PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIK SISWA SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA

TESIS

Oleh:

HAMERITI MANAO

NIM: 809725007

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(2)

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIK SISWA SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA

TESIS

Oleh:

HAMERITI MANAO

NIM: 809725007

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Hameriti Manao. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. Medan: Program Pascasarjana UNIMED, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan tentang (1) perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran biasa, (2) interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa, dan (3) proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual pada masing-masing pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang difokuskan pada penguasaan konsep, aktivitas belajar siswa pada pembelajaran CTL dalam upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Swasta dan SMP Negeri berakreditasi A dan B di kota Sibolga. Secara acak dipilih 2 buah sekolah sebagai objek penelitian yaitu SMP Swasta Fatima dan SMP Negeri 4 Sibolga. Selanjutnhya dipilih masing-masing dua kelas VII yang paralel dari tiap sekolah dan terpilih 2 kelas dari SMP Swasta Fatima yaitu kelas VII-3 dan VII-4 sedangkan dari SMP Negeri 4 kelas VII-B dan kelas VII-C sebagai sampel penelitian. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari tes kemampuan pemecahan masalah dan tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada pokok bahasan persamaan, pertidaksamaan linear satu variabel. Tes kemampuan pemecahan masalah dan tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, dengan koefisien reliabilitas berturut-turut sebesar 0,73 dan 0,88. Untuk analisa data digunakan uji gain ternormalisasi, uji anava dua jalur (pengolahan data dengan SPSS 16 dan Exel) dan uji statistik berupa uji-t Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL mengalami peningkatan yang lebih baik daripada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran biasa (PMB). Proses jawaban siswa lebih baik terstruktur atau sistematik pada kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL dibandingkan dengan kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMB. Pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu alternatif bagi guru matematika dalam menyajikan pelajaran matematika, sudah seharusnya pembelajaran dengan CTL disosialisasikan penggunaan di unit masing-masing sekolah. Penggunaan media pembelajaran dengan pendekatan CTL hendaknya disesuaikan dengan benda-benda sekitar lingkungan siswa dan diterapkan pada materi-materi yang esensial menyangkut benda-benda ril sekitar tempat belajar.

Kata Kunci: Pendekatan CTL, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa, Kemampuan Berpikir Kritis Matematik siswa.


(8)

ABSTRACT

Hameriti Manao. The Influence of contextual Teaching and Learning (CTL) Approach Toward Junior High School students’ Problem Solving Ability and Mathematic Critical Thinking Ability. Thesis. Medan: Post Graduate Program of UNIMED, 2013.

The aim of this research to reveal about (1) the difference of problem solving Ability and Mathematic critical thinking between students who get CTL approach with student. Who get conventional approach, (2) Interaction between learning process with students’ early mathematic ability toward students’ problem solving ability and mathematic critical thinking development, and (3) the answering process made by the students in solving contextual problem in every learning process. This research is an experiment research focused on concept mastery, students; learning activities on CTL learning to improve students’ problem solving ability and mathematic critical thinking. Population of this research are grade VII students of private Junior High School with A accreditation and Grade VII students of public junior high school with B accreditation in sibolga. The writer randomly choose two schools as the object of this research that is SMP Swasta Fatima and SMP Negeri 4 Sibolga. Next, the writer choose two parallel grade VII from each school and the classes are VII-3 and VII-4 from SMP Swasta Fatima and from SMP Negeri 4 Sibolga are class VII-B and VII-C as the sample of this research. Instrument used to collect data in this research consist of students problem solving ability test and students’ Mathematic critical thinking ability test on linear equations and linear in equalities with one variable. Problem solving ability test and Mathematic critical thinking ability test are fulfill the requirement of validity, with reliability coefficient of 0.73 and 0,88. For the data analysis the writer use normal gain test, two way anava test (data processing with SPSS 16 and exel) and the statistic test is t – test. From the result of this research, the writer conclude that problem solving and students’ mathematic critical thinking in group of students with CTL learning approach. Students’ answering process are more various and systematically in group of students with CTL learning approach compared to group of students with convential mathematic learning. Learning with contextual Teaching and learning (CTL) approach is an alternative for mathematic teacher in presenting mathematic, it is proper that CTL learning socialized to use in every school. The use of learning media with CTL approach should be related with things around the students and applied in every essential subject relate with real things around the learning area.

Key Words: CTL Education, Students Mathematical Critical Thinking Ability, Students Mathematical Problem Solving Ability


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang Mahakarya dan Sumber Pengetahuan yang selalu memberikan kebijaksanaan, kekuatan dan kelimpahan berkatNya sehingga penulisan Tesis dengan judul

“Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan

Berpikir Kritis Mathematik Siswa” dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL. Dalam proses pembelajarannya pendekatan ini menggunakan soal-soal pendekatan CTL secara diskusi kelompok. Pembelajaran dengan pendekatan CTL ini akan ditelaah dengan peningkatan terhadap pemecahan masalah matematika dan berpikir kritis matematik siswa.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung sampai selesainya tesis ini semoga Tuhan mengganjari segala kebaikan anda. Secara khusus peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan, motivasi dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, Bapak Dr, E. Elvis Napitupulu, M.Pd, Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd sebagai narasumber yang telah banyak memberikan masukan atau sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan, dan Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur, Asisten I, II, III beseta Staf Pascasarjana Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan dan memberikan bantuan administrasi di Universitas Negeri Medan.

4. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd., sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Bapak Dr. Hasrattudin, M.Pd., Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika, dan Bapak Dapot Manullang, MSi sebagai staf Prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan selama ini.


(10)

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Prodi Pendidikan Matematika, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis dalam menjalankan tugas-tugas sesuai dengan profesi penulis.

5. DPP SCMM Propinsi Indonesia yang telah memberi kesempatan, serta para suster Komunitas St. Mikael & St. Gabriel yang telah memberi perhatian dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Para suster komunitas Hati Kudus Sibolga yang telah memberi perhatian dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Dewan Guru beserta staf tenaga kependidikan SMP Sw. Fatima Sibolga yang telah memberi perhatian, semangat dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan di unit ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Kepala SMP Negeri 4 Sibolga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan di unit ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Para Dosen beserta Staf STKIP St. Maria yang telah memberi perhatian dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Almarhum Ayahanda tercinta Gohiwolo’o Manao dan Ibunda Mariti Fau yang senantiasa mendoakan saya, serta adik-adiku tercinta (Ama  Simon Salatieli dan Ina  Yuliana Ndruru) Angelus Manao, (Ama  Raradodo Zebua dan Ina  Miryam Elisabeth) Arisman Zebua, Br. Hezekiel Manao, (Ama  Hiskia dan Ina  Rianghati Martha) Sofiani Manao, Nirmala Manao, Nerius Manao, (Ama  Anugerah Yohanes dan Ina  Generosa Genitry Nehe) Maria Theresia Yanaria Manao, Kalista Kurnia Manao yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.

11. Almarhum kakak yang tercinta Sifeti Fau (Sr. Dafrosa) yang senantiasa memberikan motivasi dan doa. Serta keluarga besar dari pihak paman yang saya hormati yang senantiasa memberikan saya perhatian, dorongan dan doa. 12. Semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Matematika

yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.


(11)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau kelemahan dari tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan pemikiran atau kritik yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis tidak dapat membalas semua yang diberikan bapak/ibu serta saudara/i, kiranya Tuhan Yang Maha Pengasih mencurahkan berkatnya bagi kita semua. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan pendidikan dimasa kini dan yang akan datang.

Teriring salam dan doaku.

