TINGKAT KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU FISIKA SMP DI JAYAPURA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA.

(1)

i

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II. KOMPETENSI GURU ... 11

A. Standar Kompetensi Guru ... 11

B. Standar Kompetensi Guru IPA ... 19

C. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar ... 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Metode Penelitian ... 30

B. Prosedur Penelitian ... 30

C. Lokasi Penelitian ... 33

D. Instrumen Penelitian ... 34

E. Analisis Instrumen ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Analisis Deskriptif Kompetensi Pedagogik Guru, Kompetensi Profesional Guru dan Hasil Belajar Siswa ... 46

a. Kompetensi Pedagogik Guru ... 47

b. Kompetensi Profesional Guru ... 51

c. Hasil Belajar Siswa ... 54

d.Analisis tiap Label Konsep Tes Kompetensi Profesional dan Tes Fisika Pemahaman Konsep Fisika Sisw ……... 59


(2)

ii

2. Pengujian Hubungan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi

Profesional Guru terhadap Hasil Belajar Siswa ... 62

a. Hubungan/Korelasi Antara Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura ... 63

b. Hubungan/Korelasi Antara Tingkat Kompetensi Pedagogik Guru Fisika dan Hasil Belajar Fisika Siswa ... 64

c. Hubungan/Korelasi Antara Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika dan Hasil Belajar Fisika Siswa ... 65

d. Korelasi Antara Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura bersama-sama dengan Hasi Belajar Siswa ... 66

B. Pembahasan ... 67

1. Kompetensi Pedagogik Guru Fisika SMP di Kota Jayapura ... 67

2. Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura ... 69

3 Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura ... 72

4 Hubungan antara variabel X1, X2 dan Y ... 73

a. Hubungan Variabel X1 dan X2 ( Tingkat Kompetensi Pedagogik dan tinglat Kompetensi Profesional Guru Física SMP di Kota Jayapura ... 73

b. Hubungan Variabel X1 terhadap Y ( Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura . 74 c. Hubungan Variabel X2 terhadap Y ( Tingkat Kompetensi Profesional dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura . 75 d. Hubungan Variabel X1 dan X2 terhadap Y ( Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura ... 75

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(3)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Distribusi Sampel ... 33

Tabel 3.2. Kategori Validitas Butir Soal ... 36

Tabel 3.3. Kategori Reliabilitas Butir Soal ... 38

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kemudahan ... 39

Tabel 3.5. Kategori Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.6. Kriteria Tingkat Kompetensi ... 42

Tabel 3.7. Interpretasi terhadap Koefisien korelasi ... 44

Tabel 4.1. Data Penelitian ... 48

Tabel 4.2. Rekap Angket Siswa ... 61

Tabel 4.3. Korelasi antara Kompetensi Pedagogik dan Profesional ... 63

Tabel 4.4. Korelasi antara Kompetensi Pedagogik dan Hasil Belajar Siswa ... 64 Tabel 4.5. Korelasi antara Kompetensi Profesional dan Hasil Belajar siswa . 65


(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Alur Kegiatan Penelitian ... 32 Gambar 3.2. Variabel Penelitian ... 43 Gambar 4.1. Histogram Skor Kompetensi Pedagogik Guru ... 47 Gambar 4.2. Histogram Skor Kompetensi Pedagogik Guru berdasarkan

Latar Belakang Pendidikan Guru ... 49 Gambar 4.3. Histogram Skor Kompetensi Pedagogik Guru (non fisika)

berdasarkan masa kerja ... 49 Gambar 4.4. Histogram Skor Kompetensi Pedagogik Guru (fisika)

berdasarkan masa kerja ... 50 Gambar 4.5. Histogram Skor Kompetensi Profesional Guru ... 51 Gambar 4.6. Histogram Skor Kompetensi Profesional Guru berdasarkan

Latar Belakang Pendidikan ... 52 Gambar 4.7. Histogram Skor Kompetensi Profesional Guru (fisika)

berdasarkan masa kerja ... 53 Gambar 4.8. Histogram Skor Kompetensi Profesional Guru (non fisika)

berdasarkan masa kerja ... 54 Gambar 4.9. Histogram Skor hasil belajar siswa ... 55 Gambar 4.10. Histogram Skor X1, X2 dan Y masing-masing Sampel ... 56

Gambar 4.11. Histogram Skor Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru serta Hasil Belajar Siswa berdasarkan Latar Belakang

Pendidikan Guru ... 58 Gambar 4.12. Histogram Skor Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru

serta hasil belajar siswa berdasarkan tempat mengajar Guru .. 58 Gambar 4.13. Histogram persentase penguasaan tiap Label Konsep pada

Pemahaman Konsep Fisika Siswa ... 59 Gambar 4.14. Histogram persentase penguasaan tiap Label Konsep pada


(5)

v

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Instrumen Penelitian

1. Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru .... 83

2. Instrumen Penilaian Kinerja Guru I ... 91

3. Instrumen Penilaian Kinerja Guru II ... 93

4. Penjelasan Instrumen Penilaian Kinerja Guru I dan II ... 96

5. Soal Uji Kompetensi Pedagogik Guru ... 111

6. Soal Uji Kompetensi Profesional Guru ... 120

7. Kisi-kisi soal Pemahaman Konsep Siswa ... 135

8. Soal Pemahaman Konsep siswa ... 138

9. Kisi-kisi dan Angket Siswa ... 143

10. Pedoman Wawancara ... 145

11. Instrumen Portofolio ... 148

Lampiran B : Hasil Uji Coba Instrumen 1. Hasil Uji Coba Soal Kompetensi Pedagogi ... 155

