HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL.

(1)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Bimbingan dan Konseling

Oleh Dewi Rosanti

1000858

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)

Oleh Dewi Rosanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dewi Rosanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(4)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR PENGESAHAN

DEWI ROSANTI

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd. NIP 19660601 199103 1 005

Pembimbing II

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP 19661115 199102 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia


(5)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu NIP 19600501 198603 1 004


(6)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Dewi Rosanti (2014). Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual (Studi Korelasional Pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014).

Penelitian dilatarbelakangi oleh fenomena perilaku seksual yang terjadi di kalangan remaja, sehingga diperlukan analisis dari perspektif perkembangan melalui pusat kendali (locus of control) sebagai salah satu aspek kepribadian siswa yang memungkinkan untuk diberikan intervensi apabila terbukti ada hubungan. Penelitian bertujuan: (1) memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control), (2) memperoleh gambaran perilaku seksual, dan (3) mengetahui seberapa besar hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014. Responden dalam penelitian sebanyak 107 siswa mewakili jenis kelamin laki-laki (45 siswa) dan perempuan (62 siswa). Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode korelasional dengan alat pengumpul data berupa questionnaire pusat kendali (locus of control) dan perilaku

seksual. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling.

Pengolahan data menggunakan analisis statistika non-parametrik koefisien kontingensi dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil penelitian

menunjukkan koefesien kontingensi sebesar 2.02, sedangkan X²3;0,05 = 7.81 sehingga

hitung < 1;0,05,yaitu 2.02 < 3,84, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014. Rekomendasi penelitian dapat dilakukan pengembangan pusat kendali (locus of control) siswa menjadi lebih positif dan objektif sehingga mampu menghasilkan persepsi yang benar terhadap proses pengambilan keputusan dalam kehidupan.

Kata Kunci: Pusat Kendali (Locus of Control), Perilaku Seksual

The study was motivated by the phenomenon of sexual behavior that occurs among adolescents, so that the necessary analysis from the perspective of development through locus of control as one of the aspects of personality that allows students to be given if it is proven there is a relationship intervention. Research aims: (1) obtain a locus of control, (2) obtain a picture of sexual behavior, and (3) determine how much the correlation between locus of control with the sexual behavior of students of class XI SMA Pasundan 1 Bandung year 2013/2014. Respondents in the study were 107 students represent the male gender (45 students) and female (62 students). The research method is correlation method by means of a questionnaire for collecting data locus of control and sexual behavior. Sampling was done by simple random sampling technique. Processing data using non-parametric statistical analysis contingency coefficient with 95% confidence level (α = 0.05). The results showed a contingency coefficient of 2:02, while X ² 3; 0.05 = 7.81 so X ² <X ² 1; 0.05, ie 2:02 <3.84, meaning that there is no significant correlation between the locus of control with the sexual


(7)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

behavior of students class XI SMA Pasundan 1 Bandung Year 2013/2014. Research recommendations can be carried out development locus of control students become more positive and objective so as to produce a correct perception of the decision-making process in life.


(8)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK ...Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...Error! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMAKASIH ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN ...Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined.

A.Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D.Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.

BAB II PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DAN PERILAKU SEKSUAL ...Error! Bookmark not defined.

A.Pusat Kendali (Locus of Control) ... Error! Bookmark not defined. B. Perilaku Seksual ... Error! Bookmark not defined. C. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual ... Error!

Bookmark not defined.

D.Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual serta Implikasinya Terhadap Bimbingan dan Konseling ... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined.

A.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D.Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Proses Pengembangan Instrumen ... Error! Bookmark not defined. G.Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. H.Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...Error! Bookmark not defined.


(9)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Gambaran Umum Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 2. Gambaran Indikator Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan

1 Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 3. Gambaran Umum Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 4. Gambaran Indikator Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung

Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 5. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual Siswa

Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 .. Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Gambaran Pusat Kendali (Locus of Control) Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1

Bandung Tahun 2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 2. Gambaran Perilaku Seksual Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 ... Error! Bookmark not defined. 3. Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual Siswa

Kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014 .. Error! Bookmark not defined. C. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...Error! Bookmark not defined.

A.Simpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Saran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined.


(10)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

B. Latar Belakang Penelitian

Salah satu tahapan perkembangan yang dialami individu adalah masa remaja. Desmita (2012: 189) mengemukakan “remaja dikenal dengan istilah “adolescence” yang berasal dari kata dalam Bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia: remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa”. Mengenai batasan usia remaja, selengkapnya:

Istilah remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli antara 12 hingga 21 tahun (Desmita, 2012: 189-190).

Banyak fenomena yang berhubungan dengan aspek perkembangan pada remaja. “Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas” (Desmita, 2012: 222). Minat dan motivasi remaja pada seksualitas memberikan tantangan tersendiri bagi remaja untuk mampu merespon stimulan yang mengarah pada perilaku seksual secara tepat.

Minat dan motivasi seksual meningkat pada masa pubertas. Mengenai masa

pubertas, Desmita (2012: 192) mengemukakan “pubertas merupakan suatu

periode pada awal masa remaja, di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat.” Pendapat lain mengenai pubertas, selengkapnya dijelaskan oleh Boeree, (2008: 349) yaitu:

Pubertas membuat remaja dewasa secara seksual melibatkan sejumlah hal yang sesungguhnya memiliki akar instingtual. Remaja lelaki saling berkompetisi menarik perhatian dengan menunjukkan kemampuan fisik dan memperlihatkan keberanian, yang kerap mendekati kekonyolan. Remaja perempuan bersaing menarik perhatian, umumnya berupaya memperbaiki penampilan. Budaya yang berbeda memiliki seluk beluk yang berbeda, namun polanya hampir universal.


(11)

Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas.

Kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal,

mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual pada diri remaja.

Desmita (2012: 222) mengemukakan “dorongan seksual remaja sangat tinggi dan bahkan lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa dan tidak jarang dorongan seksual menimbulkan ketegangan fisik maupun psikis”. Berkaitan dengan upaya yang dilakukan remaja untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual, selengkapnya:

upaya melepaskan diri dari ketegangan seksual, dilakukan remaja dengan mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari melakukan aktivitas berpacaran (dating), berkencan, bercumbu, sampai dengan melakukan kontak seksual (Desmita, 2012: 223).

Upaya remaja untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual dengan cara yang sehat yakni melalui perilaku seksual sehat. Adapun selengkapnya:

perilaku seksual sehat adalah perilaku yang dipilih melalui berbagai pertimbangan resiko (secara fisik, psikologis dan sosial) untuk mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan dilandasi oleh keimanan secara bertanggung jawab pada diri sendiri, orangtua, lingkungan dan yang lebih penting, mempertanggungjawabkan perilakunya kepada Tuhan (Setiawati, 2008:84).

Ketidakmampuan remaja untuk mengupayakan perilaku seksual yang sehat dalam menyikapi dorongan-dorongan seksual yang dialami, menjadikan remaja memungkinkan untuk terlibat dengan perilaku seksual pranikah.

Fenomena perilaku seksual pranikah mengkhawatirkan orangtua dan masyarakat. Menurut Desmita (2012: 224) “seksualitas merupakan bagian normal dari perkembangan, tetapi perilaku seksual disertai resiko-resiko, yang tidak hanya ditanggung oleh remaja melainkan juga oleh orangtua dan masyarakat”. Perkembangan seksual pada masa remaja merupakan sesuatu yang wajar apabila dalam prosesnya dilakukan pendampingan yang tepat dari orang dewasa di lingkungan terdekat remaja.

Remaja diharapkan mampu melewati berbagai tuntutan tugas


(12)

Havighurst (dalam Hurlock, 1980: 226) salah satunya adalah “pembentukan hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, dan memainkan peran yang tepat sesuai jenis kelaminnya.” Pembentukan hubungan-hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis memungkinkan remaja mengarah pada perilaku seksual pranikah. Remaja diharapkan mampu memiliki peran jenis kelamin yang sesuai agar mampu mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control). Kemampuan remaja untuk mengendalikan diri sangat dibutuhkan mengingat remaja akan dihadapkan pada banyak situasi yang penuh tekanan dan kompleks dari dalam diri maupun lingkungan sosial.

