sejarah pemikiran ekonomi islam (3)

Makalah Kelompok 3
“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”
Mata Kuliah
Pengantar Ekonomi Syariah

Anggota:
Nur Anwar Al-Anshar (11140860000004)
M. Aminul Wahid (11140860000020)
Rizky Yulian Maulana (11140860000028)
Riska Nur Anggraini (11140860000052)
Hujjatul Maryam (11140860000068)
Dosen: Ali Rama SE, M.Ec.
Prodi Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan
kesempatan sehingga Kami bisa menyelesaikan makalah ini, makalah tentang “Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam” dengan baik dan tanpa ada suatu halangan apapun.

Tidak lupa shalawat serta salam Kita sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW.
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang, yakni
agama Islam.
Kami berharap jika dalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, mohon
untuk memberi saran dan permohonan maaf atas kesalahan dalam makalah ini.
Besar harapan Kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya, dan penulis khususnya

Ciputat , 12 April 2015

Tim Kelompok 3

1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Bekalang Masalah ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN .............................................................................................3
A. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam......................................................3
1. Fase Pertama ...........................................................................................3
2. Fase Kedua .............................................................................................4
3. Fase Ketiga .............................................................................................4
B. Sistem Ekonomi pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW ........................4
1. Strategi-Strategi Rasulullah SAW ..........................................................4
2. Sistem Ekonomi ......................................................................................5
3. Keuangan dan Pajak ...............................................................................6
4. Baitul Mal ...............................................................................................9
C. Sistem Ekonomi Pada Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidin ......................9
1. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-shiddiq ...9
2. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab .......10
3. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan ........16
4. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib ......17
D. Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya ....................18
1. Fase Pertama ..........................................................................................18
a. Abu Hanifah .....................................................................................18
b. Abu Yusuf ........................................................................................19

c. Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani ...............................................20
d. Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam ....................................................21
2. Fase Kedua .............................................................................................21
a. Al-Ghazali ........................................................................................21
b. Ibnu Taimiyah ..................................................................................22
c. Ibnu Khaldun ...................................................................................23
3. Fase Ketiga ............................................................................................24
a. Shah Waliullah .................................................................................24
b. Muhammad Iqbal .............................................................................24
E. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Menurut Para Tokoh ...................25
1. Ekonomi Islam dan The Great Gap .......................................................25
2. Tokoh-Tokoh Pemikiran Islam Kontemporer ........................................26
a. Abu A’la Al-Maududi ......................................................................26
b. Muhammad Baqir As-Sadar ............................................................28
c. Umar Chapra ....................................................................................29
d. Monzer Kahf ....................................................................................31
F. Perbandingan Pemikiran Ekonomi Ulama-Ulama Islam dan Tokoh-Tokoh
Ekonomi Barat .............................................................................................33
2


BAB 3 PENUTUP .....................................................................................................36
A. Kesimpulan ..................................................................................................36
B. Saran ............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................37

3

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kehidupan ekonomi telah menjadi standar kehidupan individu dan
kolektif suatu negara-bangsa. Keunggulan suatu negara diukur berdasarkan tingkat
kemajuan ekonominya. Ukuran derajat keberhasilan menjadi sangat materialistk. Oleh
karena itu, ilmu ekonomi menjadi amat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Namun
demikian, pakar ilmu ekonomi sekaliber Masrhal menyatakan bahwa kehdiupan dunia ini
dikendalikan oleh dua kekuatan besar; ekonomi dan keimanan (agama), hanya saja
kekuatan ekonomi lebih kuat pengaruhnya daripada agama.
Menampilkan pemikiran ekonomi para cendikiawan muslim terkemuka akan
memberikan kontribusi positif bagi umat Islam, setidaknya ada dua hal. Pertama,
membantu menemukan berbagai sumber pemikiran ekonomi Islam abad klasik dan

pertengahan, dan kedua, memberikan kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang perjalanan pemikiran ekonomi Islam selama ini.
Kedua hal tersebut akan memperkaya ekonomi Islam abad klasik dan pertengahan
dan membuka jangkauan lebih luas bagi penyusunan konseptualisasi dan aplikasinya.
Kajian terhadap perkembangan sejarah ekonomi Islam merupakan ujian empirik yang
diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Yang khas dari pemikiran para cendikiawan
Muslim yang dikemukakan oleh Chapra adalah bahwa mereka menganggap
kesejahteraan umat manusia merupakan hasil akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor
ekonomi dengan faktor-faktor lain seperti moral, sosial, demografi dan politik. Semua
faktor tersebut berpadu menjadi satu, sehingga tidak ada satu faktor pun yang dapat
memberikan kontribusi optimal tanpa dukungan faktor yang lain.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, Kami akan membahas mengenai “Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam” dengan rumusan masalah meliputi:
1. Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam di dunia?
2. Bagaimana perekonomian di masa Rasulullah SAW.?
3. Bagaimana perekonomian di masa Khulafa Rasyidin
4. Siapa sajakah tokoh pemikiran ekonomi Islam?
5. Siapa sajakah tokoh ekonomi Islam Kontemporer?
6. Bagaimana perbandingan pemikiran ulama Islam dengan tokoh ekonomi Barat?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Agar mampu menelusuri perkembangan ekonomi Islam
2. Agar mampu menelusuri sejarah dan praktek ekonomi pada masa Rasulullah SAW.
3. Agar mampu menelusuri sejarah dan praktek ekonomi pada masa
Khulafaturrasyidin
4. Agar mampu mengenali tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam
5. Agar mampu mengenali tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam kontemporer
1

