk hari jumat libur.

Adapun jadwal kegiatan pengajarannya yaitu pada waktu setelah sholat subuh pukul 05.00 WIB itu dilaksanakannya tartilul quran dan itu waktu yang dibutuhkan adalah 30 menit. Pada pukul 05.30 WIB pengajaran Alquran


(47)

39

hari yaitu setelah sholat maghrib tepatnya pukul 18.00 WIB pengajaran Alquran

bin-nadlor dan bil-ghoib.

Sedangkan waktu selain jam di atas adalah untuk belajar mengaji sendiri di rumah masing-masing agar ketika mengaji dihadapan kiainya bacaannya bisa lancar dan bagus. Teknis pengajarannya yaitu dua orang mengaji bin-nadlor

dihadapan kiainya dan dua orang yang hafalan itu di samping kanan dan kiri kiainya. Pelaksanaan dan waktu belajar membaca Alquran ataupun menghafal Alquran sejak pertama kali dilakukan oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak ada perubahan setelah pondok pesantren berdiri hingga sekarang baik mengenai pelaksanaan, waktu, dan teknis yang digunakan masih tetap sama. Demikian kiai mengajar dengan telaten dan sabar menuntun bacaan mereka dengan menyimaknya satu persatu tanpa lelah.3

C.Metode yang dipakai KH. Ahmad Nur Syamsi bagi Masyarakat Penghafal Alquran.

Dalam pembahasan ini, penulis memaparkan metode yang digunakan dalam menghafal Alquran bagi masyarakat, bagi siapa saja yang ingin menghafal Alquran, pertama kali yang harus dilakukan adalah membaca bin nadhor (melihat mushof) dulu secara tartil dan fasih, dan secara berulang-ulang. Bagi penghafal Alquran pemula disuruh menghafal juz 1 (satu) pada Alquran, setelah juz satu hafal maka dilanjut juz 30 atau juz amma. Setelah juz satu dan juz amma hafal, lancar maka boleh meneruskan hafalan pada juz dua dan selanjutnya.

3

Zainun Nasikh, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 10 november 2015.


(48)

40

Metode yang digunakan Kiai Ahmad Nur Syamsi bagi masyarakat yang menghafal Alquran tidak berbeda dengan yang biasanya digunakan dalam menghafal Alquran, yaitu antara lain :

1. Metode pengajaran Alquran bin-nadlor

Pengajaran Alquran bin-nadlor merupakan pengajaran Alquran bagi pemula yang menghafal Alquran dengan membaca ayat-ayat Alquran dengan melihat mushaf. Di sini para penghafal Alquran sebelum memulai hafalannya dianjurkan dengan pengajaran Alquran bin-nadlor yaitu dimulai dari membaca surat alfatihah.

Dalam bacaan surat alfatihah para pemula sebelum menghafal Alquran dibimbing dan ditunjukan cara membaca ayat Alquran dengan baik dan benar dalam pandangan ilmu tajwid sebagai pedoman dalam membaca Alquran. Bagi penghafal Alquran di pondok pesantren An-Nur yang hendak menghafal Alquran disyaratkan mampu membaca Alquran bin-nadlor dengan

baik dan dapat izin dari kiai, agar seorang penghafal Alquran dapat menghafalkan secara baik dan bacaannya benar.

2. Metode pengajaran Alquran bil-ghoib

Pengajaran Alquran bil-ghoib merupakan pengajaran Alquran dengan

cara membaca Alquran dengan hafalan. Dalam pengajaran Alquran dengan hafalan mempunyai sistem pengajaran yang berbeda dengan sistem pengajaran Alquran bin-nadlor yaitu dengan sistem setoran.

Kalau setoran Alquran bin-nadlor dalam setiap setoran adalah selalu


(49)

41

bil-ghoib setorannya meliputi, setoran tambahan yaitu dimana santri menyetor

tambahan bacaan Alquran kepada kiai untuk disimak benar dan salahnya bacaan. Setoran tambahan dilaksanakan pada waktu pagi hari yaitu setelah sholat subuh sampai selesai dan setoran ulangan yaitu dilaksanakan pada

petang hari yaitu setelah sholat isya’.

