Sifat komposit berpenguat serat buah pinang dengan fraksi volume serat 4%, 6%, 8%, dan 10%

(1)

i

SIFAT KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT BUAH PINANG

DENGAN FRAKSI VOLUME SERAT

4%, 6%, 8% DAN 10%

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin

Oleh

ALBERTUS GILANG KRISTIAN NIM : 135214024

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

ii

PROPERTIES OF BETEL NUT FIBER REINFORCED

COMPOSITE WITH VOLUME FRACTION

4%, 6%, 8% AND 10%

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement

to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering

By

ALBERTUS GILANG KRISTIAN Student Number : 135214024

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGI FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2017


(3)

iii

SKRIPSI


(4)

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 13 juli 2017


(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Albertus Gilang Kristian Nomor Mahasiswa : 135214024

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

Sifat Komposit Berpenguat Serat Buah Pinang Dengan Fraksi Volume Serat 4%, 6%, 8% Dan 10%.

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 13 juli 2017

Yang menyatakan,


(7)

vii

INTISARI

Pohon pinang merupakan tumbuhan yang banyak terdapat di daerah dengan iklim tropis. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan terdapat banyak tumbuhan pinang. Pemanfaatan tumbuhan pinang masih belum optimal dan kurang memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat khususnya petani pinang. Pada penelitian ini penulis membuat komposit berpenguat serat buah pinang dengan menggunakan resin epoxy sebagai matriks atau pengikat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Sifat komposit khususnya sifat mechanic dari komposit berpenguat serat buah pinang dengan fraksi volume serat 4%, 6%, 8% dan 10%.

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan serat buah pinang yang disusun secara acak, resin epoxy sebagai pengikat, miror glaze sebagai release agent. Komposit dibuat dengan menggabungkan 4% serat dan 96% resin epoxy hingga seterusnya sampai 10% serat dan 90% resin epoxy di dalam cetakan kaca berukuran 30 mm x 20 mm x 5 mm. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengujian tarik pada setiap benda uji komposit dengan ASTM D638-14.

Dari penelitian ini didapatkan nilai tegangan komposit rata-rata terbesar terdapat pada variasi fraksi volume serat 6% dengan nilai 3,701 kg/mm² atau 36,31 MPa dan nilai kekuatan tarik rata-rata terkecil pada presentasi volume 8% dengan nilai 3,223 kg/mm2 atau 31,62 MPa. Nilai regangan rata-rata terbesar terdapat pada presentasi volume serat 4% dengan nilai 2,87% dan yang terendah pada presentasi volume 8% dengan nilai 2,27%. Sedangkan nilai modulus rata-rata terbesar terdapat pada komposit berpenguat serat pinang 10% dengan nilai 15,16 MPa.


(8)

viii

ABSTRACT

Betel nut is a plant widely found in areas with a tropical climate. Indonesia is a tropical country and there are many betel nut plant. The use of betel nut plants is still not optimal and lacks the economic value for the community, especially the betel nut farmers. In this research the authors make a composite fiber-figured betel nut using epoxy resin as a matrix. The purpose of this research is to know the composite characteristic, especially the mechanic character of composite with fiber volume fraction 4%, 6%, 8%, and 10%.

This research was conducted experimentally using randomly betel nut fiber, epoxy resin as matrix, mirror glaze as release agent. The composite is made by combining 4% fiber and 96% epoxy resin up to 10% fiber and 90% epoxy resin in a glass mold measuring 30 mm x 20 mm x 5 mm. The method of data collection is by doing tensile test on each composite test object with ASTM D638-14.

From this research, the best average value of tensile strength found in the composite fiber volume fraction of 6% with a value of 3,701 kg/ mm² or 36,31 MPa and the smallest average value tensile strength in volume fraction 8% with a value of 3,223 kg/mm² or 31,62 MPa. The best average value of strain was in the volume fraction of 4% with a value 2,8% and the smallest in the volume fraction of 8% with a value 2,27%. While the average value of the best modulus of elasticity found in composite betel nut fiber with volume fraction 10% with a value of 15,16 MPa.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

Penulis merasa bahwa penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yang tidak mudah, karena pada penelitian ini penulis melakukan banyak hal, seperti pembuatan komposit, pengujian, pengambilan data, dan melakukan pembahasan solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Sifat Komposit Berpenguat Serat Buah Pinang Dengan Fraksi Volume Serat 4%, 6%, 8%, dan 10%” ini melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Setyahandana, M.T., selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun Skripsi.


(10)

x

4. Raden Benedictus Dwiseno Wihadi S.T., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

5. Seluruh staf dan pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini

6. Kedua orang tua, Hamzah dan Rita yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, baik secara materi maupun spiritual.

7. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Mesin dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian dan penyusunan Skripsi ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakannya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, 13 juli 2017


(11)

xi

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan ... ... 3 4 1.4 Batasan Masalah ... 4


(12)

xii

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Dasar Teori 2.1.1 Komposit

2.1.2 Klarifikasi Komposit

2.1.2.1 Polymer Matrix Composites (PMC) 2.1.2.2Metal Matrix Composites (MMC) 2.1.2.3 Ceramic Matrix Composites (CMC) 2.1.2.4 Komposit Berpenguat Serat

2.1.2.5 Komposit Serat Panjang dan Sejajar 2.1.2.6 Komposit Serat Sejajar dan Putus-putus 2.1.2.7 Komposit Serat Putus-putus dan Orientasi

Secara Acak 2.1.3 Polimer

2.1.3.1 Polimer Thermoset dan Thermoplastic 2.1.4 Resin Poliester dan Resin Epoxy

2.1.5 Mekanika Komposit 2.1.6 Fraksi Volume Komposit 2.1.7 Uji Tarik

2.1.7.1 Rumus Perhitungan Tegangan dan Regangan 2.1.8 Kerusakan Pada Komposit

2.1.8.1 Kerusakan Akibat Beban Tarik Longitudinal ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 6 6 6 9 10 11 13 14 15 15 16 18 19 22 24 25 26 27 28


(13)

xiii

2.1.8.2 Kerusakan Akibat Beban Tarik Transversal 2.1.8.3 Kerusakan Internal Mikroskop

2.1.9 Tumbuhan Pinang

2.1.9.1 Kandungan Kimia Pinang 2.1.9.2 Morfologi Tumbuhan 2.1.9.3 Serat Pinang

2.2 Tinjauan Pustaka

... ... ... ... ... ... ... 29 30 31 31 32 33 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Skema Penelitian ... 37

3.2 Persiapan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Yang Digunakan 3.2.2 Bahan-bahan Yang Digunkan ... ... ... 38 38 40 3.3 Perhitungan Komposit 3.4 Proses Pembuatan Komposit 3.5 Standar Uji dan Ukuran Benda Uji 3.6 Cara Penelitian ... ... ... ... 41 45 49 49 BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Hasil Pengujian ... 51

4.1.2 Hasil Pengujian Benda Uji Komposit ... 51


(14)

xiv

BAB V PENUTUP ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

a. Gambar Benda Uji

b. Gambar Diagram Milimeter Blok

... ... ... ...

73 76 77 79


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Komposit Berdasarkan Bentuk Bahan Penguat ... 7

Gambar 2.2 Komposit Partikel ... 7

Gambar 2.3 Komposit Serpih ... 8

Gambar 2.4 Komposit Serat ... 8

Gambar 2.5 Skematik dari Orientasi Komposit Berpenguat Serat ... 14

Gambar 2.6 Formasi Dari Pra-polimer ... 21

Gambar 2.7 Mesin Uji Tarik ... 25

Gambar 2.8 Kerusakan Pada Komposit Akibat Beban Tarik Longitudinal ... 29

Gambar 2.9 Kerusakan Pada Komposit Akibat Beban Tarik Transversal ... 29

Gambar 2.10 Pinang dan Bagian-bagiannya ... 33 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Skema Penelitian

Alat-alat yang Digunakan Serat Pinang

Resin Epoxy dan Hardener Release Agent NaOH Kristal Perlakuan Alkali ... ... ... ... ... ... ... 37 38 40 40 41 41 45


(16)

xvi Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12

Penimbangan Serat dan Pembentukan Pelapisan Cetakan Dengan Mirror Glaze

Pencampuran Epoxy dan Hardener ke Dalam Cetakan Peletakan Serat ke Dalam Resin Epoxy

Pengamatan Dalam Proses Pencetakan Untuk Menghindari Void

Penutupan Cetakan Dengan Kaca

Komposit Setelah Kering dan Dilepas dari Cetakannya Sketsa Standar Uji Tarik

Grafik Kekuatan Tarik Resin Epoxy Grafik Regangan Resin Epoxy

Grafik Modulus Elastisitas Resin Epoxy

Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 4% Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 4%

Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 4% Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 6% Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 6%

Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 6% Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 8% Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 8%

Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 8% ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 46 46 47 47 47 48 48 49 53 53 54 60 61 61 62 62 63 63 64 64


(17)

xvii Gambar 4.13

Gambar 4.14 Gambar 4.15

Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Lampiran

Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 10% Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 10%

Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 10%

Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata Grafik Regangan Rata-rata

Grafik Modulus Elastisitas Rata-rata

... ... ...

... ... ... ...

65 65 66

66 67 67 76


(18)

xviii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4,2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11

Efisiensi Bahan Penguat Dari Komposit Berpenguat Serat Untuk Beberapa Orientasi Serat Dan Pada Beberapa Variasi Arah Dari Penerapan Tegangan (Krenchel, 1964). Stabilitas Termal Dari Beberapa Bahan Pengikat Polimer (Harris, 1999).

Perbedaan Antara Thermoplastik dan Thermoset (Kaw, 2006).

Kelebihan dan Kekurangan Resin Jenis Epoxy (Kartini, 2002).