2. Hasil Uji Coba Soal Pemahaman Konsep ... 170

3. Hasil Uji Coba Soal Kompetensi Profesional ... 183

Lampiran C : Data Penelitian 1. Rekap Data Akhir Penelitian ... 198

2. Skor Tes Kompetensi Profesional ... 199

3. Skor Tes Kompetensi Pedagogik ... 200

4. Skor Pengamatan RPP ... 200

5. Skor Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ... 200

6. Skor Tes Pemahaman Konsep Siswa ... 201

7. Skor Angket Siswa ... 210

8. Rekap Skor Angket Siswa ... 218

9. Rekap Hasil Wawancara dengan Guru ... 219

Lampiran D : Pengolahan Data 1. Hasil Uji Normalitas Data ... 220

2. Hasil Pengolahan Data Penelitian ( Korelasi antara X1, X2 dan Y) ... 225

3. Perhitungan Nilai R dan F ... 228

Lampiran E : Lain-lain 1. Foto-Foto Pelaksanaan Penelitian ... 229

2. Lembar Judgment Soal Pemahaman Konsep ... 233

3. SK Dosen Pembimbing ... 234

4. Surat Keterangan Telah selesai melakukan penelitian ... 236


(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah pada era reformasi ini sangat serius menangani bidang pendidikan, karena dengan menerapkan sistem pendidikan yang baik serta ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dilandasi oleh semangat keberagaman.

Penyelenggaraan pendidikan pada hakekatnya memiliki tujuan utama untuk menghasilkan dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta dapat menghasilkan lulusan dan anak didik yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Untuk dapat melakukan hal itu, sekolah-sekolah tidak akan bisa menghindari diri dari berbagai tantangan masa depan yang sulit sekali untuk diramalkan, serta selalu mengalami perubahan. Oleh karena itu, dunia pendidikan di Indonesia juga akan menghadapi ketidakpastian akibat dari adanya perubahan-perubahan, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Dengan diterapkannya reformasi pendidikan pada lembaga-lembaga sekolah yakni dengan diterapkanya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui


(7)

reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang bisa memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup rakyat Indonesia di masa depan

Guru merupakan salah satu unsur utama dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sebuah sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas mentransfer ilmu pengetahuan ke dalam diri anak didik, sedangkan sebagai pendidik, guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, mandiri, dan berakhlak mulia. Mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi yang layak.

Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya, guru merupakan faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikannya, karena guru merupakan aspek sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Guru juga merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu suatu proses pendidikan di lembaga pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.

Kompetensi guru, dalam hal ini baik guru pada lembaga pendidikan negeri maupun swasta di negara kita masih rendah. Berdasarkan hasil Tes Kompetensi


(8)

Guru yang dilakukan Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi guru di wilayah Jakarta hanya mencapai 42,25 %. Angka ini masih relatif jauh di bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75 %. Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun 2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96 %) guru SD, SMP dan SMA yang tidak memenuhi kualifikasi Pendidikan Minimal (Muslich, 2007)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada kapasitas satuan-satuan pendidikan dalam mentransformasikan peserta didik untuk memperoleh nilai tambah, baik yang terkait dengan aspek olah pikir, rasa, hati, dan raganya. Dari sekian banyak komponen pendidikan, guru dan dosen merupakan faktor yang sangat penting dan strategis dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan. Berapa pun besarnya investasi yang ditanamkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, tanpa kehadiran guru dan dosen yang kompeten, profesional, bermartabat, dan sejahtera dapat dipastikan tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan.

Guru yang berkualitas merupakan faktor kunci untuk meningkatkan pendidikan sains dan pencapaian target siswa. Guru sebagai produk lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki beberapa kompetensi antara lain menguasai bidang studi tertentu secara mendalam dan luas, dapat melaksanakan pembelajaran


(9)

dan penilaian yang mendidik, berkepribadian dan memiliki komitmen dan perhatian terhadap perkembangan peserta didik. Namun berdasarkan data dari Kompas (9/12/2005) disebutkan, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar di sekolah. Dari sini kemudian dijelaskan lagi, guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK, tercatat 15% guru mengajar tidak sesuai dengan bidangnya. Fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai, terdapat 60 % guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya (Poedjinoegroho, 2006). Bila SDM guru kita dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita berada pada urutan 107 dari 177 negara berdasarkan Human Development Index.

Dari data dinas pendidikan dan pengajaran provinsi Papua dapat diidentifikasi bahwa nilai rata-rata ujian nasional IPA SMP tahun ajaran 2007/2008 untuk provinsi Papua masih dalam kategori rendah yakni hanya 6,47. Rendahnya nilai ini diduga terkait erat dengan berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satunya adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru di provinsi ini. Khususnya di Kota Jayapura diduga terkait dengan rendahnya kualitas pembelajaran fisika akibat kurang baiknya kompetensi guru.


(10)

Pembentukan kompetensi guru merupakan proses pendidikan yang kompleks dan memerlukan keterlibatan berbagai pihak terkait seperti lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), Dinas Pendidikan dan asosiasi profesi kependidikan. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi guru, baik yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Daerah bekerjasama dengan pihak swasta dan partisipasi masyarakat umumnya, maupun oleh guru sendiri dalam memenuhi kompetensi guru yang telah ditetapkan.