Medan, Maret 2013

Penulis,

HAMERITI MANAO


(12)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN

PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 18

C. Pembatasan Masalah ... 18

D. Perumusan Masalah ... 19

E. Tujuan Penelitian ... 20

F. Manfaat Penelitian ... 21

G. Defenisi Operasional ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 25

2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 33

2.3 Pendekatan Pembelajaran CTL ... 41

2.4 Pembelajaran Matematika Biasa (PMB) ... 63

2.5 Teori Belajar Yang Mendukung ... 67

2.6 Penelitian Yang Relevan ………….……….…...………... 73

2.7 Kerangka Konseptual ………...…….. 75

2.8 Hipotesis Penelitian ... 89

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………...………...…… 90

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……... 90

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 90

3.4 Rancangan Penelitian ……... 92

3.5 Variabel Penelitian ………..……… 94

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ………. 94

3.6.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 95

3.6.2 Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 97

3.6.3 Kemampuan Awal Matematika ... 101

3.7 Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 102

3.8 Prosedur dan Teknik Analisis Data Penelitian ... 111

3.9 Teknik Analisis Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Dalam Kemampuan Pem. Masalah dan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 121

3.9.1 Analisis Langkah-langkah Penyelesaian pada Lembar Hasil Kerja Siswa tentang Kemampuan Pemecahan Masalah ... 121


(13)

3.9.2 Analisis Langkah-langkah Penyelesaian pada Lembar Hasil Kerja Siswa tentang Kemampuan

Berpikir Kritis ... 123

3.10 Uji Hipotesis ... 124

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Kemampuan Awal Matematika ... 127

4.2 Hasil Penelitian Tentang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 132

4.2.1 Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 132

4.2.2 Uji Persyaratan Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 141

42.3 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Kemampuan Matematika Siswa ... 145

4.2.4 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 146

4.3 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 149

4.3.1 Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 149

4.3.2 Uji Persyaratan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 157

4.3.3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Kemampuan Matematika Siswa ... 161

4.3.4 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 163

4.4 Proses Jawaban Siswa Tenteng Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 165

4.4.1 Analisis Langkah-langkah Penyelesaian ... 169

4.4.2 Analisis Proses Penyelesaian Jawaban Pem. Masalah Dalam Kategori (Baik, Cukup, ...) ... 171

4.5 Proses Jawaban Siswa Tentang Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 176

4.5.1 Analisis Langkah-langkah Penyelesaian ... 179

4.5.2 Analisis Proses Penyelesaian Jawaban ... 182

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 186


(14)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 200

5.2 Impikasi ... 201

5.3 Saran ... 203

DAFTAR PUSTAKA ... 206


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Analisis Karakter Pembelajaran CTL ... 53

Tabel 2.2 Tahap Pendekatan Pembelajaran CTL Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 54

Tabel 2.3 Indikator Kemampuan Berpikir ... 56

Tabel 2.2 Tahap Pendekatan Pembelajaran CTL dalam Berpikir Kritis Matematik ... 58

Tabel 2.5 Simbol Matematika ... 62

Tabel 2.6 Perbedaan Pembelajaran CTL dan Pembelajaran Matematika Biasa ... 65

Tabel 2.7 Kelemahan Pembelajaran Biasa ... 67

Tabel 2.8 Perbedaan Pendekatan CTL dan PMB ... 78

Tabel 3.1 Akreditasi SMP Kota Sibolga ... 91

Tabel 3.2 Weiner Keterkaitan Antara Variabel bebas & Terikat ... 93

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 95

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Pemecahan Masalah ... 96

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 98

Tabel 3.6 Pedoman Penskoran Tes Proses Berpikir ... 99

Tabel 3.7 Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Awal Matematika ... 102

Tabel 3.8 Pengelompokkan Kemampuan Awal Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 102

Tabel 3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 103

Tabel 3.10 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 104

Tabel 3.11 Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 104

Tabel 3.12 Validasi Butir Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 106

Tabel 3.13 Validasi Butir Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 106

Tabel 3.14 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Pem. Masalah ... 109

Tabel 3.15 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Berpikir Kritis ... 109

Tabel 3.16 Hasil Analisis Daya Pembeda Tes Pem. Masalah ... 110

Tabel 3.17 Hasil Analisis Daya Pembeda Tes Berpikir Kritis ... 111

Tabel 3.18 Keterkaitan permasalahan, Alat, dan Uji Statistik ... 114

Tabel 3.19 Anava Dua Jalur ... 120

Tabel 3.20 Kriteria Proses Penyelesaian Masalah ... 121

Tabel 3.21 Langkah-langkah Analisis Penyelesaian Butir-butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah ... 122 Tabel 3.22 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Siswa


(16)

Berpikir Kritis ... 123 Tabel 3.23 Analisis Langkah-langkah Penyelesaian

Butir-butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis ... 124 Tabel 4.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Matematika

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 128 Tabel 4.2 Mean dan Standar Deviasi Data Kemampuan Awal

Matematik Descriptive Statistik ... 128 Tabel 4.3 One-Sampel Kolmogorov-Smirnov Test

Normalitas Data Kemampuan Awal

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 129 Tabel 4.4 Test of Homogeneity of Variances

Data Kemampuan Awal Matematika

Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 130 Tabel 4.5 Uji Perbedaan Rata Data Kemampuan

Awal Matematika Siswa Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 131 Tabel 4.6 Paired Samples Corelation ... 131 Tabel 4.7 Paired Samples Data Kemampuan Awal Matematika

Siswa Kelas Ekp. dan Kontrol ... 131 Tabel 4.8 Rataan Gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperinen dan Kontrol Berdasarkan

Kemampuan Matematika ... 133 Tabel 4.9 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pemecahan Masalah Matematika

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 141 Tabel 4.10 Test of Homogeneity of Variances Gain

Pemecahan Masalah Matematika ... 142 Tabel 4.11 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kelompok

Data Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 143 Tabel 4.12 Test of Homogeneity of Variances Gain

Pemecahan Masalah Kelompok Data ... 144 Tabel 4.13 Test of Between-Subject Effects

Pemecahan Masalah ... 145 Tabel 4.14 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Perbedaan Peningkatan Pemecahan

Masalah Matematika Pada Taraf 5% ... 148 Tabel 4.15 Rataan Gain Kemampuan Berpikir Kritis

Matematik Kelas Eksperinen dan Kontrol

Berdasarkan Kemampuan Matematika ... 149 Tabel 4.16 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Berpikir Kritis Matematik

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 157 Tabel 4.17 Test of Homogeneity of Variances Gain

Pemecahan Masalah Matematika ... 158 Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Data Berpikir Kritis ... 160 Tabel 4.19 Test of Homogeneity of Variances Gain

Pemecahan Masalah Kelompok Data ... 161 Tabel 4.20 Test of Between-Subject Effects Berpikir Kritis ... 162 Tabel 4.21 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Perbedaan

Peningkatan Berpikir

Kritis Matematik Pada Taraf 5% ... 165 Tabel 4.22 Rangkuman Hasil Analisis


(17)

Langkah-langkah Proses Jawaban Pem. Masalah

Kelompok Eksperimen ... 169 Tabel 4.23 Rangkuman Hasil Analisis

Langkah-langkah Proses Jawaban Pem. Masalah

Kelompok Kontrol ... 169 Tabel 4.24 Analisis Proses Jawaban Kriteria (Baik, Cukup,)

Siswa Kemampuan Pem. Masalah Eksp. ... 172 Tabel 4.25 Analisis Proses Jawaban Kriteria (Baik, Cukup,)

