PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MENGHAFAL AL-QURAN PADA ANAK TUNANETRA DI SLB NEGERI A PAJAJARAN KOTA BANDUNG.

(1)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MENGHAFAL AL-QURAN PADA ANAK TUNANETRA

DI SLB NEGERI A PAJAJARAN KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Khusus

OLEH : YENTI SUMIATI

0909542

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

YENTI SUMIATI 0909542

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MENGHAFAL AL-QURAN PADA ANAK TUNANETRA

DI SLB NEGERI A PAJAJARAN KOTA BANDUNG DISETUJUI DAN DISAHKAN

OLEH : Pembimbing I

Dra. Hj. Neni Meiyani, M.Pd. NIP. 19620512 198803 2 003

Pembimbing II

Drs. H. Mamad Widya, M.Pd. NIP. 19520822 1197803 1002

Diketahui Oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Sunaryo, M.Pd. NIP. 19560722 1985031 1 001


(3)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : YENTI SUMIATI

NPM : 0909542

Program Studi : Pendidikan Khusus

Fakultas : Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Judul Skripsi : “PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

MENGHAFAL

AL-QURAN PADA ANAK TUNANETRA DI SLB NEGERI A PAJAJARAN KOTA BANDUNG”

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi saya ini asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sajarna baik di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia maupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar rujukan.

Apabila dikemudian hari ada klaim dari pihak lain, maka akan menjadi tanggung jawab saya sendiri bukan tanggung jawab Dosen Pembimbing atau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia dan saya bersedia menerima Sanksi Akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh rasa tanggung jawab tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Bandung, Oktober 2013 Yang menyatakan,

YENTI SUMIATI NPM. 0909542


(4)

ABSTRAK

Al-Qur’an merupakan kitab suci agama Islam. Al-Qur’an berisikan ajaran untuk memberikan pedoman bagi setiap umat muslim. Oleh karenanya mempelajari, memehami dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an adalah merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim. Berbeda dengan orang yang awas, bagi penyandang Tunanetra dalam mempelajari Al-Qur’an tentu tidaklah mudah karena mereka akan membutuhkan alat bantu lain tidak seperti orang yang awas, namun demikian pada kenyataannya ternyata tidak sedikit dari penyandang Tunanetra justru bisa menghafal Al-Qur’an dengan lebih baik dibandingkan dengan orang yang awas. Bagaimanakah penyandang Tunanetra dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an, langkah-langkah dan kiat-kiat apa yang dilakukan dan bagaimana upaya evaluasi yang dilakukan dalam menghafal Al-Quran.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran menghafal Al-Qur’an dari penyandang Tunanetra khususnya menyangkut persiapan, pola pembelajaran dan kiat-kiat yang dilakukan penyandang Tunanetra dalam menghafal Al-Qur’an. Adapun metode yang digunakan adalah melalui pendekatan Kualitatif yang bersifat Eksploratif, yaitu dengan teknik studi kasus, karena penelitian ini menekankan pada upaya investigatif untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena tentang Tunanetra dalam menghapal AL-Qur’an. Instrumen Penelitiannya adalah peneliti sendiri. Adapun Teknik Pengumpulan Data yang digunakan adalah dengan cara Observasi dan Wawancara. Selajutnya adalah melakukan analisis data untuk kemudian langkah terkahir adalah menarik kesimpulan.

Dari hasil analisis kualitatif pada penelitian ini diperoleh gambaran bahwa pola belajarnya AGL di dalam menghafal AL-Qur’an dilakukann secara rutin setiap selesai sholat maghrib. Cara yang dilakukan AGL adalah ayat yang akan dihafalkan terlebih dahulu dibacakan oleh rekannya, kemudian AGL akan terus mengulang-ulang bacaan tersebut, sampai ia dapat menguasainya. Pola seperti inilah yang selalu dilakukan oleh AGL. Adapun kiat AGL dalam menghafal Al-Qur’an ialah, adalah niat yang ikhlas yang harus ditanamkan sebelum memulai menghafal Al-Qur’an. Kiat yang selanjutnya, mengulang hafalan tersebut ketika menjadi imam sholat, hal ini dilakukan oleh AGL agar hafalan tersebut tidak mudah hilang. Kiat selanjutnya, AGL tidak pernah memaksakan untuk menghafal lebih dari kemampuannya, karena AGL memiliki target sendiri dalam menetukan berapa banyak hafalan yang harus didapatnya hari itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola khusus dilakukan AGL dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an. Jadi yang terpenting adalah adanya keinginan dan tekad yang kuat dari diri seseorang untuk memperlajari dan menghafal Al-Qur’an. Namun demikian khusus bagi siswa penyandang Tunanetra perlu adanya dukungan dan dari semua pihak khususnya pihak sekolah sehingga mereka dapat dengan mudah memperlajari dan menghafal Al-Qur’an


