Sejarah perkembangan management pembiayaan pondok pesantren Tahfidzul Qur’an Al Hadi Ima’an Dukun Gresik 1998-2016.
SEJARAH PERKEMBANGAN MANAGEMENT
PEMBIAYAAN PONDOK PESANTREN
TAHFIDZUL
QUR’AN “
AL-HADI
”
IMA
’
AN DUKUN GRESIK 1998-2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata 1 (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Oleh
Mohammad Nadlif NIM: A02213060
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik 1998-2016: Studi tentang Management Pembiayaan Pendidikan. Adapun fokus masalahnya adalah sebagai berikut: 1)
Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Ima’an Dukun Gresik; 2) Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik 1998-2016; 3) Bagaimana
perkembangan management pembiayaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”Ima’an Dukun Gresik 1998-2016.
Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode sejarah, yakni mengungkapkan peristiwa masa lampau dengan beberapa langkah, diantaranya pemilihan topik, heuristik, verivikasi sumber atau kritik, interpretasi dan historiografi. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis yang
bertujuan untuk mendeskripsikan sejarah Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”. Didukung pula dengan teori perubahan dari Wibowo untuk menggambarkan tentang perkembangan dan perubahan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” dari tahun 1998 hingga 2016.
Hasil skripsi ini adalah: 1) Sejarah dan perkembangan pondok pesantren
ini dimulai dari kegiatan mengaji al-Qur’an yang diselenggarakan di rumah Kyai
Abdul Malik, pendiri pondok pesantren; 2) Pondok pesantren ini terus berlanjut sampai sekarang dan mengalami beberapa perkembangan pada aspek-aspek, seperti perkembangan di bidang fisik, yang meliputi bentuk bangunan, sarana dan prasarana, perkembangan santri, kemudian dibidang non fisik yang meliputi bidang pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren tersebut; 3) Mengenai management pembiayaan pendidikan, implementasi pembiayaan gratis di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” diwujudkan dalam bentuk tidak
dipungutnya biaya asrama, pendidikan dan makan gratis. Hal ini dimulai sejak awal berdirinya pondok pesantren. Untuk mewujudkan itu, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” bekerjasama dengan beberapa instansi, khusunya pemerintah serta menjalankan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang dikelola bersama para santri.
(7)
DAFTAR ISI
SAMPUL
PERNYATAAN KEASLIAN ………. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ………….………... iv
MOTTO ………. v
PERSEMBAHAN……….... vi
KATA PENGANTAR ……….. vii
ABSTRAK ……… x
ABSTRACT ………. xi
DAFTAR TRANSLITERASI ……….. xii
DAFTAR ISI ……….. xiii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ………. 5
C. Tujuan Penelitian ……….. 6
D. Kegunaan Penelitian ………. 6
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik.………... 7
F. Penelitian Terdahulu……….. 9
G. Metode Penelitian……….. 11
H. Sistematika Pembahasan ……… 16
BAB II
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN
TAHFIDZUL QUR’AN “AL
-
HADI”………….…
18A. Kondisi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al -Hadi”……….. 18
(8)
ii
2. Profile Lembaga Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi”.………. 21
3. Kondisi Fisik Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”……….. 23
4. Kondisi Non Fisik/Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”……….. 25
B. Tinjauan Historis.……….. 28
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”………... 28
2. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”……….. 30
3. Kelembagaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”……… 32
C. Visi-Misi dan Program Pendidikan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi”……….. 37
1. Visi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”…………..……… 37
2. Misi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”………. 37
3. Program Pendidikan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”………. 38
BAB III PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL
QUR’AN “AL-HADI”IMA’AN DUKUN GRESIK 1998-2016
……… 42
A. Perkembangan Infrastruktur Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi”……….…… 42
1. Perkembangan Bangunan .………...…... 42
(9)
iii
B. Perkembangan Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”………. 46
C. Perkembangan Kurikulum dan Kelembagaan Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” ……….……….. 50
BAB IV PERKEMBANGAN MANAGEMENT PEMBIAYAAN
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN
“AL-HADI”IMA’AN DUKUN GRESIK 1998-2016.... 55
A. Perkembangan Management Pembiayaan……… 55
B. Sumber Dana ………...…… 57
C. Pembiayaan Pondok Pesantren ………….…………... 60
BAB V PENUTUP ……… 66
A. Kesimpulan ……….. 66
B. Saran ……… 67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu
pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para
santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat
dari bambu. Di samping itu, kata pondok berasal dari bahasa Arab “Funduq”
yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura
umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren. Sedangkan di Aceh
dikenal dengan istilah dayah, rangkang atau menuasa. Sementara di
Minangkabau disebut surau.1 Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di
mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri
berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad
pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam
pesantren tersebut.
Perkembangan pesantren sudah tentu memerlukan proses pengkajian
atas berbagai hal yang bersangkutan dengan keilmuan itu sendiri maupun
masalah keilmuan yang berhubungan dengannya. Demikian pula halnya
dengan kemajuan pesantren yang harus mendapatkan perhatian khuusus dari
para pendirinya. Pengembangannya selalu disesuaikan dengan situasi kondisi
1
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 5.
(11)
2
masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin maju, baik dalam bidang
ekonomi, sosial, politik yang memerlukan ketentuan dan ketetapan hukum
agar tidak saling berbenturan antara satu dengan yang lainnya dalam
kehidupan bermasyarakat.2
Sejarah perkembangan pesantren di Indonesia terus berkembang
sejalan dengan perkembangan zaman di negara-negara Islam, khusunya di
Indonesia sendiri. Dimana pesantren ini oleh para ulama Indonesia selalu
menjadi kajian-kajian yang menarik dalam menghasilkan generasi-generasi
yang Islami, yang mampu menghadapi perubahan sosial.3
Di Indonesia belakangan ini penelitian sejarah pesantren mulai
dirasakan penting, khusunya perkembangan dan peranannya bagi masyarakat
di sekitarnya. Paling tidak, karena perubahan pertumbuhan dan perkembangan
pesantren menunjukan pada suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri
dan menggambarkan pola agama dengan perkembangan sosial budaya
masyarakat. Dimana, hal tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai
dimanapun dan kapanpun, terutama masyarakat Indonesia yang mayoritas
beragama Islam sedang mengalami modernisasi. Evolusi historical dan
perkembangan pesantren secara sungguh-sungguh telah menyediakan
lapangan ijtihad bagi para pemikir Islam di Indonesia. Sebab, lembaga
pesantren ini sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha, sehingga Islam
tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada.
2
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, Biografi KH. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta: LKiS, 2000), 6.
3
Mohammad Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman (Bandung: Jemmars, 1987), 7.
(12)
3
Tentunya, ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam mempelopori
pendidikan di Indonesia.4
Pondok pesantren umumnya terdiri atas lima elemen penting, yakni
kyai, santri, kitab klasik atau kitab kuning, asrama dan masjid.5 Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”yang berada di desa Ima’an kecamatan
Dukun kabupaten Gresik merupakan lembaga pendidikan dalam bidang
keagamaan yang secara khusus mempunyai goal mencetak para penghafal
al-Qur’an dan membentuk kepribadian santri yang berakhlakul karimah. Pondok
pesantren ini berdiri sejak tahun 1998, yang didirikan oleh Kyai Abdul Malik.
Pada awalnya, pondok pesantren yang saat ini berdiri kokoh di desa Ima’an ini
hanya merupakan kumpulan beberapa orang santri yang setiap harinya datang
ke rumah sang kyai untuk mengaji al-Qur’an. Lambat laun, seiring dengan
keberhasilan kyai dalam mencetak santri-santri penghafal al-Qur’an, akhirnya
didirikan lah Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”ini.6
Pelopor atau pendiri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
tersebut di atas adalah seorang tokoh agama yang merupakan warga asli desa Ima’an. Sebagai pendiri sekaligus pendidik awal pengajian al-Qur’an pada masa itu, Kyai Abdul Malik memandang bahwa ijtihad senantiasa dibutuhkan
dan harus terbuka luas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan
kehidupan masyarakat yang bergerak dinamis. Salah satunya adalah dengan
cara mencetak para pemikir Islam yang tidak hanya berdasar pada akal, tetapi
4
Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), 20.
5
Majid, Bilik-bilik Pesantren. Sebuah Potret Perjalanan, 5.
6
(13)
4
juga menggunakan dasar al-Qur’an dan Hadits. Dengan menyatakan kembali
kepada al-Qur’an dan Hadits, berarti menjadikan kedua sumber tersebut
sebagai dasar hukum sekaligus sumber ilmu pengetahuan. Juga intensitas pada
pengembangan pemikiran yang sangat besar dengan manampilkan metodologi
pengembangan pemikiran pendidikan yang tidak lagi dogmatis, tetapi lebih
bersifat terbuka melalui pendidikan formal dan tidak melupakan program
utama pondok pesantren, yakni mencetak para tahfidz yang berakhlakul
karimah.
