PERAN PENEGAK HUKUM DALAM PENERAPAN HUKUM ADAT PIDANA MINANGKABAU TERHADAP KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG LALU LINTAS NOMOR 22 TAHUN 2009 DAN UND.

ABSTRAK
PERAN PENEGAK HUKUM DALAM PENERAPAN HUKUM ADAT PIDANA
MINANGKABAU TERHADAP KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS
YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG BERDASARKAN UNDANGUNDANG LALU LINTAS NOMOR 22 TAHUN 2009
DAN UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 1 TAHUN 1951
RAHMI DWI PUTRI
110111100133
Pelanggaran terhadap hukum pidana memiliki konsekuensi harus
diadili oleh negara. Tetapi di Kota Padang Sumatera Barat, masyarakat lebih
memilih untuk mengenyampingkan penyelesaian dengan sistem peradilan
pidana nasional dan lebih memilih penyelesaian di luar pengadilan termasuk
dengan mekanisme hukum adat, padahal kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan matinya orang telah jelas diatur di dalam Pasal 310 ayat (4)
UULLAJ sehingga hal ini bertentangan dengan tujuan kepastian hukum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peran
penegak hukum dalam penerapan hukum adat pidana Minangkabau dalam
kasus kecelakaan yang menyebabkan matinya orang, serta untuk
mengetahui dan menganalisis putusan adat terhadap kasus kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan matinya orang tidak menjadi alasan penghentian
penuntutan berdasarkan Pasal 76 KUHP.
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode

pendekatan yuridis normatif yang menitikberatkan pada penggunaan data
sekunder, serta spesifikasi penelitian yang digunakan adalah dengan
deskriptif analitis yaitu memaparkan tentang peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta teori hukum yang perlu untuk diterapkan dalam mencapai
kepastian hukum terhadap permasalahan yang diangkat penulis. Analisis
data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa, peran polisi
sebagai penegak hukum dalam penerapan hukum adat pidana Minangkabau
ini menggunakan kewenangan diskresi yang mereka miliki, kemudian jaksa
walaupun tidak memiliki kewenangan diskresi tetapi dapat menjadikan
kesepakatan perdamaian untuk menjadi pertimbangan dalam membuat
tuntutan dan hakim dapat menjadikan kesepakatan perdamaian tersebut
sebagai pertimbangan dalam memutus perkara. Selanjutnya, bahwa
terhadap putusan adat dalam kasus kecelakaan lalu lintas tidak dapat
menjadi alasan penghentian penuntutan berdasarkan Pasal 76 KUHP karena
peradilan adat tidak diakui sebagai peradilan yang menjalankan kekuasaan
kehakiman di Indonesia.

iv