(5)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Fokus Masalah ... 8

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A.Konsep Belajar ... 9

1. Pengertian Belajar ... 9

2. Teori-teori Belajar ... 12

3. Jenis-jenis Belajar ... 12

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 17

a. Faktor Internal ... 18

b. Faktor Eksternal ... 20

5. Pembelajaran dan Pengajaran ... 22

6. Hubungan Belajar dengan Menghafal ... 26

B.Al-Qur’an ... 29

1. Definisi Al-Qur’an ... 29

2. Kaidah-kaidah Umum Dalam Menghafal Al-Qur’an ... 31

3. Kegiatan Penunjang Menghafal Al-Qur’an ... 34

C.Tunanetra ... 36

1. Pengertian Tunanetra ... 36

2. Klasifikasi Tunanetra ... 38

3. Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan ... 39

4. Permasalahan Pendidikan Anak Tunanetra ... 42

D.Kerangka Konseptual ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

A.Subyek Penelitian ... 48

B.Metode Penelitian ... 48

C.Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 49

1. Instrumen Penelitian ... 49

2. Teknik Pengumpulan Data ... 50

a. Observasi ... 50


(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A.Deskripsi Lokasi Penelitian... 56

B.Deskripsi Subyek Penelitian... 62

C.Pelaksanaan Pembelajaran Menghafal Al-Qur’an Subyel Penelitian ... 63

1. Persiapan AGL dalam menghafal Al-Qur’an ... 65

2. Pola Belajar AGL dalam Menghafal Al-Qur’an ... 67

3. Kiat-kiat AGL dalam Menghafal Al-Qur’an ... 69

D.Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B.Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ...


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibarat air yang mengalir, maka belajar merupakan sebuah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru yang juga dapat berpengaruh pada perubahan pola pikir dan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan pemahaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya, karenanya belajar diantaranya memiliki sifat mengalir, kontinu dan dinamis.

Belajar memiliki banyak pengertian, menurut beberapa ahli yang mengemukakan tentang arti belajar dari sudut pandang masing-masing diantaranya :

Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif ( 2005 ), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan. Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, menulis bahwa belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu


(8)

pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.

Sedangkan Moh. Surya (1981:32), memberikan definisi belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.

Dari beberapa definisi belajar tersebut, maka dapat kita lihat ciri-ciri dari belajar, yaitu :

1. Adanya perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar;

2. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif);

3. Perubahan tersebut tidak berlangsung sesaat, melainkan melalui suatu usaha dan proses yang bersifat menerus akibat interaksi dengan lingkungan.

Kemampuan untuk belajar merupakan sebuah karunia Allah SWT yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah SWT menciptakan manusia dengan segala kelebihan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu diberikannya akal kepada manusia untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin di dunia ini. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu malakukan kegiatan belajar.


(9)

Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW, yakni QS : Al-„Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur‟an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat berupa menelaah, mencari, mengkaji, meniliti dan juga menyampaikan. Selain Al-Qur‟an, Al-Hadist juga banyak menerangkan tentang pentingnya menuntut ilmu.

Agama Islam sebagai pedoman hidup kaum muslim tentunya tidak hanya mengatur hubungan hamba dengan Tuhan-nya saja, tetapi juga menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia, diantaranya adalah pendidikan. Zakiyah Daradjat mengatakan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life.

Zuhairini dan Abdul Ghafir menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah meningkatkan taraf kehidupan manusia melalui seluruh aspek yang ada sehingga sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi tahap. Jadi, pada dasarnya, pendidikan agama Islam menginginkan peserta didik yang memiliki fondasi keimanan dan ketakwaan yang kuat terhadap Allah SWT, karena iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi yang disebut takwa.

Pada sisi lain, Islam juga memandang setiap manusia mempunyai hak, kewajiban dan derajat yang sama dihadapan Allah SWT. Para penyandang Tunanetra seperti manusia yang awas pada umumnya, juga memiliki hak


(10)

mendapatkan kesempatan untuk mempelajari, memahami dan mendalami ajaran agama Islam termasuk Al-Qur‟an. Namun, dikerenakan keterbatasan yang dimilikinya, maka di dalam mempelajari, memahami dan mendalami ajaran agama Islam khususnya Al-Qur‟an para penyandang Tunanetra akan mendapatkan kesulitan, hal itu dikarenakan keterbatasan daya pandang yang mereka miliki yang disebabkan oleh rusaknya mata atau penglihatan. Oleh karena itu, di dalam mempelajari, memahami dan mendalami ajaran agama Islam termasuk Al-Qur‟an para penyandang Tunanetra membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain dan/atau alat bantu untuk mampu mengembangkan potensi dirinya agar mereka mampu merasakan hidup layaknya orang yang normal (sempurna).