Untuk setoran tambahan biasanya sebanyak satu sampai dua halaman, sedangkan untuk setoran ulangan biasanya sebanyak dua sampai lima halaman atau lebih. Metode yang demikian ini dipakai bagi penghafal Alquran agar disamping seorang yang menghafal Alquran menjaga hafalannya juga ada keseimbangan dan kesinambungan dalam menghafal Alquran.

3. Metode Tikrar

Sebagaimana telah diketahui selain menggunakan metode tahfidz kiai Ahmad Nur Syamsi menggunakan metode tikrar. Materi metode tikrar maksudnya adalah mengulang-ngulang materi hafalan yang telah dihafalkan atau disetorkan dengan tujuan agar terhindar dari bahaya kelupaan dan untuk kelancaran hafalan.

Adapun pelaksanaan metode tikrar bagi penghafal Alquran sebagaimana hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis yaitu santri mengulang-ulang materi yang telah ditashih oleh kiainya dengan cara bergilir. tikrar harus diulang dari awal lagi dengan maksud agar penghafal Alquran tidak lupa dengan hafalannya, karena kadang-kadang penghafal Alquran


(50)

42

merasa bingung jika sudah banyak yang dihafal, maka diperlukan untuk mengulang-ulang.

4. Evaluasi Hafalan

Dalam setiap pembelajaran diperlukan adanya evaluasi untuk menguji setiap pembelajaran yang telah dilakukan dan untuk memperbaiki yang kurang dalam pembelajaran itu, dan evaluasi yang dilakukan adalah setiap penghafal Alquran yang mau melanjutkan hafalannya ke materi yang baru, maka harus menghafal satu juz di hadapan kiainya. Dengan demikian sistem evaluasi inilah para penghafal Alquran merasa lebih kuat hafalannya.

D.Problem dan Solusi Menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur

Problematika menghafal Alquran yang dihadapi oleh santri maupun masyarakat desa Glatik yang menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur sangat beragam sekali, mulai dari problem yang berhubungan dengan obyek yang ditekuninnya yaitu Alquran, sampai dengan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu warga desa Glatik yang menghafal Alquran di pondok pesantren An-Nur yang bernama Fatichul Maayisy dia mengatakan bahwa, Di dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, seorang tidak akan lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan yang menimpa. Tidak ada keberhasilan tanpa adanya hambatan dan pengorbanan.4

Walaupun berjalan dengan lancer suatu kegiatan tersebut, yang namanya hambatan dan kesulitan selalu mengiringi biarpun itu sedikit atau kecil. Sebagaimana dalam pelaksanaan menghafal Alquran di pondok pesantren ini,

4

Fatichul Maayisy, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 10 November 2015.


(51)

43

hambatan-hambatan terhadap pelaksanaan menghafal Alquran juga pasti akan terjadi.

Sebagaimana dikatakan di atas bahwa dalam mewujudkan satu tujuan tidak akan lepas dari hambatan dan kesulitan yang harus dihadapi. Begitu juga yang dialami oleh santri maupun masyarakat desa yang menghafal Alquran. Problem yang dihadapi adalah sebagai berikut:

1. Problem intern

a. Banyaknya ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi

Problem ini sering terjadi pada seorang penghafal pemula, karena pada santri yang menempuh juz-juz awal ini santri sangat semangat sekali untuk menambah hafalannya, akan tetapi malas nderes