Siswa Kemampuan Pem. Masalah Kontrol ... 172 Tabel 4.26 Rangkuman Hasil Analisis

Langkah-langkah Proses Jawaban Berpikir Kritis

Kelompok Eksperimen ... 180 Tabel 4.27 Rangkuman Hasil Analisis

Langkah-langkah Proses Jawaban Berpikir Kritis

Kelompok Kontrol ... 180 Tabel 4.28 Analisis Proses Jawaban Kategori (Baik, Cukup,)

Kelas Eksperimen ... 183 Tabel 4.29 Analisis Proses Jawaban Kategori (Baik, Cukup,)


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Contoh i Jawaban Pem. Masalah ... 8

Gambar 1.2 Contoh ii Jawaban Pem. Masalah ... 9

Gambar 1.3 Contoh iii Jawaban Pem. Masalah ... 10

Gambar 1.4 Contoh i Jawaban Berpikir Kritis ... 12

Gambar 1.5 Contoh ii Jawaban Pem. Masalah ... 12

Gambar 3.1 Alur Kerja Penelitian ... 112

Gambar 4.1 Mean dan St. Dev. Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Faktor Pembelaran ... 135

Gambar 4.2 Mean Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Siswa ... 136

Gambar 4.3 Mean Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Faktor Kemampuan Siswa dan Faktor Pembelajaran Siswa ... 138

Gambar 4.4 Mean Selisih Rataan Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Antara CTL dan PMB Berdasarkan Faktor Kemampuan Siswa ... 138

Gambar 4.5 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 147

Gambar 4.6 Mean dan St. Dev. Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Berdasarkan Faktor Pembelarannya ... 151

Gambar 4.7 Mean Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Siswa ... 153

Gambar 4.8 Mean Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Berdasarkan Faktor Kemampuan dan Faktor Pembelajaran Siswa... 154

Gambar 4.9 Mean Selisih Rataan Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Antara CTL dan PMB Berdasarkan Faktor Kemampuan Siswa ... 155

Gambar 4.10 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 164

Gambar 4.11 Proses Jawaban Siswa soal no. 1 Pemecahan Masalah Matematika ... 166

Gambar 4.12 Proses Jawaban Siswa soal no. 2 Pemecahan Masalah Matematik ... 167

Gambar 4.13 Proses Jawaban Siswa soal no. 3 Pemecahan Masalah Matematika ... 168

Gambar 4.14 Proses Jawaban Siswa soal no. 1 Berpikir Kritis Matematik ... 177


(19)

Gambar 4.15 Proses Jawaban Siswa soal no. 2

Berpikir Kritis Matematik ... 178 Gambar 4.16 Proses Jawaban Siswa soal no. 3


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : RPP Kelas Eksperimen... 209

Lampiran 2 : RPP Kelas Kontrol ... 253

Lampiran 3 : LAS ... 276

Lampiran 4 : Kisi-kisi Tes Pemecahan Masalah ... 310

Lampiran 5 : Butir Tes dan Kunci Jawaban Alternatif ... 311

Lampiran 6 : Kisi-kisi Tes Berpikir Kritis ... 316

Lampiran 7 : Butir Tes dan Kunci Jawaban Alternatif ... 317

Lampiran 8 : Laporan Hasil Validasi ... 321

Lampiran 9 : Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 328

Lampiran 10 : Data Kemampuan Awal Kelas Ekspreimen ... 343

Lampiran 11 : Data Kemampuan Awal Kelas Kontrol ... 345

Lampiran 12i : Skor Pretes Eksperimen Pem. Masalah ... 346

Lampiran 12ii : Skor Pretes Kontrol Pem. Masalah ... 348

Lampiran 12iii : Skor Postes Eksperimen Pemecahan Masalah ... 350

Lampiran 12iv : Skor Postes Kontrol Pemecahan Masalah ... 352

Lampiran 13i : Skor gain Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 354

Lampiran 13ii : Skor gain Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 356

Lampiran 14i : Skor Pretes Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 358

Lampiran 14ii : Skor Pretes Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 360

Lampiran 14iii : Skor Postes Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 362

Lampiran 14iv : Skor Postes Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 364

Lampiran 15i : Skor Gain Berpikir Kritis Matematik Kelas Eksperimen ... 366

Lampiran 15ii : Skor gain Berpikir Kritis Matematik Kelas Kontrol ... 368

Lampiran 16 : Analisis Data Kemamp awal ... 370

Lampiran 17 : Hasil UJI Normalitas Gain Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 372

Lampiran 18 : Uji Normalitas Gain Ternormalisasi berpikir Kritis Kelas Kontrol & Eksperimen ... 375

Lampiran 19i : Penggunaan perhitungan anava ... 378

Lampiran 19ii : Analisis Varians Dua Jalur ... 391

Lampiran 20i : Skor Pretes Pem. Masalah Kls Eksp. Untuk Menganalisis Butir Soal ... 394

Lampiran 20ii : Skor Pretes Pem. Masalah Kls Kontrol Untuk Menganalisis Butir Soal ... 397

Lampiran 20iii : Skor Pretes Berpikir Kritis Kls Eksp. Untuk Menganalisis Butir Soal ... 400

Lampiran 20iv : Skor Pretes Berpikir Kritis Kls Kontrol Untuk Menganalisis Butir Soal ... 403

Lampiran 21i : Skor Postes Pem. Masalah Kls Eksp. Untuk Menganalisis Butir Soal ... 408

Lampiran 21ii : Skor Postes Pem. Masalah Kls Kontrol Untuk Menganalisis Butir Soal ... 411

Lampiran 21iii : Skor Postes Berpikir Kritis Kls Eksp. Untuk Menganalisis Butir Soal ... 414 Lampiran 21iv : Skor Postes Berpikir Kritis Masalah Kls Kontrol


(21)

Untuk Menganalisis Butir Soal ... 417 Lampiran 22i : Skor Kriteria (Baik, Cukup,) Proses Jawaban

Postes Pem. Masalah Kls Eksp. ... 423 Lampiran 22ii : Skor Kriteria (Baik, Cukup,) Proses Jawaban

Postes Pem. Masalah Kls Kontrol ... 425 Lampiran 22iii : Skor Kriteria (Baik, Cukup,) Proses Jawaban

Postes Berpikir Kritis Kls Eksp. ... 427 Lampiran 22iv : Skor Kriteria (Baik, Cukup,) Proses Jawaban

Postes Berpikir Kritis Kls Kontrol ... 429 Lampiran 23 : Foto Dokumen Kegiatan Penelitian ... 432


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembaharuan pendidikan berkiblat pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu sebagai berikut (1), meningkatkan pemerataan dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang bersamaan dengan peningkatan mutu. (2), mengembangkan wawasan persaingan dan keunggulan bangsa Indonesia sehingga dapat bersaing secara global. (3), memperkuat keterkaitan pendidikan agar sepadan dengan kebutuhan pembangunan. (4), mendorong terciptanya masyarakat belajar. (5), merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan sekaligus masa depan. (6), merupakan sarana untuk memperkuat jati diri dalam proses industrialisasi dan mendorong terjadinya perubahan masyarakat Indonesia dalam memasuki era globalisasi di abad ke-21

Pendidikan matematika sebagai salah satu ilmu dasar dewasa ini telah berkembang pesat, baik isi materi maupun kegunannya. Hal ini dapat ditinjau dari banyaknya konsep-konsep matematika yang dapat diaplikasikan baik dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maupun dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi matematika merupakan kunci pembuka tabir rahasia alam. Dikatakan demikian karena matematika dengan objek abstrak beserta beberapa simbol serta gambaran-gambaran sebagai hasil abstraksi dan idealisasi, dipandang sebagai penata nalar, berpikir kritis, alat komputasi, dan alat komunikasi antar ilmuwan dan dapat memecahkan masalah (Sujono, 1988:11)


(23)

Secara umum, tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar bisa menghadapi perubahan kehidupan dan dunia yang selalu berkembang dan sarat perubahan, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, dan kritis. Juga untuk mempersiapkan siswa agar dapat bermatematika dalam kehidupan sehari-hari, mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS)

Karena sangat pentingnya matematika maka Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Tahun 2006 Tentang Standar Nasional Pendidikan ditandaskan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), menegaskan bahwa, tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika di jenjang SMP adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006:346).

