BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Belajar - PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN IPA BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 SOKARAJA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Belajar

  Menurut Baharudin (2007), Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir khayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus-menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi Bell-Gredler dalam Baharudin (2007).

  Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya si pelaku juga akan terbantu dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Baharudin, 2007).

  11 Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif di lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dalam nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1996).

  Menurut Slameto (1991) menjelaskan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk mempermudah suatu perubahan tingkah lakuyang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Menurut Hilgrad dalam Sanjaya (2006), belajar diannggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgrad mengungkapkan “Learning is the process by wich an activity originates or

  

changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the natural

environment0 as distinguished from changes by factors not attributable to

training.” Menurutnya belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau

  prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun di lingkungan alamiah.

  Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

  Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang secara sadar, dalam hal ini terjadi perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan sikap, dan penyesuaian diri terhadap suatu lingkungan.

2.2 Faktor yang mempengaruhi Belajar

  Menurut Hanafiah dan Suhana (2009), menjelaskan bahwa keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya secara integrative dari setiap faktor pendukungnya. Adapun faktor-faktor yang mepengaruhi keberhasilan belajar, antara lain :

  1. Peserta didik dengan sejumlah latar belakangnya, yang mencakup :

  a. Tingkat kecerdasan (intelligent quotient)

  b. Bakat (aptitude)

  c. Minat (interest)

  d. Motivasi (motivation)

  e. Keyakinan (belief)

  f. Kesadaran (consciousness) e. Kualifikasi pendidikan yang memadai

  g. Kedisiplinan (discipline)

  h. Tanggung jawab (responsibility)

  2. Pengajar yang professional yang memiliki :

  a. Kompetensi pedagodik

  b. Kompetensi social

  c. Kompetensi personal

  d. Kompetensi professional

  f. Kesejahteraan yag memadai

  3. Atmosfir pembelajaran partisipasif dan interaktif yang dimanifestasikan dengan adanya komunikasi timbal balik dan multi arah (multiple

  

communication ) secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan

  yaitu :

  a. Komunikasi antara guru dengan peserta didik

  b. Komunikasi antar peserta didik dengan peserta didik

  c. Komunikasi kontekstual dan integrativ antar guru, peserta didik dan lingkungannya.

  4. Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, sehingga peserta didik merasa betah dan bergairah (enthuse) untuk belajar, yang mencakup : a. Lahan tanah, antar alain kebutuhan sekolah, halaman sekolah, halaman dan lapangan olahraga.

  b. Bangunan, antara lain bangunan kantor, kelas, laboratorium, perpustakaan dan ruang aktivitas ekstra kurikuler c. Perlengkapan, antara lainalat tulis kantor, media pembelajaran, baik elektronik maupun manual.

  5. Kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan, khusus meneganai perubahan perilaku (behavior change) peserta didik secara integral, baik yang berkaitan dengan kognitif, afektif maupun psikomotor.

  6. Lingkungan agama, social, budaya, politik, ekonomi, ilmu dan teknologi serta lingkungan alam sekitar, yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan. Lingkungan ini merupakan faktor peluang (opportunity) untuk terjadinya belajar kontekstual.

  7. Atmosfer kepemimpan yang sehat, partisipasif, demokratis dan situasional yang membangun kebahagian intelektual (intellectual happiness), kebagaiaan emosional (emotional happiness), kebahagiaan dalam merekayasa ancamann menjadi peluang (adversity happiness) dan kebahagiaan spiritual (spitritual

  happiness ).

  8. Pembiayaan yang memadai, baik biaya rutin (recurrent budget) maupun biaya pembangunan (capital budget) yang datangnya dari pihak pemerintah, orangtua, maupun skateholder lainnya sehingga sekolah mampu melangkah maju dari sebagai pengguna dana (cost) menjadi penggali dana (revenue).

2.3 Pemahaman Konsep

2.3.1 Pengertian Pemahaman

  Menurut Sardiman (2010) Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi – aplikasinya, sehingga menyeabkan siswa dapat memahami suatu situasi.

  Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar. Memahami maksudnya menangkap makna dari sebuah proses pemelajaran.comprehension atau pemahaman, memiliki arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian- bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna.

2.3.2 Kemampuan Pemahaman Konsep

  Menurut Wardhani (2006) menjelaskan bahwa indikator pencapaian aspek pemahaman konsep adalah sebagai berikut : a. Menyatakan ulang sebuah konsep.

  b. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai konsepnya.

  c. Memberi contoh dan bukan contoh dari konsep.

  d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk presentasi.

  e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari konsep.

  Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan mempunyai kemampuan pemahaman konsep apabila siswa mampu mendefinisikan dan mengidentifikasikan konsep serta menyajikan konsep dalam bentuk presentasi. Pemahaman konsep dapat diartikan sebagai kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan melakukan prosedur secara efisien dan tepat dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah.

2.4 Hakikat IPA Biologi

  Menurut Marsetio dalam Trianto (2010), hakikat IPA pada dasarnya dibangun atas produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu IPA dibangun pula sebagai proses, sebagai produk dan sebagai prosedur. Sebagi proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakanpengetahuan tetang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. IPA sebagai produk artinya sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. IPA sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu riset pada umumnya yang lazim diseut metode ilmiah . Hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (kelimuan), tetapi lebih dari itu, IPA lebih menekankan pada dimensi nilai ukhrawi dimana dengan memerhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sang pencipta yaitu Allah SWT (Trianto, 2010).

2.5 Keterampilan Proses Sains

2.5.1 Pengertian Keterampilan Proses

  Menurut Indrawati dalam Triyanto (1999), Keterampilan proses merupakan keseluruhan suatu keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat untuk menemukan suatu konsep, prinsip, atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi) yang akan berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

  Keterampilan Proses Sains merupakan suatu pendekatan belajar- mengajar yang mengarah pada pertumbuhan dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa agar mampu memproses informasi atau hal – hal baru yang bermanfaat baik berupa fakta, konsep, maupun pengembangan sikap dan nilai (Dwiyanti & Siswaningsih, 2005).

  Menurut Juliato (2003) Keterampilan Proses Sains bermanfaat dalam rangka : a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya

  b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan c. Meningkatkan daya ingat.

  d. Memberikan kepuasan instrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu.

  e. Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains. Keuntungan dengan Keterampilan Proses a. Siswa dapat menggunakan berbagai sumber belajar.

  b. Siswa lebih menghayati materi karena menghadapi langsung dengan obyek belajar.

  c. Sikap ingin tahu, kemampuan kreatifitas, sikap kritis, sistematis, terbuka, jujur dapat ditumbuhkembangkan.

  d. Siswa dilibatkan secara optimal baik mental maupun fisik, sehingga pengetahuan mudah meresap dan tahan lama.

2.5.2 Jenis-jenis keterampilan proses

  Keterampilan proses sains yang harus dikuasai oleh siswa antara lain yaitu mengamati, mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan, menghitung, mengukur, menafsirkan, melakukan percobaan, memprediksi, melaksanakan tehnik manipulasi, mengklasifikasikan, menggunakan alat, memformulasikan hipotesis, meramalkan, menganalisis, mensintesis, menarik kesimpulan, mengartikan data, menguasai dan memanipulasikan variable (faktor ubah), membentuk suatu model dan menyusun satu definisi yang operasional (Julianto, 2003).

2.5.3 Kemampuan Bertanya

  Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) bertanya adalah meminta keterangan atau penjelasan. Dalam hal ini bertanya agar memperoleh keterangan atau penjelasan yang lebih baik dari yang tidak diketahui atau yang diketahui sebelumnya. Kemampuan bertanya dapat dilatih dengan mengamati secara seksama dan mempertanyakan mengapa sesuatu itu memiliki kekhususan bentuk, warna, ukuran, bagian, symbol dan sebagainya (Harsanto dalam Kurniasih (2011)).

  Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2009), bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respons dari seseorang yang dikenali.

  Respons yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir.

  Menurut Tim LP3I (2010), kemampuan bertanya adalah suatu pengajaran itu sendiri, sebab pada umumnya guru dalam pengajarannya melibatkan/menggunakan tanya jawab. Kemampuan bertanya merupakan kemampuan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban/balikan dari orang lain.

  Dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa kemampuan bertanya merupakan suatu cara untuk meminta respons berupa keterangan atau penjelasan dari sesuatu yang belum diketahui ataupun sudah diketahui.

  Hampir seluruh proses evaluasi, pengukuran, penilaian, dan pengujian dilakukan melalui pertanyaan. Menurut Sanjaya (2006), pertanyaan yang baik memiliki dampak yang positif terhadap siswa, diataranya : a. Bisa meningkatkan partisipasi siswa secara penuh dalam proses pembelajaran.

  b. Dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, sebab berfikir itu sendiri pada hakikatnya adalah bertanya.

  c. Dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa serta menuntun siswa untuk menentukan jawaban.

  d. Memusatkan siswa pada masalah yang sedang dibahas.

