SISTEM TRANSPORTASI POLA PERGERAKAN PEN

SISTEM TRANSPORTASI KOTA

CRITICAL
REVIEW
3

NURUL HASANAH
3613100509

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2015

POLA PERGERAKAN PENGGUNA KERETA API SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN
STASIUN TERPADU DI KAWASAN BERBASIS TRANSIT
(Studi Kasus: Stasiun Depok Baru, Kota Depok)

I.

REVIEW ARTIKEL

Jurnal penelitian ini menitikberatkan pada masalah transportasi yang
paling sering terjadi di wilayah perkotaan, yaitu kemacetan. Kemacetan sendiri
disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya akibat ketidakseimbangan antara
penyediaan (supply) dan kebutuhan (demand) sarana dan prasaran transportasi.
Permasalahan transportasi ini akan berimplikasi pada biaya sosial, pemborosan
energi,

serta

dampak

negatif

terhadap

lingkungan.

Repplogle

(2006)


memperkenalkan Transit Oriented Development (TOD) sebagai suatu bentuk
solusi terhadap permasalahan transportasi. Transit Oriented Development (TOD)
adalah konsep pembangunan yang bersinergi dengan tata ruang, sehingga
perjalanan tidak menghabiskan banyak waktu dan lebih efisien.
Namun, hingga saat ini belum ada yang menerapkan konsep TOD tersebut
di Indonesia, kebanyakan hanya baru berupa gagasan pengembangan. Penelitian
ini melakukan peninjauan terhadap pola pergerakan pengguna stasiun, karena di
Indonesia

sendiri

informasi

tersebut

belum

tersedia


lengkap,

sehingga

diharapkan dengan penelitian ini dihasilkan rekomendasi konsep pengembangan
stasiun terpadu di kawasan TOD. Kawasan penelitian adalah Stasiun Depok Baru
yang merupakan salah satu kawasan strategis untuk penerapan konsep TOD
karena mobilitasnya yang tinggi dalam melayani pergerakan masyarakat di
Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi).
Penelitian menggunakan pendekatan literatur dan pendekatan supply-

demand. Sedangkan analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriptif
kuantitatif, analisis statsitik deskriptif kualitatif, dan analisis korelasi untuk
mengetahui hubungan antar variabel penelitian. Responden dibatasi hanya untuk
para pengguna kereta api commuter line.
Ada dua jenis TOD, yaitu Urban TODs dan Neighborhood TODs (Calthorpe,
1993). Urban TODs berlokasi di perhentian jaringan utama angkutan kereta.
Sedangkan Neighborhood TODs berada di sepanjang lintasan bus dengan waktu
tempuh 10 menit ke perhentian perpindahan bus atau angkutan kereta.


Berdasarkan karakteristik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Stasiun
Depok Baru merupakan TOD jenis Urban TOD. Variabel penelitian yang
digunakan adalah jenis kelamin, kepemilikan kendaraan, kegiatan yang dilakukan
(tujuan pergerakan), pendapatan per bulan, dan pekerjaan. Sedangkan untuk
variabel karakteristik pola pergerakan yang digunakan meliputi variabel moda
transportasi yang digunakan, biaya transportasi yang dibutuhkan, waktu yang
dihabiskan, jarak yang ditempuh, teman saat melakukan pergerakan (sendiri
atau rombongan), dan frekuensi menggunakan kereta api (rutinitas pergerakan).
Agar menghasilkan rekomendasi pengembangan stasiun yang efektif dan
efisien dibutuhkan penelitian yang berfokus pada pengembangan konsep TOD,
seperti guna lahan di kawasan sekitar, peran stasiun terhadap kawasan TOD,
aksesibilitas pejalan kaki, pengendara sepeda, pengguna moda transportasi
umum, pengguna kendaraan pribadi, integrasi antarmoda di sekitar stasiun,
manajemen parkir, serta fasilitas penunjang di dalam stasiun.
Penggunaan lahan di kawasan sekitar Stasiun Depok Baru didominasi oleh
permukiman, namun terdapat pula penggunaan lahan perdagangan dan jasa,
kantor pemerintahan, dan tanah kosong yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan stasiun. Kondisi fasilitas penunjang di Stasiun Depok Baru kurang
terawat dan memadai, sehingga tidak memenuhi kepuasan dan kenyamanan
penumpang. Jarak antara stasiun dengan pusat moda transportasi cukup dekat

