PENGAMBILAN KEPUTUSAN REMAJA LAKI LAKI U

PENGAMBILAN KEPUTUSAN REMAJA LAKI-LAKI UNTUK
TERLIBAT DALAM BISNIS PROSTITUSI DI KAWASAN TRETES,
KELURAHAN PRIGEN, KABUPATEN PASURUAN
Oleh
Fanantika Wulandari Putri
fanantika_wp@yahoo.co.id
Ari Pratiwi
ABSTRAK
Keadaan lingkungan memiliki pengaruh tersendiri terhadap
perkembangan kognitif remaja khususnya perkembangan remaja laki-laki dalam
mengambil keputusan. Seiring dengan bertambahnya usia, pengambilan
keputusan pada individu akan semakin meningkat. Pada proses pengambilan
keputusan individu akan melewati beberapa tahapan proses pengambilan
keputusan dan dasar-dasar pengambilan keputusan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan remaja laki-laki untuk
terlibat dalam bisnis prostitusi. Penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi digunakan untuk memahami pengalaman subjektif subjek
penelitian secara menyeluruh. Subjek sebanyak 4 orang remaja laki-laki yang
terlibat dalam bisnis prostitusi, berusia 18-22 tahun, bertempat tinggal tetap di
lingkungan prostitusi Tretes. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik snowball
sampling. Metode pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan
setiap subjek akan dipengaruhi oleh dasar-dasar pengambilan keputusan, antara
lain: intuisi, pengalaman, fakta, wewenang, dan rasional. Setiap subjek memiliki
dasar-dasar pengambilan keputusan yang berbeda, perbedaan tersebut tergantung
pengalaman, peluang dan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing subjek..
Akan tetapi, kurangnya pengalaman dan peluang yang dimiliki oleh subjek
mengakibatkan lemahnya keterampilan dalam melihat dan membuat pilihan.
Sehingga dalam membuat keputusan subjek hanya melihat satu kesempatan atau
peluang yang bisa diambilnya, yaitu terlibat dalam bisnis prostitusi.
Kata Kunci: Bisnis prostitusi, Pengambilan keputusan, Remaja laki-laki
ABSTRACT
The condition of environment takes the main role on the development of
teenagers especially the development of decition making. As the time goes by, the
decition making on each person will step on the higher phase. There are the
process of decition making. Moreover, the decition making process is also
influenced by some basic consepts, of decition making. This present study is
aimed to discover how the process of decition making on the young men in order
to be involved on the prostitution bisiness. This study uses qualitive methode with
fenomenology approach to dig up more subjective data towards the research
subjects. There were four young man which were active on prostitution bussiness,

in the range of 18-22 years old, live permanently on Tretes prostitution area.
Snowball sampling technique was used to sort the research subjects. Moreover,

the data collection consist of interview, observation, and documentation. The
study discloses that on each research subjects have the different way and process
of decision making. Moreover, in every decision making which is taken by the
research subjects was influenced by the principal of decision making such as
intuition, experience, fact, authority, and rationality. In which the phase of
decision making depends on the basic concept, knowledge, experience, and
opportunity which is owned by each research subjects. Regarding to the research
subjects’ limitation on the experience and opportunity yielded the weakness
toward the sense of decision making. Therefore, in the process of decision making
the resarch subjects only focused on one goal that is join into prostitution
business.
Key Words: Prostitution bussiness, Decision making, Young men

LATAR BELAKANG
Pengambilan keputusan menjadi suatu hal yang biasa diambil atau
dilakukan dalam menghadapi berbagai permasalahan untuk dapat
mempertahankan hidupnya. Pada masa remaja akhir permasalahan yang timbul

semakin kompleks, sehingga mendorong remaja akhir untuk lebih meningkatkan
kemampuannya dalam mengambil sebuah keputusan. Semakin bertambahnya usia
dan semakin banyaknya kesempatan untuk mengambil keputusan secara mandiri,
maka proses dalam pengambilan keputusan remaja akan semakin baik (Santrock,
2007).
Fokus dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki yang berada pada
tahap remaja akhir. Ekawati dan Wulandari (2011) menyatakan bahwa intelektual
remaja laki-laki sangat agresif dan independen, lebih objektif, menyukai
pengetahuan eksakta, dan lebih mampu berpikir logis. LaVoie (Santrock, 2007)
menjelaskan bahwa pada remaja laki-laki persoalan-persoalan pekerjaan menjadi
lebih sentral bagi identitas mereka sebagai remaja. Sesuai dengan tugas
perkembangan remaja akhir yang dijelaskan oleh Havighurst (Hurlock, 1993)
bahwa pada masa remaja akhir, seseorang akan mulai mempersiapkan karirnya.
Oleh karena itu, pengambilan keputusan pada laki-laki yang berada pada fase
remaja akhir akan semakin penting untuk menentukan karirnya. Untuk dapat
mempraktikkan dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis, remaja
laki-laki membutuhkan lebih banyak kesempatan, oleh karena itu remaja laki-laki
perlu diberikan lebih banyak peluang untuk terlibat dalam permainan peran dan
pemecahan masalah kelompok.
Lingkungan Tretes, Kelurahan Prigen, Kabupaten Pasuruan merupakan