(memperlancar) hafalan yang baru atau telah dihafalkannya, oleh karena hafalan yang baru dihafalkannya itu belum melekat pada ingatannya sehingga kalau tidak dibaca berulang-ulang, maka hafalannya akan lupa. Jika pada waktu para penghafal Alquran dituntut oleh kiainya untuk membaca hafalan yang sebelumnya, maka mereka akan merasa kesulitan. Cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan metode tikrar (mengulang-ulang kembali), karena keyakinan dan keoptimisan tidak boleh dihilangkan dan kemalasan harus dibuang. Sebab kemalasan itulah yang menyebabkan kegagalan dalam mendapatkan keberhasilan dan kesuksesan dalam menghafal Alquran.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Seperti masalah yang dihadapi oleh


(52)

44

para penghafal Alquran terutama pada masalah ini penyebab utamanya adalah malas-malasan dan tergiur dengan materi baru, padahal dua hal tersebut yang akan menjadikan kendala bagi diriya sendiri. Bagi penghafal Alquran ketika terjadi masalah kelupaan dalam hafalannya mereka tidak boleh berputus asa dalam mengulang bacaannya sampai lancar, karena berputus asa dilarang oleh agama sebagaimana firman Allah dalam suratYusuf ayat 87 yang berbunyi:

b. Di dalam Alquran sangat banyak ayat-ayat yang serupa tapi tidak sama. Biasanya pada awal surat bacaannya sama dan mengenai peristiwa yang sama akan tetapi pada pertengahan atau akhir ayatnya berbeda. Ini merupakan salah satu problem yang dihadapi para penghafal Alquran dan sangat sulit pula bagi penghafal Alquran untuk meneliti dan mengingat juz atau surat apa dan ayat berapa yang dibacanya.

Para penghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur menganggap banyaknya ayat yang serupa adalah problem yang dihadapi dalam proses menghafal Alquran, walaupun ada yang mengatakan masalah itu bukanlah masalah yang sangat besar akan tetapi para penghafal Alquran memiliki solusi yaitu dengan cara menghitung ayat yang serupa tersebut, kemudian ditulis pada buku untuk diperbandingkan, dan ayat-ayat yang serupa tersebut diberi garis bawah. Dengan memberi garis bawah pada ayat-ayat yang serupa itu akan mempermudah mengetahui kata yang serupa.5

5

Nuzulah, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 11 November 2015.


(53)

45

Contoh ayat yang serupa tapi tidak sama dan tidak dalam satu surat yaitu, surat Almukminun ayant 83:6







































































Dengan surat An-Naml ayat 68-69.7





































































2. Problem Ekstern

Faktor lingkungan merupakan faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan para penghafal Alquran, terutama faktor lingkungan keluarga dan ada kalanya antar teman satu dengan lainnya memiliki perasaan yang tidak sesuai dengan kita, yang membuat kenyamanan seorang penghafal Alquran itu bisa mengganggu kelancaran dalam menghafalkannya.

Begitu pula dengan tempat untuk menghafal Alquran itu harus benar-benar nyaman dan tidak ada sesuatu yang dapat mengganggu konsentrasi penghafal Alquran. Di samping itu keberhasilan dalam proses menghafal Alquran juga ditentukan oleh gurunya, artinya kalau gurunya benar-benar ikhlas dan ridho dalam mengajar dan membimbing maka seorang penghafal Alquran akan mencapai keberhasilan yang bagus. Yang paling utama untuk 6

Alquran, 23, (Almukminun): 83. 7

Alquran, 27, (An-Naml): 68-69.


(54)

46

mencapai keberhasilan yang maksimal adalah kemauan yang keras dan bersungguh-sungguh serta benar-benar dari hati nurani seorang penghafal Alquran.8

8

Nurul Hidayah, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 11 November 2015.


(55)

47

BAB IV

PERKEMBANGAN PENGHAFAL ALQURAN PADA MASA KEPEMIMPINAN KH. AHMAD NUR SYAMSI SERTA PERAN LIMA

ORANG YANG DIBIMBINGNYA DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN

A. Perkembangan Penghafal Alquran sejak KH. Ahmad Nur Syamsi Berperan Dimasyarakat Sampai Beliau Wafat

Setelah Kiai Ahmad Nur Syamsi berhasil merangkul masyarakat untu belajar mengaji dan masyarakat sedikit demi sedikit mulai lancar dengan bacaan Alqurannya, maka beliau melanjutkan perjuanganya untuk membentuk masyarakat penghafal Alquran.