Mechanical Properties Serat Pinang (Binoj dkk, 2016)

Mencari Massa Jenis Serat. Dimensi Resin Epoxy Kekuatan Tarik Resin Epoxy Regangan Resin Epoxy

Modulus Elastisitas Resin Epoxy

Dimensi Komposit Serat Pinang 4%

Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 4% Regangan Komposit Serat Pinang 4% Modulus Elastisitas Komposit Serat 4%

Dimensi Komposit Serat Pinang 6%

Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 6% Regangan Komposit Serat Pinang 6%

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 16 18 19 21 34 42 52 52 52 53 54 55 55 55 56 56 56


(19)

xix Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21

Modulus Elastisitas Komposit Serat 6%

Dimensi Komposit Serat Pinang 8%

Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 8% Regangan Komposit Serat Pinang 8% Modulus Elastisitas Komposit Serat 8%

Dimensi Komposit Serat Pinang 10%

Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 10% Regangan Komposit Serat Pinang 10% Modulus Elastisitas Komposit Serat 10%

Kekuatan Tarik, Regangan dan Modulus Elastisitas Rata-rata ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 57 57 57 58 58 58 59 59 59 60


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era saat ini perkembangan energi terbarukan sangatlah cepat dengan berbagai temuan-temuan dan inovasi-inovasi yang menakjubkan, dimana beberapa temuan dan inovasi sangat membantu kehidupan manusia. Energi terbarukan adalah salah satu contoh teknologi yang sesuai dengan kebutuhan penerapan teknologi modern masa kini. Kincir angin merupakan salah satu contoh energi terbarukan yang efisien dan ramah lingkungan.

Dalam memproduksi sudu yang merupakan salah satu komponen kincir angin, bahan merupakan komponen utama yang sangat penting disamping komponen-komponen lainnya. Bahan logam dan non-logam yang digunakan sebagai komponen utama dalam memproduksi kincir angin harus bahan yang baik dan sesuai dengan kriteria tersebut.

Sebagai salah satu dampak perkembangan energi terbarukan ini adalah tuntutan akan material bahan teknik yang murah, kuat, ringan, ramah lingkungan dan efisien pun semakin meningkat. Melihat betapa pentingnya bahan-bahan teknik pada teknologi energi terbarukan, manusia berusaha menemukan unsur atau menyatukan beberapa unsur bahan menjadi satu bahan campuran yang mempunyai sifat jauh lebih baik dari bahan lainnya, inovasi tersebut salah satunya adalah material komposit.


(21)

Komposit didefinisikan sebagai penggabungan dua macam material atau lebih dengan fase yang berbeda. Penggabungan di dalam komposit ini adalah penggabungan antara bahan matriks atau pengikat dan reinforcement atau bahan penguat.

Keunggulan komposit dibandingkan dengan bahan logam (Jones, 1999) adalah : 1. Dapat dirancang dengan kekuatan dan kekakuan tinggi, sehingga dapat

memberikan kekuatan dan kekakuan spesifik yang melebihi sifat logam 2. Sifat-sifat kekakuan dan kekerasan yang baik

3. Daya redam bunyi yang baik

4. Komposit dapat dirancang terhindar dari korosi.

5. Bahan komposit dapat memberikan penampilan (appearance) dan kehalusan permukaan yang lebih baik.

Melihat pesatnya perkembangan zaman dan semakin banyaknya tuntutan material bahan teknik, penulis ingin mengembangkan bahan teknik komposit sebagai material yang bisa digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan material yang lebih kuat, lebih ringan dan lebih murah dari bahan logam dengan memanfaatkan serat buah pinang.

Pohon pinang merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman yang biasanya kurang dimanfaatkan secara maksimal. Buah pinang dikonsumsi orang dewasa dan pohonnya dijual sebagai bahan untuk acara panjat pinang di hari raya 17 agustus. Bagian-bagian pohon pinang yang lain hanya menjadi sampah dan dibuat sebagai pupuk.


(22)

Melihat hal ini penulis mencoba memanfaatkan limbah serat khususnya serat buah pinang yang kurang dimaksimalkan pemanfaatannya menjadi bahan penguat komposit (reinforcement) dan dibuat komposit dengan pengikat (matrik) Epoxy agar serat buah pinang yang tidak terpakai dapat bermanfaat atau bernilai tambah untuk kehidupan manusia. Dengan demikian serat buah pinang akan bernilai jual dan dapat membantu perekonomian petani pinang tentunya.

Judul penelitian ini adalah “Sifat Komposit Berpenguat Serat Buah Pinang Dengan Fraksi Volume Serat 4%, 6%, 8%, 10%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan komposit sehingga pengguna (User) dapat menggunakan komposit serat buah pinang sesuai dengan kebutuhan material yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah

Komposit merupakan material yang sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis dari bahan yang menjadi penyusun. Serat sebagai reinforcementpenyusun komposit sangat berpengaruh besar terhadap sifat komposit. Fraksi volume serat dan orientasi serat menentukan sifat komposit. Oleh karena itu masalah yang akan diteliti dalam tugas akhir ini adalah bagaimana pengaruh variasi presentase fraksi volume serat dengan orientasi arah serat disusun secara acak terhadap matriks epoksi.


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat :

1. Komposit berpenguat serat buah pinang dengan fraksi volume serat 4%, 6%, 8%, dan 10% dengan orientasi serat disusun secara acak.

2. Resin epoxy tanpa serat.

3. Perbandingan antara komposit berpenguat serat buah pinang dan resin epoxy.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini penulis membatasi masalah pada :

1. Pengujian yang dilakukan pada komposit adalah uji tarik.

2. Pada penelitian ini menggunakan serat buah pinang dengan panjang rata-rata 35 mm.

3. Matrik sebagai bahan pengikat yang digunakan adalah resin epoxy dan resin hardener dengan perbandingan 1 : 1.

4. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan kimia serat dengan perendaman NaOH (5%) selama 2 jam dan pengeringan di bawah sinar matahari selama 3 jam. 5. Fraksi volume serat yang digunakan adalah 4%, 6%, 8%, dan 10% dengan

orientasi serat secara acak.

6. Cetakan yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 20 cm x 30 cm dan tebal 0,5 cm.


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang komposit ini adalah :

a. Bagi penulis, dapat menambah wawasan pengetahuan tentang material, terutama tentang komposit.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi para pembuat dan para peneliti kincir angin mengenai ketahanan bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai blade kincir angin maupun dapat digunakan sebagai alternative bahan

pembuatan bagian interior maupun eksterior pada otomotif.

c. Hasil penelitian bisa dikembangkan lebih lanjut bagi adik-adik kelas.

d. Hasil penelitian dapat dipergunakan untuk menambah refrensi ilmu pengetahuan material yang dapat ditempatkan di perpustakaan.


(25)

6

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori 2.1.1 Komposit

Komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih komponen yang menyatu menjadi satu bahan. Komponen pertama disebut dengan matrik, yang berfungsi sebagai pengikat. Matriks dalam suatu komposit berperan untuk mempertahankan posisi dan orientasi serat serta melindunginya dari pengaruh lingkungan. Sedangkan komponen yang kedua disebut dengan reinforcement yang memiliki fungsi untuk memperkuat bahan komposit secara keseluruhan. Reinforcement atau penguat harus memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada komponen matriksnya. Sehingga melalui pencampuran kedua material yang berbeda tersebut maka akan membentuk material baru yaitu komposit yang mempunyai sifat mekanik dan sifat yang diinginkan dari material pembentuknya. Unsur utama penyusun komposit adalah serat, serat merupakan penentu sifat komposit seperti kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanis yang lain.

2.1.2 Klasifikasi Komposit

Komposit diklasifikasikan berdasarkan dari ukuran bahan penguatnya, partikel, serpihan dan serat, atau melalui tipe dari bahan pengikatnya, polimer, metal, keramik dan karbon. Gambar 2.1 menunjukkan jenis komposit menurut bentuk bahan penguatnya.


(26)

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Komposit Berdasarkan Bentuk Bahan Penguat. (a) Komposit Berpenguat Partikel, (b) Komposit Berpenguat Serpihan, (c) Komposit

Berpenguat Serat (Kaw,2006). a. Komposit Partikel (Particulate Composites)

Komposit pertikel adalah salah satu jenis komposit dimana dalam matriksnya ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Dalam komposit

material penambah terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol daripada komposit serpih. Sebagai contoh adalah beton. Gambar 2.2 di bawah ini memperlihatkan komposit berpenguat partikel.

Gambar 2.2 Komposit Partikel (Schwartz, 1984)

b. Komposit Serpihan

Komposit serpihan terdiri dari bahan penguat datar pada pengikat. Bahan material serpihan seperti kaca, mika, aluminium, dan perak. Komposit serpihan memiliki keuntungan seperti kelendutan yang tinggi, kekuatan yang tinggi dan biaya yang murah. Bagaimanapun, serpihan tidak dapat diorientasikan dengan


(27)

mudah dan hanya beberapa bahan yang tersedia untuk digunakan. Bentuk komposit serpihan ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Komposit Serpih (Schwartz, 1984)

c. Komposit Serat (Fibre Composites)

Merupakan komposit yang hanya terdiri dari satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat. Serat yang digunakan dapat berupa serat gelas, serat karbon, dan lain sebagainya. Serat ini disusun secara acak maupun secara orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. (Schwartz, 1984). Dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Komposit Serat (Kaw, 2006) 2.1.2.1 Polymer Matrix Composites (PMC)

Komposit yang paling berkembang adalah komposit berpengikat polimer yang terdiri dari polimer (contohnya epoksi dan polyester) ditambahkan dengan penguat dari serat berdiameter kecil (seperti grafit, aramid dan boron). Sebagai


(28)

contoh, komposit epoksi grafit kurang lebih lima kali lebih kuat dari baja pada berat yang sama. Alasan mengapa menjadi komposit pada umumnya karena biaya rendah, kekuatan tinggi dan prinsip pembuatan yang mudah (Kaw, 2006).

Komposit berpengikat polimer terdiri dari resin polimer sebagai pengikat dan serat sebagai penguat sedang. Bahan tersebut digunakan pada kebanyakan industri yang menggunakan komposit, dengan jumlah yang besar, pada temperature ruangan, mudah dibentuk, dan murah (Callister dan Rethwisch, 2014).

Komposit berpengikat polimer telah ditetapkan sebagai struktur bahan teknik. Bukan hanya keingintahuan secara laboratorium atau bahan yang murah untuk membuat kursi dan meja. Hal ini muncul bukan untuk memperkenalkan serat berperforma tinggi seperti karbon, boron dan aramid tetapi juga karena beberapa bahan pengikat yang ditingkatkan dan baru. Namun, polimer berpenguat serat gelas mewakili kelas komposit berpengikat polimer terkuat. Komposit berpengikat polimer dengan penguat serat karbon mungkin adalah komposit yang paling penting, terkhusus bagi bidang udara atau angkasa (Chawla, 1998).