Dorongan untuk melakukan perilaku seksual pranikah, menurut Hurlock (1980: 226) datang dari tekanan-tekanan sosial tetapi terutama dari minat remaja pada seks dan keingintahuannya tentang seks. Keingintahuan remaja yang tinggi tentang seks, membuat beberapa remaja mengarah pada perilaku seksual pranikah, selengkapnya:

Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja-remaja di Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Data hasil survei pada tahun 2008 oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menunjukkan, sebanyak 63 persen remaja SMP sudah melakukan hubungan seks. 21 persen siswa SMA pernah melakukan aborsi. Fakta tersebut membuktikan kasus perilaku seksual pranikah banyak terjadi di kalangan pelajar sekolah menengah sampai kalangan mahasiswa. Perilaku seksual pranikah menjadi catatan hitam di dalam dunia pendidikan Indonesia (Hasan, 2012).

Perilaku seksual pranikah yang semakin melibatkan remaja yang berstatus pelajar memiliki kontribusi yang cukup besar dalam mempercepat proses degradasi moral maupun kualitas pendidikan secara umum.

Remaja merupakan populasi yang membutuhkan perhatian serius terkait perilaku seksual. “Populasi remaja Kota Bandung, usia 10-24 tahun, adalah 28,55% dari total populasi, yaitu sekitar 665.252 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 345.975 remaja laki-laki dan 319.277 remaja perempuan.” (BPS, 2011; dalam Masunah, 2011). Remaja menjadi prioritas yang perlu mendapatkan penanganan tepat dengan memahami kemampuan pengendalian melalui pusat kendali (locus of control) terhadap perilaku seksual.


(13)

Berita yang cukup menyita perhatian, detiknews.com pada Selasa, 15 Juni 2010 menginformasikan “Dari 200 PSK di Bandung, 20 Siswa SMA” (Gandapurnama, 2010). Terdapat 10 persen siswa yang terlibat sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Fenomena perilaku seksual yang melibatkan remaja yang masih berstatus sebagai pelajar di sekolah, menandakan kurangnya kemampuan dalam pengendalian. Upaya penanganan yang tepat semakin diperlukan untuk menekan laju pertambahan populasi remaja yang terlibat perilaku seksual pranikah. Perilaku seksual pranikah memberikan peluang terjadinya masalah-masalah baru.

Data mengenai Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di Indonesia (Sule, 2013), selengkapnya:

Meningkatnya jumlah kasus perilaku seksual pranikah menyebabkan makin tingginya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Bahkan beberapa survei yang dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar.

Persentase keterlibatan pelajar dalam hasil survei pada sembilan kota besar di Indonesia yang cukup besar, mengindikasikan perlunya segera dilakukan analisis mendalam pada diri remaja, agar remaja tetap mampu melewati tahapan perkembangan seksual secara sehat tanpa terlibat perilaku seksual pranikah. Pusat kendali (locus of control) remaja mempengaruhi perilaku remaja.

Penting dilakukan penelitian untuk menganalisis dimensi kepribadian yang dapat diberikan intervensi sehingga menghasilkan rekomendasi yang relevan di terapkan di sekolah khususnya, maupun bagi orangtua remaja pada umumnya. Salah satu dimensi kepribadian yaitu pusat kendali (locus of control) memungkinkan untuk dilakukan kajian mendalam.

“Perilaku yang oleh remaja dianggap ‘benar’ disertai dengan sikap yang

baik, sedangkan perilaku yang dianggap ‘salah’ disertai dengan sikap yang kurang

baik” (Hurlock, 1980: 229). Remaja memiliki kecenderungan untuk menilai ‘benar’ dan ‘salah’ berdasar pada persepsi yang diperoleh dari proses belajar di lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Remaja


(14)

melakukan kendali pada hal-hal yang dianggap salah dalam persepsi, sebagai hasil belajar dari lingkungan. Remaja yang mempersepsi perilaku seksual pranikah sebagai sesuatu yang salah, menggunakan pusat kendali (locus of control) untuk menghindari.

Remaja memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah dikarenakan beberapa faktor yang mendukung. Perilaku seksual dipengaruhi oleh tiga faktor (Soetjiningsih, 2008: 2), yaitu:

(1) faktor individu, meliputi harga diri dan religiusitas. Harga diri dan religiusitas mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah. (2) faktor keluarga, meliputi hubungan

orangtua-remaja. Hubungan orangtua-remaja mempunyai pengaruh

langsung dan tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah dan pengaruhnya paling besar dibandingkan faktor lainnya. Semakin baik hubungan orangtua-remaja makin rendah perilaku seksual pranikah. (3) faktor luar keluarga, meliputi tekanan negatif teman sebaya dan paparan media pornografi. Tekanan teman sebaya berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual pranikah. Semakin tinggi tekanan untuk berperilaku negatif dari teman sebaya maka makin tinggi pula perilaku seksual pranikah. Begitupun dengan paparan media pornografi, semakin tinggi paparan media pornografi berpengaruh pada semakin tingginya perilaku seksual pranikah. Apabila salah satu atau beberapa faktor mendukung, remaja memiliki kecenderungan untuk terlibat perilaku seksual pranikah yang semakin tinggi. Perilaku seksual akan ditentukan oleh pengaruh faktor yang mempengaruhinya.

Tindakan individu diperkirakan atas dasar: “(1) harapan individu untuk penguatan, (2) nilai yang dirasakan dari penguatan; dan (3) situasi di mana individu menemukan dirinya sendiri” (Rotter; dalam Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja yang memiliki penguatan untuk menghindari perilaku seksual pranikah akan merasakan nilai dari penguatan dan memutuskan untuk tidak terlibat dalam perilaku seksual pranikah.

Remaja memiliki kesempatan untuk mampu mengendalikan dirinya. “Teori

Belajar Sosial menunjukkan pusat kendali (locus of control) dapat mengubah orientasi sebagai akibat dari perubahan dalam penguatan, nilai penguatan atau situasi sendiri” (Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja dapat mengembangkan pusat kendali (locus of control) untuk mengendalikan diri dalam menyikapi


(15)

dorongan-dorongan seksual dari dalam diri maupun dalam menanggapi pengaruh negatif dari lingkungan.

Rotter (dalam Kormanik & Rocco, 2009: 468) menegaskan “skala Internal -Eksternal (IE) mewakili kontinum multidimensi, dengan posisi individu pada kontinum dinamis dan tidak baik atau buruk.” Remaja memiliki orientasi internal dan external locus of control secara bersamaan, meskipun salah satu orientasi memiliki kecenderungan yang lebih dominan, sebagai hasil dari proses belajar di lingkungan sosial.

“Salah satu aspek dari kepribadian seorang individu adalah keseimbangan antara dorongan individu untuk otonomi, kontrol dan penerimaan sosial” (Kormanik & Rocco, 2009: 468). Remaja diharapkan mampu mengambil keputusan untuk tidak terlibat dalam perilaku seksual pranikah dengan tetap mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control) dan menempatkan diri dalam berperilaku yang diterima secara sosial.

Pusat kendali (locus of control) yang dimiliki remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. “Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control adalah (1) usia dan jenis kelamin; (2) keluarga; dan (3) sosial” (Pinasti, 2011: 39-41). Usia mempengaruhi kemampuan individu dalam merespon stimulan dari lingkungan dan jenis kelamin mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam melakukan pengendalian. Pola asuh orangtua dan hubungan remaja dengan orangtua memberikan pengaruh pada kemampuan remaja dalam mengembangkan pusat kendali (locus of control). Status sosial ekonomi memberikan pengaruh kepada remaja untuk lebih memiliki orientasi pusat kendali (locus of control) internal atau eksternal.

Keyakinan individu tidak dapat mengontrol hasil (yaitu memiliki pusat kendali (locus of control) eksternal (Rotter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61) memprediksi penggunaan bentuk yang relatif kurang aktif terhadap pendekatan yang diambil oleh individu yang percaya memiliki kendali (yaitu memiliki pusat kendali (locus of control) internal; (Cummings & Swickert, Gomez; dalam Asberg & Renk, 2012: 61). Individu yang memiliki orientasi internal locus of control lebih memiliki inisiatif untuk melakukan pengambilan keputusan dalam


(16)

penyelesaian masalah secara lebih efektif. Pendekatan yang sebaliknya, dilakukan oleh individu yang memiliki kecenderungan external locus of control.

Secara konsisten, penelitian melaporkan individu di penjara sering dominan pusat kendali (locus of control) ekternal (Griffith, Pennington-Averett & Bryan; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62), seperti keyakinan keberuntungan dan bukan kendali yang bertanggung jawab atas nasib (Rotter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62). Pusat kendali (locus of control) ekternal juga dapat dikaitkan dengan kecenderungan individu untuk tidak mengambil tanggung jawab atas tindakan (Hunter; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62) dan “terlibat dalam pola perilaku maladaptif yang membuat tidak melihat hubungan antara tindakan dan konsekuensi berikutnya” (Page & Scalora; dalam Asberg & Renk, 2012: 61-62). Remaja yang memiliki orientasi external locus of control memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah.

