DOCRPIJM 1877ebf57f BAB IVBab IV Aspek Teknis ok (Repaired)
BAB IV RENCANA PROGRAM INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN PERKOTAAN MALINAU
4.1 Profil Pengembangan Permukiman
4.1.1 Petunjuk Umum Kondisi Penyehatan Lingkungan Permukiman
Pembangunan dan pengembangan suatu perumahan dan permukiman tentunya sangat
berkaitan erat dengan penggunanya, dalam hal ini adalah penduduk dengan kata lain, pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman akan mengacu kepada kepentingan penduduk yang akan menghuni dan memanfaatkannya. Jumlah total permukiman terbanyak berada di Kecamatan Malinau Kota dan jumlah terkecil berada di Kecamatan Mentarang Hulu.
Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman
Yang menjadi kerangka dasar dari sebuah pengembangan permukiman di Kabupaten Malinau adalah: Legal security of tenure
Problem legal security of tenure masih menjadi problem utama dalam isu hak rakyat atas perumahan. Di Indonesia, satu aturan domestik mengenai hak atas penguasaan tanah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria ( UU No. 5 / 1960 ). Banyak sekali aturan domestik yang mengekalobarasi maupun merujuk UU ini sebagai konsiderannya. Hak atas tanah, baik berupa hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai diakui keberadaannya sebagai hak hukum. Lebih dari itu, dalam aturan agraria, mekanisme adverse possession juga diakui di Indonesia. Apabila individu menempati dan mengolah tanah selama 20 tahun, maka dia dapat mengajukan hak milik atas tanah. Data statistik perumahan dan permukiman;
Perlu adanya data yang akurat terhadap kebutuhan utama akan perumahan ini, karena tanpa adanya data yang memiliki tingkat falidasi yang rendahakan mempengaruhi para stakeholder dalam menetukan skala prioritas dan penentuan anggaran yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan perumahan yang ada saat ini. Pendataan ini juga mampu menentukan, seberapa parahnya tingkat kronis permasalahan perumahan itu sendiri,
4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman Kabupaten Malinau
4.1.2.1 Kepadatan Bangunan Permukiman Kota
Kabupaten Malinau merupakan Kabaupten terluas di Provinsi Kalimantan Timur
2
dengan luas 39.799.90 Km yang terbagi dalam 15 kecamatan dan 109 Desa Jumlah penduduk Kabupaten Malinau pada bulan Juli Tahun 2011 sejumlah 77.405 jiwa, dengan kepadatan rata-rata 1.95 km/jiwa, namun kepadatan penduduk ini tidak merata di seluruh Kabupaten . Di Ibu Kota Kabupaten dengan kepadatan yang sangat tinggi mencapai > 25.186 Jiwa atau 204.90 jiwa/km2, sedangkan daerah pedalaman dan perbatasan di wilayah Kabupaten Malinau masih jarang yaitu kurang dari 0.13 jiwa / km2. Jumlah Penduduk Kabupaten Malinau Perkecamatan adalah sebagai berikut :
Tabel. 4.1 Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Luas Jumlah Kepadatan Penduduk
No Kecamatan 2 Penduduk ( Jiwa ) ( Km ) 2 ( Jiwa / Km )
1
2
3
4
5
1 Kayan Hulu 651.67 3,392.00
5.21
2 Kayan Selatan 3,223.81 2,290.00
0.71
3 Sungai Boh 3,234.59 2,395.00
0.74
4 Kayan Hilir 11,876.64 1,564.00
0.13
5 Pujungan 6,762.92 2,036.00
0.30
6 Bahau Hulu 2,872.99 1,585.00
0.55
7 Malinau Kota 122.92 25,186.00 204.90
8 Malinau Selatan 3,733.81 8,879.00
2.38
9 Malinau Barat 754.43 10,647.00
14.11
10 Malinau Utara 776.36 12,082.00
15.56
11 Mentarang 2,883.82 5,971.00
2.07
12 Mentarang Hulu 2,872.36 1,378.00
0.48
13 Malinau Selatan Jumlah/Total 2010 39,766.33 77,405.00
1.95 Sumber : Malinau Dalam Angka 2011
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa spot permukiman terbanyak berada di Desa Malinau Kota . Kecamatan Malinau Kota.dan permukiman paling sedikit berada dikecamatan Kayan Hilir
4.1.2.2 Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah diartikan sebagai karakteristik fisik kontruksi bangunan rumah atau dinding bangunan rumah. Sehingga, jika dibagi berdasarkan karakteristik kontruksi, maka kondisi fisik rumah dibedakan atas bangunan permanen, bangunan semi permanen dan bangunan non permanen. Pada umunya, pembagian karakteristik seperti ini terjadi pada kawasan perumahan yang tidak terencana (spontan), sedangkan untuk kawasan perumahan yang dikembangkan oleh developer pada umumnya memiliki kontruksi yang permanen .
