POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA TINGKAT SDLB DI SLBN-A PAJAJARAN KOTA BANDUNG.

(1)

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA

PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA TINGKAT SDLB DI

SLBN-A PAJAJARAN KOTA BANDUNG

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLBN-A Bandung) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh JUANITA SARI

0905936

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S1

==================================================================

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA

PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA TINGKAT SDLB DI

SLBN-A PAJAJARAN KOTA BANDUNG

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLBN-A Bandung)

Oleh : Juanita Sari

0905936

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Juanita Sari

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

JUANITA SARI 090596

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK TUNANETRA YANG MEMILIKI RASA PERCAYA DIRI RENDAH TINGKAT SDLB DI SLBN-A PAJAJARAN KOTA

BANDUNG

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLBN-A Negeri Bandung) DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Dr. Hj. Ehan, M.Pd NIP. 19590414 198503 1 005

Pembimbing II

Dra. Hj. Neni Meiyani, M.Pd NIP. 19620512 198803 2 0031

Mengetahui

Ketua Departeman Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Budi susetyo, M. Pd NIP. 19580907 198703 1 001


(4)

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA DI TINGKAT SDLBNA PAJAJARAN KOTA BANDUNG

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di Tingkat SDLBNA Pajajaran Kota Bandung)

ABSTRAK

Keluarga merupakan lingkungan utama yang berperan penting dalam menciptakan pola asuh terhadap pembentukan konsep diri anak. Pola asuh merupakan perwujudan tanggungjawab orang tua sebelum anak mengenal sekolah dan komunitas bermain. Jika konsep diri terus terbangun dengan baik, anak akan selalu memiliki kekuatan dalam dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra dalam pola asuh orang tua, meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra dalam hubungan dengan diri sendiri dan meningkatkan prestasi belajar anak tunanetra.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan pengamatan di lapangan. Subjek penelitian yakni dua orang tua yang memiliki anak tunanetra, dua orang anak tunanetra, dan seorang guru yang mengajar di kelas anak tunanetra. Penelitian ini menggunakan triangulasi data sebagai alat keabsahan data.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh kedua orang tua memiliki pengaruh yang berbeda terhadap rasa percaya diri anak. Orang tua dari ANS menerapkan pola asuh permisif (permisive) yakni pengasuhan yang lebih mengedepankan kasih sayang tetapi tidak memberikan batasan berupa tuntutan, setelah ANS terlebih dahulu diasuh oleh bibinya dengan pola asuh permissive-indifferent atau pola asuh tidak peduli yaitu Pola asuh yang tidak memiliki patron atau aturan yang jelas (sembrono) selama masa balitanya, sehingga ANS memiliki self esteem yang rendah. Sedangkan, orang tua MAL menerapkan pola asuh demokratis yaitu pengasuhan yang memberikan tuntutan kepada anak sekaligus responsif terhadap kemauan dan kehendak anak sehingga MAL cepat beradaptasi meskipun ia mengalami tunanetra ketika berumur empat tahun.

Penelitian ini direkomendasikan kepada orang tua, guru maupun peneliti selanjutnya, bahwa orang tua dapat peka menentukan pola asuh yang diterapkan sesuai dengan kondisi anak tunanetra, dapat berperan sebagai pendorong, pembimbing, motivator agar anak dapat berkembang dengan wajar, dan para peneliti berikutnya lebih jeli lagi melihat kasus pola asuh yang memiliki latar belakang yang unik dibanding kasus yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.


(5)

DAFTAR ISI LEMBAR HAK CIPTA

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR MOTTO

UCAPAN TERIMA KASIH ... i

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Fokus Masalah Penelitian ... 4

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN TEORI A.Konsep Dasar Pola Asuh Orang Tua ... 6

1. Pengertian Pola Asuh ... 7

2. Dimensi Pola Asuh ... 7

3. Jenis-Jenis Orang Tua ... 9

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 16

B.Konsep Dasar Anak Tunanetra ... 17

1. Pengertian Anak Tunanetra ... 17

2. Ciri-Ciri Anak Tunanetra ... 18

3. Karakteristik Tunanetra ... 19

4. Klasifikasi Tunanetra ... 22

5. Kebutuhan-Kebutuhan Tunanetra ... 24

6. Dampak Ketunanetraan Terhadap Perkembangan Anak ... 25

7. Pemahaman Kecacatan Tunanetra ... 28

C.Konsep Dasar Kepercayaan Diri ... 32

1. Definisi Kepercayaan Diri ... 32


(6)

3. Aspek Kepercayaan Diri Pada Anak Tunanetra ... 37

4. Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Pada Anak Tunanetra 39 BAB III METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 43

B.Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian ... 46

1. Lokasi Penelitian ... 46

2. Subjek Penelitian ... 46

C.Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 47

1. Instrumen Penelitian ... 47

2. Teknik Pengumpulan Data ... 49

D.Prosedur Penelitian ... 51

1. Tahap Pra Lapangan ... 52

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 53

3. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data ... 53

4. Tahap Analisis dan Penafsiran Data ... 53

E. Pengujian Keabsahan Data ... 53

1. Perpanjangan Pengamatan ... 53

2. Triangulasi ... 54

3. Member Check ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 55

1. Reduksi Data ... 56

2. Penyajian Data ... 56

3. Penarikan Kesimpulan ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 58

1. Deskripsi Subjek ... 58

2. Deskripsi Data ... 61

B.Pembahasan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 93

B.Saran ... 94


(7)

2. Bagi Guru ... 95

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

DAFTAR LAMPIRAN ... 99


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu lahir dari sebuah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang utama agar dapat tumbuh utuh secara mental, emosional dan sosial. Pertemuan dengan ibu, ayah, dan lingkungan dalam keluarga itu sendiri menjadi subjek sosial yang nantinya akan membentuk dasar anak dengan orang lain. Hubungan orang tua dengan anak merupakan hubungan yang pertama dan dianggap sebagai suatu sistem yang saling berinteraksi karena sistem-sistem tersebut berpengaruh pada anak, baik secara langsung maupun tidak, melalui sikap dan cara pengasuhan anak oleh orang tua.