Demikian juga kemajuan sains dan tehnologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari perantaraan matematika. Boleh dikatakan landasan utama sains dan tehnologi adalah matematika. Seiring dengan semakin berkembangnya kegunaan matematika, dalam perkembangan pembelajaran matematika juga mencuatnya isu yang menonjol adalah rendahnya kualitas pembelajaran dan hasil belajar matematika , kita juga tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa sampai sekarang masih banyak orang yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika.


(24)

Bahkan tidak jarang matematika dianggap ‘momok’ atau hantu yang menakutkan, yang sebisa mungkin dihindari. Sudah sering kita mendengar bahwa matematika kerapkali menjadi monster yang menakutkan bagi anak. Anak tidak suka belajar matematika, bahkan mendengar kata matematika saja, di benaknya seolah sudah tergambar sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan. Ada beberapa alasan yang sering disampaikan, berkaitan dengan ketakutan anak terhadap matematika yaitu karena sulitnya memahami konsep maupun masalah matematika, sulitnya merencanakan pemecahan matematika, sulitnya menyelesaikan masalah karena terbentur pada sulitnya merencanakan pemecahan masalah matematika dan terlebih-lebih dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh karena masalah sendiri tak terselesaikan dengan benar.

Marpaung (2004) menyatakan kualitas pendidikan matematika Indonesia dalam skala Nasional masih rendah, begitu pula Hadi (2005) walau sekolah-sekolah di tanah air sudah mempunyai pengalaman cukup lama dalam menerapkan mata pelajaran matematika, pada kenyataannya hasil yang dicapai masih jauh dari memuaskan. Sampai saat ini salah satu masalah dalam pembelajaran matematika yang sering dikeluhkan oleh para guru dan masyarakat adalah rendahnya hasil belajar siswa, keluhan yang sama terungkap dari hasil observasi kelas di SMP Fatima Sibolga yang menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran memiliki beberapa kendala seperti kurangnya keaktifan dan keterbukaan siswa dalam mengungkapkan gagasan serta permasalahan yang dihadapinya. Siswa juga kurang melakukan interaksi baik dengan guru maupun sesama siswa.

Arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Jihad (2008) mengatakan tujuan kompetensi dasar pemecahan masalah matematika adalah agar siswa dapat, (1). merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dan matematik; (2). menerapkan strategi untuk


(25)

menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika; (3). menjelaskan/menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal; (4). menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata; (5). menggunakan matematika secara bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ruseffendi, 2006:2) yang mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika sangat berguna bagi siswa pada saat mendalami matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bukan saja bagi mereka yang mendalami matematika, tetapi juga yang akan menerapkannya baik dalam bidang lain.

Jihad (2008) menuliskan dalam pengembangan kurikulum matematika, kompetensi dasar matematika adalah: Pemahaman, Pemecahan Masalah, Penalaran, Koneksi, dan Komunikasi Matematika. Kompetensi dasar pemecahan masalah matematika sebagai pendekatan pembelajaran, digunakan untuk: menemukan dan memahami materi/konsep matematika. Selanjutnya NCTM (2000, hal 52) berpendapat standar pemecahan masalah menyatakan bahwa semua siswa “membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah”. Pernyataan ini dengan jelas mengindikasikan bahwa pemecahan masalah harus dipandang sebagai sarana siswa mengembangkan ide-ide matematika. Mempelajari dan mengerjakan matematika sewaktu siswa menyelesaikan soal mungkin merupakan perbedaan yang paling signifikan dalam apa yang standar indikasikan dan merupakan cara yang paling mungkin untuk memperoleh pengalaman yang paling matematis.

Menurut Johnson (2010), membuat materi pelajaran menjadi problematik berarti membuat siswa untuk ingin tahu mengapa sesuatu demikian, menyelidiki soal, mencari solusi, dan menyelesaikan keganjilan-keganjilan yang ada dengan kata lain bahwa pendekatan terbaik untuk mengajar matematika adalah mengajar dengan tugas-tugas berbasis masalah. Mengajar dengan masalah mensyaratkan


(26)

para siswa mengubah fokus mereka dari mencari jawaban ke proses dan alasan bagaimana mereka memperoleh jawaban.

Selanjutnya Johnson (2010) menunjukkan bahwa pengajaran matematika harus digunakan untuk memperkaya, memperdalam, dan memperluas kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Menurut Sanjaya (2010:220) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Pemecahan masalah juga dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

Ditinjau dari pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa, pengetahuan awal juga dapat memberi andil kepada siswa dalam ketertarikan merespon suatu materi baru pada kegiatan pembelajaran. Seperti halnya pada pengalaman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, sebelum menyajikan materi baru terlebih dahulu diadakan beberapa pertanyaan menyangkut pengetahuan awal siswa sebagai pengetahuan pada materi prasyarat yang mengantar siswa dalam menghadapi materi baru yang akan dibelajarkan. Dari hasil pemantauan justru siswa yang memiliki pengetahuan awal yang memberi respon lebih baik dalam pembelajaran materi baru. Maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan awal juga menjadi salah satu faktor yang dapat membantu siswa dalam mendalami materi baru secara lebih baik.

Menurut Piaget dalam Dahar (1988) tiap siswa akan melalui 4 tahap perkembangan intelektual, yaitu: (1) tahap sensori-motor, (2) tahap pra operasional, (3) tahap operasional konkrit, dan (4) tahap operasi formal. Setiap tahap memiliki struktur-struktur psikologis tertentu dan khas yang menentukan cara berpikir siswa. Setiap struktur baru ditentukan dari rangkaian kemampuan sebelumnya dengan melibatkan pengelaman. Dahar (1988: 182) menyimpulkan


(27)

bahwa “Perkembangan intelektual merupakan suatu proses konstruksi yang aktif dan dinamis yang berlangsung dari bayi hingga bentuk-bentuk berpikir masa remaja”.

Faktor lain yang perlu digali dan masih erat hubungannya dengan pemecahan masalah matematika siswa adalah berpikir kritis siswa. Untuk membantu siswa agar dapat mengfungsikan berpikir kritis dengan baik atau membantu siswa mengembangkan potensi intlektual mereka maka siswa perlu dihadapkan dengan kegiatan-kegiatan pemecahan masalah yang membutuhkan proses berpikir serta memahami tentang jenis-jenis berpikir dengan baik, (Sizer, 1992) mengatakan, menggunakan keahlian berpikir kritis dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam konteks yang benar mengajarkan kepada siswa ”kebiasaan berpikir yang mendalam, kebiasaan menjalani hidup dengan pendekatan yang cerdas, seimbang, dan dapat dipertanggungjawabkan”.

Surya (2011:131) mengatakan, berpikir kritis mencakup keterampilan analisis seperti membuat penafsiran, mengurai, mengevaluasi melalui pengamatan informasi atau pendapat (argumentasi). Melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar, mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut.

Berpikir kritis melatih siswa dalam melakukan kegiatan membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, berdiskusi, menganalisis dan berargumentasi, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Menganalisis yang kritis dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu masalah.