Tabel 4.2 Presentase Rumah dengan Lantai Kualitas Rendah Tahun 2009 – 2010 No Kecamatan % Lantai Rumah Berkualitas Rendah Tanah/Kayu 2009 % 2010 %8 Malinau Selatan 754 72.85 372
2 Kayan Selatan 342 98.94 118
44.70
3 Sungai Boh 254 100.00 163
78.84
4 Kayan Hili 235 96.71 129
54.66
5 Pujungan 272 92.52 113
58.55
6 Bahau Hulu 123 81.46 110
80.29
7 Malinau Kota 695 69.57 729
88.90
44.39
1 Kayan Hulu 318 87.85 238
9 Malinau Barat 668 93.95 450
72.70
10 Malinau Utara 907 92.27 580
70.90
11 Mentarang 563 97.91 421
81.59
12 Menatarang Hulu
91
59.48
64
60.95
13 Malinau Selatan Hulu Data masih tergabung dengan kecamatan Induk
14 Malinau Selatan Hilir
81.51
Tabel 4.3 Presentase Rumah dengan Dinding Kualitas Rendah Tahun 2009 – 2010 No Kecamatan % Dinding Rumah Berkualitas Rendah Tanah/Kayu 2009 % 2010 %1 Kayan Hulu 319 88.12 236
8 Malinau Selatan 756 73.04 359
80.82
2 Kayan Selatan 345 99.71 118
44.70
3 Sungai Boh 254 100.00 146
70.53
4 Kayan Hili 235 96.71 130
55.08
5 Pujungan 274 93.20 111
57.51
6 Bahau Hulu 125 82.78 110
80.29
7 Malinau Kota 671 67.17 728
88.78
42.84
15 Sungai Tubu Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010
9 Malinau Barat 673 94.66 454
73.34
10 Malinau Utara 909 92.47 587
71.76
11 Mentarang 563 97.91 426
82.56
12 Menatarang Hulu
90
58.82
63
60
13 Malinau Selatan Hulu Data masih tergabung dengan kecamatan Induk
14 Malinau Selatan Hilir
15 Sungai Tubu Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010
Tabel 4.4 Presentase Tempat Buang Air Besar Tahun 2010 No Kecamatan Tempat Buang Air Besar Bersama % Sendiri %43.01
37.83
5 Pujungan 193 468 777 2.054
64.52
4 Kayan Hili 236 367 1.011 1.567
42.86
3 Sungai Boh 207 511 982 2.291
2 Kayan Selatan 264 557 10.27 2.388
36.81
34.80
1 Kayan Hulu 292 729 1.173 3.371
Jumah KK Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Jumlah Pendudu k ( % )
26.72 Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010 Tabel 4. 5 Jumlah Rumah Tangga Miskin pada Tahun 2010 No Kecamatan Jumah Rumah Tangga
Miskin
( KK )15 Sungai Tubu TOTAL 3.697 73.28 1.348
14 Malinau Selatan Hilir
6 Bahau Hulu 137 336 589 1.600
7 Malinau Kota 820 5.626 3.334 24.140
1.90
35.02
15 Sungai Tubu Total 5.045 17.377 20.250 75.295
14 Malinau Selatan Hilir
Data masih tergabung dengan kecamatan Induk
13 Malinau Selatan Hulu
47.83
12 Menatarang Hulu 105 207 519 1.085
11 Mentarang 516 1.397 2.172 6.203
13.81
27.10
10 Malinau Utara 818 2.717 3.123 11.524
23.36
9 Malinau Barat 619 2.410 2.407 10.303
35.76
8 Malinau Selatan 838 2.052 3.136 8.769
13 Malinau Selatan Hulu Data masih tergabung dengan kecamatan Induk
2
1 Kayan Hulu 198
44
5 Pujungan 158
8.05
19
91.95
4 Kayan Hili 217
21.26
78.74
35
3 Sungai Boh 163
41.67
2 Kayan Selatan 154 58.33 110
32.19
94
67.81
81.87
18.13
98.10
9 Malinau Barat 406 65.59 213
12 Menatarang Hulu 103
22.87
11 Mentarang 398 77.13 118
23.35
10 Malinau Utara 627 76.65 191
34.41
19.09
6 Bahau Hulu 113
8 Malinau Selatan 678 80.91 160
41.22
7 Malinau Kota 482 58.78 338
17.52
24
82.84
26.89
Sumber data : SIG Kemiskinan Kab.Malinau 2010
6 Bahau Hulu
1 0.12 704
15.87
8 Malinau Selatan 133
58.66
51 6.22 481
35.12
7 Malinau Kota 288
86.13
19 13.87 - 0.00 118
73.06
9 Malinau Barat 195
3 1.55 141
25.39
49
5 Pujungan
77.97
1 0.42 184
21.61
51
4 Kayan Hili
80.19
84.01
31.50
3 Sungai Boh
10.48
72 1.43 3.587
27.47
15 Sungai Tubu Total 1.386
14 Malinau Selatan Hilir
Data masih tergabung dengan kecamatan Induk
13 Malinau Selatan Hulu
88.57
93
0.95
1
11
4 0.65 420
12 Menatarang Hulu
69.57
2 0.39 359
30.04
11 Mentarang 155
66.50
4 0.49 544
33.01
10 Malinau Utara 270
67.85
41 19.81 - 0.00 166
79.17
Tabel 4.6 Presentase Kepemilikan Rumah Tahun 20104 Kayan Hili
7 Malinau Kota
3.42
2.60
6 Bahau Hulu
3.49
4.91
5 Pujungan
4.44
5.26
4.65
19.75
4.40
3 Sungai Boh
2.80
6.47
2 Kayan Selatan
6.87
6.51
1 Kayan Hulu
Tabel 4.7 Prosentase Keluarga dengan Rumah Tak Layak Huni per Kecamatan Tahun 2009 - 2010 No Kecamatan % Rumah Tidak Layak Huni 2009 2010Sumber : SIG Kemiskinan Kab.Malinau 2010
11.58
8 Malinau Selatan
5 1.89 209
2.12
18.94
50
2 Kayan Selatan
57.53
1 Kayan Hulu 124 42.47 - 0.00 168
No Kecamatan Status Rumah Menum pang % Sewa % Milik Sendiri %
15 Sungai Tubu
14 Malinau Selatan Hilir
13 Malinau Selatan Hulu Data masih tergabung dengan kecamatan Induk
2.08
12 Menatarang Hulu
13.98
12.54
10.21
11 Mentarang
16.71
18.33
10 Malinau Utara
13.40
13.65
9 Malinau Barat
9.84
71.10 Sumber : SIG Kemiskinan Kabupaten Malinau 2010 Gambar 4. 1 Kondisi Permukiman di Kawasan Perkotaan
4.1.2.3 Layanan Prasarana Dan Sarana Permukiman
Pembangunan perumahan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ditunjang dengan pembangunan prasarana dan sarana penunjang kegiatan. Berbagai jenis sarana dan prasarana sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas penduduk perumahan, seperti jaringan air bersih, prasarana dan sarana air limbah, prasarana dan sarana persampahan, jaringan, sarana pendidikan dan sarana kesehatan.