Lembaga pendidikan yang mencetak para penghafal al-Quran ini
termasuk pondok pesantren modern dengan mengajarkan santri-santrinya akan
pentingnya kemandirian. Hal ini diwujudkan melalui berdirinya Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) pada tahun 2014.7 Sekolah ini diperuntukkan bagi
para santri yang berminat dalam ilmu umum dan tidak hanya fokus pada ilmu
agama, khususnya dalam hal menghafal al-Qur’an guna memperluas
pengetahuan untuk mengarungi kehidupan di masa depan.
Pada umumnya pondok pesantren hanya memberikan pendidikan
formal dan nonformal. Namun, pondok pesantren ini mempunyai perbedaan
dengan pesantren-pesantren yang lain. Di samping mendapat pendidikan
formal dan nonformal, para santri juga mendapatkan pendidikan dalam bidang
wirausaha, sehingga santri yang sudah keluar dari pesantren mempunyai skill
dalam bidang tersebut.
7
(14)
5
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” ini juga dapat
dikategorikan sebagai pondok pesantren yang mandiri. Dimana, pihak pondok
pesantren menyediakan biaya pendidikan sekaligus biaya hidup gratis bagi
para santrinya. Dalam hal pendanaan pondok pesantren serta untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari para santri didapat dari hasil sawah milik pondok
pesantren.
Perkembangan dan peran Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”mulai berdirinya sampai saat ini lah yang menggerakkan penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang sejarah dan perkembangannya. Di samping
mempunyai tujuan yang mulia, yakni mencetak para penghafal al-Qur’an,
pondok pesantren ini juga tergolong pondok pesantren yang mandiri melalui
usaha pertanian dan peternakan yang dikelola oleh pihak pondok pesantren.
Dengan adanya penelitian ini, kemandirian yang dimiliki Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” ini diharapkan dapat digunakan sebagai cerminan bagi pondok pesantren lainnya. Dan dari uraian penjelasan latar belakang di atas, peneliti merumuskan judul, yakni “Sejarah Perkembangan
Management Pembiayaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Ima’an Dukun Gresik 1998-2016”.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian yang berjudul
(15)
6
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik 1998-2016” ini, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”Ima’an Dukun Gresik?
2. Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Ima’an Dukun Gresik 1998-2016?
3. Bagaimana perkembangan management pembiayaan Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”Ima’an Dukun Gresik 1998-2016?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang ingin penulis capai berdasarkan
rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”Ima’an Dukun Gresik.
2. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik 1998-2016.
3. Untuk mengetahui perkembangan management pembiayaan Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”Ima’an Dukun Gresik 1998-2016.
D. Kegunaan Penelitian
Selain dari tujuan diatas, maka penelitian ini juga memiliki kegunaan
(16)
7
1. Bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
pengembangan khazanah keilmuan serta sebagai bahan referensi atau
rujukan dan tambahan pustaka pada perpustakaan Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel. Serta dapat bermanfaat bagi pimpinan lembaga
pendidikan Islam yang bersangkutan atau instansi lain yang terkait
khususnya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”.
2. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami
sejarah, terutama yang berkaitan dengan sejarah perkembangan pondok
pesantren.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
1. Pendekatan
Untuk dapat memperjelas dan mempermudah dalam proses
pembuatan skripsi yang berjudul “Sejarah Perkembangan Management
Pembiayaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an
Dukun Gresik 1998-2016”. Maka pendekatan yang digunakan adalah
dengan pendekatan historis. Secara umum pendekatan historis merupakan
penelaahan serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Atau dengan kata lain yaitu penelitian yang mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian
dilakukan.8 Penulis menggunakan pendekatan historis dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendiskripsikan fakta sejarah yang melatarbelakangi
berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “al-Hadi”.
8
(17)
8
Untuk melengkapi penelitian yang menggunakan pendekatan
historis penulis juga menggunakan pendekatan kepustakaan dengan tujuan
melakukan kajian dan perbandingan tentang penelitian pesantren,
khususnya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “al-Hadi”, sehingga
dalam proses penyajian karya ilmiah ini nantinya akan mendapatkan hasil
seobjektif mungkin.
2. Kerangka Teori
Sebuah penelitian tidak bisa dikatakan sebagai karya ilmiah apabila
dalam mengerjakannya seorang peneliti tidak menggunakan sebuah teori
sebagai pisau analisisnya. Kegunaan teori bagi penelitian ini adalah untuk
menguraikan berbagai sumber data yang telah penulis peroleh dalam
proses penulisan karya ilmiah yang kemudian akan ditarik sebuah
kesimpulan dari penelitian tersebut.
Penelitian ini, dalam pemaparan sejarah perkembangan
management pembiayaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
penulis menggunakan teori perubahan. Sesuai dengan teori perubahan
yang disodorkan oleh Wibowo, bahwa teori perubahan memberikan
penjelasan, pada hakikatnya kehidupan manusia maupun organisasi
diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Di satu sisi karena adanya
faktor eksternal yang mendorong terjadinya perubahan, di sisi lainnya
perubahan justru dirasakan sebagai kebutuhan internal.9
9
(18)
9
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa teori perubahan adalah
teori yang bisa digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini.
Selanjutnya. Teori diatas, diharapkan dapat mempermudah penulis dan
pembaca sekalian dalam memahami subtansi skripsi ini secara sistematis,
ilmiah dalam khazanah perbendaharan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang pondok pesantren.
F. Penelitian Terdahulu
Dari penelusuran literatur-literatur yang ada, peneliti menemukan
beberapa penelitian terdahulu yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian berjudul “Sejarah Perkembangan Management Pembiayaan Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”Ima’an Dukun Gresik 1998-2016” ini,
diantaranya:
1. Skripsi karya Nur Saudah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAI
Ihyaul Ulum Gresik tahun 2009, dengan judul “Studi Kasus
Pengembangan Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Hadi”. Penelitian ini menjelaskan tentang management pendidikan di
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” serta perkembangan
pendidikan di pesantren.
2. Skripsi karya Nur Cholidah Hasanah, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam,
Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2016, yang berjudul “Peran KH. Ahmad Nur Syamsi al-Hafidz dalam Membentuk Masyarakat Penghafal al-Qur’an di Pondok Pesantren Ta’lim
(19)
10
dan Tahfidzul Qur’an An-Nur desa Glatik Ujung Pangkah Gresik.” dalam skripsi ini di jelaskan bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam
menjadikan masyarakat desa Glatik pandai menghafal al-Qur’an 30 juz bil
Ghoib.
3. Skripsi karya Nur Fauziah, Program Studi Ilmu Komunikasi, Jurusan
Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2015, dengan Judul “Strategi Komunikasi Pemasaran Rumah Tahfidz Darul Qur’an Surabaya.” masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana strategi komunikasi pemasaran Rumah Tahfidz Binaan Putra Surabaya yang dilakukan oleh Darul Qur’an Surabaya.
4. Skripsi yang ditulis oleh Siti Nurul Qomariyah, Program Studi Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2015, dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan Santri dalam Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Sunan Giri Wonosari Surabaya”. masalah yang diteliti dalam skripsi ini yakni sejauh mana keberhasilan santri dalam menghafal,
serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
yang dicapai para santri PPTQ terasuk dalam kategori baik.
Serta masih banyak lagi yang membahas tentang sejarah dan
perkembangan pondok pesantren. Penelitian ini berbeda dari
penelitian-penelitian sebelumnya. Karena di samping membahas tentang sejerah dan
(20)
11
pembiayaan pendidikan pondok pesantren, yang dalam hal ini adalah Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik. Oleh sebab itu,
penelitian ini merupakan hasil murni dari penulis.
G. Metode Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menghasilkan tulisan
sejarah, lebih khusus lagi adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang Sejarah Perkembangan Management Pembiayaan Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik 1998-2016. Sehingga untuk merealisasikannya harus melalui metode penelitian sejarah. Dalam
penelitian sejarah ada empat tahapan, yaitu pengumpulan sumber (heuristic);
kritik sumber (verifikasi); analisis dan sintesis (interpretasi); dan yang terakhir
adalah penulisan sejarah (historiografi).10
Sebagai langkah untuk menghasilkan tulisan sejarah yang lebih
objektif, peneliti akan berpegang teguh dengan langkah-langkah yang telah
dipaparkan. Lebih jelasnya tentang tahapan-tahapan yang dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Heuristik (mencari dan menemukan sumber)
Heuristik atau pengumulan sumber merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber guna
mendapatkan data-data atau jejak sejarah, materi sejarah maupun evidensi
10
(21)
12
sejarah, baik itu yang berasal dari sumber primer maupun sekunder.11
Maka Heuristik adalah mencari dan menemukan data-data yang
diperlukan.