Lingkupan yang luas dari proses untuk membuat bahan plastik berpenguat merupakan hal yang baru dan secara terpisah pembuatan bahan polimer biasa adalah metode yang mapan. Cara penggabungan serat dan pengikat pada bahan komposit tergantung secara khusus pada kebutuhan dan ukuran dari struktur yang akan dibuat (Harris, 1999).


(29)

Komposit berpengikat logam terdiri dari sebuah logam atau campuran sebagai pengikat yang bersambungan dan penguatnya dapat berupa partikel, serat pendek atau rambut dan serat panjang (Chawla, 1998).

Atribut dasar dari bahan logam dengan penguat partikel keramik keras atau serat untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan, meningkatkan ketahanan terhadap kelelahan dan mulur, dan meningkatkan kekerasan, tahan terhadap pemakaian dan abrasi, digabungkan dengan kemungkinan untuk bekerja pada temperature yang lebih tinggi dari pada logam tanpa penguat (atau dibandingkan

dengan plastik berpenguat). Sifat ini menawarkan potensi untuk pengembangan penerapan pompa dan mesin, termasuk badan kompresor, baling-baling dan rotor, lengan piston dan rangkaiannya, dan banyak lagi (Harris, 1999).

Komposit berpengikat logam, seperti namanya maka bahan pengikatnya adalah logam. Contoh bahan pengikat pada komposit seperti aluminium, magnesium, dan titanium. Serat khusus seperti karbon dan silicon karbida. Logam pada dasarnya diberikan penguat untuk menambah atau mengurangi sifatnya untuk disesuaikan dengan kebutuhan rancangan. Contohnya, kekakuan yang cukup elastic dan kekuatan dari logam dapat ditingkatkan dan ekspansi koefisien temperature yang besar dan konduktivitas temperature dan listrik dari logam dapat dikurangi, dengan menambahkan serat seperti silicon karbida (Kaw, 2006).

Pada komposit berpengikat logam, bahan pengikatnya adalah logam ulet. Bahan ini dapat digunakan pada temperature tinggi daripada dasar bahan yang sama. Lebih jauh lagi, bahan penguat dapat meningkatkan kekakuan lebih spesifik, kekuatan lebih spesifik, tahan terhadap abrasi, tahan terhadap laju mulur,


(30)

koduktivitas termal, dan ukuran yang stabil. Beberapa keuntungan yang melebihi komposit berpengikat polimer termasuk penggunaan pada temperature yang tinggi, tak mudah terbakar, dan lebih tahan terhadap degradasi yang terjadi oleh cairan organic. Komposit berpengikat logam jauh lebih mahal dari komposit berpengikat polimer dan dengan alasan tersebut maka penggunaan komposit berpengikat logam menjadi terbatas (Callister dan Rethwisch, 2014).

2.1.2.3Ceramic Matrix Composites (CMC)

Bahan keramik ulet untuk teroksidasi dan merosot pada temperature yang tidak stabil, yang mana tidak dapat retak karena getas, beberapa dari bahan ini dapat menjadi kandidat ideal untuk penggunaan di temperature tinggi dan ketegangan berat, secara spesifik untuk komponen kendaraan mobil dan turbin mesin pesawat (Callister dan Rethwisch, 2014) .

Proses fabrikasi begitu rumit dan harus dengan hati-hati karena sensitifitas yang tak dapat dihindari dari sifat bahan pada mikrostrukturnya yang dikontrol dari kondisi dan interaksi pengerjaan. Banyak dari pekerjaan komposit berpengikat keramik terbaru di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa dengan besar diikuti rute yang relative terkenal untuk mencoba untuk member penguatan pada kaca-kaca dan keramik kaca. Peningkatan substansial pada sifat mekanis telah tercapai dengan membandingankan komposit serat karbon atau kaca diawal (Harris, 1999).

Penting untuk menandai usaha pengembangan pada bidang komposit berpengikat keramik adalah paling sering dibutuhkan untuk penggunaan pada temperature tinggi pada industri penerbangan, ada banyak cabang keteknikkan


(31)

dibutuhkan komponen ekonomis memiliki sifat mekanis yang baik dan tahan aus dan korosi, pada penggabungan kejut yang memadai dan tahan terhadap kejut termal pada sedikit kenaikan atau temperature normal (Floyd dkk, 1993).

Bahan keramik pada umumnya memiliki paket sifat yang menarik: kekuatan tinggi dan kekakuan tinggi pada temperature yang sangat tinggi, reaksi kimia yang lambat, densitas yang rendah dan masih banyak lagi. Paket menarik ini dirusak oleh satu kekurangan yang mematikan yaitu ketangguhan yang kacau balau. Bahan ini mudah terjadi kegagalan yang besar dengan kehadiran kekurangan tersebut (dari permukaan maupun dari dalam). Bahan ini secara ekstrim dapat dengan mudah terkena kejutan termal dan dengan mudah rusak saat pembuatannya dan atau pelayanannya. Untuk itu dapat dimengerti atas banyak pertimbangan pada komposit berpengikat keramik ini untuk mentangguhkan keramik dengan menggabungkan serat ke dalamnya dan juga mencari kekuatan pada temperature yang tinggi dan tahan terhadap kondisi lingkungan dari keramik tanpa meresikokan kegagalan yang besar (Chawla, 1998).

2.1.2.4Komposit Berpenguat Serat

Serat adalah unsur utama pada bahan komposit berpenguat serat. Serat menempati fraksi volume terbesar pada lapisan komposit dan membagi porsi yang besar dari beban pada struktur komposit. menurut (Mallick, 2007) pemilihan yang tepat dari serat, tipe, volume fraksi serat, panjang serat dan orientasi serat sangatlah penting, serat mempengaruhi beberapa sifat dari lapisan komposit seperti:

1. Densitas


(32)

3. Kekuatan dan modulus tekan

4. Kekuatan terhadap kegagalan oleh kelelahan yang baik 5. Konduktivitas termal dan listrik.

6. Biaya.

Serat mempunyai panjang yang signifikan, sehingga serat dapat dengan mudah disejajarkan pada satu arah untuk menyediakan penguatan yang selektif pada bahan yang lain. Serat mengandung banyak bentuk panjang, dan oleh karena itu serat memiliki kemungkinan ketidaksempurnaan. Sifat kekuatan serat adalah variable yang acak. Mengetes 10,000 serat dapat menghasilkan 10,000 nilai kekuatan yang berbeda. Data kekuatan yang tidak seragam untuk membentuk kemungkinan pendistribusian kekuatan tersebut. Kekuatan rata-rata dan menyebar (bervariasi) menjadi jumlah yang penting dalam menentukan sifat dari suatu serat. Karena kekuatan serat yang acak secara alami, banyak penelitian mencoba metode kemungkinan untuk mempelajari kekuatan bahan komposit tersebut (Hyer, 1998).

Susunan atau orientasi dari serat relative terhadap satu sama lain, konsentrasi serat dan distribusi semuanya memiliki pengaruh yang signifikan pada kekuatan dan sifat yang lain dari komposit berpenguat serat. Skematik dari orientasi komposit berpenguat serat ditunjukkan pada Gambar 2.5.


(33)

(a) (b) (c) Gambar 2.5 Skematik Dari Orientasi Komposit Berpenguat Serat Secara (a)

Sejajar dan Panjang, (b) Sejajar dan Putus-putus, (c) Acak dan Putus-putus (Callister dan Rethwisch, 2014).

2.1.2.5Komposit Serat Panjang dan Sejajar

Respon mekanis dari komposit tipe ini bergantung pada beberapa faktor dan termasuk dalam kelakuan tegang dan renggang dari fase serat dan pengikat, fase fraksi volume dan arah dimana tegangan dan beban terjadi. Lebih jauh lagi, sifat dari komposit memiliki serat yang sejajar merupakan anisotropis yang tinggi, maka dari itu serat bergantung pada orientasi dimana mereka diukur.

2.1.2.6Komposit Serat Sejajar dan Putus-putus

Meskipun efisiensi bahan penguat lebih rendah untuk serat putus-putus dibandingan dengan serat panjang, komposit serat sejajar dan putus-putus berkembang menjadi lebih penting pada pasar komersial. Serat gelas putus-putus adalah yang paling dikembangkan, walaupun serat putus-putus karbon dan aramid tetap digunakan. Komposit serat pendek tersebut dapat diproduksi dengan modulus


(34)

elastisitas mendekati 90% dan kekuatan tarik yang mendekati 50% dari serat panjang dengan bahan yang sama.

2.1.2.7Komposit Serat Putus-putus dan Orientasi Secara Acak

Secara normal, ketika serat diorientasikan secara acak, pendek dan serat putus-putus digunakan, bahan penguat pada tipe ini secara skematis ditunjukan pada Gambar 2.5(c). Untuk bahan penguat serat secara acak (dengan penguat orientasi penguat serat secara acak), modulus bertambah dengan bertambahnya fraksi volume serat. Jenis komposit ini yang akan dibahas dalam tugas akhir ini. Dibawah ini adalah Tabel 2.1 yang menjabarkan efisiensi bahan penguat dari komposit berpenguat serat untuk beberapa orientsi serat dan pada beberapa variasi arah dari penerapan tegangan.

Tabel 2.1 Efisiensi Bahan Penguat Dari Komposit Berpenguat Serat Untuk Beberapa Orientasi Serat dan Pada Beberapa Variasi Arah Dari Penerapan

Tegangan (Krenchel, 1964).

Orientasi Serat Arah Tegangan Efisiensi bahan Penguat Seluruh serat secara parallel

Parallel pada serat Tegak lurus pada

serat

1 0 Serat secara acak dan seragam

didistribusikan pada bidang yang spesifik

Arah manapun pada


(35)

Serat secara acak dan seragam didistribusikan pada bidang tiga

dimensi

Arah manapun 1/5

Pertimbangan dari orientasi dan panjang serat untuk komposit tertentu bergantung pada level dan penerapan tegangan alami sesuai dengan biaya pembuatan. Laju produksi untuk komposit serat pendek (orientasi secara sejajar maupun acak) begitu cepat, dan bentuk yang rumit dapat dibentuk dibandingkan dengan bahan penguat serat lurus panjang (Callister dan Rethwisch, 2014).