a. Air Minum / Air Bersih
Kebutuhan air bersih saat ini dilayani oleh PDAM Kabupaten Malinau, dengan menggunakan sumur bor dengan sistem deep well (sumur dalam). Saat ini sambungan PDAM telah melayani enam Kecamatan yang ada di Kabupaten Malinau. Masih banyak terjadi kebocoran dalam distribusi air bersih, sehingga dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan air bersih di Kota, disediakan hidran-hidran umum yang tersebar merata di seluruh bagian kota. Selain itu, air bersih pun diperjual belikan secara eceran, terutama bagi penduduk yang tinggal di perumahan-perumahan yang berlokasi di daerah pasang surut, yang tidak mempunyai sambungan langsung PDAM, seharga sekitar Rp. 30,00 per liter.
b. Pengelolaan Air Limbah
Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan tinja serta prasana penampungan akhir kotoran (tinja). Sebagian besar rumah tangga telah memiliki fasilitas MCK individu (Kloset Jongkok ), walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset sehingga pembuangan dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (Masjid, langgar, dll) maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal: sungai).
c. Pengelolaan Persampahan
Saat ini kebanyakan masyarakat di Kota melakukan pembuangan sampah dengan cara dibuang di tempat sampah sementara ( TPS ) untuk kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun tidak sedikit pula masyarakat yang membuang sampahnya secara individu dengan cara dibakar atau dikubur (membuat lubang). Sistem pengelolaan sampah secara terpadu di lakukan melalui proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan. Pengangkutan ini dilakukan dengan menggunakan truk pengangkut sampah. Sedangkan untuk sampah industri, pengelolaannya ditangani sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan.
d. Drainase
Jaringan drainase di Kabupaten Malinau dapat dikatakan belum dapat memenuhi kebutuhan standar Kota akan drainase itu sendiri. Dikatakan demikian, karena jaringan drainase yang ada belum dapat menangani tumpahan air hujan dan limpasan air yang ada. Pada saat musim hujan sering terjadi genangan, yang di akibatkan kurangnya kapasitas drainase dalam menangani limpasan tersebut. Hal ini di karenakan kondisi topografi Kota yang berbukit
- – bukit, serta pembangunan yang dilakukan pun kurang memperhatikan pola aliran air dan luapan dati sungai yang ada. Demikian disekitar permukiman kumuh kondisi ini diperparah dengan tidak terdapatnya drainase, ataupun drainase yang dibuat seadanya dengan swadaya masyarakat.
e. Jaringan Jalan
Jaringan jalan di Kota berdasarkan kondisi perkerasannya dibagi atas jalan aspal, jalan kerikil, jalan tanah dan kondisi perkerasan lainnya. daerah yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Malinau Kota dihubungkan dengan jaringan jalan dengan kondisi yang kurang baik, sedangkan akses ke Kabupaten Malinau telah dilayani oleh jalan dengan konstruksi aspal. Jalan Negara di Kabupaten Malinau secara umum telah memiliki kondisi baik, jalan provinsi sebagian besar memiliki kondisi sedang, sedangkan jalan kota sebagian besar memiliki kondisi baik. Ditinjau dari segi kelas jalan, jaringan jalan di Kota yang termasuk kelas III A hanya terdapat pada Jalan Negara, jalan kelas III B terdapat pada Jalan Negara dan Jalan Provinsi, sedangkan jalan yang termasuk III C terdapat pada Jalan Kota.
