Pengaruh temperatur curing pada sifat komposit berpenguat serat buah pinang dengan orientasi serat acak

(1)

i

PENGARUH TEMPERATUR

CURING

PADA SIFAT

KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT BUAH PINANG DENGAN

ORIENTASI SERAT ACAK

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Mesin

Diajukan oleh: EMANUEL ROBERTO

NIM: 135214027

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

ii

EFFECT OF CURING TEMPERATURE ON PROPERTIES

COMPOSITE REINFORCED FOR BETEL NUT COMPOSITE

WITH FIBER ORIENTATION RANDOM

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

By

EMANUEL ROBERTO Student Number: 135214027

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2017


(3)

(4)

SKRIPSI

PENGARATIH

TEMPERATTIR

CARINGPADA

SIF'AT

KOMPOSIT BERPENGUAT

SERAT

BUAH

PINANTG DENGANT

OBIENTASI

SERAT

ACAK

Dipersiapkan dm ditulis oleh: Nana: Emanuel Roberto

NIM: 135214027

Anggota

Univemitas Sanata Dhama Yogyakafia


(5)

PERI{YATAAN

Dengan ini penulis m€rryatakan batrwa dalam slaipsi ini tidakterdapat karya yang

pernah diajuhl<an tmtuk mempe,roleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggr,

dan sWaqiang pngetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pemdr ditulis dau di ts$ilksn oleh orurg lain, kecuali ysrg secara tertulis diacu

dalam naskah ini &n disobu&n dalam daftarpustaka


(6)

vi

INTISARI

Komposit didefinisikan sebagai penggabungan dua macam material atau lebih dengan fase yang berbeda, yaitu fase matrik dan fase penguat. Komposit Agar mendapatkan sifat dan karakteristik yang baik, maka perlu memperhatikan beberapa faktor, salah satunya adalah curing. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas dari komposit yang diberi perlakuan curing dengan variasi suhu 60oC 80oC dan 100oC.

Peneitian ini menggunakan serat buah pinang dengan oreientasi serat acak, resin yang digunakan adalah resin epoksi dan mirror glass sebagai release agent. Komposit dibuat dengan menggabungkan 8% serat, dan 92% resin, diatas cetakan kaca berukuran 20 cm x 30 cm x 0,5 cm. cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengujian benda tarik pada setiap benda uji komposit yang sudah diberi perlakuan curingdengan variasi suhu 60oC, 80oC dan 100oC selama 3 jam.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai kekuatan tarik rata-rata terbesar terdapat pada komposit yang diberi perlakuan curing 100oC yaitu 39.177 Mpa. Semakin tinggi suhu curing akan meningkatkan nilai kekuatan tarik dari komposit serat buah pinang. Hal ini terjadi dikarenakan komposit yang diberikan perlakuan curing pada suhu tinggi memiliki ikatan crosslink yang lebih banyak sehinga ikatan resin dengan serat buah pinang menjadi lebih kuat. kenaikan kekuatan tarik komposit ini mencapai 24,13%, dari nilai kekuatan tarik mula-mula (tanpa curing). Nilai regangan rata-rata terbesar terdapat pada komposit yang mendapat perlakuan curing suhu 60oC yaitu 2,67%. Perlakuan curing suhu 60o C-100oC meningkatkan nilai regangan dari mula-mula(tanpa curing) 2,27% menjadi 2,67% setelah perlakuan curing. Nilai modulus elastisitas terbesar terdapat pada komposit yang mendapat perlakuan curing suhu 100oC yaitu 15,199 MPa, proses curing komposit serat buah pinang ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan.


(7)

vii

ABSTRACT

Composite are defined as merge of two or more kinds of materials with different phases, which is the phase of the matrix and reinforcing phase. Composite need to get a good quality and characteristics, require to consider several factors, one of them is curing. The Purpose of this study was to determine the value of tensile strength, strain and modulus of elasticity of curing curing with variations of temperature 60oC, 80oC and 100oC.

This research uses areca fiber with a type of random arrangement of chopped strand mat, an epoxy as a resin and epoxy hardener as a with 1:1 ratio. Composites made by combining 8% fiber, 92% of the matrix, on the glass mold dimension 30 cm x 20 cm x 0,5 cm. the method of data collection by doing tests on each composite specimen that has been treated with curing temperature 60oC, 80oC dan 100oC for 3 hours.

From this research the largest average tensile strength value is found in composite treated curing 100OC is 39,177 MPa. The higher the curing temperature will increase the tensile strength value of the betel nut fiber composite. This occurs because the composites given curing treatment at high temperatures have more crosslink bonds so that the resin bonds with betel nut fibers become stronger. The increase of composite tensile strength reached 24.13%, from the value of the initial tensile strength (without curing). The highest value of strain was found in the composite treated curing temperature of 60OC that is 2.67%. The curing treatment temperature of 60OC-100OC increased the strain value from initially (without curing) by 2.27% to 2.67% after curing treatment. The greatest modulus of elasticity value is shows in the composite treated curing temperature of 100OC that is 15,199 MPa, the cultivation of fiber composite of this betel nut does not give significant effect.


(8)

LEMBARAN PERNYATAAI\i PERSETUJUAI\

PT'BLIKASI KARYA ILMIAH I.'NTI]K KEPENTINGAI\I

AKADENdISI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama

: Emanuel Roberto

NIM

:135214027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Univeristas Sanata Dharma Yogyakarta Skripsi saya yang berjudul:

PENGARAT]H TEMPERATT}R CUXING PADA SIFAT KOMPOSIT

BERPENGUAT SERAT BUAH PINANG DENGAI\I ORIENTASI SERAT ACAK

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kapada saYa selama

tetap mencantumkan narna saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal t7 jluli20l7

@manuel Roberto)


(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Pujih syukur penulis penjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Selama melakukan penelitian ini, penulis telah menerimah banyak bantuan, masukan, perhatian dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa penghargaan dan terima kasih yang dalam kepada: 1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., Dekan Fakultas Sains dan

Teknolog, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwardi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing, terima kasih buat bimbingan dan cara berfikir yang dicontohkan selama ini.

4. Raden Wihadi Dwiseno, S.T., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Heribertus Robertus Gundardi dan Yosepina Heni selaku orang tua penulis. 6. Bapa Antonius dan Ibu Maria, om Klemens dan nenek Teresia selaku

keluarga di Timika yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

7. Yuliana Roberti Du’a, Sebastianus Armedy Mario, Maximilianus Eudes Agusto dan Stefanus Robimus selaku kakak-kakak dan Ade penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

8. Albertus Gilang K, Junior F.R.D. Kamagi, Ekhaputra Wahab, Roswita Beby Stefani, Katarina Ade Triyani, Ivan selaku keluarga penulis selama di Yogyakarta, terima kasih atas dukungan salama penulis berkuliah.


(10)

9.

10.

Anyes Jawan, Frans Lima, Eman Send4 Cevin Cutes, Dian Pratama, Cristin

Odilia,

Atyk

Jelarut,

Asri

Apriani dan Ridho Roma terima kasih buat

semangat dan dukungan bagi penulis

Erik Maruli Siaggian, Edward M.C Lamalow, Hendrike Ferdinan C.S, Daniel

Adi

Saput

a,

Heind Hermens dan Teman-teman Teknik Mesin USD Angkatan 2012, Angkatan 2013 dan Angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11. Seluruh staffpengajar dan laboran Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetatruan kepada penulis.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga skripsi

ini

dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Terima kasih.

-\.


(11)

xi

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ………... 3

1.4 Batasan Masalah ... 4


(12)

xii

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Dasar Teori ……… 5

2.1.1 Komposit ………. 5

2.1.2 Klasifikasi Komposit ………...……… 8

2.1.2.1. Phase Penguat(reinforcement) ………... 8

2.1.2.1.1 Partikel Sebagai Penguat (Particukate Composites) …. 8 2.1.2.1.2 Serat Sebagai Penguat (Fiber Composites) ………... 9

2.1.2.1.3 Komposit Serpihan (Flake Composites …... 11

2.1.2.2 Phase Matriks ………. 11

2.1.2.2.1 Polymer Matrix Composites (PMC) ……… 11

2.1.2.2.2 Metal Matrix Composites ………... 12

2.1.2.2.3 Ceramic Matrix Composites (CMC) ……... 14

2.1.2.3 Komposit Berpenguat Serat ………... 15

2.1.2.3.1 Komposit Serat Panjang dan Sejajar …... 17

2.1.2.3.2 Komposit Serat Sejajar dan Putus-putus …... 18

2.1.2.3.2 Komposit Serat Putus-putus dan Orientasi Secara Acak … 18 2.1.2.4 Polimer ………..………... 20

2.1.2.5 Polimer Thermoset dan Termoplastic ……… 21

2.1.2.6 Resin Poliester dan Epoksi ……… 23


(13)

xiii

2.1.2.6.2 Resin Epoksi ………. 24

2.1.3 Proses Perlakuan Curing ………. 25

2.1.3.1 Oven ………. 26

2.1.3.2 Minya Panas ……….. 26

2.1.3.3 Lampu ………... 26

2.1.3.4 Uap Panas ……….. 27

2.1.3.5 Autoclave ……….. 27

2.1.3.6 Microwave ……… 28

2.1.3.6 Proses Curing Yang Lain ……….. 28

2.1.4 Mekanika Komposit ………... 28

2.15 Fraksi Volume Komposit ………. 30

2.1.6 Rumus Perhitungan Tegangan dan Regangan ……… 32

2.1.7 Kerusakan Pada Komposit ……….. 34

2.1.7.1 Kerusakan Akibat Beban Tarik Longitudinal …. 35 2.1.7.2 Kerusakan Akibat Beban Tarik Transversal …… 36

2.1.7.3 Kerusakan Internal Mikroskopik ……… 37

2.1.8 Bahan-bahan Tambahan ………. 38

2.1.9 Tumbuhan Pinang ……… 38

2.2 Tinjauan Pustaka ………. 40

BAB III METODE PENELITIAN ……… 44

3.1 Skema Penelitian ………. 44

3.2 Persiapan Penelitian ………... 43


(14)

xiv

3.2.2 Bahan-bahan Komposit Berpenguat Serat ………….. 48

3.3 Perhitungan Komposisi Komposit ……….. 49

3.4 Proses Pembuatan Komposit Berpenguat Serat …………. 51

3.5 Standar Ukuran Benda Uji ………..………... 55

3.6 Curing ………..……….. 55

3.7 Cara Penelitian ……… 56

3.8 Uji Tarik ………...……. 57

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN ………... 58

4.1 Hasil Pengujian ……….. 58

4.1.1 Hasil Pengujian Benda Uji Komposit ……… 58

4.2 Pembahasan ……… 73

BAB V PENUTUP ……… 78

5.1 Kesimpulan ……… 78

5.2 Saran ………... 79

DAFTAR PUSTAKA ……… 80


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Efisiensi bahan penguat dari komposit berpenguat

serat untuk beberapa orientasi serat dan pada beberapa variasi arah dari penerapan tegangan