Al-Qur‟an adalah salah satu wahyu Allah yang diberikan kepada Rasul -Nya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Al-Qur‟an juga merupakan mu‟jizat yang luar biasa dan diberikan kepada Khotam Al -Anbiya‟ yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat muslim sedunia.

Al-Qur‟an berisikan ajaran-ajaran Allah SWT, untuk memberikan petunjuk dan bimbingan yang benar kepada manusia sepanjang masa, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS: Al-Baqarah ayat 02, yang berbunyi:

ِلْمُتّقِينمَ

هُدقى

ميْمِ

ِييبَِ

ل

قْكِّمايَُ

ِلمََِ

Artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.

Membaca Al-Qur‟an adalah sebuah kegiatan yang mulia, dan merupakan amalan shalih. karena barang siapa yang membaca Al-Qur‟an, maka ia akan


(11)

mendapatkan pahala. Dan orang-orang yang selalu beramal shalih akan memperoleh ampunan dari Allah SWT. Sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur‟an QS : Hud ayat 11, yaitu:

ْم ِ ي ِ ِ ِ م ي ِ ي ق َِ ِلم َِ ق م كِ مَكت َُ ُ قنمِِ ِ ُ ق ِ ِ ِلبم تَُ م

Artinya: ”Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.

Tetapi tidak semua umat muslim dapat melihat dan menggunakan indera penglihatannya dengan baik, karena banyak faktor yang mempengaruhi. Ada kalanya karena bawaan sejak lahir atau juga karena kecelakaan, sehingga dia tidak bisa melihat. Tapi itu bukanlah hambatan bagi setiap umat muslim yang memiliki keterbatasan khususnya keterbatasan dalam penglihatan untuk mengetahui isi Al- Qur‟an.

Seorang muslim sudah seharusnya dapat mengamalkan isi dari Al-Qur‟an. Cara yang harus dilakukan agar kita faham isinya adalah dengan membacanya. Kewajiban mengamalkan isi Al-Qur‟an juga termasuk penyandang Tunanetra muslim yang tidak mengalami hambatan kecerdasan. Orang yang awas penglihatannya mungkin ketika membaca Al- Qur‟an bisa dilakukan dengan mudah, karena mereka bisa membaca langsung teks Al-Qur‟an atau apabila dia ingin mempelajari arti dari Al-Qur‟an, dia hanya membutuhkan terjemah Al -Qur‟an yang sudah banyak beredar.

Berbeda dengan orang yang awas, penyandang Tunanetra membutuhkan alat bantu lain yang berbeda dengan kita, Al-Qur‟an yang digunakan juga berbeda, apabila kita membaca Al-Qur‟an dengan cara membaca huruf-huruf yang ada di


(12)

dalamnya, maka bagi para penyandang Tunanetra yang memiliki keterbatasan, mereka membaca Al-Qur‟an dengan menggunakan jari-jarinya untuk meraba huruf-huruf dalam Al-Qur‟an yang menggunakan huruf Braille selain itu dia juga membutuhkan bantuan orang lain.

Namun demikian pada kenyataannya tidak sedikit seseorang penyandang Tunanetra justru memiliki kemampuan yang lebih dibanding orang yang awas di dalam membaca dan menghafal Al-Qur‟an dan banyak pula justru orang yang awas memiliki kesulitan di dalam membaca atau menghafal Al-Qur‟an. Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap cara penyandang Tunanetra yang membaca dan menghafal Al-Qur‟an.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di SLB Negeri A Pajajaran, didapati seorang peserta didik penyandang Tunanetra yang berinisial AGL, dimana saat peneliti akan melaksanakan ibadah shalat dzuhur di Musholla SLBN A Pajajaran tersebut, peneliti mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran yang dilantunkan oleh AGL di mushola tersebut. Lantunan yang begitu membuat peneliti terkesan akan bakat yang dimiliki AGL tersebut.