6. Agar mampu membandingkan pemikiran ilmuan ekonomi Muslim klasik dengan
ahli ekonomi Barat.

2

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam
Sejalan dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap
berpengang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi, konsep dan teori ekonomi dalam

Islam pada hakekatnya merupakan respon para cendekiawan muslim terhadap berbagai
tantangan ekonomi pada waktu-waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran
ekonomi Islam seusia Islam itu sendiri.
Berbagai praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah
SAW. Dan Al Khulafa Al-Rasyidun merupakan contoh empiris yang dijadikan pijakan
bagi para cendekiawan muslim dalam melahirkan teori–teori ekonomi. Satu hal yang
jelas, fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi,
pertumbuhan, dan kebebasan, yang tidak lain merupakan objek utama yang
mengispirasikan pemikiran ekonomi Islam sejak masa awal.
Berkenaan dengan hal tersebut, menurut pendapat Adiwarman Azwar Karim yag
dia kutip dari Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi, sejarah pemikiran ekonomi islam ada
tiga fase, yaitu fase dasar-dasar ekonomi Islam, fase kemajuan dan fase stagnasi, berikut
penjesannya1:
1. Fase Pertama
Fase pertama merupakan fase abad awal sampai dengan abad ke 5 hijriyah
atau abad ke 11 masehi yang di kenal sebagai fase dasar – dasar ekonomi islam yang
dirintis oleh para fukaha, diikuti oleh sufi dan kemudian oleh filosof. Pada awalnya,
pemikiran mereka berasal dari orang yang berbeda, tetapi di kemudian hari, para ahli
harus mempunyai dasar pengetahuan dari ketiga disiplin tersebut. Fokus Fiqih
adalah apa yang ditunrunkan oleh syariat dan , dalam konteks ini, para fukaha

mendiskusikan fenomena ekonomi. Tujuan mereka tidak terbatas pada pengambaran
dan penjelasan fenomena ini. Namun demikian, dengan mengacu pada Al Qur’an
dan Hadits nabi, mereka mengeksplorasi konsep maslahah (Ultility). Dan Mafsadah
(Disultilty) yang terkait dengan masalah ekonomi. Dan sedangkan Kontribusi
Tasawuf terhadap pemikiran ekonomi adalah pada keajegannya dalam mendorong
kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus dalam memanfaatkan
kesempatan yang diberikan Allah Swt. Dan secara tetap menolak penempatan
tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi. Filosof Muslim, Dengan tetap
berasaskan syariah dalam keseluruhan pemikiranya, mengikuti para pendahulunya
dari Yunani, Terutama Aristotels (367-322 SM) yang fokus pembahasanya tertuju
pada sa’adah (kebahagian) dalam arti luas. Hal ini berbeda dengan para fukaha yang
terfokus perhatianya pada masalah-masalah mikro ekonomi. Tokoh pemikiran pada
fase ini antara lain diwakili oleh Zaid Bin Ali (W. 80H/738 M) Abu Hanifah (W. 150
H/789 M) Abu Yusuf (W. 182 H/789) dan lain-lain.

2. Fase Kedua
1Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonmi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), edisi ketiga. hlm 10

3


Fase ini di mulai pada abad ke-11 sampai dengan abad ke -15 Masehi dikenal
sebagai fase yang cerrmelang karena menginggalkan warisan intelektual yang sangat
kaya. Para cendekiawan Muslim dimasa ini mampu menyusun suatu konsep tentang
bagaimana umat melaksanakan kegiatan ekonomi yang seharusnya yang
berlandaskan Al Qur’an dan Hadits Nabi. Dan secara bersamaan disisi lain, mereka
menghadapi realitas politik yang ditandai oleh dua hal: Pertama, disintegrasi pusat
kekuasaan Bani Abasiyah dan terbaginya kerajaan ke dalam beberapa kekuasan
regional yang mayoritas didasarkan pada kekuatan(power) ketimbang kehendak
rakyat; Kedua, merebaknya korupsi dikalangan para pengusaha diringi dengan
dekadensi moral di kalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadianya
ketimpagan yang semakin lebar. Pada masa ini, Kekuassaan Islam yang terbentang
dari Maroko dan Spanyol di barat hingga India di timur telah melahirkan berbagai
pusat kegiatan intelektual. Tokoknya antara lain diwakili oleh Al- Ghazali (W
505H/1111M), Ibnu Taimiyah (W 728H/1328M), Al Syatibi (W 790H/1388 M).
3. Fase Ketiga
Fase ketiga yang dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi merupakan
Fase tertutupnya pintu ijtihad (Independent judgement) yang mengakitbatkan fase
ini menjadi fase stagnasi. Pada fase ini, para fuqaha hanya menulis catatan-catatan
para pendahulunya dan mengeluarkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi
masing masing mazhab. Terdapat sebuah gerakan pembaharu selama dua abad

terakhir yang menyeru untuk kembali pada Al-Qur’an dan Hadist nabi sebagai
sumber pedoman hidup. Tokoh pemikir islam pada fase ini diwakili oleh Shah Wali
Allah (W 1176 H/1762 M), Jamaluddin Al-Afgani (W 1315H/1897M).
B. Sistem Ekonomi pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW.
Pada hakikatnya adanya sistem ekonomi Islam bukanlah respon dari adanya
sistem ekonomi konvensional, melainkan sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW.
Ketika Rasulullah diangkat sebagai kepala negara ,hal utama yang dilakukan rosul adalah
membangun sebuah kehidupan sosial yang besih dari berbagai tradisi, ritual dan norma
yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam. Seluruh kehidupan masyarakkat disusun
berdasarkan nilai-nilai qur’ani, seperti persaudaran, persamaan, kebebasan dan keadilan.
1. Strategi-Strategi Rasulullah SAW.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara , Rosulullah membangun
suatu strategi untuk mengubah keadaan negara (Madinah) agar menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Strategi itu diantaranya adalah2 :
a. Membangun Masjid
Masjid adalah asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat
muslim. Rosulullah menyadari bahwa komitmen terhadap sistem, akidah, dan
tatanan Islam baru akan tumbuh dan berkembang dari kehidupan sosial yang
dijiwai oleh semangat yang lahir dari aktivitas masjid. Di tempat ini kaum
2Ibid. hlm. 24