Penelitian menemukan hubungan antara pusat kendali (locus of control) ekternal dan tingkat stres yang lebih tinggi, depresi, kecemasan, putus asa, khawatir dan kurangnya dalam kemampuan untuk mengatasi stres kehidupan (Asberg & Renk, 2012: 62). Remaja yang memiliki orientasi external locus of control memiliki kecenderungan untuk melakukan pola penyelesaian masalah secara negatif, salah satunya dengan melakukan perilaku seksual pranikah.

Gurin dan Brim (dalam Asberg & Renk, 2012: 62) memberikan beberapa kejelasan tentang keterkaitan antara pusat kendali (locus of control) dan lingkungan. Harapan yang diperkirakan seseorang berasal dari sejauh mana perilaku menyebabkan hasil yang diinginkan dalam lingkungan. Remaja yang

memiliki orientasi internal locus of control memiliki kemampuan dalam

menyesuaikan harapan dengan hasil yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya. Para peneliti mengusulkan metamodel sebagai kerangka kerja untuk membahas teori dan penelitian tentang peristiwa kehidupan, menunjukkan perubahan dalam persepsi kontrol pribadi adalah hasil dari perkembangan peristiwa kehidupan (Asberg & Renk, 2012: 62). Remaja yang berada pada tahap berpikir operasional formal, diharapkan mampu mengembangkan persepsi yang lebih objektif mengenai harapan lingkungan sosial untuk tidak terlibat dalam


(17)

perilaku seksual pranikah melalui pusat kendali (locus of control). Pusat kendali (locus of control) yang merupakan salah satu dimensi kepribadian, memungkinkan untuk diberikan intervensi dalam upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah. Intervensi yang dilakukan dalam upaya Bimbingan dan Konseling

memungkinkan untuk mengembangkan internal locus of control remaja. Remaja

yang memiliki internal locus of control diharapkan memiliki kemampuan untuk menghindari perilaku seksual pranikah.

Ahman (dalam Supriatna, 2011: 30) mengemukakan pengertian Bimbingan dan Konseling Perkembangan, selengkapnya:

Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah pemberian bantuan kepada siswa yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat dan isu-isu yang berkaitan dengan tahapan perkembangan siswa dan merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.

Bimbingan dan Konseling yang terintegrasi dengan kurikulum sekolah, diharapkan mampu memberikan upaya penanganan yang tepat berdasarkan hasil penelitian terkait pusat kendali (locus of control).

Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan dalam pelaksanaannya, salah satunya berkaitan dengan aspek pribadi-sosial siswa (DEPDIKNAS, 2008: 198) beberapa diantaranya siswa diharapkan:

Memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, bersikap respek terhadap orang lain, memiliki rasa tanggung jawab, memiliki kemampuan berinteraksi sosial, memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

Indikator remaja dengan orientasi internal locus of control memiliki kesesuaian dengan tujuan yang diharapkan dari aspek pribadi-sosial siswa yang telah dipaparkan dalam paragrap sebelumnya, seperti kemampuan untuk menentukan pilihan dan memiliki rasa tanggung jawab. Pemberian layanan Bimbingan dan

Konseling diharapkan memiliki peran untuk membangun kecenderungan internal

locus of control pada siswa sehingga siswa dapat menentukan pilihan dalam hidup dan memiliki rasa tanggung jawab.

Lao (dalam Ayudiati, 2010: 16) yang membandingkan antara internal dan external locus control mengatakan individu dengan internal locus of control akan


(18)

memiliki pemikiran yang lebih sehat dan lebih banyak terlibat dengan lingkungan sekitarnya. Literatur dan penelitian empiris mengenai locus of control yang dilakukan oleh Reiss dan Mitra, Muawanan, Fauzi, Kotot Gutomo, dan Utami;

(dalam Ayudiati, 2010: 16) menunjukkan internal locus of control memiliki

perilaku yang lebih etis daripada external locus of control. Perlu diketahui setiap orang memiliki locus of control tertentu berada diantara kedua ekstrim. Remaja yang memiliki orientasi pusat kendali (locus of control) internal diharapkan memiliki kemampuan untuk lebih bersikap resisten terhadap stimulan yang berasal dari dalam diri maupun lingkungan yang mengarah pada perilaku seksual pranikah, apabila kemampuan remaja dalam melakukan pengendalian melalui pusat kendali (locus of control) tidak dikembangkan maka semakin banyak remaja yang memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah.

Penelitian mengenai “Hubungan antara Pusat Kendali (Locus of Control) dengan Perilaku Seksual penting dilakukan karena remaja sebagai populasi terbesar memiliki potensi untuk terlibat dalam perilaku seksual pranikah tanpa kemampuan pengendalian melalui pusat kendali (locus of control) yang berorientasi internal. Hasil penelitian memberikan kontribusi pada pengembangan pola intervensi dalam melakukan upaya Bimbingan dan Konseling di sekolah. C. Identifikasi Masalah Penelitian

Purnomowardani & Kuncoro (dalam Yulianto, 2010: 49) mengemukakan ‘perilaku seksual sebagai manifestasi dari adanya dorongan seksual yang dapat diamati secara langsung melalui berbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual, dari yang paling ringan hingga yang paling berat.’ Rice (dalam Yulianto, 2010: 52) mengemukakan ‘remaja melakukan perilaku seksual pranikah karena pergaulan bebas dan faktor pola asuh orangtua.‘ faktor lain yang menyebabkan perilaku seksual pranikah adalah pengaruh teman sebaya yang kuat pada masa remaja, selengkapnya: Conger (dalam Yulianto, 2010: 53) mengemukakan ‘… peer play a vital role in the psichological development of most adolescence …’. Apabila pengaruh yang diberikan negatif, maka remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku yang negatif, termasuk perilaku seksual pranikah. Rasa ingin tahu remaja mengenai seks, seperti


(19)

dikemukakan oleh Dianawati (dalam Yulianto, 2010: 54) ‘pada usia remaja rasa keingintahuannya tentang seks begitu besar.’ Menyebabkan remaja perlu memiliki kendali diri melalui pusat kendali (locus of control) yang berorientasi lebih internal.

Menurut Rotter (dalam Wiriani, 2011: 36), pusat kendali (locus of control) adalah tingkatan di mana individu menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri. Rotter, Chance dan Phares (dalam Jain & Singh, 2008: 107) mengemukakan mengenai kecenderungan pusat kendali (locus of control) pada individu, selengkapnya:

‘Individu memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa tindakan dan prestasi adalah hasil dari keberuntungan atau kekuatan di luar dirinya (external locus of control). Jika individu bergantung pada karakteristik diri yang relatif permanen, termasuk internal locus of control. Secara umum disebut sebagai locus of control.’

Pembatasan masalah dalam penelitian terkait dengan kemampuan remaja untuk mengendalikan diri melalui pusat kendali (locus of control) internal atau eksternal dan keterlibatan remaja dengan perilaku seksual pranikah. Perilaku seksual menimbulkan ketegangan fisik dan psikis, sehingga remaja melakukan pengambilan keputusan untuk membiarkan tetap dalam kendali atau dikendalikan

oleh pengaruh lingkungan yang negatif. Kemampuan remaja untuk

mengendalikan dan bertahan dari stimulan luar yang negatif merupakan hal yang dibutuhkan remaja sehingga diperlukan penelitian tentang pusat kendali (locus of control) remaja.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana gambaran pusat kendali (locus of control) siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014?

2. Bagaimana gambaran perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014?

3. Bagaimana hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku


(20)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control) siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014.

2. Memperoleh gambaran perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1

Bandung tahun 2013/2014.

3. Mengetahui seberapa besar hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah:

Guru Bimbingan dan Konseling memiliki landasan bagi pengembangan bantuan Bimbingan dan Konseling untuk mengaplikasikan pusat kendali (locus of control) dalam perilaku seksual.

G. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi adalah: BAB I PENDAHULUAN, yang mencakup latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DAN PERILAKU SEKSUAL, yang mencakup konsep pusat kendali (locus of control) remaja, konsep perilaku seksual dan konsep hubungan antara pusat kendali (locus of control) remaja dengan perilaku seksual), kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN, yang mencakup lokasi, populasi dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang menyajikan hasil pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(21)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian di SMA Pasundan 1 Bandung, Jawa Barat. Populasi dalam penelitian adalah siswa SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas) Tahun Pelajaran 2013/2014. Penentuan SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas) sebagai populasi penelitian dikarenakan melalui hasil observasi selama beberapa bulan, diindikasikan terdapat perilaku seksual pranikah, salah satunya melalui wawancara tidak terstruktur dengan beberapa siswa SMA Pasundan 1 Bandung Kelas XI (sebelas). Jumlah kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 sebagai populasi penelitian disajikan dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah populasi

Kelas Jumlah

XI. B1 32

XI. B2 46

XI. B3 49

XI. B4 46

XI. C1 46

XI. C2 44

XI. C3 47

XI. C4 46

Total 356

Salah satu cara pengambilan sampel yang representatif (Sukmadinata, 2008:

252) adalah secara acak (random). “Pengambilan sampel secara acak berarti setiap

individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.”

Tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 sebanyak 30 % dari jumlah populasi, yakni sebanyak 106,8 dibulatkan menjadi 107 siswa.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional, sesuai dengan pendapat Heppner, dkk (2008: 244):


(22)

Correlational designs are used to examine the relationship between two or more variables. A simple correlational design examines the relationship between two variables and uses a statistical analysis to describe their relationship.

Desain penelitian korelasional dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian untuk menguji hubungan antara dua variabel, yakni pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual. Korelasi antara dua variabel dalam penelitian diuji dengan analisis statistik nonparametrik.

Sub desain penelitian adalah ex post facto, karena dalam prosesnya

dilakukan kajian literatur dan pengambilan data empiris tentang pusat kendali (locus of control dan perilaku seksual) untuk selanjutnya dilakukan komparasi, berupa validasi sumber teoritis dengan hasil kajian empiris tentang pusat kendali (locus of control) terhadap perilaku seksual.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah korelasional karena penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan antara pusat kendali (locus of control)

dengan perilaku seksual. Sukmadinata (2008: 56) mengemukakan, “penelitian

korelasional ditujukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dengan variabel-variabel lain. Hubungan antara satu dengan beberapa variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi) secara statistik.” Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya. Korelasi negatif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan dengan nilai yang rendah dalam variabel lain.

D. Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian didefinisikan sebagai berikut. 1. Pusat Kendali (Locus of Control)

Pusat kendali (locus of control) adalah persepsi siswa SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014 terhadap penguatan yang berasal dari dalam diri (internal locus of control) meliputi: keberhasilan individu karena kerja keras, kegagalan individu akibat perbuatan sendiri, individu menjadi pemimpin karena memiliki kemampuan, individu menentukan masa depan melalui kemampuan,


(23)

kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya; dan persepsi siswa terhadap penguatan yang berasal dari sumber-sumber dari luar diri (external locus of control) meliputi: keberhasilan individu karena keberuntungan, kegagalan individu akibat ketidakberuntungan, individu menjadi pemimpin karena ada kesempatan, individu menentukan masa depan melalui keberuntungan, kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.

2. Perilaku Seksual

Perilaku seksual remaja adalah semua jenis aktivitas fisik siswa SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014 baik disengaja maupun tidak yang melibatkan tubuh berupa tingkah laku siswa yang berhubungan dengan dorongan seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya tali perkawinan yang sah baik secara hukum maupun agama meliputi tahapan perilaku seksual (berpegangan tangan, memeluk bahu, memeluk pinggang, berciuman bibir, berciuman bibir sambil pelukan, meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin), mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian, meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian, mencium daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian dan melakukan hubungan seksual.

E. Instrumen Penelitian

1. Pusat Kendali (Locus of Control)

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur pusat kendali (locus of control) adalah Rotter’s Locus of Control Scale yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1990. Terdapat 23 pasang pernyataan yang diskor, dan 6 (enam) pasang pernyataan Filler (distraktor). I-E Scale berisi serangkaian pasangan pernyataan. Setiap pasangan terdiri dari satu pernyataan yang mencerminkan internal locus of control dan satu mencerminkan external locus of control, subjek diminta memilih satu yang paling sesuai dengan keyakinannya, karena tidak ada jawaban yang benar atau salah. Instrumen diadaptasi langsung dari salah satu


(24)

jurnal Rotter (dalam Rotter, dkk, 1972: 272-275) dengan judul Generalized Expectancies for Internal Versus External Control of Reinforcement.

2. Perilaku Seksual

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku seksual dikembangkan oleh Peneliti yang diturunkan dari definisi operasional variabel perilaku seksual, meliputi tahapan perilaku seksual. Respon yang diminta berupa respon perilaku dengan skala Guttman, yakni pernah dan tidak pernah. Instrumen terdiri dari 12 pernyataan Unfavourable dari sudut pandang peneliti, yang dikembangkan dengan mengacu pada hasil penelitian Soetjiningsih (2008). Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku seksual meliputi tahapan perilaku seksual dengan sub aspek sebagai berikut: dengan siapa responden melakukan perilaku seksual, seberapa sering responden melakukan perilaku seksual dan di mana responden melakukan perilaku seksual.

F. Proses Pengembangan Instrumen

1. Kisi-kisi Pusat Kendali (Locus of Control)

Kisi-kisi instrumen pusat kendali (locus of control) meliputi dimensi internal dan eksternal yang masing-masing diturunkan ke dalam 5 (lima) indikator, disajikan dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kisi-kisi instrumen pusat kendali (locus of control)

Dimensi Indikator No. Item

External locus of control

1. keberhasilan individu karena keberuntungan. 4b, 9a, 22b, 23a 2. kegagalan individu akibat

ketidakberuntungan.

2a, 7a, 21a 3. individu menjadi pemimpin karena ada

kesempatan.

6a, 12b, 29a 4. individu menentukan masa depan melalui

kemampuan.

13b, 15b, 25a, 28b 5. kehidupan individu ditentukan oleh orang

lain.

3b, 5b, 16a, 17a, 20a, 26b

Internal locus of control

1. keberhasilan individu karena kerja keras. 4a, 9b, 22a, 23b 2. kegagalan individu akibat perbuatan sendiri. 2b, 7b, 21b 3. individu menjadi pemimpin karena memiliki

kemampuan.

6b, 12a, 29b 4. individu menentukan masa depan melalui

keberuntungan.


(25)

Dimensi Indikator No. Item

5. kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya.

3a, 5a, 16b, 17b, 20b, 26a

Filler (distraktor)

1a, 1b, 8a, 8b, 14a, 14b, 19a, 19b, 24a, 24b, 27a, 27b

2. Pedoman Skoring Instrumen Pusat Kendali (Locus of Control)

Proses penyekoran dilakukan dengan mencocokkan jawaban siswa untuk setiap item pernyataan (kecuali pernyataan filler) dengan ketentuan sebagai berikut: 2. a, 3. b, 4. b, 5. b, 6. a, 7. a, 9. a, 10. b, 11. b, 12. b, 13. b, 15. b, 16. a, 17. a, 18. a, 20. a, 21. a, 22. b, 23. a, 25. a, 26. b, 28. b, 29. a. Setiap jawaban benar memperoleh skor 1 (satu) dan jawaban salah memperoleh skor 0 (nol). Setelah diperoleh hasil, semakin tinggi skor yang diperoleh siswa maka semakin eksternal dimensi pusat kendali (locus of control) dalam dari siswa. Tabel 3.3 adalah pedoman skoring pusat kendali (locus of control).

Tabel 3.3

Pedoman skoring instrumen pusat kendali (locus of control)

Alternatif Jawaban Skor

Internal 0

Eksternal 1

Hasil skor yang diperoleh dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni dimensi pusat kendali (locus of control) internal dan eksternal, dengan ketentuan yang ada pada tabel 3.4.

