INTEGRASI PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI UPAYA PEMBINAN AKHLAK SISWA: Studi Kasus di SD Peradaban Serang.

(1)

vii DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pernyataan

Kata Pengantar ……….……….. i

Ucapan Terima Kasih ……….……… iii

Abstrak ……….………... vi

Daftar Isi ……… vii

Daftar Tabel ………..………..……… x

Daftar Gambar ……….………. xi

Daftar Lampiran ……….……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ...……… 15

C. Tujuan Penelitian ……….………. 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Metode Penelitian ……….……… 18

F. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 19

BAB II KAJIAN KONSEPTUAL INTEGRASI PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN UMUM A. Konsep Integrasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran 1. Konsep Pendidikan Nilai ………. 20

2. Konsep Belajar ……….. 25


(2)

viii

B. Konsep Pendidikan Agama Islam (PAI)

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ………. 57

2. Tujuan Pendidikan agama Islam ……… 59

3. Langkah-langkah Desain Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ……… 63

4. Konsep Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang Berorientasi pada Pendidikan Nilai ………. 77

C. Konsep Akhlak 1. Pengertian Akhlak ……… 86

2. Karakteristik Akhlak Islam ……….. 89

3. Pembagian Akhlak ………... 91

4. Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Akhlak ……… 92

D. Konsep Nilai dalam Pendidikan Umum ………. 93

E. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan ……… 97

BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional ……… 101

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ……… 102

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ……….. 106

D. Sumber dan Jenis Data ……… 106

E. Instrumen Penelitian ……… 107

F. Teknik Pengumpulan Data ……….. 110

G. Tahapan-tahapan Penelitian ………. 119

H. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Penelitian ……… 126

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SD Peradaban Serang ………. 131

B. Hasil Penelian dan Pembahasan ……….. 135


(3)

ix BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………. 216

B. Rekomendasi ………. 223

Daftar Pustaka Lampiran-lampiran Riwayat Hidup Peneliti


(4)

x

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Materi Esensial PAI ………... 71

4.1 Kompetensi Mata Pelajaran PAI untuk SD/MI ……….. 156

4.2 Matrik Struktur Kognitif dan Alternatif Modelnya ……… 166

4.3 Contoh Penilaian Skala Sikap ……… 187

4.4 Rekapitulasi Hasil Surveu Persepsi dan Afeksi Siswa tentang Akhlak ………. 192


(5)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Komponen dalam Analisis Data (Flow Model) ... 123

3.2 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)... 124

3.3 Keabsahan Data dalam Penelitian Kualititatif ……… 127


(6)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 SK Pembimbing Tesis ………... 2 Surat Ijin Penelitian/Observasi ……….. 3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ……….

4 Pedoman Observasi ………

5 Catatan Lapangan ………..

6 Surat Kesediaan Diwawancara ………..

7 Pedoman Wawancara 1 ………..

8 Pedoman Wawancara 2 ………..

9 Transkrip Wawancara ………

10 Pedoman Kuesioner/Survei……….

11 Kisi-kisi Kuesioner/Survei ………. 12 Rekapitulasi Hasil Survei ………... 13 Struktur Organisasi SD Peradaban Serang ……… 14 Daftar 1 SD Peradaban Serang ……….. 15 Denah Lokasi SD Peradaban Serang ………. 16 Contoh Laporan Perkembangan Siswa ………..

17 Contoh Lesson Plan ………..

18 Contoh Jadwal Pelajaran ………


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses pendidikan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses penciptaan manusia. Agar dapat memahami hakikat pendidikan maka dibutuhkan pemahaman tentang hakikat manusia (Muhaimin, 2004: 27). Begitu pentingnya pemahaman tentang manusia dalam pendidikan sehingga Al-Syaibany (1979: 101) mengungkapkan bahwa penentuan sikap dan tanggapan tentang manusia merupakan hal yang amat penting sebab manusia merupakan unsur terpenting dalam tiap usaha mendidik. Tanpa tanggapan dan sikap yang jelas tentang manusia, pendidikan akan meraba-raba. Menurut Barnadib (1994: 1), manusia dalam dunia pendidikan menempati posisi sentral

(central position), karena manusia selain sebagai subjek juga dipandang

sebagai objek pendidikan. Sebagai subjek manusia menentukan corak dan arah pendidikan, sedangkan sebagai objek manusia menjadi fokus perhatian segala aktivitas pendidikan.

Manusia merupakan makhluk termulia dan istimewa yang diciptakan Allah SWT (Jalaluddin, 2003: 11). Di antara keistimewaannya adalah diangkatnya manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi (Yusuf, 2008: 21). Sebagai hamba Allah, manusia memiliki kewajiban untuk mengabdi, ber-taqarrub atau beribadah kepada Allah melalui ibadah mahdhah (ibadah ritual-personal, seperti: shalat, shaum, zakat dan haji). Sementara


(8)

2

sebagai khalifah, manusia menyadari bahwa dirinya mengemban amanah atau tanggung jawab untuk mewujudkan misi suci kemanusiaannya sebagai

rahmatan lil ‘alamin. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkan misi tersebut

adalah dengan cara berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera, dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup (Yusuf, 2008: 22).

Kemuliaan dan kesempurnaan manusia bisa terwujud apabila dapat memerankan tugas kehambaan dan kekhalifahannya dengan baik. Namun jika tidak, maka kedudukan manusia lebih rendah dari binatang (Yahya, 2007: 168). Oleh karena itu, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan kekhalifahannya di muka bumi, manusia dikaruniai beberapa kekuatan yang dapat menimbulkan kreativitas untuk menata alam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Untuk itu, Allah menganugerahkan kepada manusia potensi-potensi yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan.

Majid, dkk (2008: 11) menyatakan bahwa manusia terdiri atas dua potensi, yaitu: fisik dan non fisik. Dimensi non fisik terdiri atas berbagai domain rohaniyah yang saling berkaitan, yakni: jiwa (psyche), fikiran (ratio), dan rasa (sense). Sedangkan menurut Jalaluddin (2003: 5) ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi ruh, jasmani, dan rohaniah.

Pertama, ruh; berisikan potensi manusia untuk bertauhid yang merupakan


(9)

3

jasmani; mencakup konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam tubuh. Ketiga, rohani; berupa konstitusi non-materi yang terintegrasi dalam jiwa, termasuk ke dalam naluri penginderaan, intuisi, bakat, kepribadian, intelek, perasaan, akal, dan unsur jiwa yang lainnya.

Al-Ghazali (Yahya, 2007: 167) mengemukakan bahwasanya manusia mempunyai empat kekuatan (potensi), yaitu; pertama, qalb; merupakan suatu unsur yang halus, berasal dari alam ketuhanan, berfungsi untuk merasa, mengetahui, mengenal, diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya yang pada hakikatnya tidak bisa diketahui; kedua, ruh; yaitu sesuatu yang halus yang berfungsi untuk mengetahui tentang sesuatu dan merasa, ruh juga memiliki kekuatan yang pada hakikatnya tidak bisa diketahui; ketiga, nafs; yaitu kekuatan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia; dan

keempat, aql; yaitu pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal

ibarat sifat-sifat ilmu yang tempatnya di hati.

Dalam pandangan Jalaluddin dan Said (1994: 109), secara garis besar manusia memiliki empat potensi dasar, yaitu: pertama, hidayah al-ghariziyyah (naluri), yaitu kecenderungan manusia untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, seperti, makan, minum, seks, dan lain-lain. Kedua, hidayah

al-hisiyyah (inderawi), yaitu kesempurnaan manusia sebagai makhluk Allah

SWT (ahsan at-taqwim). Ketiga, hidayah al-aqliyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan mendidik (animal educandum), dan keempat, hidayah diniyyah, yaitu manusia merupakan makhluk yang mempunyai potensi dasar untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.