……. 19

Tabel 2.2 Stabilitas termal dari beberapa bahan pengikat polimer ……. 21

Tabel 2.3 Perbedaan antara Thermoplastic dan Thermoset ………….. 23

Tabel 2.4 Kandungan dan sifat serat pinang ………. 34

Tabel 3.1 Hasil perhitungan pendekatan massa jenis serat pinang ……. 50

Tabel 4.1 Dimensi komposit serat pinang tanpa curing ………... 59

Tabel 4.2 Kekuatan tarik komposit serat pinang tanpa curing ……….. 60

Tabel 4.3 Regangan komposit serat pinang tanpa curing ……….. 60

Tabel 4.4 Modulus elastisitas Komposit serat tanpa curing ………….. 60

Tabel 4.5 Dimensi komposit serat pinang curing 60oC ……….……… 61

Tabel 4.6 Kekuatan tarik komposit serat pinang curing 60oC ……….. 61

Tabel 4.7 Regangan komposit serat pinang curing 60oC ……….. 61

Tabel 4.8 Modulus elastisitas Komposit serat pinang curing 60oC …... 62

Tabel 4.9 Dimensi komposit serat pinang curing 80oC …………...….. 62

Tabel 4.10 Kekuatan tarik komposit serat pinang curing 80oC ……….. 62

Tabel 4.11 Regangan komposit serat pinang curing 80oC ………..…… 63


(16)

xvi

Tabel 4.13 Dimensi komposit serat pinang curing 100oC ……….. 63

Tabel 4.14 Kekuatan tarik komposit serat pinang curing 100oC ……… 64

Tabel 4.15 Regangan komposit serat pinang curing 100oC ……… 64

Tabel 4.16 Modulus elastisitas Komposit serat pinang curing 100oC 53

Tabel 4.17 Hasil pengujian ………. 71


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Skematik repersentase ukuran dan kareakteristik

ruang dari partikel pada fase yang terberai yang dapat mempengaruhi sifat dari komposit (a) konsentrasi, (b) ukuran, (c) bentuk, (d) distribusi, (e) orientasi

……. 6

Gambar 2.2 Klasifikasi skema struktur komposit ……… 7

Gambar 2.3 Komposit berdasarkan bentuk bahan penguat. (a) komposit berpenguat partikel, (b) komposit berpenguat serpihan, (c) komposit berpenguat serat ……. 8

Gambar 2.4 Continuous Fiber Composite ……… 9

Gambar 2.5 Woven Fiber Composite ………... 10

Gambar 2.6 Discontinuous Fiber Composite ……… 10

Gambar 2.7 Hybrid fiber composite ………. 10

Gambar 2.8 Skematik dari orientasi komposit berpenguat serat secara (a) sejajar dan panjang, (b) sejajar dan putus-putus, (c) acak dan putus-putus ……. 17

Gambar 2.9 Formasi dari pra-polimer epoksi ………... 22

Gambar 2.10 Kerusakan pada komposit akibat beban tarik longitudinal ……. 36


(18)

xviii

Gambar 2.11 Kerusakan pada komposit akibat beban tarik

transversal

……. 37

Gambar 3.1 Skema Jalannya Penelitian ……… 44

Gambar 3.2 Alat-alat yang digunakan ……… 47

Gambar 3.3 Serat Buah Pinang ……… 48

Gambar 3.4 Epoxy Resin (A) dan Epoxy Hardener (B) ……….. 48

Gambar 3.5 Alkali (NaOH) ……….. 49

Gambar 3.6 Release Agent (Mirror Glaze) ……….. 49

Gambar 3.7 Perlakuan alkali ……… 52

Gambar 3.8 a. Penimbangan serat sesuai dengan variasi vraksi volume, b. Pembentukan serat sesuai cetakan …... 52

Gambar 3.9 Pelapisan cetakan dengan mirror glaze ………... 53

Gambar 3.10 a. Penuangan resin dan b. Penuangan resin cetakan ………. 53

Gambar 3.11 Peletakan serat ke dalam resin epoxy ………... 53

Gambar 3.12 Pengamatan pada proses pencetakan ………. 54

Gambar 3.13 Penutupan cetakan dengan kaca ……… 54

Gambar 3.14 Komposit setelah kering dan dilepas dari cetakannya ………. 55

Gambar 3.15 Sketsa Standar Uji Tarik ………... 55

Gambar 4.1 Grafik nilai kekuatan tarik komposit serat pinang tanpa curing ……. 65


(19)

xix

Gambar 4.2 Grafik nilai regangan komposit serat pinang tanpa

curing

……. 65

Gambar 4.3 Grafik nilai modulus elastisitas komposit serat

tanpa curing

……. 66

Gambar 4.4 Grafik nilai kekuatan tarik komposit serat pinang

curing 60oC

……. 66

Gambar 4.5 Grafik nilai regangan komposit serat pinang curing

60oC

……. 67

Gambar 4.6 Grafik nilai modulus elastisitas komposit serat

pinang curing 60oC

……. 67

Gambar 4.7 Grafik nilai kekuatan tarik komposit serat pinang

curing 80oC

……. 68

Gambar 4.8 Grafik nilai regangan komposit serat pinang curing

80oC

……. 68

Gambar 4.9 Grafik nilai modulus elastisitas komposit serat

pinang curing 80oC

……. 69

Gambar 4.10 Grafik nilai kekuatan tarik komposit serat pinang

cutring 100oC

……. 69

Gambar 4.11 Grafik nilai regangan komposit serat pinang cutring

100oC

……. 70

Gambar 4.12 Grafik nilai modulus elastisitas komposit serat

pinang cutring 100oC


(20)

xx

Gambar 4.13 Grafik nilai kekuatan tarik rata-rata komposit serat

pinang

……. 72

Gambar 4.14 Grafik nilai regangan rata-rata komposit

berpenguat serat pinang

……. 73

Gambar 4.15 Grafik nilai modulus elastisitas rata-rata komposit

berpenguat serat pinang

……. 73

Gambar Lamp.1 a, dan b Spesen komposit serat pinang 8% tanpa

curing

……. 83

Gambar Lamp.2 a, dan b Spesimen komposit serat pinang 8%

dengan perlakuan curing 60oC

……. 83

Gambar Lamp.3 a, dan b Spesimen komposit serat pinang 8%

dengan perlakuan curing 80oC

……. 83

Gambar Lamp.4 a, dan b Spesimen komposit serat pinang 8%

dengan perlakuan curing 100oC

……. 84

Gambar Lamp.5 a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8%

tanpa perlakuan curing

……. 85

Gambar Lamp.6 a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8%

dengan perlakuan curing 60oC

……. 87

Gambar Lamp.7 a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8%

dengan perlakuan curing 80oC

88

Gambar Lamp.8 a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8%

dengan perlakuan curing 100oC


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan material teknik menjadi salah satu hal yang paling penting dalam menopang keberlangsungan hidup manusia di era sekarang ini. Sejarah

material teknik berawal dari penemuan bahan logam dan non-logam yang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun sebagai alat untuk menopang kehidupan seperti halnya alat penghasil energi. Peradaban sekarang ini menuntut manusia untuk berinovasi dalam menciptakan alat-alat baru dalam bidang bahan teknik untuk menghasilakan sifat-sifat bahan yang lebih baik dibandingkan dengan penemuan-penemuan sebelumnya. Maka itu perkembangan bahan teknik kini sudah menjadi hal yang serius untuk diperhatikan dalam mencari solusi-solusi alternatif untuk kebutuhan manusia zaman ini. Kebutuhan akan produk-produk yang memiliki sifat-sifat yang baik dibandingkan bahan-bahan teknik sebelumnya, kini dikembangkan menjadi teknologi rekayasa bahan teknik.

Teknologi rekayasa bahan teknik ini menjadi hal yang terus dikembangakan oleh negara-negara dunia. Mewujudkan teknologi bahan yang lebih ramah lingkungan. Menjadi tantangan serius yang terus diteliti oleh para pakar untuk dapat terus mendukung kemajuan teknologi ini. Salah satunya adalah teknologi Komposit

dengan material serat alam (Natural Fiber), yaitu teknologi bahan yang didukung


(22)

Saat ini sebagian besar perusahaan industri seperti, industri otomotif, industri peralatan rumah tangga, industri kapal laut, hingga industri pesawat terbang maupun pesawat luar angkasa, sebagian besar produknya sudah banyak yang beralih menggunakan bahan material teknik non-logam. Hal ini terlihat dalam komponen-komponennya, contohnya; pada kendaran bermotor sepeti mobil dapat

kita lihat hampir sebagian besar komponen interiornya baik dash board dan

langit-langit serta stir mobilnya sebagian besar bahan penyusunnya bukan lagi bahan logam semuanya melainkan bahan non-logam seperti komposit dan polimer. Penggunaan bahan material non-logam ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam perkembangan dunia industri, hanya saja penggunaannya yang masih terbatas pada produk-produk tertentu. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan bahan-bahan gabungan ini juga yang menjadikan terbatas dalam hal pengaplikasihannya secara luas. Bahan material yang digabungkan ini disebut sebagai Komposit.

Komposit adalah gabungan dua atau lebih bahan untuk mencari sifat material yang lebih baik dibandingkan bahan dasarnya. Komposit memiliki beberapa kelebihan diantaranya, mampu menggantikan bahan logam (kekuatan tinggi), rasio antara kekuatan dan densitasnya cukup tinggi (ringan), murah (tidak memerlukan proses permesinan), proses pengerjaan sangat sederhana, dan tahan korosi (komposit non logam), (Mastur dan Azizul, 2016).

Serat pinang merupakan salah satu serat alami yang dapat digunakan dalam pembuatan komposit secara ilmiah. Pemanfaatan serat pinang ini masih berkembang karena memang belum banyak penenlitian yang membahas tetang


(23)

penggunaan serat pinang sebagai bahan komposit. Serat pinang banyak digunakan pada industri-industri mebel dan kerajinan rumah tangga serta bahan obat tradisional karena mudah didapat, murah, dan dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan. Pengembangan serat pinang ini sangat dimaklumi mengingat dari segi ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah.