Peta 4.1 Deleniasi Kawasan Perkotaan Kabupaten Malinau Sumber : RTRW Kabupaten Malinau Tahun 2011-2032
4.1.2.4 Parameter Teknis Wilayah
Menciptakan linkungan perkotaan berkelanjutan sangat krusial karena aktivitas erkotaan berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan dan memegang peran penting perbaikan kesejahteraan manusia. Konsep pembangunan erkelanjutan(sustainable development) merupakan perpaduan antara aspek teknis, ekonomis, sosial dan ekologis. Pendekatan kemitraan terhadap semua permasalahan Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan diartikansebagai pembangunan perumahan termasuk di dalamnya pembangunan kotaberkelanjutan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dankualitas lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunanperumahan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidupsecara berkelanjutan (Kirmanto, 2005). Pembangunan berkelanjutan sektorperumahan dan permukiman akan mendominasi penggunaan lahan danpemanfaatan ruang. Untuk itu, perlu dipertimbangkan empat hal utama, yaitu:
1. Pembangunan yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung-jawabkan (socially and culturally suitable and accountable);
2. Pembangunan yang secara politis dapat diterima (politically acceptable);
3. Pembangunan yang layak secara ekonomis (economically feasible), dan
4. Pembangunan yang bisa di pertanggung - jawabkan dari segi lingkungan ( environmentally sound and sustainable ). Hanya dengan jalan mengintegrasikan hal tersebut secara konsisten dan konsekuen, pembangunan perumahan dan permukiman bisa berjalan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, baik sosial maupun ekonomi (Soenarno, 2004). Untuk mencapai keberlanjutan perkotaan perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perkotaan. Pemerintah kota tidak dapat lagi memecahkan permasalahannya sendiri. Peran pemerintah kota semakin lama akan semakin bergeser ke peran sebagai fasilitator. Intinya, sistem pelaku majemuk akan menggantikan sistem pelaku-tunggal yang selama ini didominasi pihak pemerintah. Di masa depan, akan terdapat titik majemuk kewenangan dan pengaruh, dan tantangannya adalah bagaimana memberdayakan mereka agar dapat bekerja sama. Manfaatnya adalah adanya kepercayaan dan koneksi sosial (“modal sosial”) yang terus terakumulasi, yang pada gilirannya akan mencapai tiga sasaran yaitu : menjaga agar pemerintah semakin memiliki akuntabilitas dan tidak korup; menurunkan sumber konflik, dan memberdayakan para pelaku non- pemerintah
4.1.2.5 Aspek Pendanaan
Dalam usaha pembangunan Kabupaten Malinau , diperlukan adanya modal untuk menunjang pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. Dalam pembangunan ini, sumber dana didapat dari:
- Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur , maupun Pemerintah Kabupaten Malinau yang berasal dari anggaran pembangunan Daerah; Penerimaan sendiri yang berasal dari partisipasi masyarakat untuk - menunjang kegiatan, serta modal dari pihak swasta yang membantu pembangunan di Kabupaten Malinau; - Pinjaman luar negeri bagi fasilitas tertentu. Sumber pembiayaan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi serta dari penerimaan sendiri akan membiayai pembangunan dari kegiatan-kegiatan tertentu. Hal itu disesuaikandengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini sumber pembiayaan dari pemerintah akan menunjang kegiatan yang bersifat eksternal yaitu untuk kepentingan pembangunan kota secara umum, proyek yang tidak dapat langsung mengembalikan modal yang dikeluarkan, serta kegiatan yangtidak mungkin atau tidak mampu dilaksanakan
4.1.2.6 Aspek Kelembagaan
Agar sebuah rencana dapat dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan, maka peran pemerintah selaku pengelola pembangunan sangat menentukan. Untuk itu diperlukan pengorganisasian aparatur / lembaga pelaksana pembangunan dengan baik.
4.1.3 Sasaran
Sasaran pencapaian rencana pengembangan sub bidang permukiman dan perumahan adalah sebagai berikut :
1. Terwujudnya perumahan & permukiman yang layak dan bebas kumuh pada tahun 2016
2. Terdorongnya pertumbuhan wilayah perkotaan sebagai akibat pengembangan permukiman
3. Pembangunan permukimaan yang sesuai dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan, berkelanjutan dan kelestarian alam untuk memenuhi prinsip penataan ruang
4. Pembangunan permukiman yang didukung oleh kesiapan & kerjasama kelembagaan pemerintah, swasta & masyarakat dalam kerangka otonomi daerah yang menciptakan sinergi pembangunan antar pelaku.
4.1.4 Permasalahan Permukiman dan Perumahan
Beberapa isu yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi perkembangan permukiman di Kabupaten Malinau adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Lahan Lahan di Kabupaten Malinau, khususnya di wilayah pengembangan baru (daerah Selatan) merupakan lahan yang masih mentah, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit guna proses pematangannya. Apalagi dibeberapa lokasi, kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah sungai, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak beraturan.
2. Dinamika Penduduk Kota dan Ketergantungan Pertumbuhan Ekonomi Kota Terhadap Sektor Migas dan Non Migas
Dengan kenyataan bahwa Kota banyak dibentuk oleh masyarakat pendatang, serta kehidupan perkotaan yang banyak didorong kegiatan yang bertumpu pada sektor sumber daya migas, dikuatirkan bahwa perkembangannya bisa sangat berbeda apabila sumberdaya alam tersebut mengalami penyurutan sehingga produksi industrinya berkurang, yang tentunya akan berpengaruh besar terhadap pertambangan ekonomi .