4

muslimin akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga tali ukhuwwah dan
mahabbah semakin terjalin kuat dan kokoh.
b. Merehabilitasi Kaum Muhajirin.
Setelah mendirikan masjid, Rasulullah memperbaiki tingkat kehidupan
sosial dan ekonomi kaum muhajirin (penduduk makkah yang berhijrah
kemadinah). Pada saat itu, sumber mata pencaharian kaum muhajirin hanya
bergantung pada pertanian dan pemerintah belum mampu untuk memberikan
bantuan keuangan pada mereka. Untuk memperbaiki keadaan ini, Rasulullah
menerpakan kebijakan yang sangat arif dan bijaksana, yaitu menanamkan tali
peeaudaraan diantara meraka, yakni persaudaraan yang berdasarkan agama
(mengantikan persaudaraan yang berdasarkan darah).
c. Membuat Konstitusi Negara
Setelah melaksanakan kedua hal diatas, Rosulullah menyusun konstitusi
negara yang menyatakan tentang kedaulatan madinah sebagai sebuah negara.
Dalam konstitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan tentang hak,
kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, serta perahanan dan keamanan negara.3
Setelah melakukan berbagai upaya stabilisasi di bidang sosial, politik serta
pertahanan dan kemanan negara, Rasulullah meletakkan dasar-dasar sistem
keuangan negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan al-quran. Seluruh paradigma
ekonomi yang yang tidak sesuai dengan ajaran islam dihapus dan digantikan
dengan paradigma baru yang sesuai dengan nialai-nilai Qurani, yakni
persaudaraan, persamaan, kebebasandan keadilan.
2. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi yang diterapkan Rasulullah SAW. Berakar dari prinsip
prinsip Al-Qur’an. Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah
menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam
melakukan aktivittas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi.
Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik Allah
semata dan manusia diciptakan sebagai khalifahnya di muka bumi. 4 Dan selain itu,
Allah SWT. Juga memberi sumber daya alam di bumi untuk kehidupan manusia.5
Dalam rangka mengemban amanah sebagai khalifah Allah, manusia diberi
kebebasan untuk mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku serta dengan
cara yang adil. Hal ini merupakan salah satu kewajiban asasi dalam Islam. Dengan
demikian, pada dasarnya Islam mengakui kepemilikan pribadi, alat-alat
produksi ataupun barang dagangan, tetapi hanya melarang perolehan
kekayaan melalui cara-cara yang ilegal atau tidak bermoral. Islam sangat
menentang setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan melakukan penimbunan
kekayaan atau pengambilan keuntungan yang tidak layak dari kesulitan orang lain.
3Ibid. hlm 26
4Lihat QS Ali Imran [3]:26, Al-Mulk [67]:1
5QS Al-A’raf [7]:10

5

Allah SWT. Telah menetapkan melalui sunnah-Nya bahwa jenis pekerjaan
atau usaha apapun yang dijalankan berdasrakan prinsip-prinsip Qurani tidak akan
pernah menjadikan seseorang kaya mendadak. Kesuksesan seseorang dalam
berusaha baru akan terwujud jika dilalui dengan kerja keras, ketekunan, kesabaran
dan deisertai dengan doa yang tidak pernah terputus.6 Oleh karena itu, setiap
aktivitas ekonomi yang dapat mendatangkan uang dalam jangka waktu singkat,
seperti perjudian, penimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar gelap, spekulasi,
korupsi, bunga dan riba bukan hanya tidak sesuai dengan hukum alam dan dilarang,
tetapi juga para pelakunya layak di hukum.
Allah berfirman dalam surat AL-humazah [104]:1-3
“Celalakalah bagi setiap pengumpat dan pencela yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”
Dengan demikian, menumpuk harta serta tidak menggunakannya untuk
berbagai tujuan yang bermanfaat bagi umat manusia merupakan perbuatan yang
tidak diperkenankan dalam Islam, karena menjadikan seseorang kaya raya,
sementara kepentingan dan kesejahteraan orang lain dan masyarakat terampas.
Orang yang melakukan penimbunan kekayaan atau barang merupakan
sebuah tindakan kriminal terhadap masyarakat dan layak menerima hukuman , baik
didunia maupun di akhirat.
Selain melarang penimbunan kekayaan, Islam juga sangat melarang segala
bentuk praktik ribawi atau bunga uang. Berbagai pemikiran yang menyatakan bahwa
pendapatan yang diperoleh dengan cara-cara ribawi adalah sah, jelas merupakan
pendapat yang keliru dan menyesatkan karena praktik-praktik ribawi merupakan
bentuk eksploitasi yang nyata.
Allah berfirman:
“Dan apa apa yang kamu berikan sebagai tambahan (riba) untuk menambah harta
manusia maka riba itu tidak menambah disisi Allah (QS Al-Rum [30]:39)
Ketika melarang segala bentuk praktik ribawi, disisi lain Islam
memperkenalkan sebuah konsep baru yang telah dapat mengubah seluruh cara
pandang kaum muslimin. Konsep tersebut berupa perintah mengeluarkan sedekah,
baik yang bersifat wajib ataupun sunnah.7
3. Keuangan dan Pajak
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara dengan
Rasulullah sebagai kepala negaranya, Madinah hampir tidak memiliki sumber
pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan secara
gotong-royong dan sukarela. Pada masa ini, karakteristik pekerjaan masih sangat
sederhana dan tidak memerlukan perhatian yang penuh. Rasulullah sendiri adalah
seorang kepala negara yang juga merangkap sebagai ketua Mahkamah Agung, Mufti
besar, panglima perang tertinggi serta penanggung jawab seluruh administrasi
negara.
6Adiwarman Karim (2004), ibid. hlm.30
7Ibid. hlm.35