Pada awalnya Kiai Ahmad Nur Syamsi mengalami cukup kesulitan untuk memulai memberi pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat menghafal Alquran, karena pada umumnya masyarakat desa mempunyai anggapan membaca Alquran saja sudah cukup tanpa perlu dihafalkan. Seiring dengan berjalannya waktu, maka dengan kharisma yang dimiliki, beliau mampu mempengaruhi masyarakat untuk belajar menghafal Alquran. Selain itu kemahiran Kiai Ahmad Nur Syamsi dalam menghafal Alquran yang sering didengar oleh masyarakat ketika beliau menjadi Imam sholat, berhasil menarik simpati masyarakat untuk mau dan mulai belajar menghafal Alquran.1

Kegigihan Kiai Ahmad Nur Syamsi dalam mewujudkan masyarakat penghafal Alquran membuahkan hasil dengan adanya murid yang pertama kali belajar dengan beliau yaitu Ruhiman. Kiai Ahmad Nur Syamsi dengan

sungguh-1

Syafi’i, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 05 November 2015.


(56)

48

sungguh mengajari muridnya untuk menghafal Alquran dengan tahapan metode menghafal yang beliau miliki sehingga membuat santrinya dengan cepat dan mudah dalam menghafal Al-quran.

Meskipun Kiai Ahmad Nur Syamsi pada awal berdirinya pondok pesantren beliau hanya memiliki satu murid dari luar yang menetap di pondok pesantren saja, akan tetapi tidak membuat beliau putus asa dalam melanjutkan perjuanganya untuk membentuk masyarakat penghafal Alquran, dan menjadikan satu murid tersebut hafal Alquran sehingga dapat menarik perhatian dari luar desa agar ingin menetap dan belajar Alquran di Pondok Pesantren An-Nur. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya Ruhiman dalam menghafal Alquran dengan lancar, sehingga Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajak muridnya itu untuk ikut mengaji bersamanya.2

Melihat keberhasilan yang diraih Ruhiman dalam menghafal Alquran sampai 30 Juz dengan lancar, maka banyak masyarakat yang tertarik untuk ikut serta belajar menghafal Alquran dengan Kiai Ahmad Nur Syamsi, sehingga masyarakat yang hafal Alquran ada pada setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tabel sebagai berikut :

Tabel/Gambar 4.1

Warga Desa Glatik Yang Hafal Alquran Periode 1985-1990

NO Nama Nama Wali

1. Rukhiman Basal

2. Samsono Busro

2

Mundi, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 25 Oktober 2015.


(57)

49

3. H. Sama’i Kasun

4. Bashor Solkan

5. Munip Sulaiman

6. Musholin Lajim

7. Abdul Rohim Sokran

8. H. Hilal Rokhim

9. Amin Tohari Siran

10. Asari Dulat

Tabel/Gambar 4.2

Warga Desa Glatik Yang Hafal Alquran Periode 1991-1995

NO. Nama Nama Wali

1. Syafi’i Iyamal

2. Ulil Abshor Amman

3. Rozi Kasan

4. Kharif Pakrun

5. Ikhsan Maimun

6. Rohman Hadi

7. Dayat Anam

Tabel/Gambar 4.3


(58)

50

NO Nama Nama Wali

1. Ghofur Sumanan

2. Khuzaima Mukarrom

3. Sholihah Su’ud

Tabel/Gmbar 4.4

Warga Desa Glatik Yang Hafal Alquran Periode 2000-2005

NO. Nama Nama Wali

1. Nur Khasanah Amali

2. Zulah Sonai

3. Sifa Madari

4. Nurul Abu

5. Zila Sapa

Tabel/Gambar 4.5

Warga Desa Glatik Yang Hafal Alquran Periode 2005-20103

NO. Nama Nama Wali

1. Lilik Sapa

2. Ada Solik

3. Kinun Ahmad Nur Syamsi

4. Taufik Madari

5. Agus Mukelim

3

Dokumen Pondok Pesantren An-Nur.