(10)

4

Potensi-potensi yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia dapat dikembangkannya seoptimal mungkin dengan pendidikan. Karena menurut Langeveld (Pratiwi, 2010: 1) manusia merupakan animal educandum yang mengandung makna bahwa manusia merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik. Manusia merupakan makhluk yang perlu dididik, karena pada saat dilahirkan kondisi manusia sangat tidak berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang sangat besar. Padahal kelak apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas yang besar yakni sebagai ‘abdullah dan khalifah di muka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat memerlukan bantuan dari orang yang ada di sekitarnya.

Bantuan yang diberikan itulah awal dari kegiatan pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti di kemudian hari manusia memang diberi berbagai potensi, namun potensi-potensi tersebut masih tersembunyi dan masih yang perlu dikembangkan. Di sinilah perlunya pendidikan dalam rangka mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi kemampuan nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk yang dapat dididik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara implisit terlihat pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik, apabila manusia bukan mahkluk yang dapat dididik.

Berdasarkan undang-undang SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 bab I (2009: 3), yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan


(11)

5

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut Azra (2000: 3) pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.

Dalam pandangan Mudiyaharjo (2002: 11) pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal, dan informal di sekolah dan di luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan mengoptimalkan pertimbangan kemampuan-kemampuan individu agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Menurut Sufyan (Era Muslim, 29 Maret 2010), pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan di manapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya. Sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan terbelakang. Begitu pula suatu bangsa yang tanpa pendidikan, ia akan menjadi suatu bangsa yang terbelakang dan sulit berkembang. Dengan demikian


(12)

6

pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu berdaya saing, di samping pendidikan harus menghasilkan juga manusia yang berakhlak baik.

Menurut Hasbullah (2005: 310), kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Berkenaan dengan ini, di dalam UUD'45 pasal 31 ayat 1 secara tegas disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Tujuan pendidikan nasional dinyatakan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Mulyana (2004: 106) menyebutkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah menghasilkan kepribadian manusia yang matang secara intelektual, emosional, dan spiritual. Oleh karena itu, komponen esensial kepribadian manusia adalah nilai (value) dan kebajikan (virtues). Nilai dan kebajikan ini harus menjadi dasar pengembangan kehidupan manusia yang memiliki peradaban, kebaikan, dan kebahagiaan secara individual maupun sosial. Dengan demikian, pendidikan di sekolah seharusnya memberikan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan, serta menjelaskan implikasinya terhadap kualitas hidup masyarakat.

Upaya untuk membangun kualitas kehidupan manusia melalui pendidikan terus dilakukan dan tidak akan berhenti selama manusia ada.


(13)

7

Proses tersebut berlangsung secara simultan dan berkelanjutan. Keberadaan manusia saat ini ditentukan oleh proses pendidikan sebelumnya dan keberadaan manusia yang akan datang ditentukan proses pendidikan saat ini. Kegagalan pendidikan pada suatu generasi akan membawa malapetaka bagi generasi berikutnya, sebaliknya keberhasilan pendidikan akan menghasilkan suatu generasi tangguh yang siap menghadapi segala tantangan di masa mendatang (Mulyana, 2004: 113).

Dewasa ini, dunia pendidikan di Indonesia seakan tiada hentinya menuai kritikan dari berbagai kalangan karena dianggap tidak mampu melahirkan alumni yang berkualitas manusia Indonesia seutuhnya seperti cita-cita luhur bangsa dan yang diamanatkan oleh Undang-undang Pendidikan. Nata (2003: 45) berpendapat, permasalahan kegagalan dunia pendidikan di Indonesia tersebut disebabkan oleh karena dunia pendidikan selama ini yang hanya membina kecerdasan intelektual, wawasan dan keterampilan semata, tanpa diimbangi dengan membina kecerdasan emosional.

Djahiri (2007: 4-6) menambahkan ihwal penyebab permasalahan di atas melalui gejala-gejala yang ia temukan di lapangan sebagai berikut:

Pertama, pembelajaran masih bersifat parsial dan monolitik. Dalam

kasus ini para pelaksana kurikulum (guru dan penulis buku/panduan) hanya memaknai apa yang tertulis dalam kurikulum secara harfiah, kajian dan pengembangan substansi/materi pelajaran masih bersifat mono-disipliner, ilmu yang digunakan steril dari realita kehidupan anak dan lingkungannya, dan bersifat kognitif rendah.


(14)

8

Kedua, pembelajaran tidak bersifat student centered/based. Dalam

pola ini siswa dianggap objek pasif yang tidak utuh dan harus menerima segala hal yang disampaikan guru/buku. Operasionalisasi kurikulum dan pembelajarannya cenderung bersifat: 1) guru sentris, yakni apa yang menurut guru baik dan seharusnya dibelajarkan tanpa memperhitungkan kegunaan serta kemampuan siswa/lingkungannya; 2) curriculum based dan scientific based, dalam model ini rancangan pembelajaran hanya mengacu dan mengoperasionalkan pokok materi pelajaran yang diharuskan dalam

kurikulum/buku saja tanpa banyak rekayasa yang bersifat kontekstual; 3) pencapaian Hasil Belajar Harapan (HBH) yang optimal sehingga siswa

dipacu untuk menghafal apa yang diberikan guru/buku; 4) waktu/durasi pembelajaran terbatas sebanyak yang ditetapkan dalam kurikulum dan selama jam pelajaran di kelas saja.

Akibat adanya counterproductive dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa yang diamanatkan oleh Undang-undang Pendidikan tersebut, telah menyebabkan munculnya gejala-gejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua, yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab. Prihadiyoko (Kompas, 9 Mei 2010) mengungkapkan 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan sebanyak 62,7 persen remaja pernah melakukan hubungan badan. Hal ini semakin diperparah oleh perkelahian massal, penjarahan, penggunaan dan jual beli NARKOBA,


(15)

9

pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum, penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-kantor pemerintahan dan sebagainya.

Dalam era reformasi sekarang ini seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mengalami proses pendangkalan nilai yang seharusnya dimiliki serta dihayati dan dijunjung tinggi. Nilai-nilai itu kini bergeser dari kedudukan dan fungsinya serta digantikan oleh keserakahan, ketamakan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Dengan pergeseran fungsi dan kedudukan nilai itu, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dirasakan semakin hambar dan keras, rawan terhadap kekerasan, kecemasan, dan merasa tidak aman.

Menurut Sauri (2008: 1), kondisi pendangkalan dan kurangnya nilai dan norma ini dinamakan anomi. Anomi memiliki tiga pengertian, (1) kurang memiliki maksud/tujuan, identitas atau nilai pada diri seseorang atau dalam masyarakat; (2) ketiadaan norma, kondisi masyarakat yang dicirikan dengan kehancuran norma yang menentukan perilaku orang dan menegaskan tatanan sosial; dan (3) kegelisahan, keterasingan, dan ketidakpastian pribadi yang berasal dari kurangnya tujuan dan cita-cita. Anomi meninggalkan perasaan terisolasi, kecewa, dan terpecah-pecah dalam diri individu.

Permasalahan-permasalahan kemerosotan nilai, moral dan akhlak telah menjadi salah satu problematika kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke-21 ini. Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara


(16)

10

keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan, termasuk di dalamnya Pendidikan Agama Islam.

Padahal, secara umum mata pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam. Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadist yang tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian ke-Islaman, termasuk kajian yang terkait dengan ilmu teknologi serta seni budaya.

Dalam Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (DIRJEN DIKDASMEN, 2003: 2) dijelaskan bahwasanya mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran-ajaran pendidikan agama Islam juga menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor dan afektifnya. Tujuan diberikannya mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlak mulia. Oleh karena itu semua mata pelajaran hendaknya seiring


(17)

11

dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran pendidikan agama Islam. Mengenai tujuan akhir dari mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah, termasuk salah satunya di sekolah dasar, adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia.