Guru harus mendorong siswa untuk meneliti masalah-masalah yang telah dipilih untuk didiskusikan. (Ackoff, 1991), serta CTL mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam


(28)

dunia nyata. Siswa harus memiliki kesempatan sesering mungkin untuk memformulasikan, menyentuh, dan menyelesaikan masalah-masalah kompleks yang mensyaratkan sejumlah usaha yang bermakna dan harus mendorong siswa untuk berani merefleksikan pikiran mereka. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi original. Johnson (2010) mengatakan, Apabila siswa diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang lebih tinggi di setiap tingkat kelas, pada akhirnya mereka akan terbiasa membedakan antara kebenaran dan kebohongan, penampilan dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan dan keyakinan.

Proses jawaban siswa terkait dalam kemampuan pemecahan masalah matematika, berpikir kritis siswa terhadap matematika merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan kognitif siswa dan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Akan tetapi pada kenyataannya, di lapangan guru masih belum memanfaatkan pemecahan masalah sebagai target yang harus dimiliki siswa dalam kemampuan memecahkan masalah matematika, siswa sering sekali tidak memahami makna yang sebenarnya dari suatu permasalahan, siswa hanya mempelajari prosedur mekanistik yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Kesulitan atau kesalahan yang sering dialami siswa adalah pada strategi proses dan perhitungan. Pengalaman peneliti dari hasil belajar matematika siswa SMP Fatima Sibolga sampai saat ini masih ada sekitar 85% dari seluruh siswa belum memperlihatkan hasil yang baik. Sebagai contoh terlihat dari jawaban siswa tentang suatu soal yang mengukur proses maupun pemecahan masalah matematika siswa di kelas VIII.3 tahun pelajaran 2010/2011 sebagai berikut:


(29)

Sebuah pabrik roti menggaji seluruh karyawannya Rp100.000;00 tiap

hari. Biaya bahan baku untuk tiap roti adalah Rp600;00. Harga jual tiap

roti Rp1.100;00. Berapakah banyak roti yang harus terjual tiap hari agar

pendapatan sama dengan pengeluaran?

Dari hasil yang diperoleh ternyata dari 40 siswa, ternyata hanya 5 atau 12,5% dari siswa memahami masalah selengkapnya dan melaksanakan proses yang tepat sehingga mendapat solusi atau hasil yang benar, 4 atau 10% dari siswa memahami masalah selengkapnya dan melaksanakan proses yang tepat tetapi ada salah sedikit perhitungan. 31 siswa menjawab salah dengan beragam jawaban sebagai berikut.

i) 16 atau 40% siswa yang menjawab salah ragam pertama,

Gambar 1.1 Contoh jawaban siswa yang salah cara pertama pada kemampuan pemecahan masalah

Dari jawaban siswa yang salah ragam pertama di atas menunjukkan bahwa siswa tidak memahami konsep masalah, terlihat dari struktur dan perhitungan siswa tidak memahami bahwa hubungan banyak bahan baku roti dengan banyaknya roti yang harus terjual adalah sama dan merupakan hal yang ditanya, maka keduanya dapat disimbolkan dengan variabel x sehingga siswa tak mampu merencanakan penyelesaian masalah di atas yaitu siswa tak mampu menunjukkan hubungan

000 . 100 600

1100xx . Oleh karena tahap pemahaman dan perencanaan tak dikuasai maka hasil dari tahap penyelesaian masalah menjadi salah.


(30)

ii) 12 siswa yang menjawab salah ragam kedua,

Gambar 1.2 Contoh jawaban siswa yang salah cara pertama pada kemampuan pemecahan masalah

Dari jawaban yang salah ragam kedua di atas, juga siswa menunjukkan bahwa sama sekali tak memahami masalah, tak mampu merencanakan masalah, juga tak mampu menyelesaikan masalah secara benar, tak memahami penguasaan materi bersyarat yang diperoleh di kelas VII bahwa keuntungan adalah harga jual dikurangi modal, maka siswa tak mampu menunjukkan hubungan

000 . 100 600

1100xx sehingga tak mampu merencanakan penyelesaian suatu persamaan dengan benar artinya siswa salah menginterpretasi sebagian soal, mengabaikan kondisi soal, menggunakan prosedur yang benar tetapi mengarah ke jawaban yang salah, secara prosedur dan perhitungan siswa mencoba-coba dan waktu mencoba pertama kali ternyata salah atau mencoba menyusun suatu persamaan yang tidak dapat diselesaikan dengan benar karena salah struktur.

iii) 3 siswa yang menjawab salah ragam ketiga,


(31)

Gambar 1.3 Contoh jawaban siswa yang salah cara pertama pada kemampuan pemecahan masalah

Dari jawaban siswa yang salah ragam ketiga, sama sekali siswa tak memahami konsep masalah, tak memahami hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanya, artinya sama sekali salah menginterpretasi soal dan menggunakan strategi yang tidak benar, tak mampu merencanakan penyelesaian masalah apalagi dalam menyelesaikan masalah.

Alternatif jawaban soal pemecahan masalah di atas adalah sebagai berikut,

Ditinjau dari kelengkapan teks soal, teks soal cukup Diketahui: Gaji kryawan = Rp100.000/hari

Biaya bahan baku roti = Rp600/roti Harga jual Roti = Rp1.100/roti

Ditanya :

Berapakah banyak roti yang harus terjual tiap hari agar

pendapatan sama dengan pengeluaran?

Cara menghitung berapakah banyak roti yang harus terjual tiap hari agar

pendapatan sama dengan pengeluaran adalah sebagai berikut,

misalkan banyak bakal roti = banyak roti yang dijual

x

Sehingga, harga bakal roti

600x

rupiah

Harga roti terjual

1.100 x

rupiah

Artinya :

1.100 x  600 x 100.000

Penyelesaian:

200 500 100000 100000 500 100000 600 1100 000 . 100 600 100 . 1        x x x x x x

Jadi banyak roti yang harus terjual tiap hari agar pendapatan sama dengan

pengeluaran adalah 200 buah roti

Kalau diperiksa kembali : Substitusikan

x200

pada persamaan,

000 . 100 600 100 .

1 xx

,

yaitu:

 

sama

x x 100000 100000 100000 120000 220000 100000 200 600 200 1100 000 . 100 600 100 . 1         


(32)

Secara keseluruhan jumlah siswa yang menjawab salah adalah 35 orang sama dengan 77,5%. Maka dapat disimpulkan kemampuan siswa tentang pemecahan masalah matematika masih rendah.

Soal berikut merupakan contoh kasus proses kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas VIII(2),

Sebuah mobil dan satu sepeda motor berangkat bersamaan dan menempuh jarak yang sama. Kecepatan mobil 60 km/jam sedangkan sepeda motor 45 km/jam. Jika sepeda motor tiba di tempat tujuan 2 jam setelah mobil tiba, berapakah waktu yang diperlukan mobil dan berapa waktu yang diperlukan sepeda motor?