3. Penurunan Kualitas Lingkungan Permukiman Padat Seiring perkembangan perekonomian perkotaan. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman di sempadan sungai, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
4. Perkembangan Kawasan Permukiman di Wilayah Kawasan Lindung Perkembangan kawasan permukiman di wilayah kawasan lindung telah tumbuh dan berkembang di kawasan sempadan sungai, sebagian bahkan berkembang ke arah pusat kota, menyatu dengan kawasan terbangun yang telah ada. Perubahan guna lahan ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di kawasan lindung tersebut.
5. Minimnya Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru Rencana pengembangan fisik Kota diarahkan ke bagian Malinau Kota, tepatnya ke arah PKW (Pengembangan Kegiatan wilayah). Namun dalam kenyataannya, dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah yang juga dikenal sebagai ”Pengembangan Baru ” ini.
6. Kurangnya Dukungan Database Perumahan dan Permukiman Perencanaan dan pengelolaan merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan informasi/data yang akurat. Seiring dengan perkembangan kota, maka informasi/data mengenai perumahan dan permukiman akan semakin dinamis pula. Dalam kenyataannya, upaya-upaya pendataan terhadap perumahan dan permukiman di Kota dirasakan belum maksimal, mengingat berbagai kendala seperti kurangnya koordinasi/keterpaduan antar instansi, khususnya yang bertugas dan berwenang dalam pengelolaan perumahan dan permukiman Kota. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi basisdata perumahan dan permukiman, termasuk untuk memperoleh kesamaan komponen/variabel dan satuan data yang seragam, sehingga memudahkan upaya analisa data, pemanfaatannya, maupun pemabaharuan data untuk keperluan perencanaan dan pemograman selanjutnya.
4.1.4.1 Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi
Keberadaan kawasan perkotaan yang tumbuh tanpa perencanaan akanmenyebabkan timbulnya daerah-daerah kumuh. Daerah-daerah kumuh dalambanyak kawasan perkotaan sering memberikan sumbangan negatif terhadap kawasan perkotaan yang lebih besar seperti:
1. Tempat berdiamnya pelaku kriminal, hal ini menjadi ancaman keamanan bagi kawasan perkotaan;
2. Tempat endemi penyakit karena tidak baiknya sanitasi dan persampahan;
3. Memberikan citra kota yang buruk karena tumbuh tanpa perencanaan sehingga tidak didukung oleh infrastruktur yang baik; Berubahnya tataguna lahan disebabkan terpakainya kawasan peruntukan bukan untuk hunian menjadi kawasan hunian/kawasan kumuh;
5. Kurang tersedianya fasilitas pendidikan di kawasan ini akan melahirkan sumber daya manusia yang rendah. Selain adanya kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan perkotaan lainnya juga perlu direncanakan perkembangan dan pertumbuhannya. Bahwa penduduk kota yang ada, selain dari faktor urbanisasi, juga berkembang mengikuti perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan hidupnya.
Meningkatnya kebutuhan hidup menuntut meningkatnya fasilitas penunjang kehidupan, yang hal ini berarti bertambahnya kebutuhan akan lahan-lahan baru, bangunan-bangunan baru dengan berbagai fungsinya. Kawasan-kawasan kota yang semula diidentifikasi sebagai kota yang terencana (planed) terus berkembang tetapi tidak mempunyai perencanaan jangka panjang, maka akan terjadi perubahan yang nyata, kawasan-kawasan kota yang terencana (planed) menjadi kawasan yang tidak terencana (unplaned). Kondisi permukiman di kawasan prioritas ini yaitu permukiman sepanjang kawasan pinggiran Sungai Sesayap dan Sungai Sebamban serta eks pasar lama diwarnai oleh kondisi susunan rumah kumuh (slum area) dan rumah liar (squatter area). Kondisi kumuh demikian terutama pada wilayah pinggiran sungai selebar 200 meter ke pinggiran jalan. Daerah periphery ini menampilkan kondisi transformasi fisik perumahan antara rumah kayu papan ke arah perumahan batu bata. Kondisi infrastruktur dasar ( jalan setapak, saluran air kotor) menunjukan adanya kesenjangan antara permukiman pinggir sungai dengan permukiman kota. Kondisi sosial-ekonomi masyarakat kawasan prioritas ini menunjukan kondisi kemiskinan dan keragaman mata pencaharian yang sebagian besar sudah tidak lagi menggantungkan hidup sebagai petani, nelayan (beberapa keluarga beralih profesi sebagai pedagang atau buruh bangunan). Telah terjadi perubahan pola mata pencaharian para penduduk di kawasan prioritas ini. Arus urbanisasi masyarakat yang masuk ke wilayah Kabupaten Malinau sebagian besar juga turut andil dalam pembentukan kekumuhan kawasan ini.