Tabel 3.4

Dimensi pusat kendali (locus of control)

Dimensi Rentang Skor

Internal 1-10

Eksternal 11-20

3. Uji Coba Instrumen Pusat Kendali (Locus of Control) a. Uji Validitas Rasional


(26)

Intrumen yang telah dikembangkan oleh Peneliti, terlebih dahulu melalui proses uji validitas rasional, yakni penimbangan instrumen oleh beberapa dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI yang dianggap ahli di bidangnya, yakni Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dr. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd. dan Eka Sakti Yudha, M.Pd. Adapun aspek yang dijadikan patokan dalam proses penimbangan instrumen yakni konstruk, bahasa dan konten (isi). Proses penimbangan instrumen oleh ahli meliputi keterangan memadai (M) dan tidak memadai (TM) untuk konstruk, bahasa dan konten (isi) setiap item, menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni item bisa dipakai, item perlu diperbaiki atau item perlu dibuang. Hasil penimbangan instrumen pusat kendali (locus of control) disajikan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5

Hasil penimbangan instrumen pusat kendali (locus of control)

Hasil Judgement Nomor Item Jumlah

Dipakai 4a, 6a, 7a, 9b, 10a, 12a, 13b, 15b, 17a, 18a, 18b 23a, 25a, 29b 14 Diperbaiki 2a, 2b, 3a, 3b, 4b, 5a, 5b, 6b, 7b, 9a, 10b, 11a, 11b, 12b, 13a,

15a, 16a, 16b, 17b, 20a, 20b, 21a, 21b, 22a, 22b, 23b, 25b, 26a, 26b, 28a, 28b, 29a

32

Dibuang - 0

b. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian konstruk, bahasa dan konten dengan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian. Uji keterbacaan dilakukan kepada lima siswa kelas X (sepuluh) SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014, yakni RJ (L), IS (P), RJ (P), BJ (L) dan R (L). Hasil uji keterbacaan diantaranya adalah perbaikan bahasa pada beberapa item instrumen pusat kendali (locus of control) agar lebih mudah dipahami secara kontekstual oleh siswa.

c. Uji Validitas Empiris

Pengujian validitas instrumen dengan Product Moment dari Karl Pearson

menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010. Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t untuk memperoleh signifikansi menggunakan rumus sebagai berikut.


(27)

= √ 2

(Arikunto, 1999: 244) Keterangan:

t = harga thitung untuk tingkat signifikansi

r = koefesien korelasi n = jumlah responden

Setelah diperoleh hasil thitung setiap item, untuk mengetahui tingkat

signifikansinya dilakukan dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel. Item

dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel. Hasil uji validitas terhadap 23 item

instrumen pusat kendali (locus of control) dengan tingkat kepercayaan 95% (α =

0.05) menunjukkan 20 item valid dan 3 item tidak valid. Hasil menunjukkan 20 item yang valid sudah memenuhi syarat untuk digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas disajikan dalam tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Hasil uji validitas instrumen pusat kendali (locus of control)

Kesimpulan Nomor Item Jumlah

Valid/ Diterima 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29

20

Tidak Valid/ Tidak Diterima 10, 11, 18 3

d. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS

Statistics 21, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Instrumen dinyatakan reliabel dengan ketentuan r11 > rtabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas

instrumen pusat kendali (locus of control) adalah:

= ( − )( −∑�� )

(Arikunto, 1999: 245) Keterangan:

r11 = nilai reliabilitas


(28)

St = varians total

k = jumlah item

Hasil uji reliabilitas terhadap 15 item dalam instrumen pusat kendali (locus of control) disajikan dalam tabel 3.7.

Tabel 3.7

Reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.445 20

Tingkat reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control) dapat dilihat dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam tabel 3.8.

Tabel 3.8

Pedoman interprestasi koefisien korelasi

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Tinggi

5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi

Hasil uji reliabilitas instrumen pusat kendali (locus of control) yaitu 0,445 artinya tingkat reliabilitas yang sedang dan sudah cukup baik sehingga dapat digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.

4. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Seksual

Kisi-kisi instrumen perilaku seksual meliputi tahapan perilaku seksual yang dibagi menjadi 12, disajikan dalam tabel 3.9.

Tabel 3.9


(29)

Aspek Sub-Aspek Indikator

No. Urutan Perilaku

Tahapan Partner Berpegangan tangan. 1

Memeluk di bahu. 2

Memeluk di pinggang. 3

Berciuman bibir. 4

Berciuman bibir sambil pelukan. 5

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

6 Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan berpakaian.

7 Saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan berpakaian.

8 Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

9 Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

10 Saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan tanpa pakaian.

11

Hubungan seksual. 12

Intensitas Berpegangan tangan. 1

Memeluk di bahu. 2

Memeluk di pinggang. 3

Berciuman bibir. 4

Berciuman bibir sambil pelukan. 5

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

6 Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan berpakaian.

7 Saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan berpakaian.

8 Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

9 Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

10 Saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan tanpa pakaian.

11

Hubungan seksual. 12

Tempat Berpegangan tangan. 1

Memeluk di bahu. 2

Memeluk di pinggang. 3

Berciuman bibir. 4

Berciuman bibir sambil pelukan. 5

Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

6 Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan berpakaian.

7 Saling menempelkan alat kelamin dalam

keadaan berpakaian.

8 Meraba daerah erogen (payudara dan atau alat

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

9 Mencium daerah erogen (payudara dan atau alat 10


(30)

Aspek Sub-Aspek Indikator

No. Urutan Perilaku

kelamin) dalam keadaan tanpa pakaian.

Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian.

11

Hubungan seksual. 12

5. Pedoman Skoring Instrumen Perilaku Seksual

Proses penyekoran dilakukan dengan skala Guttman. Respon “Pernah”

diskor 1 (satu) dan “Tidak Pernah” diskor 0 (nol). Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin terlibat siswa dengan perilaku seksual. Pedoman skoring dapat dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Pedoman skoring instrumen perilaku seksual

Respon Skor

Pernah 1

Tidak Pernah 0

Kategori yang dijadikan patokan untuk menafsirkan hasil instrumen perilaku seksual disajikan dalam tabel 3.11.

Tabel 3.11 Kategori keterlibatan dalam instrumen perilaku seksual

Kategori Keterlibatan Skor

Rendah 0-3

Sedang 4-6

Tinggi 7-9

Sangat Tinggi 10-12

Kategori keterlibatan dilakukan dengan pertimbangan “seberapa besar dampak fisik dan sosial yang ditimbulkan oleh setiap perilaku seksual yang dilakukan oleh siswa” (Sarwono, 2012: 175). Kategori rendah, meliputi: berpegangan tangan, memeluk di bahu dan memeluk di pinggang. Termasuk perilaku seksual yang memiliki dampak terendah disbanding perilaku pada kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Walaupun demikian, perilaku seksual kategori rendah menjadi awal perilaku seksual pada kategori yang lebih tinggi.


(31)

6. Uji Coba Instrumen Perilaku Seksual a. Uji Validitas Rasional

Intrumen yang telah dikembangkan oleh Peneliti, terlebih dahulu melalui proses uji validitas rasional, yakni penimbangan instrumen oleh beberapa dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI yang dianggap ahli di bidangnya, yakni Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dr. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd. dan Eka Sakti Yudha, M.Pd. Adapun aspek yang dijadikan patokan dalam proses penimbangan instrumen yakni konstruk, bahasa dan konten (isi). Proses penimbangan instrumen oleh ahli meliputi keterangan memadai (M) dan tidak memadai (TM) untuk konstruk, bahasa dan konten (isi) setiap item, menghasilkan beberapa kemungkinan, yakni item bisa dipakai, item perlu diperbaiki atau item perlu dibuang. Hasil penimbangan instrumen perilaku seksual disajikan dalam tabel 3.12

Tabel 3.12

Hasil penimbangan instrumen perilaku seksual

Hasil Judgement Nomor Item Jumlah

Diperbaiki 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 12

Dibuang - 0

b. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian konstruk, bahasa dan konten dengan karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian. Uji keterbacaan dilakukan kepada lima siswa kelas X (sepuluh) SMA Pasundan 1 Bandung tahun 2013/2014, yakni RJ (L), IS (P), RJ (P), BJ (L) dan R (L). Hasil uji keterbacaan diantaranya adalah perbaikan bahasa pada beberapa item instrumen perilaku seksual agar lebih mudah dipahami secara kontekstual oleh siswa.

c. Uji Validitas Empiris

Pengujian validitas instrumen dengan Product Moment dari Karl Pearson

menggunakan bantuan Microsoft Excel 2010. Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t untuk memperoleh signifikansi menggunakan rumus sebagai berikut.


(32)

= √ 2

(Arikunto, 1999: 244) Keterangan:

t = harga thitung untuk tingkat signifikansi

r = koefesien korelasi n = jumlah responden

Setelah diperoleh hasil thitung setiap item, untuk mengetahui tingkat

signifikansinya dilakukan dengan membandingkan hasil thitung dengan ttabel. Item

dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel. Hasil uji validitas terhadap 12 item

instrumen perilaku seksual dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan 12 item valid. Hasil menunjukkan 12 item yang valid sudah memenuhi syarat untuk digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Hasil uji validitas disajikan dalam tabel 3.13.