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan tingkat kompetensi guru antara lain, menurut Darling-Hammond (2001) menyatakan bahwa di USA secara umum kekurangan guru, guru yang telah tersertifikasi sedikit, saat ini di USA membutuhkan guru yang berkualitas dan tersertifikasi. Neuschatz & McFarling, (2000); Jumlah guru Fisika lebih sedikit dari jumlah guru sains, banyak guru fisika yang prosentasi mengajar fisikanya lebih sedikit dari pada mengajar sains, hanya sepertiga guru yang mengajar fisika berlatar belakang Fisika atau Pendidikan Fisika. Ingersoll (1999), menyatakan bahwa lebih dari separuh guru fisika yang mengajar diluar bidangnya, artinya minoritas yang mengajar fisika secara total. Dari data tersebut dinyatakan bahwa baru 61 % guru SMU Negeri dan 27 % Guru SMU Swasta di USA yang tersertifikasi. Dengan kondisi tersebut dibuatlah sebuah model sertifikasi guna meningkatkan kompetensi guru Fisika. (Isaac dan Zawicki, 2004:10)

Baik dan buruknya hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh kompetensi dari guru yang mengajarnya, jika profesionalisme guru rendah (tidak memiliki kompetensi yang layak) maka dapat dipastikan hasil belajar siswa juga rendah,


(11)

namun sebaliknya jika profesionalisme gurunya baik (memiliki kompetensi yang layak) maka akan menghasilkan prestasi yang baik bagi siswanya. Walaupun banyak faktor lain yang turut mempengaruhinya, seperti sarana dan prasarana, minat dan motivasi belajar siswa dan juga bakat yang telah dimiliki siswa, namun kompetensi guru merupakan faktor yang paling utama.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai salah satu pihak yang terkait, mempunyai kewajiban dalam meningkatkan kompetensi guru melalui proses pembinaan guru secara berkesinambungan. Salah satu program yang dapat menunjang profesionalisme guru adalah pendidikan dan pelatihan hal-hal yang terkait dengan kompetensi guru. Agar berbagai pendidikan dan pelatihan tersebut lebih bermakna dan sesuai dengan kebutuhan, maka pelaksanaannya harus didasarkan pada pengetahuan yang mendalam tentang karakteristik guru-guru sasaran. Terutama karakteristik yang terkait dengan kompetensi pedagogik dan profesional guru serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Atas dasar latar belakang seperti itu, penelitian ini diarahkan pada upaya untuk mendapat gambaran tingkat kompetensi pedagogik dan profesional guru fisika di Kota Jayapura serta hubungannya dengan hasil belajar fisika siswa. Gambaran tingkat kompetensi ini nantinya dapat menjadi acuan dalam penyusunan program pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi guru fisika di kota tersebut.


(12)

B. Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah tingkat kompetensi pedagogik dan profesional guru fisika SMP di Jayapura serta hubungannya dengan hasil belajar fisika siswa ?”

Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan maka dari rumusan masalah dijabarkan kedalam beberapa pertanyaan penelitian seperti diuraikan di bawah ini.

a. Bagaimanakah tingkat kompetensi pedagogik guru-guru fisika SMP di Jayapura ?

b. Bagaimanakah tingkat kompetensi profesional guru-guru fisika SMP di Jayapura ?

c. Bagaimanakah hasil belajar Fisika para siswa SMP kelas VIII di Jayapura ? d. Bagaimanakah hubungan Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi

Profesional Guru Fisika dengan Hasil Belajar Fisika siswa SMP di Jayapura? e. Bagaimanakah persepsi siswa terhadap pembelajaran Fisika SMP di Jayapura?


(13)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan tingkat kompetensi pedagogik guru fisika SMP di Jayapura. 2. Mendeskripsikan tingkat kompetensi profesional guru fisika SMP di Jayapura. 3. Mendeskripsikan hasil belajar Fisika siswa SMP kelas VIII di Jayapura. 4. Mendeskripsikan bagaimanakah hubungan Tingkat Kompetensi Pedagogik

dan Kompetensi Profesional Guru Fisika dengan Hasil Belajar Fisika siswa SMP di Jayapura.

5. Mendeskripsikan persepsi siswa terhadap pembelajaran Fisika SMP di Jayapura.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi lembaga pre/in service termasuk diantaranya LPMP dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) khususnya di Kota Jayapura, sebagai bahan dalam menyusun rencana kegiatan pelatihan khususnya dalam konteks materi pelatihannya dalam rangka meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru yang ujung-ujungnya pada peningkatan hasil belajar siswa pada berbagai kompetensi.


(14)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya salah pemaknaan dari setiap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka secara operasional istilah-istilah tersebut didefinisikan seperti berikut:

1. Kompetensi pedagogik didefinisikan sebagai kemampuan guru yang berkenaan dengan pemahaman terhadap peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Untuk mengukur kompetensi pedagogik digunakan instrumen berupa tes uji kompetensi pedagogik guru dan lembar penilaian kinerja guru yang meliputi penilaian Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan penilaian pada Pelaksanaan Pembelajaran.

2. Kompetensi profesional didefinisikan sebagai kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam. Untuk mengukur kompetensi profesional ini digunakan instrumen berupa tes konseptual físika yang diambil dari berbagai tes standar seperti FCI (force concept inventory) dan CSEM (The Conceptual Survey of Electricity and Magnetism).