4.1.5 Usulan Pembangunan Permukiman
Dengan kepadatan Permukiman Kabupaten Malinau yang tidak merata dan hanya terpusat pada Kecamatan Malinau Kota saja , maka diharapkan adanya prioritas pembangunan yang lebih diarahkan pada tiga kecamatan yang lain, yaitu Kecamatan Malinau Utara , Malinau Barat dan Kecamatan Mentarang . Untuk Kecamatan Malinau Utara lebih diprioritaskan pada Kawasan Minapolitan dan Agropolitan yang merupakan kawasan pusat pertumbuhan ekonomi baru. . Hal ini didukung dengan telah adanya penataan pinggiran sungai sesayap dan telah dibangunnya Islamic Center yang dibangun oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Malinau .Sarana dan prasarana umum seperti jalan dan saluran masih sangat buruk, sehingga perlu adanya keseriusan pemerintah daerah dan pihak lainnya untuk lebih memfokuskan diri dalam meningkatkan derajat dan kualitas kehidupan masyarakat.
4.1.5.1 Sistem Infratsruktur yang diusulkan
Sistem dari infrastruktur permukiman yang ingin diusulkan diantaranya adalah sistem infrastruktur yang terkoneksitas dengan rencana pengembangan infrastruktur yang ada baik dari kebijakan provinsi maupun dengan kebijakan nasional dengan tetap memperhatikan lingkungan dan geografis dan ketersediaan lahan dan daya dukung kawasan yang ada. Pembangunan infrastruktur permukiman yang tak lepas dari sistem infrastruktur perkotaan, juga masih menyisakan jaringan jalan yang mendekatkan antara daerah produksi dengan wilayah pasar yang ada, dimana konsep jaring laba-laba yang belum semuanya terselesaikan. Demikian juga dengan pembangunan jalan lingkar Kabupaten Malinau Outer Ring Road (LORR)
4.1.5.2 Usulan Program Prioritas Permukiman
Muncul oleh adanya keterkaitan antara fasilitas ruang-ruang umum kota dengan seluruh kegiatan yang menyangkut penggunaan ruang kota yang menunjang akan keberadaan ruang-ruang umum kota. Kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang umum bersifat saling mengisi dan melengkapi. Pada dasarnya support activity adalah:
a. Aktifitas yang mengarahkan pada kepentingan pergerakan (importance of movement).
b. Aktivitas kehidupan kota dan kegembiraan (excitement). Keberadaan aktifitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsifungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya. Bentuk support
activity adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat
kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian ways dan sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.
4.1.5.3 Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman
Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman akan meliputi pembahasan strategi yang berkaitan dengan pembangunan air minum / bersih, air limbah/sanitasi lingkungan, drainase, persampahan dan jalan lingkungan. Strategi-strategi tersebut akan memperoleh pembahasan dalam konteks aspek fisik, pembiayaan, kelembagaan, pelibatan masyarakat, sosial dan legislasi untuk kemudian dirangkaikan dengan kontribusi masing-masing stakeholder dalam mengambil peran dalam kegiatan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan Kabupaten Malinau
a) Pembangunan Infrastruktur Air Bersih
Pembangunan infrastruktur Air Bersih meliputi adanya: penataan jaringan air bersih untuk peningkatan layanan; penyusunan identifikasi air baku alternative selain air baku dari sungai pelaksanaan pendataan dan perbaikan pipa air minum / bersih yang bocor; regulasi pencegahan pencemaran air minum / bersih lingkungan.
b) Pembangunan Infrastruktur Air Limbah/Sanitasi
Pembangunan infrastruktur Air Limbah/sanitasi untuk meliputi adanya: peningkatan pembangunan fisik sanitasi; pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dengan design sesuai kondisi geografi; penyusnan DED IPLT Kota Malinau. Pembangunan IPLT Kota Malinau.
c) Pembangunan Infrastruktur drainase
Pembangunan infrastruktur drainase meliputi adanya: pemerataan pembangunan fasilitas jaringan drainase; penetapan hirarki jaringan primer, sekunder dan tertier dengan melakukan revitaslisasi sistem jaringan; peningkatan peran aktif dinas terkait dalam melakukan pengawasan, serta monitoring evaluasi; pelaksanaan rekondisi bagi jaringan-jaringan drainase eksisting yang rusak; penyusunan master design Sistem jaringan dengan konsep eko drain yang menyeluruh dan terintegritas.
d) Pembangunan Infrastruktur Persampahan
Pembangunan infrastruktur persampahan untuk meliputi adanya: pemanfaatan dan pengolahan sampah sebagai salah satu sumber daya (energi dan ekonomi); pembentukan desain pengelolaan bank sampah; pemanfaatan dana CSR Bank Kaltim dalam pengolahan sampah kota; pemanfaatan penyusunan kajian (FS, DED, Amdal) dari Pemerintah Provinsi
Kalimantan untuk TPA Sempayang ; peningkatan PAD dari retribusi sampah; peningkatan ekonomi dari upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola daur ulang sampah (TPA Sempayang ); peningkatan pola, perilaku, disiplin, budaya masyarakat dalam membuang sampah secara tertib, bersih dan tidak sembarangan ( Perda Nomor 4
Tahun 2004. tentang pengelolaan sampah (kebersihan) di Kabupaten Malinau mencakup tentang hak dan kewajiban (yang harus dilakdanakan), dan larangan (yang tidak boleh dilakukan) masyarakat selaku penghasil sampah dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan dan kewajiban Pemerintah dalam pengelola sampah yang dihasilkan masyarakat tersebut) ; pemanfaatan teknologi pengelolaan sampah (komposting) dan konsep 3R di TPA Sempayang ; penguatan dukungan dana daerah ( APBD ); peningkatan pelayanan sampah wilayah yang masih kurang (persampahan baru terlayani 60 % dari total wilayah Kabupaten Malinau dan 70 % dari total penduduk Kabupaten Malinau ); pembangunan sarana dan prasarana pendukung tentang persampahan yang kurang memadai serta strategi penambahan armada.