2.1.3 Polimer

Polimer didefinisikan sebagai rangkaian panjang molekul yang mengandung satu atau lebih dari pengulangan atom-atom, digabungkan bersama oleh ikatan kovalen yang kuat. Bahan polimer (biasanya disebut plastik) adalah kumpulan dari banyaknya molekul-molekul polimer dengan struktur kimia yang sama (tapi tidak sama panjang). Polimer secara struktur jauh lebih rumit dibandingkan dengan logam dan keramik. Polimer biayanya murah dan mudah dibentuk. Tetapi polimer memiliki kekuatan dan modulus yang rendah dan penggunaan dibatasi pada temperature rendah. Polimer secara umum lebih tahan terhadap reaksi kimia dibandingkan dengan logam. Proses pembentukan molekul besar dari yang kecil disebut polimerisasi, yang adalah proses dari penggabungan banyak monomer-monomer, membentuk blok kemudian terbentuk polimer (Chawla, 1998).

Beberapa polimer stabil secara termal jika dibandingkan dengan logam atau keramik bahkan menjadi yang paling stabil, contohnya seperti polyimides, atau


(36)

poly-ether-ether-ketone (dikenal sebagai PEEK) terdegradasi oleh temperature

diatas 300OC, seperti yang diilustrasikan pada Tabel 2.2. di bawah ini tidak ada satu pun bahan penguat yang dapat melawan degradasi secara kimia, tetapi penghubungan jatuh pada kekuatan dan bertambahnya deformasi ketergantungan waktu (mulur atau laju elastis), fitur yang biasanya terdapat pada semua polimer, resin dengan sistem rangkaian silang lebih rendah dari termoplastik yang dapat di kurangi dengan bahan penguat serat. Masalah yang lebih serius dari polimer adalah kekuatan dan kekakuan mekanis yang sangat rendah dalam bentuk pejal, dan seperti logam kelemahan plastik yaitu keuletan tetapi kelebihan terdapat pada kegetasan (Harris, 1999).

Tabel 2.2 Stabilitas Termal Dari Beberapa Bahan Pengikat Polimer (Harris, 1999).

Type and Polymer Symbol Crystallinty Glass transition temp, Tᶢ, ºC

Max use temp, ºC Thermosets:

Polyester PE No 80-100 50

Epoxy Ep No 120-180 150

Phenolic Ph No 130-180 200

Bismaleimide BMI No 180-200 220

Polymide PI No 300-330 280

Thermoplasts:


(37)

Poly(phenylene sulphide)

PPS Yes 100 260

Poly(ether ether ketone) PEEK Yes 143 250

Polycarbonate PC No 145 125

Polysulphone PS No 190 150

Poly(ether imide) PEI No 210 170

Poly(ether sulphone) PES No 230 180

Thermoplastic polyimide TPI No 270 240

2.1.3.1Polimer Thermoset dan Thermoplastic.

Polimer yang sering dipakai adalah polimer yang sering disebut dengan plastik. Plastik dibagi dalam dua kategori menurut sifat-sifatnya terhadap suhu, yaitu:

1. Thermoset

Resin thermoset merupakan bahan yang tidak dapat mencair atau lunak kembali apabila dipanaskan. Resin thermoset tidak dapat didaur ulang karena telah membentuk ikatan silang antara rantai-rantai molekulnya. Sifat mekanisnya bergantung pada unsur molekuler yang membentuk jaringan, rapat serta panjang jaringan silang [Humaidi, 1998]. Contohnya: Polyester, Epoxy, Phenolic, Bismaleimida (BMI), dan Poli-imida (PI).

2. Thermoplastic

Resin thermoplastik merupakan bahan yang dapat lunak apabila dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Jika dipanaskan akan menjadi lunak dan dapat kembali ke bentuk semula karena molekul-molekulnya tidak mengalami cross linking (ikat silang). Contohnya: Polyether imide (PEI), Nylon 66, PS, TPI, PC, PPS, PES, dan Poliester eterketon (PEEK).


(38)

Di bawah ini adalah Tabel 2.3 yang menjabarkan perbedaan antara polimer Thermoplastic dan Thermoset.

Tabel 2.3 Perbedaan antara Thermoplastik dan Thermoset (Kaw, 2006).

Thermoplastics Thermoset

Soften on heating and pressure, and thus easy to

repair Decompose on heating

High strains to failure Low strains to failure

Indefinite shelf life Definite shelf life

Can be reprocessed Cannot be reprocessed

Not tacky and easy to handle Tacky

Short cure cycles Long cure cycles

Higher fabrication temperature and viscosities have made it difficult to proces

Lower fabrication temperature

Excellent solvent resistance Fair solvent resistante

2.1.4 Resin Poliester dan Resin Epoksi

Dalam pembuatan komposit, resin yang banyak digunakan adalah dari jenis polimer thermoset yang terdiri dari:

a. Resin Poliester

Resin polyester paling banyak digunakan, terutama untk aplikasi konstruksi ringan, selain itu harganya pun murah. Resin ini mempunyai sifat yang khas, yaitu dapat di warnai, transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan air, tahan cuaca dan bahan kimia. Polyester dapat digunakan pada suhu kerja mencapai 79°C atau lebih tergantung partikel resin dan keperluannya [Schwartz, 1984].

b. Resin Epoksi

Resin epoxy umumnya dikenal dengan sebutan bahan epoxy. Bahan epoxy adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok


(39)

thermoset. Bahan epoxy mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa di olah kembali, dan atomnya berikatan kuat sekali. Epoxy sangat baik sebagai bahan matriks pada pembuatan bahan komposit.

Resin epoksi disiapkan dari molekul oligomer ringan yang mengandung dua atau lebih grup molekul epoksi. Oligomer yang paling sering adalah diglycidyl ethers, atau secara khusus diglycidyl ethers dari bisphenol A (DGEBA). DGEBA adalah produk dari reaksi kondensasi

antara epichlorohydrin dan bisphenol A (lihat Gambar 2.6). dibandingkan dengan poliester, resin epoksi tidak sensitif untuk menyerap kelembaban dan menunjukan performa mekanis dan termal yang unggul, tetapi pembuatan dan pengeringan dari epoksi lebih lambat dan harga dari resin lebih mahal daripada poliester (Akay, 2015). Pada Tabel 2.4. Menjabarkan tentang kelebihan dan kekurangan resin jenis epoxy.

Gambar 2.6 Formasi dari Pra-polimer Epoksi (Akay, 2015). Tabel 2.4 Kelebihan dan Kekurangan Resin Jenis Epoxy (Kartini, 2002).


(40)

Ringan, sehingga dapat menurunkan biaya instalasi

Mudah mengalami proses penuaan (aging) dan degradasi pada permukaan akibat adanya stress listrik dan termal. Tahan polusi Proses pembuatan lebih mahal

dibandingkan dengan isolator keramik dan gelas

Bersifat hidrofobik Bersifat getas Memiliki kekuatan dielektrik

yang baik.

Meskipun epoksi lebih mahal dibandingkan dengan bahan pengikat polimer lainnya, tapi epoksi adalah komposit berpengikat polimer yang paling populer. 2.1.5 Mekanika Komposit

Bahan komposit terdiri dari dua atau lebih bahan pokok, perancangan dan analisa dari bahan serupa berbeda dari bahan-bahan konvensional seperti logam. Pendekatan untuk menganalisa sifat mekanis dari struktur komposit antara lain: a) Menemukan sifat lapisan komposit rata-rata dari sifat masing-masing bahan

utama. Sifat seperti kekakuan, kekuatan, suhu dan koefisien ekspansi kelembaban. Memperhatikan sifat rata-rata diperoleh dengan mempertimbangkan lapisan yang homogen. Pada tingkat ini, satu yang dapat dioptimalkan untuk permintaan kekakuan dan kekuatan dari lamina. Hal ini disebut dengan micromechanics dari lamina.


(41)

b) Pengembangan dari hubungan tegangan regangan untuk lamina searah atau tak searah. Pembebanan dapat diterapkan sekitar arah utama simetri lamina atau diluar sumbu. Juga, satu pengembangan hubungan untuk kekakuan, termal dan koefisien ekspansi kelembaban dan kekuatan dari sudut lapisan. Teori kegagalan dari lamina berdasarkan tegangan didalam lamina dan sifat kekuatan dari lamina. Hal ini disebut dengan macromechanics dari lamina. Struktur yang dibuat dari bahan komposit pada umumnya adalah struktur lapisan-lapisan lamina dibuat dari beberapa variasi lamina-lamina yang ditumpuk pada satu sama lain. Mengetahui sifat mekanis makro dari sebuah lamina, yang mengembangkan sifat mekanis makro dari laminat (lapisan-lapisan lamina). Kekakuan, kekuatan dan koefisiensi ekspansi suhu dan kelembaban dapat ditemukan pada keseluruhan laminat. Kegagalan laminat didasari oleh ketegangan dan penerapan dari teori kegagalan pada setiap lapisan. Pengetahuan analisa dari komposit dapat nantinya membentuk dasar dari perancangan mekanis pada struktur bahan komposit (Kaw, 2006).

Bahan material memiliki banyak sifat-sifat mekanikal yang berbeda dari kebanyakan bahan teknik konvensional. Beberapa sifat hanyalah modifikasi dari sifat konvensional, sedangkan yang lainnya sepenuhnya baru dan membutuhkan analisa baru dan prosedur eksperimental. Kebanyakan bahan teknik bersifat homogen dan isotropik:

a) Benda homogen memiliki sifat yang seragam seluruhnya. Contohnya, sifatnya yang dapat dengan sendirinya menentukan posisi didalam benda.


(42)

b) Benda isotropi memiliki sifat bahan yang sama disetiap arah pada setiap titik didalam benda. Contohnya, sifatnya yang dapat dengan sendirinya menentukan orientasi pada titik didalam benda.

Dikarenakan heterogen alami yang tidak melekat dari bahan komposit, maka dengan tepat dipelajari dari dua titik konsentrasi; mikromekanis dan makromekanis:

1. Mikromekanis adalah penelitian dari sifat bahan komposit yang mana interaksi dari bahan utama yang diuji pada skala mikroskopis untuk menentukan efek pada sifat dari bahan komposit.

2. Makromekanis adalah penelitian dari sifat bahan komposit yang mana bahan tersebut diduga bersifat homogen dan efek dari bahan utama yang terdeteksi hanya sebagai sifat makroskopik nyata yang dirata-ratakan pada bahan komposit (Jones, 1999).