Orang tua selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Perasaan ini kemudian mendorong orang tua untuk memiliki perilaku tertentu dalam mengasuh anak-anak mereka. Perilaku mengasuh dan mendidik anak sudah menjadi pola yang secara sadar atau hakekat mutlak yang keluar ketika menjadi orang tua. Oleh karena itu orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam kaitannya dengan menumbuhkan rasa aman, kasih sayang, dan harga diri yang semua itu merupakan faktor kebutuhan psikologis individu agar anak benar-benar paham akan konsep kehidupan. Cinta dan kasih sayang orang tua merekatkan keharusan dan ketulusannya untuk memelihara anak walau dalam kondisi apapun.

Banyak orang tua yang dihadapkan dengan keberagaman kendala ketika mengasuh anaknya, apalagi harus menerima keadaan anak dengan kecacatan atau tunanetra. Orang tua diharapkan peka terhadap kebutuhan anak tunanetra seperti memberikan perhatian lebih kepada anak tunanetra, memahami kondisi fisik dan mental mereka, juga mencegah atau mengurangi dampak dari masalah yang dihadapinya.

Dengan kondisi tunanetra seorang anak membutuhkan pola asuh khusus, sebab ketunanetraan seringkali membawa penyandangnya pada keterbatasan


(9)

2

kemampuan berorientasi pada lingkungannya. Keterbatasan ini dapat menimbulkan rasa kecewa, menjadi emosional, dan berpotensi menyebabkan masalah kejiwaan seperti rasa pesimistis, masa bodoh, putus asa, dan rendah diri.

Seperti yang dikemukakan Tirtonegoro dan Soemarno (1984, hal.9), mengatakan bahwa “umumnya penyandang cacat cenderung bersikap dan atau bertingkah laku yang kurang wajar, yang menunjukkan sifat harga diri kurang terhadap lingkungannya (malu, kurang berani, suka menarik diri dan sebagainya)”. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Muhammad (2008, hal.78) yang mengatakan bahwa “anak-anak yang mengalami masalah penglihatan biasanya berhubungan dengan kurangnya kepercayaan diri dan interaksi dengan orang-orang yang dapat melihat”.

Hal di atas menjelaskan bahwa keterbatasan kognitif bukanlah dampak langsung dari ketunanetraan yang dialami, tetapi lebih merupakan dampak tidak langsung terhadap lingkungan sekitarnya. Perasaan-perasaan yang cenderung negatif yang dialami oleh anak tunanetra dapat menyebabkan rasa kurang berharga atau rendah di tengah masyarakat terhadap peran dan perkembangannya.

Secara karakteristik kecacatan tersebut tidak merupakan suatu masalah. Masalah yang ditimbulkan oleh kecacatnetraan dapat menyangkut berbagai aspek kehidupan seseorang, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosialnya. Dalam hal ini menyangkut rasa kepercayaan diri yang rendah. Hal-hal inilah yang sering menjadi permasalahan sosial bagi anak tunanetra.

Dari observasi pertama, penulis menemukan bahwa salah satu faktor rendah atau kurangnya rasa percaya diri anak tunanetra disebabkan oleh pola asuh dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian orang tua sangat berperan dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak tunanetra, sehingga anak tunanetra yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri. Kepercayaan diri dan kebesaran hati membuatnya bersikap, bergaul, bersama orang lain dengan penuh percaya diri dan kemampuan menghadapi segala kesulitan dengan kepercayaan diri yang


(10)

besar. Hal yang demikian sangat mendukung pembelajaran sosial dan moral dari dalam diri anak.

Orang tua perlu menumbuhkan konsep diri pada anak sehingga akan memunculkan rasa percaya diri. Jika konsep diri terus terbangun dengan baik, anak akan selalu memiliki kekuatan dalam dirinya bahwa AKU BISA. Sesungguhnya, lingkunganlah yang banyak berperan untuk membentuk konsep diri anak. Lingkungan di sini diartikan sebagai rumah yang di dalamnya terdapat orangtua, juga sekolah yang di dalamnya terdapat guru. Selain itu, juga termasuk komunitas bermain anak yang di dalamnya terdapat teman dan orang lainnya (Munaf 2005, hal.123).

Kepercayaan diri berbanding lurus dengan konsep diri anak. Semakin positif konsep diri anak, akan semakin kuat kepercayaan dirinya. Sebaliknya, semakin negatif konsep diri anak, semakin runtuh kepercayaan dirinya (Munaf 2005, hal.122). Kepercayaan diri anak akan membantu potensi dan kemampuannya sehingga menentukan tindakan-tindakan terbaik dan efektif untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Ketika hasil tersebut tercapai, selanjutnya akan membentuk lagi tonggak kepercayaan diri anak sehingga kepercayaan diri itu semakin kuat.

Jadi, jika memperhatikan kemampuan anak, maka anak akan memiliki kepercayaan diri. Dengan kepercayaan diri itulah, kelemahan-kelemahan anak dapat diselesaikan atau diatasi. Mengatasi kelemahan anak tanpa kepercayaan diri yang berasal dari dirinya sendiri, biasanya sulit berhasil.

Seperti hasil temuan lapangan, bahwa dua anak telah diteliti terkait pola asuh orang tuanya mempengaruhi rasa percaya diri. Salah satu orang tua menunjukkan pola asuh yang salah kepada anak dengan membiarkan anaknya diasuh oleh kakaknya sejak BALITA sehingga anak tersebut memiliki konsep diri rendah . berbeda pula dengan seorang ibu lainnya, yang lebih memilih mengasuh sendiri anaknya meskipun telah menjadi tunanetra di usia empat tahun.