dan moda transportasi yang tersedia cukup banyak, hanya saja aksesibilitas
menuju pusat-pusat pemberhentian moda transportasi tersebut tidak baik. Hal ini
disebabkan karena tidak tersedianya fasilitas penghubung stasiun dengan
terminal, sehingga penumpang harus berjalan kaki di jalur umum. Terdapat dua
titik kemacetan di sekitar stasiun, yaitu di sepanjang Jalan Margonda Raya dan di
Jalan Arif Rahman Hakim.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh karakteristik sosial dan ekonomi
dalam pengembangan stasiun terpadu di kawasan TOD. Responden merupakan
penduduk usia produktif, yaitu berkisar antara 15-48 tahun, dengan pendapatan
per bulan sekitar Rp 2.000.000,00-Rp 2.999.999,00 (diatas UMR rata-rata Kota
Depok). Biaya transportasi yang dikeluarkan per bulannya oleh responden
pengguna kereta api di stasiun Depok sebesar Rp 500.000,00-Rp 999.000,00,
dan membutuhkan waktu pergerakan sekitar 60-89 menit. Moda transportasi
yang digunakan pengguna kereta api Stasiun Depok ada lima jenis, yaitu berjalan
kaki saja, bus dan angkutan umum (feeder and ride formal), ojek (feeder and

ride informal), motor dan mobil yang diparkir di kawasan stasiun (park and ride),
dan hanya drop off motor atau mobil (kiss and ride). Dari kelima jenis moda
transportasi tersebut yang paling banyak digunakan adalah feeder and ride dan


park and ride. Pengguna kereta api di Stasiun Depok Baru pada umumnya adalah
para commuter yang secara rutin menggunakan kereta api setiap harinya.
Selain karakteristik sosial dan ekonomi, dibutuhkan pula preferensi
pengguna kereta api di Stasiun Depok Baru. Hasil identifikasi preferensi
menyatakan bahwa 91% pengguna membutuhkan parkir umum khusus. Dan
untuk kemudahan menemukan moda transportasi disekitar kawasan stasiun,
55% responden menyatakan bahwa mudah ditemukan. Sedangkan untuk
sirkulasi dan kenyamanan pejalan kaki, 45% responden menyatakan akan
berjalan kaki jika tersedia fasilitas pejalan kaki yang nyaman dan aman.
Aspek guna lahan sekitar stasiun merupakan salah satu aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan TOD. Kondisi penggunaan
lahan di sekitar kawasan Stasiun Depok Baru didominasi oleh kawasan
permukiman dibandingkan komersial, jasa, dan perkantoran. Sedangkan dalam
pengembangan konsep Urban TOD, proporsi permukiman harus lebih sedikit dari
ketiga sektor tersebut. Sehingga diperlukan pengembangan guna lahan berbasis

mixed-use development. Dengan mixed use, maka proporsi guna lahan berubah
menjadi 30-70% perkantoran, 30-70% komersial dan jasa, 10-60% permukiman,
dan 5-15% ruang terbuka.
Karakteristik stasiun terpadu di kawasan TOD meliputi aman, nyaman,

atraktif, informatif, dan dapat menjadi ruang sosial bagi para penggunanya.
Stasiun terpadu tidak hanya harus terintegrasi dengan moda transportasi yang
ada disekitar, tetapi juga harus terintegrasi dengan guna lahan di kawasan
sekitar stasiun. Semenjak direnovasi dan penggusuran PKL, keadaaan stasiun
menjadi sepi dan tidak nyaman, bahkan menjadi kawasan rawan kriminalitas.
Tidak tersedianya jalur khusus pejalan kaki pun membuat para pengguna lebih
memilih menggunakan angkutan umum atau transportasi pribadi untuk
mengakses stasiun. Padahal dalam pengembangan kawasan TOD, akses pejalan
kaki adalah hal yang paling diutamakan. Kenyamanan pejalan kaki dapat
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, sehingga masalah kemacetan dapat
ditangani sedikit demi sedikit.

II.

CRITICAL REVIEW ARTIKEL

Center for Sustainable Development (1997) mendefinisikan sistem
transportasi yang berkelanjutan sebagai suatu sistem yang menyediakan akses
terhadap kebutuhan dasar individu atau masyarakat secara aman dan dalam cara
yang tetap konsisten dengan kesehatan manusia dan ekosistem, serta dengan