kawasan praktek bisnis pelacuran atau prostitusi yang sudah dianggap sebagai hal
wajar bagi masyarakat sekitar. Jika sebagian besar masyarakat umum memiliki
pandangan negatif terhadap hadirnya bisnis pelacuran atau bisnis prostitusi di
suatu kawasan, tidak demikian dengan masyarakat di lingkungan Tretes. Lokasi
tempat tinggal yang berbaur secara langsung dengan kegiatan bisnis prostitusi
selama bertahun-tahun telah memberikan nuansa yang berbeda dengan wilayah
lain (Setyawan, 2012). Adanya tuntutan dari kebudayaan yang telah bertahuntahun dan turun- temurun dimiliki oleh masyarakat lingkungan Tretes, memaksa
remaja laki-laki untuk mengambil keputusan akan peran sosialnya sesuai dengan

nilai-nilai, norma-norma, dan kebudayaan yang dimiliki lingkungan tempat
tinggalnya.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas, peneliti tertarik untuk
mengetahui dasar-dasar dan tahapan proses pengambilan keputusan yang diambil
oleh remaja laki-laki yang tinggal di lingkungan prostitusi Tretes.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan
rumusan masalah tentang bagaimana tahapan proses pengambilan keputusan dan
dasar-dasar pengambilan keputusan remaja laki-laki untuk terlibat dalam bisnis
prostitusi di kawasan Tretes.
TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan untuk dapat memahami dan menganalisis
bagaimana proses pengambilan keputusan dan dasar-dasar pengambilan
keputusan remaja laki-laki untuk terlibat dalam bisnis prostitusi.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Definisi Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif
terbaik terbaik dari beberapa alternatif. Pengambilan keputusan dalam
pemahaman luas dapat disamakan dengan pemecahan masalah. Sedangkan
pendekatan pengambilan keputusan dalam konteks yang lebih sempit dinyatakan
sebagai kegiatan- kegiatan internal (mental) dalam melakukan pilihan dan
beberapa alternatif pilihan. Pengambilan keputusan dalam pengertian yang lebih
lengkap mencakup pula penerapan atau konsekuensi secara nyata dari keputusan
yang diambil (Moordiningsih, 2005).
Untuk mengembangkan kemampuan guna membuat keputusankeputusan yang mantap dan handal, dibutuhkan beberapa bekal untuk melakukan
hal tersebut. Pertama; dibutuhkan kemampuan nalar atau pertimbangan yang
masak agar setelah meneliti semua faktor yang berhubungan dengan suatu

masalah dan segenap alternatif pemecahannya, mampu menetapkan suatu
pemecahan terbaik yang dapat dilaksanakan dengan lancar dan juga dituntut untuk
memiliki wawasan yang jauh kedepan agar dapat mengantisipasi dan
merencanakan aksi dan reaksi yang akan muncul akibat reaksi tersebut. Kedua;
harus mempunyai watak kuat yang diperlukan untuk membuat keputusan terbaik
pada waktu yang tepat, dan mengumumkannya juga pada waktu dan tempat yang
tepat sehingga akan diperoleh hasil-hasil sesuai yang diharapkan (Sumaryanto,
2011).
2.

Dasar - Dasar Pengambilan Keputusan

Dasar-dasar yang berlaku dari pengambilan keputusan yang berlaku
dijelaskan oleh Terry (Sumaryanto, 2011), yaitu: a) Intuisi, memiliki sifat
subjektif sehingga mudah terkena pengaruh, meskipun waktu yang digunakan
untuk mengambil keputusan relatif pendek, tetapi keputusan yang dihasilkan

seringkali kurang baik karena mengabaikan dasar-dasar pertimbangan lainnya; b)
Pengalaman, memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis karena pengalaman
seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung

ruginya, baik buruknya keputusan yang akan diambil; c) Fakta, dapat memberikan
keputusan yang sehat, solid, dan baik, tingkat kepercayaan terhadap pengambilan
keputusan dapat lebih tinggi, sehingga dapat menerima keputusan-keputusan
dengan lapang dada; d) Wewenang, biasa dilakukan oleh pimpinan terhadap
bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih
rendah kedudukannya. Hasil keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu
yang cukup lama dan memiliki otentisitas, tetapi dapat menimbulkan sifat
rutinitas, mengasosiasikan dengan praktek diktatorial. e) Rasional, pada
pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan
bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimalkan hasil
atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati
kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengambilan keputusan secara
rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
3.

Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Dijelaskan oleh Koentjoro (Sihaloho dan Nasution, 2012) menyatakan
bahwa secara umum terdapat 5 faktor yang paling mempengaruhi seseorang untuk
mengambil keputusan untuk terlibat dalam bisnis prostitusi, yaitu: materialisme.

modeling, dukungan orang tua, lingkungan yang permisif, ekonomi.
4.

Tahap- Tahap Pengambilan Keputusan
Cooke & Slack (Moordiningsih, 2005) menjelaskan 9 tahapan yang
dilalui individu dalam mengambil keputusan, yaitu:

Gambar 1.1. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan

B.

REMAJA

1.

Definisi Remaja

Istilah adolescence (remaja) berasal dari kata latin adolescere (kata
bendanya, adolescentia) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.
Akan tetapi saat ini istilah adolescence memiliki arti yang lebih luas, mecakup

kematangan fisik, emosional, sosial, dan kognitif (Hurlock, 1993). Masa remaja
dimulai sekitar usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 sampai
22 tahun, merupakan pribadi yang sedang berkembang dan tengah mencari jati
diri (Santrock, 2007).
Beberapa ahli beranggapan bahwa masa remaja merupakan masa
penyempurna dari perkembangan pada tahap-tahap sebelumnya. Hal ini terlihat
dalam teori Piaget tentang perkembangan kognitif. Menurut Eric Ericson
menjelaskan bahwa pada masa remaja berada pada tahap identity vs role diffusion,
pada masa ini individu menghadapi tugas perkembangan untuk menonjolkan
identitas dirinya, akan tetapi masih terperangkap oleh masih kaburnya peran
individu dalam lingkungan asalnya. (Sarwono, 2012).
2.

Karakteristik Remaja
Dijelaskan karakteristik seseorang memasuki masa remaja oleh Ahmadi
dan Sholeh (2005) sebagai berikut:
a. Menemukan Kepribadiannya
b. Menentukan Cita-Cita
c. Menggariskan Jalan Hidupnya
d. Bertanggung Jawab

e. Menghimpun Norma-Norma Sendiri
3.

Masa Perkembangan Remaja

Definisi mengenai remaja tidak hanya mengenai usia namun juga
pengaruh sosio-historis: ingatan kembali mengenai pandangan invensionis
mengenai remaja. Berdasarkan mempertimbangkan konteks sosio-historis,
Santrock (2007) membagi perkembangan remaja dalam dua tahap perkembangan:
a. Masa Remaja Awal (early adolescence)
Pada masa ini kurang lebih berlangsung di masa sekolah
menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan
pubertal terbesar terjadi di masa ini. Usia remaja pada masa ini
kurang lebih 10 samapai 13 tahun.
b. Masa Remaja Akhir (late adolescence)
Masa remaja akhir terjadi pada usia 18 sampai 22 tahun. Pada
masa ini minat, karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali
lebih menonjol di masa remaja akhir dibadingan pada masa remaja
awal. Masa puncak perubahan emosi. Dalam tahap ini terjadi
perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri kepada

kecenderungan memperhatikan orang lain dan kecenderungan
memperhatikan harga diri. Gejala lain yang timbul dalam tahap ini
adalah bangkitnya dorongan seks.
4.

Tugas Perkembangan Remaja Akhir

Tugas perkembangan remaja tersebut dijelaskan oleh (Mutiara, W.,
Komariah, M., Karwati. 2008) dan didukung pleh Havighurst (Hurlock, 1993)
sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
b. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
c. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
d. Mempersiapkan karir ekonomi
e. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
5.

Perkembangan Remaja Laki-Laki

Dalam kehidupan sosialnya menurut LaVoie persoalan-persoalan
pekerjaan lebih sentral bagi identitas remaja laki-laki. Bagi remaja lak-laki
pembentukan identitas mengawali tahap keakraban, dan masalah otonomi dan
prestasi adalah persoalan yang penting menurut Gilligan (Santrock, 2007).
Ekawati dan Wulandari (2011) menyatakan bahwa perkembangan emosi dan
intelektual remaja laki-laki sangat agresif dan independen, lebih objektif,
menyukai pengetahuan eksakta, dan lebih mampu berpikir logis.
6.