Berdasarkan paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini akan meneliti peran orang tua pada anak tunanetra dengan judul: “Pola Asuh Orang tua dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Tunanetra Tingkat SDLB di SLBN-A Pajajaran Kota Bandung”.


(11)

4

B. Fokus Masalah Penelitian

Banyak permasalahan yang dapat diidentifikasi terkait pola asuh orang tua terhadap anak tunanetra. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan fokus penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola asuh orang tua dalam meningkatkan percaya diri anak tunanetra dalam memelihara diri?

2. Bagaimana pola asuh orang tua dalam meningkatkan hubungan dengan diri sendiri anak tunanetra?

3. Bagaimana pola asuh orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak tunanetra?

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran pola asuh orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra tingkat SDLB Di SLBN A PAJAJARAN Kota Bandung. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui gambaran pola asuh orang tua dalam memelihara diri anak tunanetra.

b. Untuk mengetahui gambaran pola asuh orang tua dalam meningkatkan hubungan dengan diri sendiri anak tunanetra.

c. Untuk mengetahui gambaran pola asuh orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak tunanetra.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan titik tolak untuk mengembangkan lebih lanjut ilmu pengetahuan profesi guru pendidikan khusus terhadap keluarga yang memiliki anak tunanetra.


(12)

b. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan evaluasi bagi keluarga yang diteliti agar menjadi keluarga interaktif, terutama orang tua yang lebih peka lagi dalam menerapkan pola pengasuhan terhadap anaknya yang tunanetra.


(13)

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menggambarkan tentang pola asuh orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra tingkat SDLB di SLBN-A Pajajaran Kota Bandung. Untuk mengungkap suatu fenomena dan fenomena tersebut dibutuhkan metode penelitian. Menurut Sugiono (2009, hal.1) :

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu, dimana cara ilmiah ini berarti kegiatan keilmuan itu dilandasi oleh metode. Dengan cara ilmiah ini diharapkan data yang diperoleh lebih objektif, dan valid..

Sejalan dengan penjelasan di atas, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dipilih karena peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan apa yang berlaku atau terjadi. Menurut Nasution (1988, hal.18) pada penelitian yang menggunakan metode deskriptif “terdapat upaya memahami, mengembangkan atau mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami apabila terpisah dari masalah yang ingin diketahui”.

Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan permasalah yang dihadapi pada masa sekarang dan dapat dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dan analisis laporan dengan tujuan utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskripsi situasi.

(Soehartono, 2000:35) mendefinisikan “metode deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan tentang suatu keadaan masyarakat atau suatu kelompok orang atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih.” Selanjutnya, Surakhmad (1995), (Sugiyono, 2009:Hal.89) menambahkan


(14)

penjelasannya bahwa metode deskriptif pada dasarnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik)

Selain itu, dikarenakan peneliti ingin mengungkap sebuah permasalahan yang ditemukan di lapangan yang berupa sebuah kasus, maka peneliti menggunakan metode deskriptif studi kasus. Dalam hal ini peneliti berusaha untuk mendeskripsikan kasus yang diteliti di lapangan.

(Nazir Moh 1988::hal.71), mendefinisikan studi kasus adalah penelitian tentang setatus suvjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khaas dari keseluruhan personalitas.

Seperti yang dikemukakan Bodgan dan Taylor (Basrowi dan Suwandi, 2008: hal.21) mendefinisikan “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.

Hal senada diungkapkan oleh Afifuddin (2012, hal.86) yaitu:

Studi kasus yang digali adalah entitas tunggal atau fenomena (“kasus”) dari suatu masa tertentu dan aktivitas (bisa berupa program, kejadian, proses, institusi, atau kelompok sosial), serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama kasus itu terjadi.

Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak tunanetra dan kepercayaan dirinya. Kemudian dari kasus tersebut maka peneliti ingin mengungkapkan bagaimana peranan pola asuh orang tua dari rasa percaya diri anak tunanetra tersebut.

Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti berusaha memahami anak tunanetra dari kerangka berpikirnya sendiri. Dengan demikian, yang utama adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan anak tunanetra itu sendiri sebagai partisipan.


(15)

45

Semua perspektif menjadi bernilai bagi peneliti. Menurut Afifuddin (2012, hal.84) penelitian kualitatif adalah: “Proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh (holistik), dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah”. Moleong (2002, hal.2) menjelaskan maksud dari penelitian kualitatif yaitu:

Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pendekata-katan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Zuriah (2007, hal.92) mengartikan, “… Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.

Kirk dan Miller (dalam Zuriah, 2007, hal.92) memaparkna bahwa, “Tradisi dalam penelitian kualitatif secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristiwanya”. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Meneliti subjek yang bersifat alamiah tanpa ada perlakuan (sebagai lawannya adalah eksperimen)

2. Data bersifat deskriptif yaitu data yang dikumpulkan lebih banyak dalam bentuk kata-kata (deskripsi) dan /atau gambar dibanding angka-angka.

3. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama atau instrumen kunci. 4. Hasil penelitian lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi.

Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang biasa disebut juga dengan penelitian naturalistik, karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan mengandung makna. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif juga tidak dipandu oleh teori namun oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan dan kemudian dideskripsikan oleh peneliti. Oleh karena itu, analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan


(16)

fakta-fakta yang ditemukan, dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis dan teori.

B. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SLBN-A Kota Bandung,yang beralamat di jalan Pajajaran No.52, Kelurahan Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo, dan juga di rumah orang tua kedua anak tunanetra jalan Malang No. 53 Antapani Bandung dan Jalan karang tineng indah Bandung.