Tampaknya ada kekeliruan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengakibatkan terjadinya counterproductive dalam dunia pendidikan. Furqan (Azra, 2002: ix) menemukan tiga indikator kekeliruan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yakni:

1. Pendidikan agama saat ini lebih banyak berorientasi pada belajar tentang ilmu agama. Karena itu, tidak aneh jika di negeri ini sering kita saksikan orang-orang yang banyak mengetahui nilai-nilai ajaran agama tapi perilakunya tidak mencerminkan nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya

2. Guru tidak mememiliki strategi penyusunan dan pemilihan materi-materi pendidikan agama sehingga seringkali ditemukan hal-hal yang prinsipil yang seharusnya dipelajari di awal namun malah terlewatkan.

3. Kurangnya penjelasan yang luas dan mendalam serta kurangnya penguasaan semantik dan generik atas istilah-istilah kunci dan pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan yang sudah sangat jauh dan berbeda dari makna, spirit dan konteksnya.

Nurhilaliati dan Rosyidi (2006: 261) menambahkan bahwa kekurang berhasilan pendidikan dapat terjadi pada hampir semua jenjang dan jenis pendidikan yang dimulai dari lembaga pendidikan dasar. Permasalahannya


(18)

12

terletak antara lain pada kekurang mampuan guru dalam mempersiapkan materi ajar dengan baik, memilih metode yang tepat untuk mentransfer materi pelajaran, memilih media yang tepat serta melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran dengan adil.

Pada jenjang pendidikan dasar, keterampilan seorang guru sangat diperlukan agar dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik, menarik, dapat dimengerti dan tidak menjenuhkan. Inilah yang menjadi kendala utama yang dihadapi oleh sebagian besar guru SD, terutama yang mengajar di kelas rendah (kelas 1 sampi kelas 3). Padahal di jenjang pendidikan ini diperlukan guru yang mampu, bukan saja secara intelektual, tetapi juga yang piawai mengelola pembelajaran serta sabar dalam menghadapi siswa.

Nurhilaliati dan Rosyidi (2006: 263) menegaskan bahwa kesulitan utama dihadapi oleh guru PAI adalah ketika menyampaikan materi pelajaran dalam bahasa yang dapat dipahami oleh anak, dan bagaimana membuat ajaran agama yang abstrak dapat hidup dalam kekongkritan dunia mereka. Seperti ketika menyampaikan materi tauhid, surga, neraka, kiamat, pahala dan sebagainya, yang terangkum dalam materi aqidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah. Kesulitan lainnya adalah kekurang mampuan guru untuk mengoptimalkan serta menyeimbangkan ketiga ranah pendidikan sebagaimana yang terdapat dalam Taksonomi Bloom (kognitif, afektif dan psikomotor). Dan selama ini, telah cukup dimaklumi bahwa kekurang berhasilan dunia pendidikan diawali dari kekurang mampuan guru dalam menanamkan hal-hal tersebut secara benar dan tepat, seimbang dan terpadu.


(19)

13

Memperhatikan hal-hal tersebut, terjadi gugatan dan hujatan terhadap dunia pendidikan, kepada guru, dan terhadap proses pembelajaran. Di samping itu, terjadi pembicaraan dan diskusi tentang perlunya pemberian pelajaran budi pekerti secara terpisah atau secara terintegrasi ke dalam mata-mata pelajaran yang sudah ada (PKN, pendidikan agama, dan sejenisnya). Menurut Soedijarto (1997: 333) pengintegrasian nilai-nilai yang telah direncanakan untuk mempribadi ke dalam aturan tingkah laku belajar peserta didik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar sebagai salah satu indikator strategi bagi keberhasilan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Bastian (2002: 65-68) menguatkan bahwasanya penyusunan materi pelajaran yang bersifat integratif dan tidak terkotak-kotak sangatlah perlu dipertimbangkan. Lembaga pendidikan haruslah berusaha secara terus menerus untuk menghasilkan keluaran yang memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, ketajaman nalar, ketangkasan professional dan kemandirian sikap juang.

Pembelajaran pada lembaga pendidikan atau sekolah harus berintikan nilai-nilai akhlak mulia, artinya pembelajaran yang berlangsung harus mengintegrasikan nilai-nilai agama. Apalagi pengembangan pendidikan ke depan hendaknya merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang diintegrasikan dengan etika keagamaan dalam kehidupan sehari-hari (Suderajat, 2002: 17).


(20)

14

Sekolah dasar memiliki peranan yang sangat strategis dan mendasar sebagai peletak dasar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional. Karena dalam sistem pendidikan kita, sekolah dasar secara institusional bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan pribadinya, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (DEPDIKBUD, 1997: 8).

Dengan demikian, apabila tujuan institusional sekolah dasar dapat terwujud dengan baik, niscaya akan dapat membuka peluang bagi terbentuknya sikap-sikap dasar perilaku yang baik kepada para lulusannya. Dan jika lulusan SD tersebut melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, maka sikap-sikap dan perilaku baik tersebut akan dibawa serta.

Berdasarkan permasalahan, fenomena, kondisi, dan kenyataan ihwal pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di atas, peneliti sangat termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian ihwal bagaimana proses integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran yang sesungguhnya?

Melalui tesis yang berjudul: "Integrasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di SD Peradaban Serang)” ini, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat menjadi sebuah solusi bagi permasalahan pendidikan dan sebagai sebuah atensi dalam membumikan pendidikan nilai di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri.


(21)

15

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus masalah yang hendak diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana proses integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai upaya pembinaan akhlak siswa SD Peradaban Serang? Permasalahan tersebut selanjutnya peneliti rumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran agama Islam di SD Peradaban Serang?

2. Bagaimana proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang?

3. Bagaimana situasi dan kondisi pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang?

4. Bagaimana sistem evaluasi yang digunakan dalam pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa proses integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam sebagai upaya pembinaan akhlak siswa SD Peradaban Serang.


(22)

16

2. Tujuan Khusus

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa:

a. Strategi pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang

b. Proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang

c. Situasi dan kondisi pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang

d. Sistem evaluasi yang digunakan dalam pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai wahana ilmu pengetahuan untuk mengembangkan model-model pembinaan nilai yang diintegrasikan dengan mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Lebih lanjut, penelitian ini dapat memperkuat teori-teori mengenai proses integrasi pendidikan nilai dalam mata pelajaran selain pendidikan agama Islam. Penelitian ini pun diharapkan menjadi bahan kajian bagi teoretisi, praktisi pendidikan maupun peneliti selanjutnya agar berkenan


(23)

17

memberikan perhatian besar terhadap pengintegrasian pendidikan nilai, baik dengan mengembangkan teori-teori yang ada atau memperkaya dengan teori-teori baru.

2. Manfaat Bagi Pemecahan Masalah di Sekolah

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memecahkan masalah pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran di sekolah serta memberikan jalan keluar yang jelas. Penelitian ini mampu memberikan gambaran ihwal contoh pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar yang dapat dimanfaatkan secara praktis di lapangan, baik oleh guru, perencana, maupun pengelola pendidikan.

3. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Kepala Sekolah

Kepala sekolah dapat memeroleh gambaran yang jelas mengenai perannya dalam merumuskan kebijakan dan menentukan sistem nilai yang hendak dicapai sekolah.

b. Guru-guru

Guru-guru menyadari bahwasanya pengintegrasian pendidikan nilai dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan tidak terbatas pada pembelajaran pendidikan agama Islam saja,


(24)

18

melainkan dalam seluruh pembelajaran dan aktivitas sekolah yang menjadi tanggung jawab guru.

c. Stakeholder Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemegang kebijakan pendidikan dalam merumuskan kebijakannya yang lebih tepat demi optimalnya proses pencapaian tujuan pendidikan nasional. d. Peneliti

Semoga penelitian ini bisa menjadi atensi bekal bagi peneliti dalam upaya membumikan pendidikan nilai di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan.

E. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan tipe studi kasus. Dengan menempatkan diri sebagai

human instrument, data-data dikumpulkan melalui teknik observasi, teknik

wawancara, teknik dokumentasi, teknik kuesioner/survei dan teknik studi pustaka. Adapun tahap-tahap penelitian yang ditempuh adalah: 1) tahap orientasi, 2) tahap eksplorasi, 3) tahap pencatatan data, 4) tahap analisa data, dan 5) tahap pelaporan.


(25)

19

F. Lokasi Dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di SD Peradaban Serang yang beralamat di Jalan Raya Sepang Serang Banten 42116. SD Peradaban Serang dipilih menjadi lokasi penelitian karena SD tersebut merupakan salah satu sekolah yang memiliki perhatian yang besar terhadap penanaman nilai dalam setiap program pembelajarannya. Sedangkan subjek yang diteliti adalah kepala sekolah, guru agama sebagai pilot dalam pembelajaran PAI, serta siswa kelas IV, kelas V dan kelas IV.


(26)

101 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemaknaan beberapa istilah yang termuat dalam judul tesis ini, maka perlu dibuat definisi operasional sebagai berikut:

1. Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh (Pusat Bahasa, 2002: 437). Dalam penelitian ini, integrasi yang dimaksud adalah proses penyatuan pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang sehingga menjadi suatu kesatuan yang koheren dan tidak bisa dipisahkan.

2. Pendidikan Nilai dalam penelitian ini merupakan suatu proses kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk melahirkan manusia yang memiliki komitmen kognitif, komitmen afektif dan komitmen pribadi yang berlandaskan nilai-nilai agama (Dahlan, 2007:5).

3. Istilah pembelajaran dalam penelitian ini dimaknai sebagai proses interaksi antara kegiatan belajar siswa dengan kegiatan mengajar guru yang memadukan lima komponen utama proses pembelajaran yakni Materi, Metode, Media, Sumber dan Evaluasi (Djahiri, 2007: 1)

4. Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan


(27)

102

memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2004: 75-76). Dalam penelitian ini pendidikan agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang disampaikan di SD Peradaban Serang.

5. Kemudian yang dimaksud dengan pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Pusat Bahasa, 2002: 152).

6. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak dalam penelitian ini adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu (Al-Ghazali, 1998: 67). Akhlak yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah akhlak siswa SD Peradaban Serang.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adanya kecocokan dengan karakteristik masalah yang menjadi fokus penelitian menjadi alasan peneliti memilih pendekatan ini. Melalui penelitian ini, peneliti hendak mendeskripsikan dan menganalisa proses integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai upaya pembinaan akhlak siswa SD Peradaban Serang. Dengan


(28)

103

menggunakan pendekatan kualitatif ini maka latar penelitian tidaklah terbatas pada pengisolasian individu dan kelompok kepada variabel atau hipotesis, melainkan memandangnya sebagai bagian dari sesuatu yang utuh (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2006: 4).

Alasan lainnya mengapa pendekatan kualitatif ini dipilih adalah karena pendekatan kualitatif memiliki beberapa keistimewaan seperti yang disampaikan Maxwell (Alwasilah, 2008: 107-110) sebagai berikut:

a. Pemahaman makna; perspektif responden dalam penelitian kualitatif

tidak terbatas pada laporan mereka ihwal satu kejadian atau fenomena saja, melainkan juga pada apa di balik perspektif tersebut.

b. Pemahaman konteks tertentu; dalam penelitian kualitatif perilaku

responden dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap perilaku.

c. Identifikasi fenomena dan pengaruh yang tidak terduga; bagi peneliti

kualitatif setiap informasi, kejadian, perilaku, suasana dan pengaruh bisa berpotensi menjadi data untuk mendukung penelitian.

d. Kemunculan data berbasis data (grounded theory; Teori yang sudah

jadi pesanan, atau apriori tidaklah mengesankan kaum naturalis, karena teori-teori ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi, kejadian, suasana, dan pengaruh dalam konteks baru.

e. Pemahaman proses; para peneliti kualitatif lebih berupaya

me-mahami proses kejadian atau kegiatan yang diamati, bukan produk atau hasil dari kejadian tersebut.


(29)

104

Arikunto (2006: 15-18) menambahkan bahwasanya pendekatan kualitatif memiliki karakteristik-karakteristik (baca juga: Lincoln dalam Alwasilah, 2008: 104-107; dan Moleong, 2006: 8-13) sebagai berikut: (1) mempunyai sifat induktif, (2) melihat setting dan respon secara keseluruhan atau holistik, (3) memahami responden dari titik tolak responden sendiri, (4) validitas penelitian ditekankan pada kemampuan peneliti, (5) setting penelitiannya alami, (6) mengutamakan proses daripada hasil, (7) menggunakan non-probabilitas sampling, (8) peneliti sebagai instrumen, (9) menganjurkan menggunakan triangulasi, (10) menguntungkan diri pada teknik dasar studi lapangan, dan (11) mengadakan analisis data sejak awal.

2. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik dengan tipe studi kasus. Metode deskriptif pada umumnya dipilih karena dapat menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Selain itu, metode deskriptif analitik juga merupakan metode penelitian yang menekankan kepada usaha untuk memperoleh informasi mengenai status atau gejala pada saat penelitian, memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, juga lebih jauh menerangkan hubungan, serta menarik makna dari suatu masalah yang diinginkan.

Salah satu jenis metode deskriptif analitik adalah berupa penelitian studi kasus (case study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif


(30)

105

pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain data dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Nawawi dalam Atmanto, 2008: 1). Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Lebih lanjut Arikunto (2006: 142) mengemukakan bahwa metode studi kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit.

Penelitian studi kasus dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian studi kasus merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim dalam Atmanto, 2008: 2). Dalam penelitian ini, kasus yang akan diteliti adalah ihwal proses integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang.


(31)

106

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di SD Peradaban Serang yang beralamat di Jalan Raya Sepang Serang Banten 42116. SD Peradaban Serang dipilih menjadi lokasi penelitian karena SD tersebut merupakan salah satu sekolah yang memiliki perhatian yang besar terhadap penanaman nilai dalam setiap program pembelajarannya.

Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru agama sebagai

pilot dalam pembelajaran PAI, dan siswa yang dipilih secara purposive.

Penentuan subjek dalam penelitian kualitatif ini bersifat sementara dan menggunakan teknik purposive sampling, artinya subjek dipilih dengan tujuan dan pertimbangan tertentu sebagai berikut (Sugiyono, 2009: 303):

1. menguasai atau memahami konsep yang dikaji dalam penelitian 2. masih tergolong orang yang masih terlibat dalam kegiatan yang diteliti 3. memiliki waktu yang memadai untuk dimintai informasi, dan

4. tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri.

D. Sumber dan Jenis Data

Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2006: 157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Oleh karenanya, yang dimaksud dengan jenis data dalam penelitian ini dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, dan photo.

Dalam penelitian ini, sumber data utama penelitiannya adalah kata-kata dan tindakan yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru pendidikan agama


(32)

107

Islam dan siswa SD Peradaban yang menjadi subjek penelitian, selain itu dimanfaatkan pula berbagai dokumen resmi yang mendukung seperti perangkat pembelajaran guru (silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, agenda kelas), buku sumber, data base siswa dan profil sekolah.

Sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subyek penelitian yaitu kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam dan siswa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian dan mendukung data primer.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2009: 305, Arikunto, 2006: 17, dan Moleong, 2006: 168). Sebagai human instrument, peneliti berfungsi sebagai orang yang menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuan penelitiannya.