1.2 Rumusan Masalah

Komposit merupakan material yang sifat dan karakteristiknya sangat dipengaruhi oleh jenis dari bahan yang menjadi penyusun. Agar mendapat sifat dan karakteristik yang baik dari komposit, ada beberapa faktor harus diperhatikan, salah

satunya adalah proses curing. Masalah yang akan diteliti dalam tugas akhir ini

adalah bagaimana pengaruh variasi suhu curing terhadap kekuatan tarik, regangan

dan modulus elastisitas pada komposit serat buah pinang.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian dalam tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas komposit

berpenguat serat buah pinang yang tidak diberi perlakuan curing dengan fraksi

volume serat 8%.

2. Mengetahui nilai kekuatan Tarik, regangan, dan modulus elastisitasnya dari

komposit berpenguat serat buah pinang dengan fraksi volume serat 8% yang


(24)

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang diambil dalam penelitian tugas akhir ini adalah:

a. Pengujian yang dilakukan pada komposit adalah uji tarik.

b. Bahan matriksnya adalah epoxy resin.

c. Pengeras yang digunakan adalah epoxy hardener.

d. Serat yang digunakan adalah serat buah pinang dengan orientasi serat acak.

e. Komposisi perbandingan epoxy resin dan epoxy hardener-nya adalah 1:1

f. Pada penilitian ini menggunakan perlakuan kimia berupa perendaman NaOH

(5%) selama 2 jam dan pengeringan dibawah sinar matahari selama 3 jam.

g. Komposisi serat buah pinang yang digunakan adalah 8%.

h. Cetakan yang dipakai adalah cetakan kaca berukuran 20 cm x 30 cm x 0,5cm.

i. Proses curing menggunakan oven dengan variasi suhu 60oC, 80oC, dan 100oC

dengan lama curing selama 3 jam.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang komposit ini adalah:

a. Bagi penulis, dapat menambah wawasan pengetahuan tentang material,

terutama tentang komposit.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi para pembuat dan para peneliti

bahan teknik mengenai ketahanan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk

aplikasi komponen mesin misalnya, interior pada kendaraan, blade kincir, dll.

c. Hasil penelitian bisa dikembangkan lebih lanjut bagi adik-adik kelas.

d. Hasil penelitian dapat dipergunakan untuk menambah kasanah ilmu


(25)

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori 2.1.1Komposit

Komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih fase yang menyatu menjadi satu bahan. Fase pertama disebut dengan matrik, yang berfungsi sebagai pengikat. Matriks dalam suatu komposit berperan untuk mempertahankan posisi dan orientasi serat serta melindunginya dari pengaruh lingkungan. Sedangkan fase

yang kedua disebut dengan reinforcement yang memiliki fungsi untuk memperkuat

bahan komposit secara keseluruhan. Reinforcement atau penguat harus memiliki

modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada fase matriksnya. Sehingga melalui pencampuran kedua fase material yang berbeda tersebut maka akan membentuk material baru yaitu komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang diinginkan dari material pembentuknya.

Komposit secara singkat telah didiskusikan termasuk dengan logam campuran dengan multi-fase, keramik, dan komposit. Komposit pada konteks saat ini, adalah bahan yang dibuat dengan multi-fase, sebagai pengganti untuk bahan yang terjadi atau terbentuk secara alami. Sebagai tambahan, fase pokok harus secara kimiawi tidak sama dan secara terpisah dari alat penghubung yang berbeda.

Pada perancangan bahan komposit, para peneliti dan insinyur dapat menggabungkan beberapa logam, keramik, dan polimer untuk untuk membuat sebuah generasi baru dari bahan-bahan yang luar biasa. Kebanyakan komposit telah


(26)

dibuat untuk meningkatkan kombinasi dari karakteristik mekanis seperti kekakuan, kekerasan, ramah lingkungan dan tahan pada temperatur tinggi.

Banyak bahan komposit tersusun hanya dari dua fase yaitu yang pertama disebut dengan matriks, yang mana menyambung dan mengelilingi fase yang lain, biasa disebut dengan fase terberai. Sifat dari komposit adalah fungsi dari sifat fase unsur pokok, dari jumlah yang relatif, dan ukuran dari fase yang terberai. Ukuran fase yang terberai pada konteks ini dimaksudkan adalah bentuk dari partikel-partikel, ukuran partikel-partikel, distribusi dan orientasi, karakteristiknya di tunjukan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skematik representasi ukuran dan kareakteristik ruang dari partikel pada fase yang terberai yang dapat mempengaruhi sifat dari komposit

(a) konsentrasi, (b) ukuran, (c) bentuk, (d) distribusi, (e) orientasi. (Flinn dan Trojan, 1990).

Berikut adalah satu skema sederhana klasifikasi dari bahan-bahan komposit ditunjukkan pada Gambar 2.2, yang terdiri dari empat kategori utama: berpenguat partikel, berpenguat serat, secara struktur dan komposit nano. Pada komposit berpenguat partikel kita akan menemuai istilah fase sebaran yang didefenisikan sebagai adalah sebaran-sebaran partikel yang mengisi dimensi pada semua arah


(27)

(dengan contoh, dimensi partikel kurang lebih adalah sama pada seluruh arah), untuk komposit berpenguat serat, fase sebaran harus sesuai dengan ukuran dari serat (contohnya, ukuran perbandingan panjang dan diameter serat), untuk komposit secara struktur adalah beberapa lapisan dan dirancang untuk memiliki massa jenis yang rendah dan ketangguhan struktur yang tinggi, sedangkan untuk dimensi fase sebaran pada partikel komposit nano adalah sesuai dengan ukuran nano (Callister dan Rethwisch, 2014). Berikut ini adalah klasifikasi sekema struktur komposit yang ditujnjukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Klasifikasi skema struktur komposit (Callister, 2007)

Pada komposit, bahan yang dikombinasikan adalah untuk memungkinkan kita untuk membuat sifat yang lebih baik ketika mengurangi efek luas dari kekurangan. Dari proses yang optimis ini dapat melepaskan perancang dari hubungan yang mendesak dengan pemilihan dan pembuatan bahan konvensional dapat membuat bahan yang lebih keras dan ringan, dengan sifat yang dapat digabungkan untuk sesuai dengan permintaan perancangan tertentu. Selain itu karena mudah dibentuk pada model perancangan yang sulit, ide yang lengkap dari rancangan yang matang pada komposit biasanya merujuk kepada solusi yang lebih baik dan murah (Harris, 1999).


(28)

2.1.2. Klasifikasi Komposit

Komposit diklasifikasikan berdasarkan dari ukuran bahan penguatnya, partikel, serpihan dan serat, atau melalui tipe dari bahan pengikatnya, polimer, metal, keramik dan karbon. Dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 komposit berdasarkan bentuk bahan penguat. (a) komposit berpenguat partikel, (b) komposit berpenguat serpihan,

(c) komposit berpenguat serat (Kaw, 2006).

2.1.2.1. Phase Penguat (Reinforcement)

Salah satu bagian utama dari komposit adalah Reinforcement (penguat) yang

berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi menjadi empat macam, yaitu:

a. Partikel sebagai penguat (Particulate composites)

b. Serat sebagai penguat (Fiber composites)

c. Komposit serpihan (flake composites)

2.1.2.1.1 Partikel Sebagai Penguat (Particulate Composites)

Komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel, dimana

interaksi antara partikel dan matriks terjadi tidak dalam skala atomic atau

molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi merata. Contohnya

large particle composite adalah cemet dengan sand atau gravel. Cemet sebagai

matriks dan sand sebagai partikel, Sphereodite steel (cementite sebagai partikulat),

Tire (carbon sebagai partikulat), Oxide-base cermet (oksida logam sebagai


(29)

2.1.2.1.2 Serat Sebagai Penguat (Fiber Composites)

Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang diberikan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan ke serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matrik.

Komposit yang diperkuat oleh serat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu: 1. Continuous fiber composite

Continuous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus,

membentuk lamina diantara matriksnya. Jenis komposit ini paling banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah lemahnya kekuatan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriksnya. Berikut ini adalah

ilustrasi serat continuous pada kompositseperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Continuous Fiber Composite. (Gibson, 1994)

2. Woven fiber composite (bi-dirtectional)

Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan

tidak sebaik tipe continuous fiber. Berikut ini adalah ilustrasi serat Woven pada


(30)

Gambar 2.5. Woven Fiber Composite. (Gibson, 1994)

3. Discontinuous fiber composite (chopped fiber composite)

Komposit ini diperkuat dengan serat pendek dan susunan seratnya secara

acak. Adalah reinforcing mat yang terbuat dari potongan strand dan digabung

secara acak dengan pengikat atau binder tertentu. Biasanya dipakai untuk

pembuatan produk dengan kekuatan sedang, untuk proses centrifugal casting dan

proses hand lay-up. Jenis komposit inilah yang akan dibahas pada tugas akhir ini.

Berikut ini adalah ilustrasi serat acak pada kompositseperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Discontinuous Fiber Composite. (Gibson, 1994)

4. Hybrid fiber composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus

dengan serat acak. Berikut ini adalah ilustrasi serar hybrid pada komposit seperti

pada Gambar 2.7.


(31)

2.1.2.1.3 Komposit serpihan (Flake Composites)

Suatu komposit serpihan terdiri atas serpih-serpih yang saling menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan kedalam matriks. Sifat-sifat khusus yang dapat diperoleh adalah bentuknya yang besar dan permukaannya yang datar. Ilustrasi komposit berpenguat serpihan dapa dilihat pada Gambar 2.3. c.

2.1.2.2 Phase Matriks

Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matrik adalah suatu bahan utama dalam penyusunan komposit yang berfungsi sebagai pengikat secara bersama-sama, selain itu matrik berfungsi sebagai pelindung serat dari kerusakan eksternal, pelindung silicon

terhadap keausan, goresan dan zat kimia ganas, penerus gaya (principal

load-carying agent) dari satu serat ke serat lain, mengikat phase reinforcing (khusunya

serat-serat) dalam sebuah unit struktur, menjaganya pada jarak yang sama, menyumbang beberapa sifat yang diperlukan seperti keuletan dan ketangguhan.