Langkah awal yang harus di lakukan oleh seorang peneliti untuk
mengumpulkan berbagai data yang di perlukan yakni:
a. Sumber kepustakaan
Sumber kepustakaan adalah data-data yang diperoleh melalui
studi kepustakaan, diantaranya adalah diktat, buku, laporan penelitian,
majalah serta beberapa buku maupun dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan tema, Dalam hal ini adalah akta pendirian pondok
pesantren yang diresmikan oleh Departemen Agama Republik
Indonesia, maupun dokumen penting yang menyangkut tentang
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”.
b. Sumber Lisan
Sumber lisan yang diperoleh dengan cara interview atau
wawancara yaitu tekhnis dalam upaya menghimpun data yang akurat
untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu
yang sesuai dengan data. Wawancara juga dapat diartikan teknik
pengumpulan data melalui proses tanya jawab, dengan dua orang atau
lebih berhadap-hadapan secara fisik12
Wawancara dilakukan dengan saksi sejarah yang masih hidup,
seperti wawancara kepada kiyai Abdul Malik (selaku pendiri dan
11
Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 153.
12
(22)
13
pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an
Dukun Gresik), serta Istri Kiyai Abdul Malik dan beberapa pengurus
seperti Hamzah dan Tohiron. Sumber lisan juga dapat diperoleh dari
cerita yang beredar di masyarakat, khusunya masyarakat di sekitar
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”Ima’an Dukun Gresik.
c. Sumber Lapangan
Sumber lapangan yang diperoleh dengan cara observasi yaitu
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena
yang diselidiki.13 Dalam observasi di usahakan mengamati keadaan
secara wajar dan sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk
mempengaruhi, mengatur, dan memanipulasi. Jadi, observasi bukan
hanya menulis, tetapi juga mengikuti kegiatan yang sedang
diobservasi.
Tempat yang diteliti penulis adalah Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” yang ada di desa Ima’an kecamatan Dukun kabupaten Gresik.
2. Kritik Sumber
Kritik sumber adalah kegiatan meneliti sumber-sumber yang
diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel
atau tidak, dan apakah sumber terseburt autentik atau tidak. Dalam hal ini
yang harus diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otensitas)
yang di lakukan melalui kritik ekstren, dan keabsahan tentang kesahihan
13
(23)
14
sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern.14 Penulis
menggunakan dua langkah dalam mencari keabsahan sumber sejarah,
yaitu:
a. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang
didapat otentik atau asli. Sumber yang diperoleh penulis merupakan
relevan, karena penulis medapatkan sumber langsung dari tokoh atau
pendiri yang sedang diteliti melalui wawancara ataupun dengan
melihat sebuah dokumen-dokumen.
b. Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi
sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya. Metode
ini bermaksud agar memperoleh fakta yang dapat mengantarkan
kepada kebenaran ilmiah.15
3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran adalah suatu upaya sejarawan untuk
melihat kembali apakah sumber sumber yang didapatkan dan yang telah
diuji autentitasnya terdapat saling berhubungan dengan satu dan lainnya.16
Dalam proses interpretasi sejarah, seoang peneliti harus berusaha
mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa.
Data sejarah kadang mengandung beberapa sebab yang membantu
mencapai hasil dalam berbagai bentuknya. Walaupun suatu sebab
14
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 59.
15
Aminudin Kasdi, Pengantar Ilmu Sejarah (Surabaya: IKIP, 1995), 32.
16
(24)
15
kadangkala dapat mengantarkan pada hasil yang belawanan dalam
linkunagan lain.17
Dalam hal ini, data yang terkumpul dibandingkan kemudian
disimpulkan agar bisa dibuat suatu penafsiran terhadap data tersebut.
Sehingga dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan
masalah yang diteliti. Dalam penelitian mengenai Sejarah Perkembangan
Management Pembiayaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Ima’an Dukun Gresik 1998-2016 ini, penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang sudah diperoleh, baik primer
maupun sekunder. Kemudian penulis penafsirkan sumber-sumber tersebut
yang berhubungan dengan kajian yang di teliti.
4. Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah adalah usaha rekontruksi
peristiwa yang terjadi di masa lampau. Penulisan itu bagaimanapun baru
dapat dikerjakan setelah dilakukannya penelitian, karena tanpa penelitian
penulisan menjadi rekontruksi tanpa pembuktian. Setelah penulis melewati
tahapan-tahapan yang dikemukakan di atas, untuk selanjutnya penulis
melakukan pemaparan atau pelaporan sebagai hasil penelitian sejarah.
Dalam penyusunan historiografi ini selalu memperhatikan aspek
kronologis, dengan menghubungkan peristiwa yang satu dengan yang lain,
sehinggah menjadi satu kesatuan rangkaian sejarah yang utuh. Menurut Muin Umar dalam bukunya “Historiografi Islam” mengatakan bahwa
17
(25)
16
historiorafi atau penulisan sejarah harus disertai uraian mengenai
pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran yang digunakan dalam
penyajian bahan-bahan sejarah. Sehingga akan didapat urutan kronologis
yang tepat sesuai dengan kaidah penulisan sejarah yang benar.18
H. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran umum tentang pembahasan penelitian
ini, penyusun membagi pembahasan ke dalam lima bab, adapun
sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan sebagai pengantar pembahasan secara keseluruhan. Pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,
pendekatan dan kerangka teorit, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua memuat gambaran umum Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik, disini penulis menyajikan kondisi pondok pesantren, sejarah berdirinya pondok pesantren, visi dan misi pondok
serta tokoh-tokoh yang berperan dalam berdirinya pondok. sehingga
mempermudah pembaca untuk mengetahui awal berdirinya pondok dan siapa
saja yang memprakarsai.
Bab ketiga menjelaskan perkembangan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik tahun 1998-2016, disini penulis
18
(26)
17
menjelaskan perkembangan yang ada diruang lingkup pondok yang meliputi
perkembangan infrastruktur, perkembangan santri dari tahun ke tahun, serta
perkembangan kurikulum dan lembaga pendidikan yang ada di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”Ima’an Dukun Gresik.
Bab keempat menjelaskan perkembangan management pembiayaan pendidikan, sumber dana dan faktor pendukung dan penghambat pembiayaan
pendidikan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun
Gresik.
Bab kelima berisi penutup, meliputi kesimpulan berdasarkan hasil jawaban rumusan masalah serta saran untuk pengembangan keilmuan dari
(27)
BAB II
GAMBARAN UMUM
PONDOK PESANTREN
TAHFIDZUL QUR
’
AN
“
AL-HADI
”
A. Kondisi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
1. Letak Geografis
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” terletak di desa
Ima’an kecamatan Dukun kabupaten Gresik Jawa Timur, terbagi menjadi dua tempat pondok putra berada di Jl. Nusa Indah RT.09 RW.04
sedangkan pondok putri berada di Jl. Kamboja RT.05 RW.03. Desa imaan
berjarak kurang lebih 7 Km dari pusat pemerintahan kecamatan, 38 Km
dari ibukota kabupaten, 60 Km dari ibukota propinsi dan 754 Km dari
pemerintahan Pusat Ibu Kota. terletak di wilayah kecamatan Dukun
Kabupaten Gresik. memiliki luas keseluruhan 350 ha. terdiri dari sawah,
tambak, tegalan, sungai, rawa-rawa dan telaga. Jumlah penduduk Desa
Ima'an hingga tahun 2016 mencapai 1.663 Jiwa dengan jumlah 403 kepala
keluarga dan 349 Rumah.
Secara administratif desa Ima’an terbagi atas 4 Rukun Warga (RW)
dan 9 Rukun Tetangga (RT) Adapun perbatasan wilayah desa Ima’an
adalah sebagai berikut:
(28)
19
b. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sekargadung.
c. Sebelah barat berbatsan dengan desa Mojopetung.
d. Sebelah utara berbatasan dengan desa Petung.19
Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk di desa Ima’an
ini adalah bahasa Jawa. Untuk bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia
tidak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari walaupun
sebagian masyarakat sudah mampu memakainya. Bahasa ini digunakan
pada waktu-waktu tertentu saja, misalnya pada saat musyawarah desa
ataupun pemberian pengarahan oleh instansi pemerintah pada masyarakat.
Kendati demikian, pemakaiannya tidak seutuhnya menggunakan bahasa
Indonesia asli, tetapi dicampur dengan menggunkan bahasa Jawa, hal ini
biasanya dilakukan untuk lebih memudahkan penerimaan oleh warga
masyarakat terhadap isi pesan yang ingin disampaikan. Bahasa Indonesia
campuran ini memiliki kesan akrab dan komunikatif dibandingkan dengan
pemakaian bahasa Indonesia yang sebenarnya.
Di desa Ima’an ini, golongan orang tua memegang peranan penting dalam masyarakat. Masyarakat akan selalu meminta nasehat kepada
mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Orang tua yang
dimintai nasihat ini biasnya dijadikan sesepuh desa. Kendati demikian, ada
juga aturan atau norma-norma yang berfungsi mengatur seluruh perilaku
seseorang di dalam masyarakat, dimana hal itu sangat dipatuhi oleh
19Pemerintah Desa Ima’an, “Profil Desa Ima’an”,
dalam
(29)
20
penduduk desa. Aturan-aturan ini biasanya berupa hukum-hukum yang
tidak tertulis yang sudah ada sejak dulu dan secara turun temurun dipatuhi
oleh warga masyarakat.
