PROPOSAL PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI BESARAN DAN SATUAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS VII A SMP DAAR EL SALAM

(1)

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI BESARAN DAN SATUAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS VII A

SMP DAAR EL-SALAM

Disusun oleh: Iqbal Fahri, S. Pd


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Besaran dan satuan merupakan kompetensi dasar pertama yang diajarkan pada mata pelajaran IPA Terpadu di kelas VII. Keberhasilan pembelajaran besaran dan satuan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran setelahnya. Hal ini dapat terlihat pada menurunnya motivasi siswa untuk mempelajari materi berikutnya. Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar dari tahun pelajaran sebelumnya diketahui bahwa tingkat ketuntasan pada materi ini hanya sekitar 30% dengan nilai KKM 7,5. Sekitar 70% siswa ditengarai tidak menyukai materi ini. Siswa menganggap berat materi ini dikarenakan didalamnya terdapat indikator konversi yang membutuhkan pengetahuan dasar matematika yang cukup memadai.

Hal ini terjadi dikarenakan penggunaan metode, model, dan media yang belum mampu secara optimal menuntaskan materi tersebut. Penggunaan model dan media yang konvensional berupa ceramah dan media yang kurang variatif dianggap menjadi bagian dari permasalahan di atas. Dengan berkembangnya model pembelajaran akhir-akhir ini, seorang guru dituntut memanfaatkannya sehingga berkontribusi secara positif dalam peningkatan hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada materi tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD.


(3)

Melihat kondisi di atas, maka diperlukan perbaikan pembelajaran dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Besaran dan Satuan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa kelas VIIA SMP Daar el-Salam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar materi besaran dan satuan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas VII A SMP Daar el-Salam?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran peningkatan hasil belajar materi besaran dan satuan melalui model pembelajaran tipe STAD pada siswa kelas VII A SMP Daar el-Salam.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi guru dalam memecahkan masalah peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran, dan pada akhirnya meningkatkan kinerja dan mutu sekolah secara keseluruhan.

Di samping itu, untuk menemukan langkah-langkah yang tepat dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa serta dapat menjadi referensi bagi tindakan serupa untuk kasus yang sama bagi peneliti lain.


(4)

BAB II

TINJAUAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,

DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Hasil Belajar

Belajar sering diartikan sebagai penambahan pengetahuan atau sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu. Menurut Dr. Nana Sudjana Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain.

Hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku dalam arti luas mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Diantara ketiga ranah itu ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Menurut Sudiyanto yang diungkapkan dalam waluyo, hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hal senada juga dinyatakan oleh Sudjana bahwa hasil belajar adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. 2. Materi Besaran dan Satuan

Besaran dan satuan merupakan kompetensi dasar pertama yang diajarkan pada mata pelajaran IPA Terpadu di kelas VII. Mempelajari besaran dan satuan dibutuhkan pengetahuan


(5)

dasar matematika yang memadai terutama matematika dasar di jenjang sebelumnya yaitu Sekolah Dasar (SD). Hal ini dapat kita lihat dari indikator pada materi ini yaitu:

1. Mengidentifikasikan besaran-besaran fisika dalam kehidupan sehari-hari kemudian mengelompokkan dalam besaran pokok dan turunan.

2. Menggunakan satuan internasional dalam pengukuran.

3. Mengkonversi satuan panjang, massa, dan waktu secara sederhana. 4. Mengkonversi satuan besaran turunan.

3. Hasil Belajar Besaran dan Satuan

Berdasarkan pemaparan teori tentang hasil belajar dan materi besaran dan satuan maka didapat terminologi hasil belajar besaran dan satuan yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu terhadap pengetahuan tentang besaran pokok dan turunan, pengukuran, dan konversi. 4. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif atau sering disebut cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah team untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Kelompok kecil yang dimaksud adalah kelompok yang terdiri dari 2-5 orang. Cooperative learning memiliki lima unsur yang harus diterapkan yaitu:

a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab perseorangan c. Tatap muka

d. Komunikasi antar anggota e. Evaluasi proses kelompok

Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam cooperative learning yaitu:

a. Siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai

b. Siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidaknya kelompok itu menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh anggota kelompok


(6)

c. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah.

Ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah, diantaranya:

a. Meningkatkan pencurahan pada waktu tugas b. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

c. Memperbaiki kehadiran

d. Perilaku mengganggu lebih kecil

e. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar f. Konflik antar pribadi berkurang

g. Sifat apatis berkurang

h. Pemahaman yang lebih mendalam i. Motivasi lebih besar

j. Hasil belajar lebih tinggi k. Retensi lebih lama

l. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD pertama kali dikembangkan oleh Slavin (1995), yang ide dasarnya adalah belajar kelompok dengan mengandalkan kelompok prestasi. Adapun tahapan pembelajarannya adalah sebagai berikut:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll).

2. Guru menyajikan pelajaran.

3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.

5. Memberi evaluasi. 6. Menarik kesimpulan. B. Kerangka Berpikir


(7)

Berdasarkan deskripsi teori di atas, maka materi besaran dan satuan dapat ditingkatkan hasil belajarnya melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini dimungkinkan terjadi karena materi besaran dan satuan merupakan materi yang membutuhkan pemahaman yang memadai terhadap teori-teori dasar matematika di SD (sekolah dasar) terutama pada materi konversi. Sementara tidak seluruh siswa memiliki kemampuan yang merata terhadap kemampuan dasar matematika tersebut.

Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran dengan mengandalkan teman sebaya yang berprestasi dimungkinkan dapat secara efektif mencapai hasil belajar yang memadai melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

C. Hipotesis Tindakan

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif dalam meningkatkan hasil belajar Besaran dan Satuan pada siswa kelas VII SMP Daar el-Salam.


(8)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian dan Latar Belakang Subyek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di kelas VII SMP Daar el-Salam. SMP Daar el-Salam adalah sekolah yang penerimaan siswa barunya menganut sistem placement test. Dengan demikian, input siswa memiliki kemampuan akademik yang sangat bervariasi. Sekolah ini berada di wilayah perumahan padat yang berada di perbatasan Bogor dan Bekasi. Sehingga tuntutan akan perbaikan kualitas pembelajaran kerap kali menjadi isu sentral sekolah guna mempertahankan eksistensinya.

Dari sisi kemampuan ekonomi, hampir sebagian besar siswa yang bersekolah di SMP Daar el-Salam berada pada taraf ekonomi menengah ke atas. Sehingga dari sisi pembiayaan pendidikan tidak terlalu menjadi kendala, hanya saja sikap kemandirian, ketekunan, dan kesungguh-sungguhan belajar masih menjadi kendala utama.

B. Rencana Tindakan Siklus I, meliputi: 1. Perencanaan tindakan diawali dengan:

a. Menyiapkan RPP;


(9)

c. Media Pembelajaran berupa Alat-alat Pengukuran seperti jangka sorong, mikrometer sekrup, hand-out materi berupa powerpoint, LCD Proyektor;

d. Observer/ Pengamat;

e. Surat izin kepala sekolah untuk melakukan PTK. 2. Pelaksanaan Tindakan

a. Setting kelas berdasarkan model STAD; b. Penerapan media berdasarkan RPP;

c. Penerapan model pembelajaran sesuai dengan model STAD. d. Waktu pelaksanaan

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan pada semester satu bulan Juli dikelas VIIA pada Tahun Pelajaran 2011-2012. Pada pelaksanaannya penelitian dilakukan dengan dua siklus.