Jika dalam pembebanan aksial ada fiber yang putus (patah), maka beban dari sisi

fiber yang putus pertama kali akan diteruskan ke matrik selanjutnya baru ke fiber

yang lain. Tidak terdapat reaksi kimia yang signifikan antara kedua bahan (matrik dan serat) kecuali untuk menguatkan ikatan pada permukaannya. Matrik dan phase

reinforcing (penguat) saling melengkapi sifatnya satu sama lain. Berdasarkan

matriks, komposit dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu:

2.1.2.2.1 Polymer Matrix Composites (PMC)


(32)

yang terdiri dari polimer (contohnya epoksi dan polyester) ditambahkan dengan

penguat dari serat berdiameter kecil (seperti grafit, aramid dan boron). Sebagai contoh, komposit epoksi grafit kurang lebih limah kali lebih kuat dari baja pada berat yang sama. Pada umumnya komposit dikembangkan karena biaya yang rendah, kekuatan tinggi dan prinsip pembuatan yang mudah (Kaw, 2006).

Komposit berpengikat polimer telah ditetapkan sebagai struktur bahan teknik. Bukan hanya keingintahuan secara laboratorium atau bahan yang murah untuk membuat kursi dan meja. Hal ini muncul bukan untuk memperkenalkan serat berperforma tinggi seperti karbon, boron dan aramid tetapi juga karena beberapa bahan pengikat yang ditingkatkan dan baru. Namun, polimer berpenguat serat gelas mewakili kelas komposit berpengikat polimer terkuat. Komposit berpengikat polimer dengan penguat serat karbon mungkin adalah komposit yang paling penting, khususnya untuk bidang udara atau angkasa (Chawla, 2011).

Lingkup yang luas dari proses untuk membuat bahan plastik berpenguat merupakan hal yang baru dan secara terpisah pembuatan bahan polimer sederhana adalah dengan metode yang mapan. Cara penggabungan serat dan pengikat pada bahan komposit secara khusus tergantung pada kebutuhan dan ukuran dari struktur yang akan dibuat (Harris, 1999).

2.1.2.2.2 Metal Matrix Composites

Komposit berpengikat logam terdiri dari sebuah logam atau campuran sebagai pengikat yang bersambungan dan penguatnya dapat berupa partikel, serat pendek atau rambut dan serat panjang (Chawla, 2011).


(33)

Atribut dasar dari bahan logam dengan penguat partikel keramik keras atau serat untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan, meningkatkan ketahanan terhadap kelelahan dan mulur, dan meningkatkan kekerasan, tahan terhadap pemakaian dan abrasi, digabungkan dengan kemungkinan untuk bekerja pada temperatur yang lebih tinggi dari pada logam tanpa penguat (atau dibandingkan dengan plastik berpenguat). Sifat ini menawarkan potensi untuk pengembangan penerapan pompa dan mesin, termasuk badan kompresor, baling-baling dan rotor, lengan piston dan rangkaiannya, dan banyak lagi (Harris, 1999).

Komposit berpengikat logam, seperti namanya maka bahan pengikatnya adalah logam. Contoh bahan pengikat pada komposit seperti aluminium,

magnesium, dan titanium. Serat khusus seperti karbon dan silicon karbida. Logam

pada dasarnya diberikan penguat untuk menambah atau mengurangi sifatnya untuk

disesuaikan dengan kebutuhan rancangan. Contohnya, kekakuan yang cukup elastic

dan kekuatan dari logam dapat ditingkatkan dan ekspansi koefisien temperatur yang besar dan konduktivitas temperatur dan listrik dari logam dapat dikurangi, dengan

menambahkan serat seperti silicon karbida (Kaw, 2006).

Komposit berpengikat logam, bahan pengikatnya adalah logam ulet. Bahan ini dapat digunakan pada temperatur tinggi dari bahan dasar yang sama. Lebih jauh lagi, bahan penguat dapat meningkatkan kekakuan lebih spesifik, kekuatan lebih spesifik, tahan terhadap abrasi, tahan terhadap laju mulur, koduktivitas termal, dan ukuran yang stabil. Beberapa keuntungan yang melebihi komposit berpengikat polimer termasuk penggunaan pada temperatur yang tinggi, tak mudah terbakar, dan lebih tahan terhadap degradasi yang terjadi oleh cairan organik. Komposit


(34)

berpengikat logam jauh lebih mahal dari komposit berpengikat polimer dan dengan alasan tersebut maka penggunaan komposit berpengikat logam menjadi terbatas (Callister dan Rethwisch, 2014).

2.1.2.2.3 Ceramic Matrix Composites

Bahan keramik ulet untuk teroksidasi dan merosot pada temperatur yang tidak stabil, yang mana tidak dapat retak karena getas, beberapa dari bahan ini dapat menjadi kandidat ideal untuk penggunaan di temperatur tinggi dan ketegangan berat, secara spesifik untuk komponen kendaraan mobil dan turbin mesin pesawat (Callister dan Rethwisch, 2014) .

Proses fabrikasi begitu rumit- dan harus dengan hati-hati karena sensitifitas yang tidak dapat dihindari dari sifat bahan pada mikrostrukturnya yang dikontrol dari kondisi dan interaksi pengerjaan. Banyak dari pekerjaan komposit berpengikat keramik terbaru di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa dengan besar diikuti rute yang relatif terkenal untuk mencoba untuk memberikan penagaruh penguatan pada kaca-kaca dan keramik kaca. Peningkatan substansial pada sifat mekanis telah tercapai dengan membandingankan komposit serat karbon atau kaca diawal (Harris, 1999).

Penting untuk menandai usaha pengembangan pada bidang komposit berpengikat keramik adalah paling sering dibutuhkan untuk penggunaan pada temperatur tinggi pada industri penerbangan, ada banyak cabang keteknikan seperti otomotif, kimia, kelautan, dan pada teknik umumnya sebagai contoh dimana dibutuhkan komponen ekonomis memiliki sifat mekanis yang baik dan tahan aus


(35)

dan korosi, pada penggabungan kejut yang memadai dan tahan terhadap kejut termal pada sedikit kenaikan atau temperatur normal (Floyd dkk, 1993).

Bahan keramik pada umumnya memiliki paket sifat yang menarik: kekuatan tinggi dan kekakuan tinggi pada temperatur yang sangat tinggi, reaksi kimia yang lambat, densitas yang rendah dan masih banyak lagi. Paket menarik ini dirusak oleh satu kekurangan yang mematikan yaitu ketangguhan yang kacau balau. Bahan ini mudah terjadi kegagalan yang besar dengan kehadiran kekurangan tersebut (dari permukaan maupun dari dalam). Bahan ini secara ekstrim dapat dengan mudah terkena kejutan termal dan mudah rusak saat pembuatannya dan atau pelayanannya. Untuk itu dapat dimengerti atas banyak pertimbangan pada komposit berpengikat keramik ini untuk mentangguhkan keramik dengan menggabungkan serat kedalamnya dan juga mencari kekuatan pada temperatur yang tinggi dan tahanan terhadap kondisi lingkungan dari keramik tanpa resiko kegagalan yang besar (Chawla, 2011).

2.1.2.3 Komposit Berpenguat Serat

Serat adalah unsur utama pada bahan komposit berpenguat serat. Serat menempati fraksi volume terbesar pada lapisan komposit dan membagi porsi yang besar dari beban pada struktur komposit. Menurut Mallick (2007), pemilihan yang tepat dari serat, tipe, volume fraksi serat, panjang serat dan orientasi serat sangatlah penting, sejak serat mempengaruhi beberapa karakteristik dari lapisan komposit seperti:


(36)

2. Kekuatan dan modulus tarik

3. Kekuatan dan modulus tekan

4. Kekuatan terhadap kegagalan oleh kelelahan yang baik

5. Konduktivitas termal dan listrik

6. Biaya.

Serat mempunyai panjang yang signifikan, sehingga serat dapat dengan mudah disejajarkan pada satu arah untuk menyediakan penguatan yang selektif pada bahan yang lain. Serat mengandung banyak bentuk panjang, dan oleh karena itu serat memiliki kemungkinan ketidaksempurnaan. Sifat kekuatan serat adalah variable yang acak. Menguji 10,000 serat dapat menghasilkan 10,000 nilai kekuatan yang berbeda. Data kekuatan yang tidak seragam untuk membentuk kemungkinan pendistribusian kekuatan tersebut. Kekuatan rata-rata dan menyebar (bervariasi) menjadi jumlah yang penting dalam menentukan sifat dari suatu serat. Karena kekuatan serat yang acak secara alami, banyak penelitian mencoba metode kemungkinan untuk mempelajari kekuatan bahan komposit tersebut (Hyer, 1998).

Secara teknologi, komposit yang paling penting adalah fase terurai dalam bentuk serat. Tujuan perancangan dari komposit berpenguat serat sering kali termasuk dengan kekuatan dan atau kekakuan yang tinggi berdasarkan beratnya. Karakteristik ini menunjukan istilah dari parameter kekuatan spesifik dan modulus spesifik, yang mana cocok secara berturut-turut pada perbandingan kekuatan tarik dan modulus elastisitas dengan gtavitasi spesifik. Komposit berpenguat serat dengan pengecualian kekuatan dan modulus spesifik tinggi telah diproduksi dengan serat densitas rendah dan bahan pengikat.


(37)

Karakteristik mekanis dari komposit berpenguat serat bergantung tidak hanya pada sifat dari serat tersebut, tetapi juga pada sudut yang menerima pembebanan diteruskan ke serat melalui fase pengikat. Penting untuk memperluas penerusan beban tersebut adalah jarak dari penghubungan antara fase serat dan pengikat. Dibawah pengaruh ketegangan, lompatan pengikat serat ini berhenti diujung serat, keluluhan pola deformasi pengikat dalam kata lain tidak ada beban yang diteruskan dari pengikat ke setiap serat secara drastis.

Susunan atau orientasi dari serat relatif terhadap satu sama lain, konsentrasi serat dan distribusi semuanya memiliki pengaruh yang signifikan pada kekuatan dan sifat yang lain dari komposit berpenguat serat. Berikut ini adalah ilustrasi skema dari orientasi komposit berpenguat serat, seperti terlihat pada Gambar 2.8.

(a) (b) (c)

Gambar 2.8 Skematik dari orientasi komposit berpenguat serat secara (a) sejajar dan panjang, (b) sejajar dan putus-putus, (c) acak dan putus-putus

(Callister dan Rethwisch, 2014).

2.1.2.3.1Komposit Serat Panjang dan Sejajar

Respon mekanis dari komposit tipe ini bergantung pada beberapa faktor dan termasuk dalam kelakuan tegangan dan renggang dari fase serat dan pengikat, fase


(38)

fraksi volume dan arah dimana tegangan dan beban terjadi. Lebih jauh lagi, sifat dari komposit memiliki serat yang sejajar merupakan anisotropis yang tinggi, maka dari itu serat bergantung pada orientasi dimana mereka diukur.