(59)

51

6. Maayisy Said Wahyuni

Dari data diatas dapat dilihat bahwa setiap tahunnya KH. Ahmad Nur Syamsi berhasil membentuk masyarakat yang hafal Alquran di Desa Glatk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

B. Upaya Melestarikan Hafalan Alquran

Melestarikan hafalan Alquran dari kelupaan ialah dengan menentukan target hafalan sehingga menciptakan kreatifitas secara teratur, upaya ini merupakan faktor yang penting dalam rangka menjaga ayat-ayat Alquran yang telah dihafalnya agar tidak hilang. Hal ini perlu dilakukan mengingat menghafal itu lebih mudah daripada menjaganya.

Seseorang yang hafal Alquran perlu menciptakan cara untuk memelihara hafalannya sepanjang hayatnya, karena predikat “Hafidzul Quran” itu akan dipandang sampai akhir hayatnya. Hal ini akan bisa dilakukan dengan menjadikan rutinitas yang menyatu dengan kegiatan sehari-hari, agar usaha untuk memeliharanya tidak lagi akan dirasakan sebagai suatu beban tapi sebaliknya.4

Untuk bisa menilai sejauh mana hasil yang telah dicapai, maka Kiai Ahmad Nur Syamsi membuat kegiatan-kegiatan dalam upaya menjaga dan melestarikan hafalan bagi masyarakat penghafal Alquran serta santri yang menetap di pondok pesantren tersebut. Diantara kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan Alquran adalah sebagai berikut:

1. Penghafal Laki-laki

4

Nurul Hilal, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 06 November 2015.


(60)

52

Bagi penghafal laki-laki diadakan kegiatan rutinan mengaji di masjid

yang dinamakan “Jama’ah Bilhifdzi” yang dilaksanakan Pada hari Jumat, tepatnya Jumat Pahing setiap satu bulan sekali. rutinan tersebut diikuti oleh

masyarakat yang hafal alquran yang dimulai dari surat Alfatihah sampai juz 30 dengan tujuan menjaga dan melestarikan hafalannya agar tidak terjadi kelupaan dalam hafalannya. Seperti yang dikatakan oleh Syafi’i warga Desa Glatik yang hafal Alquran dan menjadi anggota “Jamaah Bilhifdzi” yaitu:

Ketika seseorang penghafal Alquran sudah hafal, maka ada kalanya lupa hafalannya kalau tidak sering dibaca, bahkan ketika kiai minta agar menghadap untuk mengulang hafalanya itu sangat sering terjadi kelupaan. Akhirnya Kiai Ahmad Nur Syamsi mengadakan kegiatan rutinan yang saya dan teman-teman ikuti antara lain, setiap satu bulan sekali tepatnya pada hari Jumat Pahing di masjid, setiap satu minggu sekali membaca 3 juz setelah sholat subuh di masjid secara bergantian dan setiap satu bulan sekali tepatnya hari Senin Pahing dirumah masing-masing anggota yang hafal Alquran.5

Ini dilakukan oleh semua masyarakat yang sudah hafal Alquran 30 juz. Pada setiap jumat setelah selesai sholat shubuh bagi “Jamaah Bilhifdzi” laki-laki diadakan rutinan membaca alquran tiga juz secara bergiliran pada setiap hari Jumat. Rutinan tersebut sampai sekarang masih ada dan tidak ada

perubahan apapun. Anggota laki-laki juga mengadakan rutinan yang

dilaksanakan satu bulan sekali yaitu pada hari senin pahing yang dilaksanakan secara bergiliran dirumah masing-masing anggota tersebut.