3. Data dan cara pengumpulan data

Dalam penelitian ini, data yang akan diperoleh meliputi:

a. Hasil belajar siswa;

Hasil belajar diketahui dengan melaksanakan tes secara tertulis dengan kisi-kisi sebagai berikut, yaitu:

URAIAN MATERI TAKSONOMI KOGNITIF TOTAL

C1 C2 C3

1. Besaran Pokok dan

Turunan 1, 2 3 4 4

2. Pengukuran 5 6 7 3

3. Konversi 8 9 10 3

b. Aktivitas siswa dalam belajar; (lembar observasi)

c. Aktivitas guru dalam proses pembelajaran, (lembar observasi). 4. Penentuan kriteria keberhasilan penelitian

Keberhasilan penelitian ini ditetapkan sebesar 75% siswa mencapai KKM. Adapun KKM yang ditetapkan sebesar 7,5.


(10)

5. Analisis dan refleksi

Dalam penelitian ini, data yang akan diperoleh melalui Hasil belajar siswa, Aktivitas siswa dalam belajar, dan Aktivitas guru dalam proses pembelajaran. Seluruh data di atas akan disajikan dengan menggunakan tabulasi frekuensi dan diagram batang serta menjadi acuan untuk melakukan refleksi pada siklus berikutnya apabila belum mencapai ketuntasan sebesar 75% siswa dengan nilai KKM 7,5.

C. Tim Kolaborasi

Guna melaksanakan tindakan penelitian kelas ini dibutuhkan tim kolaburasi yang representatif. Tim kolaborasi terdiri dari:

1. Peneliti;

2. Guru IPA lainnya (sebanyak 2 orang).

D. Jadwal Penelitian

NO. URAIAN KEGIATAN

PELAKSANAAN

KETERANGAN

NOPEMBER DESEMBER

I II III IV I II III IV

1. Perencanaan a. Penyusunan

proposal

b. Konsultasi teknis c. Survey

X


(11)

X

2. Pelaksanaan a. Siklus I

b. Siklus II X

X

3 Analisis X X

4 Pelaporan/Penyelesaian PTK.

X X

DAFTAR PUSTAKA

Nana Sudjana Belajar, Dr., Teori Belajar, Bandung: Penerbit Rosda Karya, Tahun 2005

Sudiyanto, Mengukur Hasil Belajar, Bandung: Penerbit Rosda Karya, Tahun 2005

Panitia PLPG, Modul PLPG IPA, Bogor, 2011

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD)


(12)

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD

1. Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil,yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,ras atau suku yang berbeda (heterogen)

2. Johnson (dalam Etin Solihatin,2005 :4 ) menyatakan bahwa :pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama. 3. Slavin ( dalam Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa : pembelajaran kooperatif

merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki pembelajaran selama ini. Pertama,beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat menngkatkan kemampuan hubungan sosial,menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,serta dapat meningkatkan harga diri.kedua,pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar,berfikir,memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. 2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut.

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

3. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Masih menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut.


(13)

dasar yang akan dicapai.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.

c. Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu. 4. Sintaks Model Pembelajaran STAD

Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti berikut.

Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran STAD

Langkah Indikator Tingkah laku guru

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyajikan informasi Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar

Membimbimg kelompok belajar

Evaluasi

Memberikan penghargaan

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa

Guru menyajikan informasi kepada siswa

Guru menginformasikan pengelom-pokkan

Siswa

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi pembelajaran yang telah dilaksanakan

Guru memberi penghargaan hasil belajar

individual dan kelompok Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan


(14)

anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi dan kuis.

Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007) antara lain : a. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok d. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota kelompok lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

e. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu.

f. Guru memberi penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin tertinggi.

g. Guru memberikan evaluasi. h. Penutup.

Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis. Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD

Skor Kuis Poin peningkatan

Lebih dari 10 point di bawah skor dasar 1-10 point di bawah skor dasar

Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar

Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar

5 10 20 30 30

Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar (Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17)

Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Penghargaan kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok


(15)

Excellent The best teams Good teams General teams

22,6 – 30 15,1 – 22,5 7,6 – 15,0 ≥7,5 (Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

5. Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe STAD A) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) : a) Meningkatkan kecakapan individu

b) Meningkatkan kecakapan kelompok c) Meningkatkan komitmen

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya e) Tidak bersifat kompetitif

f) Tidak memiliki rasa dendam

B) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD a) Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu: b) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang

c) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

E. Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa

Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pelaksana pengajaran harus dapat menciptakan kondisi yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian diharapkan terjadi interaksi antara guru dan siswa yang pada umumnya akan merasa mendapat motivasi yang tinggi apabila guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Selain itu siswa akan lebih memahami dan mengerti konsep-konsep fisika secara benar.

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara konsisten baik bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan resistensi (daya lekat) terhadap materi pelajaran menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang bervariasi dengan model STAD dapat menumbuhkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Pengajaran fisika yang disajikan dengan model pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman sosial sebab mereka akan bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota kelompoknya. Keberhasilan anggota kelompok merupakan tugas bersama.

Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas perbedaan dan kesadaran akan perbedaan. Disamping itu pembelajaran yang disajikan dengan model STAD akan melatih siswa untuk menceriterakan, menulis secara benar apa yang diteliti dan diamati. Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk


(16)

memahami materi yang disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, pengajaran fisika yang disajikan dengan dengan penerapan model pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-student-teams.html#ixzz3HBbBMaFU

1. Pengertian Problem Posing Tipe Pre Solution Posing

Problem Posing berasal dari dua kata yaitu “Problem” dan “Posing”. “Problem” berarti masalah atau soal, dan “Posing” berarti mengajukan atau membentuk (Iskandar, 2004). Sutiarso (1999) dalam Iskandar (2004) mengartikan Problem Posing dengan membuat soal. Dengan demikian, Problem Posing dapat diartikan sebagai strategi pembelajaran yang menekankan siswa untuk dapat menyusun atau membuat soal setelah kegiatan pembelajaran dilakukan. Strategi Problem dapat diangkat menjadi strategi pembelajaran yang tepat untuk mengkaji pokok bahasan yang melibatkan operasi matematika (Iskandar, 2004). Operasi matematika merupakan unsur pertama dari strategi pembelajaran Problem Posing. Unsur Problem Posing yang kedua adalah struktur pembelajaran, yang merupakan pembelajaran yang berpusat kepada pengajar (teacher centered instruction) dan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction). Unsur Problem Posing yang ketiga adalah respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, yaitu mampu membuat soal dari kondisi yang diberikan oleh guru pengajar (Iskandar, 2004). Suryanto (Sutiarso: 2000) mengemukakan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah “merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”. Sedangkan menurut Silver (Sutiarso: 2000) bahwa dalam pustaka


(17)

pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dala rangka mencari alternatif pemecahan lain. Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.

Menurut Usmanto (2007) pembelajaran proble posing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing.

Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada saol itu dibuat guru, sedangkan

siswa membuat pertanyaan dan jawaban sendiri.

2. Problem Posing tipe Within Solution Posing.

Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan

dengan pertanyaan guru.

3. Problem Posing tipe Post Solution Posing.

Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menentukan jawabannya sendiri. Jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumber utama bagi siswanya. Jadi, guru harus benar-benar menguasai materi

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan pengertian problem posing tipe Pre Solution Posing adalah perumusan atau pembuatan masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.

2 Problem Posing tipe Pre Solution Posing dalam PembelajaranFisika Sesuai dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving. Silver dkk (Sutiarso: 2000) menyatakan bahwa dalam problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah pembelajaran problem solving.

Mengenai peranan problem posing tipe pre solution posing dalam pembelajaran fisika, Sutiarso (2000) menjelaskan bahwa problem posing tipe pre solution posing adalah adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran fisika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Hal ini sejalan dengan English (1998) yang menjelaskan bahwa problem posing tipe pre solution posing adalah penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas fisika, termasuk aktivitas dimana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver (1994) dan Simon (1993) mengemukakn bahwa beberapa aktivitas problem posing tipe pre solution posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting fisika (English: 1998).