e) Pembangunan Infrastruktur Jalan
Pembangunan infrastruktur jalan meliputi adanya: Strategi penyusunan peta jaringan jalan yang terarah dan berkesinambungan menjangkau pelosok wilayah dan Kabupaten Malinau; Strategi penyusunan kebijakan transportasi dalam penanganan lalu lintas mengantisipasi tingginya laju pertumbuhan kendaraan bermotor dibandingkan dengan pertumbuhan pembangunan prasarana jalan.
4.2 Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan ( PBL )
Salah satu Kawasan yang sangat berkembang di Kabupaten Malinau adalah Kawasan Perkotaan Malinau. Kawasan Perkotaan Malinau yang terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Malinau Kota, Kecamatan Malinaun Utara dan Kecamatan Malinau Barat dengan demikian diperlukan konsep yang tepat untuk melakukan Pengembangan dan Pembangunan pada Kawasan Perkotaan Malinau. Posisi Kabupaten Malinau yang dijadikan sebagai Pusat Pengembangan Wilayah ( PKW ) harus mempunyai standar khusus dalam keberadaan jaringan infrastruktur permukiman kota. Untuk meningkatan pemanfaatan ruang kota yang terkendali , kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan . Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap Persyaratan Tata Bangunan seperti yang tersirat dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung.
4.2.1 Petunjuk Umum
Penyusunan Kebijakan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini bertujuan untuk :
1. Menghindari pertumbuhan kawasan yang tidak terarah dan tidak terkendali,serta mendorong kearah keseragaman wajah/rupa kota;
2. Mempertahankan keunggulan spesifik suatu kawasan sebagai kawasan jati diri;
3. Merespon berbagai konflik kepentingan dalam penataan antar bangunan, bangunan dengan lingkungannya, bangunan dengan prasarana kota, lingkungan dengan kota, bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik serta lingkungan dengan pemangku kepentingan;
4. Merespon kebutuhan tindak lanjut atas Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malinau dan memanifestasi atas pemanfaatan ruang;
5. Merespon kebutuhan untuk merealisasikan, melengkapi, dan mengintegrasikan berbagai peraturan yang ada pada suatu kawasan, ataupun persyaratan teknis lain yang berlaku;
6. Merespon kebutuhan alternatif perangkat pengendali yang mampu dilaksanakan langsung di lapangan. Dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ( RTBL ) dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan / atau dengan dukungan fasilitasi penyusunannya oleh Pemerintah sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan / kawasan yang bersangkutan. Penyusunan Dokumen RTBL juga dilakukan dengan mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan mempertimbangkan pendapat publik, selanjutnya Dokumen ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati
Sering kali pengaturan bangunan (tinggi, Koefisien Dasar Bangunan,Koefisien Luas Bangunan, Sempadan, dll) diterapkan hanya berdasar pada produk-produk rencana tata ruang seperti RTRK dan RDTRK. Dengan sifat perencanaan dua dimensinya, maka beberapa aspek teknis yang terkait dengan analisis tiga dimensi bangunan praktis ”diabaikan”. RTBL sebagai manifestasi perancangan kota (urban desain) merupakan ”jembatan” antara perencanaan tataruang kota (urban planning) dengan arsitektur bangunan (architecture).
Dengan basis perancangan tiga dimensi yang dimilikinya serta penekanan pada potensi dan kendala lokal, menjadikan produk RTBL dinilai lebih tepat untuk pengaturan bangunan. Dalam tahapan pembangunan kota, perancangan kota (urban design) merupakan proses kelanjutan dari perencanaan kota (urban planning). Urban design lebih mengacu pada penjabaran wujud fisik tiga dimensi kota sebagai kelanjutan dari perencanaan dua dimensi yang dihasilkan dalam produk-produk rencana kota.