2.1.2.3.2Komposit Serat Sejajar dan Putus-putus

Meskipun efisiensi bahan penguat lebih rendah untuk serat putus-putus dibandingkan dengan serat panjang, komposit serat sejajar dan putus-putus berkembang menjadi lebih penting pada pasar komersial. Serat gelas putus-putus adalah yang paling dikembangkan, walaupun serat putus-pututs karbon dan aramid tetap digunakan. Komposit serat pendek tersebut dapat diproduksi dengan modulus elastisitas mendekati 90% dan kekuatan tarik yang mendekati 50% dari serat panjang dengan bahan yang sama.

2.1.2.3.3Komposit Serat Putus-putus dan Orientasi Secara Acak

Secara normal, ketika serat diorientasikan secara acak, pendek dan serat putus-putus digunakan, bahan penguat pada tipe ini secara skematis ditunjukkan pada Gambar 2.8. (c). Untuk bahan penguat serat secara acak (dengan penguat orientasi penguat serat secara acak), modulus bertambah dengan bertambahnya fraksi volume serat. Jenis komposit ini yang akan dibahas dalam tugas akhir ini.

Untuk orientasi tegangan yang lain pada beberapa situasi ditunjukkan pada Tabel 2.1.


(39)

Tabel 2.1 Efisiensi bahan penguat dari komposit berpenguat serat untuk beberapa orientasi serat dan pada beberapa variasi arah dari penerapan tegangan

(Krenchel, 1964).

Orientasi Serat Arah Tegangan

Efisiensi bahan Penguat

Seluruh serat secara parallel Parallel pada serat

Tegak lurus pada serat

1 0 Serat secara acak dan seragam

didistribusikan pada bidang yang spesifik

Arah manapun pada

bidang dari serat 3/8

Serat secara acak dan seragam didistribusikan pada bidang tiga

dimensi

Arah manapun 1/5

Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa komposit dengan serat sejajar tidak dapat dipisahkan dengan bentuk anisotropis pada kekuatan dan penguatan

maksimal didapatkan dari arah yang sejajar membujur (longitudinal). Pada arah

melintang (transverse), penguatan oleh serat sebenarnya tidak ada, kegagalan

biasanya terjadi pada tegangan tarik yang relatif rendah.

Ketika tegangan dari berbagai arah dikenakan pada sebuah bidang, lapisan sejajar yang disambungkan bersama diatas lapisan yang lain pada orientasi yang berbeda seringkali digunakan. Penerapan yang melibatkan beberapa arah secara total dimana tegangan diterapkan biasanya menggunakan serat yang putus-putus, yang mana orientasinya secara acak pada bahan pengikat.

Pertimbangan dari orientasi dan panjang serat untuk komposit tertentu bergantung pada level dan penerapan tegangan alami sesuai dengan biaya pembuatan. Laju produksi untuk komposit serat pendek (orientasi secara sejajar


(40)

maupun acak) begitu cepat dan bentuk yang rumit dapat dibentuk dibandingkan dengan bahan penguat serat lurus panjang (Callister dan Rethwisch, 2014).

2.1.2.4 Polimer

Polimer didefinisikan sebagai rangkaian panjang molekul yang mengandung satu atau lebih dari pengulangan atom-atom, digabungkan bersama oleh ikatan kovalen yang kuat. Bahan polimer (biasanya disebut plastik) adalah kumpulan dari banyaknya molekul-molekul polimer dengan struktur kimia yang sama (tapi tidak sama panjang). Dalam bentuk padat, molekul-molekul ini membeku, juga pada penampilan acak dalam polimer tak berbentuk atau dalam campuran tampilan dan tampilan campur (rangkaian berlipat) pada polimer semi Kristal. Bagaimanapun, pada skala submikroskopik, beberapa segmen pada molekul polimer dapat berbentuk eksitasi acak. Frekuensi, intensitas dan jumlah gerakan bagian bertambah dengan bertambahnya temperatur, memberikan kenaikan berdasarkan sifat kebergantungan temperatur dari polimer padat (Mallick, 2007).

Polimer secara struktur jauh lebih rumit dibandingkan dengan logam dan keramik. Polimer murah dan mudah dibentuk. Tetapi, polimer memiliki kekuatan dan modulus yang rendah dan penggunaan dibatasi pada temperatur rendah. Polimer secara umum lebih tahan terhadap reaksi kimia dibandingkan dengan logam. Proses pembentukan molekul besar dari yang kecil disebut polimerisasi, yang adalah proses dari penggabungan banyak monomer-monomer, membentuk blok kemudian terbentuk polimer (Chawla, 2011). Beberapa polimer stabil secara termal jika dibandingkan dengan logam atau keramik bahkan menjadi yang paling


(41)

stabil, contohnya seperti polyimides, atau poly-ether-ether-ketone (dikenal sebagai

PEEK) terdegradasi oleh temperatur diatas 300OC, seperti yang diilustrasikan pada

Tabel 2.2. tidak ada satupun bahan penguat yang dapat melawan degradasi secara kimia, tetapi penghubungan jatuh pada kekuatan dan bertambahnya deformasi ketergantungan waktu (mulur atau laju elastis), fitur yang biasanya terdapat pada semua polimer, resin dengan sistem rangkaian silang lebih rendah dari termoplastik yang dapat di kurangi dengan bahan penguat serat. Masalah yang lebih serius dari polimer adalah kekuatan dan kekakuan mekanis yang sangat rendah dalam bentuk pejal, dan seperti logam kelemahan plastik yaitu keuletan tetapi kelebihan terdapat pada kegetasan (Harris, 1999).

Tabel 2.2 Stabilitas termal dari beberapa bahan pengikat polimer (Harris, 1999).

2.1.2.5 Polimer Thermoset dan Thermoplastic

Polimer yang sering dipakai adalah polimer yang sering disebut dengan plastik. Plastik dibagi dalam dua kategori menurut sifat-sifatnya terhadap suhu, yaitu:


(42)

1. Thermosetting

Polimer kategori termoset ini adalah polimer yang dapat menerima suhu tinggi dan tidak berubah karena panas, atau molekul-molekul yang secara kimiawi digabungkan dengan sambungan silang menjadi bentuk yang kaku

dan struktur jaringan tiga dimensi. Resin thermosetting tidak meleleh karena

panas tetapi menjadi hancur. contohnya: phenolic, polymide, polyester,

bismaleimide, silicon, epoxy.

2. Thermoplastic

Polimer thermoplastic adalah polimer yang tidak dapat menerima suhu tinggi

dan dapat dikatakan berubah karena panas, atau molekul individu yang tidak digabungkan bersama secara kimiawi ditempati oleh ikatan sekunder yang

lemah. Thermoplastic adalah polimer yang dapat meleleh karena panas,

mudah dibentuk dan dapat kembali menjadi padat ketika dingin. Pada penerapan panas ikatan sekunder dalam bentuk termoplastik padat dapat rusak sementara dan molekulnya dapat dipindahkan relatif ke satu sama lain atau aliran konfigurasi baru dialirkan jika tekanan diterapkan. contohnya:

polyehterimide, polyphenylene sulphide, poly, polycarbonates,

polysulphone,thermoplastic polyimide.

Berikut contoh-contoh perbedaan antara Thermoplastic dan Thermoset dapat


(43)

Tabel 2.3 Perbedaan antara Thermoplastic dan Thermoset (Kaw, 2006).

2.1.2.6 Resin Poliester dan Resin Epoksi

Dalam pembuatan komposit, resin yang banyak digunakan adalah dari jenis

polimer thermoset yang terdiri dari:

2.1.2.6.1 Resin Poliester

Polyester membentuk kelas yang besar dari polimer penting secara komersial.

Poliester yang khas adalah poly-ehtylene-terephthalate (atau PETP), yang adalah

serat sintetis bervolume besar. PETP juga biasa digunakan sebagai lapisan dan diterapkan pada botol (Ebewele, 2000).

Resin poliester dapat diformulakan dalam berbagai sifat mulai dari keras dan getas ke lunak dan fleksibel. Keuntungannya adalah kekentalan yang rendah, waktu yang cepat untuk kering, dan harga yang murah. Pada umumnya sifatnya lebih rendah dari epoksi. Kekurangan utamanya dibanding dengan epoksi adalah penyusutan volume yang besar. Oleh karena itu, poliester dapat dengan mudah dilepaskan dari cetakan (Mallick, 2007)


(44)

2.1.2.6.2 Resin Epoksi

Resin epoksi adalah pilihan utama bagi pasar bahan komposit maju. Epoksi popular karena sifat mekanisnya yang sangat baik, sifat tahan terhadap penggunaan di lingkungan yang panas dan lembab, serta ketahanan yang baik pada reaksi kimia. Juga memiliki stabilitas ukuran, mudah dibuat, biaya murah, dan menunjukan kerekatan yang baik pada beberapa serat (Hyer, 1998).

Resin epoksi disiapkan dari molekul oligomer ringan yang mengandung dua

atau lebih grup molekul epoksi. Oligomer yang paling sering adalah diglycidyl

ethers, atau secara khusus diglycidyl ethers dari bisphenol A (DGEBA). DGEBA

adalah produk dari reaksi kondensasi antara epichlorohydrin dan bisphenol A (lihat

Gambar 2.7). Dibandingkan dengan poliester, resin epoksi tidak sensitif untuk menyerap kelembaban dan menunjukan performa mekanis dan termal yang unggul, tetapi pembuatan dan pengeringan dari epoksi lebih lambat dan harga dari resin lebih mahal daripada poliester (Akay, 2015).


(45)

Menurut Kaw (2006) meskipun epoksi lebih mahal dibandingkan dengan bahan pengikat polimer lainnya, tapi epoksi adalah komposit berpengikat polimer yang paling populer. Lebih dari dua bahan pengikat polimer digunakan pada penerapan bidang keangkasaan yang didasari dengan epoksi.

Alasan utama epoksi adalah bahan pengikat polimer paling utama adalah:

1. Kekuatan tinggi.

2. Kekentalan rendah dan laju alir yang rendah, yang mana baik untuk

pembasahan serat dan mencegah ketidaksejajaran serat selama proses pembuatan

3. Kemampuan menguap selama pengeringan yang rendah

4. Laju penyusutan rendah, yang mana mengurangi kecenderungan menerima

tegangan geser yang besar dari ikatan antara epoksi dan bahan penguat

5. Tersedia lebih dari 20 tingkatan yang cocok dengan syarat sifat dan

pembuatan yang spesifik (Kaw, 2006).