(18)

Problem posing tipe pre solution posing adalah kegiatan perumusan soal atau masalah oleh peserta didik. Peserta didik hanya diberikan situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal/masalah. Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan perumusan masalah/soal dalam pembelajaran fisika, Walter dan Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun melalui beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan, teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal.

3 Beberapa Petunjuk Pembelajaran dengan Problem Posing tipe Pre Solution Posing a. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru menurut Sutiarso (2000) adalah sebaagai berikut:

1) Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal dari soal-soal

yang ada di buku pegangan.

2) Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa onformasi tertulis, benda manipulatif, gambar, atau lainnya, kemudian guru/dosen melatih siswa merumuskan soal dengan

situasi yang ada.

3) Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.

4) Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf kesukaran, baik isi maupun bahasanya.

5) Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang berbentuk dialog antara guru/dosen dan siswa/mahasiswa mengenai isi buku teks, yang dilaksanakan dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru.

b. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa menurut Sutiarso (2000) adalah sebagai berikut:

1) Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak- banyaknya terhadap situasi

yang diberikan.

2) Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi soal yang baru sebelum mereka menyelesaikannya.

3) Siswa dibiasakan untuk membuat soal-soal serupa setelah menyelesaikan soal tersebut. 4) Siswa harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan soal-soal yang dirumuskan oleh

temannya sendiri.

5) Siswa dimotivasi untuk menyelesaikan soal-soal non rutin.

c. Langkah-langkah dalam Kegiatan Pembelajaran Problem Posing tipe Pre Solution Posing menurut Iskandar (2004):

1) Membuka kegiatan pelajaran.

2) Menyampaikan tujuan pelajaran.

3) Menyampaikan materi pelajaran.

4) Memberikan contoh penyelesaian soal.

5) Memberi kesempatan siswa untuk bertanya.

6) Memberi kesempatan siswa untuk membuat soal dari kondisi yang diberikan,


(19)

7) Mempersilahkan siswa untuk mempersentasikan soal yang telah dibentuk. 8) Memberikan kondisi lain dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat soal sebanyak-banyaknya.

9) Mempersilahkan siswa bertukar soal dengan siswa lain dan mendiskusikannya.

10) Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

11) Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.

12) Menutup pelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat yang di kemukakan di atas tentang langkah- langkah pembelajaran problem posing tipe pre solution posing, maka langkah yang digunakan dalam penelitian adalah langkah yang dikemukakan oleh Iskandar.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Belajar Problem Posing Tipe Pre Solution Posing Menurut Iskandar (2004).

a) Kelebihan Metode Belajar Problem Posing Tipe Pre Solution Posing : 1) Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu siswa membuat soal

dan menyelesaikannya.

2) Mendidik siswa berfikir secara sistematis.

3) Mendidik siswa tidak nudah putus asa dalam menghadapi kesulitan. 4) Mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi. 5) Akan mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu

diselesaikan oleh kelompok lain.

6) Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan. 7) Siswa berkesempatan menunjukkan kemampuannya pada kelompok lain.

b) Kekurangan Metode Belajar Problem Posing Tipe Pre Solution Posing : 1) Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama. 2) Agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.


(20)

(1)

Excellent The best teams Good teams General teams

22,6 – 30 15,1 – 22,5 7,6 – 15,0 ≥7,5 (Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

5. Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe STAD A) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) : a) Meningkatkan kecakapan individu

b) Meningkatkan kecakapan kelompok c) Meningkatkan komitmen

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya e) Tidak bersifat kompetitif

f) Tidak memiliki rasa dendam

B) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD a) Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu: b) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang

c) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

E. Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa

Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pelaksana pengajaran harus dapat menciptakan kondisi yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian diharapkan terjadi interaksi antara guru dan siswa yang pada umumnya akan merasa mendapat motivasi yang tinggi apabila guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Selain itu siswa akan lebih memahami dan mengerti konsep-konsep fisika secara benar.