Sebagai instrumen, manusia harus memiliki ciri-ciri (Moleong, 2006:169-172 dan Sugiyono, 2009: 307-308) sebagai berikut:

a. Responsif. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan

terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Ia tidak hanya responsif terhadap tanda-tanda, tetapi ia juga menyediakan tanda-tanda kepada orang-orang. Tanda-tanda yang diberikannya biasanya


(33)

108

dimaksudkan untuk secara sadar berinteraksi dengan konteks yang ia berusaha memahaminya. Ia responsif karena ia berusaha memahaminya. Ia responsif karena menyadari perlunya merasakan dimensi-dimensi konteks dan berusaha agar dimensi-dimensi itu menjadi ekplisit.

b. Dapat menyesuaikan diri. Manusia sebagai instrumen hampir tidak

terbatas dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Manusia sebagai peneliti dapat melakukan tugas pengumpulan data sekaligus.

c. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan

imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai konteks yang berkesinambungan dimana mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang riel, benar dan mempunyai arti. Pandangan yang menekankan keutuhan ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memandang konteksnya dimana ada dunia nyata bagi subjek dan responden dan juga memberikan suasana, keadaan dan perasaan tertentu. Peneliti berkepentingan dengan konteks dalam keadaan utuh untuk setiap kesempatan.

d. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. Pengetahuan yang

dimiliki oleh peneliti sebelum melakukan penelitian menjadi dasar-dasar yang membimbingnya dalam melakukan penelitian. Dalam prakteknya, peneliti memperluas dan meningkatkan pengetahuannya berdasarkan pengalaman-pengalaman praktisnya. Kemampuan memperluas pengetahuannya juga diperoleh melalui praktek pengalaman lapangan


(34)

109

dengan jalan memperluas kesadaran terhadap situasi sampai pada dirinya terwujud keinginan-keinginan tak sadar melebihi pengetahuan yang ada dalam dirinya, sehingga pengumpulan data dalam proses penelitian menjadi lebih dalam dan lebih kaya.

e. Memproses data secepatnya. Kemampuan lain yang ada pada diri

manusia sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya seteleh diperolehnya, menyusunnya kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya, merumuskan hipotesis kerja sewaktu berada di lapangan, dan mengetes hipotesis kerja itu pada respondennya. Hal demikian akan membawa peneliti untuk mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih mendalam lagi dalam proses pengumpulan data itu.

f. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan. Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan

lainnya, yaitu kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau responden. Sering hal ini terjadi apabila informasi yang diberikan oleh subjek sudah berubah, secepatnya peneliti akan mengetahuinya, kemudian ia berusaha menggali lebih dalam lagi apa yang melatarbelakangi perubahan itu. Kemampuan lainnya yang ada pada peneliti adalah kemampuan mengikhtisarkan informasi yang begitu banyak diceritakan oleh responden dalam wawancara. Kemampuan mengikhtisarkan itu digunakannya ketika suatu wawancara berlanngsung. g. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan idiosinkratik. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan


(35)

110

untuk menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti bukan menghindari melainkan justru mencari dan berusaha menggalinya lebih dalam. Kemampuan demikian tidak ada tandingannya dalam penelitian mana pun dan sangat bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru.

Dengan menjadi human instrument, peneliti pun langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi pembelajaran yang berlangsung di SD Peradaban Serang. Yang dimaksud dengan peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat berbagai peristiwa dalam situasi pendidikan, melainkan memberikan interpretasi terhadap situasi tersebut. Sedangkan yang dimaksud peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya. Dalam Penelitian ini pun menggunakan pedoman wawancara dan pedoman observasi agar kegiatan penelitian terpantau dan terlaksana sesuai dengan perencanaan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupaka langkah yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2009: 308).


(36)

111

Peneliti menggunakan lima teknik dalam melakukan pengumpulan data yakni observasi, wawancara, survei, dokumentasi dan studi pustaka.

1. Observasi

Dengan teknik observasi ini, peneliti hendak menarik inferensi (kesimpulan) terhadap makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa atau proses yang teramati dalam integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang. Melalui observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding), bagaimana teori digunakan

(theory-in-use), dan sudut pandang responden yang mungkin tidak

tercungkil lewat wawancara atau survei (Alwasilah, 2008: 154).

Teknik observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipatif. Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini maka diharapkan: 1) data yang diperoleh akan lebih langkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak, 2) peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial SD Peradaban Serang, 3) peneliti dapat memeroleh pengalaman langsung, 4) peneliti

dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, 5) peneliti dapat mengungkap hal yang tidak akan terungkapkan oleh


(37)

112

(6) peneliti dapat menemukan hal-hal yang ada di luar persepsi responden.

Dalam istilah lain, observasi partisipatif ini dikenal dengan istilah pengamatan berperan serta. Bogdan (Moleong, 2006: 164) mendefiniskan pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematik dan berlaku tanpa gangguan.

Menurut Spradley (Sugiyono, 2009: 314), objek penelitian yang diobservasi dinamakan situasi sosial yang terdiri atas tiga komponen, yakni: place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas). Dalam penelitian ini, tempat yang menjadi objek observasi adalah kelas dan lingkungan SD Peradaban Serang. Sedangkan pelaku yang diobservasi adalah kepala sekolah, guru pendidikan Agama Islam, dan siswa. Sementara itu, kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam dan kegiatan penunjangnya menjadi objek observasi aktivitas.

Adapun tahapan observasi yang peneliti tempuh berdasarkan pada tahapan yang dirumuskan oleh Spradley (Sugiyono, 2009: 315-317), yaitu observasi deskriptif, observasi terfokus, dan observasi terseleksi. 1) Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi

sosial tertentu sebagi objek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan


(38)

113

penjelajahan umum dan menyeluruh, serta melakukan deskripsi terhadap semua yang didengar, dilihat, dan dirasakan. Observasi tahap ini sering disebut sebagai ground tour observation.

Dalam penelitian ini, sebelum peneliti sampai pada fokus yang diteliti yaitu tentang integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban sebagai upaya pembinaan akhlak siswa, maka peneliti melakukan penjelajahan secara umum.

2) Observasi Terfokus

Pada tahap ini, peneliti sudah melakukan mini tour

observation, yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk

difokuskan pada aspek tertentu. Observasi ini juga disebut sebagai observasi terfokus, karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksanomi sehingga dapat menemukan fokus.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada tahap observasi deskriptif, bahwa peneliti melakukan penjelajahan secara umum tentang proses integrasi pendidikan nilai di SD Peradaban Serang. Akhirnya melalui penjelajahan tersebut peneliti menemukan fokus penelitian yang dirasakan sangat menarik bagi peneliti dan dirasa penting untuk dijadikan bahan peneliti, yaitu pada pembelajaran pendidikan agama Islam.

Pemilihan fokus tersebut dikarenakan ketertarikan peneliti untuk memotret bagaimana proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di lembaga tersebut,


(39)

114

sehingga memberikan dampak terhadap perilaku dan akhlak para siswa/i di SD Peradaban Serang.

3) Observasi Terseleksi

Pada tahap observasi ini, peneliti telah mengurai fokus yang ditemukan, sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta menemukan antara satu kategori dengan kategori yang lainnya.

Setelah pada tahap observasi terfokus peneliti menemukan fokus penelitian, maka pada tahap ini peneliti dapat merumuskan masalah apa saja yang akan diteliti. Lebih rincinya tentang masalah yang diteliti sebagaimana telah peneliti rumuskan dalam rumusan masalah di bab I.

2. Wawancara

Dalam penelitian kualitatif, selain observasi, wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang paling utama. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (intervewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lincoln dan Guba dalam Moleng, 2006: 186).


(40)

115

Menurut Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2008: 195), dalam melakukan wawancara terdapat lima langkah penting sebagai berikut:

1) Menentukan siapa yang akan diwawancara 2) Menyiapkan bahan-bahan wawancara 3) Langkah-langkah pendahuluan

4) Mengatur kecepatan mewawancara dan mengupayakan agar tetap produktif.

5) Mengakhiri wawancara.