2. Penghafal Perempuan

Bagi penghafal perempuan diadakan rutinan setiap satu bulan sekali

pada hari rabu pahing dirumah anggota masing-masing secara bergiliran, dan

5

Syafi’I, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 05 November 2015.


(61)

53

anggota penghafal Alquran ini diberi nama jam’iyah hafidzoh An-Nur.6 Selain beberapa kegiatan rutinan yang dilakukan masyarakat penghafal Alquraan untuk menjaga haafalannya, ada juga beberapa cara yang harus dipakai agar tidak lupa dalam menjaga hafalan Alqurannya yaitu sebagai berikut :

a. Memperbanyak pengulangan terhadap ayat-ayat Alquran yang telah dihafalnya.

b. Memahami benar-benar terhadap ayat-ayat yang serupa yang sering membuat kekeliruan.

c. Menggunakan ayat-ayat yang dihafalnya sebagai bacaan dalam sholat

d. Tekun memperdengarkan bacaan orang lain, karena hal ini akan memberikan arti yang besar sekali terhadap pelekatan hafalan.

Selain itu ada juga upaya dalam menjaga hafalannya yaitu biasanya warga Desa Glatik menyebutkan dengan nama khataman Alquran. Khataman Alquran adalah membaca Alquran dengan menghatamkan 30 juz, adapun pelaksanaanya dilakukan satu tahun sekali tepatnya pada tiap peringatan maulid Nabi SAW. Khataman ini dilakukan oleh semua masyarakat yang sudah hafal Alquran dengan disimak oleh rekan mereka sendiri, dalam hal ini dilaksanakan di rumah warga yang mau ditempati untuk acara khataman tersebut.

Khataman ini selain sebagai upaya menjaga hafalan Alquran juga bertujuan agar rasa persaudaraan antar mayarakat Desa Glatik selalu terjalin dengan baik. Khataman ini juga dapat melatih para penghafal Alquran supaya

6

Nuzulah, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 05 November 2015.


(1)

64

Alquran seperti bin-nadlor (meembaca Alquran dengan melihat mushaf),

bil-ghoib (membaca Alquran dengan hafalan), tikrar (pengulangan hafalan Alquran), dan evaluasi hafalan. Smua ini dilakukan sebagai penanaman

kesadaran serta kebiasaan membaca Alquran yang mampu mewujudkan suatu

kewajiban sehingga berkembang menjadi kebutuhan.

4. Perkembangan masyarakat penghafal Alquran di Desa Glatik Ujung Pangkah

Gresik yang pada awalnya sama sekali belum bisa membaca Alquran sampai

masyarakat pandai menghafal Alquran, sehingga dari tahun ke tahun

melahirkan masyarakat yang hafal Alquran sejak KH. Ahmad Nur Syamsi

berperan dalam masyarakat sampai beliau wafat. Peran kelima orang

bimbingan Kiai Ahmad Nur Syamsi yang juga berperan dalam masyarakat

untuk membimbing masyarakat agar bisa membaca dan menghafal Alquran

dengan baik. Sejak Kiai Ahmad Nur Syamsi berperan dalam masyarakat untuk

mengajak masyarakat menghafal Alquran di Desa Glatik Kecamatan Ujung

Pangkah, beliau berhasil membimbing lima orang warga Desa Glatik hafal

Alquran 30 juz. Sehingga dengan berbekal hafal Alquran 30 juz, maka Kiai

Ahmad Nur Syamsi menugaskan mereka untuk ikut serta membimbing

masyarakat Desa Glatik ini lebih banyak yang mau menghafal Alquran.

Dengan berperannya kelima orang yang dibimbing KH. Ahmad Nur Syamsi

tersebut semakin banyak warga desa yang belajar membaca dan menghafal


(2)

65

B. Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi

dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran di desa Glatik Kecamatan

Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, pada tahun 1988-2010, maka kami

menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Penulis berharap agar penulisan buku-buku yang mengungkap riwayat hidup,

perjuangan para tokoh muslim, serta berbagai aktifitas pendidikan di pondok

pesantren yang perlu dikembangkan agar peranan serta perjuangan para kiai

dalam mengembangkan pendidikan dalam pondok pesantren maupun dalam

masyarakat lebih maju dan berkembang dari sebelumnya.