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara konsisten baik bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan resistensi (daya lekat) terhadap materi pelajaran menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang bervariasi dengan model STAD dapat menumbuhkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Pengajaran fisika yang disajikan dengan model pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman sosial sebab mereka akan bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota kelompoknya. Keberhasilan anggota kelompok merupakan tugas bersama.

Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas perbedaan dan kesadaran akan perbedaan. Disamping itu pembelajaran yang disajikan dengan model STAD akan melatih siswa untuk menceriterakan, menulis secara benar apa yang diteliti dan diamati. Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk


(2)

memahami materi yang disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, pengajaran fisika yang disajikan dengan dengan penerapan model pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-student-teams.html#ixzz3HBbBMaFU

1. Pengertian Problem Posing Tipe Pre Solution Posing

Problem Posing berasal dari dua kata yaitu “Problem” dan “Posing”. “Problem” berarti masalah atau soal, dan “Posing” berarti mengajukan atau membentuk (Iskandar, 2004). Sutiarso (1999) dalam Iskandar (2004) mengartikan Problem Posing dengan membuat soal. Dengan demikian, Problem Posing dapat diartikan sebagai strategi pembelajaran yang menekankan siswa untuk dapat menyusun atau membuat soal setelah kegiatan pembelajaran dilakukan. Strategi Problem dapat diangkat menjadi strategi pembelajaran yang tepat untuk mengkaji pokok bahasan yang melibatkan operasi matematika (Iskandar, 2004). Operasi matematika merupakan unsur pertama dari strategi pembelajaran Problem Posing. Unsur Problem Posing yang kedua adalah struktur pembelajaran, yang merupakan pembelajaran yang berpusat kepada pengajar (teacher centered instruction) dan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction). Unsur Problem Posing yang ketiga adalah respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, yaitu mampu membuat soal dari kondisi yang diberikan oleh guru pengajar (Iskandar, 2004). Suryanto (Sutiarso: 2000) mengemukakan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah “merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”. Sedangkan menurut Silver (Sutiarso: 2000) bahwa dalam pustaka


(3)

pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dala rangka mencari alternatif pemecahan lain. Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.

Menurut Usmanto (2007) pembelajaran proble posing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing.

Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada saol itu dibuat guru, sedangkan

siswa membuat pertanyaan dan jawaban sendiri.

2. Problem Posing tipe Within Solution Posing.

Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan

dengan pertanyaan guru.

3. Problem Posing tipe Post Solution Posing.

Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menentukan jawabannya sendiri. Jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumber utama bagi siswanya. Jadi, guru harus benar-benar menguasai materi

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan pengertian problem posing tipe Pre Solution Posing adalah perumusan atau pembuatan masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.

2 Problem Posing tipe Pre Solution Posing dalam PembelajaranFisika Sesuai dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving. Silver dkk (Sutiarso: 2000) menyatakan bahwa dalam problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah pembelajaran problem solving.

Mengenai peranan problem posing tipe pre solution posing dalam pembelajaran fisika, Sutiarso (2000) menjelaskan bahwa problem posing tipe pre solution posing adalah adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran fisika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Hal ini sejalan dengan English (1998) yang menjelaskan bahwa problem posing tipe pre solution posing adalah penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas fisika, termasuk aktivitas dimana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver (1994) dan Simon (1993) mengemukakn bahwa beberapa aktivitas problem posing tipe pre solution posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting fisika (English: 1998).


(4)

Problem posing tipe pre solution posing adalah kegiatan perumusan soal atau masalah oleh peserta didik. Peserta didik hanya diberikan situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal/masalah. Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan perumusan masalah/soal dalam pembelajaran fisika, Walter dan Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun melalui beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan, teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal.