Musyawarah desa juga dilakukan sebagai salah satu cara menjaga
kerukunan antar warga. Agar hubungan antara manusia di dalam suatu
masyarakat terlaksana sebagaimana yang diharapakan dirumuskan suatu
norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk
secara tidak sengaja. Namun norma-norma tersebut telah melembaga dan
dilaksanakan secara sadar oleh masyarakat. Norma-norma yang ada di desa Ima’an adalah kebiasaan. Salah satu bentuk kebiasaan yang ada di desa ini adalah hormat dan patuh pada orang yang lebih tua ataupun orang
yang disegani. Apabila seseorang tidak melakukan hal ini maka orang
tersebut dianggap telah melakukan penyimpangan terhadap kebiasaan
yang sudah ada. Anggota msyarakat yang melanggar adat kebiasaan ini
akan mendapat sanksi dari masyarakat lain berupa pengucilan atau
cemoohan.20
Mengenai agama masyarakat desa Ima’an seratus persen beragama
Islam.21 Terdapat sebuah masjid sebagai sarana keagamaan di desa ini,
yaitu masjid Baitur Rahman dengan ukuran 60x80 meter yang bertempat
di jalan raya desa Ima’an. Selain masjid, di desa Ima’an juga terdapat
20
Tikni, Wawancara, Ima’an Dukun Gresik, 05 April 2017.
21Pemerintah Desa Ima’an, “Profil DesaIma’an”, dalam
(30)
21
kurang lebih 5 musholla sebagai tempat beribadah masyarakat setempat
yang dua diantaranya Kyai Abdul Malik lah yang mendirikan.
Adapun dari segi perekonomian, mata pencaharian penduduk desa Ima’an adalah mayoritas petani dan pedagang ikan serta kebutuhan rumah tangga sehari-hari, seperti minyak, gula, sabun dan lain sebagainya. Dalam hal pertanian, petani di desa Ima’an dapat dikategorikan petani modern. Umumnya, para petani di desa ini sudah menggunakan mesin traktor untuk
membajak sawah. Sementara komoditi terbesar yang dihasilkan
masyarakat adalah padi dengan tiga kali panen dalam setahun. Hal ini
tampak langsung pada pola kehidupan masyarakat desa yang sangat
sederhana. Hal demikian juga disebabkan oleh keterbatasan pendidikan
formal yang dimiliki, sehingga menyulitkan mereka untuk bekerja diluar
dari sektor perdagangan dan pertanian. Kendati demikian, dengan mata
pencaharian yang dimiliki masyarakat tradisional di desa Ima’an mampu
mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
2. Profile Lembaga Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Profil lembaga Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
meliputi hal-hal sebagai berikut:22
a. Nama Lembaga : Yayasan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi”
b. Nomor Statistik : 510335250008
22
(31)
22
c. Akta Notaris : WIDATUL MILLAH, SH. NO.
30.13.03.2015. Nomor
AHU-0003812.AH.01.04,TAHUN 2015
d. Alamat :
1) Jalan : Kamboja
2) Desa/kelurahan : Ima’an
3) Kecamatan : Dukun
4) Kabupaten : Gresik
5) Propinsi : Jawa Timur
6) Kode Pos : 61155
7) No.Telp : 081554778553
e. Status Lembaga : Swasta Milik Sendiri / Milik Yayasan
f. Tegangan/daya listrik : 3000 Watt
g. Luas lahan : 4.409 m2
h. Data siswa dalam tiga Tahun Terakhir 2016, yakni 198 (berdasarkan
Emis/DAPODIK)
Tahun
Jumlah Santri
Jumlah
L P
2014-2015 40 92 132
2015-2016 50 94 144
(32)
23
i. Data tenaga pengasuh pondok pesantren:
1) Ustadz tetap Yayasan : 7
2) Ustadz tidak tetap Yayasan : 3
3) Staf/Karyawan : 2
Jumlah : 13
3. Kondisi Fisik Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” memiliki luas
4.409 m2 yang terbagi menjadi dua tempat dan berbeda lokasi, yakni
gedung pondok pesantren putra dan gedung pesantren putri. Gedung
pondok putra berada di bagian utara desa Ima’an. Sementara gedung
pondok putri berada di tengah-tengah desa Ima’an atau lebih tepatnya
berada di RT.05 RW.03. Adapun secara terperinci adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Fisik
Gedung pondok putra berdiri di atas satu komplek yang luas
dengan tiga lantai yang multifungsi. Gedung ini terdiri dari:
1) Lantai 1 bagian depan berfungsi sebagai ndalem (tempat sowan
santri kepada kyai) sekaligus sebagai musholla dan kantor pondok
putra. Sedangkan bagian belakang digunakan sebagai asrama putra.
2) Lantai 2 & 3 berfungsi sebagai gedung SMK dan Madrasah
(33)
24
sebagai kantor, kelas dan laboratorium yang dimiliki Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”.
3) Gedung koperasi pondok pesantren di bagian depan pondok putra.
Sedangkan gedung pondok putri terdiri dari dua lantai yang
bersatu dengan rumah kyai dengan fungsi sebagai berikut:
1) Lantai 1 sebagai rumah kyai, musholla dan TPQ sekaligus tempat
para tahfidzh menghafal Al-Qur’an baik santri putra maupun santri
putri.
2) Lantai 2 sebagai asrama putri
b. Sarana Prasarana
Sarana prasarana yang ada di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” dapat di uraikan sebagai berikut:23
1) Kelas untuk belajar : 8 Ruang (Baik)
2) Asrama santri : 17 Ruang (Baik)
3) Aula : 2 Ruang (Cukup)
4) Kantor Madin : 1 Ruang (Baik)
5) Kantor pesantren : 2 Ruang (Baik)
6) Kantor SMK : 1 Ruang (Baik)
23
(34)
25
7) Kamar mandi : 10 Ruang (Baik)
8) Tempat Sholat : 2 Tempat (Kurang Baik)
9) Dapur umum : 2 Ruang (Baik)
10)Kopontren : 2 Ruang (Baik)
11) Pendopo Pondok : 1 Ruang (Baik)
4. Kondisi Non Fisik/Lembaga Pendidikan Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” dapat dibagi menjadi lembaga pendidikan
formal dan non formal. Berikut penjelasannya24:
a. Formal
Untuk memenuhi kebutuhan santri dalam umur wajib belajar di
sekolah formal (Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah,
Madrasah Aliyah), kyai Abdul Malik bekerja sama dengan lembaga
formal yang ada di sekitar pesantren. Lembaga formal tersebut,
meliputi Madrasah Ibtidaiyah “Ihyāul Islam” Ima’an, Madrasah
Tsanawiyah“Ihyāul Islam”Ima’an, Madrasah Aliyah Petung dan MA
“Mathlabul Huda” Babakbawo. Sehingga dengan upaya Kyai Abdul Malik tersebut para santri dapat mengenyam pendidikan formal.
24
(35)
26
Kendati demikian, kaitannya dengan lembaga pendidikan
formal tingkat menengah atas, pada tahun 2014 Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Didirikannya lembaga pendidikan ini guna menjadi sekolah
lanjutan, khususnya bagi para santri. Karena sebelum adanya SMK “Al-Hadi” ini, santri yang telah menyelesaikan studinya di jenjang Madrasah Tsanawiyah atau setara dengan SMP melanjutkan
pendidikan ke luar desa. Hal ini disebabkan karena tidak adanya lembaga pendidikan setingkat SMA di desa Ima’an sebagai sekolah
lanjutan. Oleh karena itu, pengasuh. Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” berinisiatif mendirikan SMK ini sebagai sarana penunjang berlangsungnya pendidikan, khususnya bagi santri.
b. Non formal
Adapun lembaga pendidikan non formal yang dimiliki Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” adalah sebagai berikut:
1) Taman Pendidikan Qur’an (TPQ)
Lembaga pendidikan ini didirikan sesuai dengan maksud
dan tujuan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”, yakni
menyelenggarakan Tahfidzul Qur’an (program menghafal
al-Qur’an) dan Taman Pendidikan Qur’an (TPQ). Lembaga pendidikan TPQ ini didirikan bersamaan dengan berdirinya
(36)
27
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” sekaligus
memperoleh izin operasionalnya, yakni pada tahun 2002.
2) Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah yang berada di bawah naungan Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” terdiri dari tiga jenjang,
yakni Ula, Wustho dan Ulya. Lembaga pendidikan ini juga
didirikan dan memperoleh izin operasional pada tahun 2002,
bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”.