3. Hasil belajar didefinisikan sebagai suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dalam ranah kognitif yang difokuskan pada aspek pemahaman konsep. Untuk mengukur pemahaman konsep físika siswa


(15)

digunakan tes pemahaman konsep (khusus pada konsep Gaya) yang mencakup tiga indikator pemahaman yaitu translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. Tes ini dibuat dalam bentuk tes objektif jenis pilihan ganda.


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, suatu metode penelitian yang ditujukan untuk untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan sesuatu kondisi apa adanya (Sukmadinata, 2008). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini didasarkan pada permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai. Data yang terkumpul dalam penelitian ini terlebih dahulu dideskripsikan dan dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus statistik yang relevan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data secara statistik, maka batasan metode deskriptif yang digunakan adalah metode deskriptif analitik.

B. Prosedur Penelitian

Secara rinci tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Kegiatan pokok yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji literatur yang terkait dengan penelitian yang dilakukan serta mempersiapkan instrumen penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Melakukan kajian literatur/studi kepustakaan untuk melengkapi landasan teoritis.


(17)

b. Pembuatan istrumen penelitian, meliputi tes kompetensi pedagodik (menggunakan soal tes pedagodik dari Depdiknas) dan profesional guru Fisika SMP (menggunakan berbagai tes standar seperti FCI (force concept

inventory) dan CSEM (The Conceptual Survey of Electricity and

Magnetism), lembar penilaian kinerja guru, angket, pedoman wawancara, portofolio dan tes pemahaman konsep Fisika siswa SMP kelas VIII (konsep Gaya)

c. Validasi instrumen penelitian dan perbaikannya. 2. Tahap Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah, pelaksanaan tes kompetensi guru Fisika SMP (pedagogik dan profesional), penilaian kinerja guru, wawancara, pengumpulan portofolio guru dan pengambilan data hasil belajar siswa dengan melaksanakan tes pemahaman konsep serta penyebaran angket. 3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah analisis data yang telah didapatkan pada tahap kedua, pembahasan hasil penelitian yang dilakukan dengan menafsirkan hasil analisis data serta menarik kesimpulan.


(18)

Secara bagan, prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur kegiatan penelitan

Studi Pendahuluan

Pembuatan instrumen penelitian : Tes, pedoman wawancara dan angket

Validasi instrumen

Perbaikan instrumen

Pengumpulan Data

Pelaksanaan Tes

Penyebaran Angket Wawancara

Analisis Data

Kesimpulan

Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Kajian teoritis tentang Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru Fisika


(19)

C. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jayapura, Propinsi Papua. Subjek dalam penelitian ini adalah guru-guru yang mengajar mata pelajaran Fisika dan siswa kelas VIII di SMP tahun ajaran 2008/2009 se kota Jayapura. Jumlah sampel penelitian adalah 10 (sepuluh) guru dari 10 (sepuluh) sekolah yang berbeda beserta siswanya. Sampel ini diambil secara purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan kebutuhan) dari total populasi yakni 20 (dua puluh) guru mata pelajaran fisika SMP di Kota Jayapura. Distribusi sampel selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Distribusi Sampel No Sampel Jumlah

siswa Kategori sekolah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. G 1 G 2 G 3 G 4 G 5 G 6 G 7 G 8 G 9 G 10 37 43 33 37 38 39 13 13 34 16 Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri Negeri Swasta Swasta Swasta Swasta


(20)

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan enam jenis instrumen pengumpul data yaitu, tes kompetensi pedagogik dan profesional guru, instrumen penilaian kinerja guru, angket, portofolio, pedoman wawancara dan tes pemahaman konsep siswa.

1. Tes kompetensi pedagogik guru diambil dari soal tes kompetensi pedagodik dari Depdiknas yang digunakan untuk mengukur tingkat kompetensi pedagogik sedangkan tes kompetensi profesional diambil dari berbagai tes standar seperti FCI (force concept inventory), CSEM (The Conceptual Survey of Electricity and Magnetism) dan soal uji kompetensi profesional dari Depdiknas yang digunakan untuk mengukur tingkat kompetensi profesional.

2. Instrumen penilaian kinerja guru berupa lembar pengamatan yang digunakan untuk mengamati guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran pada satu sub pokok bahasan Fisika di kelas VIII SMP. 3. Angket dipergunakan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap

pembelajaran Fisika yang telah mereka ikuti. Angket ini menggunakan skala likert, setiap siswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1 dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif maka dikaitkan dengan nilai SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4 4. Pedoman wawancara dipergunakan untuk menjaring kendala-kendala yang


(21)

5. Portofolio digunakan untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai latar belakang serta pengalaman dari guru.

6. Tes pemahaman konsep siswa pada materi Gaya, berupa tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman konsep fisika siswa.

E. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen-instrumen (Tes kompetensi pedagogik dan profesional guru dan tes pemahaman konsep siswa) dipergunakan untuk mengumpulkan data, maka dilakukan pengujian terhadap instrumen-instrumen tersebut terlebih dahulu. Uji coba instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui :

a. Validitas butir soal

Validitas butir soal yang digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi. Adapun rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product momen Pearson (Arikunto, 2002):

{

2 2

}{

2 2

}

)

(

)

(

)

)(

(

Y

Y

N

X

X

Y

X

XY

N

r

xy

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

=


(22)

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan. X : Skor item

Y : Skor total N : Jumlah subjek

Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)

0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi (baik)

0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup (sedang)

0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah (kurang)

0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2002):

2 1

2 xy xy

r N r t

− − =

Keterangan:

t : Daya pembeda dari uji t rxy : Koefisien korelasi


(23)

Kemudian harga t hitung selanjutnya dibandingkan dengan harga t tabel, jika harga t hitung lebih besar dari t tabel maka korelasi tersebut adalah signifikan. Hasil perhitungan validitas tes kompetensi pedagogik guru yang berjumlah 60 butir soal diperoleh 43 butir soal yang valid dan kemudian dipakai, sedangkan 17 butir soal lainnya tidak valid yaitu nomor 3, 5, 8, 12, 15, 18, 19, 20, 21, 27, 28, 31, 39, 42, 50, 52, dan 58, di buang. Untuk tes kompetensi profesional guru yang terdiri 60 butir soal diperoleh 48 butir soal yang valid yang kemudian dipakai sebanyak 45 soal. Sedangkan untuk tes pemahaman konsep siswa terdiri dari 20 soal diperoleh 15 soal yang valid dan 5 soal yang tidak valid yaitu nomor 8, 9, 14, 16 dan 19. Perhitungan validitas soal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.

b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah tingkat kestabilan skor yang diperoleh ketika dilakukan ujian ulang dengan menggunakan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. (Arikunto, 2002). Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap setiap kali digunakan. Tinggi rendahnya reliabilitas suatu tes dapat dinyatakan oleh koefisien reliabilitas. Perhitungan koefisien reliabilitas tes dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Arikunto, 2005)

   

  + =

2 1 2 1

2 1 2 1 11

1 2

r r r


(24)

Keterangan:

r11 = koefesien reliabilitas yang telah disesuaikan

2 1 2 1

r = koefesien korelasi antara soal ganjil dan genap Harga dari

2 1 2 1

r dapat ditentukan dengan cara mengkorelasikan skor soal nomor ganjil dan skor nomor genap, menggunakan rumus korelasi product moment Pearson dengan varibel x adalah skor soal nomor ganjil dan variabel y adalah skor soal nomor genap. Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kategori Reliabilitas Butir soal

Batasan Kategori

0,80< r11≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik) 0,60<r11 ≤ 0,80 tinggi (baik)

0,40< r11≤ 0,60 cukup(sedang) 0,20< r11≤ 0,40 rendah (kurang)

11

r 0,20 sangat rendah (sangat kurang)

Hasil perhitungan reliabilitas tes kompetensi pedagogik adalah 0,91 dan tes kompetensi profesional sebesar 0,95 sedangkan tes pemahaman konsep siswa sebesar 0,78. Dengan demikian tes kompetensi pedagogik dan tes kompetensi profesional memiliki reliabilitas sangat tinggi sedangkan tes pemahaman konsep siswa memiliki reliabilitas yang tinggi. Perhitungan reliabilitas instrumen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B


(25)

c. Tingkat Kemudahan

Tingkat kemudahan adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kemudahan berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal tersebut sangat sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Untuk melihat tingkat kemudahan butir soal dengan menggunakan persamaan (Arikunto, 2003):

s J

B

P= Keterangan: P = Indeks kemudahan

B = Banyak siswa yang menjawab soal itu benar Js = Jumlah seluruh siswa

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kemudahan

Batasan Kategori

P = 0,00 Soal sangat sukar

0,00 < P ≤ 0,30 Soal sukar 0,30 < P ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < P ≤ 1,00 Soal mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran tes kompetensi profesional yang berjumlah 60 buah diperoleh 38 buah soal termasuk kategori sedang, 18 buah soal termasuk kategori sukar dan 4 soal kategori sangat sukar. Untuk tes pemahaman konsep siswa yang berjumlah 20 buah diperoleh 4 buah soal termasuk kategori mudah, 11 buah soal termasuk kategori sedang, dan 5 buah soal termasuk kategori


(26)

sukar. Hasil perhitungan tingkat kesukaran yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.

d. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan rendah dengan siswa yang berkemampuan tinggi. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah (Arikunto, 2002):

B A B B

A

A P P

J B J B

D= − = −

Dengan:

JA : Banyaknya peserta kelompok atas

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA : Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar

BB : Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

PA : Proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB : Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3.5 Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 ≤ D ≤ 0,20 Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 Baik


(27)

Hasil perhitungan daya pembeda untuk soal tes kompetensi pedagogik yang berjumlah 60 buah diperoleh 7 buah soal memiliki daya pembeda kategori baik sekali, 26 buah soal termasuk kategori baik, 10 buah soal termasuk kategori cukup dan 17 soal kategori jelek. Dan untuk soal tes kompetensi profesional yang berjumlah 60 buah diperoleh 15 buah soal memiliki daya pembeda kategori baik sekali, 21 buah soal termasuk kategori baik, 12 buah soal termasuk kategori cukup dan 12 soal kategori jelek. Dan soal tes pemahaman konsep siswa yang berjumlah 20 buah diperoleh 14 buah soal termasuk kategori baik, 3 buah soal termasuk kategori cukup, 3 buah soal termasuk kategori jelek. Hasil perhitungan tingkat kesukaran yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.