2.1.3 Proses Perlakuan Curing

Curing merupakan proses perlakuan panas atau polimerisasi terhadap

komposit untuk merubah resin memiliki daya ikat yang tinggi dengan serat pada

saat komposit telah padat. Curing sudah dimulai saat pembentukan komposit pada

suhu kamar dan hal ini akan menghasilkan komposit dengan kekuatan masih

rendah. Proses curing sebenarnya terjadi pada pemanasan di atas suhu kamar dan

dilaksanakan setelah bahan komposit menjadi padat. Adanya kenaikan suhu curing


(46)

curing yang diikuti dengan kenaikan kekuatan ikatan antar bahan pembentuknya.

Kondisi ini akan memberi cross-linking pada komposit yang diikuti pemadatan

matrik/resin, pada proses curing ini bisa mengurangi rongga-rongga yang ada di

dalam komposit sehingga dihasilkan komposit yang berkualitas baik. Proses curing

di atas suhu kamar ini dapat dilakukan dengan oven, hot oil, lamps method, steam

method, autoclave, microwave atau metode lainnya seperti electron laser beam,

radio frequency energy, ultrasonics (Malau, 2010).

2.1.3.1 Oven

Oven dengan gas dan oven dengan listrik bersikulasi udara adalah model umum yang umum digunakan. Model ini tergolong mahal dan dapat digunakan dalam skala besar. Beberapa tekanan sering ditambahkan dalam proses ini dengan

shrink tape. Energi yang digunakan jelas lebih besar dibanding proses curing yang

lain. Hal ini disebabkan karena energi dipakai untuk memanaskan seluruh ruang

termasuk udara, cashing, penyangga oven bahkan lantai juga ikut terkena panas.

2.1.3.2 Minyak Panas

Metode dengan minyak panas ini sering dipakai pada komposit atau matrik dengan waktu sangat cepat, biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit. Minyak panas digunakan untuk mendapatkan pemanasan yang sangat cepat pada

lapisan dan mengurangi kebutuhan akan proses curing dengan metode oven. Suhu

curing pada metode ini berkisar antara 150-240°C.

2.1.3.3 Lampu


(47)

dapat memantulkan cahaya. Panas yang dicapai sekitar 171oC. selain mudah

dipergunakan, penanganan yang tepat juga diperlukan agar proses curing bisa

merata pada seluruh bahan komposit.

Metode lain dari proses ini adalah pulsed xenon lamp yang digunakan pada

komposit dengan katalis yang peka cahaya. Dapat juga digunakan lampu infra merah, meskipun metode ini jarang digunakan.

2.1.3.4 Uap Panas (Steam)

Metode curing ini menggunakan uap panas sebagai penyedia panas. Dalam

proses ini digunakan beberapa saluran pipa untuk sirkulasi air dan uap. Pada ujung mandrel (alat penggulung serat) terdapat alat pengatur jalan uap dan air. Setelah katup dibuka, uap panas mengalir dan disirkulasikan melalui mandrel berongga (hollow mandrel) untuk melakukan curing. Setelah proses curing selesai, air dingin

dialirkan untuk mendinginkan mandrel.

2.1.3.5 Autoclave

Untuk mendapatkan komposit berkualitas baik yang akan digunakan pada

pesawat luar angkasa maka perlu memakai proses curing autoclave, atutoclave

adalah proses curing yang menaikan temperatur tekanan di dalam suatu ruangan

dari udara sekitar. Meskipun tidak digunakan untuk produksi massal, metode ini

mampu menghasilkan tekanan 1,4-2,1 MPa dan temperatur sekitar 371oC.

Kelemahan dari proses ini adalah lamanya proses curing dan tidak cocok untuk


(48)

2.1.3.6 Microwave

Penggunaan metode ini dapat memberikan keuntungan yang signifikan pada

komposit terutama pada serat glass dan serat aramid (Kevlar). Panas dari

microwave diserap dengan cepat dan baik oleh matrik/resin maupun seratnya.

Energi yang digunakan dalam proses ini tidak sedikit dan membutuhkan biaya yang

cukup besar. Proses curing dengan microwave ini tidak dapat digunakan untuk

bahan yang bersifat konduktif, seperti serat karbon.

2.1.3.7 Proses Curing Yang Lain

Proses curing yang lain biasanya menggunakan electron beam, laser, radio

frequency (FR) energy, ultrasonic, dan induction curing. Proses-proses ini

mempunyai tingkat keefektifan dan keberhasilan yang berbeda-beda dalam

pelaksanaan proses curing untuk komposit

2.1.4 Mekanika Komposit

Bahan komposit terdiri dari dua atau lebih bahan pokok, perancangan dan analisa dari bahan serupa berbeda dari bahan-bahan konvensional seperti logam. Pendekatan untuk menganalisa sifat mekanis dari struktur komposit antara lain:

a. Menemukan sifat lapisan komposit rata-rata dari sifat masing-masing bahan

utama. Sifat seperti kekakuan, kekuatan, suhu dan koefisien ekspansi

kelembaban. Memperhatikan sifat rata-rata diperoleh dengan


(49)

dioptimalkan untuk permintaan kekakuan dan kekuatan dari lamina. Hal ini

disebut dengan micromechanics dari lamina.

b. Pengembangan dari hubungan tegangan regangan untuk lamina searah atau

tak searah. Pembebanan dapat diterapkan sekitar arah utama simetri lamina atau diluar sumbu. Juga, satu pengembangan hubungan untuk kekakuan, termal dan koefisien ekpansi kelembaban dan kekuatan dari sudut lapisan. Teori kegagalan dari lamina berdasarkan tegangan didalam lamina dan sifat

kekuatan dari lamina. Hal ini disebut dengan macromechanics dari lamina.

Struktur yang dibuat dari bahan komposit pada umumnya adalah struktur laminat yang tersusun dari beberapa variasi lamina-lamina yang ditumpuk satu sama lain. Penting Mengetahui sifat mekanis makro dari sebuah lamina, ini bertujuan untuk mengembangkan sifat mekanis makro dari laminat (lapisan-lapisan lamina). Kekakuan, kekuatan dan koefisiensi ekspansi suhu dan kelembaban dapat ditemukan pada keseluruhan laminat. Kegagalan laminat didasari oleh ketegangan dan penerapan dari teori kegagalan pada setiap lapisan. Pengetahuan analisa dari komposit nantinya dapat membentuk dasar dari perancangan mekanis pada struktur bahan komposit (Kaw, 2006).

Bahan material memiliki banyak sifat karakteristik sifat mekanikal yang berbeda dari kebanyakan bahan teknik konvensional. Beberapa karakteristik hanyalah modifikasi dari sifat konvensional, sedangkan yang lainnya sepenuhnya baru dan membutuhkan analisa baru dan prosedur eksperimental. Kebanyakan bahan teknik bersifat homogen dan isotropik:


(50)

sifatnya yang dapat dengan sendirinya menentukan posisi di dalam benda.

2. Benda isotropi memiliki sifat bahan yang sama di setiap arah pada setiap titik

di dalam benda. Contohnya, sifatnya yang dapat dengan sendirinya menentukan orientasi pada titik di dalam benda.

Mekanis dari bahan-bahan berhubungan dengan tegangan, regangan dan perubahan bentuk pada struktur keteknikan diperlakukan terhadap beban mekanikal dan termal. Asumsi umumnya pada mekanis bahan konvensional, seperti baja dan aluminium, adalah bersifat homogen dan isotropi. Untuk bahan yang homogen, sifat tidak tergantung pada lokasi, dan untuk bahan isotropis, sifatnya tidak tergantung pada orientasi. Kecuali untuk pekerjaan dingin, butiran bahan logam diorientasikan secara acak, jadi pada dasar statistik asumsi dari bahan isotropi dapat dibenarkan. Komposit berpenguat serat, pada sisi lain, secara mikroskopik tidak homogen dan tidak isotropis. Sebagai hasilnya, sifat mekanis dari komposit berpenguat serat jauh lebih kompleks daripada bahan konvensional (Mallick, 2007).

2.1.5 Fraksi Volume Komposit

Pada proses pencetakan, resin ditambahkan dengan hardener, katalis atau

akselerator, dicampur secara manual atau secara mekanis, dan kemudian dituangkan ke dalam cetakan, yang mana secara normal dilapisi dengan bahan

release agent pada cetakan. Penghapusan udara dilakukan jika diperlukan dan resin

dapat berubah menjadi padat. Cetakan untuk proses pengecoran dibuat dari beberapa jenis bahan, termasuk kayu, tanah liat, kaca, logam, karet dan lateks (untuk cetakan yang fleksibel), dan plastik. Untuk memfasilitasi pelepasan coran


(51)

dari cetakan, menggunakan releasing agent seperti, wax, minyak silikon, gemuk

dan beberapa lapisan bentukan digunakan untuk melapisi cetakan. Dari beberapa pertimbangan, pilihan untuk bahan pelepas didasari dari kekurangan interaksi antara sistem resin dan bahan pelepas (Ebewele, 2000).

Teknologi lay-up dan penempatan serat disediakan untuk proses fabrikasi

dari komposit lapisan tipis secara praktis diputuskan dibentuk dengan tangan atau penempatan secara otomatis pada bahan penguat sejajar atau bentuk pita ke dalam cetakan. Lapisan dengan orientasi serat (bahkan dengan serat yang berbeda) digabungkan untuk menghasilkan bahan komposit laminat (lapisan-lapisan dari lamina) ditunjukan layak dengan kekuatan dan kekakuan berdasarkan arahnya (Vasiliev dan Morozov, 2001).

Dengan pemberian resin, perlakuan permukaan dari serat adalah faktor kritis dalam menentukan sifat dasar dan tingkatan dari pelekatan yang dapat diterima antara serat dan matrik. Sebagai hasil, pada kegagalan bahan, serat akan berpisah dari matrik dengan jelas (diuraikan sebagai hubungan lekat yang gagal) atau permukaan dari serat terekstrak mencakup dengan lapisan plastik (kegagalan perpaduan) (Akay, 2015).

Dibawah ini adalah perhitungan pencampuran bahan komposit berdasarkan fraksi volume bahan pengikat (matrik) dan volume serat:

a. Volume Layer/Matrik (VLayer) komposit

VLayer= pLayer .lLayer .tLayer (1.1)

Dengan VLayer adalah volume layer (cm3), pLayer adalah panjang layer


(52)

b. Volume Serat (Vserat) terhadap volume matrik

serat=����� .� � � ��% � (1.2)

Dengan Vserat adalah volume serat (cm3), VLayer adalah volume layer

(cm3), dan FraksiVolume adalah fraksi volume yang digunakan (%).

c. Massa Serat (Mserat) menurut volume serat

Mserat= �serat .ρserat (1.3)

Dengan mserat adalah massa serat (gr), Vserat adalah volume serat

(cm3) dan ρserat adalah massa jenis serat (gr/cm3).