Tabel 3.13

Hasil uji validitas instrumen perilaku seksual

Kesimpulan Nomor Item Jumlah

Valid/ Diterima 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 12

Tidak Valid/ Tidak Diterima - 0

d. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS

Statistics 21, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Instrumen dinyatakan reliabel dengan ketentuan r11 > rtabel. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas

instrumen perilaku seksual adalah:

= ( − )( −∑�� )

(Arikunto, 1999: 245) Keterangan:

r11 = nilai reliabilitas


(33)

St = varians total

k = jumlah item

Hasil uji reliabilitas item dalam instrumen perilaku seksual disajikan dalam tabel 3.14.

Tabel 3.14

reliabilitas instrumen perilaku seksual

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.896 12

Tingkat reliabilitas instrumen perilaku seksual dapat dilihat dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam tabel 3.15.

Tabel 3.15

Pedoman interprestasi koefisien korelasi

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Tinggi

5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi

Hasil uji reliabilitas instrumen perilaku seksual yaitu 0,896 artinya tingkat reliabilitas yang sangat kuat dan sudah baik sehingga dapat digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner (questionnaire). Kuesioner (Sukmadinata, 2008: 219) merupakan teknik pengumpulan data secara tidak langsung. Alat pengumpulan datanya disebut angket, yang berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus direspon oleh responden. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup. Pertanyaan telah memiliki alternatif jawaban (option) yang tinggal dipilih oleh


(34)

responden. Responden tidak bisa memberikan respon lain kecuali yang telah tersedia sebagai alternatif jawaban.

H. Teknik Analisis Data

Metode penelitian korelasional (Sukmadinata, 2008:279) menuntut pengembangan dan penggunaan instrumen pengukuran yang standar atau perlu distandarisasikan. Dalam penelitian korelasional dilakukan analisis statistik inferensial dan uji korelasi. Uji normalitas, homogenitas dan reliabilitas data dilakukan untuk menentukan langkah analisis data korelasional selanjutnya. 1. Uji Normalitas dan Homogenitas

Data pusat kendali (locus of control) dan data perilaku seksual perlu melalui uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui langkah analisis yang tepat, antara statistika parametrik atau non-parametrik. Tabel 3.16 menyajikan hasil uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program IBM SPSS Statistics

21.

Tabel 3.16

Hasil uji normalitas data

pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic Df Sig.

LoC .104 107 .006

PS .194 107 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Uji normalitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual dinyatakan normal apabila signifikansi skor > α = 0,05 dan dinyatakan tidak normal apabila signifikansi skor < α = 0,05. Hasil uji normalitas data pusat kendali (locus of control) memiliki koefisien korelasi 0,006 dan perilaku seksual memiliki koefesien korelasi 0,000, kedua variable berdistribusi tidak normal karena memiliki tingkat signifikansi skor < α = 0,05 sehingga selanjutnya akan dilakukan analisis statistika non-parametrik.


(35)

Selain uji normalitas, untuk lebih meyakinkan Peneliti, dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui karakteristik responden yang dijadikan sampel homogen atau tidak homogen. Tabel 3.17 menyajikan hasil uji homogenitas Oneway ANOVA data pusat kendali (locus of control) dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.

Tabel 3.17

Hasil uji homogenitas data pusat kendali (locus of control)

Test of Homogeneity of Variances

LoC

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.801 9 95 .617

Hasil uji homogenitas, data pusat kendali (locus of control) memiliki tingkat signifikansi 0,617. Skor 0,617 > α = 0,05 sehingga data pusat kendali (locus of control) dinyatakan homogen. Meskipun demikian, karena data berdistribusi tidak normal, analisis data tetap menggunakan statistika non-parametrik.

Tabel 3.18 menyajikan hasil uji homogenitas Oneway ANOVA data perilaku seksual dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.

Tabel 3.18

Hasil uji homogenitas data perilaku seksual

Test of Homogeneity of Variances

PS

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.263 8 97 .029

Hasil uji homogenitas data perilaku seksual memiliki tingkat signifikansi 0,029. Skor 0,029 < α = 0,05 sehingga data perilaku seksual dinyatakan tidak homogen. Kesimpulannya, analisis data menggunakan statistika non-parametrik karena data berdistribusi tidak normal dan tidak homogen.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual


(36)

digunakan yaitu Metode Alpha. Uji reliabilitas dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95%. Data dinyatakan reliabel dengan ketentuan r11 > rtabel. Adapun

rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual adalah:

= ( − )( −∑�� )

(Arikunto, 1999: 245) Keterangan:

r11 = nilai reliabilitas

∑Si = jumlah varians skor tiap-tiap item St = varians total

k = jumlah item

Tingkat reliabilitas data pusat kendali (locus of control) dan perilaku seksual dapat dilihat dari r (koefesien korelasi) diinterpretasikan dengan patokan untuk menafsirkan reliabilitas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011: 231) dalam tabel 3.19.

Tabel 3.19

Pedoman interprestasi koefisien korelasi

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 - 0,199 Sangat rendah

2 0,20 - 0,399 Rendah

3 0,40 - 0,599 Sedang

4 0,60 - 0,799 Tinggi

5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi

Hasil uji reliabilitas terhadap data pusat kendali (locus of control) disajikan dalam tabel 3.20.

Tabel 3.20

Hasil uji reliabilitas data pusat kendali (locus of control)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items


(37)

Skor reliabilitas data adalah 0,305 artinya tingkat reliabilitas data rendah, namun analisis tetap dapat dilakukan karena menggunakan statistika non-parametrik.

Hasil uji reliabilitas terhadap data perilaku seksual disajikan dalam tabel 3.21.

Tabel 3.21

Hasil uji reliabilitas instrumen data perilaku seksual

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.893 12

Skor reliabilitas data adalah 0,893 artinya tingkat reliabilitas data sangat kuat dan dapat dilanjutkan untuk analisis korelasi.

Analisis hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual digunakan teknik korelasi kontingensi (contingency correlation) untuk mengukur kekuatan hubungan dengan menggunakan koefisien kontingensi, dengan menghitung banyak frekuensi yang diharapkan muncul, melalui persamaan:

� = −

(Furqon, 2009: 254) Keterangan:

Eij = frekuensi yang diharapkan ni0 = jumlah baris ke-i

n0j = jumlah kolom ke-j

Hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual dinyatakan dengan koefisien kontingensi. Hubungan pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual dinyatakan sempurna apabila mempunyai koefisien kontingensi 1 atau -1. Apabila tidak terdapat hubungan maka koefisien kontingensi menunjukan angka 0.

Signifikansi hubungan antara pusat kendali (locus of control) dihitung menggunakan chi-square (X²), dengan persamaan:


(38)

�² = ∑ � − � ²

(Furqon, 2009: 255) Keterangan:

X² = chi-square

Oij = banyaknya frekuensi amatan yang diklasifikasikan dalam baris ke-i dan kolom ke-j

Eij = banyaknya frekuensi amatan yang diharapan dalam baris ke-i dan kolom ke-j

Besarnya derajat pengaruh dihitung dengan menggunakan persamaan koefiesien kontingensi dari Karl Pearson (Furqon, 2009: 256) berikut.

� = √�² +�²

(Furqon, 2009: 256) Derajat hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual, dilakukan perbandingan harga C dengan koefisien kontingensi

maksimum (Cmaks) dengan menggunakan persamaan berikut.

� � = √ −

(Furqon, 2009: 256) Keterangan:

m = harga minimum antara b dan k (baris dan kolom)

Semakin dekat harga C kepada Cmaks semakin besar derajat hubungan antara

pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual. Harga C menurut Furqon (2009:256) disajikan dalam tabel 3.22.

Tabel 3.22

Harga Cmaks untuk berbagai m

M Cmaks

2 0.707

3 0.816

4 0.866

5 0.894

6 0.913


(39)

8 0.935

9 0.943


(40)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Sebagian besar siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 memiliki kecenderungan pusat kendali (locus of control) internal, artinya siswa telah memiliki persepsi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan dipengaruhi oleh tindakan.

2. Siswa besar siswa kelas XI (sebelas) SMA Pasundan 1 Bandung Tahun

2013/2014 terlibat perilaku seksual kategori rendah, artinya siswa telah melakukan perilaku seksual sampai pada ‘meraba daerah erogen (payudara dan atau alat kelamin).