  Dalam penerapan model pembelajaran seperti CTL, keberhasilannya sangat ditentukan oleh kemampuan siswa dalam bertanya. Hal tersebut, karena model pembelajaran yang demikian tidak menempatkan siswa sebagai objek belajar yang hanya bertugas mendengarkan, mencatat dan menghafal materi pelajaran. Akan tetapi, mendorong siswa untuk berperan secara aktif dalam mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya. Proses mendorong siswa untuk menemukan itu sangat dipengaruhi oleh kemampun guru dalam membimbing siswa melalui proses bertanya (Sanjaya, 2006).

  Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan bertanya sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna. Selain itu, kemampuan bertanya akan menjadikan siswa aktif dilihat dari siswa yang mengajukan pertanyaan.

2.6 Model CTL (Contextual Teaching And Learning)

2.6.1 Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)

  Menurut Sanjaya (2006), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

  Menurut Hanafiah dan Suhana (2009), Contextual Teaching and

  Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan

  untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, social, ekonomi, maupun cultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari suatu onteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.

  Menurut Sagala (2003) pembelajaran kontekstual (Contextual

  

Teaching and Learning ) adalah konsep belajar yang membantu guru

  mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

  Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL (Contextual teaching and learning) adalah model pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan mengaitkan dengan kenyataan yang dialaminya. Guru dalam model pembelajaran ini hanya berperan sebagai fasilitator, sehingga pembelajaran tidak terpusat kepada guru saja tetapi siswa diharuskan aktif untuk mencari tahu apa yang menjadi permasalahan dalam materi yang sedang dipelajari.

  Menurut Sanjaya (2006), dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

  Kedua , CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan

  antara materi yang dipelajari degan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ni sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetatpi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

  Ketiga , CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

  kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarainya, akan tetap bagaimna materi

  pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

  Lebih lanjut menurut (Sanjaya, 2006), terdapat lima karaketeristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL yaitu :

  1. Dalam CTL, pembelajarn merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang usdah ada (active knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

  2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan meambah baru (accquiring knowledge). Pengetahuan baru yang diperoleh dengan cara deduktif artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

  3. Pemahaman pengetahuan (understanding konowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untu dipahami dan diyakini, misalnya denan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolahnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetauan itu dikembangkan.

  4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

  knowledge ), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya

  harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

  5. Melakukan refleksi (reflecting knwoledge ) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

2.6.2 Asas-asas CTL (Contextual Teaching and Learning)

  CTL (Contextual teaching and learning) memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model CTL. Asas dalam model ini disebutjuga komponen-komponen CTL.

  1) Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut baldawin dan Piaget dalam Sanjaya (2006), menyatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pegamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasikan ojek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. 2) Inkuiri (Inquiry)

  Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

  Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik itelektual, mental, emosional, maupun pribadi.

  Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu : a. Merumuskan masalah

  b. Mengujikan hipotesis

  c. Mengumpulkan data

  d. Menuji hipotesis berdasarkan data yang ditentukan

  e. Membuat kesimpulan 3) Bertanya (Questioning)

  Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begiti saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.

  Karena itu peran serta bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

  Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk : a. Menggali informasi tetang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.

  b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

  c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

  d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

  e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

  4) Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing denan orang lain, antar teman, antar kelompok, yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain.

  Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok –kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.

  Dalam hal tertentu, guru dapat mengundang orang-orang yang dianggap memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa.

  Misalnya dokter untuk memberikan atau membahas masalah kesehatan, para petani tukang reparasi radio dan lain-lain. Pada pembelajaran masyarakat belajar, setiap orang bisa saling terlihat, bisa saling membelajarkan, bertukar informasi dan bertukar pengalaman.

  5) Pemodelan (Modeling) Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan

  (identifikasi) maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu (Hanafiah dan Suhana, 2009).

  6) Refleksi (Reflection) Refleksi dalam pembelajaran adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yag sudah dilakukan atau dipelajarinya di masa lalu. Refleksi pembelajaran respon terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima dari proses pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai wujud pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan sebelumnya (Hanafiah dan Suhana, 2009) .