2.1.6 Rumus Perhitungan Tegangan dan Regangan

Studi tegangan regangan merupakan jawaban dari lapisan tunggal sama dengan menentukan relasi antara tegangan yang diterapkan pada ikatan permukaan dari lapisan dan perubahan bentuk (deformasi) pada lapisan secara keseluruhan. Regangan dari serat tersendiri atau elemen matrik tidak berakibat pada analisis tingkat ini. Efek dari bahan penguat serat tersebar ke volume bahan, dan kita asumsikan bahwa sistem dua bahan matrik serat diganti oleh bahan homogen tunggal. (Hyer, 1998).

Eksperimen tegangan-regangan secara tradisional menjadi tes mekanis yang paling luas tetapi mungkin paling kurang dimengerti dalam istilah interpretasi. Dalam tes ini spesimen berubah bentuk (ditarik) pada kecepatan konstan, dan tegangan yang dibutuhkan diukur secara serentak (Ebewele, 2000).

Tegangan adalah struktur mekanis yang menerima gaya eksternal, yang mana bertindak diatas benda sebagai gaya permukaan (contohnya, membengkokkan


(53)

sebuah tongkat) dan gaya benda (contohnya, berat dari tiang telefon yang berdiri secara vertikal). Gaya-gaya ini pada seluruh titik didalam benda diperlukan karena gaya tersebut butuh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan dari bahan yang digunakan pada struktur. Tegangan didefinisikan sebagai intensitas dari beban per area, menentukan pengetahuan ini karena kekuatan dari sebuah bahan pada hakekatnya diketahui dalam istilah tegangan.

Regangan merupakan pengetahuan tentang deformasi secara spesifik, yang relatif merubah ukuran dan bentuk dari benda. Regangan pada sebuah titik juga didefinisikan secara umum pada kubus yang sangat kecil dalam sistem koordinat tangan kanan. Dibawah tekanan, panjang dari sisi kubus yang sangat kecil dapat berubah. Permukaan dari kubus juga dapat berubah. Perubahan panjang dapat disamakan dengan regangan normal dan perubahan bentuk dapat disamakan dengan regangan geser (Kaw, 2006).

Pada eksperimen tegangan-regangan, sampel polimer ditarik (berubah bentuk) pada laju elongasi konstan dan tegangan diukur sebagai fungsi terhadap

waktu. Pada pengujian tarik yang dilakukan, hasilnya berupa print-out grafik

hubungan beban dan pertambahan panjang. Untuk menghitung besarnya kekuatan tarik dari pengujian tersebut, maka rumus yang digunakan adalah rumus tegangan, yaitu:

� = F/A (1.4)

Dimana σ adalah kekuatan tarik (N/mm2), F adalah gaya tarik (N) dan A


(54)

Hasil dari pengujian tarik juga dapat digunakan untuk mencari regangan dari benda uji, yaitu dengan menggunakan rumus:

� = (ΔL / Lo) × 100% (1.5)

Dimana ε adalah regangan (%), ΔL adalah pertambahan panjang (mm) dan

Lo adalah panjang mula-mula (mm).

Menurut hukum Hooke, modulus elastisitas atau Young’s modulus adalah

hubugnan deformasi elastis antara tegangan dan regangan. Modulus ini dipikirkan sebagai kekakuan atau tahanan bahan terhadap deformasi elastis. Lebih besar modulus maka bahan lebih kaku, atau lebih kecil regangan elastis dari penerapan tegangan (Callister dan Rethwisch, 2014).

E = �/ � (1.6)

Dimana E adalah modulus elastisitas atau Young’s Modulus (MPa)

2.1.7 Kerusakan Pada Komposit

Seperti semua bahan, komposit juga dapat gagal. Paling penting biasa dengan memperhatikan sifat sifat isotropis pada bahan komposit, ada beberapa dasar dari mekanisme kegagalan. Ini berkaitan dengan beban dan struktur laminat. Menurut Nijsser (2015) beberapa mekanisme kegagalan yang terjadi pada komposit:

 Sobekan (Splitting)

 Delaminasi (Delamination)


(55)

 Kelelahan (Fatigue)

 Kerusakan impak (Impact Damage)

 Mulur dan stress relaxation.

Pada umumnya ada tiga macam pembebanan yang menyebabkan rusaknya suatu bahan komposit, yaitu pembebanan tarik tekan baik dalam arah longitudinal maupun transversal, serta geser.

2.1.7.1 Kerusakan Akibat Beban Tarik Longitudinal

Pada kasus ini, beban dari lamina komposit adalah gaya tarik yang diterapkan secara sejajar dengan arah longitudinal dari serat. Pada bahan komposit yang akan diberi beban tarik searah serat, kerusakan bermula dari serat-serat yang patah pada penampang terlemah. Semakin besar beban, akan semakin banyak pula serat yang patah. Pada kebanyakan kasus, serat tidak patah sekaligus secara bersamaan. Apabila serat yang patah semakin banyak, maka akan terjadi beberapa kemungkinan:

a. Bila serat mampu menahan gaya geser dan meneruskan ke serat sekitar, maka

serat yang patah akan semakin banyak. Hal ini akan menimbulkan yang

disebut retakan. Patahan yang terjadi disebut patah getas (brittle failure).

b. Bila matrik tidak mampu menahan konsentrasi tegangan geser yang timbul di

ujung, serat dapat terlepas dari matrik (debonding) dan komposit akan rusak

tegak lurus arah serat.

c. Kombinasi dari kedua tipe di atas, pada kasus ini terjadi di sembarang tempat

di sertai dengan kerusakan matrik. Kerusakan yang terjadi berupa patahan


(56)

Gambar 2.10. Kerusakan pada komposit akibat beban tarik longitudinal (Hadi, 2000)

2.1.7.2 Kerusakan Akibat Beban Tarik Transversal

Ketika beban tarik melintang (Transverse) diterapkan pada lamina, serat di

dalam matrik menjadi sukar untuk menerima beban pada setiap serat. Serat pada komposit yang mengalami pembebanan tegak lurus arah serat (transversal), akan

mengalami konsentrasi tegangan pada interface antar serat dan matrik itu sendiri.

Oleh karena itu, bahan komposit yang mengalami beban transversal akan

mengalami kerusakan pada interface. Kerusakan transversal ini juga dapat terjadi

pada komposit dengan jenis serat acak dan lemah dalam arah transversal. Dengan demikian, kerusakan akibat beban tarik transversal terjadi karena:

a. Kegagalan tarik matrik


(57)

Gambar 2.11. Kerusakan Pada Komposit Akibat Beban Tarik Transversal (Hadi, 2000:41)

2.1.7.3Kerusakan Internal Mikroskopik

Definisi kerusakan suatu bahan disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa struktur dapat dianggap rusak apabila terjadi kerusakan total. Namun untuk struktur tertentu, deformasi yang sangat kecil sudah dapat dianggap sebagai kerusakan.

Hal ini sangat dapat terjadi pada komposit. Pada bahan ini, kerusakan internal mikroskopik dapat jauh terjadi sebelum kerusakan yang sebenarnya terjadi. Kerusakan mikroskopik yang terjadi pada komposit dapat berupa:

a. Patah pada serat (fiber breaking)

b. Retak mikro pada matrik (matrix micro crack)

c. Terkelupasnya serat dari matrik (debonding)

d. Terlepasnya lamina satu dengan yang lainnya (delamination)

Untuk melihat kerusakan ini maka harus menggunakan mikroskop, dan foto mikro akan menunjukkan jenis-jenis kerusakannya. Karena kerusakan ini tidak dapat dilihat oleh mata secara langsung, maka akan sulit menentukan kapan dan dimana suatu komposit akan rusak. Oleh karena itu, suatu komposit dikatakan mengalami kerusakan apabila kurva tegangan-regangan (didapat dari pengujian


(58)

tarik) tidak lagi linear, atau ketika bahan tersebut telah rusak total. Hal ini berlaku baik pada komposit satu lapis (lamina) maupun laminat.

2.1.8Bahan-bahan Tambahan

Selain bahan-bahan di atas, masih terdapat beberapa bahan tambahan yang lain. Penambahan bahan-bahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas

komposit yang akan dihasilkan. Release agent atau zat pelapis yang berfungsi untuk

mencegah lengketnya produk pada cetakan saat proses pembuatan. Pelapisan

dilakukan sebelum proses pembuatan dilakukan. Release agent yang biasa

digunakan antara lain: waxes (semir), mirror glass, polyvynil alcohol, film forming,

dan oli. Selain bahan-bahan tesebut diatas, masih ada bahan tambahan lain yang dapat memberi tampilan lebih pada produk plastik berpenguat serat.

2.1.9Tumbuhan Pinang

Pinang merupakan tumbuhan monokotil dan termasuk pada spesies palem.

Pinang termasuk ke dalam famili Arecaceae (arecoideae) atau Palmaceae

(palem-paleman) dan memiliki nama ilmiah Areca Catechu Linnaeus. Pinang adalah pohon

tumbuhan hijau dengan tampilan yang menarik dan memiliki beberapa sifat obat seperti inti buah kelapa dengan batang kurang lebih 15 cm. Pinang tumbuh dengan tinggi 30 m dan dengan jumlah 10 hingga 20 daun pada puncaknya (Binoj dkk, 2016).


(59)

Tabel 2.4 Kandungan dan sifat serat pinang (binoj dkk, 2016) Chemical Properties

Cellulose Hemi cellulose Lignin Wax

(wt%) (wt%) (wt%) (wt%)

57.35–58.21 13–15.42 23.17–24.16 0.12

Physical Properties

Moisture Diameter Density Length

(wt%) (µm) (g/cm3) (mm)

7.32 396–476 0.7–0.8 10–60

Mechanical properties

Tensile Strength Young’s modulus Elongation

(MPa) (GPa) (%)

147–322 1.124–3.155 10.23–13.15

Kandungan kimia, sifat fisik dan sifat mekanis dari serat pinang dapat dilihat pada Tabel 2.4. Dalam penelitian ini serat pinang direndam untuk memisahkan lignin dari serat pinang yang diharapkan dapat memaksimalkan fungsi pengikat terhadap serat. Serat pinang itu juga dapat diolah secara kimia untuk menngubah sifat mekanik menggunakan NaOH. Di antara semua serat alam, pinang tampaknya merupakan bahan yang menjanjikan karena murah, ketersediaan melimpah dan tanaman yang berpotensial tinggi. Volume serat pinang mencapai 30% - 45% dari total volume buah.