Berdasarkan langkah-langkah yang diungkapkan oleh Lincoln dan Guba di atas, maka langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan siapa yang akan diwawancara, hal ini dilakukan setelah melakukan studi pendahuluan dan meminta rekomendasi kepada kepala sekolah ihwal responden yang akan diwawancara. Dan akhirnya kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam dan siswa ditetapkan sebagai responden wawancara.

Setelah orang yang akan diwawancara jelas, selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai kompas dalam praktek wawancara agar senantiasa terarah kepada fokus penelitian. Pedoman wawancara isinya mengacu kepada rumusan masalah, hasil observasi dan hasil wawancara sebelumnya, ruang lingkup pedoman wawancara berbeda setiap sasaran responden yang diwawancarai.

Waktu dan tempat interviu ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan interviwee. Diakhir kegiatan wawancara, peneliti tidak langsung


(41)

116

menutup kegiatan wawancara, melainkan berpesan agar kiranya terwawancara bersedia kembali untuk diwawancarai pada kesempatan lain apabila terdapat fenomena-fenomena yang memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Dalam prakteknya, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Mula-mula interviewer melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek pertanyaan lebih lanjut (Arikunto, 2006: 227). Dengan demikian, jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.

3. Survei/Kuesioner

Teknik survei atau kuesioner ini merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009: 199). Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data dalam jumlah banyak. Teknik survei atau kuesioner juga digunakan karena dibutuhkan dalam penelitian deskriptif, hal ini sesuai dengan Alwasilah (2008: 151) yang menyatakan menyatakan bahwa survei atau kuesioner adalan teknik pengumpulan data yang sangat populer dalam penelitian deskriptif (descriptive research).

Survey atau kuesioner ini diberikan kepada kelas IV dan kelas V SD Peradaban Serang yang berjumlah 60 orang. Survey atau kuesioner ini disusun berupa pertanyaan yang hasus dijawab dalam bentuk pilihan


(42)

117

(option) yang minta dipilih oleh responden sesuai dengan kenyataan yang ada pada dirinya. Survey atau kuesioner yang digunakan adalah survey anonim (tidak bernama) agar subjek dalam jumlah besar itu merasa bebas untuk mengeluarkan opininya tanpa tekanan siapapun (Alwasilah, 2008: 152)

4. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang. Dokumen adalah merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2009: 329). Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.

Guba dan Lincoln dalam Moleong (2006: 217) mengungkapkan bahwa dokumen digunakan untuk keperluan penelitian dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti berikut ini:

1) Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.

2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

3) Dokumen berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, serta lahir dan berada dalam konteks.


(43)

118

4) Dokumen tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

5) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

5. Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur dalam rangka melengkapi kajian teoritis yang berhubungan dengan proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang sebagai upaya pembinaan akhlak siswa. Data yang sudah terkumpul kemudian akan peneliti olah sehingga tercapai pengolahan data yang lengkap.

Studi pustaka juga dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan hakikat pembelajaran, konsep pendidikan agama Islam, teori tentang akhlak, kajian mengenai integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan Islam di sekolah, serta teori-teori lainnya yang mendukung penelitian.

Dalam memperoleh data-data ilmiah ini, penulis mengkaji referensi-referensi kepustakaan dari perpustakaan UPI, perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI, penelitian-penelitian terdahulu, perpustakaan pribadi penulis, internet, majalah, koran dan sumber lainnya.


(44)

119

G. Tahapan-Tahapan Penelitian

Upaya pengumpulan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi, awalnya peneliti mengadakan survei terhadap lembaga, terutama melalui dialog dengan kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam. Selanjutnya peneliti mengadakan wawancara sederhana tentang proses proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang. Dari hasil pendekatan ini peneliti menentukan responden sementara yakni kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam dan siswa.

Hal tersebut sesuai dengan kekhasan dari paradigma kualitatif yang lebih luwes dalam proses penelitian lapangan. Responden terus berkembang seiring dengan berkembangnya data yang ditemukan di lapangan. Adapun batasannya adalah ketika informasi sudah betul-betul utuh atau data sudah jenuh (Sugiyono, 2009: 25).

Setelah ditentukan responden penelitian, peneliti mengadakan observasi permulaan untuk memperoleh data tentang proses pengintegrasian pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD Peradaban Serang. Pada tahap ini peneliti juga tidak lupa mengurus surat izin penelitian dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas sosial di lokasi penelitian.


(45)

120

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan kunjungan ke lokasi penelitian yakni SD Peradaban Serang untuk melakukan pendekatan kepada responden. Peneliti melakukan pengamatan permulaan terhadap proses pembelajaran pendidikan Islam di kelas, selanjutnya meningkat tidak hanya mengamati, melainkan berpartisipasi bersama responden dan mengadakan wawancara dengan kepala sekolah dan guru yang menjadi responden serta beberapa siswa untuk mendukung kelengkapan data.

Proses pengamatan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu dengan guru bersangkutan sehingga proses pengamatan diketahui oleh guru tersebut, adapun dalam menentukan siswa yang akan diwawancara juga atas masukan dari guru bersangkutan, selain didasari oleh hasil pengamatan di kelas.

3. Tahap Pencatatan Data

Peneliti mengandalkan catatan lapangan ketika melakukan observasi dan wawancara di lapangan. Menurut menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:208-209) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.

Pencatatan data segera dilakukan pada saat ingatan masih segar. Ketika di lapangan peneliti membuat catatan yang berupa coretan seperlunya yang sangat dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan dan lain-lain. Catatan tersebut


(46)

121

berguna hanya sebagai perantara antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium dan diraba. Catatan tersebut kemudian diubah ke dalam catatan yang lengkap dan dinamakan catatan lapangan ketika peneliti tiba di rumah. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan pengamatan atau wawancara, tidak dilalaikan karena akan tercampur dengan informasi lain dan ingatan seseorang itu sifatnya terbatas.

Pada dasarnya catatan lapangan berisi dua bagian, yakni bagian

deskriptif dan bagian reflektif. Bagian deskriptif berisi gambaran tentang

latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan. Sedangkan bagian

reflektif berisi kerangka berpikir dan pendapat peneliti, gagasan dan

kepeduliannya (Bogdan dan Biklen dalam Moleong, 2006: 211).

Bagian deskriptif merupakan bagian terpanjang yang berisi semua peristiwa dan pengalaman yang didengar dan yang dilihat serta dicatat selengkap dan seobjektif mungkin. Dengan sendirinya, uraian dalam bagian ini harus sangat rinci. Bagian deskriptif ini berisi hal-hal berikut: 1) gambaran diri subjek, 2) rekonstruksi dialog, 3) catatang tentang peristiwa khusus, dan 4) perilaku pengamat.

Pada bagian reflektif disediakan tempat khusus untuk menggambarkan sesuatu yang berkaitan dengan pengamat itu sendiri. Bagian ini berisi spekulasi, perasaan, masalah, ide, sesuatu yang mengarahkan, kesan, dan prasangka. Catatan ini berisi pula sesuatu yang diusulkan untuk dilakukan dalam penelitian yang akan datang, dan juga berarti pembetulan atas kesalahan dalam catatan lapangan. Dengan


(47)

122

demikian, peneliti dapat ”memuntahkan” segala sesuatu yang berkenaan dengan pengakuan kesalahan yang diperbuat, ketidakcukupan sesuatu yang dilakukan, prasangka yang disukai atau tidak.

Tujuan bagian refleksi adalah untuk memperbaiki catatan lapangan dan kemampuan melaksanakan studi ini di kemudian hari. Termasuk yang terpenting dari isi bagian catatan ini jika dibandingkan dengan isi bagian deskriptif adalah kemungkinan dapat ditemukan konsep awal, hipotesis kerja, dan teori.

Moleong (2006: 216) mengungkapkan langkah-langkah penulisan catatan lapangan adalah sebagai berikut:

1) Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan menuliskan hanya kata-kata kunci pada buku-nota.

2) Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal. Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

3) Apabila sewaktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada yang belum dicatat dan dimasukkan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukkan.

4. Tahap Analisa Data

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan kedalam catatan, selanjutnya data diolah dan dianalisa. Analisa data


(48)

123

merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapanganm dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data-data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2009: 335).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009: 337-345). Ia mengatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus samapi tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing/verification. Langkah-langkah analisis tersebut

ditunjukkan dalam gambar berikut ini:

Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Flow Model)

ANALISIS Periode Pengumpulan

setelah

setelah

setelah Antisipasi

Reduksi data selama

selama

selama Display data


(49)

124

Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa setelah peneliti mengumpulkan data, peneliti melakukan antisipatory sebelum melakukan reduksi data. Selanjutnya model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 3.2

Komponen dalam Analisis Data (interactive model)

Berikut adalah penjelasan analisis data di lapangan yang peneliti gunakan berdasarkan model Miles dan Huberman

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh di lapangan melalui hasil observasi, wawancara, studi dokumentasi dan kajian pustaka jumlahnya cukup banyak untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci dalam catatan lapangan yang selanjutnya dilakukan reduksi data.

Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya. Dalam hal ini temanya berkaitan dengan proses integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SD

Data Collection

Conclusions : drawing/ verifying Data

Reduction

Data Display


(50)

125

Peradaban. Dalam mereduksi data ini peneliti dibantu dengan peralatan elektronik berupa komputer (note book).

b. Penyajian Data (Display Data)

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, table, bagan, hubungan antar katagori, flowchart, grafik dan lain-lain.

Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menyajikan data melalui uraian singkat berupa paparan deskriptif dan bagan. Namun kebanyakan peneliti menyajikan data penelitian ini dengan teks yang bersifat naratif.

c. Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ketiga dalam analisis kualitatif berdasarkan model Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, sejak semula peneliti mencoba mengambil kesimpulan dari data-data yang diperoleh. Kesimpulan ini mula-mula masih sangat tentatif, kabur dan diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan tersebut lebih grounded.

5. Tahap Pelaporan

Data yang sudah dianalisa kemudian dipadukan dengan teori-teori yang relevan dan konsepsi penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Proses pemaduan konsepsi penelitian dituangkan dalam


(51)

126

laporan penelitian dengan sistematika mengacu kepada pedoman penulisan karya tulis ilmiah dari Universitas Pendidikan Indonesia edisi tahun 2009. Selain itu, dalam rangka menyempurnakan laporan penelitian dilakukan proses bimbingan secara berkelanjutan dengan dosen pembimbing, baik pembimbing I maupun pembimbing II.

H. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Penelitian

Agar nilai kebenaran secara ilmiahnya dapat teruji serta memiliki nilai keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji keabsahan atas data yang ditemukan di lapangan. Dalam uji keabsahan data penelitian, seringkali hanya ditekankan pada uji validitas dan realibilitas. Menurut Alwasilah (2008: 169) validitas adalah kebenaran dan kejujuran sebuah deskpripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan. Sedangkan reliabilitas adalah derajat konsistensi dan stablitas data atau temuan (Sugiyono, 2009: 364).

Dalam menguji keabsahan data dapat dilakukan dengan beberapa

teknik yang disarankan oleh Alwasilah (2008: 175-184) sebagai berikut: 1) pendekatan modus operandi (MO); 2) mencari bukti yang menyimpang

dan kasus negatif; 3) triangulasi; 4) masukan, asupan atau feedback; 5) mengecek ulang atau member check; 6) ”rich” data atau data yang

melimpah. 7) quasi-statistics; 8) perbandingan; 9) audit; 10) obervasi jangka panjang (long-term observation); 11) metode partisipatori (participatory

mode of research); 12) bias penelitian; 13) jurnal reflektif (reflective journal);


(52)

127

Menurut Sugiyono (2009: 366), uji keabsahan data dalam penelitian ini meliputi uji: 1) credibility (validitas internal, 2) transferability (validitas eksternal), 3) dependability (reliabilitas) dan 4) confirmability (obyektivitas) yang tergambarkan dalam gambar berikut:

Gambar 3.3 Keabsahan Data dalam Penelitian Kualitatif

1) Uji Kredibilitas (Validitas Internal)

Uji kredibilitas data atau kepercayaan atas hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.

2) Uji Transferabilitas (Validitas Eksternal)

Uji transferabilitas ini merupakan uji validitas eksternal, artinya pengujian ini akan menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel itu diambil.

Uji Keabsahan

Data

Uji Kredibilitas Data

Uji Trasferabilitas

Uji Reliabilitas

Uji Konfirmabilitas


(53)

128

3) Uji Reliabilitas

Suatu penelitiam akan dianggap reliabel apabila orang lain dapat mengulangi/mereplika proses penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif uji reliabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.

4) Uji Konfirmabilitas

Uji konfirmabilitas disebut juga dengan uji obyektivitas penelitian. Suatu penelitian dianggap obyektif jika telah disepakati oleh banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji obyektivitas bisa dilakukan bersamaan dengan uji reliabilitas. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan maka penelitian tersebut sudah memenuhi standar konfirmabilitas.

Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan semua teknik di atas, teknik uji keabsahan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Uji keabsahan data dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan cara peneliti membaca seluruh catatan hasil penelitian secara cermat, sehingga dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya. Demikian juga untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara


(54)

129

mambaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan peneliti semakin luas dan tajam sehingga dapat digunakn untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak

2. Triangulasi

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, teknik dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sumber dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru agama dan siswa. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya, data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi atau kuesioner. Sedangkan triangulasi waktu artinya pengumpulan data dilakukan pada berbagai kesempatan, baik pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam maupun di luar pelaksanaan program tersebut.

Dengan menggunakan triangulasi dalam pengumpulan data tersebut, maka dapat diketahui apakah nara sumber memberikan data yang sama atau tidak, kalau nara sumber memberikan data yang berbeda maka lakukan penelitian berulang-ulang hingga sampai pada temuan yang pasti. Jika tidak, maka data tersebut belum kredibel.


(55)

130

3. Diskusi dengan teman

Untuk menunjang keabsahan data yang diperoleh, peneliti sering melaksanakan diskusi dengan teman, melalui diskusi ini banyak pertanyaan dan saran yang muncul. Pertanyaan yang berkenaan dengan data yang belum bisa terjawab, maka peneliti kembali ke lapangan untuk mencari jawabannya dengan demikian data menjadi semakin lengkap.

4. Member check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Pengujian keabsahan data dengan member check dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian pada sumber data yang telah memberikan data, melalui diskusi ini muncul sanggahan atau pertanyaan yang membutuhkan penjelasan. Peneliti mencoba menjelaskan kepada nara sumber agar mau memahami, selanjutnya para nara sumber ada yang menambahkan data tetapi ada juga yang menghendaki beberapa data dihilangkan.


(1)

Bastian, A. R. (2002). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Lappera Pustaka. Campbell, L. et.al. (2006). Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple

Intelligences. Depok: Intuisi Press.

Daradjat, Z. dkk. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

DEPDIKBUD. (1997). Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: DIRJEN DIKDASMEN.

DEPDIKNAS. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD & MI. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Diknas.

______ (2009). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika.

DIRJEN DIKDASMEN. (2003). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: DEPDIKNAS.

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Djahiri, K. (1995). Dasar-dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai Moral PVCT. Bandung: Lab PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

______ (1996). Menelusuri Dunia Afektif; Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Lab PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

______ (2007). Kapita Selekta Pembelajaran, Pembaharuan Paradigma PKN-PIPS-PAI. Bandung: Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung.

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai; Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.

Ghozin, A. (2003). Pembelajaran dengan Mengintegrasikan Nilai-nilai Keimanan dan Ketaqwaan dalam Mata Pelajaran IPA Bagi Siswa Sekolah Dasar (Penelitian Naturalistik pada Sekolah Dasar As-Salam II Bandung).Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.