Mekanis dari bahan-bahan berhubungan dengan tegangan, regangan dan perubahan bentuk pada struktur keteknikan diperlakukan terhadap beban mekanikal dan termal. Asumsi umumnya pada mekanis bahan konvensional, seperti baja dan aluminium, adalah bersifat homogen dan isotropi. Untuk bahan yang homogen, sifat tidak tergantung pada lokasi, dan untuk bahan isotropis, sifatnya tidak tergantung pada orientasi. Kecuali untuk pekerjaan dingin, butiran bahan logam diorientasikan secara acak, jadi pada dasar statistik asumsi dari bahan isotropi dapat dibenarkan. Komposit berpenguat serat, pada sisi lain, secara mikroskopik tidak homogen dan tidak isotropis. Sebagai hasilnya, sifat mekanis dari komposit berpenguat serat jauh lebih kompleks daripada bahan konvensional (Mallick, 2007).


(43)

2.1.6 Fraksi Volume Komposit

Dibawah ini adalah perhitungan pencampuran bahan komposit berdasarkan fraksi volume bahan pengikat (matrik) dan volume serat:

Misal :

V r = % reinforcement V m =% matrik

V h =% hardener V com = 1

Maka persamaanya dapat dituliskan sebagai berikut : V r + V m + V h = 1

2.1.7 Uji Tarik

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian tarik. Pengujian tarik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan dari matrik epoksi, maupun komposit berpenguat serat. Cara pengujian:

1. Menghidupkan mesin uji tarik dan mengecek mesin. 2. Menjepit benda uji pada grip penjepit mesin uji tarik.

3. Memberikan pembebanan perlahan-lahan secara bertahap meningkat sampai suatu beban tertentu dan material benda uji patah.

4. Memberikan beban tarik pada benda uji yang akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan diameter benda uji.


(44)

Mesin uji tarik ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Mesin Uji Tarik. 2.1.7.1Rumus Perhitungan Tegangan dan Regangan

Tegangan adalah struktur mekanis yang menerima gaya eksternal, yang mana bertindak diatas benda sebagai gaya permukaan (contohnya, membengkokkan sebuah tongkat) dan gaya benda (contohnya, berat dari tiang telefon yang berdiri secara vertikal). Gaya-gaya ini pada seluruh titik didalam benda diperlukan karena gaya tersebut butuh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan dari bahan yang digunakan pada struktur. Tegangan didefinisikan sebagai intensitas dari beban per area, menentukan pengetahuan ini karena kekuatan dari sebuah bahan pada hakekatnya diketahui dalam istilah tegangan.

Regangan merupakan pengetahuan tentang deformasi secara spesifik, yang relatif merubah ukuran dan bentuk dari benda. Regangan pada sebuah titik juga didefinisikan secara umum pada kubus yang sangat kecil dalam sistem koordinat tangan kanan. Dibawah tekanan, panjang dari sisi kubus yang sangat kecil dapat


(45)

berubah. Permukaan dari kubus juga dapat berubah. Perubahan panjang dapat disamakan dengan regangan normal dan perubahan bentuk dapat disamakan dengan regangan geser (Kaw, 2006).

Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarik ditentukan sebagai berikut:

Tegangan :

P = σx Aₒ Atau

σ =P

� Dengan :

P = Beban yang diberikan dalam arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (kg)

Aₒ = Luas penampang mula spesimen sebelum diberi beban (mm2) σ = Kekuatan tarik (kg/mm2)

Regangan dinyatakan sebagai :

Ԑ = ∆�

� Dengan :

Ԑ = Engineerin Strain (regangan)

��= Panjang mula-mula spesimen

∆� = Penambahan panjang


(46)

Seperti semua bahan, komposit juga dapat gagal. Perbedaan yang penting dengan menghormati bahan yang isotropis dimana ada banyak dasar dari mekanisme kegagalan. Ini berkaitan dengan beban dan struktur laminat. Beberapa mekanisme kegagalan yang terjadi pada komposit:

 Sobekan (Splitting)

 Delaminasi (Delamination)  Tertekuk (Buckling)  Kelelahan (Fatigue)

 Kerusakan impak (Impact Damage)  Mulur dan stress relaxation

Pada umumnya ada tiga macam pembebanan yang menyebabkan rusaknya suatu bahan komposit, yaitu pembebanan tarik tekan baik dalam arah longitudinal maupun transversal, serta geser.

2.1.8.1Kerusakan Akibat Beban Tarik Longitudinal

Pada bahan komposit yang akan diberi beban tarik searah serat, keruskan bermula dari serat-serat yang patah pada penampang terlemah. Semakin besar beban, akan semakin banyak pula serat yang patah. Pada kebanyakan kasus, serat tidak patah sekaligus secara bersamaan. Apabila serat yang patah semakin banyak, maka akan terjadi beberapa kemungkinan dan ditunjukan pada Gambar 2.8. a. Bila serat mampu menahan gaya geser dan meneruskan ke serat sekitar,


(47)

yang disebut retakan. Patahan yang terjadi disebut patah getas (brittle failure).

b. Bila matrik tidak mampu menahan konsentrasi tegangan geser yang timbul di ujung, serat dapat terlepas dari matrik (debonding) dan komposit akan rusak tegak lurus arah serat.

c. Kombinasi dari kedua tipe diatas, pada kasus ini terjadi di sembarang tempatdisertai dengan kerusakan matrik. Kerusakan yang terjadi berupa patahan seperti sikat (brush type).

Gambar 2.8. Kerusakan Pada Komposit Akibat Beban Tarik Longitudinal (Sumber: Adiyono, 1996)

2.1.8.2Kerusakan Akibat Beban Tarik Transversal.

Serat pada komposit yang mengalami pembebanan tegak lurus arah serat (transversal), akan mengalami konsentrasi tegangan pada interface antar serat dan matrik itu sendiri. Oleh karena itu, bahan komposit yang mengalami beban transversal akan mengalami kerusakan pada interface. Kerusakan transversal ini juga dapat terjadi pada komposit dengan jenis serat acak dan lemah dalam arah transversal. dengan demikian, Gambar 2.9. memperlihatkan kerusakan akibat beban tarik transversal terjadi karena:


(48)

a. Kegagalan tarik matrik

b. Debonding pada interface antara serat dan matrik

Gambar 2.9. Kerusakan Pada Komposit Akibat Beban Tarik Transversal (Sumber: Bambang Kismono Hadi, 2000:41)

2.1.8.3Kerusakan Internal Mikroskopik

Definisi kerusakan suatu bahan disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa struktur dapat dianggap rusak apabila terjadi kerusakan total. Namun untuk struktur tertentu, deformasi yang sangat kecil sudah dapat dianggap sebagai kerusakan.

Hal ini sangat dapat terjadi pada komposit. Pada bahan ini, kerusakan internal mikroskopik dapat jauh terjadi sebelum kerusakan yang sebernarnya terjadi. Kerusakan mikroskopik yang terjadi pada komposit dapat berupa:

a. Patah pada serat (fiber breaking)

b. Retak mikro pada matrik (matrix micro crack) c. Terkelupasnya serat dari matrik (debonding)

d. Terlepasnya lamina satu dengan yang lainnya (delamination)

Untuk melihat kerusakan ini maka harus menggunakan mikroskop, dan foto mikro akan menunjukkan jenis-jenis kerusakannya. Karena kerusakan ini tidak dapat dilihat oleh mata secara langsung, maka akan sulit menentukan kapan dan dimana suatu komposit akan rusak. Oleh karena itu, suatu komposit dikatakan mengalami kerusakan apabila kurva tegangan-regangan (didapat dari pengujian


(49)

tarik) tidak lagi linear, atau ketika bahan tersebut telah rusak total. Hal ini berlaku baik pada komposit satu lapis (lamina) maupun laminat.

2.1.9 Tumbuhan Pinang

Pinang merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman. Secara rinci, sistematika pinang diuraikan sebagai berikut:

Divisi : Plantae Kelas : Monokotil Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae atau Palmae Genus : Areca

Spesies :Areca catechu L

2.1.9.1Kandungan kimia pinang

Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C

8H13NO2), arekolidine, arekalin, guvakolin, guvasine dan isoguvasine, tanin terkondensasi, tannin terhidrolisis, flavon, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta garam. Maskromo dan Miftahorrochman (2007) menyebutkan bahwa biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantosianidin


(50)

mempunyai efek antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, anti-inflamasi, anti-alergi, dan vasodilatasi. Tanaman pinang berpotensi antikanker karena memiliki efek antioksidan, dan antimutagenik.

Maskromo dan Miftahorrochman (2007) menyatakan batang pinang mengandung beberapa kandungan yang sama dengan buahnya. Batang pinang mengandung alkaloid, tanin, kanji, resin, karbohidrat, dan arekolin. Menurut Nugroho dkk. (2004) batang kelapa bagian atas dan bagian dalam banyak mengandung gula dan pati sehingga proses ekstraksi membuat sebagian gula dan pati akan terlarut. Distribusi holoselulosa pada kelapa baik secara longitudinal maupun lateral memiliki kecenderungan tidak beraturan.

2.1.9.2Morfologi tumbuhan

Pinang merupakan tanaman famili palmae yang dapat mencapai tinggi 15 - 20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm. Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung keadaan tanah. Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989). Tumbuhan pinang dan bagian-bagiannya di tunjukan pada Gambar 2.10.


(51)

Gambar 2.10. Pinang dan bagian-bagiannya (Sumber: http://www.wikipedia.co.id/pinang)

2.1.9.3Serat Pinang

Kayu palmae mempunyai sifat yang lebih dekat dengan kayu daun lebar daripada kayu daun jarum. Hal ini dicerminkan oleh adanya saluran pada struktur kayu kelapa sawit yang menyerupai sel pembuluh pada kayu daun lebar. Jadi untuk mengetahui serat pada batang pinang rujukan dari serat daun lebar dapat digunakan. Apabila sepotong kayu daun lebar seratnya dipisah-pisahkan dan diamati di bawah mikroskop, maka akan tampak sel-sel dengan berbagai macam bentuk ukuran, ada yang mirip tong atau pipa, ada yang mirip kotak dan ada yang berbentuk panjang dan sangat lansing. Sel-sel yang berbentuk panjang dan langsing ini dikenal dengan nama serat. Dinding serat biasanya lebih tebal dari dinding parenkim dan pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 mikron. Ketebalan dindingnya relatif dibandingkan diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Sifat mechanic serat dapat dilihat pada Tabel 2.5. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit, 1997).