keadilan masyarakat saat ini dan masa datang. Hal inilah yang mendasari kotakota di dunia melakukan pengembangan sistem transportasi yang berorientasi
pada Sustainable Transportation.
Penambahan jumlah angkutan umum sebagai salah satu solusi mengatasi
kemacetan tidak berlaku lagi untuk saat ini, pasalnya dengan jumlah yang
sekarang saja dampak gangguan lalu-lintas akibat operasi angkutan umum di
jalan sangatlah besar, serta kebutuhan akan transportasi terus berkembang
pesat tetapi perkembangan penyediaan sarana dan prasarana transportasi tidak
bisa mengimbanginya. Solusi lain yang dapat ditawarkan adalah pengembangan
sistem angkutan massal berbasis rel. Namun melihat kondisi angkutan rel di
Indonesia saat ini perannya masih kurang terasa dalam mengatasi permasalahan
transportasi yang ada. Untuk itu, agar transportasi umum berbasisi rel dapat
melaksanakan peran yang seharusnya maka diperlukan suatu strategi inovatif
yang mengedepankan integrasi antara penggunaan lahan dengan transportasi,
salah satunya melalui konsep Transit Oriented Development (TOD). Konsep TOD
sendiri bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi
ketergantungan terhadap pemakaian kendaraan pribadi dan meningkatkan
penggunaan transportasi publik melalui penataan kawasan yang berorientasi
pada titik-titik transit. Titik transit yang dimaksud dalam konteks penelitian kali
ini adalah Stasiun Depok Baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam konsep ini
adalah fokus pengembangan tidak hanya menitikberatkan pada Stasiun Depok

Baru, tetapi juga kawasan di sekitar stasiun sebagai pemberi pengaruh dalam
mendorong penggunaan angkutan umum berbasis rel (kereta api).
Dalam pengoperasiannya Stasiun Depok Baru mayoritas digunakan oleh
para commuter yang bertempat tinggal di Depok dan melakukan aktivitas
keseharian di Jakarta. Sehingga pengembangan stasiun sangat berpengaruh
terhadap masalah transportasi di kedua kota. Jika para commuter Depok-Jakarta
menggunakan angkutan umum berbasis rel (kereta api), maka akan mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi dan mengurangi penumpukan kendaraan di Kota
Jakarta, jadi sekiranya dapat membantu mengurangi kemacetan.

Dalam pengembangan stasiun terpadu dibutuhkan kondisi eksisiting
stasiun dan karakteristik kawasan di sekitar stasiun, serta preferensi pengguna
stasiun. Hasil penelitian membuktikan bahwa karakteristik sosial dan ekonomi
pengguna Stasiun Depok Baru berkolerasi dengan pola pergerakan yang
dilakukan. Dimana hubungan yang terjadi antar variabel dalam karakteristik
sosial dan ekonomi, pola pergerakan, serta preferensi pengguna adalah korelasi
langsung maupun tidak langsung. Untuk karakter kawasan sekitar stasiun pada
umumnya didominasi oleh permukiman sehingga dibutuhkan pengembangan
guna lahan berbasis mixed-use development. Pada kasus ini peneliti hanya
menggunakan proporsi guna lahan yang sesuai dengan ketetapan, seharusnya

untuk

menetapkan

proporsi

jenis

penggunaan

lahan

yang

harusnya

dikembangkan di sekitar kawasan Stasiun Depok Baru diperlukan penelitian lebih
lanjut. Hal ini juga berkaitan dengan kecendrungan atau karakteristik wilayah
terhadap


sektor

penggunaan

lahan

yang

dianggap

paling

mendorong

penggunaan Stasiun Depok Baru. Seperti halnya dalam jurnal penelitian
“Keterkaitan Karakteristik Kawasan Transit Oriented Development (TOD)
terhadap Tingkat Penggunaan Kereta Komuter Koridor Surabaya-Sidoarjo” yang
melakukan analisis terhadap korelasi jenis penggunaan lahan dengan jumlah
penggunaan kereta komuter. Setelah didapatkan proporsi guna lahan kemudian
diidentifikasi menggunakan nilai mixed use entrophy index untuk mengetahui
kombinasi keberagaman guna lahan yang paling berpengaruh.
Selain karakteristik penggunaan lahan, pola pergerakan pengguna Stasiun
Depok Baru juga sangat berpengaruh terhadap pengembangan stasiun terpadu.
Kebanyakan dari pengguna lebih memilih menggunakan angkutan umum ke
stasiun dibandingkan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini
disebabkan karena tidak tersedianya jalur khusus pejalan kaki sehingga pejalan
kaki harus melewati bangunan-bangunan perdagangan dan jasa serta kondisi
jalan yang kurang baik. Para pengguna juga tidak menggunakan kendaraan
pribadi karena di stasiun tidak tersedia parkiran yang layak dan terintegrasi
dengan stasiun. Sehingga diharapkan dengan adanya konsep pengembangan