  Menurut Sanjaya (2006) dalam proses pembelajaran yang menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

  7) Penilaian Nyata (Authentic Assesment) Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

  Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekananya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

2.7 Hasil Penelitian Terdahulu

  1. Penelitian Baihaki (2010) tentang peningkatan aktifitas belajar melalui pendekatan contextual teaching and learning pada mata pelajaran Aqidah Akhlak materi Asma'ul Husna Kelas IV Semester II di MINU Pucang Sidoarjo Tahun Pelajaran 2009 – 2010. Hasil yang dilaporkan adalah terjadi peningkatan aktifitas belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran Aqidah Akhlak materi Asmaul khusna dari siklus I dan siklus II yaitu siklus I (80,53%) dan siklus II (83,62%).

  2. Rusdiyanto (2008) melakukan penelitian untuk meningkatkan minat belajar peserta didik kelas VII B Mts Negeri Model Purwokerto, penelitian tersebut menunjukkan hasil yang cukup baik, dimana model CTL (Contextual teaching and Learning ) mampu meingkatkan minat belajar siswa.

  3. Penelitian mengenai model CTL (Contextual teaching and Learning) juga pernah dilakukan oleh Ayunani (2010) untuk meningkatkan daya analisis siswa kelas X2 SMA Negeri Baturaden , hasil yang dilaporkan bahwa model pembelajaran CTL (Contextual teaching and Learning) mampu meningkatkan daya analisis siswa kelas X2 SMA Negeri Baturaden.

  4. Yulianto (2006) melakukan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi pada siswa SMA Negeri 11 Semarang. Hasil yang dilaporkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dari 45% menjadi 70%.

  5. Marlina (2010) juga melakukan penelitian menggunakan model CTL (Contextual teaching and Learning) untuk meningkatkan daya kreativitas mahasiswa pada perkuliahan dasar (rias kecantikan wajah dan rambut) di Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil yang dilaporkan bahwa model CTL (Contextual teaching and Learning) mampu meningkatkan kreativitas mahasiswa terutama untuk membentuk dan mengembangkan konsep pada diri mahasiswa dengan cara aplikasi ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

2.8 Kerangka Berpikir

  Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Sokaraja pada tanggal 10 Desember 2011 diketahui bahwa 62% responden menjawab tidak bertanya jika mengalami kesulitan dalam pelajaran.

  Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan yaitu siswa masih malu untuk bertanya, takut untuk mengutarakan pertanyaan dan malas berkomunikasi dengan guru yang membosankan. Rendahnya kemampuan bertanya siswa menjadikan pemahaman siswa terhadap konsep IPA materi Biologi menjadi kurang. Hal ini dapat diketahui dari wawancara terhadap guru IPA kelas VIII D mengatakan bahwa pemahaman siswa kelas VIII D terhadap konsep IPA Biologi selama ini masih rendah prosentase siswa VIII D yang tuntas pada ulangan harian ketiga sebesar 17%. Akar permasalahan kemampuan bertanya siswa yang masih rendah disebabkan karena penggunaan model pembelajaran yang belum menekankan pada keterampilan proses sains salah satunya kemampuan bertanya sehingga pemahaman konsep IPA materi Biologi pada siswa kelas VIII D rendah yang berdampak rendah terhadap hasil belajar siswa.

  Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran IPA Biologi perlu menggunakan model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan bertanya siswa. Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada pencapaian salah satu keterampilan proses yaitu kemampuan bertanya adalah model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Dari permasalahan tersebut, maka pemecahan masalahnya adalah menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan kemampuan bertanya pada pembelajaran IPA Biologi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Sokaraja.

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA MATERI CAHAYA TERHADAP HASIL BELAJAR IPA FISIKA SISWA KELAS VIII SMP

0 0 6

PEMBELAJARAN MENULIS DESKRIPSI DENGAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

0 0 8

PEMBELAJARAN MENULIS TEKS PROSEDUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ) PADA SISWA KELAS X MAN CIMAHI

0 1 6

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING and LEARNING) DENGAN EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI SIDOREJO LOR 07 KOTA SALATIGASEMESTER I TAHUN 20162017

0 0 13

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING and LEARNING) PADA SISWA KELAS 5 SD NEGERI MANDING KABUPATEN TEMANGGUNG SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS POSTER MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN STAD PADA SISWA KELAS VIII SMP KRISTEN KANAAN

0 0 11

HUBUNGAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII MTS NEGERI KARANGGEDE KABUPATEN BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 20152016 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syara

0 0 133

PENERAPAN MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA TENTANG GERAK BENDA DAN ENERGI PADA SISWA KELAS III SDN GESIKAN TAHUN AJARAN 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013 - repository perpustaka

0 3 25