6

Pada masa pemerintahan Rasulullah, belum ada tentara dalam bentuk yang
formal dan tetap. Setiap muslim yang memiliki fisik yang kuat dan mampu
berperang bisa menjadi tentara. Mereka tidak memperoleh gaji yang tetap, tetapi
diperbolehkan mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Seperti: senjata,
kuda, onta, dan barang-barang bergerak lainnya.
a. Sumber-Sumber Pendapatan Negara
1) Harta rampasan perang
Pada masa pemerintahan Rosulullah belum ada ketentuan dalam
pembagian harta rampasan perang. Namun keadaan itu berubah setelah turun
surat Al-Anfal pada tahun kedua hijriyah. Dalam ayat ini Allah menentukan
tata cara pembagian harta ghanimah dengan formulasi sebagai berikut8:
a) Seperlima bagian untuk Allah dan Rasulnya (seperti untuk negara yang
dialokasikan bagi kesejahteraan umum, dan untuk para kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin dan para musafir. Bagian seperlima ini
dikenal dengan istilah khums. Pada umumnya, rosul membagi khums
menjadi 3 bagian: bangian pertama untuk dirinya dan keluarganya,
bagian kedua untuk kerabatnya dan bagian ketiga untuk anak-anak
yatim, orang-orang miskin seta para musafir.
b) Empat perlima bagian lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan
yang terlibat dalam peperangan. Penunggang kuda memperoleh dua
bagian, yakni untuk dirinya sendiri dan untuk kudanya. Yang berrhak
memperoleh bagian hanyalah tentara laki-laki saja sedangkan wanita
yang hadir untuk membantu keperluan tertentu tidak berhak memperoleh
bagian dari rampasan perang.
2) Zakat
Pada tahun kedua hijriyah, Allah SWT. Mewajibkan kaum muslimin
menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan ramadhan. Besar zakat ini adalah 1
sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis atau setengah sha’ gandum
untuk setiap orang muslim baik budak ataupun orang merdeka, laki-laki
ataupun perempuan, tua ataupun muda, serta dibayarkan sebelum shalat Ied.
Setelah kondisi perekonomian kaum muslimin stabil, tahap selanjutnya
Allah SWT. Mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun kesembilan hijriyah.
Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela, yakni hanya berupa komitmen
perorangan tanpa ada aturan khusus atau batasan batasan hukum.
Pada masa Rasulullah SAW. Zakat dikenakan pada hal-hal berikut9 :
a) Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, perhiasan
atau dalam bentuk lainnya.
b) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, perhiasan
atau dalam bentuk lainnya.
c) Binatang ternak, seperti unta, sapi, domba, dan kambing .
d) Berbagai jenis barang dagangan, termasuk budak dan hewan.
e) Hasil pertanian, termassuk buah-buahan.
8Ibid. hlm 38
9Ibid. hlm 46

7

f) Luqathah, harta benda yang ditinggalkan musuh
g) Barang temuan.
Selain sumber-sumber pendapatan tersebut, terdapat beberapa sumber
pendapatan lainnya yang bersifat tambahan (sekunder). Diantaranya adalah10:
a) Uang tebusan para tawanan perang
b) Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran diyat kaum muslimin bani
judzaimah atau sebelum pertempuran hawazin sebesar 3000 dirham dari
abduullah bin rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan
tunggangan dari sofyan bin umayyah
c) Khums atas rikaz atau harta karun.
d) Amawal fadhilah, yakni harta yang berasal dari harta benda kaum
muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang muslim
yang telah murtad dan pergi meninggalkan negaranya.
e) Wakaf
f) Nawaib, yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin
yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa
darurat .
g) Zakat fitrah
h) Bentuk sedekah lain seperti hewan qurban dan kafarat. Kafarat adalah
denda atas kesalahan yang dilakukan kaum muslim saat ibadah.
b. Sumber-Sumber Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara selama masa pemerintahan Rasulullah SAW. Tersebut
dalam tabel dibawah ini11:
Primer
Sekunder
 Biaya pertahanan
 Bantuan untuk orang yang
 Penyaluran zakat dan ushr kepada
belajar di madinah
 Hiburan untuk para
yang berhak menerimanya
menurut ketentuan Al-quran
delegasi keagamaan
 Pembayaran gaji untuk wali,
 Hiburan untuk para utusan
qadi, guru, imam, muadzin, dan
suku dan negara serta
pejabat negara lainnya
biaya perjalanan mereka
 Pemabyaran upah para
 Hadiah untuk pemerintah
sukarelawan
negara lain
 Pembayaran utang negara
 Pembayaran untuk
 Bantuan untuk musafir
pembebasan kaum muslim
yang menjadi budak
 Pembayaran denda atas
mereka yang terbunuh
secara tidak sengaja oleh