Soal ini diberikan kepada 37 siswa, 5 atau 13,5% siswa menjawab benar, dan 32 siswa lainnya menjawab salah. Contoh jawaban dari 32 siswa yang menjawab salah adalah,

i) Jawaban salah 17 siswa ragam pertama:

Gambar 1.4 Contoh jawaban siswa yang salah cara pertama pada kemampuan berpikir kritis matematik siswa

Dari jawaban itu menunjukkan, bahwa siswa sama sekali tak mampu mengkaji memahami konteks orientasi permasalahan sehingga siswa tak mampu berpikir kritis kecepatan mobil dengan sepeda motor berbeda maupun dalam membuat symbol kecepatan keduanya berbeda namum berhubungan, tak mampu menuliskan model persamaan dari hubungan antara kecepatan mobil dengan kecepatan sepeda motor, tak berpikir kritis bahwa penulisan model 7,5. 2 9,5

2 15

   

x adalah


(33)

tak mampu berorientasi mengenali masalah, menilai informasi dari masalah maupun tak mampu menarik kesimpulan dari permasalahan.

ii) Jawaban siswa ragam kedua:

Gambar 1.5 Contoh jawaban siswa yang salah cara pertama pada kemampuan berpikir kritis matematik siswa

Dari jawaban itu menunjukkan, sama halnya dengan jawaban siswa salah cara kedua bahwa siswa sama sekali tak mampu mengkaji memahami konteks orientasi permasalahan sehingga siswa tak mampu berpikir kritis kecepatan mobil dengan sepeda motor berbeda maupun dalam membuat symbol kecepatan keduanya berbeda namum berhubungan, tak mampu menuliskan model persamaan dari hubungan antara kecepatan mobil dengan kecepatan sepeda motor, tak berpikir kritis bahwa penulisan =

jam jam km

2 / 2700

= 135 km/jam tak bermakna. Alternatif jawaban soal berpikir kritis di atas adalah

Setelah soal disimak diperoleh

Diketahui: mobil dan sepeda motor bersamaan berangkat kecepatan mobil 60

km

Kecepatan sepeda motor

45

km

Mobil lebih cepat tiba

2

jam

Ditanya, berapakah waktu yang diperlukan mobil dan berapa waktu yang diperlukan sepeda motor

Dengan mencari hubungan antara yang diketahui dan yang ditanya diperoleh mobil 2 jam lebih cepat tiba dibanding dengan sepeda motor. Sehingga diperoleh. Waktu dikali kecepatan mobil = waktu sepeda motor dikali kecepatannya


(34)

6 15 90 90 15 90 45 60 90 45 60 45 2 60          x x x x x x x

Kesimpulannya : Waktu mobil = 6 jam

Waktu sepeda motor = 6 + 2 = 8 jam

Jumlah siswa yang menjawab salah pada masalah ini adalah 32 dari 37 siswa sama dengan 86,4%. Jadi dapat disimpulkan kemampuan berpikir kritis dalam menarik kesimpulan benar dari suatu permasalahan matematika siswa masih rendah.

Proses pembelajarandimulai dengan masalah nyata, menggunakan aktivitas matematisasi horizontal dan vertikal. Pada aktivitas matematisasi horizontal siswa menggunakan matematika sehingga dapat membantu mereka mengorganisasi, mengkonstruksi dan menyelesaikan suatu masalah yang terdapat pada situasi nyata. Pada matematisasi vertikal proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri. Misalnya mempresentasikan hubungan-hubungan dalam rumus, menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda merumuskan model matematika yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis dalam mengambil kesimpulan ataupun menggeneralisasi.

Menurut pendapat Trianto (2008) yang mengatakan, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran konvensional, di mana suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak merepotkan karena tidak memerlukan alat dan bahan praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain, selanjutnya


(35)

memberikan PR. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Sejalan dengan pendapat Hamzah (Rusman: 2010) mengemukan bahwa, (1) guru kurang menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan self regulated dalam belajar pada diri siswa untuk berkembang, (2) guru tidak selalu mengarahkan siswa mengajukan masalah, atau pertanyaan atau memperluas masalah, (3) guru kurang menyediakan beberapa situasi masalah yang berbeda-beda, berupa informasi tertulis, benda manipulatif, gambar atau yang lainnya, (4) guru kurang dapat memberikan masalah yang berbentuk open-ended, (5) guru kurang dapat memberikan contoh cara merumuskan dan mengajukan masalah dengan beberapa tingkat kesukaran, tingkat kesulitan pemecahan masalah, (6) guru kurang mampu menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pelajaran yang berbentuk dialog antara siswa mengenai materi pelajaran dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru (peer teaching).

Selanjutnya Sanjaya (2008) mengatakan, (1) guru belum sepenuhnya menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, akan tetapi bagaimana cara siswa mempelajarinya, (2) guru belum mampu mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang akan digunakan, (3) guru belum mampu membantu, agar siswa belajar untuk melihat hubungan antarbagian yang dipelajari, artinya siswa harus mampu mengorganisasi yang apa yang mereka pelajari, (4) guru kurang dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki, artinya informasi baru akan dapat ditangkap lebih mudah oleh siswa, manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki, (5) dengan aktifitas mental siswa harus secara aktif merespons


(36)

apa yang mereka pelajari, (6) dalam pembelajaran guru kurang mampu membangun proses berpikir siswa dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-menerus mengarahkan siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada akhirnya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri, (7) guru tidak menguasai model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir siswa yaitu model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya yakni sisi proses dan hasil belajar, pada proses belajar siswa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir sedangkan pada sisi hasil belajar siswa diarahkan untuk mengostruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru.

Perlu dicari solusi pendekatan pembelajaran yang dapat mengakomodasi peningkatan pemecahan masalah, proses berpikir, terhadap matematika. Komarudin dalam Trianto (2008) tentang perubahan paradigma pembelajaran untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan mengatakan:

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran matematika adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered), metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi konteksyual. Maka guru harus mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan siswa secara konkrit dan mandiri.

Untuk merealisasikan reformasi pembelajaran matematika seperti yang dikemukakan di atas, diperlukan suatu pengembangan materi pembelajaran matematika yang dapat menyentuh kehidupan siswa, sesuai dengan tahap kemampuan pemecahan masalah matematika dan tahap berpikir siswa, serta metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran yang tidak hanya bertujuan pada perolehan nilai tes akhir. Pendekatan belajar Contextual Teaching


(37)

and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru dan siswa dalam mengaitkan materi pelajaran yang diajar kan/dipelajari dengan situasi nyata di lingkungan belajarnya. Trianto (2008) mengatakan:

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan merupakan suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan konten materi ajar dengan situasi-situasi dunia nyata dan memotifasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Dengan kata lain CTL adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan erat dengan pengalaman sebenarnya.

Hal yang senada Trianto (2008) mengatakan: pembelajaran CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan.

Siswa sangat diharapkan memiliki pengalaman belajar yang aplikatif, tentu saja dalam hal ini diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba dan mengalami sendiri (learning to do) yang menekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya.

Contextual teaching and learning enables students to connect the content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discover meaning. It enlarges their personal context furthermore, by providing students with fresh experience stimulate the brain to make new connection and consecuently, to discover new meaning” Rusman (2011).

(CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru) Rusman (2011).

Sementara itu, Rusman (2011:189) mendefinisikan CTL sebagai berikut: “Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others.”

(CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan


(38)

akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama).

Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak positip dari implementasi kontekstual di sekolah yaitu meningkatkan hasil belajar siswa baik kognitif, afektif, maupun psikomotor, membuat siswa aktif selama pembelajaran, serta pembelajaran menjadi lebih efektif. Trianto (2008) mengalami langsung keampuhan CTL untuk mengubah sikap siswa, telah banyak siswa terbantu mencapai sasaran yang jauh melampaui harapan mereka sendiri dengan menggunakan CTL. Seperti penelitian Sumarna (2008) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan CTL berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil penelitian Juwita (2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran CTL lebih efektif dibandingkan

pembelajaran konvensional. Berdasarkan hal-hal tersebut, dirasakan perlu upaya

mengungkap apakah CTL ada ”Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Berpikir Kritis Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uaraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah dalam pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa

2. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa 3. Rendahnya kemampuan proses berpikir kritis siswa.

4. Guru mengajar matematika dengan metode yang tidak menarik 5. Aktivitas belajar matematika bersifat monoton


(39)

Berdasarkan masalah yang teridentifikasi dan terbatasnya kemampuan peneliti, maka perlu pembatasan masalah dalam penelitian ini:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah 2. Kemampuan proses berpikir kritis matematik siswa masih rendah

3. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dan penerapan pendekatan konvensional atau pembelajaran matematika biasa (PMB).