2. Subjek Penelitian

Subjek yang akan diteliti disebut informan. Informan adalah yang memberikan informasi tentang suatu kelompok atau entitas tertentu, dan informan diharapkan menjadi representatif dari kelompok atau entitas tersebut. (Afifuddin, 2012, hal.88).

Penentuan subjek dilakukan dengan tehnik Purposive Sampling. Sugiyono (2009, hal.54) menjelaskan makna dari tehnik Purposive Sampling, yaitu: “Pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti”.

Pemilihan ANS dan MAL sebagai subjek penelitian didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:

1. Dari hasil studi pendahuluan, pengamatan dan akhirnya pelaksanaan wawancara, peneliti melihat perbedaan pola asuh yang dilakukan terhadap ANS dan MAL, sehingga ANS dan MAL dinyatakan memiliki tingkat kepercayaan diri yang berbeda pula. Ini berarti ANS dan MAL termasuk dalam kategori subjek yang akan diteliti dalam penelitian ini.

2. Sikap orang tua dari ANS dan MAL cukup terbuka ketika peneliti menyampaikan maksud, tujuan, dan alasan mengapa peneliti ingin meneliti


(17)

47

mengenai masalah yang dialami oleh ANS dan MAL, juga orang tuanya bersedia untuk memberikan informasi tentang pola asuh yang diterapkan kepada ANS dan MAL sebagai masalah utama yang akan diungkap dalam penelitian ini.

C. Instrumen Penelitian dan Tehnik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrumen utama penelitian (human instrument), karena peneliti sendiri yang berupaya mengumpulkan informasi tentang data yang akan diteliti, sedangkan instrumen lainnya hanyalah sebagai pelengkap. Peneliti juga sekaligus sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, dan pada akhirnya menjadi pelapor dari hasil penelitian. Moleong (2011, hal.168) mengemukakan bahwa, “Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.” Sugiyono (2010, hal.61) juga berpendapat bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

Selanjutnya Nasution (Sugiyono 2010, hal.61) menyatakan lebih spesifik tentang peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian yang serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan

dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

c. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada instrumen berupa tes atau angket yang dapat mengungkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

d. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakan, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.


(18)

e. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menguji hipotesis yang timbul seketika.

f. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.

g. Dengan penelitian yang menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Berikut adalah kisi-kisi umum penelitian yang peneliti buat agar dapat memudahkan pelaksanaan penelitian di lapangan.

Tabel 3.1

Tabel Kisi-Kisi Umum Instrumen Penelitian

No Aspek Sub Aspek Jumlah Item No Item Wawancara 1 Riwayat perkembang an anak

Aspek ini ditujukan untuk mengungkap riwayat perkembangan anak mulai dari saat dalam kandungan hingga proses kelahiran dan aspek-aspek daya penglihatan, perkembangan social emosi, kesehatan, interaksi dan akademik serta kemandirian anak. Perlu juga menanyakan pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, adat-istiadat dan keterlibatan peran orang tua .

15 butir 1 – 15

2 Pola asuh orang tua dalam memelihara diri anak tunanetra

Aspek ini ditujukan untuk mengetahui pola asuh orang tua dalam memelihara diri anak, seperti : menerima kondisi anak, meluangkan waktu khusus, memahami mood/ekspresi, memberikan motivasi, menanamkan disiplin dan peraturan. melatih cara membersihkan diri dan membiasakan hidup mandiri pada anak.


(19)

49 3 Pola asuh orang tua dalam meningkat kan hubungan antarpribadi anak tunanetra

Aspek ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana komunikasi anak dengan anggota keluarga, teman, guru, tetangga/lingkungan rumah, berinteraksi dengan teman sebaya , dan mengajarkan anak untuk

beradaptasi dalam lingkungan. 10 butir 14 – 23

4 Pola asuh orang tua dalam meningkat kan akademik anak tunanetra

Aspek ini ditujukan untuk melihat dan mengetahui sejauh mana upaya orang tua dalam meningkatkan akademik anak, meliputi: mendampingi mengerjakan PR, kemampuan anak mengikuti pelajaran, kemampuan anak mengatasi kesulitan memahami pelajaran, mengerjakan ujian, mengembangkan potensi/bakat anak dan prestasi yang telah diraih anak.

12 butir 24 – 35.

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dibutuhkan tehnik pengumpulan data, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data, yaitu:

a. Wawancara

Wawancara merupakan bentuk komunikasi verbal untuk mendapatkan keterangan/informasi mengenai data yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara ini dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi. Menurut Zuriah (2009, hal.179):

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana kedua orang berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing-masing.


(20)

Menurut Arikunto (2006, hal.155) “Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari orang yang diwawancarai.”

Pada penelitian ini wawancara dilakukan terhadap orang tua SA dan Guru dari subjek yang diteliti yang ada di lingkungan sekolah. Adapun aspek yang ingin diungkap melalui wawancara yaitu dimensi atau aspek dari pola asuh yang diterapkan pada subjek penelitian, dimensi-dimensi tersebut nantinya akan menggambarkan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Adapun dimensi-dimensi tersebut antara lain:

1) Dimensi pola asuh orang tua dalam memelihara anak, yaitu bagaimana kecakapan orang tua mendidik anak. (Pertanyaan ditujukan kepada orang tua yang mengetahui perkembangan anak)

2) Dimensi pola asuh orang tua dalam meningkatkan hubungan antarpribadi anak, yaitu bagaimana kendala orang tua dalam membentuk sikap, perilaku dan keseharian anak. (Pertanyaan ditujukan kepada orang tua dan guru yang mengajar anak)

3) Dimensi pola asuh orang tua dalam meningkatkan akademik anak, yaitu bagaimana gambaran upaya orang tua terhadap respon yang ditampilkan atau diperankan anak. (Pertanyaan ditujukan kepada orang tua yang mengetahui kehidupan anak).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik wawancara mendalam, yaitu tehnik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung dan mendalam kepada informan. Pewawancara tidak perlu memberikan pertanyaan secara urut dan menggunakan kata-kata yang tidak akademis, gunakan kata yang dapat dimengerti atau disesuaikan dengan kemampuan informan.

Dalam hal ini peneliti membuat pedoman wawancara sesuai dengan informasi data yang akan diungkap dari informan. Namun jika terdapat hal lain pada saat wawancara terdapat data yang perlu diungkap dari orang yang diwawancarai maka peneliti langsung melakukan wawancara dengan pertanyaan yang tidak terdapat dalam pedoman wawancara yang telah dibuat (emergency).


(21)

51

b. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik observasi non partisipan. Tehnik observasi non partisipan adalah tehnik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung kepada objek yang akan diteliti tanpa melibatkan diri ke dalam kegiatan yang dilaksanakan.

Peneliti melakukan pengamatan terhadap perlakuan ibu ANS dan MAL ketika mereka berinteraksi dengan anaknya saat berada di sekolah. Peneliti juga memperhatikan gerak-gerik ANS dan MAL ketika di kelas atau jam istirahat, apakah mereka aktif bertanya atau bermain dengan teman-temannya.

c. Studi Dokumentasi

Nasution (2009, hal.191) menjelaskan bahwa “Data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia (human resources) melalui wawancara dan observasi. Namun terdapat pula data yang bukan bersumber dari manusia (non human resources), diantaranya dokumen, photo, dan bahan statistik”.

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2009, hal.329).

Dokumen sendiri terdiri dari tulisan seperti buku harian, surat-surat dan dokumen resmi. Dalam studi dokumentasi ini peneliti memanfaatkan segala sumber data yang telah disebutkan di atas (jika ada) sebagai penambah dan penjelas data yang diperoleh peneliti menggunakan observasi dan wawancara.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti membuat empat tahapan dalam prosedur penelitian. Keempat tahapan tersebut yaitu:


(22)

Gambar 3.1

Bagan Prosedur Penelitian

1)Tahap Pra Lapangan

Dalam menyusun rancangan penelitian, peneliti harus mengikuti beberapa tahapan yang sudah diatur oleh dewan skripsi di jurusan Pendidikan Luar Biasa. Pertama peneliti menemukan kasus di lapangan yang menurut peneliti menarik untuk diteliti, yaitu kasus anak SD di SLB-A Negeri Pajajaran yang mempunyai kepercayaan diri rendah dibanding teman sebayanya. Dari kasus yang peneliti temukan tersebut peneliti ingin mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak tersebut.

Dari masalah tersebut peneliti membuat rancangan penelitian dalam bentuk Proposal Penelitian yang nantinya akan diseminarkan untuk apakah layak atau tidak untuk dilanjutkan sebagai skripsi. Setelah proposal penelitian disetujui peneliti mulai mengurus perizinan dari fakultas, BAAK, KesBang, dan terakhir di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Setelah surat izin penelitian peneliti dapatkan, peneliti langsung menyerahkan surat izin penelitian tersebut ke Humas SLB-A Negeri Pajajaran Bandung. Peneliti kemudian melanjutkan kegiatan penyusunan instrumen penilaian pola asuh dan kepercayaan diri yang berupa pedoman wawancara. Kedua instrumen

Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data


(23)

53

tersebut peneliti uji dengan menggunakan Expert Judgment dari dosen PLB, Dosen Psikologi, serta guru di sekolah.

2)Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan peneliti mulai dengan melakukan keakraban dengan subjek penelitian dan orang-orang yang nantinya di duga akan memberikan data agar nantinya dapat mempermudah peneliti memperoleh data yang diperlukan. Kemudian peneliti langsung melaksanakan tes atau kuesioner kepada subjek penelitian untuk memastikan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Setelah anak dipastikan benar memiliki kepercayaan diri yang rendah yang sesuai dengan pernyataan guru di sekolah, observasi selama beberapa waktu dan angket yang diberikan, peneliti langsung mengadakan wawancara kepada ibu dan guru yang mengetahui kehidupan subjek yang diteliti untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan kepada anak tersebut.

3) Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada tahap pemeriksaan keabsahan data peneliti melakukan dengan tiga tehnik yaitu tehnik Triangulasi, member check dan perpanjangan pengamatan.

4) Tahap Analisis dan Penafsiran Data

Terakhir adalah tahapan analisis. Disini peneliti melakukan reduksi data, penyajian data dan terakhir adalah penarikan kesimpulan data dan verifikasi.

E. Pengujian Keabsahan Data 1) Perpanjangan Pengamatan

“Perpanjangan Pengamatan artinya peneliti kembali lagi kelapangan untuk melakukan wawancara atau pengamatan lagi dengan sumber data yang pernah ditemui ataupun yang baru”(Sugiyono, 2009, hal.122)

Dengan perpanjangan pengamatan berarti diharapkan hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk semakin akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang tersembunyi. Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih malu, belum terlalu terbuka, takut


(24)

menyinggung dan menyita waktu subjek penelitian serta orang-orang yang akan memberikan data. Dengan perpanjangan pengamatan inilah peneliti nantinya akan mengecek data yang telah diperoleh, dan jika data yang diperoleh tidak sesuai dengan data yang sebenarnya maka peneliti akan terus melakukan penelitian secara luas dan mendalam sehingga data yang diperoleh benar-benar sama dengan data sebenarnya yang ada di lapangan.

2) Triangulasi

Nusa Putra (2011, hal.189) menyatakan bahwa “Triangulasi adalah cek dan ricek yaitu pengecekan data menggunakan beragam sumber, teknik, dan waktu”

Triangulasi yang peneliti gunakan di sini adalah triangulasi sumber data, maksudnya dari beberapa sumber melalui teknik wawancara seperti wawancara yang dilakukan terhadap ibu dan guru dari subjek penelitian, kemudian data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari kedua sumber data tersebut. Data kemudian dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang selanjutnya dimintakan kesepakatan (Member Check) dengan dua sumber tersebut. dari hasil data yang diberikan oleh dua narasumber tersebut, maka peneliti menemukan adanya kesamaan data yakni pola asuh yang baik akan membuat anak menjadi percaya diri sedangkan pola asuh yang salah akan membuat anak menjadi kurang percaya diri.

3) Member check

“Member check merupakan upaya untuk memeriksa apakah peneliti telah

berhasil mengungkap permasalahan yang ingin diungkap dalam penelitian, dengan cara melakukan pengecekan kepada orang-orang yang telah dimintai data, baik wawancara, pengamatan atau tehnik lainnya”,(Putra, 2011, hal.200).

Selain triangulasi dilakukan melalui teknik wawancara, seperti wawancara yang dilakukan terhadap Ibu dan Guru dari subjek penelitian, kemudian data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari ketiga sumber data tersebut. Data kemudian dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang selanjutnya dimintakan kesepakatan (Member Check) dengan tiga sumber tersebut. Jika ketiga


(25)

55

sumber tersebut menyetujui hasil analisis dari data yang diperoleh maka peneliti menghentikan penelitian dan merasa cukup dengan data yang telah diperoleh dan jika ketiga sumber tersebut tidak menerima atau tidak menyepakati hasil penelitian karena dianggap jauh berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya maka peneliti mengadakan diskusi kesepakatan yang lebih lanjut kepada ketiga pemberi sumber data tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009, hal.129) :

Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data”.

F. Tehnik Analisis Data

Suatu penelitian dapat diolah dengan menggunakan analisis data sehingga akan mengungkap hasil penelitian yang spesifik namun dalam deskripsi holistik. Menurut (Afifuddin, 2012, hal.81), analisis data merupakan “Proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis, transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya”.

Menurut Patton (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008, hal.91) “Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

Analisis data peneliti laksanakan selama penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian agar dapat menyusun hasil penelitian tentang pola asuh orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra tingkat SDLB di SLBNA Pajajaran Bandung.

Dalam penelitian ini, proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia baik dari wawancara, observasi, catatan lapangan maupun studi dokumentasi. Kemudian peneliti langsung melakukan analisis terhadap data-data tersebut yang mengacu pada proses analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (Sugiyono, 2009, hal.337-345) yaitu:


(26)

1) Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal hal yang penting, mencari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Mereduksi data akan lebih mudah dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu sehingga mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.

Agar lebih mudah dalam mereduksi data, hasil penelitian yang telah didapatkan dari lapangan diberikan kode sesuai dengan fokus penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Bagian-bagian data hasil penelitian yang diberi kode tersebut adalah data-data terpenting yang merupakan jawaban-jawaban dari fokus penelitian.

2) Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, Flowchart dan sejenisnya. Dalam penelitian ini, data hasil penelitian yang telah direduksi disajikan dalam bentuk deskriptif wawancara dari ketiga informan.

3) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ketiga dalam penelitian kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat meneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(27)

93

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya merupakan jawaban dari pertanyaan tentang bagaimana pola asuh orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra di tingkat SDLB Kabupaten Bandung, yang meliputi aspek pola asuh orang tua dalam memelihara diri anak tunanetra, pola asuh orang tua dalam meningkatkan hubungan dengan diri sendiri anak tunanetra dan pola asuh orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak tunanetra. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut akan diuraikan berdasarkan aspek-aspek yang diteliti, sebagai berikut :

1. Orang tua ANS lebih memilih ANS diasuh oleh kakak atau saudara perempuannya sehingga pada usia sekolah ANS memiliki konsep diri yang rendah sedangkan MAL diasuh sepenuhnya oleh orang tuanya sehingga ia lebih percaya diri meskipun ia tunanetra di usia empat tahun. Pola asuh yang berbeda tersebut menyebabkan kemampuan anak dalam memelihara diri sangat berbeda. . ANS lebih bergantung kepada ibunya sedangkan MAL dapat melakukan tugas rumah dan sekolah seorang diri sebagai anak. 2. Pola asuh dari kedua orang tua dari ANS dan MAL yang berbeda

mempengaruhi hubungan diri sendiri ANS dan MAL. ANS hamper tidak memiliki inisiatif sendiri ketika bergabung bersama teman, belajar di kelas atau di lingkungan rumahnya. Ibunya cenderung over protective terhadap ANS Karena merasa gagal mengasuh ANS sejak BALITA, sedangkan orang tua MAL tidak sama sekali membatasi interaksi anak dengan lingkungannya sehingga MAL terlihat lebih dapat berinteraksi antardiri sendiri.


(28)

3. Pola asuh orang tua dari masing-masing anak menunjukkan peranan yang berbeda ketika meningkatkan prestasi belajar anak. Orang tua ANS cenderung bersikap mengalir terkait potensi atau bakat yang dimiliki oleh anaknya. Mereka lebih memilih bagaimana mood anak dan kurang berusaha merangsang anak agar mau mengembangkan potensinya yang masih tersimpan. Sedangkan pada MAL, orang tuanya lebih terbuka dan selalu memotivasi anaknya agar mau berkembang seperti teman-teman tunanetra lainnya sehingga MAL lebih berprestasi dibandingkan ANS. Setiap gaya pengasuhan pasti memiliki pengaruh masing-masing. Orang tua dari ANS menerapkan pola asuh permisif (permisive) yaitu pengasuhan yang lebih mengedepankan kasih sayang, tetapi tidak memberikan batasan berupa tuntutan. Namun, ANS pernah diasuh oleh bibinya dengan gaya pengasuhan pola asuh permissive-indifferent atau pola asuh tidak peduli yaitu Pola asuh yang tidak memiliki patron atau aturan yang jelas (sembrono), dimana ANS selama masa kecilnya dirawat oleh bibinya dalam pengasuhan orang tua tanpa kasih sayang karena juga memiliki anak-anak yang seumuran ANS sehingga ANS memiliki self esteem yang rendah.

Sedangkan pada MAL, pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya, khususnya NI sebagai ibu adalah pola asuh demokratis (authoritative) yaitu pola asuh demokratis adalah pengasuhan yang memberikan tuntutan kepada anak sekaligus responsif terhadap kemauan dan kehendak anak sehingga MAL cepat beradaptasi meskipun ia mengalami tunanetra ketika berumur empat tahun.

B. Saran

1. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekaligus masukkan kepada orang tua bahwa pola asuh yang diterapkan selama ini masih dirasa kurang sesuai dengan kondisi anak. Hasil penelitian ini diperoleh tuntutan dan kontrol orang tua sangat tinggi dan tidak sesuai dengan respon serta penerimaan terhadap sikap, perilaku dan prestasi anak. Hal ini jelas akan


(29)

95

berpengaruh pada sikap dan perilaku anak baik untuk masa sekarang bahkan dimasa yang akan datang.

Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada orang tua agar memiliki tuntutan dan kontrol yang wajar artinya tidak bersifat mengekang atau sebaliknya membiarkan namun tuntutan dan kontrol tersebut disesuaikan dengan kemampuan, keinginan, serta pendapat pribadi dari anak itu sendiri. Begitu juga dengan respon dan penerimaan orang tua terhadap anak, hendaknya selalu diberikan namun juga tidak berlebihan sehingga menjadikan anak tersebut manja. Dampak positif lainnya dari respon dan penerimaan ini juga adalah agar anak merasa dihargai sebagai individu yang memiliki hak yang sama seperti anak-anak pada umunya

2. Bagi Guru

Tugas seorang guru tidak hanya dalam hal mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik namun lebih jauh dari itu yaitu sebagai pendorong, pembimbing, motivator agar anak dapat berkembang seoptimal mungkin. Perjalan anak untuk menjadi pribadi yang digharapkan oleh norma atau nilai yang berlaku dimasyarakat saat masa-masa sekolah dasar tidak terlepas dari segala permasalahan baik yang disebabkan oleh faktor dari luar ataupun dari dalam diri anak. Salah satunya adalah masalah yang bersumber dari pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Disinilah hendakanya seorang guru agar dapat menjembatani segala permasalahan yang terjadi pada diri anak lebih khususnya yang bersumber dari orang tua atau keluarga.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan gambaran umum mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yang memiliki kepercayaan diri rendah. Hal ini bukan menjadi masalah namun justru akan membuka wawasan dan cakrawala pengetahuan kita bahwa setiap tipe pola asuh yang diterapkan punya andil tersendiri dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak. Peneliti mengharapkan para peneliti berikutnya lebih jeli lagi


(30)

melihat kasus pola asuh yang memiliki latar belakang yang unik dibanding kasus yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.


(1)

Juanita Sari, 2015

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA TINGKAT SDLB DI SLBN-A PAJAJARAN KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sumber tersebut menyetujui hasil analisis dari data yang diperoleh maka peneliti menghentikan penelitian dan merasa cukup dengan data yang telah diperoleh dan jika ketiga sumber tersebut tidak menerima atau tidak menyepakati hasil penelitian karena dianggap jauh berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya maka peneliti mengadakan diskusi kesepakatan yang lebih lanjut kepada ketiga pemberi sumber data tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009, hal.129) :

Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data”.

F. Tehnik Analisis Data

Suatu penelitian dapat diolah dengan menggunakan analisis data sehingga akan mengungkap hasil penelitian yang spesifik namun dalam deskripsi holistik. Menurut (Afifuddin, 2012, hal.81), analisis data merupakan “Proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis, transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya”.

Menurut Patton (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008, hal.91) “Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

Analisis data peneliti laksanakan selama penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian agar dapat menyusun hasil penelitian tentang pola asuh orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra tingkat SDLB di SLBNA Pajajaran Bandung.

Dalam penelitian ini, proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia baik dari wawancara, observasi, catatan lapangan maupun studi dokumentasi. Kemudian peneliti langsung melakukan analisis terhadap data-data tersebut yang mengacu pada proses analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (Sugiyono, 2009, hal.337-345) yaitu:


(2)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal hal yang penting, mencari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Mereduksi data akan lebih mudah dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu sehingga mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya jika diperlukan.

Agar lebih mudah dalam mereduksi data, hasil penelitian yang telah didapatkan dari lapangan diberikan kode sesuai dengan fokus penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Bagian-bagian data hasil penelitian yang diberi kode tersebut adalah data-data terpenting yang merupakan jawaban-jawaban dari fokus penelitian.

2) Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, Flowchart dan sejenisnya. Dalam penelitian ini, data hasil penelitian yang telah direduksi disajikan dalam bentuk deskriptif wawancara dari ketiga informan.

3) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ketiga dalam penelitian kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat meneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(3)

Juanita Sari, 2015

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA TINGKAT SDLB DI SLBN-A PAJAJARAN KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya merupakan jawaban dari pertanyaan tentang bagaimana pola asuh orang tua dalam meningkatkan rasa percaya diri anak tunanetra di tingkat SDLB Kabupaten Bandung, yang meliputi aspek pola asuh orang tua dalam memelihara diri anak tunanetra, pola asuh orang tua dalam meningkatkan hubungan dengan diri sendiri anak tunanetra dan pola asuh orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak tunanetra. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut akan diuraikan berdasarkan aspek-aspek yang diteliti, sebagai berikut :

1. Orang tua ANS lebih memilih ANS diasuh oleh kakak atau saudara perempuannya sehingga pada usia sekolah ANS memiliki konsep diri yang rendah sedangkan MAL diasuh sepenuhnya oleh orang tuanya sehingga ia lebih percaya diri meskipun ia tunanetra di usia empat tahun. Pola asuh yang berbeda tersebut menyebabkan kemampuan anak dalam memelihara diri sangat berbeda. . ANS lebih bergantung kepada ibunya sedangkan MAL dapat melakukan tugas rumah dan sekolah seorang diri sebagai anak. 2. Pola asuh dari kedua orang tua dari ANS dan MAL yang berbeda

mempengaruhi hubungan diri sendiri ANS dan MAL. ANS hamper tidak memiliki inisiatif sendiri ketika bergabung bersama teman, belajar di kelas atau di lingkungan rumahnya. Ibunya cenderung over protective terhadap ANS Karena merasa gagal mengasuh ANS sejak BALITA, sedangkan orang tua MAL tidak sama sekali membatasi interaksi anak dengan lingkungannya sehingga MAL terlihat lebih dapat berinteraksi antardiri sendiri.


(4)

3. Pola asuh orang tua dari masing-masing anak menunjukkan peranan yang berbeda ketika meningkatkan prestasi belajar anak. Orang tua ANS cenderung bersikap mengalir terkait potensi atau bakat yang dimiliki oleh anaknya. Mereka lebih memilih bagaimana mood anak dan kurang berusaha merangsang anak agar mau mengembangkan potensinya yang masih tersimpan. Sedangkan pada MAL, orang tuanya lebih terbuka dan selalu memotivasi anaknya agar mau berkembang seperti teman-teman tunanetra lainnya sehingga MAL lebih berprestasi dibandingkan ANS. Setiap gaya pengasuhan pasti memiliki pengaruh masing-masing. Orang tua dari ANS menerapkan pola asuh permisif (permisive) yaitu pengasuhan yang lebih mengedepankan kasih sayang, tetapi tidak memberikan batasan berupa tuntutan. Namun, ANS pernah diasuh oleh bibinya dengan gaya pengasuhan pola asuh permissive-indifferent atau pola asuh tidak peduli yaitu Pola asuh yang tidak memiliki patron atau aturan yang jelas (sembrono), dimana ANS selama masa kecilnya dirawat oleh bibinya dalam pengasuhan orang tua tanpa kasih sayang karena juga memiliki anak-anak yang seumuran ANS sehingga ANS memiliki self esteem yang rendah.

Sedangkan pada MAL, pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya, khususnya NI sebagai ibu adalah pola asuh demokratis (authoritative) yaitu pola asuh demokratis adalah pengasuhan yang memberikan tuntutan kepada anak sekaligus responsif terhadap kemauan dan kehendak anak sehingga MAL cepat beradaptasi meskipun ia mengalami tunanetra ketika berumur empat tahun.

B. Saran

1. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekaligus masukkan kepada orang tua bahwa pola asuh yang diterapkan selama ini masih dirasa kurang sesuai dengan kondisi anak. Hasil penelitian ini diperoleh tuntutan dan kontrol orang tua sangat tinggi dan tidak sesuai dengan respon serta penerimaan terhadap sikap, perilaku dan prestasi anak. Hal ini jelas akan


(5)

Juanita Sari, 2015

POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK TUNANETRA TINGKAT SDLB DI SLBN-A PAJAJARAN KOTA BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berpengaruh pada sikap dan perilaku anak baik untuk masa sekarang bahkan dimasa yang akan datang.

Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada orang tua agar memiliki tuntutan dan kontrol yang wajar artinya tidak bersifat mengekang atau sebaliknya membiarkan namun tuntutan dan kontrol tersebut disesuaikan dengan kemampuan, keinginan, serta pendapat pribadi dari anak itu sendiri. Begitu juga dengan respon dan penerimaan orang tua terhadap anak, hendaknya selalu diberikan namun juga tidak berlebihan sehingga menjadikan anak tersebut manja. Dampak positif lainnya dari respon dan penerimaan ini juga adalah agar anak merasa dihargai sebagai individu yang memiliki hak yang sama seperti anak-anak pada umunya

2. Bagi Guru

Tugas seorang guru tidak hanya dalam hal mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik namun lebih jauh dari itu yaitu sebagai pendorong, pembimbing, motivator agar anak dapat berkembang seoptimal mungkin. Perjalan anak untuk menjadi pribadi yang digharapkan oleh norma atau nilai yang berlaku dimasyarakat saat masa-masa sekolah dasar tidak terlepas dari segala permasalahan baik yang disebabkan oleh faktor dari luar ataupun dari dalam diri anak. Salah satunya adalah masalah yang bersumber dari pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Disinilah hendakanya seorang guru agar dapat menjembatani segala permasalahan yang terjadi pada diri anak lebih khususnya yang bersumber dari orang tua atau keluarga.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan gambaran umum mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yang memiliki kepercayaan diri rendah. Hal ini bukan menjadi masalah namun justru akan membuka wawasan dan cakrawala pengetahuan kita bahwa setiap tipe pola asuh yang diterapkan punya andil tersendiri dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak. Peneliti mengharapkan para peneliti berikutnya lebih jeli lagi


(6)

melihat kasus pola asuh yang memiliki latar belakang yang unik dibanding kasus yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.