Pengambilan Keputusan Remaja
Menurut Sternberg (2008), terdapat 6 karakteristik yang membedakan
pengambilan keputusan remaja, yaitu:
a. Remaja sangat sensitif terhadap penghargaan/ hadiah termasuk
stimulus penghargaan dan tersebut, status sosial atau merasa dikagumi
dan dihargai.
b. Orientasi yang lemah dalam memprediksi masa depan mempengaruhi
remaja dalam melihat kerugian dalam pengambilan keputusan.
c. Keputusan remaja tentang pengambilan resiko lebih mudah
digoyahkan daripada orang dewasa, hal ini sangat dipengaruhi oleh
kelompok sebaya mereka, pengaruh kelompok sebaya sangat tinggi
dalam pengambilan keputusan.
d. Ketidak matangan yang terkait bagian otak dengan kontrol kognitif.
Pengambilan keputusan pada remaja lebih mudah terganggu oleh
rangsangan emosi dan sosial dibandingkan dengan orang dewasa.
C.
1.

PROSTITUSI
Definisi Prostitusi
Sebagai salah satu bisnis tertua dalam sejarah dunia, bisnis prostitusi
tetap bertahan seiring perkembangan zaman. Di Indonesia bisnis prostitusi bukan
merupakan fenomena asing. Mulai dari bentuk yang dilegalisasi oleh pemerintah
sebagai sebuah wilayah yang khusus untuk tempat prostitusi (Issabela dan
Hendriani, 2010).
Kata pelacuran sendiri berasal dari bahasa latin Pro-stituere dan Prostauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina atau melakukan pencabulan.
Sedangkan prostitusi sendiri merupakan salah satu jenis penyimpangan seksual
yang dilakukan seseorang, dengan dasar penentuan penyimpangan ini adalah akal
sehat dan bersumber dari ajaran moral keagamaan yang dimiliki oleh masyarakat

dan bangsa Indonesia. Menurut Gave Jones, pelacuran adalah tidak lebih dari
pengeksploitasian wanita sebagai pemuas nafsu seks oleh seorang laki-laki dan
untuk itu diberikan imbalan sejumlah uang sesuai dengan tarif atau kesepakan
bersama (Sitepu, 2004).
2.

Jenis- Jenis Prostitusi
Kartono (1992) membagi prostitusi menurut jumlahnya, jenis prostitusi
tersebut diantaranya:
a. Single Operator merupakan prostitusi yang beroprasi secara
individual
b. Prostitue adalah bisnis pristitusi yang bekerja dengan bantuan
organisasi dan “sindikat” yang teratur rapi.
Selain itu bisnis prostitusi dan lokalisasi juga dibagi menurut aktivitasnya
oleh Kartono (1992), jenis prostitusi dan lokalisasi tersebut antaranya sebagai
berikut:
a. Prostitusi yang Terdaftar
Pelaku dalam prostitusi yang terdaftar diawasi oleh bagian control
dari kepolisian yang dibantu dan bekerja sama dengan jawatan sosial
dan jawatan kesehatan.
b. Prostitusi yang Tidak Terdaftar
Pelaku yang berperan dalam bisnis prostutusi yang tidak terdaftar ini
termasuk dalam kelompok orang yang melakukan prostitusi secara
gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok.
3.

Faktor- Faktor Penyebab Prostitusi
Dijelaskan oleh Koentjoro (2009) penyebab pelacuran adalah tingginya
aspirasi material dan dukungan budaya, meski peranan kemiskinan tidak
diabaikan, oleh karenanya jika dicermati penyebab pelacuran itu bersifat
universal. Berikut disebutkan oleh Sitepu (2004) beberapa faktor penyebab
timbulnya prostitusi:
a. Kurangnya pengertian penduduk, pendidikan, dan buta huruf
sehingga menghalalkan pelacuran untuk menghindarkan diri dari
kesulitan hidup dan mendapatkan kemewahan dengan jalan singkat.
b. Adanya nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam
kepribadia, keroyalan seks, histeris, dan hiperseks sehingga merasa
tidak puas dengan relasi seks dengan pria/suami.
c. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan imferior. Jadi ada adjusment
yang negatif terutama terjadi pada masa puber dan remaja.
d. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah
seks yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan
bandit-bandit seks.
e. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka
melakukan hubungan seks sebelum perkawinan sehingga ketagihan
atau terbiasa melakukan banyak relasi seks secara bebas.
f. Gadis-gadis dari daerah slum dengan lingkungan yang immoril yang
sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa
secara kasar dan terbuka sehingga terkondisioni mentalnya dengan
tindakan-tindakan asusila.