10Ibid. hlm. 47
11Ibid. hlm 51

8








pasukan kaum muslim
Pembayaran utang orang
yang meninggal dalam
keadaan miskin
Pembayaran tunjangan
untuk orang miskin
Pengeluaran rumah tangga
Rasulullah SAW. (hanya
sejumlah kecil, 80 butir
kurma dan 80 butir
gandum untuk setiap
istrinya)
Persediaan darurat

4. Baitul Mal
Rasulullah SAW. Merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan
konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ke tujuh, yakni semua hasil
pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan
sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta hasil pengumpulan itu adalah milik
negara dan bukan milik individu. Meskipun demikian, dalam batas-batas tertentu,
peimpin negara dan pejabat negara dapat menggunakan harta tersebut untuk
keperluan pribadinya.
Pada masa pemerintahan Rasul, baitul mal terletak di Masjid Nabawi yang
ketika itu digunakan sebagai kantor pusat negara yang sekaligus berfungsi sebagai
tempat tingggal Rasul. Harta yang merupakan sumber pendapatan negara disimpan
di dalam masjid dalam jangka waktu singkat untuk kemudian didistribusikan kepada
masyarakat hingga tidak tersisa sedikitpun.12
C. Sistem Ekonomi Pada Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidin
Setelah Rasulullah SAW. wafat, kepemimpinan beliau digantikan oleh 4 orang
sahabatnya. Mereka itu dinamakan Khulafa AR-rasyidin. Mereka itu diantaranya adalah:
Abu Bakar As-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
1. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-shiddiq
Setelah Rasulullah SAW. Wafat, Abu bakar As-shiddiq yang bernama lengkap
Abdullah ibnu Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam yang
pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin Negara.
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan ummat islam, Khalifah Abu
Bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah
dipraktikan Rasulullah SAW. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan
zakat, sehingga tidak terjadi kekurangan dan kelebihan dalam pembayarannya.

12Ibid. hlm.53

9

Dalam hal ini, beliau pernah berkata kepada Anas: “jika seseorang mempunyai
kewajiban untuk membayar zakat seekor unta betina berumur 1 tahun, tetapi ia
membayarnya dengan unta betina berumur 2 tahun maka hal yang demikian dapat
diterima akan tetapi petugas zakat akan memberinya 20 dirham atau 2 ekor domba
sebagai pengembalian dari kelebihan pembayaran zakatnya”. Dalam kesempatan
yang lain, beliau juga berkata kepada Anas: “kekayaan orang yang berbeda tidak
dapat digabungkan atau kekeyaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan
(karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat)”.
Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan
disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya pada kaum
muslimin hingga tidak ada yanga tersisa.
Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Abu bakar menerapkan prinsip
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama pada semua sahabat Rasulullah
SAW. Dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu masuk islam
dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antra pria
dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT. Yang akan
memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip
kesamaan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.13
Selama masa pemerintahan beliau, harta baitul mal tidak pernah menumpuk
dalam jangka waktu lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum
muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam
perbendaharaan negaranya. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan
agregate demand dan agregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang
yang kaya dengan yang miskin.14
Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil penaklukan.
Sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi
tanggungan negara. Disamping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orangorang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan ummat islam
secara keseluruhan.15
2. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab
Ketika Abu Bakar menginginkan pergantian kepemimpinan, Abu Bakar
melakukan musyawarah dengan dengan para pemuka sahabat untuk mencari calon
penggantinya. berdasarkan hasil musyawarah, Umar bin Khattab lah yang terpilih
menjadi khalifah Islam yang kedua.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 10 tahun, Umar bin
Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah islam meliputi jazirah arab,
sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, Mesir), serta seluruh wilayah
Persia, termasuk Irak. Dengan terjadinya Perluasan wilayah yang sangat cepat, Umar
mengatur administrasi negara dengan mencontoh persia. Administrasi pemerintah
13Heru Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Ekonesia:2004). Hlm. 20
14Adiwarman Karim (2004),Ibid. Hlm. 57
15Ibid. hlm. 58

10

diatur menjadi 8 wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Arab, Basrah,
Kufah, Palestina dan Mesir.16
a. Pendirian Lembaga Baitul Mal
Cikal bakal lembaga Baitul Mal yang telah dicetuskan dan difungsikan
oleh Rasulullah SAW. serta diteruskan oleh Abu Bakar Al-shiddiq, semakin di
kembangkan fungsinya pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab
sehingga menjadi lembaga yang regule dan permanen. Pembangunan institusi
Baitul Mal yang dilengkapi dengan system administrasi yang tertata baik dan
rapih merupakan kontribusi terbesar yang diberikan khalifah Umar bin Khattab
kepada dunia Islam dan kaum muslimin.
Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal di
latarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai
Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj
sebesar 500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 hijriah. Oleh karena
jumlah tersebut yang cuukup besar, Umar mengambil inisiatif memanggil dan
mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana
baitul mal tersbut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, khalifah Umar
memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan
sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji tentara
maupun berbagai kebutuhan ummat lainnya.17
Untuk mendistribusikan harta baitul mal, khalifah Umar mendirikan
beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti18:
1) Departemen pelayanan militer. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam
peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah
tanggungan keluarga .
2) Departemen kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggungjawab
terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji
ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus
mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari praktik suap dan
jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupin terjadi perbedaan, hal
itu tetap dalam batas-batas kewajaran
3) Departemen pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran
islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
4) Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orangorang yang menderita.
Bersamaan dengan reorganisasi Lembaga Baitul Mal, sekaligus sebagai
perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi jaminan sosial,
Khalifah umar membentuk sistem diwan. Menurut pendapat terkuat, hal ini
16Ibid. hlm. 59
17Ibid. hlm. 60
18Ibid. hlm. 61