3 Beberapa Petunjuk Pembelajaran dengan Problem Posing tipe Pre Solution Posing a. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru menurut Sutiarso (2000) adalah sebaagai berikut:

1) Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal dari soal-soal

yang ada di buku pegangan.

2) Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa onformasi tertulis, benda manipulatif, gambar, atau lainnya, kemudian guru/dosen melatih siswa merumuskan soal dengan

situasi yang ada.

3) Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.

4) Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf kesukaran, baik isi maupun bahasanya.

5) Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang berbentuk dialog antara guru/dosen dan siswa/mahasiswa mengenai isi buku teks, yang dilaksanakan dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru.

b. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa menurut Sutiarso (2000) adalah sebagai berikut:

1) Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak- banyaknya terhadap situasi

yang diberikan.

2) Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi soal yang baru sebelum mereka menyelesaikannya.

3) Siswa dibiasakan untuk membuat soal-soal serupa setelah menyelesaikan soal tersebut. 4) Siswa harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan soal-soal yang dirumuskan oleh

temannya sendiri.

5) Siswa dimotivasi untuk menyelesaikan soal-soal non rutin.

c. Langkah-langkah dalam Kegiatan Pembelajaran Problem Posing tipe Pre Solution Posing menurut Iskandar (2004):

1) Membuka kegiatan pelajaran.

2) Menyampaikan tujuan pelajaran.

3) Menyampaikan materi pelajaran.

4) Memberikan contoh penyelesaian soal.

5) Memberi kesempatan siswa untuk bertanya.

6) Memberi kesempatan siswa untuk membuat soal dari kondisi yang diberikan,


(5)

7) Mempersilahkan siswa untuk mempersentasikan soal yang telah dibentuk. 8) Memberikan kondisi lain dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat soal sebanyak-banyaknya.

9) Mempersilahkan siswa bertukar soal dengan siswa lain dan mendiskusikannya.

10) Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

11) Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan siswa.

12) Menutup pelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat yang di kemukakan di atas tentang langkah- langkah pembelajaran problem posing tipe pre solution posing, maka langkah yang digunakan dalam penelitian adalah langkah yang dikemukakan oleh Iskandar.

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Belajar Problem Posing Tipe Pre Solution Posing Menurut Iskandar (2004).

a) Kelebihan Metode Belajar Problem Posing Tipe Pre Solution Posing : 1) Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu siswa membuat soal

dan menyelesaikannya.

2) Mendidik siswa berfikir secara sistematis.

3) Mendidik siswa tidak nudah putus asa dalam menghadapi kesulitan. 4) Mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi. 5) Akan mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu

diselesaikan oleh kelompok lain.

6) Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan. 7) Siswa berkesempatan menunjukkan kemampuannya pada kelompok lain.

b) Kekurangan Metode Belajar Problem Posing Tipe Pre Solution Posing : 1) Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama. 2) Agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.


(6)

Dokumen yang terkait

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Pengaruh Teknik Gnt Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Smp Kelas Vii Pada Konsep Organisasi Kehidupan

1 21 280

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA (Kuasi Eksperimen di SMA Dharma Karya UT Tangerang Selatan)

0 13 259

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Peningkatan hasil belajar PKN siswa kelas IV MI Attaqwa Bekasi Utara melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

0 5 152

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK BESARAN DAN SATUAN DI KELAS VII SMP NEGERI 5 PADANGSIDIMPUAN T.P. 2013/2014.

0 2 18

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK BESARAN DAN SATUAN DI KELAS VII SMP NEGERI 1 BAKONGAN.

0 0 19

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TEKNIK AKROSTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI BESARAN DAN SATUAN KELAS VII SMP HARAPAN MANDIRI MEDAN T.P. 2012/2013.

0 2 19

PROPOSAL PTK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI HIMPUNAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD SISWA KELAS XI SMK BAHARI KOTA TEGA

0 0 13