g. Banyak stimulasi seksual dalam bentuk film-film biru, gambargambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang
mempraktikkan relasi seks.
h. Aspirasi materi yang tinggi daripada wanita dan kesenangan,
ketamakan terhadap pakaian-pakain yang indah dan perhiasan
mewah, ingin hidup bermewah-mewah tetapi malas bekerja.
i. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home,
ayah atau ibu menikah lagi atau hidup bersama dengan partner lain,
sehingga anak gadis merasa sangat sengasara batinnya, tidak bahagia,
memberontak lalu menghibur diri dengan terjun ke dunia pelacuran
j. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan narkotika
dan minuman dengan kadar alkohol tinggi, banyak yang menjadi
pelacur untuk membeli obat-obat tersebut dan lain-lain.
Selain itu Kartono (1992) juga menyebutkan beberapa peristiwa sosial
yang menyebabkan timbulnya aktivitas prostitus, diantaranya sebagai berikut:
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Selain itu
juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi
seks di luar pernikahan.
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyelurkan
kebutuhan seks, khususnya diluar pernikahan.
c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo
dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan prostitusi.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan
pada saat masyarakat mangalami kesejahteraan hidup.
e. Semakin menurunnya penghormatan terhadap harkat dan martabat
kaum wanita sebagai manusia.
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya
mengekploitir kaum lemah atau wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
g. Bertemunya bermacam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan
setempat di daerah-daerah perkotaan ibu kota, mengakibatkan
perubahan-perubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga
masyarakat menjadi stabil.
D.
BISNIS PROSTITUSI
Dalam bisnis prostitusi yang ada di lingkungan Tretes, ada beberapa
pekerjaan yang merupakan bagian dari bisnis tersebut dan memiliki peranan yang
penting dalam menunjang bisnis prostitusi tersebut. Dijelaskan oleh Setyawan
(2012) jenis-jenis pekerjaan yang berkaitan dengan bisnis prostitusi sebagai
berikut:
1. Mucikari atau germo
2. Pekerja Seks Komersial (PSK)
3. Menyewakan Vila dan Penjaga Vila
4. Makelar
5. Tukang Ojek
6. Toko atau Warung

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model
pendekatan fenomenologi. Lokasi penelitian berada di lingkungan Tretes,
Kabupaten Pasuruan, Kecamatan Prigen, Kelurahan Prigen. Teknik pemilihan
subjek menggunakan teknik snowball. Pada penelitian ini mengkategorikan tiga
macam informan penelitian yaitu informan kunci, informan utama, informan
tambahan:
a. Informan kuncil yang bernama DAS, berfungsi membantu peneliti dalam
memberikan informasi kepada peneliti berkaitan dengan subjek
penelitian yang mengetahui dan memahami kehidupan para remaja di
lingkungan Tretes.
b. Informan utama adalah adalah remaja laki-laki yang tinggal dan terlibat
dalam bisnis prostitusi di kawasan Tretes, dengan kisaran usia 18 sampai
22 tahun, berjumlah empat orang yang bernama ADK, TL, TKS, DB.
c. Informan tambahan adalah informan yang memiliki hubungan tertentu
dengan informan utama. Dalam penellitian ini antaralai orang tuang
keempat subjek dan temanterdekat subjek.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara depth interview
dengan menggunakan dengan alat bantu seperti perekam (Handphone), observasi
dengan metode anecdotal record dan dokumentasiTeknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik interaktive model menurut Miles &
Huberman dan uji keabsahaan data yang digunakan adalah dengan menggunakan
triangulasi sumber dan triangulasi teknik (Sugiyono, 2012).

PEMBAHASAN
Dasar-dasar pengambilan keputusan yang dijelaskan oleh Terry
(Sumaryanto, 2011) bahwa dalam proses pengambilan keputusan pada remaja
dipengaruhi oleh beberapa dasar-dasar pengambilan keputusan yang terjadi karena
adanya interaksi antara subjek dengan keluarga, subjek dengan teman-teman
sebaya, subjek dengan masyarakat umum dapat mempengaruhi kemampuan
individu dalam mengambil keputusan. Berikut penjelasan terhadap dasar-dasar
pengambilan keputusan subjek:
a.

Intuisi: dalam penelitian ini telah menunjukkan subjek TL dan DB yang
mengambil sebuah keputusan berdasarkan intuisi tanpa mempertimbangkan
hal-hal yang lain. Sedangkan subjek ADK dan TKS mengambil sebuah
keputusan tanpa dasar intuisi yang di karenakan dalam proses pengambilan
keputusan subjek ADK dan TKS masih mempertimbangkan atau berpikir
lebih rasional.

b.