3) Wajar Dikdas
Wajib belajar (wajar) pendidikan dasar (dikdas) adalah
program penyertaan untuk pesantren salafiyah di bawah naungan
Kementrian Agama Republik Indonesia dan Kementrian
Pendidikan Nasional, yang pelaksanaannya diawasi oleh dua
kementrian tersebut. Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” ini berdiri pada tahun 2015. Wajar Dikdas ini
terdiri dari tingkat Ula dan Wustha. Tingkat Ula adalah program
penyetaraan setingkat SD dan sederajat, sedangkan tingkat Wustha
adalah penyetaraan tingkat SMP dan sederajat. Dari program ini,
santri diharapkan tidak hanya mampu bersaing dalam bidang religi,
tetapi juga dapat berkiprah membangun bangsa meneruskan
(37)
28
B. Tinjauan Historis
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Sejarah Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” dimulai
pada tahun 1998. Sementara izin operasional pondok pesantren diperoleh
pada tahun 2002 dari Kementrian Agama Kabupaten Gresik. Didirikannya
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” oleh Kyai Abdul Malik ini
berawal dari niatnya mengembangkan atau mengamalkan ilmu yang
diperoleh dari berbagai pesantren yang pernah dijajakinya. Salah satunya
adalah Pondok Pesantren Sunan Drajat yang di asuh oleh Dr. KH. Abdul
Ghofur. Kyai Abdul Malik mulai mengajar keluarganya mengaji di
rumahnya. Kemudian mengadakan kegiatan pengajian kitab yang diikuti
oleh anak-anak madrasah dan masyarakat khususnya di bulan Ramadhan.
Karena banyaknya tetangga atau masyarakat yang berminat untuk
mendalami ilmu agama khususnya tentang al-Qur’an, maka rumah Kyai
Abdul Malik secara total dipersiapkan untuk sentral kegiatan pengajian.25
Adanya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” tidak
terlepas dari peran Kyai Abdul Malik dan Istrinya yang bernama Uswatun
Habibah. Hingga kemudian Kyai Abdul Malik bersama istrinya yang
tengah merintis mendirikan rumah berkonsultasi dengan guru mereka,
yakni KH. Abdul Hadi, yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “al-Muawwanah” khusus putri di Lamongan. Pada saat
25
(38)
29
itu, KH. Abdul Hadi memberikan saran bahwa selain untuk tempat tinggal,
sebaiknya rumah itu nanti juga dapat dijadikan sebagai pondok pesantren
agar hidupnya mendapat barokah dari Allah Subhanahu Wata’ala.26
Saran dari KH. Abdul Hadi itupun disambut baik oleh Kyai Abdul
Malik dan istrinya. Kegiatan mengaji al-Qur’an terus berlangsung di
rumahnya yang baru. Selain menjadi pusat mengaji al-Qur’an di desa
Ima’an, Rumah Kyai Abdul Malik ini juga digunakan sebagai tempat
berkumpul grup Qosidah (grup musik islami).27 Jadi, selain berfungsi
sebagai tempat pendidikan, rumah Kyai Abdul Malik juga berfungsi
sebagai sarana dalam menyebarkan agama Islam melalui musik yang amat
digemari pada waktu itu. Hingga kemudian mulai datang santri dari desa
terdekat, yakni Subur dari desa Bluri Solokuro Lamongan dan Siti
Zulaikhah dari Blora Jawa Tengah. Lambat laun, kegiatan tersebut dikenal
oleh banyak kalangan santri sampai ke luar desa, kecamatan, kabupaten
bahkan sampai keluar propinsi.
Dengan berbekal tekad memperjuangkan agama Allah Subhānahu
Wa ta’ālā dan bantuan rekan-rekannya, yakni: Tohiron, Abdul Bachril
Aziz dan Toha Yasin. Akhirnya, di atas sebidang tanah yang dulunya
merupakan rumah lama milik Kyai Abdul Malik dibangun sebuah
bangunan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an yang diberi nama “
Al-Hadi” pada tanggal 15 Februari 2000. Nama “Al-Hadi” diambil dari tiga
26
Uswatun Habibah, Wawancara, Ima’an Dukun Gresik, 26 Februari 2017.
27
(39)
30
nama yang serupa, yakni Kyai Muhadi (nama mertua Kyai Abdul Malik),
Abdullah Aunul Hadi (nama anak nya yang pertama), dan KH. Abdul
Hadi (nama gurunya).
Beberapa tahun berjalan puluhan santri telah berhasil diluluskan
sebagai Huffādz al-Qur’an. Banyak pula santri baru yang menetap di
pesantren yang sederhana itu. Mereka yang tidak mampu dan yatim piatu,
tetapi berkeinginan keras untuk menuntut ilmu agama dalam umur wajib
belajar di sekolah formal, untuk memenuhi kebutuhan santri tersebut Kyai
Abdul Malik bekerja sama dengan lembaga formal yang ada di sekitar
pesantren untuk membebaskan biaya sekolah mereka. Lembaga formal
tersebut, meliputi Madrasah Ibtidaiyah “Ihyāul Islam” Ima’an, Madrasah
Tsanawiyah “Ihyāul Islam” Ima’an, Madrasah Aliyah Petung dan MA
“Mathlabul Huda” Babakbawo. Sehingga dengan upaya Kyai Abdul Malik tersebut para santri dapat mengenyam pendidikan formal.
2. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” didirkan oleh Kyai
Abdul Malik. Ia lahir dari keluarga sederhana di desa Ima’an Dukun
Gresik. Orang tuanya bekerja sebagai petani sebagaimana mata pencaharian masyarakat desa Ima’an pada umumnya. Ayahnya bernama Sampuri dan ibunya bernama Sapuah. Kyai Abdul Malik merupakan anak
(40)
31
Selain mendirikan pondok pesantren Kiyai Abdul Malik juga
berperan mendirikan dua mushola yang ada di RT. 05 dan RT.08 desa Ima’an.28
Kyai Abdul Malik lahir di Gresik pada tanggal 04 Desember
1966. Sementara istrinya, Uswatun Habibah yang juga berperan dalam
pendirian Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” lahir di Blora
pada tanggal 07 November 1975. Ia adalah seorang santriwati Hafidzoh
lulusan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “al-Mu’awwanah” khusus
putri di Lamongan yang saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi. Setelah
sebelumnya juga pernah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren
Langitan Tuban dan salah satu pondok pesantren di Jawa Tengah. Dari
pernikahan mereka ini dikaruniai empat orang anak, dua diantaranya
laki-laki dan dua perempuan.
Abdul Malik dikenal sebagai sosok yang cerdas tetapi pendiam.
Masa kecilnya saat menduduki bangku sekolah dasar, ia sudah bersekolah
di sekolah berbasis Islam, yakni di Madrasah Ibtidaiyah “Ihyaul Islam”
Ima’an. Setelah lulus bangku sekolah dasar Abdul Malik melanjutkan
sekolah menengah pertama di Madrasah Tsanawiyah “Ihyaul Ulum”
Dukun Gresik. Demikian pula di tingkat menengah atas, ia melanjutkan
pendidikan di Madrasah Aliyah “Ihyaul Ulum” Dukun Gresik.
Setelah menyelesaikan studinya Abdul Malik beranjak dari desa
kelahirannya menuju Pondok Pesantren Sunan Drajat untuk menimba ilmu
agama kepada pendiri Pondok Pesantren Sunan Drajat, yakni Dr. KH.
28
(41)
32
Abdul Ghofur. Dalam hal ini, Kyai Abdul Malik adalah santri angkatan
pertama KH. Abdul Ghofur.
Dari silnilah Abdul Malik dipertemukan dengan seorang wanita
yang kemudian menjadi istrinya, yakni Uswatun Habibah. Pertemuan
antara Abdul Malik dengan istrinya ini tidak terlepas dari peran serta dua
orang guru mereka, yakni KH. Abdul Ghofur dan KH. Abdul Hadi.
Sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”, Nyai Uswatun Habibah inilah yang menjadi tempat para santri
menghafal Al-Qur’an, baik santri putra maupun santri putri. Sementara
Kyai Abdul Malik memegang kendali dari segi operasional pondok
pesantren.
3. Kelembagaan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Secara struktural Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
memiliki komponen sebagai berikut:
(42)
33
Struktur Organisasi
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Selain itu, sebagaimana umumnya lembaga pendidikan Islam
(Pesantren) lainnya, pesantren ini dipimpin oleh seorang Kyai dan
memiliki jajaran kepengurusannya untuk membantu melaksanakan
tugas dalam mendidik dan membina santri setiap harinya. Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” mempunyai organ yayasan
yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas.