4. Objek dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VII sekota Sibolga dengan materi ajar ‘Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel’

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah maka rumusan masalah yang dikemukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut,

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika biasa (PMB)?

2. Apakah kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika biasa (PMB)?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CTL dan PMB) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?


(40)

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CTL dan PMB) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap berpikir kritis matematik siswa?

5. Bagaimana proses penyelesaian yang dibuat siswa untuk menyelesaikan masalah dalam kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran (CTL dan PMB)?

6. Bagaimana proses penyelesaian yang dibuat siswa untuk menyelesaikan masalah dalam kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran (CTL dan PMB)?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh pendekatan pembelajaran CTL dan PMB terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan berpikir kritis matematik siswa Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa. 2. Untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CTL dan PMB) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(41)

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CTL dan PMB) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

5. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian yang dibuat siswa untuk menyelesaikan masalah dalam kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran (CTL dan PMB)

6. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian yang dibuat siswa untuk menyelesaikan masalah dalam kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran (CTL dan PMB)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang menjadi masukan berarti bagi pembaharuan kegiatan pembelajaran yang dapat memperbaiki cara guru mengajar di kelas, khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan proses berpikir matematik siswa antara lain:

1. Diharapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat menjadi pendorong siswa untuk lebih siap dalam belajar matematika serta dapat berpengaruh untuk lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika

2. Diharapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat memacu siswa untuk lebih berpikir kritis

3. Menjadi acuan dan sebagai alternatif bagi guru matematika dalam penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL untuk peningkatan kemampuan pemecahan matematika siswa

4. Sebagai alternatif bagi guru matematika dalam penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL dalam memacu siswa untuk berpikir lebih kritis


(42)

5. Memberi informasi sejauh mana perbedaan pengaruh kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran CTL dan siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa (PMB)

6. Memberi informasi sejauh mana perbedaan proses berpikir antara siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran CTL dan siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa (PMB)

7. Memberi informasi apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CTL dan PMB) dan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

8. Memberi informasi apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (CTL dan PMB) dan kemampuan awal terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

9. Sebagai bekal bagi peneliti untuk membangun pengalaman dalam mencari pendekatan pembelajaran yang tepat, guna membantu meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika.

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah. Agar makna dan interpretasi terhadap istilah tersebut sesuai yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi operasional dari istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin serta tidak terlepas dari empat tahapan yaitu, (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan tahapan kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back)


(43)

2. Kemampuan berpikir kritis matematik adalah kemampuan membuat keputusan-keputusan yang masuk akal mengenai suatu informasi yang diyakini kebenaraanya, (1) Mengidentifiksi masalah, (2) Memformulasi masalah, (3) Menilai informasi (judging informations), (4) Menarikan kesimpulan (drawing conclusion)

3. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran CTL adalah prosedur pelaksanaan kegiatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka yang memiliki karakteristik dengan tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya, serta menggunakan teori-teori belaja yang relevan, saling terkait dan terintegrasi dengan topic pembelajaran lainnya.

4. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa adalah kegiatan pembelajaran matematika di mana siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif dengan prosedur sebagai berikut: (1) guru memberi kesempatan kepada siswa membaca teks materi yang akan diajarkan, (2) guru menjelaskan materi pelajaran serta memberi contoh penyelesaian soal, (3) siswa diberikan kesempatan bertanya,(4) siswa mengerjakan latihan, (5) guru dan siswa membahas latihan,(6) guru memberikan tugas rumah.

5. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Klasifikasi kemampuan matematika siswa dalam suatu kelas (kontol atau eksperimen) yang dibentuk berdasarkan nilai tengah


(44)

semester matematika pada semester ganjil yang terdiri dari tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, rendah.

6. Proses jawaban siswa adalah hasil analisis proses penyelesaian masalah pada lembar hasil kerja siswa tentang kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa meliputi persentase peraspek dan persentase perkategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang).


(45)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL), diperolehbeberapakesimpulan yang merupakanjawabanataspertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa (PMB).

2. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa (PMB)

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (CTL dan PMB) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (CTL dan PMB) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

5. Persentase siswa dari hasil analisis proses penyelesaian jawaban siswa pada kategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang) aspek kemampuan pemecahan masalah yang memperoleh pembelajaran CTL > persentase siswa dari kategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang)aspek kemampuan


(46)

pemecahan masalah yang memperoleh pembelajaran PMB dengan perbedaan persentase kategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang) berturut-turut yaitu pada kategori baik (MM = 17,67%., MP = 10,10%, SM = 13,63%, MK = 16,26%), pada kategori cukup (MM = 1,0%., MP = 24,24%, SM = 7,57%, MK = 10,10%), pada kategori kurang (MM =

21,21%., MP = 31,31%, SM = 8,09%, MK = 16,16%), dan pada kategori sangat kurang (MM  3,03%, MP 3,03%, SM 5,05%, MK

9,60%)

6. Persentase siswa dari hasil analisis proses penyelesaian jawaban siswa pada kategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang) aspek kemampuan berpikir kritis yang memperoleh pembelajaran CTL > persentase siswa dari kategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang) aspek kemampuan berpikir kritis yang memperoleh pembelajaran PMB dengan perbedaan persentase kategori (baik, cukup, kurang, sangat kurang) berturut-turut adalah pada kategori baik (ID = 25,44%., FM = 10,1%, MM = 13,64%, MK = 11,11%), pada kategori cukup (ID = 2,02%., FM = 37,37%, MM = 24,75%, MK = 9,60%), pada kategori kurang (ID = 21,21%., FM   45,97%, MM = 37,13%, MK = 19.19%), dan pada kategori sangat kurang (ID = 1,52%., FM =

1,52%, MM = 1,52%, MK = 1,52%).

5.2. Implikasi

Fokus utama pada penelitian ini adalah pengaruh dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa melalui pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan CTL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL secara signifikan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir


(47)

kritis matematik bagi siswa sekolah menengah pertama. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL merupakan solusi yang bijak bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik. Pengaruh pendekatan CTL pada proses pembelajaran adalah karena pendekatan CTL tersebut lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam menambah pengalaman belajarnya. Pendekatan CTL memunculkan sikap aktif dan kreatif siswa, terutama dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan, berdiskusi dengan teman sesame kelompok, sehingga siswa berani mengemukakan pendapat atau bertanya kepada guru. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan sehingga efektifitas pembelajaran dapat tercapai.

Dengan memperhatikan kondisi pendidikan dasar saat ini, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu altematif untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Oleh karena itu kepada guru matematika pada sekolah menengah pertama diharapkan memiliki pengetahuan teoritis maupun keterampilan menggunakan pendekatan CTL dalam proses pembelajaran.

Berikut ini beberapa implikasi yang perlu mendapat perhatian bagi guru sebagai akibat dan pelaksanaan proses pembelajaran dengan pendekatan CTL antara lain: 1. Mampu menumbuhkan dan memunculkan sikap aktif dan kreatif siswa, berani

mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain.

2. Diskusi yang merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik. Secara lisan melaluli pendekatan CTL mampu menimbulkan suasana belajar yang dinamis, demokratis dan dapat menumbuhkan rasa senang terhadap matematika. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, serta fasilitator membawa konsekuensi bagi guru lebih mengetahui kelemahan dan kekuatan dan bahan ajar serta


(48)

karakteristik siswa. Jika hal ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan disosialisasikan kepadasesama guru maka akan membawa dampak yang lebih positif terhadap perkembangan pendidikan dimasa yang akan datang.