Peneliti merasa penasaran untuk bisa mengenal AGL tersebut, ternyata peserta didik AGL yang penyandang Tunanetra mampu menghafal surat-surat tanpa menggunakan Al-Quran Braille, dan tidak hanya sekedar menghafal tetapi mampu melantunkan ayat-ayat suci ini dengan baik dan benar

Peneliti melihat biasanya bagi orang yang awas dalam menghafal Al-Qur‟an membutuhkan proses pengulangan yang bisa dikatakan berkali-kali dalam menghafalnya, tetapi AGL memiliki kelebihan dalam kekuatan penghafalannya. Ia


(13)

mampu mengulang hafalannya hanya dalam beberapa kali membaca saja. Modal terbesar bagi AGL adalah ingatan dan pendengarannya.

Peneliti bertanya lebih jauh kepada AGL, surat apa yang sedang dibacakan tersebut dan ternyata AGL mengetahuinya dan AGL mampu menjawab surat yang sedang dibacanya. Melihat kemampuan AGL yang mampu menghafal Al-Qur‟an dengan cepat, maka peneliti sangat tertarik untuk melihat dan mengetahui lebih dalam bagaimana AGL ini dapat menghafal Al-Qur‟an dengan baik dan mampu mengingatnya dengan jelas dan bagaimana strategi belajar AGL dalam proses penghafalannya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti akan memfocuskan penelitian ini pada Pelaksanaan Pembelajaran Menghafal Al-Qur‟an Pada Anak Tunanetra Di SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung. Dari focus penelitian tersebut, peneliti merinci menjadi beberapa sub focus masalah agar lebih terarah. Adapun sub-sub focus masalah tersebut adalah :

1. Bagaimanakah persiapan AGL dalam pembelajaran menghafal Al-Qur‟an?; 2. Bagaimanakah pelaksanaan AGL dalam pembelajaran menghafal Al-Qur‟an?; 3. Bagaimanakah hasil yang diperoleh AGL dalam pembelajaran menghafal


(14)

C. Fokus Masalah

Agar dalam pelaksanaan penelitian ini lebih efektif dan efesien, maka fokus penelitian ini adalah:

1. Persiapan AGL dalam menghafal Al-Qur‟an; 2. Pola belajar AGL dalam menghafal Al-Qur‟an; 3. Kiat-kiat AGL dalam menghafal Al-Qur‟an.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh gambaran tentang persiapan pembelajaran dalam menghafal Al-Quran pada peserta didik penyandang Tunanetra pada umumnya dan AGL pada khususnya;

b. Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran dalam menghafal Al-Quran pada peserta didik penyandang Tunanetra pada umumnya dan AGL pada khususnya;

c. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil yang diperoleh AGL dalam menghafal Al-Quran.

2. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Secara Praktis :

1) Bagi Guru, dapat memberikan tambahan informasi tentang pembelajaran menghafal Al-Qur‟an pada peserta didik penyandang Tunanetra;


(15)

2) Bagi Orang tua, diharapkan dapat memberikan informasi bahwa anak penyandang Tunanetra pun dapat memiliki kemampuan dalam menghafal Al-Qur‟an.

b. Secara Teoritis :

Hasil penelitian ini mampu menghasilkan manfaat secara teoritis yaitu mampu memberikan sumbangan pemikiran dan tolak ukur kajian penelitian lebih lanjut.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk menambah wawasan peneliti tentang pengetahuan menghafal Al-Qur‟an bagi penyandang Tunanetra khususnya dalam melakukan penelitian lebih lanjut.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Subyek Penelitian.

Penelitian mengenai pelaksanaan pembelajaran menghapal Al-Qur’an ini dilaksanakan terhadap subyek penelitian yaitu seorang siswa Tunanetra di SLB Negeri A Pajajaran Kota Bandung Jawa Barat yang kita sebut saja berinisial AGL. Subyek ini dipilih oleh peneliti berdasarkan kemampuan hafalan Al-Qur’an yang dimilikinya jauh lebih baik dibandingkan dengan teman-teman siswa Tunanetra lainnya di SLB Negeri A Pajajaran.

B.Metode Penelitian.

Metode penelitian digunakan untuk memudahkan suatu penelitian. Dengan kata lain metode penelitian akan memberikan petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau petunjuk bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif yang bersifat Eksploratif, yaitu dengan teknik studi kasus. Menurut Sugiyono (2007 : 15), Metode Penelitian Kualitatif ialah:

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian Kualitatif atau kajian kualitatif digunakan dalam penelitian ini, karena penelitian ini menekankan pada upaya investigatif untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena tentang siswa tunanetra yang menghapal AL-Qur’an.