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pusat kendali (locus of

control) dengan perilaku seksual siswa SMA Pasundan 1 Bandung Tahun 2013/2014, artinya pusat kendali (locus of control) tidak menjadi salah satu faktor yang memiliki hubungan dengan perilaku seksual.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh saran sebagai berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling dapat mengembangkan program Bimbingan dan Konseling aspek Pribadi-Sosial yang berhubungan dengan perilaku seksual difokuskan pada indikator-indikator pusat kendali (locus of control) internal dan eksternal secara seimbang, dengan tujuan agar siswa mampu mengembangkan persepsi yang lebih objektif mengenai pengambilan keputusan dalam kehidupan. Indikator-indikator pusat kendali (locus of control) internal yang perlu dikembangkan, yaitu: keberhasilan individu karena kerja keras, kegagalan individu akibat perbuatan sendiri, individu menjadi pemimpin karena memiliki kemampuan, individu menentukan masa depan melalui kemampuan dan


(41)

kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya. Indikator-indikator pusat kendali (locus of control) eksternal yang perlu dikembangkan yaitu: keberhasilan individu karena keberuntungan, kegagalan individu akibat ketidakberuntungan, individu menjadi pemimpin karena ada kesempatan, individu menentukan masa depan melalui keberuntungan dan kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.

Pengembangan program dilakukan dengan mempertimbangkan iklim layanan Bimbingan dan Konseling yang nyaman dan dialogis dalam suasana sosioemosional yang mendukung agar pengembangan pusat kendali (locus of control) dapat tercapai. Pusat kendali (locus of control) yang telah berkembang akan membuat siswa mampu mengembangkan persepsi yang lebih objektif untuk mengambil keputusan dalam kehidupan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat lebih memfokuskan penelitian lanjutan pada aspek atau faktor-faktor yang lebih spesifik mengenai hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual, yaitu faktor-faktor yang membuat remaja memutuskan untuk terlibat dengan perilaku seksual, meliputi harga diri, religiusitas, hubungan orangtua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya dan media pornografi.


(42)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, dkk. (2013). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Locus of Control

Siswa yang Tidak Tinggal dengan Orangtua Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Pekan Baru Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi Pendidikan Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Riau: tidak diterbitkan.

Agrawal, S. (2012). Sexual Behavior And HIV/AIDS Awareness among College Girls: A Case Study. Journal of Health Management 14 (2) 175-182.

Arikunto, S. (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arma, A. (2003). Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja

dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Departemen Kependudukan dan Biostatistika FKM USU: 189-197.

Asberg, K & Renk, K (2012). Perceived Stress, External Locus of Control and Social Support as Predictors of Psychological Adjustment Among Female Inmates With or Without a History of Sexual Abuse. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology, 59-84, SAGE Publication. Atkinson, R. Dkk. (1983). Dalam Dharma, A. (Penyunting) Pengantar Psikologi.

Jakarta: Erlangga.

Ayudiati, S. E. (2010). Analisis Pengaruh Locus of Control Terhadap Kinerja dengan Etika Kerja Islam sebagai Variabel Moderating. Skripsi di Universitas Diponegoro Semarang: tidak diterbitkan.

Boeree, C. G. (2008). General Psychology. Yogyakarta: PRISMASOPHIE.

Cardwell, J. D. (1969). The Relationship between Religious Commitment and

Premarital Sexual Permisssiveness: A Five Dimensional Analysis. Oxford

Journal. Sociological Analysis, Vol. 30, No. 02, 72-80.

Cutlip, A. (2002). Influence of Locus of Control on Court Attendance. A Theses in Departement of Sociology, Louisiana State University.

Darmasih, R. (2009). Faktor yang Memperngaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada

Remaja SMA di Surakarta. Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK UMS: tidak diterbitkan.

DEPDIKNAS. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan

Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: DEPDIKNAS.


(43)

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Edwards, dkk. (2008). The Influence of Religiosity, Gender and Language Preference Acculturation on Sexual Activity Among Latino/a Adolescent. Hispanic Journal of Behavioral Secience, Volume 30 Number 4, November 2008 447-462.

Elliott, J. G. C. (1993). Locus of Control in Children With Emotional and Behavioural Difficulties: An Exploratory Study. A Theses in University of Durham.

Feriyani, B. & Fitri, A. R. (2010). Perilaku Seksual Pranikah Ditinjau Dari Intensitas Cinta Dan Sikap Terhadap Pornografi Pada Dewasa Awal. Jurnal Psikologi, 119-152.

Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gandapurnama, B. (2010). “Dari 200 PSK di Bandung, 20 Siswa SMA”. [Online].

Tersedia:

http://news.detik.com/bandung/read/2010/06/15/162736/1378794/486/dari-200-psk-di-bandung-20-siswa-sma yang diunggah pada 15 Juni 2010. [12 September 2012].

Hamdani, S. (2012). The Understanding and Behavior of First Level Student on

Premarital Sexual Behavior. International Journal of Basic and Applied

Science. Vol. 01, No. 01, 44-46.

Handayani, I. (2009). Hubungan antara Religiusitas dengan Pusat Kendali (Locus of Control) Remaja Pelaku Seksual Pranikah. Skripsi Fakultas Ushuliddin Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi IAIN Walisongo Semarang: tidak diterbitkan.

Hasan, M. N. (2012). “Seks Education, Solusi Dini Terhadap Remaja Masa

Kini”. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/07/%E2%80%9Csex-education-solusi-dini-terhadap-remaja-masa-kini%E%80%9D-484827.html yang

diunggah pada 07 September 2012. [12 September 2013].

Heppner, dkk. (2008). Research Design in Counseling. USA: Thomson Brooks. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.


(44)

Jain, S. & Singh, A. P. (2008). Locus of Control in Relation to Cognitive Complexity. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, Vol.34, No.1, 107-113.

Joffe, H. & Franca-Koh, A. (2001). Parental Non-Verbal Sexual Communication: Its Relationship to Sexual Behaviour and Sexual Guilt. Journal of Health Psychology Vol 6 (1) 17-30.

Kormanik, M. B. & Rocco, T. S. (2009). Internal Versus External Control of

Reinforcement: A Review of The Locus of Control Construct. Human

Resourch Development Review 8(4) 463-483 SAGE Publication.

Maryatun. (2013). Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada

Remaja Di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. GASTER Vol. 10, No. 1,

39-47.

Masunah, J. (2011). Profil Pendidikan, Kesehatan dan Sosial Remaja Kota

Bandung: Masalah dan Alternatif Solusinya. Bandung: LPPM UPI.

Mensch, dkk. (1999). Premarital Sex and School Dropout in Kenya: Can Schools Make a Difference?. Report: 1-51.

Michigan Department of Community. (2009). Teen Pregnancy Prevention Initiative. Adapted by “Sexual Health-CA Version- An Adolescent Provider

Toolkit” Adolescent Health Working Group (AHWG), 2003.

Ozmete, E. (2007). An Evaluation of Locus of Control as a System Related to Life Management: A Case Study on Youth. World Applied Science Journal 2 (S): 691-698 ISSN 1818-4952 IDOSI Publication. Departement of Family and Consumer Science, Ankara University School of Home Economics, Ankara, Turkey.

Pinasti, W. (2011). Pengaruh Self Efficacy, Locus of Control dan Faktor

Demografis Terhadap Kematangan Karier Mahasiswa UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.

Rinehart, S. M. (1995). Customer Locus of Control and The Service Encounter Propositions for Future Research on Perceived Service Quality and Complaint Behavior. University of New Brunswick, Saint John.

Rotter, J. B. (1966). Generalized Expectancies for Internal Versus External Control of Reinforcement. Psychological Monograph, 80, 1-28.

_____, J. B. (1990). Internal Versus External Control of Reinforcement: A Case of A History. American Psychological Association Inc. Vol. 45, No. 4, 489-493.


(1)

76

kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya. Indikator-indikator pusat kendali (locus of control) eksternal yang perlu dikembangkan yaitu: keberhasilan individu karena keberuntungan, kegagalan individu akibat ketidakberuntungan, individu menjadi pemimpin karena ada kesempatan, individu menentukan masa depan melalui keberuntungan dan kehidupan individu ditentukan oleh orang lain.