Adapun susunan organ yayasan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” menurut keputusan menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia secara terperinci ada dalam daftar
berikut:29
29 Mentri Hukum dan HAM RI, “
Piagam Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-hadi” (13 Maret 2015)
PELINDUNG PENGASUH PENASEHAT
KETUA
SEKRETARIS BENDAHARA
BIDANG PENGEMBANGAN
(43)
34
No Nama No KTP Organ
Yayasan
Jabatan
1 Abdul Malik 35250104
12660001
Pembina Ketua
2 Uswatun
Habibah
35250147
11750002
Pembina Anggota
3 Thoha 35250112
04690003
Pembina Anggota
4 Nurhaji 35250112
05800002
Pembina Anggota
5 Muhammad
Fuad
Najmuddin
35242602
03870002
Pengurus Ketua Umum
6 Inayatur
Rosydah
35242648
12840001
Pengurus Wakil Ketua 1
7 Siti Ni’amah 33161558
03950002
Pengurus Sekretaris
Umum
8 Muhammad
Hamzah, S.Pdi
35250109
03870001
Pengurus Bendahara
Umum
9 Deni Eka Lia
Wati
35231063
12920002
Pengawas Ketua
10 Tohiron 35250107
06720002
(44)
35
b. Tugas dan Wewenang
Masing-masing organ yayasan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an“Al-Hadi” memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut30:
1) Pembina
Pembina berwenang bertindak untuk dan atas nama
yayasan. Kewenangan pembina meliputi keputusan mengenai
perubahan anggaran dasar, pengangkatan dan pemberhentian
anggota pengurus dan anggota pengawas, penetapan kebijakan
umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan, pengesahan
program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan,
pengesahan laporan tahunan serta penunjukan indikator dalam hal
yayasan dibubarkan. Dalam hal hanya ada seorang anggota
Pembina, maka segala tugas dan wewenang yang diberikan kepada
ketua pembina atau anggota pembina berlaku pula baginya.
2) Pengurus
Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
yayasan untuk kepentingan yayasan. Pengurus wajib menyusun
program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan untuk
disahkan pembina. Pengurus wajib memberikan penjelasan tentang
segala hal yang ditanyakan oleh pengawas. Setiap anggota
30 Wildatul Millah, “Akta Pendirian Yayasan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al
-hadi” (13 Maret 2015), 4.
(45)
36
pengurus wajib dengan i’tikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, pengurus berhak mewakili yayasan di dalam dan
di luar pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian,
dengan pembatasan terhadap hal-hal sebagai berikut, yakni
meminjam atau meminjamkan uang atas nama yayasan,
mendirikan suatu usaha baru atau melakukan penyertaan dalam
berbagai bentuk usaha baik didalam maupun diluar negeri,
memberi atau menerima pengalihan atas harta tetap, membeli atau
dengan cara lain mendapatkan harta tetap atas nama yayasan,
menjual atau dengan cara lain melepaskan kekayaan yayasan serta
menggunakan atau membebani kekayaan yayasan, mengadakan
perjanjian dengan organisasi yang terafiliassi dengan yayasan.
3) Pengawas
Pengawas wajib dengan i’tikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas pengawassan untuk kepentingan yayasan.
Ketua pengawas dan satu anggota pengawas berwenang bertindak
untuk dan atas nama pengawas. Dalam hal ini, kewenangan
pengawas, meliputi memeriksa pembukuan dan mengadakannya
dengan uang kas, mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan
(46)
37
dapat memberhentikan sementara pengurus, apabila pengurus
tersebut bertindak bertentangan dengan anggaran dasar dan atau
peratutan undang-undang yang berlaku. Pemberhentian sementara
itu harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan
disertai alasannya.
C. Visi-Misi dan Program Pendidikan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”
1. Visi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Visi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” adalah
mewujudkan pesantren yang mampu menghasilkan lulusan yang dapat
menguasai disiplin ilmu keislaman serta berakhlak mulia dan perduli
kepada sesama. Di samping itu, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al
-Hadi juga memiliki visi memantapkan iman dan taqwa serta
mengembangkan ilmu pengetahuan keislaman untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan al-Qur’an dan
Assunnah.
2. Misi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Adapun misi dan orientasi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi” adalah mengantar dan membekali peserta didik untuk menjadi pribadi-pribadi muslim terpelajar yang:
(47)
38
b. Mampu mengarahkan dan mengantarkan umat memenuhi fitrahnya
sebagai khairu ummah yang dapat memerankan kepeloporan kemajuan
dan perubahan sosial sehingga tercipta Negara Indonesia sebagai
Baldatun Thayyibatun dan Rabbun Ghafur. 31
3. Program Pendidikan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Program pendidikan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi” terbagi dalam beberapa kategori, yakni:
a. Kegiatan Keagamaan
Kegiatan keagamaan sebagaimana pesantren yang lain, di
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”Ima’an juga dilakukan
dalam kegiatan yang terencana harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Seperti pembiasaan sholat jama’ah rowatib, pengajian kitab
kuning, tahfidhul Qur’an bagi santri yang berminat. Di samping itu
juga ada sema’an Qur’an bi Nadlor (membaca al-Qur’an secara
bergiliran dan menyimak secara bergantian), dan Khotmil Qur’an
(membaca al-Qur’an 30 juz dalam satu waktu). Adapun rinciannya
sebagai berikut:
No. Kegiatan Pembina Waktu Ket.
1. Solat Jama’ah Pengurus Tiap Hari
2. Pengajian Kitab Ustadz Terjadwal
31
(48)
39
Kuning
3. Tahfidzul Qur’an Ny. Uswatun
Habibah
Terjadwal Santri
khusus
4. Sema’an Qur’an Bin Nadlor
Pengurus Ba’da isya’
5. Khotmil Qur’an Pengurus Selasa Pagi
b. Kegiatan Ekstra Pengembangan
Disamping pendalaman ilmu agama dan kegiatan keagamaan,
santri juga dibekali beberapa keterampilan dalam kegiatan
pengembangan, seperti kursus bahasa Inggris dan bahasa Arab, kursus
computer, serta bimbingan dan pendalaman ilmu nahwu. Sebagaimana
tabel berikut:
No. Kegiatan Pembina Waktu Ket.
1. Kursus Bahasa Terjadwal Terjadwal
2. Kursus komputer Amir Hamzah Terjadwal
3. Bimbingan Nahwu Supriono,
S.Pd.i
Malam
(49)
40
c. Kegiatan Seni dan Budaya
Mengingat potensi santri yang menetap dan untuk mengisi
waktu luang mereka mengembangkan seni dan budaya yang difasilitasi
oleh pesantren berupa kegiatan latihan Qiro’ah (tekhnik membaca
al-Qur’an dengan irama yang indah), sebagaimana jadwal berikut:
No. Kegiatan Pembina Waktu Ket.
1. Al-banjari Moh.
Ikhwan
Selasa
Sore
Grup
An-Nadliyah
2. Tahlil Istighosah Pengurus Malam
Jum’at 3. Latihan Qiro’ah Nur
Fadlilah
Jum’at Pagi
d. Kegiatan Kewirausahaan
Keadaan geografis Ima’an yang terdiri dari lahan sawah dan
tambak, menuntut santri untuk memanfaatkan waktunya terutama
santri yang tidak bersekolah formal di pagi hari untuk ikut mreman
atau menjadi buruh tani dan tambak, bahkan lahan sawah milik Kyai
Abdul Malik sendiri digarap oleh santri secara bergantian. Sementara
sebagian lagi mengurus peternakan kambing yang ada di pesantren dan
pemanfaatan koperasi pesantren juga dioperasikan setiap hari.
Sehingga kegiatan tersebut membantu santri menerima pendapatan dan
(50)
BAB III
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN
“AL-HADI”IMA’AN DUKUN GRESIK 1998-2016
A. Perkembangan Infrastruktur Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi”
Sejak didirikan pada tahun 1998, Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” terus berkembang hingga sekarang dan mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, seperti perkembangan fisik yang
meliputi bentuk bangunan serta sarana dan prasarana. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
1. Perkembangan Bangunan
Bangunan yang dimiliki Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi” yang berdiri pada tahun 1998 hingga tahun 2016 ini memiliki perubahan bentuk dan tata letak. Dapat dikatakan, bahwa
bangunan pondok pesantren yang berdiri sekarang ini bukan
merupakan bangunan awal berdiri.32
Sejak berdirinya pada tahun 1998, Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” melaksanakan kegiatan pengajiannya dengan
diikuti beberapa santri yang merupakan warga desa Ima’an dan
bertempat di rumah orang tua Kyai Abdul Malik, tepatnya berada di
32
(51)
42
RT. 05 desa Ima’an. Rumah orang tua Kyai Abdul malik inilah yang
menjadi sentral kegiatan mengaji al-Qur’an bagi para santri pada
waktu itu.33
Lambat laun, sejalan dengan niat Kyai Abdul Malik untuk
mendirikan rumah bersama istrinya pada tahun 2000 kegiatan mengaji
al-Qur’an tersebut beralih kerumah baru itu. Rumah ini terletak di sebelah timur, berada satu lokasi dengan rumah orang tua Kyai Abdul
Malik. Di samping mengaji al-Qur’an, ditempat ini juga dilangsungkan
kegiatan mengaji kitab kuning setiap bulan Ramadhan.