(17)

Adapun penelitian Eksploratif adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari sebab atau hal-hal yang mempengaruhi sesuatu. Dalam penelitian ini, penelitian eksploratif digunakan dalam penelitian ini karena dianggap lebih gamblang dan detil dalam memperoleh fakta dan realita dalam mengetahui siswa tunanetra dalam menghafal Al-Qur’an.

C.Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. 1. Instrumen Penelitian.

Instrumen penelitian adalah sarana penelitian (berupa seperangkat tes dsb) untuk mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan. (Depdiknas, 2005:437).

“Dalam penelitian kualitataif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri” (Sugiyono, 2010:222). Selain itu, menurut Sugiyono (2010:222) bahwa:

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Dengan kata lain, dalam Penelitian Kualitatif, peneliti adalah sebagai kunci instrumen karena dalam penelitian kualitatif peneliti menjadi segalanya dari seluruh proses penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:223)

bahwa “peneliti adalah merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitataif”.

Dari pernyataan Sugiyono tersebut, maka keberadaan peneliti dapat dikatakan pula sebagai instrumen alat pengumpul data yang utama. Hal ini karena dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrumen pokok yang dapat mengadakan pencarian terhadap fenomena atau objek yang belum jelas dan belum pasti yang


(18)

terjadi di lapangan. Selain itu, hanya peneliti yang dapat menyesuaikan dan berhubungan dengan responden dan subjek lainnya serta dapat memahami kaitan-kaitan dengan kenyataan di lapangan dan mampu menilai apakah kehadiran peneliti dapat menjadi faktor pengganggu sehingga apabila itu terjadi hal-hal demikian, peneliti bisa menyadarinya sekaligus berusaha mengatasinya. Nasution (Sugiyono, 2010:223) menyatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti ... Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Jadi, yang menjadi instrumen kunci dan alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

2. Teknik Pengumpulan Data.

Menurut Moh. Nazir (1998:21) pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standard untuk memperoleh data yang diharapkan. Sesuai dengan data yang diambil oleh peneliti maka peneliti akan terjun langsung kelapangan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, dengan menggunakan alat pengumpulan data dan berupa pedoman observasi, wawacara dan studi dokumentasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi.

Menurut Suharsimi Arikunto (1999:128), observasi yaitu pengamatan meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh


(19)

alat indera. Spreadley (1980:121) membedakan tiga tingkatan selama melakukan observasi yaitu:

1. Tanpa partisipasi dimana peneliti tidak terlihat dalam situasi social yang diteliti, misalnya pengamatan program;

2. Partisipasi aktif dimana peneliti hadir dalam situasi social tapi tidak berpartisipasi atau berinteraksi dengan orang yang diteliti;

3. Partisipasi moderat dimana peneliti menjaga keseimbangan diantara keberadaannya sebagai orang dalam dan orang luar.

Teknik obesrvasi ini digunakan peneliti untuk mengamati secara langsung bagaimana strategi belajar yang bernama Ahmad Ghiffari Lazuardiuntuk menghafal Al-Quran.

b. Wawancara.

Selain melalui kegiatan Observasi, data yang dikumpulkan sebagai bahan penelitian ini dilakukan dengan cara Wawancara. Menurut Moh. Nazir (1990:234) Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dan penjawab atau responden dengan menggunakan alat panduan wawancara (interview quide). Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh data informasi verbal secara langsung dari sumber data. Untuk memperoleh informasi tersebut dijadikan pedoman wawancara yang meliputi: bagaimana persiapan belajar AGL dalam menghafal Al-Quran, bagaimana pelaksanaan dan kiat-kiat AGL dalam menghafal Al-Quran tersebut?


(20)

D.Pengujian Keabsahan Data.

Untuk menguji tingkat keabsahan suatu data yang diperoleh, maka peneliti harus melakukan pengujian keabsahan atas data-data yang diperoleh. Menurut Leyang berinisal J Moleong (1988:178) Keabsahan Data yang berhubungan dengan masalah seberapa jauh kebenaran dan kenetralan hasil penelitian ini diperoleh melalui beberapa kegiatan berikut :

1. Perpanjangan Keikutsertaan.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrument itu sendiri. Keikutsertaan peneliti itu sendiri sangat menetukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan ini memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kepercayaan atau ketidakbenaran informasi yang berkaitan dengan strategi belajar AGL untuk menghafal Al-Qur’an.

2. Ketekunan Pengamatan .

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan cirri-ciri atau unsure-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci dan teliti terhadap faktor-faktor yang menonjol. Dengan demikian didapatlah informasi secara mendalam bagaimana strategi AGL untuk menghalafal Al-Qur’an.

3. Triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Jadi triangulasi merupakan membandingkan dan


(21)

mengecek balik derajat kepercayaan atau keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang diluar data itu sendiri.Teknik yang dipakai melalui sumber yaitu memnadingkan derajat kepercayaan dari obeservasi dan wawancara dengan AGL sendiri dan rekan-rekan serta pihak terkait lainnya. 4. Diskusi dengan orang lain.

Diskusi dengan orang lain yaitu membicarakan masalah dengan orang banyak untuk mengetahui hal-hal-hal yang diteliti seperti orang tua, tetangga terdekat dan pihak terkait lainnya.

5. Mengadakan audit dengan dosen pembimbing yang bertujuan untuk memeriksa kelengkapan dan ketelitian yang dilakukan sehingga timbul keyakinan bahwa yang diperoleh adalah tepat mencapai kebenaran yang diharapkan.

E.Teknik Analisis Data

Adapun langkah selajutnya adalah dengan melakukan analisis data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data sebelumnya. Analisis data merupakan tahap akhir sebelum menarik kesimpulan. Menurut Sugiyono (2005;89), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentansi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan yang perlu dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan,


(22)

mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam rangka menyusun jawaban terhadap tujuan peneliti.

Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah:

1. Mencatat hasil penelitian yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal Al-Qur’an;

2. Mengklasifikasikan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal

Al-Qur’an;

3. Menganalisis data yang telah diperoleh. Data yang telah terkumpul tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal Al-Qur’an yang terlebih dahulu sudah diseleksi, disederhanakan, diorganisasikan secara sistematis dan rasional;

4. Memberikan interpretasi terhadap data yang elah didapat. Memberikan makna (memaknai) data yang telah diperoleh dari analisis tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal Al-Qur’an;

5. Memberikan penilaian. Mengadakan evaluasi tentang data yang diperoleh di lapangan terutama tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal Al-Qur’an;

6. Menarik kesimpulan. Menganalisis dari sajian data yang telah terorganisasi dalam bentuk pertanyaan, kalimat atau format yang singkat dan padat yang


(23)

mengandung pengertian yang luas tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal Al-Qur’an.


(24)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan pada Bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian, yaitu :

1. Bahwa pada dasarnya setiap orang dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an, asalkan memiliki niat dan tekad serta kemauan dan usaha yang sungguh-sungguh. Keterbatasan fisik, seperti halnya keterbatasan dalam penglihatan, bukanlah menjadi penghalang bagi seseorang untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an bahkan memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an.

2. Seperti apa yang telah dilakukan oleh AGL seorang penyandang Tunanetra. Adapun kunci keberhasilan AGL dalam mempelajari dan menghafal Al-Qur’an, yang pertama adalah niat dan tekad serta keinginan yang kuat untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an. Adanya niat dan tekad serta keinginan yang kuat saja tidaklah cukup, karena tanpa usaha untuk mewujudkan niat dan tekad serta keinginan yang kuat tersebut yaitu usaha yang sungguh-sungguh juga tidak kalah pentingnya.

3. Pola belajarnya AGL di dalam menghafal AL-Qur’an dilakukann secara rutin setiap selesai sholat maghrib. Cara yang dilakukan AGL adalah ayat yang akan dihafalkan terlebih dahulu dibacakan oleh rekannya, kemudian AGL akan terus


(25)

inilah yang selalu dilakukan oleh AGL. Adapun kiat AGL dalam menghafal Al-Qur’an ialah, adalah niat yang ikhlas yang harus ditanamkan sebelum memulai menghafal Al-Qur’an. Kiat yang selanjutnya, mengulang hafalan tersebut ketika menjadi imam sholat, hal ini dilakukan oleh AGL agar hafalan tersebut tidak mudah hilang. Kiat selanjutnya, AGL tidak pernah memaksakan untuk menghafal lebih dari kemampuannya, karena AGL memiliki target sendiri dalam menetukan berapa banyak hafalan yang harus didapatnya hari itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola khusus dilakukan AGL dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an. Jadi yang terpenting adalah adanya keinginan dan tekad yang kuat dari diri seseorang untuk memperlajari dan menghafal Al-Qur’an. Namun demikian khusus bagi siswa penyandang Tunanetra perlu adanya dukungan dan dari semua pihak khususnya pihak sekolah sehingga mereka dapat dengan mudah memperlajari dan menghafal Al-Qur’an