Pengembangan program dilakukan dengan mempertimbangkan iklim layanan Bimbingan dan Konseling yang nyaman dan dialogis dalam suasana sosioemosional yang mendukung agar pengembangan pusat kendali (locus of control) dapat tercapai. Pusat kendali (locus of control) yang telah berkembang akan membuat siswa mampu mengembangkan persepsi yang lebih objektif untuk mengambil keputusan dalam kehidupan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat lebih memfokuskan penelitian lanjutan pada aspek atau faktor-faktor yang lebih spesifik mengenai hubungan antara pusat kendali (locus of control) dengan perilaku seksual, yaitu faktor-faktor yang membuat remaja memutuskan untuk terlibat dengan perilaku seksual, meliputi harga diri, religiusitas, hubungan orangtua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya dan media pornografi.


(2)

Rosanti, Dewi. 2014

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KENDALI (LOCUS OF CONTROL) DENGAN PERILAKU SEKSUAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, dkk. (2013). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Locus of Control Siswa yang Tidak Tinggal dengan Orangtua Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Pekan Baru Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi Pendidikan Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Riau: tidak diterbitkan.

Agrawal, S. (2012). Sexual Behavior And HIV/AIDS Awareness among College Girls: A Case Study. Journal of Health Management 14 (2) 175-182.

Arikunto, S. (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arma, A. (2003). Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Departemen Kependudukan dan Biostatistika FKM USU: 189-197.

Asberg, K & Renk, K (2012). Perceived Stress, External Locus of Control and Social Support as Predictors of Psychological Adjustment Among Female Inmates With or Without a History of Sexual Abuse. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology, 59-84, SAGE Publication. Atkinson, R. Dkk. (1983). Dalam Dharma, A. (Penyunting) Pengantar Psikologi.

Jakarta: Erlangga.

Ayudiati, S. E. (2010). Analisis Pengaruh Locus of Control Terhadap Kinerja dengan Etika Kerja Islam sebagai Variabel Moderating. Skripsi di Universitas Diponegoro Semarang: tidak diterbitkan.

Boeree, C. G. (2008). General Psychology. Yogyakarta: PRISMASOPHIE.

Cardwell, J. D. (1969). The Relationship between Religious Commitment and Premarital Sexual Permisssiveness: A Five Dimensional Analysis. Oxford Journal. Sociological Analysis, Vol. 30, No. 02, 72-80.

Cutlip, A. (2002). Influence of Locus of Control on Court Attendance. A Theses in Departement of Sociology, Louisiana State University.

Darmasih, R. (2009). Faktor yang Memperngaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja SMA di Surakarta. Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK UMS: tidak diterbitkan.

DEPDIKNAS. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: DEPDIKNAS.


(3)

86

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Edwards, dkk. (2008). The Influence of Religiosity, Gender and Language Preference Acculturation on Sexual Activity Among Latino/a Adolescent. Hispanic Journal of Behavioral Secience, Volume 30 Number 4, November 2008 447-462.

Elliott, J. G. C. (1993). Locus of Control in Children With Emotional and Behavioural Difficulties: An Exploratory Study. A Theses in University of Durham.

Feriyani, B. & Fitri, A. R. (2010). Perilaku Seksual Pranikah Ditinjau Dari Intensitas Cinta Dan Sikap Terhadap Pornografi Pada Dewasa Awal. Jurnal Psikologi, 119-152.

Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gandapurnama, B. (2010). “Dari 200 PSK di Bandung, 20 Siswa SMA”. [Online]. Tersedia:

http://news.detik.com/bandung/read/2010/06/15/162736/1378794/486/dari-200-psk-di-bandung-20-siswa-sma yang diunggah pada 15 Juni 2010. [12 September 2012].

Hamdani, S. (2012). The Understanding and Behavior of First Level Student on Premarital Sexual Behavior. International Journal of Basic and Applied Science. Vol. 01, No. 01, 44-46.

Handayani, I. (2009). Hubungan antara Religiusitas dengan Pusat Kendali (Locus of Control) Remaja Pelaku Seksual Pranikah. Skripsi Fakultas Ushuliddin Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi IAIN Walisongo Semarang: tidak diterbitkan.

Hasan, M. N. (2012). “Seks Education, Solusi Dini Terhadap Remaja Masa

Kini”. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/07/%E2%80%9Csex-education-solusi-dini-terhadap-remaja-masa-kini%E%80%9D-484827.html yang

diunggah pada 07 September 2012. [12 September 2013].

Heppner, dkk. (2008). Research Design in Counseling. USA: Thomson Brooks.


(4)

Jain, S. & Singh, A. P. (2008). Locus of Control in Relation to Cognitive Complexity. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, Vol.34, No.1, 107-113.

Joffe, H. & Franca-Koh, A. (2001). Parental Non-Verbal Sexual Communication: Its Relationship to Sexual Behaviour and Sexual Guilt. Journal of Health Psychology Vol 6 (1) 17-30.

Kormanik, M. B. & Rocco, T. S. (2009). Internal Versus External Control of Reinforcement: A Review of The Locus of Control Construct. Human Resourch Development Review 8(4) 463-483 SAGE Publication.

Maryatun. (2013). Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. GASTER Vol. 10, No. 1, 39-47.

Masunah, J. (2011). Profil Pendidikan, Kesehatan dan Sosial Remaja Kota Bandung: Masalah dan Alternatif Solusinya. Bandung: LPPM UPI.

Mensch, dkk. (1999). Premarital Sex and School Dropout in Kenya: Can Schools Make a Difference?. Report: 1-51.

Michigan Department of Community. (2009). Teen Pregnancy Prevention Initiative. Adapted by “Sexual Health-CA Version- An Adolescent Provider Toolkit” Adolescent Health Working Group (AHWG), 2003.

Ozmete, E. (2007). An Evaluation of Locus of Control as a System Related to Life Management: A Case Study on Youth. World Applied Science Journal 2 (S): 691-698 ISSN 1818-4952 IDOSI Publication. Departement of Family and Consumer Science, Ankara University School of Home Economics, Ankara, Turkey.

Pinasti, W. (2011). Pengaruh Self Efficacy, Locus of Control dan Faktor Demografis Terhadap Kematangan Karier Mahasiswa UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.

Rinehart, S. M. (1995). Customer Locus of Control and The Service Encounter Propositions for Future Research on Perceived Service Quality and Complaint Behavior. University of New Brunswick, Saint John.

Rotter, J. B. (1966). Generalized Expectancies for Internal Versus External Control of Reinforcement. Psychological Monograph, 80, 1-28.

_____, J. B. (1990). Internal Versus External Control of Reinforcement: A Case of A History. American Psychological Association Inc. Vol. 45, No. 4, 489-493.


(5)

88

Rotter, J. B., dkk (1972). Applications of A Social Learning Theory of Personality. USA: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Ryon, H. & Gleason, M. (2013). The Role of Locus of Control in Daily Life. Personality and Social Psichology Bulletin XX(X) 1-11.

Salisa, A. (2010). Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja. Skripsi Jurusan Sosiologi FISIP USM Surakarta: tidak diterbitkan.

Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Setiawati. (2008). Program Bimbingan Dan Konseling Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Seksual Sehat Mahasiswa. Thesis Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Sobur, A. (2010). Psikologi Umum. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.

Soetjiningsih, C. H. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja. Disertasi Universitas Kristen Satya Wacana: tidak diterbitkan.

Stipek, D. J. & Weisz. (1981). Perceived Personal Control and Academik Achievement. Review of Educational Research. Spring, Vol. 51, No. 1, 101-137.

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Sule. (2013). “Seks Bebas di Kalangan Remaja Pelajar”. [Online]. Tersedia: http://sule-gratis.blogspot.com/2013/01/seks-bebas-di-kalangan-remaja-pelajar.html yang diunggah pada Januari 2013. [12 September 2013].

Supriatna, M. (Penyunting). (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Surya, M. (2008). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.


(6)

Suwarni, L. (2009). Monitoring Parental dan Perilaku Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA di Kota Pontianak. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol.4, No. 2, 127-133.

Taufik & Anganthi. (2005). Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 6, No. 2, 2005: 115-129 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Twenge, J. M. dkk. (2004). It’s Beyond My Control: A Cross-Temporal

Meta-Analysis on Increasing Externality in Locus of Control, 1960-2002. Personality and Social Psychology Review Vol. 8, No. 3, 308-319.

Wiriani, W. (2011). Efek Moderasi Locus Of Control Pada Hubungan Pelatihan Dan Kinerja Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kabupaten Badung. Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar: tidak diterbitkan.

Yulianto. (2010). Gambaran Sikap Siswa SMP Terhadap Perilaku Seksual Pranikah (Penelitian Dilakukan Di SMPN 159 Jakarta). Jurnal Psikologi Volume 8, Nomor 2, Desember 2010.

Yusuf, S & Nurihsan, A. J. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.