(52)

Tabel 2.5 Mechanical Properties Serat Pinang (Bino dkk, 2016) Tensile Strenght (MPa) Young’s modulus (GPa) Elongation (%)

147-322 1,142-3,155 10,23-13,15

Dalam penelitian ini serat pinang direndam untuk memisahkan lignin dari serat pinang. Serat pinang itu juga dapat diolah secara kimia untuk meningkatkan sifat mekanik menggunakan NaOH. Di antara semua serat alam, pinang tampaknya merupakan bahan yang menjanjikan karena murah, ketersediaan melimpah dan tanaman yang berpotensial tinggi. Volume serat pinang mencapai 30% - 45% dari total volume buah.

2.2 Tinjauan Pustaka

Mastur Azizul (2016) telah melakukan penelitian yang berjudul ‘Pengaruh Fraksi Volume Serat Buah Pinang Pada Komposit Terhadap Kekuatan Mekanik’ yang bertujuan untuk menguji kekuatan mekanik dari serat buah pinang dengan pengujian tarik dan bending dengan variasi serat ukuran fraksi volume 40%, 50%, dan 60%. Hasil pengujian tarik menunjukan komposit serat buah pinang untuk volume serat 40% tegangannya rata-rata 7,09 MPa dan regangannya rata-rata 2,0%, volume serat 50% tegangan rata-ratanya 7,70 MPa dan regangan rata-ratanya 2,0%, fraksi volume 60% tegangan rata-ratanya 9,78 MPa dan regangan rata-ratanya 3,3%. Sedangkan untuk uji bending diperoleh fraksi volume serat 40% tegangan rata-ratanya adalah 17,50 MPa, fraksi volume serat 50% tegangan rata-ratanya adalah 18,18 MPa, dan pada fraksi volume serat 60% tegangan rata-ratanya adalah 27,14 MPa.


(53)

Muhajir (2006) telah melakukan penelitian tentang variasi tata letak serat yang berjudul ‘Analisis Kekuatan Tarik Bahan Komposit Matriks Resin Berpenguat Serat Alam Dengan Berbagai Varian Tata Letak’ yang bertujuan mengetahui pengaruh tata letak serat terhadap karakteristik komposit serat. Spesimen matriks resin dibuat dengan standar ASTM D 638 M-84 dengan bahan resin epoksi dan katalis menggunakan metode pengecoran. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengujian laboratorium. Intrumen yang digunakan berupa lembar pencatatan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik ANOVA menggunakan bantuan SPSS. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kekuatan tarik komposit tertinggi dengan tata letak random sebesar 3,38 kgf/mm² dan perpanjangan sebesar 0,38 mm, Cross sebesar 3,03 kgf/mm2 dan perpanjangan sebesar 0,86 mm, continuous sebesar 2,24 kgf/mm² dan perpanjangan sebesar 1,03 mm, woven sebesar 1,64 kgf/mm2 dan perpanjangan sebesar 0,64 mm. Bentuk patahan menunjukan bahwa hasil pengujian tarik mengalami patahan getas, karena ujung patahan terdapat patahan 90º dan kasar, adannya mekanisme fiber pull out, Hal ini menunjukkan lemahnya ikatan antara serat dan matrik karena serat mengandung lapisan seperti lilin (lignin dan kotoran lainnya) yang menghalangi ikatan interface antara serat dengan matrik, sedangkan ada yang tidak terlalu menunjukkan fiber pull out, karena ikatan interface antara serat dan matrik kurang kuat dan ada yang tidak menunjukan terjadi fiber pull out, karena ikatan interface antara serat dan matrik sangat kuat. Hal ini membuktikan bahwa jenis tata letak serat penguat juga berpengaruh besar terhadap bahan komposit.


(54)

Bifel (2005) melakukan penelitian yang berjudul ‘Pengaruh Perlakuan Alkali Serat Sabut Kelapa terhadap Kekuatan Tarik Komposit Polyester’ yang bertujuan untuk meningkatkan gaya ikat antara serat sabut kelapa dengan matrik dengan menggunakan perlakuan alkali serat sebelum dipergunakan. Perlakuan alkali dengan melakukan perendaman serat sabut kelapa didalam larutan NaOH 5% selama (2, 4, 6, 8) jam. Setelah dicuci dan dikeringkan serat sabut kelapa dipergunakan sebagai penguat pada komposit matrik polyester 60 %. Hasil yang diperoleh dari pengujian tarik pada penelitian ini menunjukan bahwa dengan fraksi Volume melakukan perendaman serat sabut kelapa kedalam larutan 5% NaOH selama 2 jam dengan harga kekuatan tarik yang optimal dengan nilai 21,075 Mpa. Hal ini juga terbukti dari hasil foto makro penampang patahan, yaitu terjadi patahan komposit untuk waktu perendaman 6 jam dan 8 jam, fiber pull out. Sedangkan pada waktu perendaman selama 2 jam dan 4 jam, jenis patahan getas.

Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa penelitian diatas bahwa pengaruh varian letak serat, fraksi volume serat serta lama perendaman alkali akan mempengaruhi sifat komposit.


(55)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Skema Penelitian

Proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1 Skema Penelitian. Pembelian bahan

Resin Epoksi Cetakan Kaca Pinang

Pembuatan benda uji : 1. Resin tanpa serat

2. Komposit dengan fraksi volume serat 4%, 6%, 8%, dan 10% dengan orientasi serat disusun secara acak.

3. Pemotongan benda uji sesuai dengan ASTM

Uji tarik Hasil penelitian

Pembahasan Kesimpulan Kajian pustaka

NaOH Pengolahan


(56)

3.2 Persiapan Penelitian

Sebelum memulai pengujian, mempersiapkan semua yang dibutuhkan dalam pembuatan benda uji adalah hal yang pokok. Pertama-tama adalah menentukan tempat pembuatan benda uji, kemudian membeli alat dan bahan yang dibutuhkan selama proses pembuatan sampai finishing. Setelah itu dilakukan pengukuran untuk mengetahui seberapa banyak bahan yang dipakai untuk membuat benda uji.

3.2.1 Alat-alat Yang Digunakan.

Alat-alat yang digunakan untuk membuat komposit berpenguat serat buah pinang ini ditampilkan pada Gambar 3.2.

a. Timbangan Digital b. Cetakan Kaca 30 x 20 x 0,5 cm

c. Stik es krim d. Gerinda


(57)

g. Kikir dan Tanggem h. Sarung Tangan Karet

i. Gelas Ukur 1000 cc j. Gelas Plastik

k. Penggaris l. Jangka Sorong

m. Mesin Uji Tarik n. Mesin Milling Gambar 3.2 Alat-alat yang Digunakan


(58)

3.2.2 Bahan-bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit berpenguat serat buah pinang adalah sebagai berikut:

a) Serat Buah Pinang

Serat yang dipakai dalam pembuatan benda uji adalah serat buah pinang yang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Serat Pinang b) Resin Epoxy dan Hardener.

Jenis resin yang digunakan dalam pembuatan benda uji adalah jenis resin epoxy yang akan di campurkan dengan pengeras hardener, yang dapat dilihat pada

Gambar 3.4.

a b


(59)

c) Release Ag ent

Release agent adalah bahan untuk mempermudah melepas komposit pada

cetakan. Release agent yang digunakan adalah Release agent Miror Glaze yang dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Release Agent d) NaOH

NaOH yang digunakan berupa kristal yang akan dilaurkan dengan air. NaOH dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. NaOH Kristal 3.3 Perhitungan Komposisi Komposit

Komposisi dari serat pada komposit dibuat dengan variasi fraksi volume serat 4%, 6%, 8% dan 10%. Perhitungan komposisi resin epoxy dan hardener


(60)

dihitung pula dengan menggunakan fraksi volume cetakan dengan perbandingan epoxy : hardener yaitu 1:1. Berikut ini cara perhitungan yang dilakukan:

a) Mencari Massa Jenis Serat Buah Pinang. Dengan perhitungan:

ρ = massa total-massa awal / volume

a. Langkah pertama adalah menyiapkan serat buah pinang yang telah dibersihkan dan diberi perlakuan alkali.

b. Menyiapkan suntikan, dan menimbang massa suntikan

c. Memasukan serat ke dalam suntikan dengan volume yang telah ditentukan d. Menimbang massa total.

e. Melakukan perhitungan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Mencari Massa Jenis Serat no Volume

serat (cm³)

Massa Total (gram)

Massa Wadah (gram)

Massa jenis {ρ} (gr/cm³)

1 2 3,343 2,467 0,438

2 2 3,229 2,495 0,367

3 20 37,326 31,013 0,315

Rata-rata 0,373

b) Menghitung Volume Cetakan Dengan asumsi:

Volume cetakan = volume komposit total Vcet = Vkomp


(61)

�� � = 20 �� × 30 �� × 0,5 ��

= 300 cm³

c) Menghitung perbandingan serat buah pinang dengan fraksi 4% dan resin 96%. Rumus: Massa Serat = Vc x 4% x �

= 300 x 4 x 0.373 = 4,47 gram. Massa Epoxy = 96% x Vc

= 96 % x 300 = 288 cm³

Dengan perbandingan Resin Epoxy dan Hardener 1 : 1 maka massa Epoxy : = 288/2

= 144 cm³ epoxy = 144 cm³ Hardener

d) Menghitung perbandingan serat buah pinang dengan fraksi 6% dan resin 94%. Rumus: Massa Serat = Vc x 6% x �

= 300 x 6 x 0.373 = 6,71 gram. Massa Epoxy = 94% x Vc

= 94 % x 300 = 282 cm³

Dengan perbandingan Resin Epoxy dan Hardener 1 : 1 maka massa Epoxy : = 282/2


(62)

= 141 cm³ Hardener

e) Menghitung perbandingan serat buah pinang dengan fraksi 8% dan resin 92%. Rumus: Massa Serat = Vc x 8% x �

= 300 x 8 x 0.373 = 8,96 gram. Massa Epoxy = 92% x Vc

= 92 % x 300 = 276 cm³

Dengan perbandingan Resin Epoxy dan Hardener 1 : 1 maka massa Epoxy : = 276/2

= 138 cm³ epoxy = 138 cm³ Hardener

f) Menghitung perbandingan serat buah pinang dengan fraksi 10% & resin 90%. Rumus: Massa Serat = Vc x 10% x �

= 300 x 10 x 0.373 = 11,19 gram. Massa Epoxy = 90% x Vc

= 90 % x 300 = 270 cm³

Dengan perbandingan Resin Epoxy dan Hardener 1 : 1 maka massa Epoxy : = 270/2

= 135 cm³ epoxy = 135 cm³ Hardener


(63)

3.4 Proses Pembuatan Komposit

Proses dari pembuatan komposit terlebih dahulu mempersiapkan cetakan dan juga mempersiapkan serat yang telah dikenakan perlakukan NaOH. Setelah persiapan awal tersebut dilakukan maka proses selanjutnya adalah proses pencetakan komposit. Pencetakan komposit dilakukan dengan menggunakan metode hand laminating (hand lay up). Standar ukur yang digunakan dalam penelitian adalah ASTM D638-14. Pengujian dilakukan dengan uji tarik yang dilakukan di Laboratorium Logam Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. Benda uji yang akan di uji berjumlah enam buah pada setiap variasi. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan:

a. Dilakukan perhitungan massa resin yang akan digunakan sebagai acuan 100%. Hal ini dilakukan dengan cara menghitung volume epoxy resin + epoxy hardener sesuai degan volume cetakan (30 x 20 x 0.5 cm). hasil

perhitungan yang didapati dijabarkan pada sub bab 3.3 Perhitungan komposisi komposit.

b. Merendam serat dengan NaOH sebanyak 5% selama 2 jam dan pengeringan di bawah sinar matahari selama 3 jam. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7.