Bertambahnya jumlah santri yang datang dari berbagai daerah
membuat Kyai Abdul Malik melakukan kurang lebih empat kali
renovasi bangunan, baik bangunan rumah yang berada di bagian barat
maupun bangunan rumah baru yang berada di bagian timur. Lokasi ini
pun dirubah oleh Kyai Abdul Malik dengan sedemikian rupa untuk
dijadikan sebagai gedung Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi”. Tempat inilah yang kemudian menjadi sentral kegiatan keagamaan bagi para santri, seperti Madrasah Diniyah, mengaji kitab
kuning dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu dan jumlah santri yang terus
bertambah, akhirnya pada tanggal 11 November 2011 Kyai Abdul
Malik membangun gedung baru di atas tanah miliknya dan membeli
33
(52)
43
beberapa lahan milik warga di sekitarnya yang berada di utara desa Ima’an RT. 09. Bangunan baru Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” ini kemudian dijadikan sebagai pondok pesantren putra, SMK “Al-Hadi” sekaligus Madrasah Diniyah (Madin). Sementara
rumah Kyai Abdul Malik yang berada di RT. 05 desa Ima’an dijadikan
sebagai asrama putri.34
2. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan kebutuhan yang sangat
penting sebagai proses pembinaaan yang dimiliki suatu lembaga atau
dalam hal ini adalah pondok pesantren. Tanpa adanya sarana dan
prasarana yang memadai maka suatu pembinaan tidak akan berhasil.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi” sebagai berikut:
a. Masjid/Musholla
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan
dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat
untuk mendidik para santri, seperti digunakan untuk sholat berjama’ah dan pengajian kitab-kitab Islam.35 Masjid sebagai pusat pendidikan Islam sudah berlangsung sejak zaman Rasulullah dan
para sahabat. Tradisi ini tetap dipegang oleh para kyai pemimpin
34
Abdul Malik, Wawancara, Ima’an Dukun Gresik, 23 April 2017.
35
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), 44.
(53)
44
pondok pesantren untuk menjadikan masjid sebagai pusat
pembelajaran agama. Demikian pula yang terjadi di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”.
Keberadaan masjid/musholla di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” bukan merupakan hal yang baru. Baik itu gedung asrama putra yang terletak di RT. 09 dan gedung asrama putri di RT. 05 desa Ima’an, masing-masing memiliki satu tempat. Tempat ini digunakan untuk sholat berjamaah bagi para
santri pada setiap harinya. Selain itu, tempat ini juga dijadikan
sebagai tempat berlangsungnya pengajian kitab kuning.
b. Asrama
Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional, dimana peserta didiknya/santri
tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang guru
yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”, asrama untuk para santri
tersebut berada dalam lingkungan kompleks pesantren.36 Selama
berada di asrama, seorang santri harus patuh dan taat terhadap
peraturan-peraturan yang diadakan, ada kegiatan pada waktu
tertentu yang harus dilaksanakan oleh santri. Ada waktu belajar,
sholat, makan, tidur, istirahat dan sebagainya.
36
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Islam Di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Grup, 2009), 62.
(54)
45
Asrama di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
terbagi menjadi dua tempat, yakni asrama pondok putri dan asrama
pondok putra. Pada awalnya, asrama putra maupun asrama putri
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” berada dalam satu
lokasi. Gedung ini terdiri dari dua lantai, dengan pembagian lantai
bawah menjadi asrama santri putra dan lantai atas menjadi asrama
santri putri.
Pada tahun 2011 Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al
-Hadi” mendirikan gedung baru di atas sebidang tanah milik Kyai
Abdul Malik yang berada di utara desa Ima’an atau tepatnya di RT.
09. Dengan demikian, fungsi asrama yang lama berubah menjadi
asrama santri putri. Sementara asrama yang baru menjadi asrama
santri putra.
c. Koperasi
Terdapat dua koperasi di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur’an “Al-Hadi”, yaitu satu koperasi berada di gedung asrama putra dan satu lagi berada di gedung asrama putri. Koperasi ini ada
sejak didirikannya bangunan Pondok Pesantren untuk memenuhi
kebutuhan para santri. Sehingga mereka tidak perlu keluar pondok
hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dalam hal
pengelolaan, koperasi ini sepenuhnya diserahkan kepada jajaran
(55)
46
makanan dan kebutuhan hidup sehari-hari, koperasi ini juga
menyediakan buku-buku dan kitab guna menunjang kebutuhan
intelektual santri.
Dengan adanya sarana prasarana yang telah disediakan oleh
pihak Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” tersebut,
diharapkan dapat mempermudah bagi para santri untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan selama berada di pondok pesantren. Pihak
pondok pesantren senantiasa berupaya melakukan yang terbaik untuk
para santri. Sehingga ke depannya, generasi penerus bangsa ini dapat
menjadi generasi yang unggul dengan kemampuan yang dimilikinya,
terutama melalui hafalan al-Qur’an dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.37
B. Perkembangan Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan pesantren, seorang
alim hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang
tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agama.
Menurut tradisi pesantren terdapat dua kelompok santri, yaitu: 1) Santri
mukim, adalah santri yang berasal dari daerang yang jauh kemudian bertempat
tinggal di pesantren. Santri mukim yang paling lama menetap dipesantren,
maka akan menjadi pengurus atau bertaggung jawab dalam mengurus
santri-santri yang ada di pesantren, dan juga mengajar santri-santri santri-santri baru; dan 2)
Santri kalong, adalah santri yang berasal dari desa-desa yang tidak jauh dari
37
(56)
47
pondok pesantren yang tidak bertempat tinggal dipesantren hanya saja mereka
ingin mempelajari kitab-kitab membahas Islam lebih dalam yang dibina
langsung oleh pak kyai, memperoleh pengalaman tersendiri di pesantren
seperti keorganisasian atau dibidang pengajaran.38
Demikian pula santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
yang terdiri dari santri mukim dan santri kalong. Pada awalnya, santri Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” adalah santri kalong. Dalam
pengertian ini, santri kalong Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
adalah mereka yang mengikuti kegiatan mengaji al-Qur’an di rumah Kyai
Abdul Malik selepas sholat maghrib. Selain itu para santri juga mengikuti
kegiatan mengaji kitab kuning yang diadakan setiap bulan Ramadhan.
Dalam perkembangan selanjutnya, datang dua orang santri yang
bernama Subur dari desa Bluri Solokuro Lamongan dan Siti Zulaikha dari
Blora Jawa Tengah yang berniat menghafal al-Qur’an di tempat Kyai Abdul
Malik. Dua orang inilah yang kemudian menetap dan menjadi golongan santri
pertama yang bermukim di asrama yang saat itu merupakan rumah Kyai
Abdul Malik. Kemudian diikuti oleh beberapa orang santri yang berasal dari
berbagai daerah sekitar, seperti kecamatan Dukun, kecamatan Panceng,
kecamatan Sidayu dan sebagian besar berasal dari luar daerah kabupaten
Gresik, kabupaten Lamongan dan Bojonegoro. Selain itu, juga ada beberapa
santri yang berasal dari propinsi Jawa Tengah, seperti Rembang, bahkan ada
pula yang berasal dari Kalimantan.
38
(57)
48
Perkembangan santri tahfidz di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi” ini sejalan dengan minat para santri untuk menghafal Al-Qur’an. Ditunjang pula dengan biaya hidup yang difasilitasi oleh pondok pesantren
bagi santri yang tidak mampu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah santri yang
menghafal Al-Qur’an, yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Dalam hal
ini, jumlah lulusan santri Tahfidz tidak bisa dipastikan pada setiap tahunnya.
Karena metode sorogan yang digunakan untuk santri penghafal Al-Qur’an
disesuaikan dengan kapasitas masing-masing santri. Begitupun, kehidupan
santri Tahfidz setelah menyelesaikan hafalannya, masing-masing
menyesuaikan dengan pendidikan formal yang ditempuh. Pengecualian bagi
mereka yang sudah tidak menempuh pendidikan formal, ada yang pulang ke
kampung halaman, serta tak jarang pula yang tetap tinggal di pondok
pesantren sebagai ustadz/ustadzah. Untuk saat ini, ada sekitar 43 santri yang
menghafal Al-Qur’an.39
Berdirinya Madrasah Tsanawiyah “Ihyaul Islam” di desa Ima’an pada
tahun 2006 berdampak pula pada pesatnya jumlah santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”, terlebih santri mukim yang berasal dari luar desa Ima’an. Demikian pula perkembangan santri pada tahun-tahun berikutnya. Sebagaimana tabel jumlah santri sejak tahun 2000-2016 sebagai
berikut40:
39
Abdul Malik, Wawancara, Ima’an Dukun Gresik, 23 April 2017.
40
(58)
49
No. Tahun
Santri
Jumlah
Putra Putri
1 2000 1 1 2
2 2001-2005 11 18 29
3 2006-2008 20 43 63
4 2009 25 53 78
5 2010 30 50 80
6 2011 32 55 87
7 2012 31 59 90
8 2013 30 61 91
9 2014 40 92 132
10 2015 50 94 144
11 2016 86 112 198
Dari tabel jumlah santri di atas, dapat diketahui bahwa santri Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” mengalami perkembangan pada setiap
tahunnya. Perkembangan jumlah santri semakin meningkat dengan didirikannya SMK “Al-Hadi” yang resmi diaktifkan pada tahun 2014.