11

dipraktikkan pertama kali pada tahun 20 H.19 Dalam hal ini, beliau menunjuk
sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah
bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk
sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya.
Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk
setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan
kepada mereka adalah sebagai berikut20:
N
O
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penerima

Jumlah

Aisyah dan Abbas ibn Abdul Muthalib

masing-masing
12.000 dirham
Para istri Nabi selain Aisyah
masing-masing
10.000 dirham
Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar
masing-masing
5000 dirham
Para pejuang Uhud dan migran ke Abysina
masing-masing
4000 dirham
Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul masing-masing
Makkah
3000 dirham
Putra-putri para pejuang badar, orang-orang yang masing-masing
memeluk islam ketika terjadi peristiwa Fathul 2.000 dirham
Makkah, anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar,
para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa dan
orang-orang
yang
menghadiri
perjanjian
Hudaibiyah.

Orang-orang Makkah yang bukan temasuk kaum Muhajirin mendapat
tunjangan 800 dirham, warga madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di
Yaman, Syria, dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hinga 300 dirham,
serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui maisng-masing
memeperoleh 100 dirham. Disamping itu, kaum Muslimin memperoleh
tunjangan pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang
tetap. Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan
kebutuhan makanan dan pakaian bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal
yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia.

b. Kepemilikan Tanah
19ibid
20Ibid, hlm.63

12

Kebijakan ini diterapkan Khalifah Umar bin Khattab pada saat wilayah
kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah yang berhasil
ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun melalui jalan damai. Hal ini
menimbulkan permasalahan baru, yaitu kebijakan apa yang akan diterapkan
Negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut.
Para tentara dan sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan itu
dibagikan kepada mereka yang terkibat dalam peperangan sementara sebagian
kaum muslimin lainnya menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah
seorang diantara mereka yang menolak, mengatakan, “Apabila engkau
membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan menggembirakan. Bagian
yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal
dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja. Ketika generasi
selanjutnya datang dan mereka mempertahnkan islam dengan sangat berani
namun mereka tidak akan menemukan apapunyang tersisa . oleh karena itu ,
carilah sebuah rencana yang baik dan tepat untuk mereka yang datang pertama
dan yang datang kemudian”.21
Khalifah Umar bersikap sesuai saran tersebut . Beliau beralasan bahwa
penaklukan yang dilakukan pada masa pemerintahannya meliputi tanah yang
demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan dikhawatirkan akan mengarah
kepada praktik tuan tanah. Khalifah Umar juga melarang bangsa arab untuk
menjadi petani karena mereka bukan ahlinya. Menurtnya, tindakan memberikan
lahan kepada mereka yang bukan ahlinya sama saja dengan perampasan hak-hak
publik. Beliau juga menegaskan bahwa Negara juga berhak untuk mengambil
alih tanah yang tidak dimanfaatkan pemiliknya dengan memberikan ganti rugi
secukupnya.
Dalam hal ini, Khalifah Umar menerapkan beberapa peraturan sebagai berikut22:
1) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan peperangan, menjadi milik muslim
dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan wilayah yang
berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemiliknya dan
kepeilikan tersebut dapat dialihkan.
2) Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada dibawah kategori
pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. dengan
demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah Ushr.
3) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar
kharaj dan jizyah.
4) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang
diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh kaum muslimin
diperlakukan sebagai tanah Ushr.
5) Di sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu
ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah

21Ibid. hlm. 66
22Ibid. hlm. 68

13

tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah
(rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
6) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan
pajak sebesar dua dinar, disamping tiga irdab gandum, dua qist untuk setiap
minyak, cuka dan madu dan rancangan ini telah disetujui Khalifah.
7) Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah
dengan kaum muslimin, beban pajak untuk setiap orang sebesar satu dinar
dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi perjarib (ukuran) tanah.
c. Zakat
Seperti halnya Baitul Mal, Zakat juga sudah ada sejak zaman Rasulullah.
Hanya saja pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, zakat lebih
dikembangkan lagi. Pengembangan tersebut diantaranya adalah23:
1) Adanya kewajiban zakat terhadap kuda dan budak, yang mana pada
zaman Rasul kedua hal tersebut tidak dikenakan zakat.
2) Adanya Khums zakat terhadap karet yang ditemukan di semenanjung
Yaman, anatara Aden dan Mukha dan hasil laut karena barang-barang
tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah SWT.
3) Adanya kewajiban zakat terhadap madu. Zakat yang ditetapkan adalah
seperduapuluh untuk madu yang diperoleh dari pegunungan dan
sepersepuluh untuk madu yang diperoleh dari peternakan lebah.
d. Ushr
Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di
pedesaan biasa membayar pajak (Ushr) jual beli. Besarnya adalah sepuluh
persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Akan tetapi
setelah islam hadir dan menjadi sebuah negara yang berdaulat di semenanjung
Arab, Nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan
menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan
masuk dalam perjanjian yang ditandatangani olehnya bersama dengan sukusuku yang tunduk pada kekuasaannya. .
Pada masa Khalifah Umar, beliau membebankan Ushr sepersepuluh hasil
pertanian kepada para pedagang manbij. Orang manbij adalah orang harbi yang
meminta izin kepada khalifah memasuki negara muslim untuk melakukan
perdagangan dengan membayar sepersepuluh dari nilai barang . setelah
berkonsultassi dengan beberapa sahabat, Umar memberikan izin. Tetapi terdapat
kasus khusus ketika Abu Musa al-Asyari menulis surat kepada Umar yang
menyatakan bahwa pedagang muslim dikenakan pajak sepersepuluh ditanah
harbi. Akhirnya, khalifah Umar menyarankan agar membalasnya dengan
mengenakan pajak pembelian dan penjualan yang normal kepada mereka. Ada
perbedaan versi menurut ringkat ukurannya . tingkat ukuran yang paling umum
digunakan adalah24:
23Ibid. hlm. 70
24Ibid. hlm. 71