Pengalaman: Dalam proses pengambilan keputusan keempat subjek
mengambil keputusan berdasarkan pengalaman, hal tersebut dikarenakan
tempat tinggal keempat subjek yang berada dalam lingkungan prostitusi telah
mengenalkan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan bisnis prostitusi
kepada keempat subjek.
Fakta: Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan
keputusan pada keempat subjek menggunakan dasar fakta.

c.

d.

e.

Wewenang: Dalam hal ini keempat subjek tidak membuat keputusan
berdasarkan wewenang karena pada proses pengambilan keputusan keempat
subjek mengaku tidak pernah mendapatkan paksaan atau memutuskan untuk
terlibat dalam bisnis prostitusi tanpa perintah siapa pun. Keempat sunjek
memutuskan untuk terlibat dalam bisnis prostitusi atas dasar pemikiran dan
keinginan masing-masing tanpa adanya perintah dari orang-orang
disekitarnya.
Rasional: Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada proses
pengambilan keputusan subjek ADK, TL, TKS menggunakan dasar
pengambilan keputusan rasional, sedangan subjek DB tidak, hal tersebut
dikarenakan, dalam prosesnya subjek DB tidak membuat dan melakukan
penilaian terhadap pilihan-pilihan yang tersedia. Menunjukkan disini bahwa
subjek DB tidak berpikir lebih komplek mengenai keuntungan dan kerugian
yang akan didapat dari keputusannya tersebut.

Perjalanan remaja untuk sampai pada suatu keputusan perlu melalui
beberapa tahapan yaitu:
a. Observasi: Keempat subjek memperhatikan segala aktifitas yang dilakukan
oleh teman-teman dan sebagian besar masyarakat di lingkungannya seperti
menjadi penjaga vila, makelar PSK, tukang ojek, germo dan PSK. Selain itu
subjek TL dan DB juga memperhatikan pekerjaan orang tua mereka yang
menyewakan vila kamaran dan melayani para tamu.
b. Mengenali masalah: Keempat subjek memiliki kesamaan permasalahan
dalam hal ekonomi keluarga yang cenderung menengah ke bawah, yang mana
subjek TL dan DB hanya menggantukan keuangan keluarga dengan
menyewakan vila-vila kamaran. Sedangkan subjek ADK juga memiliki
saudara laki-laki yang sedang dalam masa tahanan dikarenakan mencuri
sepeda motor.
c. Memahami masalah: Keempat subjek memahami bahwa keadaan ekonomi
keluarga yang menengah kebawah memaksa keempat subjek untuk berusaha
mencari pekerjaan yang dapat membantu keuangan keluarga mereka masingmasing. Sedangkan subjek ADK memahami bahwa setelah kakak lakilakinya di penjara makan subjek ADK yang menjadi satu-satunya harapan
bagi kedua orang tuangnya.
d. Menetapkan tujuan: Subjek ADK, TL, dan TKS memiliki tujuan untuk
segera mendapatkan pekerjaan dan bisa membantu keuangan keluarga.
Sedangkan subjek DB yang lebih berpikir recara sepontan tanpa meihat dan
membuat pilihan dari kesempatan-kesempatan yang ada, DB lebih memilih
untuk meneruskan usaha keluarganya.
e. Menentukan alternatif pilihan: Subjek ADK, TL, TKS membuat pilihan
untuk tidak menerima pekerjaan sebagai penjaga vila dan berusaha mencari
pekerjaan yang lain atau ketiga subjek memilih untuk menerima kesempatan
yang ada sebagai penjaga vila dan makelar PSK. Sedangkan subjek DB tidak
membuat alternatif pilihan.
f. Mengevaluasi pilihan-pilihan: Pada fase ini subjek ADK, TL, dan TKS
mengevaluasi alternatif yang telah mereka buat dengan melihat keuntungan
dan kerugian dari setiap pilihan yang ada. Dari semua pilihan yang ada,
ketiga subjek melihat pilihan mana yang akan memberikan keuntungan paling