4. Karena adanya keinginan dan tekad yang kuat serta usaha-saha yang telah dilakukannya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, AGL yang seorang penyandang Tunanetra pada akhirnya dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an seperti layaknya orang-orang yang awas.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan terhadap AGL dan pelaksanaan pembelajaran khususnya menghafal Al-Qur’an di SLB Negeri A


(26)

berikut:

1. Meski pembelajaran Mata Pelajaran Agama Islam telah diberikan porsi yang cukup di SLB Negeri A Pajajaran Bandung, namun mengingat begitu kuatnya niat dan keinginan siswa Tunanetra seperti halnya AGL dan beberapa siswa lainnya untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an, maka seyogyanya selain melalui pelaksanaan pembelajaran pada Mata Pelajaran Agama Islam yang secara reguler dilaksanakan di kelas, seyogyanya pihak sekolah atau guru dapat memberikan waktu tambahan yang khusus diberikan di luar jam-jam pelajaran khususnya untuk pembelajaran menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an sebagai mata pelajaran ekstra kurikuler selain mata pelajaran ekstra kurikuler lainnya.

2. Selain itu, untuk dapat lebih meningkatkan motivasi siswa Tunanetra di dalam mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an, agar sesekali dilaksanakan lomba hafalan ayat-ayat Al-Qur’an bagi siswa-siswa Tunanetra di SLB Negeri A Pajajaran Bandung;

3. Meski peneliti sangat yakin bahwa selama ini orang tua siswa Tunanetra telah memberikan perhatian khusus dan memberikan dorongan dan motivasi kepada anak Tunanetra dalam hal pendidikan formal, akan tetapi juga agar dapat lebih memberikan kesempatan kepada anak Tunanetra untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Abdur Rauf, A. (1996), Kiat Sukses Menghafal Qur’an, Dzilal Press, Jakarta.

Abdul Khaliq, A. (2006), Bagaimana Menghafal Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.

Widdjajantin, A. dan Hitipeuw, I. (1995), Ortopedagogik Tunanetra I, Depdikbud Arsyad, A. (2007), Media Pembelajaran, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Dryden, G. & Vos, J. (2003), Revolusi Cara Belajar, PT Mizan Pustaka,

Bandung.

Jauzi, I. (2009), Hafalan Buyar Tanda Tak Pintar, Pustaka Arafah, Solo.

J. Moleong, L. (1988), Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2008), Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta

, (2001), Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara, Jakarta. Hadi, P. (2005), Kemandirian Tunanetra, Jakarta ; Depdinas

Hildayani, R. dkk, (2005), Penanganan Anak Berkelainan, Universitas Terbuka; Jakarta

Arianti, R. (2009), Studi Deskriptif Tunanetra Yang Berjalan Dengan Menggunakan Gerobak, PLB FIP UNP

Fauzan Al-Fauzan, S. (2007), Keajaiban Belajar Al-Qur’an, Al-Qowam ; Solo Slameto, (2003), Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, PT Rineka

Cipta; Jakarta

Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Asdi Mahasatya Sugiyono, (2005), Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


(28)

Al-Qaradhawi, Y. (2000) Bagaimana Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar ; Jakarta.

www.islamhouse.com Muhsin Qasim, A. (2007) Cara Praktis Menghafal


(1)

mengandung pengertian yang luas tentang persiapan, pelaksanaan dan kiat-kiat belajar AGL dalam menghafal Al-Qur’an.


(2)

79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan pada Bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian, yaitu :

1. Bahwa pada dasarnya setiap orang dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an, asalkan memiliki niat dan tekad serta kemauan dan usaha yang sungguh-sungguh. Keterbatasan fisik, seperti halnya keterbatasan dalam penglihatan, bukanlah menjadi penghalang bagi seseorang untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an bahkan memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an.

2. Seperti apa yang telah dilakukan oleh AGL seorang penyandang Tunanetra. Adapun kunci keberhasilan AGL dalam mempelajari dan menghafal Al-Qur’an, yang pertama adalah niat dan tekad serta keinginan yang kuat untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an. Adanya niat dan tekad serta keinginan yang kuat saja tidaklah cukup, karena tanpa usaha untuk mewujudkan niat dan tekad serta keinginan yang kuat tersebut yaitu usaha yang sungguh-sungguh juga tidak kalah pentingnya.

3. Pola belajarnya AGL di dalam menghafal AL-Qur’an dilakukann secara rutin setiap selesai sholat maghrib. Cara yang dilakukan AGL adalah ayat yang akan dihafalkan terlebih dahulu dibacakan oleh rekannya, kemudian AGL akan terus


(3)

mengulang-ulang bacaan tersebut, sampai ia dapat menguasainya. Pola seperti inilah yang selalu dilakukan oleh AGL. Adapun kiat AGL dalam menghafal Al-Qur’an ialah, adalah niat yang ikhlas yang harus ditanamkan sebelum memulai menghafal Al-Qur’an. Kiat yang selanjutnya, mengulang hafalan tersebut ketika menjadi imam sholat, hal ini dilakukan oleh AGL agar hafalan tersebut tidak mudah hilang. Kiat selanjutnya, AGL tidak pernah memaksakan untuk menghafal lebih dari kemampuannya, karena AGL memiliki target sendiri dalam menetukan berapa banyak hafalan yang harus didapatnya hari itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola khusus dilakukan AGL dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an. Jadi yang terpenting adalah adanya keinginan dan tekad yang kuat dari diri seseorang untuk memperlajari dan menghafal Al-Qur’an. Namun demikian khusus bagi siswa penyandang Tunanetra perlu adanya dukungan dan dari semua pihak khususnya pihak sekolah sehingga mereka dapat dengan mudah memperlajari dan menghafal Al-Qur’an

4. Karena adanya keinginan dan tekad yang kuat serta usaha-saha yang telah dilakukannya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, AGL yang seorang penyandang Tunanetra pada akhirnya dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an seperti layaknya orang-orang yang awas.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan terhadap AGL dan pelaksanaan pembelajaran khususnya menghafal Al-Qur’an di SLB Negeri A


(4)

81

Pajajaran Bandung, terdapat beberapa saran yang penulis kemukakan sebagai berikut:

1. Meski pembelajaran Mata Pelajaran Agama Islam telah diberikan porsi yang cukup di SLB Negeri A Pajajaran Bandung, namun mengingat begitu kuatnya niat dan keinginan siswa Tunanetra seperti halnya AGL dan beberapa siswa lainnya untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an, maka seyogyanya selain melalui pelaksanaan pembelajaran pada Mata Pelajaran Agama Islam yang secara reguler dilaksanakan di kelas, seyogyanya pihak sekolah atau guru dapat memberikan waktu tambahan yang khusus diberikan di luar jam-jam pelajaran khususnya untuk pembelajaran menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an sebagai mata pelajaran ekstra kurikuler selain mata pelajaran ekstra kurikuler lainnya.

2. Selain itu, untuk dapat lebih meningkatkan motivasi siswa Tunanetra di dalam mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an, agar sesekali dilaksanakan lomba hafalan ayat-ayat Al-Qur’an bagi siswa-siswa Tunanetra di SLB Negeri A Pajajaran Bandung;

3. Meski peneliti sangat yakin bahwa selama ini orang tua siswa Tunanetra telah memberikan perhatian khusus dan memberikan dorongan dan motivasi kepada anak Tunanetra dalam hal pendidikan formal, akan tetapi juga agar dapat lebih memberikan kesempatan kepada anak Tunanetra untuk dapat mempelajari dan menghafal Al-Qur’an serta memahami kandungan-kandungan Al-Qur’an.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Abdur Rauf, A. (1996), Kiat Sukses Menghafal Qur’an, Dzilal Press, Jakarta.

Abdul Khaliq, A. (2006), Bagaimana Menghafal Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.

Widdjajantin, A. dan Hitipeuw, I. (1995), Ortopedagogik Tunanetra I, Depdikbud Arsyad, A. (2007), Media Pembelajaran, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Dryden, G. & Vos, J. (2003), Revolusi Cara Belajar, PT Mizan Pustaka,

Bandung.

Jauzi, I. (2009), Hafalan Buyar Tanda Tak Pintar, Pustaka Arafah, Solo.

J. Moleong, L. (1988), Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2008), Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta

, (2001), Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara, Jakarta. Hadi, P. (2005), Kemandirian Tunanetra, Jakarta ; Depdinas

Hildayani, R. dkk, (2005), Penanganan Anak Berkelainan, Universitas Terbuka; Jakarta

Arianti, R. (2009), Studi Deskriptif Tunanetra Yang Berjalan Dengan Menggunakan Gerobak, PLB FIP UNP

Fauzan Al-Fauzan, S. (2007), Keajaiban Belajar Al-Qur’an, Al-Qowam ; Solo Slameto, (2003), Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, PT Rineka

Cipta; Jakarta


(6)

Al-Qaradhawi, Y. (2000) Bagaimana Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar ; Jakarta.

www.islamhouse.com Muhsin Qasim, A. (2007) Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an.