14

1) 2,5 % untuk pedagang muslim
2) 5 % untuk pedagang kafir dzimmi
3) 10 % untuk pedagang kafir harbi (dengan asumsi harga barang melebihi
200 dirham)
Pembabanan Ushr kepada suatu barang hanya sekali dalam setahun, walaupun
barang tersebut diperbarui.
e.

Sedekah dari Non-Muslim
Selain dari pendapatan yang diperoleh dari orang muslim , pendapatan
negara ternyata juga diperoleh dari non muslim. Orang non muslim tersebut
adalah Bani taghlib, satu-satunya golongan ahli kitab yang yang membayar
sedekah dan kekayaan mereka berupa hewan ternak. Bani Taghlib merupakan
suku Arab kristen yang gigih dalam peperangan. Sebenarnya khalifah Umar
mengenakan jizyah kepada mereka, namun mereka terlalu gengsi dan lebih
memilih membayar sedekah.25

f. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Umar
mengklasifikasikan pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu26
1) Pendapatan zakat dan ushr.
Pendapatan ini didistribuskan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa
pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mal pusat dan dibagikan kepada 8
Ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Quran
2) Pendapatan khums dan sedekah.
Pendapatan ini didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk
membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang
muslim atau bukan.
3) Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr, dan sewa tanah.
Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan
serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer dan
sebagainya.
4) Pendapatan lain-lain
Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemelihara anakanak terlantar dan dana sosial lainnya.

g. Pengeluaran
Efisiensi dan efektiftas merupakan lanadasan pokok dalam kebijakan
pengeluaran Negara. Dalam Islam hal itu dipandu oleh kaidah-kaidah syariah
25Ibid.
26Ibid. hlm.73

15

yaitu kemaslahatan dan penentuan skala prioritas. Dengan demikian Khalifah
Umar mengalokasikan pendapatan negaranya untuk hal- hal berikut27:
Primer
Sekunder
 biaya pertahanan
o beasiswa bagi pelajar ke
 penyaluran ushr kepada para
madinah
o hiburan untuk delegasi asing
mustahiq
o hadiah untuk pemerintah negara
 membayar gaji pegawai,
lain
guru, imam, qadhi, dan
o membayar denda atas mereka
pejabat negara
 biaya fasilitas kehakiman
yang mati terbunuh secara tidak
 biaya pencetakan dirham baru
sengaja oleh kaum muslim
 lampu penerang masjid
o pembayaran utang orang islam
 biaya
perluasan
yang meninggal dalam keadaan
masjidilharram
miskin
 biaya penyimpanan harta
o pembayaran tunjangan untuk
zakat
orang miskin
 mambayar upah sukarelawan
o persediaan darurat
 membayar utang negara
 bantuan
imergensi
dan
musafir
Inilah garis besar pengeluaran negara pada masa ppemerintahan Khalifah Umar
yang berdasarkan pada kemaslahatan umum dan skala prioritas.
3. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Utsman binAffan
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan yang berlangsung selama
12 tahun, khalifah utsman berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan
Tabaristan. Beliau juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah khurasan dan
Iskandariah.28
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah Utsman bin Affan
melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab. Dalam
rangka pengembangan sumber daya alam, beliau melakukan pembuatan saluran air,
pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen
untuk mengamankan jalur perdagangan.
Khalifah Utsman bin Affan tetap memperhatikan system pemberian bantuan
dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang
berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat, beliau memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang
lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta baitul mal, khalifah

27Ibid. hlm.75
28Ibid. hlm. 78

16

Utsman Bin Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar bin
Khattab.29
Dalam hal zakat, Khalifah Utsman berpendapat bahwa zakat hanya
dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang
bersangkutan. Beliau juga mengurangi zakat dari dana pensiun.
Selama menjadi Khalifah, Utsman bin Affan malakukan peningkatan dalam
hal pengeluaran. Peningkatan pengeluaran itu diantaranya adalah, peningkatan
anggaran dibidang pertahanan dan kelautan, pembangunan berbagai wilayah
taklukan baru dan peningkatan dana pensiun sebesar 100 dirham. Untuk mencukupi
seluruh pengeluaran tersebut, Khalifah Utsman bin Affan membuat perubahan
administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa Gubernur. Sebagai hasilnya,
jumlah pemasukan Kharaj dan jizyah yang berasal dari mesir meningkat dua kali
lipat, yakni dari 2 juta menjadi 4 juta dinar. Hal itu terjadi setelah dilakukan
pergantian Gubernur dari Amr kepada Abdullah bin Saad. Namun hal ini mendapat
kecaman dari Amr. Menurutnya, pemasukan besar yang diperoleh Gubernur
Abdullah bin Saad tersebut merupakan hasil pemerasan penguasa tehadao
rakyatnya.30
Selain itu, dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan negara, Khalifah
Utsman membagi-bagikan tanah negara kepada individu-individu untuk tujuan
reklamasi. Dari hasil kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan sebesar 50 juta
dirham, naik 41 juta dirham jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar bin
Khattab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut.
Pada enam tahun kedua masa pemerintahannya, tidak terdapat perubahan
situasi ekonomi yang cukup signifikan. Bebagai kebijakannya yang banyak
menguntungkan keluarganya menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada
sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahnnya lebih
banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang
Khalifah.
4. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Setelah diangkat menjadi Khalifah islam yang ke empat, Ali bin Abi thalib
langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang
korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orangorang kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar bin Khatab.31
Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib hanya berlangsung selama enam tahun.
Dalam masa itu banyak diwarnai dengan ketidakstabilan politik, diantaranya,
pemeberontakan Thalhah, Zubair bin Awwam, Aisyah yang menuutut ketian
Khalifah Utsman bin Affan, permusuhan Bani umayaah dan pemberontakan
golongan Khawarij (mantan pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib yang kecewa
terhadap keputusa Tahkim pada perang Shiffin).
29Ibid. hlm. 79
30Ibid. hlm. 80
31Ibid. hlm. 82