Jadi jumlah soal tes kompetensi pedagogik yang digunakan adalah 43 buah dari 60 buah soal yang diuji cobakan, soal tes kompetensi profesional adalah 45 buah dari 60 buah soal yang diuji cobakan, dan soal tes pemahaman konsep siswa adalah 15 dari 20 buah soal yang diujicobakan.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2008), jika hipotesis yang digunakan adalah hipotesis deskriptif yaitu dugaan terhadap nilai satu variabel secara mandiri antara data sampel dan data populasi, serta biasanya tidak dirumuskan, maka analisis data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah/pertanyaan penelitian, sehingga tidak menguji hipotesis. Analisa dilakukan dengan cara melakukan perhitungan sehingga setiap rumusan masalah dapat ditemukan jawabanya secara kuantitatif.


(28)

Data analisis deskriptif dapat di sajikan dalam bentuk tabulasi, tabel frekuensi dan grafik.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dalam penelitian ini langkah-langkah analisa datanya adalah :

1. Berdasarkan skor hasil tes kompetensi pedagogik dan profesional guru dan tes pemahaman konsep siswa serta instrumen penilaian kinerja guru, maka ditentukan skor ideal/kriterium terlebih dahulu. Adapun kriteria tingkat kompetensi guru menurut Depdiknas (Tn. 2004) dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Kompetensi

Nilai Grade Keterangan Kelayakan

Nilai ≥ 8 6 ≤ Nilai< 8 4 ≤ Nilai< 6 Nilai < 4

A B C D

Berhak mengikuti diklat tingkat tinggi Berhak mengikuti diklat tingkat menengah Berhak mengikuti diklat tingkat lanjutan Berhak mengikuti diklat tingkat dasar

Layak = Nilai ≥ 6 Tidak Layak = Nilai < 6

2. Untuk menjawab permasalahan, dilakukan dengan cara membagi jumlah skor hasil penelitian dengan skor ideal.

3. Untuk data yang dihasilkan melalui angket dan pedoman wawancara di analisis dengan teknik prosentasi capaian untuk setiap item yang terdapat dalam angket dan pedoman wanwancara

4. Untuk menentukan hubungan Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Jayapura dengan Hasil Belajar Fisika siswa


(29)

maka digunakan Uji korelasi ganda dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2008) : 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2

1

2

x x x x yx yx yx yx x yx

r

r

r

r

r

r

R

+

=

Dengan 2 1x yx

R = Korelasi antara variabel X1 dan X2 secara

bersama-sama dengan variabel Y

1

yx

r = Korelasi Product Moment antara X1 dengan Y

2

yx

r = Korelasi Product Moment antara X2 dengan Y

2 1x x

r

= Korelasi Product Moment antara X1dengan X2

Rumus tersebut digunakan berdasarkan hubungan antara variabel dalam penelitian seperti berikut :

Gambar 3.2 Variabel Penelitian Dimana :

X1 : Tingkat Kompetensi Pedagogik Guru Fisika SMP

X2 : Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP

Y : Hasil Belajar Fisika siswa X1 X2 Y 2 1x yx

R

1 yx

r

2 yx

r

2 1x x

r


(30)

Namun sebelum data diolah secara statistik dengan menggunakan rumus diatas, data telah terlebih dahulu diuji normalitasnya. Pengujian normalitas untuk masing-masing variabel dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah sebaran data dari tiap-tiap variabel tidak menyimpang dari data-data yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas data menggunakan program SPSS versi 14 ( Uji Kolmogorov-Smirnov), dengan kriteria sebagai berikut : Jika nilai sig (signifikan) > 0,05 artinya data tersebut terdistribusi normal selanjutnya akan digunakan rumus Korelasi Ganda namun apabila nilai sig (signifikan) < 0,05; berarti data tersebut tidak normal, maka untuk mengetahui hubungan antar variabel penelitian digunakan uji nonparametris dengan menggunakan uji korelasi Spearman-Rank dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2008):

) 1 ( 6 1

2 2

− −

=

n n

bi

ρ

Dimana :

ρ = Koefisien Spearman-Rank

Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi ini ditunjukkan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Interpretasi terhadap koefisien korelasi

Interval Koefisien korelasi Tingkat Hubungan/korelasi 0,00 - 0,19

0,20 - 0,39 0,40 – 0,59 0,60 – 0,79 0,80 – 1,00

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat


(31)

Kemudian dilakukan pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi ganda (R) dengan menggunakan rumus uji F (Sugiyono, 2008) :

) 1 (

) 1

( 2

2

− − −

=

k n R

k R Fh

Dimana :

R = Koefisien Korelasi Ganda k = Jumlah variabel independen n = Jumlah anggota sampel

Sedangkan pengujian signifikansi terhadap koefisien Spearman-Rank (ρ) dengan menggunakan rumus z (Sugiyono, 2008) :

1

1 −

=

n

Zh ρ

Dimana :

ρ = Koefisien Spearman Rank n = Jumlah anggota sampel

Hasil pengujian dengan menggunakan uji F dan rumus Z ini kemudian di bandingkan dengan nilai F tabel dan Z tabel , jika nilai Fhitung > Ftabel atau Zhitung >

Ztabel maka hasil perhitungan korelasi ganda atau korelasi Spearman Rank tersebut

dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel diambil, namun jika nilai Fhitung < Ftabel atau Zhitung < Ztabel maka hasil perhitungan korelasi ganda atau

korelasi Spearman Rank tersebut tidak dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel diambil.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat Kompetensi Pedagogik Guru Fisika SMP di Kota Jayapura termasuk dalam kategori layak namun masih berada pada grade B, hal ini berarti bahwa Kompetensi Pedagogik Guru Fisika SMP di Kota Jayapura masih memerlukan peningkatan kualitasnya.

2. Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura termasuk dalam kategori belum layak dan masih berada pada grade C, hal ini berarti bahwa Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura sangat memerlukan peningkatan kualitasnya sehingga sangat membutuhkan pembinaan yang lebih baik.

3. Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura termasuk dalam kategori rendah dan belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 75 persen. Dengan usaha peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru Fisika maka diharapkan akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

4. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru merupakan dua variabel penting yang sangat perlu


(33)

diperhatikan dalam usaha peningkatan hasil belajar siswa SMP di Kota Jayapura.

5. Tanggapan siswa terhadap fisika dan pembelajaran fisika adalah positip, ini merupakan suatu hal yang sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa

B. Saran

1. Minimnya pengamat/penilai dalam penelitian ini memungkinkan adanya hasil pengamatan/penilaian yang kurang sempurna, akan lebih sempurna jika menggunakan lebih dari satu pengamat/penilai dalam setiap pengamatan.

2. Pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran untuk setiap sampel hanya sekali, hal ini memungkinkan adanya kesalahan dalam pengamatan/penilaian, akan lebih sempurna jika dilakukan berulang. 3. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan variabel kompetensi guru yang

lainnya yaitu kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.

4. Perlunya penelitan seperti ini dengan objek penelitiannya adalah guru mata pelajaran selain pelajaran fisika.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta. Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya:Insan Cendekia.

Dan Mac Isaac (2004). A new model alternative certification program for high school physics teachers: New pathways to physics teacher certification at SUNY-Buffalo State College. Journal Physics Teacher Education Online 2(2). 10-16.

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eugenia Etkina dan Rutgersn (2005) Physics Teacher Preparation : Dreams and

Reality..Journal of Physics Teacher Education Online.3(2) 3-9.

Hamalik, O. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

James Vesenka & Paul Beach (2002) A comparison between traditional and “modeling” approaches to undergraduate physics instruction at two universities with implications for improving physics teacher preparation. Journal Physics Teacher Education Online 1(1). 3-7.

Kathryn Chval & Sandra Abell (2007). Science and Mathematics Teachers’ Experiences, needs, and expectations regarding professional development. Eurasia journal of mathematics, science and technology education.4(1).31-45.

Kurniasih. Tuti (2002). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kemampuan Mengajar guru terhadap kualitas Pembelajaran Siswa. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Leonard A. Annetta, James A. Shymansky (2005) Investigating Science Learning for Rural Elementary School Teachers in a Professional-Development Project through Three Distance-Education Strategies. Journal Of Research In Science Teaching. 1-17.

Leonard a. Annetta dan sharon dotger (2006). Aligning Preservice Teacher Basic Science Knowledge with Intasc I and NSTA Core Content Standards.


(35)

Eurasia journal of mathematics, science and technology education.2(2). 1-19.

Listiyono, Agus, Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Guru, From:http:// www.kompas. com/kompas-cetak/0311/03/Didaktika/659708.htm. Muslich, Masnur (2007). Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik.

Bumi Aksara . Jakarta.

Nasution, S. (2000). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Oliva Peter (1972). The Secondari School Today, 2nd ed. Scranton. Pennsylvania. International Textbook Co

Poedjinoegroho E, Baskoro, 2005, Guru Peofesional, Adakah?, Kompas, 5 Januari 2006, kolom, 7.

Poerwadarminta (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Purwanto, Profesionalisme Guru, Dari: http: //www. pustekkom. go.id / teknodik/

t10/10-7.htm.

Samson Madera Nashon (2005). Reflections from pre-service science teachers on the status of Physics 12 in British Columbia. Journal Physics Teacher Education Online 3(1). 25-32.

Sitomorang, J (2008). “Standar Kompetensi Pendidik”. Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan 1 (1), 61-72.

Sudjana, N. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitaif, kualitatif dan R & D. Alfabeta Bandung.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta Bandung. Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Alfabeta Bandung.

Sukandar (2003). Pengaruh Kompetensi Profesional Guru dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Guru. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(36)

Sukmadinata. Nana Syaodih (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Rosda Bandung.

Uyanto. Stanislaus S (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu Yogyakarta

---, PP No.19 Tentang Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Depdiknas. (2005).

---, Standar Kompetensi Guru. Direktorat Tenaga Kependidikan. Jakarta : Depdiknas (2003).

---, Standards for Science Teacher Preparation. NSTA (National Science Teacher Association) in Collaboration with Association for the Education of Theacher in Science, Washington DC. National Academy Press (1998).

---, Undang-Undang R.I. Nomor. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen. Depdiknas Jakarta (2005).

---, Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas Jakarta (2003).