Transit Oriented Development (TOD) dapat mengintegrasikan seluruh elemen
yang ada di Stasiun Depok Baru, terutama mengintegrasikan stasiun dengan
pusat-pusat pemberhentian moda transportasi.
Dalam mengembangkan konsep Transit Oriented Development (TOD) pada
suatu kawasan stasiun yang terpadu, hal-hal seperti diatas sudah cukup. Namun

untuk menjadikan Transit Oriented Development (TOD) sebagai solusi alternatif
dalam mengatasi permasalahan kemacetan di perkotaan atau dalam penelitian ini
kota Depok, maka diperlukan penelitian secara makro terhadap stasiun-stasiun
yang ada di Kota Depok.
Jika merujuk pada salah satu kota dengan jaringan transportasi terbaik di
dunia, Kota Curitiba, Brazil, yang berhasil menerapkan sistem pengintegrasian
transportasi secara efektif dan efisien. Kota Curitiba menggunakan bus sebagai
alat transportasi umum paling utama, dimana dalam pengoperasiannya
menggunkan sistem transit, jadi terminal busnya berperan seperti stasiun kereta
api. Busway dengan sistem transit ini menunjukkan bahwa dengan perencanaan
dan pengaturan yang baik, busway dapat mengangkut penumpang dalam jumlah
yang banyak dengan kecepatan yang sama seperti LRT atau teknologi trem.
Kapasitas busway diperkirakan mampu menampung 14.000 penumpang per jam
per arah, volume ini jauh diatas permintaan angkutan umum di sebagian koridor
di Amerika dan kota-kota maju lainnya. Keterpaduan guna lahan dengan
transportasi adalah fokus utama dari Curitiba untuk dapat mengembangkan
sistem transit yang terintegrasi dan penggunaan lahan yang dapat membawa
manfaat besar. Teminal transit busway tidak berjarak jauh satu sama lain,
sehingga masyarakat dapat mengekasesnya dengan mudah, di sekitar jalan
busway adalah daerah industri atau area perdagangan dan jasa, sehingga
penduduknya dalam melakukan aktivitas banyak yang berjalan kaki atau
menggunakan busway.

III.

KESIMPULAN
Jurnal penelitian ini membahas tentang bagaimana korelasi antar
karakteristik sosial-ekonomi pengguna Stasiun Depok Baru dan guna lahan
sekitar kawasan stasiun terhadap pengembangan Stasiun Depok Baru yang
terpadu. Hasil analisa menyatakan bahwa semua variabel saling berkolerasi
sehingga dapat menghasilkan usulan rekomendasi untuk pengembangan stasiun
terpadu dalam kawasan Transit Oriented Development (TOD). Pengembangan
stasiun tidak hanya berdasar pada karakteristik fisik, tetapi juga kebutuhan dan
preferensi pengguna. Sistem Transit Oriented Development (TOD) yang efektif
dan efisien terbukti mampu mengatasi permasalahan transportasi, karena TOD
tidak hanya mengembangkan sistem yang ada di dalam stasiun, tetapi juga

mengembangkan

kawasan

di

sekitar

stasiun

hingga

pusat-pusat

moda

transportasi umum lainnya.
Dalam mengatasi permasalahan kemacetan dibutuhkan pengembangan
menyeluruh terhadap sistem transportasi kota. Jadi pengembangan tidak hanya
berfokus pada satu pusat moda transportasi, tetapi juga perlu pengintegrasian
antar moda. Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak hanya mengatasi
permasalahan saat ini, tetapi juga masalah di masa depan. Prediksi yang tepat
dibutuhkan agar jika terjadi peningkatan permintaan di masa depan tidak akan
berpengaruh pada operasional moda transportasi.

Daftar Pustaka
Alicia Fazzano, F. a. (2004). Metropolitan Economic Strategy Report. Curitiba, Brazil: Global Urban
Development.
CURITIBA. (t.thn.). CURITIBA BRAZIL, BRT CASE STUDY. TRC Report 90, Volume 1.
Isa, M. H., & Handayeni, K. (2013). Keterkaitan Karakteristik Kawasan Transit berdasarkan Prinsip
Transit Oriented Development (TOD) terhadap Tingkat Penggunaan Kereta Komuter Koridor
Surabaya-Sidoarjo. Surabaya: Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS.
Mauliawati, T. A., & Indradjati, P. N. (t.thn.). Pola Pergerakan Pengguna Kereta Api sebagai Dasar
Pengembangan Stasiun Terpadu Di Kawasan Berbasis Transit. Bandung: Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota.
Tamin, O. Z. (2002). Sistem Angkutan Umum Berbasis Jalan Rel sebagai Salah Satu Alternatif
Pemecahan Permasalahan Trnasportasi Perkotaan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.