(64)

c. Serat yang sudah dikenakan perlakuan NaOH kemudian ditimbang sesuai dengan variasinya (4%, 6%, 8% dan 10%) dan dibentuk dengan ukuran 30 x 20 x 0.5 cm sesuai dengan ukuran cetakan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8.

a b

Gambar 3.8. a.Penimbangan Serat Sesuai Dengan Variasi Fraksi Volume. b.Pembentukan Serat Sesuai Cetakan

d. Langkah selanjutnya adalah cetakan dibersihkan kemudian diberi mirror glaze sebagai release agent agar hasil cetakan mudah dilepas dari cetakan.

Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Pelapisan Cetakan Dengan Mirror Glaze

e. Mencampurkan resin epoxy dan epoxy hardener, kemudian seperlimanya dituang ke dalam cetakan sebagai lapisan resin yang pertama. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10.


(65)

a b

Gambar 3.10. a.Pencampuran Epoxy dan Hardener. b. Penuangan 1/5 Resin ke Dalam Cetakan

f. Setelah lapisan resin yang pertama dilakukan peletakan serat ke dalam cetakan, kemudian resin yang masih ada dituang semuanya ke dalam cetakan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Peletakan Serat ke Dalam Resin Epoxy

g. Kemudian serat ditekan-tekan menggunakan spatula atau sumpit agar udara atau celah yang masih ada bisa tertupi dengan baik supaya tidak menjadi void. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12. Pengamatan Dalam Proses Pencetakan Untuk Menghindari Void.

h. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada keseluruhan cetakan serta pelepasan void-void yang masih terjebak.


(66)

i. Dilakukan penutupan cetakan dengan menggunakan kaca yang ditekan agar hasil permukaan bisa menjadi rata. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13. Penutupan Cetakan Dengan Kaca.

j. Tunggu komposit mengalami proses pengeringan. Lama waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah ± 24 jam.

k. Setelah komposit kering, komposit dilepaskan dari cetakannya. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14. Komposit Setelah Kering dan Dilepas Dari Cetakannya. l. Komposit diukur, dipotong dan dibentuk sesuai dengan standar yang sudah

ditentukan.


(67)

3.5 Standar Uji dan Ukuran Benda Uji

Ukuran yang digunakan pada benda uji berdasarkan standar uji tarik komposit yaitu ASTM D638-14. Dimensi ditunjukkan pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15. Sketsa Standar Uji Tarik

3.6 Cara Penelitian

Komposit yang sudah jadi selanjutya diuji menggunakan metode pengujian tarik. Berikut ini adalah lagkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian tarik komposit:

a) Benda uji dipersiapkan dengan memberi tanda pada daerah perhitungan. b) Dilakukan pengukuran panjang, lebar, tinggi dan luas penampang pada setiap

benda uji.

c) Kertas millimeter blok diletakkan pada printer mesin uji tarik. d) Mesin dinyalakan, lalu benda uji dipasang pada grip mesin uji tarik.


(68)

e) Grip dikencangkan namun grip tersebut diatur dengan kekuatan secukupnya agar tidak merusak benda uji.

f) Pemasangan extensometer pada benda uji kemudian nilai elongationnya diatur menjadi nol.

g) Nilai beban di atur menjadi nol.

h) Kecepatan pengujian diatur menjadi 10 mm/menit. Kemudian tekan tombol down untuk memulai pengujian tarik.

i) Data beban maksimal dan pertambahan panjang dicatat setelah benda uji putus. j) Setelah pengambilan data, proses pengujian dilakukan secara berulang untuk


(69)

51

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian tarik untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan komposit berpenguat serat buah pinang dengan variasi volume serat 4%, 6%, 8%, 10% dengan orientasi serat secara acak. Dalam setiap variasi presentasi volume di buat sebanyak enam spesimen benda uji dan diberi perlakuan alkali 5% selama 2 jam, jadi jumlah benda uji ada 30 spesimen dengan empat variasi dan resin epoxy. Hasil pengujian dan perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan analisis dalam bentuk tulisan.

4.1.2 Hasil Pengujian Benda Uji Komposit

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat yaitu mesin uji tarik. Data yang diperoleh dari hasil pengujian di jabarkan dengan perhitungan sesuai dengan rumus yang ada.

a) Hasil Pengujian Tarik Matrik Epoxy

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik menghasilkan print-out grafik hubungan beban-pertambahan panjang pada setiap spesimen benda uji. Berikut adalah tabel dan grafik hasil pengujian matrik epoxy dengan perbandingan epoxy dan hardener 1 : 1. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.1- 4.4 dan Gambar 4.1- 4.3.


(70)

Tabel 4.1. Dimensi Resin Epoxy R es in E poxy

Dimensi matrik epoxy

No Spesimen Lebar (mm) Tebal (mm) A (mm2)

1 RC-1 13,50 5,20 70,20

2 RC-2 13,50 5,20 70,20

3 RC-3 13,50 5,10 68,85

4 RC-4 13,40 4,60 61,64

5 RC-5 13,40 5,20 69,68

6 RC-6 13,50 5,20 70,20

Rata-rata 13,47 5,08 68,46

Tabel 4.2 Kekuatan Tarik Resin Epoxy

Re

sin

Epox

y

Spesimen A (mm2) Beban (kg) Gravitasi

(m/s)

Kekuatan tarik (kgf/mm²)

RC-1 70,2 358,8 9,81 50,14

RC-2 70,2 372,5 9,81 52,05

RC-3 68,85 333,7 9,81 47,55

RC-4 61,64 318 9,81 50,61

RC-5 69,68 359,3 9,81 50,58

RC-6 70,2 379 9,81 52,96

Rata-rata 68,46 353,55 9,81 50,65

Tabel 4.3 Regangan Resin Epoxy

Re

sin

Epox

y

Spesimen Lo (mm) ΔL (mm) L (mm) Regangan (%)

RC-1 50 2,25 52,25 4,5

RC-2 50 3,8 53,8 7,6

RC-3 50 1,7 51,7 3,4

RC-4 50 2,8 52,8 5,6

RC-5 50 2,35 52,35 4,7

RC-6 50 2,9 52,9 5,8


(71)

Tabel 4.4 Modulus Elastisitas Resin Epoxy

Re

sin

Epox

y

Spesimen Kekuatan

tarik (Mpa)

Regangan (%)

Modulus elastisitas (MPa)

RC-1 50,14 4,5 11,142

RC-2 52,05 7,6 6,849

RC-3 47,55 3,4 13,984

RC-4 50,61 5,6 9,037

RC-5 50,58 4,7 10,763

RC-6 52,96 5,8 9,132

Rata-rata 50,65 5,27 10,15

Gambar 4.1 Grafik Kekuatan Tarik Resin Epoxy

Gambar 4.2 Grafik Regangan Resin Epoxy 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Ke kua tan T arik (MPa) Spesimen 0 1 2 3 4 5 6 7 8 R eg ang an (% ) Spesimen


(72)

Gambar 4.3 Grafik Modulus Elastisitas Resin Epoxy b) Hasil Pengujian Tarik Komposit Berpenguat Serat Pinang.

Pengujian dilakukan terhadap beberapa variasi fraksi volume serat komposit yang telah disiapkan dan menggunakan ASTM D638-14. Setiap variasi fraksi volume terdapat enam spesimen benda uji. Hasil dari pengujian disajikan dalam tabel 4.5 - 4.21.

Tabel 4.5 Dimensi Komposit Serat Pinang 4%

Komposi

t S

era

t P

inang

4% Dimensi komposit

No Spesimen Lebar (mm) Tebal (mm) A (mm2)

1 FC-2-1 13,10 4,92 64,45

2 FC-2-2 13,18 4,90 64,58

3 FC-2-3 13,30 4,85 64,51

4 FC-2-4 13,20 5,00 66,00

5 FC-2-5 13,30 4,90 65,17

6 FC-2-6 13,30 4,90 65,17

Rata-rata 13,23 4,91 64,98

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 M od u lu s E lastis itas (M P a) Spesimen


(73)

Tabel 4.6 Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 4% Komposi t ser at pi na ng 4%

Spesimen A (mm2) Beban (kg) Gravitasi (m/s) Kekuatan tarik (kgf/mm²)

FC.2-1 64,452 250,5 9,81 38,128

FC.2-2 64,582 190,8 9,81 28,983

FC.2-3 64,505 213,3 9,81 32,439

FC.2-4 66 231,3 9,81 34,380

FC.2-5 65,17 189,2 9,81 28,480

FC.2-6 65,17 260,8 9,81 39,258

Rata-rata 64,98 222,65 9,81 33,61

Tabel 4.7 Regangan Komposit Serat |Pinang 4%

Komposi t ser at pi na ng 4%

Spesimen Lo (mm) ΔL (mm) L (mm) Regangan (%)

FC.2-1 50 1,7 51,7 3,4

FC.2-2 50 1 51 2

FC.2-3 50 1,6 51,6 3,2

FC.2-4 50 2,65 52,65 3,3

FC.2-5 50 1,25 51,25 2,5

FC.2-6 50 1,4 51,4 2,8

Rata-rata 50,00 1,43 51,43 2,87

Tabel 4.8 Modulus Elastisitas Komposit Serat 4%

Komposi t ser at pi na ng 4% Spesimen Kekuatan tarik

(Mpa) Regangan

(%)