Perancangan kota merupakan dasar yang seharusnya menjadi panduan (guidenlines) bagi perancang bangunan (architec). Dalam suatu proses perencanaan (planning) bila data kondisi lokasi(input) sama kemudian dilakukan dengan model atau alat analisis yang samamaka akan diperoleh hasil perencanaan yang relatif sama. Pada produk perancangan (design) meskipun input sama dan dianalisis dengan alat dan model yang sama belum tentu memiliki out put yang sama dan bahkan cenderung selalu berbeda. Hal ini karena adanya beberapa pertimbangan persepsi dan kondiisi pengamat /pengguna seperti aspek sosial budaya, perilaku, art/estetika dan lain-lain. Dengan kemungkinan beragamnya bentuk hasil perancangan kota, maka permasalahan yang muncul adalah produk perencanaan mana yang benar. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, maka kita harus mengkaitkan dengan pelaku dan pemakai wilayah perancangan, suatu produk design yang baik adalah yang dapat diterima secara lebih tepat sesuai kondisi masyarakatnya. Selain itu, produk perencanaan harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang mampu memanfaatkan potensi dan meminimalisasi kendala wilayah. Untuk dapat mencapai hal tersebut mutlak diperlukan pendekatan pada aspek
- –aspek sosial masyarakatnya. Pada tataran inilah peran urban design diharapkan lebih dapat mengakomodasikan berbagai tututan masyarakat penggunanya. Dalam pembangunan kota, kepentingan dari urban design terletak diantara dua skala, yaitu skala arsitektur yang berkepentingan dengan wujud fisik dari bangunan secara individu yang bersifat private, serta skala perencanaan kota yang berkepentingan
1. Penataan kawasan Malinau Kota sebagai kawasan permukiman Perdagangan dan Jasa ,pengembangan, pariwisata Kecamatan Malinau Kota dan Pengembangan Pelabuhan Ikan di Desa Malinau Hilir Kec. Malinau Kota ;
2. Revitalsasi kawasan permukiman pinggiran Sungai pada Kecamatan Malinau Kota, Kecamatan Malinau Barat dan Kecamatan Malinau Utara;
3. Pengembangan Kawasan Minapolitan dan Agropolitan berskala Kabupaten dengan telah dibangunnya Kawasan Minapolitan di Kecamatan Malinau Utara;
4. Penataan kawasan pariwisata Ekowisata Semolon Kecamatan Mentarang;
5. Penataan Kawasan Islamic Center Kecamatan Malinau Utara; 6. Penataan Kawasan Kristian Center Kecamatan Malinau Barat.
4.2.2 Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Secara umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di daerah ini masih belum menunjukkan adanya penangganan yang serius dari pemerintah.Selain dokumen dan payung hukum yang belum jelas tersusun secara baik juga rendahnya pengendalian dari pemanfaatan ruang yang ada. Di Kabupaten Malinau Bangunan Gedung terdiri atas bangunan gedung milik Pemerintah Kota Kabupaten Malinau dan Masyarakat. Perkantoran pemerintah Kabupaten Malinau terpusat pada Kawasan kecamatan Malinau Kota. Pada kawasan tersebut terdiri dari kantor pelayanan kesehatan, pendidikan, pelayanan administrasi penduduk dan militer. Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpusat di Kompleks Pusat Pemerintahan Kabupaten Malinau terdiri dari Kantor Bupati Malinau, Gedung Gabungan Dinas Pemerintah Kabupaten Malinau sehingga pelayanan menjadi lebih mudah dan nyaman.
4.2.2.1 Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Kondisi penataan Bangunan Gedung dan lingkungan terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanaan bangunan masih perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Kabupaten Malinau karena masuk pada daerah rawan. Sebagian besar daerah rawan tersebut terletak di Kecamatan Malinau Kota, kecamatan Malinau Barat dan Kecamatan Malinau Utara pada kawasan tersebut tidak terlepas akan bahaya banjir dan kebakaran , baik yang disebabkan oleh hujan maupun oleh pasang purnama. Untuk penanggulan banjir, pihak Pemerintah Kabupaten Malinau telah melaksanakan pembangunan Konstruksi Penahan Longsor Sungai Sesayap dan Normalisasi
Sungai Sesayap, yang mampu meminimalisir banjir yang terjadi akibat debit puncak sehingga untuk tahun-tahun kedepan masalah banjir ini telah tertangani secara baik.
Peta 4.2 Peta Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Daerah Rawan Banjir Daerah Rawan Banjir dan Rawan Kebakaran Kebakaran
Peta di atas menunjukkan peta rawan bencana dan jalur evakuasi. Sedangkan untuk sarana dan prasarana Pemukiman belum tersedianya hidran yang memadai, tapi hal ini disiasati dengan merencanakan pembangunan folder /bozzem dan Kolam retensi di dekat lokasi pemukiman sehingga mampu mencegah sumber api yang berasal dari bangunan gedung yang ada.
Pelaksanaan perizinan telah dilaksanakan secara terpadu pada Kantor perizinan terpadu Satu Pintu dengan tetap dibawah pengawasan teknis oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Malinau . Sedang alur diagramnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.2 Diagram Alir Perizinan4.2.3 Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan yang ada selama ini mengenai penataan bangunan gedung dan lingkungan diataranya adalah:
- Kurangnya sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah mengenai masalah ini,sehingga dalam pemanfaatan penataan bangunan gedung dan lingkungan adanya penyimpangan.
- Adanya oknum aparatur yang mengeluarkan izin dengan tidak mengikuti aturan yang sesuai dengan pemanfaatan yang direncanakan.
4.2.3.1 Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Sasaran dari penyusunan RTBL sebagai suatu produk kajian, maka keberhasilan pengaturan bangunan melalui RTBL sangat tergantung padakemampuan ”perencana”, kesungguhan ”pelaksana” serta peran serta”masyarakat dan investor”. Tanpa dikuti sinergi semua stakeholder maka produk RTBL hanya akan menjadi dokumen rapi yang tersimpan di dinas/instansi Pemerintah Daerah atau Kota.
4.2.3.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penyederhanaan sebuah permasalahan yang ada yang bertujuan menemukan solusi dan alternatif penangganan yang cepat dan jitu. Untuk mendapatkan hal tersebut, perlu adanya data yang bersifat kuantitatif dan kualitas yang bersifat primer maupun sekunder.