(60)

2.2 Tinjauan Pustaka

Prasetyo (2005) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Suhu Dan Lama Curing Terhadap Sifat Mekanis dan Fisis Komposit Matrik

Polimer Dengan Penguat Serat E-glass Woven dan Matrik Justus 108” yang

bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan dari serat E-glass dan matrik Justus 108, melihat perubahan yang terjadi akibat variasi suhu dan lama

curing terhadap sifat mekanis dan fisis komposit berpenguat serat. Pengujian pada

penelitian ini meliputi pengujian tarik dan struktur mikro. Kesimpulan yang didapat

dari penelitian terseb.ut adalah kekuatan tarik maksimal sebesar 24,2 kg/mm2

dihasilkan pada suhu 105oC dengan lama waktu pemanasan 30 menit, kekuatan

tarik terkecil sebesar 21,63 kg/mm2 dihasilkan pada suhu 90oC dengan lama waktu

pemanasan 30 menit, regangan tertingi sebesar 2,8% dihasilkan pada suhu 55oC

dengan lama waktu pemanasan 60 menit, regangan terendah sebesar 2,5%

dihasilkan pada suhu 65oC dan 105oC dengan lama waktu pemanasan 60 menit.

Wijaya (2006) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Suhu Curing Terhadap Sifat Mekanis dan Fisis Komposit Polimer (E-glass dan Arindo

3210)” yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan dari matrik pengikat dan serat, serta untuk mengetahui dan membandingkan kekuatan tarik dan regangan serta struktur mikro dari bahan komposit dengan variasi suhu curing dan

lama curing. Bahan yang digunakan serat E-glass dengan jenis anyaman (woving

yard), resin arindo 3210 dan katalis mepox dengan menggunakan standar uji untuk

komposit berdasarkan ASTM dan metode pembuatan komposit menggunakan


(61)

penelitian tersebut adalah kekuatan tarik komposit untuk lama curing 60 menit

menghasilkan kekuatan tarik tertinggi pada suhu 65oC sebesar 12 kg/mm2, kekuatan

tarik komposit untuk lama curing 30 menit pada suhu 90oC menghasilkan kekuatan

tarik sebesar 10,170 kg/mm2, regangan tertinggi untuk lama curing 60 menit

didapatkan pada suhu 105oC sebesar 4,96%, regangan tertinggi untuk lama curing

30 menit didapatkan pada suhu 120oC sebesar 4,36%, dan peningkatan pada suhu

curing dapat meningkatkan kekuatan tarik dan regangan pada komposit sampai pada batas suhu tertentu.

Saputra dan Suwarta (2012) telah meneliti komposit tentang “Pengaruh

Variasi Fraksi Volume, Temperatur dan Waktu Terhadap Karakteristik Tarik

Komposit Polyester Partikel Hollow Glass Microspheres(HGM)” pada penelitian

ini Material yang diteliti merupakan campuran dari resin polyester dan HGM. Spesimen uji tarik diproduksi sesuai dimensi ASTM D3039-00 dengan variasi fraksi volume penambahan HGM 0-30%. Material ini kemudian diberi perlakuan

dua tahap curing yaitu curing suhu kamar selama 1 hari kemudian post-curing di

dalam oven konvensional. Variasi temperatur yang dilakukan adalah 60°C, 90°C,

dan 110°C. Masing-masing temperatur post curing ditahan selama 3 dan 5 jam.

Untuk mempelajari perubahan sifat mekanik yang terjadi, dilakukan pengujian tarik. Hasil yang didapatkan adalah dengan penambahan HGM maka kekuatan tarik komposit maksimum didapatkan pada penambahan fraksi volume HGM 15%. Komposit dengan kekuatan tarik maksimum didapatkan pada temperatur postcuring 90°C, diatas temperatur tersebut kekuatannya cenderung turun karena telah


(62)

berpengaruh terhadap kekuatan tarik komposit dimana waktu post curing untuk

menghasilkan kekuatan tarik maksimum adalah 5 jam sebelum mencapai glass transition temperatur komposit.

Tamaela (2016), telah melakukan penelitian yang berjudul “Karakteristik

Curing 80oC” dengan hasil penelitan yang didapatkan adalah bagaimana

mengetahui pengaruh karakteristik komposit yang diberikan perlakuan Curing

100oC bila dibandingkan dengan komposit yang diberikan perlakuan curing 80oC

dan komposit yang tidak diberikan perlakuan curing. Nilai regangan rata-rata

terbaik terdapat pada komkposit yang tidak diberikan perlakuan curing bila

dibandingkan dengan komposit yang diberikan perlakuan curing 80oC dan

komposit yang diberikan perlakuan curing 100oC. Kekuatan tarik rata-rata tertinggi

pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 100oC, yaitu

5,73kg/mm2 atau 56,11 MPa, lalu pada yang tidak mengalami proses curing nilai

kekutan tarik rata-rata tertinggi adalah 5,24 kg/mm2 atau 51,34 Mpa dan pada

komposit dan pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 80oC nilai

kekuatn tarik rata-rat tertingginya 4,89 kg/mm2 atau 47,89 MPa. Regangan rata-rata

pada komposit yang mengalami perlakuan curing dengan suhu 100oC yaitu 1,11%

lalu pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu 80oC nilai regagan

rata-rata terbesarnya adalah 1% dan komposit yang tidak mengalami proses curing

nilai rata-rata terbesarnya adalah 1,31%. Nilai modulus elastisitas dari komposit

yang tidak mengalami perlakuan curing yang tertinggi adalah 5,64 GPa, dan yang

terendah 3,11 GPa. Lalu pada komposit yang mengalami proses curing dengan suhu


(63)

GPa. Dan komposit yang mengalami proses curing suhu 100oC nilai modulus

elastisitasnya yang tertinggi adalah 6,02 GPa dan yang terendah adalag 4,04 GPa. Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian-penelitian yang disebutkan diatas bahwa karakterristik dari sebuah komposit sangat bergatung dari bahan penguatnya dalam hal ini adalah serat yang digunakan, kemudian yang kedua sifat dari material bahan komposit ini juga dipengaruhi oleh suhu (temperature) dan lamanya waktu yang digunakan pada proses curing.


(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Skema Penelitian

Skema penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Skema Penelitian Pembelian Bahan

Cetakan kaca Serat Pinang

Pembuatan Benda Uji:

 Komposit dengan variasi presentase fraksi volume serat 8%,

yang sudah diberikan perlakuan alkalisasi 5%

Uji Tarik

Hasil Penelitian

Pembahasan

Kesimpulan Kajian Pustaka

Resin Epoksi NaOH

Curing Oven suhu 60oC, 80oC dan 100oC, lama waktu 3 jam


(65)

3.2 Persiapan Penelitian

Sebelum memulai pengujian, alat dan bahan untuk membuat benda uji perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Proses persiapan ini dimulai dengan membeli alat dan

pengumpulan bahan yang diperlukan selama proses pembuatan sampai finishing,

lalu mengukur seberapa banyak bahan yang akan dipakai untuk pembuatan benda uji dan terakhir pembuatan benda uji sampai pada proses pegujian.

3.2.1 Alat-alat Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan untuk membuat komposit berpenguat serat ini ditampilkan pada Gambar 3.2.

a. Timbangan digital b. Cetakan kaca 30 x 20 x 0,5 cm


(66)

e. Suntikan f. Spatula

g. Kikir dan Tanggem h. Sarung tangan karet


(67)

l. Jangka sorong m. Oven

n. Termokopel o. Mesin uji tarik

.

p. Mesin Milling


(68)

3.2.2. Bahan-bahan Komposit Berpenguat Serat

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan komposit berpenguat serat buah pinang adalah sebagai berikut:

1. Serat Pinang

Serat yang dipakai dalam pembuatan benda uji komposit adalah serat Pinang, dapat dilihat pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Serat Pinang

2. Resin Epoxy dan Hardener

Jenis resin yang digunakan dalam pembuatan benda uji adalah jenis resin

epoxy yang akan di campurkan dengan pengeras hardener, yang dapat dilihat pada

Gambar 3.4.


(1)

Gambar.Lamp.5. a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8% tanpa perlakuan curing

FC-8-4

FC-8-5 FC-8-6

0,5 mm 0,5 mm

0,5 mm 0,5 mm

FC-8-3

c. Gafik specimen FC-8-3

d. Gafik specimen FC-8-4

e. Gafik specimen FC-8-5

f. Gafik specimen FC-8-6


(2)

c) Komposit dengan Curing 60oC:

FC-8-60C-1

0,5 mm

FC-8-60C-2 0,5 mm

FC-8-60C-3 0,5 mm

FC-8-60C-4 0,5 mm a. Gafik specimen

FC-8-60C-1

b. Gafik specimen FC-8-60C-2

c. Gafik specimen FC-8-60C-3

d. Gafik specimen FC-8-60C-4


(3)

Gambar.Lamp.6. a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8% dengan perlakuan curing 60oC

d) Komposit dengan Curing 80oC: 0,5 mm

FC-8-80C-1 0,5 mm

FC-8-80C-2 0,5 mm

FC-8-60C-5 FC-8-60C-6

0,5 mm

e. Gafik specimen FC-8-60C-5

f. Gafik specimen FC-8-60C-6

a. Gafik specimen FC-8-80C-1

b. Gafik specimen FC-8-80C-2


(4)

Gambar.Lamp.7. a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8% dengan perlakuan curing 80oC

FC-8-80C-3

0,5 mm 0,5 mm

FC-8-80C-5 0,5 mm

FC-8-80C-6 0,5 mm

FC-8-80C-4

c. Gafik specimen FC-8-80C-3

d. Gafik specimen FC-8-80C-4

e. Gafik specimen FC-8-80C-5

f. Gafik specimen FC-8-80C-6


(5)

e) Komposit dengan Curing 100oC:

FC-8-100C-1

0,5 mm

FC-8-100C-2 0,5 mm

FC-8-100C-3 0,5 mm

FC-8-100C-4 0,5 mm a. Gafik specimen

FC-8-100C-1

b. Gafik specimen FC-8-100C-2

c. Gafik specimen

FC-8-100C-3 d. Gafik specimen FC-8-100C-4


(6)

Gambar.Lamp.8. a, b, c, d, e, dan f gambar grafik serat pinang 8% dengan perlakuan curing 100oC

FC-8-100C-5

0,5 mm 0,5 mm

FC-8-100C-6

e. Gafik specimen FC-8-100C-5

f. Gafik specimen FC-8-100C-6