banyak bagi mereka masing- masing. Sedangkan subjek DB tidak
mengevaluasi alternatif pilihan di karenakan subjek DB tidak membuat
alternatif pilihan.
g. Memilih: Keempat subjek memutuskan untuk menjadi penjaga vila dan
mekelar PSK. Subjek ADK dan TL memutuskan untuk menjaga vila milih
temannya. ADK memutuskan menjaga vila pada awalnya, dengan alasan,
ADK memerlukan uang dan pada saat itu hanya pekerjaan sebagai penjaga
vila lah yang tersedia, setelah beberapa bulan menjadi penjaga vila, ADK
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di sebuah perusahaan di Prigen.
Sedangkan TL memutuskan menjaga vila karena dengan menjaga vila TL
merasa bisa mendapatkan uang lebih tanpa harus meminta uang kepada kedua
orang tuanya.
Subjek TKS memutuskan untuk menjaga vila milik saudaranya
dengan alasan meniru kakak laki-lakinya yang dahulu juga berprofesi sebagai
penjaga vila dan dengan menadi penjaga vila, TKS dapat menghasilkan uang
sendiri tanpa harus banyak meminta kepada kedua orang tuanya. Sedangkan
subjek DB memutuskan untuk menjaga vila milik keluarganya sendiri dengan
alasan bahwa subjek tidak menginginkan mecari pekerjaan lain yang akan
membuatnya susah. Subjek DB merasa bahwa pekerjaan sebagai penjaga vila
sudah cukup dapat menghasilkan banyak uang dan tidak perlu bersusah payah
bekerja keras.
Selama menjadi penjaga vila, keempat subjek juga merangkap
sebagai makelar PSK dan terkadang menjadi tukang ojek untuk tamu-tamu
yang datang ke vila.
h. Menerapkan: Selama subjek ADK dan TL menjadi penjaga vila dan mekelar
PSK, mereka juga mencoba untuk menaruh lamaran pekerjaan ke perusahaanperusahaan atau pabrik. Sedangkan subjek TKS yang masih duduk di bangku
sekolah SMA masih belum berusaha mencari pekerjaan yang lain, jadi subjek
TKS bersekolah sambil bekerja sebagai penajag vila dan makelar PSK.
Berbeda dengan subjek ADK dan TL, subjek DB tidak berusaha mencari
pekerjaan lain karena subjek memutuskan untuk meneruskan usaha
keluarganya tersebut.
i. Memonitor: Setelah keempat subjek memutuskan untuk menjadi penjaga
vila dan makelar PSK , keempat subjek selanjutnya juga memonitor apakah
pekerjaan yang sedang dilakukan oleh keempat subjek dapat memberikan
keuntungan sesuai dengan tujuan mereka.
Langkah-langkah di atas merupakan rangkaian proses yang dilalui oleh
individu sampai mengambil sebuah keputusan dan memonitor keputusan yang
individu ambil.
Pada tahapan proses pengambilan keputusan setiap individu akan
dipengaruhi oleh dasar-dasar pengambilan keputusan. Selain itu, ditemukan juga
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pada keempat
subjek yaitu :
a. faktor kebutuhan ekonomi dan beberapa dari subjek hanya melihat
adanya satu kesempatan untuk mendapatkan uang yaitu dengan cara
menjadi penjaga vila.

b. Faktor modeling memberi pengaruh terhadap keempat subjek,
keadaan masyarakat yang permisif terhadap adanya bisnis prostitusi
membuat subjek merasa tidak masalah jika harus bekerja sebagai
penjaga vila ataupun makelar PSK. Akan tetapi bagi subjek ADK dan
TKS menggunakan pekerjaan sebagai penjaga vila dan makelar PSK
hanya sementara hingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih
layak, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor modeling terhadap teman
dan keluarga kedua subjek yang mampu memdapatkan pekerjaan
yang lebih baik di luar lingkungan prostitusi Tretes.
c. Faktor dukungan orang tua juga memotivasi subjek DB untuk
meneruskan usaha keluarganya yang menyewakan vila, menjadi
makelar PSK.
d. Subjek TL mengambil keputusan untuk menjadi penjaga vila karena
adanya faktor pengaruh lingkungan yang permisif dan dukungan
orang tua dimana subjek TL yang sudah sering membantu kedua
orang tuanya di vila sejak kecil.
Hasil penelitian ini menemukan adanya perbedaan cara pandang
seseorang dalam memandang nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Jika sebagian besar masyarakat umum memiliki pandangan negatif
terhadap hadirnya bisnis pelacuran atau bisnis prostitusi di suatu kawasan, tidak
demikian dengan masyarakat di lingkungan Tretes. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar warga di lingkungan Tretes menggantungkan kehidupan
perekonomian keluarga dari adanya bisnis pelacuran (Setyawan, 2012). Hal
tersebut telah menunjukkan bahwa sikap dari masyarakat lingkungan Tretes telah
terhabituasi dengan adanya praktek bisnis prostitusi.
Menurut Erik Erikson (Sarwono, 2012) masa remaja akhir berada pada
tahap identity vs role diffusion, pada masa ini individu menghadapi tugas
perkembangan untuk menonjolkan identitas dirinya, akan tetapi masih
terperangkap oleh masih kaburnya peran individu dalam lingkungan asalnya.
Subjek ADK, TL, TKS dan DB nampak memiliki kemampuan untuk mengeksplor
dan mencari identitas budayanya. Keempat subjek mampu untuk mengeksplor
kemampuan mereka dalam menjalankan peran-peran baru, baik itu dalam hal
pekerjaan ataupun romantisme. Keempat subjek mampu mengatasi dan menerima
peran-peran baru yang saling berkonflik satu sama lain dengan sebuah
penghayatan mengenai jati diri yang baru, yang menyegarkan, dan dapat diterima
oleh sosialnya.