(1)

Kemudian dilakukan pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi ganda (R) dengan menggunakan rumus uji F (Sugiyono, 2008) :

) 1 ( ) 1 ( 2 2 − − − = k n R k R Fh Dimana :

R = Koefisien Korelasi Ganda k = Jumlah variabel independen n = Jumlah anggota sampel

Sedangkan pengujian signifikansi terhadap koefisien Spearman-Rank (ρ) dengan menggunakan rumus z (Sugiyono, 2008) :

1

1 −

=

n

Zh ρ

Dimana :

ρ = Koefisien Spearman Rank n = Jumlah anggota sampel

Hasil pengujian dengan menggunakan uji F dan rumus Z ini kemudian di bandingkan dengan nilai F tabel dan Z tabel , jika nilai Fhitung > Ftabel atau Zhitung >

Ztabel maka hasil perhitungan korelasi ganda atau korelasi Spearman Rank tersebut

dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel diambil, namun jika nilai Fhitung < Ftabel atau Zhitung < Ztabel maka hasil perhitungan korelasi ganda atau

korelasi Spearman Rank tersebut tidak dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel diambil.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat Kompetensi Pedagogik Guru Fisika SMP di Kota Jayapura termasuk dalam kategori layak namun masih berada pada grade B, hal ini berarti bahwa Kompetensi Pedagogik Guru Fisika SMP di Kota Jayapura masih memerlukan peningkatan kualitasnya.

2. Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura termasuk dalam kategori belum layak dan masih berada pada grade C, hal ini berarti bahwa Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP di Kota Jayapura sangat memerlukan peningkatan kualitasnya sehingga sangat membutuhkan pembinaan yang lebih baik.

3. Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura termasuk dalam kategori rendah dan belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 75 persen. Dengan usaha peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru Fisika maka diharapkan akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

4. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Tingkat Kompetensi Profesional Guru Fisika SMP terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP di Kota Jayapura. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru merupakan dua variabel penting yang sangat perlu


(3)

diperhatikan dalam usaha peningkatan hasil belajar siswa SMP di Kota Jayapura.

5. Tanggapan siswa terhadap fisika dan pembelajaran fisika adalah positip, ini merupakan suatu hal yang sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa

B. Saran

1. Minimnya pengamat/penilai dalam penelitian ini memungkinkan adanya hasil pengamatan/penilaian yang kurang sempurna, akan lebih sempurna jika menggunakan lebih dari satu pengamat/penilai dalam setiap pengamatan.

2. Pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran untuk setiap sampel hanya sekali, hal ini memungkinkan adanya kesalahan dalam pengamatan/penilaian, akan lebih sempurna jika dilakukan berulang. 3. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan variabel kompetensi guru yang

lainnya yaitu kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.

4. Perlunya penelitan seperti ini dengan objek penelitiannya adalah guru mata pelajaran selain pelajaran fisika.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta. Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya:Insan Cendekia.

Dan Mac Isaac (2004). A new model alternative certification program for high school physics teachers: New pathways to physics teacher certification at SUNY-Buffalo State College. Journal Physics Teacher Education Online 2(2). 10-16.

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eugenia Etkina dan Rutgersn (2005) Physics Teacher Preparation : Dreams and

Reality..Journal of Physics Teacher Education Online.3(2) 3-9.

Hamalik, O. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

James Vesenka & Paul Beach (2002) A comparison between traditional and “modeling” approaches to undergraduate physics instruction at two universities with implications for improving physics teacher preparation. Journal Physics Teacher Education Online 1(1). 3-7.

Kathryn Chval & Sandra Abell (2007). Science and Mathematics Teachers’ Experiences, needs, and expectations regarding professional development. Eurasia journal of mathematics, science and technology education.4(1).31-45.

Kurniasih. Tuti (2002). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kemampuan Mengajar guru terhadap kualitas Pembelajaran Siswa. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Leonard A. Annetta, James A. Shymansky (2005) Investigating Science Learning for Rural Elementary School Teachers in a Professional-Development Project through Three Distance-Education Strategies. Journal Of Research In Science Teaching. 1-17.

Leonard a. Annetta dan sharon dotger (2006). Aligning Preservice Teacher Basic Science Knowledge with Intasc I and NSTA Core Content Standards.


(5)

Eurasia journal of mathematics, science and technology education.2(2). 1-19.

Listiyono, Agus, Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Guru, From:http:// www.kompas. com/kompas-cetak/0311/03/Didaktika/659708.htm. Muslich, Masnur (2007). Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik.

Bumi Aksara . Jakarta.

Nasution, S. (2000). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Oliva Peter (1972). The Secondari School Today, 2nd ed. Scranton. Pennsylvania. International Textbook Co

Poedjinoegroho E, Baskoro, 2005, Guru Peofesional, Adakah?, Kompas, 5 Januari 2006, kolom, 7.

Poerwadarminta (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Purwanto, Profesionalisme Guru, Dari: http: //www. pustekkom. go.id / teknodik/

t10/10-7.htm.

Samson Madera Nashon (2005). Reflections from pre-service science teachers on the status of Physics 12 in British Columbia. Journal Physics Teacher Education Online 3(1). 25-32.

Sitomorang, J (2008). “Standar Kompetensi Pendidik”. Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan 1 (1), 61-72.

Sudjana, N. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitaif, kualitatif dan R & D. Alfabeta Bandung.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta Bandung. Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Alfabeta Bandung.

Sukandar (2003). Pengaruh Kompetensi Profesional Guru dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Guru. Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Sukmadinata. Nana Syaodih (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Rosda Bandung.

Uyanto. Stanislaus S (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu Yogyakarta

---, PP No.19 Tentang Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Depdiknas. (2005).

---, Standar Kompetensi Guru. Direktorat Tenaga Kependidikan. Jakarta : Depdiknas (2003).

---, Standards for Science Teacher Preparation. NSTA (National Science Teacher Association) in Collaboration with Association for the Education of Theacher in Science, Washington DC. National Academy Press (1998).

---, Undang-Undang R.I. Nomor. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen. Depdiknas Jakarta (2005).

---, Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas Jakarta (2003).