2. Bagi seluruh masyarakat Ujung pangkah, khususnya masyarakat desa Glatik

diharapkan mengambil hikmah dan manfaat serta teladan yang dicontohkan

KH. Ahmad Nur Syamsi dalam mengembangkan dan mengajarkan masyarakat

dan santrinya untuk menghafal Alquran, agar nantinya menjadi seseorang yang

pandai menghafal Alquran dan bisa mengajarkan kepada saudara, keluarga

khususnya untuk mndidik anaknya dirumah, agar bisa menjadi generasi

penerus yang memiliki kepandaian dalam membaca Alquran.

3. Dengan diangkatnya masalah ini, peneliti berharap kepada masyarakat desa

Glatik yang sudah pandai menghafal Alquran agar selalu menjaga hafalannya

supaya tidak terjadi kelupaan meskipun kadang-kadang ada kendala yang

datang pada saat hafalan Alquran. Seperti banyaknya ayat yang dihafal lupa


(3)

66

juga berarap kepada penghafal alquran tidak pernah putusa asa dalam

mengulang-ulang hafalannya.

4. Peneliti juga mohon maaf yang sebesar-besarnya karena peneliti merasa bahwa

hasil penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari sempurna, maka


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dalyono. Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 1993

Koentjoroningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat,

1967.

Majid, Nur cholis. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah potret Perjalanan. Jakarta:

Paramadina, 1999.

Mauluddiyah, Erma. “KH.Dawud Munawar, Biografi dan Perannya di Pondok Pesantren Al-Munawar sidayu Gresik”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2013).

Purwantana P.K, Bugiono. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: PT.Rineka

Cipta,1992.

Pranoto W, Suhartono. Teori & Metodologi Sejarah. Yogyakkarta : Graha Ilmu.

2010.

Sjamsudin, Helius. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007.

Sukamto. Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999.

Sukamto. Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren Jakarta: Pustaka LP3ES,1999.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1990.

Suhardono, Edy. Teori Peran Konsep, Derivasi, dan Implikasinya. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1994.


(5)

Dokumen

Akta tanah Wilayah Kabupaten Gresik oleh Kamiliah Bahasuan, S.H. notaris di Gresik, pada tanggal 16 April 2008 dengan nomor 3-turunan.

surat ijin operasional Kementrian Agama Republik Indonesia Kabupaten Gresik, dengan nomor statistik 511235250123, ditanda tangani (diresmikan) oleh kepala Kementrian Agama Kabupaten Gresik Drs. H. Agus Thohir, M.Si. pada tanggal 1 November 2010.

Data wisudawan-wisudawati hafal Alquran 30 juz bil Ghoib.

Wawancara

Ahmad Syafi’i (Warga Desa), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 20 November,

2015.

Bashor (Warga Desa), Wawanca ra, Glatik Ujung Pangkah, 06 Desember 2015.

Fatichul Maayisy (Warga Desa), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 10

November 2015.

H. Mundi (Paman Ahmad Nur Syamsi), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 25

September 2015.

H. Siaman (Paman Ahmad Nur Syamsi) Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 15,

Oktober 2015.

Hj. Sudarwati (Istri Ahmad Nur Syamsi), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 18

Oktober 2015.

Nurul Hilal (warga Desa), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 05 November

2015.

Nuzulah (Warga Desa), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 11 November 2015.

Nurul Hidayah (Warga Desa), Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 11 November

2015.

Sholikhah (Ibu Kandung Ahmad Nur Syamsi), Wawancara, Glatik Ujung


(6)

Alquran

Alquran, 23, (Almukminun), ayat 83.