17

Walaupun di masa pemerintahnnya banyak terjadi kekecauan politik, Khalifah
Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untu melaksanakan kebijakan terbaik yang dapat
mendorong terciptanya kesejahteraan ummat Islam. Menurut sebuah riwayat, beliau
secara suka rela menarik diri dari daftar penerima dana Baitul Mal, bahkan menurut
riwayat yang lain, beliau memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun
kepada Negara.
Selama menjadi Khalifah, beliau menetapkan pajak terhadap para pemilik
hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah,
memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunkan sebagai bumbu
masakan. Selain itu, beliau juga memperkenalkan prinsip utama dari pemerataan
distribusi uang rakyat. System distribusi setiap pekan sekali uuntuk pertama kalinya
diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu,
semua penghitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai penghitungan baru.
Cara ini mungkin solusi terbaik dari sudut pandang hukum dan kondisi negara yang
sedang dalam masa transisi.32
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran anggaran kurang
lebih sama dengan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, hanya saja
dalam pendistribusian harta Baitul mal, khalifah Ali bin Abi Thalib lebih memilih
untuk mendistribusikan semuanya, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Umar
yang menyisakan harta Baitul Mal untuk kepentingan darurat. Selain itu, khalifah
Ali juga menghilangkan anggaran untuk pertahanan laut yang sebelumnya anggaran
tersebut oleh Utsman bin Affan, hal ini dikarenakan hampir seluruh wilayah tepi
pantai adalah dibawah kekuasaan Muawiyyah (Muawiyyah adalah salah satu orang
yang bermusuhan dengan Khalifah Ali).
D. Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya
Seperti yang telah disinggung sebelumnya (pada pembahasan pertama),
perekembangan pemikiran ekonomi Islam terbagi menjadi tiga fase, berikut tokoh-tokoh
yang ada dalam tiga fase tersebut :
1. Fase Pertama
a. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Sabit bi Zauti, ahli hukum agama Islam
dilahirkan di Kufah pada 699 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan.33 Abu hanifah juga merupakan pedagang di Kufah yang ketika itu
merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian yang sedang melaju
dan berkembang.34 Pada masa itu, salah satu transaksi yang terkenal adalah salam,
yaitu suatu transaksi jual beli dimana barang dikirim setelah pembeli melakukan
pembayaran pada saat akad disepakati. Namun Abu Hanifa mengkritisi kontrak
transaksi tersebut karena dapat menimbulkan perselisihan antara pemesan barang
dengan yang membelikan barang. Ia mencoba menghilangkan perselisihan
32Ibid. hlm.84
33Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Bank
Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hlm. 106
34Adiwarman Karim (2004), ibid. hlm.90

18

tersebut dengan persyaratan untuk melakukan transaksi akad salam itu dengan
cara menyertakan kejelasan-kejelasan lainnya yaitu, jenis barang yang dipesan,
kualitas barang seperti apa, kuantitasnya, waktu pengiriman dan tempat
pengiriman barang, kesemuanya itu harus jelas. Ia memberikan persyaratan
bahwa komoditas tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan
waktu pengiriman.
Pengalaman dan pengetahyan tentang dunia perdagangan yang didapat
langsung oleh Abu Hanifah sangat membantunya dalam menganalisis masalah
tersebut. Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan
perselisihan dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan salah satu tujuan
syarriah dalam hubungannya dengan jual beli. Pengalamannya di bidang
perdagangan memungkinkan Abu Hanifah dapat menetukan aturan-aturan yang
adil dalam transaksi ini dan transaksi sejenis.
Di samping itu, Abu Hanifah mempunyai perhatian yang besar tehadap
orang-orang yang lemah. Ia tidak akan membebaskan kewajiban zakat terhadap
perhiasan, dan sebaliknya membebaskan pemilik harta yang dililit utang dan tidak
sanggup menebusnya dari kewajiban membayar zakat. Ia juga tidak
memperkenankan pembagian hasil panen (muzara’ah) dalam kasus tanah yang
tidak menghasilkan apa pun. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap
yang umumnya adalah orang-orang lemah.35
b. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)
Nama lengkap dari Abu Yusuf adalah Ya’qub ibn Ibrahim ibn Sa’ad ibn
Husein al-Anshori. Beliau lahir di Kufah pada tahub 113 H dan wafat pada tahun
182 H. Abu Yusuf berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa Arab.
Menurut Euis Amalia yang dia kutip dari Abdul Aziz Dahlan, Keluarganya
disebut Anshori karena dari pihak ibu mas