3. Peran guru sebagai teman dalam belajar, mediator, serta fasilitator membawa konsekuensi bagi guru lebih mengetahui kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik siswa. Jika hal ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan disosialosasikan kepada sesame guru maka akan membawa dampak yang lebih positif terhadap perkembangan pendidikan dimasa yang akan datang.

5.3. Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL ini, masih merupakan langkah awal dan upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Namun telah terasa dampaknya pada penampilan dan aktivitas siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan salah satu alternative bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran matematika.

b. Dalam menerapkan pembelajaran CTL hendaknya membuat suatus kenario yang matang, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak perlu, khususnya menentukan benda-benda yang real disekitar agar tidak terjadi miskonsepsi.


(49)

c. Pembelajaran dengan pendekatan CTL hendaknya diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari.

d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang kondusif memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya dank reatif.

e. Sebaiknya guru membiasakan siswanya untuk lebih berlatih melakukan pemecahan masalah dalam belajar matematik yang menuntut siswa untuk mengaplikasikan matematika ke benda-benda nyata yang ada di sekelilingnya menjadi model untuk lebih memahami dan menghidupkan interaksi sesame siswa serta dapat mengaitkan dengan ilmu yang lain.

f. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematik dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri, kreatif.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan pendekatan CTL, masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.


(50)

3. Kepada peniliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Amir, M. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Prenada Media Group.

Arends. (2008). Learning to Teach 1. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR Arends. (2008). Learning to Teach 2. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Agung, (2010). Panduan SPSS 17.0 Untuk Mengolah Penelitian Kuantitatif. Jogyakarta: Garailmu.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta AV Publisher.

De Walle, J. (2006). Sekolah Dasar & Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran Jilid 1. Jakarta: Erlangga

De Walle, J. (2006). Sekolah Dasar & Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Ennis, R.H. (1996) Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Fathani, A. (2008). Matematika Hakikat dan Logika. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Hamid, K. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: ISBN

Hall, E. (2008). Mengajar Dengan Senang Menciptakan Perbedaan Dalam Pembelajaran Siswa. Jakarta: PT. INDEKS

Jihad, A. (2008).Pengembangan Kurikulum Matematika (Tinjauan Teoritis dan Historis). Yogyakarta: Multi Pressindo.

Johnson, E. (2010). Contextual teaching & Learning.Bandung: Kaifa. Joyce, (2009). Models of Teaching. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Kusnandar, (2009). Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Lwin, cs. (2008).How to Multiply Your Child’s Intelligence. ISBN: PT Indeks. Muchith, S. (2008).Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL Media Group. Muslich, M. (2009). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Mattew, H. O. (2008). Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Prenada Media Group.


(1)

karakteristik siswa. Jika hal ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan disosialisasikan kepadasesama guru maka akan membawa dampak yang lebih positif terhadap perkembangan pendidikan dimasa yang akan datang.

3. Peran guru sebagai teman dalam belajar, mediator, serta fasilitator membawa konsekuensi bagi guru lebih mengetahui kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik siswa. Jika hal ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan disosialosasikan kepada sesame guru maka akan membawa dampak yang lebih positif terhadap perkembangan pendidikan dimasa yang akan datang.

5.3. Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL ini, masih merupakan langkah awal dan upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Namun telah terasa dampaknya pada penampilan dan aktivitas siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan salah satu alternative bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran matematika.

b. Dalam menerapkan pembelajaran CTL hendaknya membuat suatus kenario yang matang, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak perlu, khususnya menentukan benda-benda yang real disekitar agar tidak terjadi miskonsepsi.


(2)

c. Pembelajaran dengan pendekatan CTL hendaknya diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari.

d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang kondusif memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya dank reatif.

e. Sebaiknya guru membiasakan siswanya untuk lebih berlatih melakukan pemecahan masalah dalam belajar matematik yang menuntut siswa untuk mengaplikasikan matematika ke benda-benda nyata yang ada di sekelilingnya menjadi model untuk lebih memahami dan menghidupkan interaksi sesame siswa serta dapat mengaitkan dengan ilmu yang lain.

f. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematik dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri, kreatif.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan pendekatan CTL, masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematik siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.


(3)

3. Kepada peniliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Amir, M. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Prenada Media Group.

Arends. (2008). Learning to Teach 1. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR Arends. (2008). Learning to Teach 2. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Agung, (2010). Panduan SPSS 17.0 Untuk Mengolah Penelitian Kuantitatif. Jogyakarta: Garailmu.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta AV Publisher.

De Walle, J. (2006). Sekolah Dasar & Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran Jilid 1. Jakarta: Erlangga

De Walle, J. (2006). Sekolah Dasar & Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Ennis, R.H. (1996) Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Fathani, A. (2008). Matematika Hakikat dan Logika. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Hamid, K. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: ISBN

Hall, E. (2008). Mengajar Dengan Senang Menciptakan Perbedaan Dalam Pembelajaran Siswa. Jakarta: PT. INDEKS

Jihad, A. (2008).Pengembangan Kurikulum Matematika (Tinjauan Teoritis dan Historis). Yogyakarta: Multi Pressindo.

Johnson, E. (2010). Contextual teaching & Learning.Bandung: Kaifa. Joyce, (2009). Models of Teaching. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Kusnandar, (2009). Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Lwin, cs. (2008).How to Multiply Your Child’s Intelligence. ISBN: PT Indeks. Muchith, S. (2008).Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL Media Group. Muslich, M. (2009). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Mattew, H. O. (2008). Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Prenada Media Group.


(5)

Masykur, cs. (2007). Mathematical Intelligence Cara Cerdas Melatih Otakdan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Jogjakarta: AR – RUZZ Media.

MKPBM, Tim. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI

Masidjo. (2006). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.

MKPBM, Tim. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja ROSDAKRYA

Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidiksn. Bandung: IKIP Bandung Press

Reksoatmodjo. (2009). Statistika Eksperimen Rekayasa. Bandung: PT Refika Aditama.

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Sanjaya, Hermanto. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Sanjaya. (2008). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Grup.

Sanjaya, W. (2008).Kurikulum Dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Jakarta: Kencana.

Sanjaya. (2010). Steategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.

Sardiman. (2010). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Soedjadi, (2007). Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah, Pusat Sains dan Matematika Sekolah. Surabaya: Unesa

Surahman, cs. (1983).Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito

Sudjana, (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sujianto, (2009). Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

Susetyo. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian Dilengkapi Cara Perhitungan dengan SPSS dan MS Office Excel. Bandung: PT Refika Aditama. Setyosari.(2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana

Surya.(2011). Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar. Jakarta: Elex Media Komputindo

Tim Instruktur PLPG, (2008). Materi Pendidikan dan Latihan Profeasi Guru. Rayon 2 UNIMED

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). ISBN: PT Leuser Cita Pustaka

Trianto. (2008). Mendesain Pembelajaran Kontekstual (CTL). Jakarta: Publisher Wena, M. (2009).Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. BumiAksra. Wenger. (2011). Beyond Teaching and Learning. Bandung: NUANSA.


Dokumen yang terkait

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Pengaruh model process oriented guided inquiry learning (pogil) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

11 94 302

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 2 46

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PAGAR MERBAU T.A 2015/2016.

0 2 27

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP SWASTA AR-RAHMAN MEDAN.

0 2 27

PENGARUH PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 3 24

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

1 3 40

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SEKOLAH DASAR.

1 8 51

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 4 44

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SELF-EFFICACY MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN PENGGUNAAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK.

1 6 69