(59)
50
C. Perkembangan Kurikulum dan Kelembagaan Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” yang didirikan oleh
Kyai Abdul Malik tahun 1998 ini bermula dari dorongan gurunya untuk
mendirikan pondok pesantren untuk para penghafal al-Qur’an. Pendidikan saat
itu masih sangat sederhana, yaitu kegiatan mengaji al-Qur’an di rumah Kyai
Abdul Malik. Di samping itu juga diadakan pengajian kitab kuning pada setiap
bulan Ramadhan.
Lambat laun, dengan bertambahnya jumlah santri yang semakin
banyak, sistem pengajaran pun mengalami perkembangan. Sistem pengajaran
yang digunakan kemudian adalah sistem pengajaran sebagaimana yang
digunakan di pesantren pada umumnya, yaitu dalam bentuk salafiyah berupa
sistem tradisional, yakni sistem sorogan dan bandongan. Metode sorogan
adalah seorang santri mendatangi kyai yang akan membacakan beberapa baris
dari kitab-kitab bahasa Arab yang menterjemahkannya ke dalam bahasa Jawa
atau Sunda. Sementara metode bandongan atau wetonan adalah para santri
mendengarkan kyai membaca, menterjemahkan dan menerangkan kitab yang
diajarkan.41
Metode sorogan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
diberikan kepada para santri dalam hal hafalan ayat-ayat al-Qur’an. Caranya
adalah para santri, baik putra maupun putri yang telah menghafal beberapa
ayat al-Qur’an datang kepada Nyai Uswatun Habibah untuk menyetorkan
41
(60)
51
hafalannya. Kegiatan semacam ini merupakan rutinitas santri Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” sejak awal didirikannya. Kegiatan ini
dilaksanakan setiap setelah sholat isya’ dan setelah shubuh.
Sedangkan metode bandongan yang dipakai di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”, yang sering dikatakan metode wetonan digunakan pada saat pengajian kitab kuning. Dalam pengertian, kitab kuning
adalah sebutan untuk buku atau kitab tentang ajaran-ajaran Islam atau tata
bahasa Arab yang dipelajari di pondok pesantren yang dikarang oleh para
ulama pada abad pertengahan dalam huruf Arab. Disebut kitab kuning karena
biasanya dicetak dalam kertas berwarna kuning yang dibawa dari Timur
Tengah.42 Para santri tersebut mendengarkan kyai membaca, menterjemahkan
dan menerangkan kitab yang menjadi acuan. Setiap santri memperhatikan
kitabnya masing-masing dan membuat catatan, baik arti maupun keterangan
tentang kata-kata atau pemikiran yang sulit. Dalam hal ini, kurikulum Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” sebagaimana terdapat dalam tabel
berikut:
No KITAB PENGAJAR WAKTU KET.
1 Tafsir Jalalain Fahrul Anam Malam Jum’at
2 Muhtarul Hadits
Tarbiyah
K. Abdul Malik Malam Ahad
3 Durotun Nashihin Afifuddin Malam Rabo
42
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning : Pesantren dan Tarikat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1995), 115.
(61)
52
4 Nashihul Ibad K. Abdul Malik Ba’da Shubuh
Bersamaan dengan itu, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”
juga mendirikan taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) yang memperoleh izin
operasionalnya pada tahun 2002. Sejak awal berdirinya, lembaga pendidikan
ini berada digedung selatan atua bertempat di gedung asrama putri.
Selain rutinitas pengajian kitab kuning dan menghafal al-Qur’an,
beberapa kegiatan keagamaan lain juga diadakan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi”, seperti tadarus al-Qur’an yang dilaksanakan setiap hari selepas sholat isya’ dan khotmil Qur’an yang dilaksanakan setiap
hari selasa pada pagi hari. Di samping itu, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
“Al-Hadi” juga membekali para santri dengan beberapa keterampilan dalam kegiatan ekstrakulikuler, seperti kursus bahasa Inggris dan bahasa Arab,
kursus Komputer serta bimbingan pendalaman ilmu nahwu. Selain itu
diadakan pula kegiatan untuk mengisi waktu luang santri, berupa kegiatan
al-Banjari (memainkan musik rebana) dan latihan Qiro’ah (seni membaca
Al-Qur’an).
Sementara itu, untuk menunjang pengetahuan dan pemahaman santri
dalam hal keagamaan, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” juga
mengadakan pembelajaran di Madrasah Diniyah “Al-Hadi”. Lembaga
pendidikan ini menggunakan kurikulum yang mengkolaborasikan beberapa kurikulum dari Depag, Dispendik, LP. Ma’arif, dan beberapa kurikulum
(1)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang sejarah perkembangan Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik 1998-2016: Studi tentang
Management Pembiayaan Pendidikan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” Ima’an Dukun Gresik berdiri pada tahun 1998. Dimulai dari kegiatan mengaji al-Qur’an yang diselenggarakan di rumah Kyai Abdul Malik, pendiri pondok pesantren. Pondok pesantren ini merupakan salah satu pondok pesantren untuk para santri yang ingin menghafal al-Qur’an. Di samping itu, juga diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan yatim piatu, tetapi berkeinginan keras untuk menuntut ilmu. Didirikannya pondok pesantren ini memiliki tujuan menghasilkan lulusan yang dapat menguasai disiplin ilmu keislaman serta berakhlak mulia dan perduli kepada sesama.
2. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” ini terus berlanjut sampai sekarang dan mengalami beberapa perkembangan pada aspek-aspek, seperti perkembangan di bidang fisik, yang meliputi bentuk bangunan, sarana dan prasarana, perkembangan santri, kemudian dibidang non fisik yang meliputi bidang pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren tersebut.
(2)
67
3. Dalam hal perkembangan management pembiayaan pendidikan, implementasi pembiayaan gratis di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” diwujudkan dalam bentuk tidak dipungutnya biaya asrama, pendidikan dan makan gratis. Hal ini dimulai sejak awal berdirinya pondok pesantren. Untuk mewujudkan itu, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” bekerjasama dengan beberapa instansi, khusunya pemerintah serta menjalankan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang dikelola bersama para santri.
B. Saran
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk Fakultas Adab dan Humaniora diharapkan mempertahankan setiap potensi mahasiswa yang ada, bila perlu dapat dikembangkan oleh fakultas. 2. Untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an “Al-Hadi” hendaknya
mengoptimalkan penertiban administrasi. Sehingga segala hal yang berkaitan dengan pondok pesantren dapat terdokumentasi dengan baik dan dapat digunakan jika dibutuhkan sewaktu-waktu.
3. Kepada peneliti selanjutnya khususnya terkait dengan pondok pesantren tahfidzul qur’an. Skripsi yang penulis susun tentu masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyempurnaan yang ditunjang dengan
(3)
68
temuan-temuan baru tentu sangat diharapkan untuk pengembangan pengetahuan.
4. Bagi para pembaca pada umumnya, penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dan memperbaiki dari berbagai pihak sebagai upaya untuk melakukan penyempurnaan skripsi sebagai karya tulis ilmiah yang layak untuk dibaca dan dikaji banyak orang.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Affandi, Bisri. Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharu dan Pemurni
Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999.
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning : Pesantren dan Tarikat, Tradisi-Tradisi
Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.
Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Islam Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Grup, 2009.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1982.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach, Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset, 1990. Handoko, T. Hani. ManajemenEdisi II. Yogyakarta: BPFE, 1990.
Kasdi, Aminudin. Pengantar Ilmu Sejarah. Surabaya: IKIP, 1995.
Khuluq, Lathiful. Fajar Kebangunan Ulama, Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LKiS, 2000.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.
Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997.
(5)
Mentri Hukum dan HAM RI. “Piagam Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan Pondok PesantrenTahfidzul Qur’an Al-hadi” (13 Maret 2015) Millah, Wildatul. “Akta Pendirian Yayasan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
Al-hadi” (13 Maret 2015)
Pemerintah Desa Ima’an. http://desaimaan.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-desa-imaan.html. “Profil Desa Ima’an” (19 Mei 2017)
Rochmat, Saefur. Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Said, Mohammad dan Junimar Affan. Mendidik dari Zaman ke Zaman. Bandung: Jemmars, 1987.
Umar, Muin. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1988.
Wibowo. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Wawancara:
Abdul Malik, Wawancara,Ima’an Dukun Gresik, 26 Februari 2017. Uswatun Habibah, Wawancara,Ima’an Dukun Gresik, 26 Februari 2017.
Hamzah, Wawancara,Ima’an Dukun Gresik, 26 Februari 2017. Tohiron, Wawancara,Ima’an Dukun Gresik, 20 April 2017. Tikni, Wawancara, Ima’an Dukun Gresik, 05 April 2017.
(6)
Deni Eka Lia Wati, Wawancara,Ima’an Dukun Gresik, 19 Juni 2017. Achmad Budiyanto, Wawancara,Ima’an Dukun Gresik, 5 Juli 2017.