Gronlund, N. E. (1985). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan Publishing Company.

Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. ______ (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara


(2)

Hasbullah. (2005). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Iberani, J. S. dan Hidayat, M. M. (2003). Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi. Ibrahim, R. (2007). Pendidikan Nilai dalam Era Pluralitas; Upaya Membangun

Solidaritas. Jurnal Insania.[Online], Vol 12, (3), 11 halaman. Tersedia: http://insaniaku.files.wordpress.com/2009/03/1-pendidikan-nilai-dalam-era-pluralitas-ruslan-ibrahim.pdf. [1 Juni 2010]

Ilyas, Y. dkk. (2006). Islam; Doktrin dan Dinamika Umat. Bandung: Value Press. Ismail, F. F. dan Shandaily, A. H. M. (1978). Mabadi Falsafah wa

Al-Akhlaq. Kuwait: Wizarah Al-Tarbiyah bi Daulah Al-Kuwait.

Jalaluddin. (1993). Sisi Pendidikan Islam, Konsep Peningkatan Sumber Daya Insani. Makalah: Tidak diterbitkan.

Jalaluddin dan Said, U. (1994). Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Jalaluddin. (2003). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Langgulung, H. (1995). Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan

Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna.

Majid, A. dkk. (2008). “Islam, Tuntunan dan Pedoman Hidup”. Bandung: Value Press.

Majid, A. dan Andayani, D. (2006). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ma’luf, L dan Tottel, B. (1997). Al-Munjid fi al-Lughah. Bairut: Dar al-Masyriq

Marimba, A. D. (1981). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Maarif.

Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.

Mudiyaharjo, R. (2002). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Penddidikan pada Umumnya dan Pendididkan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Muhaimin. (2004). Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(3)

Mulyadi. (2008). Implementasi Nilai Pendidikan Manajemen Qolbu Dalam Lingkungan Masyarakat Santri (Studi Deskriptif Terhadap Kegiatan Pendidikan Masyarakat Santri di Lingkungan Pondok Pesantren Dar Al-Tauhid Bandung. Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Nasution, S. (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara Nata, A. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. _______(2003). Akhlak dan Tawasuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

_______(2003). “Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia”. Jakarta: Prenada Media.

Nurdin, M. dkk. (2001). Moral dan Kognisi Islam, Buku Teks Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Bandung: Alfabeta.

Nurhilaliati dan Rosyidi. A. (2006). “Pembelajaran PAI pada Kelas I SD Se-Kota Mataram”. Jurnal Penelitian Keislaman. [Online], Vol. 2, (2), 12 halaman. Tersedia: http://idb3.wikispaces.com/file/view/rk3020.pdf. [6 Maret 2010] Nurkancana, W. dan Sunartana. (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Pratiwi, E. (2010). Manusia Sebagai Animal Educandum. [Online]. Tersedia: http://enjabpunya.blogspot.com/2010/01/manusia-disebut-dengan-animal-educandum.html. [6 April 2010].

Prihadiyoko, I. (2010, 9 Mei). 62,7 Persen Remaja Indonesia Pernah ML. Kompas [Online]. Tersedia: http://nasional.kompas.com/read/2010/05/09/19005745/ 62.7.Persen.Remaja.Indonesia.Pernah.ML-4. [26 Juni 2010]

Purwanto, M. Ng. (1986). Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

_____ (2006). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Q-Anees, B dan Hambali, A. (2008). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Bandung: Refika Offset.


(4)

Rohayati, T. (2006). “Implementasi Pembinaan Keimanan dan Ketaqwaan di Sekolah Dasar” (Studi Deskriptif Analitik di SD Laboratorium Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru). Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.

Rianto, M. (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK Sam, A. (2008). Pengertian Pendidikan Agama Islam. [Online]. Tersedia:

http://sobatbaru.blogspot.com/2008/08/pengertian-pendidikan-agama-islam.html [23 Mei 2010]

_______(2008). Tujuan Pendidikan Agama Islam. [Online]. Tersedia; http://sobatbaru.blogspot.com/2008/09/tujuan-pendidikan-agama-islam. html. [20 Mei 2009]

Sanusi, S. (1987). Integrasi Umat Islam. Bandung: Iqomatuddin.

Sardiman. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada.

Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: PT. Genesindo.

______ (2008). Melawan Anomi dengan Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://newspaper.pikiranrakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=154 50 (8 April 2010)

______ (2009). Undang-Undang Pornografi Dalam Perspektif Pendidikan Umum/Nilai. Makalah: Tidak diterbitkan.

______ (2009). Landasan Filosofi Pendidikan Umum/Nilai. [Online]. Tersedia:

http://sofyanpu.blogspot.com/2009/05/landasan-filosofi-pendidikan-umumnilai.html [15 Juni 2010].

______ (tt). Integrasi Imtak dan Imptek Dalam Pembelajaran. Makalah: Tidak diterbitkan.

Soedijarto. (1997). Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional dalam Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki Abad ke-21. Tidak diterbitkan. Somad, M. A. (2007). Pengembangan Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan

dan Keberagamaan Siswa di Sekolah (Studi Kasus di SMAN 2 Bandung). Disertasi Doktor pada SPs UPI: tidak diterbitkan

Stufflebeam, D. I. et al. (1977). Educational Evaluation & Decision Making. Illionis: Peacock Publishers, Inc.


(5)

Suderajat, H. (2002). Konsep dan Implementasi Pendidikan berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi pada Kecakapan Hidup (Life Skill). Bandung: Cipta Cekas Grafika.

Sufyan, H. (2010, 29 Maret). Menjadikan Pendidikan Sebagai Prioritas Utama Pembangunan. Era Muslim [Online]. Tersedia: http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/hidayatus- syufyan-mahasiswa-itb-menjadikan-pendidikan-sebagai-prioritas-utama-pembangunan.htm. [26 Juni 2010]

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumantri, E. (2007). Pendidikan Nilai Kontemporer. Bandung: Program studi PU UPI.

Surya, M. (2006). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Jarak Jauh dalam Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran”, Makalah: Tidak diterbitkan

Suwarna. (2007). Strategi Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jurnal Cakrawala Pendidikan. [Online], Vol 12, (1), 21 halaman. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/482/1/strategi_ integrasi.pdf [2 Juni 2010]

Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosadakarta

______ (2002). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

______ (tt). Pendidikan Agama Islam di Sekolah. [online]. tersedia: http://www. scribd.com/doc/3481712/strategi-meningkatkan-mutu-pai [6 Juni 2010] Thoha, M. C. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Tirtarahardja, U. dan Sula, L. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Pusat Perbukuan DEPDIKBUD dan Rineka Cipta.

Wallace, G. & Larsen, S. C. (1979). Educational Assesment of Learning Problem; Testing for Teaching. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Winataputra, U. S, dkk. (1997). Modul Strategi Belajar Mengajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Universtias Terbuka.


(6)

Yahya, M. S. (2007). “Pendidikan Islam dalam Pengembangan Potensi Manusia”. Jurnal Insania. [Online], Vol 12, (2), 8 halaman. Tersedia: http://insaniaku.files.wordpress.com/2009/02/2-pendidikan-islam-dalam-pengembangan-potensi-manusia-m-slamet-yahya.pdf. [8 April 2010] Yaqub, H. (1983). Etika Islam. Bandung: CV. Diponegoro

Yunus, F. (2004). Makna Belajar dan Mengajar. [Online]. Tersedia: http://falsburgers.biz/index.php?option=com_content&task=view&id=10& Itemid=25. [28 Mei 2010]

Yunus, M. (1983). Metode Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.

Yusrina. (2006). Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro. Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah: Tidak diterbitkan.

Yusuf, Sy. (2008). Psikologi Belajar Agama. Bandung: Maestro.

Zahruddin, AR. Dan Sinaga, H. (2004). Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perpektif Perubahan; Menggagas Platform Pendidikan Nilai Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.