Modulus elastisitas

(MPa)

FC.2-1 38,128 3,4 11,214

FC.2-2 28,983 2 14,491

FC.2-3 32,439 3,2 10,137

FC.2-4 34,380 3,3 10,418

FC.2-5 28,480 2,5 11,392

FC.2-6 39,258 2,8 14,021


(74)

Tabel 4.9 Dimensi Komposit Serat Pinang 6% K om pos it S er at P inan g

6% Dimensi komposit

No Spesimen Lebar (mm) Tebal (mm) A (mm2)

1 FC-4-1 13,10 4,85 63,54

2 FC-4-2 13,25 5,30 70,23

3 FC-4-3 13,15 4,80 63,12

4 FC-4-4 13,10 4,85 63,54

5 FC-4-5 13,20 4,80 63,36

6 FC-4-6 13,20 4,90 64,68

Rata-rata 13,17 4,92 64,74

Tabel 4.10 Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 6%

Komposi t ser at pi na ng 6%

Spesimen A (mm2) Beban (kg) Gravitasi

(m/s)

Kekuatan tarik (kgf/mm²)

FC.4-1 63,535 260,5 9,81 40,22

FC.4-2 70,225 220,6 9,81 30,81

FC.4-3 63,12 249 9,81 38,69

FC.4-4 63,535 235,9 9,81 36,42

FC.4-5 63,36 224,1 9,81 34,69

FC.4-6 64,68 243,9 9,81 36,99

Rata-rata 64,74 239 9,81 36,31

Tabel 4.11 Regangan Komposit Serat |Pinang 6%

Komposi t ser at pi na ng 6%

Spesimen Lo (mm) ΔL (mm) L (mm) Regangan (%)

FC.4-1 50 1,25 51,25 2,5

FC.4-2 50 1 51 2

FC.4-3 50 1,65 51,65 3,3

FC.4-4 50 1,45 51,45 2,9

FC.4-5 50 1,2 51,2 2,4

FC.4-6 50 1,2 51,2 2,4


(75)

Tabel 4.12 Modulus Elastisitas Komposit Serat 6% Komposi t ser at pi na ng 6%

Spesimen Kekuatan tarik (Mpa)

Regangan (%)

Modulus elastisitas (MPa)

FC.4-1 40,22 2,5 16,08

FC.4-2 30,81 2 15,40

FC.4-3 38,69 3,3 11,72

FC.4-4 36,42 2,9 12,56

FC.4-5 34,69 2,4 14,45

FC.4-6 36,99 2,4 15,41

Rata-rata 36,31 2,58 14,28

Tabel 4.13 Dimensi Komposit Serat Pinang 8%

Komposi t S era t P inang 8% Dimensi komposit

No Spesimen Lebar (mm) Tebal (mm) A (mm2)

1 FC-6-1 13,30 5,38 71,55

2 FC-6-2 13,15 5,66 74,43

3 FC-6-3 13,30 5,24 69,69

4 FC-6-4 13,28 5,05 67,06

5 FC-6-5 13,24 5,64 74,67

6 FC-6-6 13,28 5,44 72,24

Rata-rata 13,26 5,40 71,61

Tabel 4.14 Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 8%

Komposi t ser at pi na ng 8%

Spesimen A (mm2) Beban (kg) Gravitasi (m/s)

Kekuatan tarik (kgf/mm²)

FC.6-1 71,55 227,8 9,81 31,23

FC.6-2 74,42 225,3 9,81 29,69

FC.6-3 69,69 231,1 9,81 32,53

FC.6-4 67,06 247,7 9,81 36,23

FC.6-5 74,67 223,4 9,81 29,34

FC.6-6 72,24 226 9,81 30,68


(76)

Tabel 4.15 Regangan Komposit Serat |Pinang 8% Komposi t ser at pi na ng 8%

Spesimen Lo (mm) ΔL (mm) L (mm) Regangan (%)

FC.6-1 50 1 51 2

FC.6-2 50 1,2 51,2 2,4

FC.6-3 50 1,2 51,2 2,4

FC.6-4 50 1,3 51,3 2,6

FC.6-5 50 1,1 51,1 2,2

FC.6-6 50 1 51 2

Rata-rata 50,00 1,13 51,13 2,27

Tabel 4.16 Modulus Elastisitas Komposit Serat 8%

Komposi t ser at pi na ng 8% Spesimen Kekuatan tarik

(Mpa) Regangan

(%)

Modulus elastisitas

(MPa)

FC.6-1 31,23 2 15,61

FC.6-2 29,69 2,4 12,37

FC.6-3 32,53 2,4 13,55

FC.6-4 36,23 2,6 13,96

FC.6-5 29,34 2,2 13,34

FC.6-6 30,68 2 15,34

Rata-rata 31,62 2,27 14,03

Tabel 4.17 Dimensi Komposit Serat Pinang 10%

kompos it se ra t pi na ng

10% Dimensi komposit

No Spesimen Lebar (mm) Tebal (mm) A (mm2)

1 FC-8-1 13,29 5,25 69,77

2 FC-8-2 13,30 5,15 68,50

3 FC-8-3 13,24 5,10 67,52

4 FC-8-4 13,30 5,00 66,50

5 FC-8-5 13,30 5,10 67,83

6 FC-8-6 13,20 4,90 64,68


(77)

Tabel 4.18 Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 10% Komposi t ser at pi na ng 10%

Spesimen A (mm2) Beban (kg) Gravitasi (m/s)

Kekuatan tarik (kgf/mm²)

FC.8-1 69,77 227,2 9,81 31,94

FC.8-2 68,49 270,4 9,81 38,72

FC.8-3 67,52 222,4 9,81 32,31

FC.8-4 66,50 214,6 9,81 31,65

FC.8-5 67,83 256,1 9,81 37,03

FC.8-6 64,68 214,6 9,81 32,54

Rata-rata 67,47 234,22 9,81 34,04

Tabel 4.19 Regangan Komposit Serat Pinang 10%

Komposi t ser at pi na ng 10%

Spesimen Lo (mm) ΔL (mm) L (mm) Regangan (%)

FC.8-1 50 1 51 2

FC.8-2 50 1,7 51,7 3,4

FC.8-3 50 1 51 2

FC.8-4 50 1 51 2

FC.8-5 50 1,1 51,1 2,2

FC.8-6 50 1,1 51,1 2,2

Rata-rata 50,00 1,15 51,15 2,30

Tabel 4.20 Modulus Elastisitas Komposit Serat 10%

Komposi t ser at pi na ng 10% Spesimen Kekuatan tarik

(Mpa) Regangan

(%)

Modulus elastisitas

(MPa)

FC.8-1 31,94 2 15,97

FC.8-2 38,72 3,4 11,39

FC.8-3 32,31 2 16,15

FC.8-4 31,65 2 15,82

FC.8-5 37,03 2,2 16,83

FC.8-6 32,54 2,2 14,79


(78)

Tabel 4.21 Kekuatan Tarik, Regangan dan Modulus elastisitas Rata-rata Komposi t Fraksi volume serat (%) Kekuatan tarik

(Mpa) Regangan

(%)

Modulus elastisitas

(MPa)

Resin Epoxy 50,65 5,27 10,15

FC. 4% 33,61 2,87 11,95

FC. 6% 36,31 2,58 14,28

FC.8% 31,62 2,27 14,03

FC.10% 34,04 2,30 15,16

Dari hasil pengujian komposit berpenguat serat buah pinang dengan variasi fraksi volume 4%, 6%, 8%, dan 10%, di dapat grafik data yang ditunjukkan pada Gambar 4.4- 4.18.

Gambar 4.4 Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 4%. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 K ek u atan T ar ik (M P a) Spesimen


(79)

Gambar 4.5 Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 4%

Gambar 4.6 Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 4% 0 1 2 3 4 Re gan gan (% ) Spesimen 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 M od u lu s E lastis itas (M P a) Spesimen


(80)

Gambar 4.7 Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 6%

Gambar 4.8 Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 6% 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45

K

ek

u

atan

T

ar

ik

(M

P

a)

Spesimen

0 1 2 3 4

Re

gan

gan

(%

)


(81)

Gambar 4.9 Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 6%

Gambar 4.10 Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 8% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 M od u lu s E lastis itas (M P a) Spesimen 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Ke kua tan T arik (MPa) Spesimen


(82)

Gambar 4.11 Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 8%

Gambar 4.12 Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 8% 0 1 2 3 Re gan gan (% ) Spesimen 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 M od u lu s E lastis itas (M P a) Spesimen


(83)

Gambar 4.13 Grafik Kekuatan Tarik Komposit Serat Pinang 10%

Gambar 4.14 Grafik Regangan Komposit Serat Pinang 10% 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45

K

ek

u

atan

T

ar

ik

(M

P

a)

Spesimen

0 1 2 3 4

Re

gan

gan

(%

)


(84)

Gambar 4.15 Grafik Modulus Elastisitas Komposit Serat Pinang 10%

Gambar 4.16 Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 M od u lu s E lastis itas (M P a) Spesimen 50,65 33,61 36,31 31,62 34,04 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Resin Epoxy komposit serat pinang 4% komposit serat pinang 6% komposit serat pinang 8% komposit serat pinang 10% K ek u atan T ar ik (M P a) Spesimen


(85)

Gambar 4.17 Grafik Regangan Rata-rata

Gambar 4.18 Grafik Modulus Elastisitas Rata-rata 5,27 2,87 2,58 2,27 2,30 0 1 2 3 4 5 6

Resin Epoxy komposit serat

pinang 4% komposit serat pinang 6% komposit serat pinang 8% komposit serat pinang 10% Re gan gan (% ) Spesimen 10,15 11,95 14,28 14,03 15,16 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Resin Epoxy komposit serat

pinang 4% komposit serat pinang 6% komposit serat pinang 8% komposit serat pinang 10% M od u lu s E lastis itas (M P a) Spesimen


(1)

Gambar spesimen komposit 8%


(2)

79

b) Gambar Diagram Milimeter Blok: Resin epoxy:


(3)

Komposit berpenguat serat 4%:


(4)

81

Komposit berpenguat serat 6%:


(5)

Komposit berpenguat serat 8%:


(6)

83

Komposit berpenguat serat 10%: