Studi Deskriptif Mengenai Self-Regulation pada Siswa Pengurus OSIS "Hebron" SMP BPK Penabur Holis Bandung.

(1)

viii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Self-Regulation pada siswa pengurus OSIS “Hebron” SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung.

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibagikan pada 38 responden siswa pengurus OSIS “Hebron” SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung sebanyak 57 item. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah Self-Regulation. Perhitungannya menggunakan norma kelompok.

Hasil analisis menunjukkan bahwa Siswa pengurus OSIS “Hebron” memiliki

derajat Self-Regulation yang tinggi. Siswa pengurus OSIS “Hebron” berhasil melewati fase Forethought, fase Performance atau Volitional Control, dan fase Self-Reflection.


(2)

ix Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This study aims to reveal the Self-Regulation on the student council committee "Hebron" Junior High School BPK PENABUR Holis Bandung.

Data collection techniques were performed in this study using a questionnaire distributed to 38 respondents student council committee "Hebron" SMP BPK Bandung PENABUR Holis by 57 items. As for the variables in this study is the Self-Regulation. The calculations use the norm group.

The analysis showed that the student council committee "Hebron" has a degree of Self-Regulation high. Students OSIS committee "Hebron" successfully passed phase Forethought, Performance or volitional control phase, and the phase of Self-Reflection.


(3)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ii PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRACT viii

ABSTRAKSI ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR BAGAN xv

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I – PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah 1

1.2Identifikasi Masalah 11

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian 11

1.3.2 Tujuan Penelitian 11

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah 12


(4)

xi Universitas Kristen Maranatha

1.5Kerangka Pikir 13

1.6Asumsi 20

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

2.1Teori Self-Regulation 21

2.1.1 Definisi Self-Regulation 21

2.1.2 Definisi Triadik Self-Regulation 21

2.1.3 Fase-Fase dari Self-Regulation 22

2.1.3.1 Forethought Phase (Fase Perencanaan) 23 2.1.3.2 Performance or Volitional Control Phase (Fase Pelaksanaan) 24

2.1.3.3 Self Reflection (Fase Evaluasi) 26

2.2Remaja 27

2.2.1 Definisi Remaja 27

2.2.2 Tugas Perkembangan Remaja 29

BAB III – METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian 30

3.2 Bagan Rancangan Penelitian 30

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 30

3.3.1 Variabel Penelitian 30

3.3.2 Definisi Konseptual 30

3.3.3 Definisi Operasional 31


(5)

xii Universitas Kristen Maranatha

3.4.1 Data Pribadi 36

3.4.2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 36

3.4.2.1 Uji Validitas Self-Regulation 36

3.4.2.2 Uji Reliabilitas Self-Regulation 39

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 40

3.5.1 Populasi Sasaran 40

3.5.2 Karakteristik Populasi 40

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel 41

3.6 Teknik Analisis Data 41

BAB IV – HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Demografis Sampel Penelitian 42

4.1.1 Persebaran Jenis Kelamin 42

4.1.2 Persebaran Tingkat Pendidikan 42

4.2 Hasil Penelitian 43

4.3 Pembahasan 47

BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 54

5.2 Saran 54

5.2.1 Saran Teoritis 54


(6)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA 50

DAFTAR RUJUKAN 51


(7)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 19

Bagan 2.1 Triadic Forms of Self-Regulation 21

Bagan 2.2 Siklus Fase Self-Regulation 22


(8)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Struktur Fase dan Sub-Proses pada Self-Regulation 23 Tabel 3.1 Jumlah Item Alat Ukur Self-Regulation 33

Tabel 4.1 Persebaran Jenis Kelamin Sampel 42

Tabel 4.2 Persebaran Tingkat Pendidikan 42

Tabel 4.3 Hasil Keseluruhan Proses Self-Regulation 43

Tabel 4.4 Hasil Keseluruhan Fase Forethought 43

Table 4.5 Hasil Keseluruhan Fase Performance / Volitional Control 44 Tabel 4.6 Hasil Keseluruhan Fase Self-Reflection 44 Tabel 4.7 Hasil Keseluruhan Sub-Proses Task Analysis 44 Tabel 4.8 Hasil Keseluruhan Sub-Proses Self-Motivation Beliefs 45 Tabel 4.9 Hasil Keseluruhan Sub-Proses Self-Control 45 Tabel 4.10 Hasil Keseluruhan Sub-Proses Self-Observation 46 Tabel 4.11 Hasil Keseluruhan Sub-Proses Self-Judgement 46 Tabel 4.12 Hasil Keseluruhan Sub-Proses Self-Reaction 46


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, manusia banyak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan. Untuk itu manusia harus dapat mempersiapkan diri dengan baik. Manusia harus melengkapi dirinya dengan pengetahuan dan wawasan yang luas seperti halnya keterampilan dan kemampuan agar dirinya mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan diri adalah melalui pendidikan.

Pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan : “Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional / SISDIKNAS).

Pendidikan, menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Mengingat pentingnya peran pendidikan, proses pembelajaran bagi peserta didik harus dapat diselenggarakan dengan optimal. Salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara optimal


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha adalah melalui jenjang pendidikan formal yang diadakan secara bertahap dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1972, beberapa pimpinan organisasi siswa yang sadar akan maksud dan tujuan belajar di sekolah, ingin menghindari bahaya perpecahan di antara para siswa intra sekolah di sekolah masing-masing, setelah mendapat arahan dari pimpinan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pembinaan dan pengembangan generasi muda diarahkan untuk mempersiapkan kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional dengan memberikan bekal keterampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi pekerti luhur (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Siswa_Intra_Sekolah).

Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/O/1992 menyebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS yang merupakan singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. Pengembangan peserta didik dapat diwadahi dalam organisasi sekolah ini, serta mengimplementasikan pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan belajar di kelas yang akan memberikan manfaat bagi siswa dalam wadah OSIS. OSIS merupakan satu-satunya organisasi siswa yang sah di lingkungan sekolah dan wajib dibentuk setiap sekolah sebagai bentuk perpanjangan tangan pemerintah dalam pembinaan generasi muda. Organisasi ini berkedudukan di bawah pembinaan kepala sekolah yang menangani seluruh kegiatan kesiswaan.


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha Dengan dilandasi latar belakang sejarah lahirnya OSIS dan berbagai situasi, OSIS dibentuk dengan tujuan pokok : Menghimpun ide, pemikiran, bakat, kreativitas, serta minat para siswa ke dalam salah satu wadah yang bebas dari berbagai macam pengaruh negatif dari luar sekolah. Mendorong sikap, jiwa dan semangat kesatuan dan persatuan di antara para siswa, sehingga timbul satu kebanggaan untuk mendukung peran sekolah sebagai tempat terselenggaranya proses belajar mengajar. Sebagai tempat dan sarana untk berkomunikasi, menyampaikan pemikiran, dan gagasan dalam usaha untuk mematangkan kemampuan berfikir, wawasan, dan pengambilan keputusan (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Siswa_Intra_Sekolah).

OSIS mempunyai peranan penting dalam pengenalan dunia organisasi kepada para siswa. Bagi sekolah, OSIS merupakan wadah kegiatan siswa di luar jam pelajaran. Bagi masyarakat, OSIS merupakan tempat bagi siswa berkegiatan yang diharapkan dapat diterapkan ke dalam lingkungan tempat tinggal siswa tersebut. Perhatian serta dukungan dari pemerintah, sekolah, masyarakat, orang tua, serta pihak-pihak terkait diperlukan agar proses pembinaan generasi muda dapat berjalan dengan baik. Dengan mengarahkan para siswa ke berbagai macam kegiatan yang positif di atas, maka diharapkan selepas dari sekolah dapat menjadi bekal dalam melanjutkan kehidupannya di masa mendatang.

Salah satu ciri pokok organisasi ialah memiliki berbagai macam fungsi. Demikian pula OSIS sebagai suatu organisasi memiliki beberapa fungsi dalam mencapai tujuan. Sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan,fungsi OSIS adalah sebagai wadah. OSIS merupakan wadah kegiatan para siswa di sekolah


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya pembinaan kesiswaan. Fungsi yang kedua adalah sebagai motivator. Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan dan semangat para siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. Dengan demikian secara preventif OSIS ikut mengamankan sekolah dari segala ancaman dari luar maupun dari dalam sekolah. Fungsi preventif OSIS akan terwujud apabila fungsi OSIS sebagai pendorong lebih dahulu dapat diwujudkan (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Siswa_Intra_Sekolah).

Adapun tugas dan tanggung jawab pengurus OSIS adalah menyusun dan melaksanakan program kerja sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) OSIS, selalu menjunjung tinggi nama baik, kehormatan, dan martabat sekolahnya. Selain itu pengurus OSIS pun menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada sekolah pada akhir masa jabatannya, serta selalu berkonsultasi dengan pembina OSIS.

OSIS adalah suatu organisasi yang berada di tingkat sekolah di Indonesia yang dimulai dari sekolah menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada masa SMP dan SMA, siswa berada dalam tahap perkembangan usia remaja atau masa remaja.

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun. Santrock (2003: 26) bahwa


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Dalam buku Life-Span Development oleh John Santrock, masa remaja (adolescence) ialah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang berawal pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. Menurut Piaget, secara psikologis masa remaja adalah usia disaat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitiannya di SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung. SMP BPK PENABUR THI Bandung merupakan sekolah yang terakreditasi dengan predikat Amat Baik berdasarkan keputusan dari

BAS kota Bandung Nomor : 001/BASDA/DS/XII/2006

(http://www.bpkpenabur.or.id/en/node/3376). SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung memiliki dua macam kelas, yaitu kelas Regular dan kelas Bilingual. Kelas Bilingual diadakan dengan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas sekolah agar dapat bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang juga memiliki kelas Bilingual. Pada kelas Bilingual, siswa belajar dengan menggunakan dua bahasa


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha pengantar, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Tenaga pengajar di kelas tersebut merupakan guru yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang fasih. SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung pun memiliki sarana pendidikan yang baik berupa tenaga pendidik yang berkualitas dan berpengalaman, fasilitas yang cukup untuk menunjang berbagai kegiatan kegiatan sekolah serta prestasi yang diraih oleh sekolah tersebut.

SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung memiliki banyak organisasi untuk siswanya, salah satunya adalah OSIS. Di SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung, OSIS diberi nama yang berasal dari Alkitab, yaitu “Hebron”. OSIS

“Hebron” SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung (untuk selanjutnya, hanya akan

disebut sebagai OSIS “Hebron”) telah diadakan sejak awal sekolah ini berdiri, yaitu pada tahun 2004.

Berdasarkan wawancara dengan pembina OSIS “Hebron”, siswa yang menjadi pengurus OSIS “Hebron” merupakan siswa yang memiliki prestasi belajar yang berada di atas nilai rata-rata kelas. Tidak hanya itu, siswa pengurus OSIS “Hebron” sebagian besar memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dan mampu berfikir kreatif dalam kegiatan organisasi tersebut. Seleksi siswa untuk menjadi pengurus OSIS “Hebron” bukan sekedar dari bidang akademis saja, ada psikotes yang harus dijalani oleh siswa calon pengurus OSIS “Hebron”. Kemudian diadakan wawancara oleh Pembina OSIS “Hebron”, guru Bimbingan Konseling (BK), dan calon pengurus OSIS “Hebron” per individual. Setelah itu, baru siswa tersebut dinyatakan layak atau tidak layak untuk menjadi pengurus OSIS “Hebron”.


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha Rapat kerja pengurus OSIS “Hebron” merupakan agenda rutin yang wajib diselenggarakan minimal 1 bulan sekali. Di tengah kesibukan tugas-tugas sekolah, ada sebagian kecil pengurus OSIS “Hebron” yang melupakan dan melalaikan kewajibannya sebagai pengurus, sehingga terkadang yang aktif di kepengurusan hanya sebagian orang saja. Melalui mekanisme rapat kerja pengurus yang bersifat rutin dapat dinilai seberapa loyal dan berdedikasinya seorang pengurus terhadap program kerja organisasi yang telah ditetapkan pada awal pembentukan.

Ada pula pengurus OSIS “Hebron” yang pada saat proses seleksi awal terlihat baik sikapnya, memenuhi kriteria akademik, memiliki keaktifan serta kepemimpinan, serta sikap-sikap positif lainnya, namun setelah dilantik dan menjalani tugasnya sebagai pengurus OSIS “Hebron”, mengalami penurunan dalam hasil belajarnya. Menurut pembina OSIS “Hebron”, keterlibatan siswa menjadi pengurus OSIS seringkali berdampak pada nilai akademis, seperti mengalami penurunan prestasi akademik secara drastis, ada pula yang terlibat perkelahian atau adu mulut dengan teman-temannya, melanggar aturan sekolah maupun aturan dalam OSIS “Hebron”, kurang mampu dalam bersikap sopan terhadap guru dan karyawan sekolah. Hal ini akan menjadi pertimbangan pihak sekolah terlebih anggota pembina OSIS “Hebron” untuk segera menonaktifkan siswa tersebut dalam kepengurusan OSIS “Hebron” supaya siswa tersebut dapat segera memperbaiki kesalahannya, dan meningkatkan motivasi belajarnya. Dengan diringankan tanggung jawabnya supaya sama dengan teman-temannya yang bukan pengurus OSIS, maka siswa tersebut dapat fokus pada tugas utamanya yaitu belajar dan memperoleh nilai akademik yang baik.


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha Siswa yang menjadi pengurus OSIS “Hebron” memiliki sikap yang otonom dipadu dengan task commitment yang tinggi dan minatnya terhadap banyak aspek kehidupan serta nilai-nilai moral akan membuat pengurus OSIS “Hebron” memiliki perilaku belajar yang berbeda dengan teman-temannya yang bukan pengurus OSIS “Hebron”. Oleh karena itu, pengurus OSIS “Hebron” selayaknya memiliki cara belajar yang berbeda dengan siswa yang lainnya, salah satunya dengan menggunakan metode Self-Regulation. Siswa pengurus OSIS “Hebron” dapat melakukan perencanaan dalam pola belajar dan mengerjakan tugas sekolah, memiliki motivasi belajar yang tinggi, kemampuan yang tinggi dalam berprestasi dalam bidang akademik maupun non-akademik.

Setelah menjadi pengurus OSIS “Hebron”, siswa diharapkan dapat lebih mengatur cara belajar mandiri dan dapat lebih mampu merencanakan sendiri cara menyelesaikan tugas yang diberikan guru supaya dapat selesai tepat pada waktunya serta berperilaku mandiri. Mereka juga diharapkan mampu membuat jadwal pembagian waktu belajar dan bermain, mampu mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Dengan demikian, siswa diharapkan lebih dapat meregulasi diri dalam belajar agar dapat mencapai hasil prestasi belajar yang optimal dan menjalankan tugasnya di OSIS “Hebron” dengan sebaik-baiknya.

Menjawab tingginya tuntutan akademik saat ini dan besarnya keinginan untuk melakukan hobi dan bersantai, siswa perlu mengembangkan kemampuan untuk mengatur diri. Secara teoretis kemampuan mengatur diri agar dapat mencapai keberhasilan dalam pendidikan ini dikenal sebagai self-regulation


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha (Zimmerman, dalam Boekaerts, 2000). Self-regulation diartikan sebagai pikiran (thoughts), perasaan (feelings) dan tindakan (action) yang direncanakan dan diadaptasikan secara terus menerus untuk mencapai tujuan pribadi (personal goals). Self-regulation merupakan sebuah siklus yang terdiri dari tiga fase yang saling memengaruhi secara berkesinambungan yaitu fase forethought (perencanaan), performance/ volitional control (pelaksanaan) dan self-reflection (refleksi diri). Self-regulation memang bukan satu-satunya penentu keberhasilan siswa dalam belajar, namun kemampuan ini penting dimiliki oleh siswa untuk mengantarkan siswa lebih dekat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya.

Fase forethought merupakan fase perencanaan, pada fase ini siswa menganalisa tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pelajar (task analysis).

Pada fase yang kedua yaitu performance or volitional control phase merupakan kelanjutan dari tahap fase forethought. Fase ini menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk mengontrol diri dalam melakukan suatu tingkah laku (self-control) dan pengamatan terhadap tingkah laku diri sendiri, mengingat feedback dari tingkah laku sebelumnya dan mencoba strategi yang baru (self-observation).

Pada fase yang terakhir yaitu self-reflection merupakan fase penilaian, yaitu siswa menilai apakah yang dilakukan oleh dirinya sudah memenuhi tujuan atau belum. Fase ini siswa memiliki usaha menilai hasil pola kegiatan yang dijalaninya selama ini, apakah berdampak postif atau tidak (Self Judgement) kemudian menghasilkan reaksi siswa terhadap hasil yang diperoleh, mempersepsi kepuasan atau ketidakpuasan dan menarik kesimpulan dari pola tingkah laku yang


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha dijalaninya, apakah individu merasa puas atau tidak terhadap hasil atau target sesuai yang direncanakan (Self Reaction). Individu yang memiliki Self-Regulation akan melakukan berbagai usaha dengan mengontrol perilakunya dalam jangka panjang agar dapat meraih tujuan belajarnya (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti dengan metode wawancara pada 20 siswa pengurus OSIS “Hebron”, diperoleh hasil bahwa 85% dari jumlah pengurus OSIS “Hebron” selalu melaksanakan tugas yang diberikan guru tepat waktu, dapat mengatur waktu belajar dengan baik, mampu untuk mulai mencoba menentukan nilai yang ingin diperolehnya, dan mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi ulangan. Sekalipun tugas dan kewajiban pengurus OSIS “Hebron” lebih sulit daripada teman-teman mereka yang tidak menjadi pengurus OSIS, mereka selalu siap dan dapat menyelesaikan tugas sekolah dengan tepat waktu dan hasilnya memperoleh nilai yang diatas rata-rata kelas. Siswa pengurus OSIS “Hebron” pada umumnya hasil belajarnya pun selalu diatas rata-rata kelas. Sementara 15% (3 siswa) siswa lainnya masih belum bisa mengatur waktu belajar dengan waktu berorganisasi. 3 siswa tersebut yang belum melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan hanya sekedar selesai namun hasilnya tidak maksimal, lebih bergantung kepada orang lain, dan lebih mementingkan diri sendiri, sering lalai untuk mengerjakan tugas sekolah, lebih banyak bermain daripada belajar, selalu diingatkan oleh orang lain untuk mengerjakan tugas, dan terkadang mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pengurus OSIS “Hebron”, seperti mengerjakan tugas dan tanggung jawab di OSIS dengan


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha tidak tuntas sehingga tugas mereka diambil alih oleh pengurus yang lain. Siswa yang seperti ini pada umumnya hasil belajarnya pun berada di bawah rata-rata kelas.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana gambaran kemampuan Self-Regulation yang dimiliki oleh siswa pengurus OSIS “Hebron”. Peneliti ingin meneliti bagaimana kemampuan siswa pengurus OSIS

“Hebron” dalam membagi waktu antara belajar dengan waktu untuk

berorganisasi.

1.2 Identifikasi Masalah

Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran Self-Regulation pada siswa pengurus OSIS “Hebron”.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai Self-Regulation pada siswa yang menjadi pengurus OSIS “Hebron”.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan fase-fase Self-Regulation yang dimiliki pada siswa pengurus OSIS “Hebron”.


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

 Memberikan informasi bagi ilmuwan Psikologi Pendidikan mengenai kemampuan Self-Regulation pada siswa yang merupakan pengurus OSIS di tingkat SMP.

 Memberikan informasi bagi yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kemampuan Self-Regulation pada siswa yang merupakan pengurus OSIS di tingkat SMP.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi pada SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung mengenai kemampuan Self-Regulation pengurus OSIS “Hebron”, agar dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan cara-cara belajar yang efektif guna mendorong siswa lebih terampil meregulasi diri untuk mencapai tujuan yang diharapkan di bidang akademik.

 Memberikan informasi pada siswa pengurus OSIS “Hebron” mengenai Self-Regulation yang telah mereka lakukan, agar mereka lebih mengenal diri mereka sehingga dapat lebih meregulasi tingkah lakunya dalam mencapai tujuan yang diinginkan di bidang akademik serta memperoleh prestasi akademik yang optimal.


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pikir

Siswa SMP berada dalam usia 12 sampai 15 tahun, rentang usia tersebut menurut Santrock (2003) termasuk dalam kelompok remaja. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun. Secara kognitif, remaja sudah mulai mempunyai pola pikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2004). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah, seperti : kegiatan sekolah, ekstra kurikuler, dan bermain dengan teman (Conger, 1991 ; Papalia & Olds, 2001). Salah satu untuk mengembangkan pola pikir dan perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan maka dibentuklah OSIS.

SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung memiliki banyak organisasi untuk siswanya, salah satunya adalah OSIS. Di SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung, OSIS diberi nama yang berasal dari Alkitab, yaitu “Hebron”. Penerapan Self-Regulation pada pengurus OSIS “Hebron” yang berada pada tahap perkembangan remaja adalah bagaimana pengurus OSIS “Hebron” dapat mengatur jadwal belajar dengan waktu untuk mempersiapkan kegiatan yang ada dalam OSIS “Hebron”. Siswa diharapkan dapat beradaptasi dengan situasi baru dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus OSIS “Hebron”. Melalui metode Self-Regulation pada remaja yang emosinya masih belum stabil dan senang bereksperimentasi serta senang bereksplorasi, mereka dapat menjalani proses


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha belajar dengan semaksimal mungkin. Contohnya, OSIS “Hebron” sedang melakukan persiapan Pentas Seni Sekolah dan pada waktu yang bersamaan

sedang berlangsung Pekan Ulangan. Maka pengurus OSIS “Hebron” harus

mampu mengatur waktu belajarnya. Fokus utamanya tetap pada Pekan Ulangannya dan siswa tersebut mampu untuk menyicil bahan ulangan sehingga pada saat ulangan dapat mengerjakan soal dengan baik dan memperoleh nilai optimal. Kemudian siswa tersebut dapat tetap mempersiapkan Pentas Seni Sekolah sesuai dengan tanggung jawabnya.

Rapat kerja pengurus OSIS “Hebron” merupakan agenda rutin yang wajib diselenggarakan minimal 1 bulan sekali. Di tengah kesibukan tugas-tugas sekolah, ada sebagian kecil pengurus OSIS “Hebron” yang melupakan dan melalaikan kewajibannya sebagai pengurus. Sehingga terkadang yang aktif di kepengurusan hanya sebagian orang saja. Melalui mekanisme rapat kerja pengurus yang bersifat rutin dapat dinilai seberapa loyal dan berdedikasinya seorang pengurus terhadap program kerja organisasi yang telah ditetapkan pada awal pembentukan. Oleh karena itu, pengurus OSIS “Hebron” diharapkan memiliki Self-Regulation.

Kemampuan seseorang meregulasi diri dalam belajar dikenal dengan istilah Self-Regulation. Self-Regulation didefinisikan sebagai derajat metakognisi, motivasional, dan perilaku individu di dalam proses belajar yang terencana dan berulang-ulang melakukan adaptasi untuk pencapaian tujuan belajar (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000).

Secara teoretis kemampuan mengatur diri agar dapat mencapai keberhasilan dalam pendidikan ini dikenal sebagai self-regulation (Zimmerman, dalam


(23)

15

Universitas Kristen Maranatha Boekaerts, 2000). Self-regulation diartikan sebagai pikiran (thoughts), perasaan (feelings) dan tindakan (action) yang direncanakan dan diadaptasikan secara terus menerus untuk mencapai tujuan pribadi (personal goals). Self-regulation merupakan sebuah siklus yang terdiri dari tiga fase yang saling memengaruhi secara berkesinambungan yaitu fase forethought (perencanaan), performance/ volitional control (pelaksanaan) dan self-reflection (refleksi diri). Self-regulation memang bukan satu-satunya penentu keberhasilan siswa dalam belajar, namun kemampuan ini penting dimiliki oleh siswa untuk mengantarkan siswa lebih dekat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya.

Fase forethought sebagai fase awal merupakan fase yang mendasari fase performance dan self-reflection. Fase forethought merupakan fase perencanaan, pada fase ini siswa menganalisa tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pelajar (task analysis). Task analysis terdiri dari goal setting yakni ketika siswa menentukan tujuan pendidikannya dalam hal ini spesifik kepada target nilai yang ingin dicapai pada akhir semester. Agar siswa dapat mencapai target nilai tersebut, mereka perlu menyusun rencana strategi belajar (strategic planning). Strategi belajar yang disusun oleh siswa dapat berbeda-beda satu sama lain tergantung minat masing-masing siswa. Siswa yang menyukai belajar secara berkelompok akan menyusun strategi agar dapat belajar berkelompok bersama teman-teman. Agar dapat mencapai target nilai, siswa perlu menumbuhkan keyakinan dan memupuk motivasi bahwa apa yang dikerjakan akan berhasil mengantarkannya pada target nilai yang ingin dicapai (self-motivational beliefs). Siswa harus yakin dengan kemampuan yang dimilikinya (self-efficacy), mempercayai bahwa usaha


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha belajar yang dilakukannya akan dapat mengantarkannya pada target nilai yang telah ditetapkan (outcome expectation). Setelah itu, siswa dapat menguraikan manfaat dan keuntungan yang akan mereka peroleh ketika berhasil mencapai target nilai yang telah ditetapkan (intrinsic interest) serta mampu mempertahankan motivasi belajar dan meningkatkan usaha belajarnya untuk mencapai target nilai yang ingin diraih (goal orientation).

Pada fase yang kedua yaitu performance or volitional control phase merupakan kelanjutan dari tahap fase forethought. Fase ini menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk mengontrol diri dalam melakukan suatu tingkah laku (self-control) dan pengamatan terhadap tingkah laku diri sendiri, mengingat feedback dari tingkah laku sebelumnya dan mencoba strategi yang baru (self-observation). Dimulai dari Self-Instruction yaitu usaha pengendalian diri agar dapat melakukan kegiatan yang direncanakan secara sistematis. Seperti menahan diri dari rasa malas, ingin bermain dan sebagainya. Dilanjutkan dengan Imagery yaitu perumpamaan atau gambaran-gambaran mental yang membantu siswa dalam melaksanakan rencananya seperti pemikiran apabila dirinya malas belajar maka akan ada kemungkinan tidak naik kelas maupun harus mengikuti remedial. Untuk dapat melakukannya, siswa membutuhkan Attention Focusing dimana kemampuan siswa dalam memfokuskan perhatiannya pada pelaksanaan rencana yang telah disusunnya lalu didukung oleh Task Strategies yang berisikan kemampuan siswa mengorganisasikan rencana-rencana tugas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan belajar yang optimal. Siswa diharapkan mampu untuk membagi waktu bermain dan belajarnya dengan baik. Langkah yang


(25)

17

Universitas Kristen Maranatha berikutnya adalah Self-Recording dimana siswa mampu melakukan pengamatan terhadap feedback dari tingkah laku sebelumnya untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Feedback yang diberikan berupa nasihat dari guru maupun orang tua serta teman-temannya. Sehingga pada akhir tahapan fase ini siswa dapat mencoba melakukan usaha-usaha yang baru untuk mencapai tujuannya (Self-Experimentation).

Ketiga fase ini merupakan suatu siklus yang satu sama lainnya saling berinteraksi. Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang memiliki Self-Regulation yang tinggi akan berusaha mengarahkan dan mempertahankan perilakunya dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan dari sekolah dengan baik, yaitu menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk dapat mengatur perilaku belajarnya dan menjalankan langkah-langkah tersebut dengan konsisten serta memperhatikan feedback yang terjadi dari tingkah laku sebelumnya, mampu mengevaluasi apa yang telah dilakukan, apakah tercapai atau tidak. Bila tidak tercapai, berusaha mencari solusi yang tepat, juga gigih mengatasi setiap hambatan maupun kesulitan yang dihadapi. Bila usaha yang dilakukan dirasa belum memuaskan, maka mereka akan memilih strategi baru, sebaliknya bila siswa merasa bahwa hal itu memuaskan, maka ia akan mempertahankan perilakunya tersebut. Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang memiliki Self-Regulation yang tinggi tentunya diharapkan memiliki prestasi belajar yang tinggi.

Sedangkan siswa yang memiliki Self-Regulation yang rendah akan menampilkan perilaku yang kurang mampu dalam mengarahkan dan mempertahankan perilaku dalam usaha pencapaian melaksanakan tugas-tugas


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha sekolah dengan baik, dan akan cenderung mudah menyerah bila dihadapkan pada hambatan atau kesulitan. Siswa kurang memiliki kemampuan dalam menetapkan tujuannya untuk mendapatkan nilai yang baik, kemudian kurang mampu menetapkan langkah-langkah apa yang telah direncanakan dengan cara yang kurang konsisten serta kurang mampu dalam mengevaluasi apa yang telah dilakukan, apakah telah tercapai atau tidak. Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang memiliki Self-Regulation yang rendah diperkirakan memiliki prestasi belajar yang rendah dan perlu meningkatkan kemampuan Self-Regulation-nya supaya dapat meningkatkan hasil prestasi belajarnya.


(27)

19

Universitas Kristen Maranatha Untuk memperjelas kerangka pemikiran di atas, berikut ini digambarkan bagan sebagai berikut :

Fase-Fase Siklus Self-Regulation:

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 1. FORETHOUGHT : 1a. Task Analysis

(Goal Setting & Strategic Planning) 1b. Self Motivation Beliefs

(Self-efficacy, Outcome expectations, Intrinsic interest / value, Goal orientation)

2. PERFORMANCE : 2a. Self Control

(Self-instruction, Imagery, Attention focusing, Task Strategies)

2b. Self-Observation (recording, Self-experimentation)

3. SELF REFLECTION : 3a. Self-Judgement

(Self-evaluation, Causal attribution)

3b. Self-Reaction

(Self-satisfaction / affect, Adaptive-defensive)

SELF- REGULATION Siswa Pengurus

OSIS “HEBRON” SMP BPK PENABUR HOLIS

BANDUNG

Tinggi


(28)

20

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu :

 Dengan kesibukan siswa pengurus OSIS “Hebron” dalam menjalankan tugasnya dalam kepengurusan OSIS “Hebron”, mereka membutuhkan Self-Regulation dalam kegiatan belajar maupun dalam melaksanakan tugasnya di OSIS “Hebron”.

 Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang berhasil melewati 3 fase Self-Regulation (fase forethought, fase performance atau volitional control, dan fase self-reflection) dapat dinyatakan sebagai siswa yang memiliki Self-Regulation tinggi.

 Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang tidak dapat melewati 3 fase Self-Regulation (fase forethought, fase performance atau volitional control, dan fase self-reflection) atau mengalami kesulitan dalam melewati setiap fasenya dapat dinyatakan sebagai siswa yang memiliki Self-Regulation rendah. Self-Regulation terdiri dari 3 fase, yaitu : fase forethought (fase

perencanaan), fase performance atau volitional control (fase pelaksanaan), dan fase self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi). Ketiga fase dalam Self-Regulation merupakan siklus yang berkesinambungan.


(29)

54 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai Self-Regulation yang dihayati oleh siswa pengurus OSIS “Hebron” SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Siswa pengurus OSIS “Hebron” memiliki derajat Self-Regulation yang tinggi.

2. Siswa pengurus OSIS “Hebron” berhasil melewati fase Forethought (fase perencanaan), fase Performance atau Volitional Control (fase pelaksanaan), dan fase Self-Reflection (fase refleksi diri atau evaluasi).

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pelaksanaan pengambilan data dengan kuesioner pada jenjang pendidikan SMP, akan lebih baik bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis agar dapat melakukan menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dimengerti oleh remaja.


(30)

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti mengajukan beberapa saran untuk pengembangan OSIS “HEBRON”, yaitu :

1. Bagi siswa pengurus OSIS “Hebron” yang derajat Self-Regulation berada dalam tingkatan rendah, diberikan pelatihan dan pengarahan seperti : pembimbingan atau konseling pribadi untuk meningkatkan kemampuan meregulasi diri.

2. SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung dapat memberikan seminar, training, talk show maupun penjelasan kepada siswa-siswinya dalam mengenal Self-Regulation atau kemampuan meregulasi diri sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan diri untuk mencapai hasil akademik yang maksimal.


(31)

56 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson.1987. Pengantar Psikologi, Jilid Dua. Edisi ke-11. Terjemahan oleh Dr. Widjaya Kusuma. Batam: Interaksara.

Boekarts, Monique; Pintrich, Paul; Zeindner,. Mosche 2000. Handbook of Self-Regulation. California, USA:Academic Press.

Conger, J.J. 1991. Adolescence and Youth (4th ed). New York: Harper Collins. Gulo, W. 1995. Dasar-Dasar Statistik Sosial. Satya Wacana.

Hoyle, R.H..2010. Handbook of Personality and Self Regulation. United Kingdom: Wiley-Blackwell

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor:Ghalia Indonesia.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. 2001. Human Development (8th ed). Boston: McGraw-Hill.

Santrock, J.W. 2004. Perkembangan Remaja. Edisi ke-6. Penerjemah: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Sprintball, N.A.; Sprintball, R.C. Educational Psychology – A Developmental Approach (5th ed). New York: McGRAW-HILL Publishing Company Sugiyo. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.

Utami, S.C. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Walpole, Ronald. E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta:Grasindo.

Winkel, W.S; M.M Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: MEDIA ABADI


(32)

57 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Dunia Psikologi. 2011. Remaja, Pengertian, dan Definisinya

(http://www.duniapsikologi.com/remaja-pengertian-dan-definisinya/, diakses 15 September 2012)

Haryanto, S.Pd. 2010. Pengertian Remaja Menurut Para Ahli (Online)

(http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/, diakses 13 September 2012)

Nugroho. 2006. Self-Regulated Learning Anak Berbakat. (Online). (http://www.ditpbl.or.id, diakses 18 September 2012). Prestasi SMP BPK Penabur THI Bandung (Online).

(http://www.geocities.ws/smpthi/Skul/pres.html,diakses 28 September 2012)

Susanto, Handy. 2006. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa Jurnal Pendidikan Penabur. (Online). No.07/Th.V.


(1)

19

Universitas Kristen Maranatha

Untuk memperjelas kerangka pemikiran di atas, berikut ini digambarkan bagan sebagai berikut :

Fase-Fase Siklus Self-Regulation:

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 1. FORETHOUGHT : 1a. Task Analysis

(Goal Setting & Strategic Planning) 1b. Self Motivation Beliefs

(Self-efficacy, Outcome expectations, Intrinsic interest / value, Goal orientation)

2. PERFORMANCE : 2a. Self Control

(Self-instruction, Imagery, Attention focusing, Task Strategies)

2b. Self-Observation (recording, Self-experimentation)

3. SELF REFLECTION : 3a. Self-Judgement

(Self-evaluation, Causal attribution)

3b. Self-Reaction

(Self-satisfaction / affect, Adaptive-defensive)

SELF- REGULATION Siswa Pengurus

OSIS “HEBRON” SMP BPK PENABUR HOLIS

BANDUNG

Tinggi


(2)

20

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu :

 Dengan kesibukan siswa pengurus OSIS “Hebron” dalam menjalankan tugasnya dalam kepengurusan OSIS “Hebron”, mereka membutuhkan Self-Regulation dalam kegiatan belajar maupun dalam melaksanakan tugasnya di OSIS “Hebron”.

 Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang berhasil melewati 3 fase Self-Regulation (fase forethought, fase performance atau volitional control, dan fase self-reflection) dapat dinyatakan sebagai siswa yang memiliki Self-Regulation tinggi.

 Siswa pengurus OSIS “Hebron” yang tidak dapat melewati 3 fase Self-Regulation (fase forethought, fase performance atau volitional control, dan fase self-reflection) atau mengalami kesulitan dalam melewati setiap fasenya dapat dinyatakan sebagai siswa yang memiliki Self-Regulation rendah.

Self-Regulation terdiri dari 3 fase, yaitu : fase forethought (fase perencanaan), fase performance atau volitional control (fase pelaksanaan), dan fase self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi). Ketiga fase dalam Self-Regulation merupakan siklus yang berkesinambungan.


(3)

54 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai Self-Regulation yang dihayati oleh siswa pengurus OSIS “Hebron” SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Siswa pengurus OSIS “Hebron” memiliki derajat Self-Regulation yang tinggi.

2. Siswa pengurus OSIS “Hebron” berhasil melewati fase Forethought (fase

perencanaan), fase Performance atau Volitional Control (fase pelaksanaan), dan fase Self-Reflection (fase refleksi diri atau evaluasi).

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pelaksanaan pengambilan data dengan kuesioner pada jenjang pendidikan SMP, akan lebih baik bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis agar dapat melakukan menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dimengerti oleh remaja.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti mengajukan beberapa

saran untuk pengembangan OSIS “HEBRON”, yaitu :

1. Bagi siswa pengurus OSIS “Hebron” yang derajat Self-Regulation berada dalam tingkatan rendah, diberikan pelatihan dan pengarahan seperti : pembimbingan atau konseling pribadi untuk meningkatkan kemampuan meregulasi diri.

2. SMP BPK PENABUR HOLIS Bandung dapat memberikan seminar, training, talk show maupun penjelasan kepada siswa-siswinya dalam mengenal Self-Regulation atau kemampuan meregulasi diri sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan diri untuk mencapai hasil akademik yang maksimal.


(5)

56 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson.1987. Pengantar Psikologi, Jilid Dua. Edisi ke-11. Terjemahan oleh Dr. Widjaya Kusuma. Batam: Interaksara.

Boekarts, Monique; Pintrich, Paul; Zeindner,. Mosche 2000. Handbook of Self-Regulation. California, USA:Academic Press.

Conger, J.J. 1991. Adolescence and Youth (4th ed). New York: Harper Collins. Gulo, W. 1995. Dasar-Dasar Statistik Sosial. Satya Wacana.

Hoyle, R.H..2010. Handbook of Personality and Self Regulation. United Kingdom: Wiley-Blackwell

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor:Ghalia Indonesia.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. 2001. Human Development (8th ed). Boston: McGraw-Hill.

Santrock, J.W. 2004. Perkembangan Remaja. Edisi ke-6. Penerjemah: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Sprintball, N.A.; Sprintball, R.C. Educational Psychology – A Developmental Approach (5th ed). New York: McGRAW-HILL Publishing Company Sugiyo. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.

Utami, S.C. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Walpole, Ronald. E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta:Grasindo.

Winkel, W.S; M.M Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: MEDIA ABADI


(6)

57 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Dunia Psikologi. 2011. Remaja, Pengertian, dan Definisinya

(http://www.duniapsikologi.com/remaja-pengertian-dan-definisinya/, diakses 15 September 2012)

Haryanto, S.Pd. 2010. Pengertian Remaja Menurut Para Ahli (Online)

(http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/, diakses 13 September 2012)

Nugroho. 2006. Self-Regulated Learning Anak Berbakat. (Online). (http://www.ditpbl.or.id, diakses 18 September 2012). Prestasi SMP BPK Penabur THI Bandung (Online).

(http://www.geocities.ws/smpthi/Skul/pres.html,diakses 28 September 2012)

Susanto, Handy. 2006. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa Jurnal Pendidikan Penabur. (Online). No.07/Th.V.