KESIMPULAN

Proses pengambilan keputusan setiap subjek akan dipengaruhi oleh
dasar-dasar pengambilan keputusan, antara lain: intuisi, pengalaman, fakta,
wewenang, dan rasional. Setiap subjek memiliki dasar-dasar pengambilan
keputusan yang berbeda, perbedaan tersebut tergantung pengalaman, peluang dan
pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing subjek. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa keempat subjek tidak mengambil keputusan berdasarkan
wewenang, hal tersebut dikarenakan subjek mengambil keputusan atas dasar
pemikiran masing-masing tanpa adanya perintah dari orang-orang disekitarnya.
Proses pengambilan keputusan individu melewati beberapa tahapan
sebagai berikut: observasi, mengenali masalah, menetapkan tujuan, memahami
masalah, membuat alternatif pilihan, mengevaluasi alternatif-alternatif pilihan,
menentukan pilihan, menerapkan pilihan, dan memonitor pilihan yang telah
diambil. Pada setiap subjek memiliki tahapan proses pengambilan keputusan yang
berbeda tergantung pada dasar-dasar pengambilan keputusan yang digunakannya.
Pada proses pengambilan keputusan subjek memiliki kesamaan dalam
menggunakan dasar pengalaman yang dimiliki masing-masing subjek tentang
bagaimana menghadapi dan bertahan hidup di lingkungan prostitusi Tretes. Akan
tetapi, kurangnya pengalaman dan peluang yang dimiliki oleh subjek
mengakibatkan lemahnya keterampilan dalam melihat dan membuat pilihan.
Sehingga dalam membuat keputusan subjek hanya melihat satu kesempatan atau
peluang yang bisa diambilnya.
Individu pada fase remaja akhir berada pada tahap perkembangan identity
vs role diffusion, memiliki kemampuan untuk mengeksplor kemampuan mereka
dalam menjalankan peran-peran baru, baik itu dalam hal pekerjaan ataupun
romantisme. Keempat subjek mampu mengatasi dan menerima peran-peran baru
yang saling berkonflik satu sama lain dengan sebuah penghayatan mengenai jati
diri yang baru, yang menyegarkan, dan dapat diterima oleh sosialnya.

DISKUSI
Pada penelitian ini terdapat beberapa hal yang perlu untuk didiskusikan lebih
lanjut yang nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya antara lain
sebagai berikut:
1. Selama menjalan penelitian ini adalah pada saat akan memasuki lingkungan
prostitusi Tretes. Peneliti yang merupakan seorang wanita, memiliki
kesulitan pada saat akan memasuki kawasan prostitusi tersebut. Bagi
pendatang, khususnya bagi wanita kawasan prostitusi bukanlah tempat yang
aman, rawan akan premanisme dan pelecehan. Selain itu, peneliti juga
mendapat kendala pada saat membangun rapor dengan keempat subjek
dalam penelitian yang merupakan remaja laki-laki asli Tretes. Solusi untuk
kendala yang dihadapi oleh peneliti adalah dengan mengajak salah satu
teman peneliti yang merupakan penduduk asli lingkungan prostitusi Tretes
yang mana menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Dengan begitu
ketika akan masuk ke dalam kawasan Tretes, peneliti tidak perlu
menghawatirkan akan premanisme dan pelecehan yang banyak terjadi di
lingkungan prostitusi. Sedangkan untuk melakukan pendekatan dengan
keempat subjek, peneliti sering mengunjungi rumah dan vila yang di jaga
oleh keempat subjek dengan ditemani oleh informan kunci. Seringkali

peneliti dan informan kunci mengajak keempat subjek “nongkrong” di
warung-warung kopi. Setelah bisa mendapatkan kepercayaan keempat
subjek, peneliti dapat melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi
dengan subjek aman tanpa merasa khawatir akan adanya rasa canggung.
2. Selain itu untuk mengambil dokumentasi tentang lingkungan prostitusi yang
banyak digunakan sebagai tempat menjual wanita-wanita PSK juga menjadi
hambatan, karena tidak semua warga di sana mau jika diambil
dukumentasinya, karena masyarakat di lingkungan tersebut merasa
privasinya akan terganggu jika harus diambil dokumentasinya. Oleh karena
itu peneliti hanya bisa mengambil foto dari kejauhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ekawati, A., dan Wulandari, S. 2011. Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap
Kemampuan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Jurnal
Socioscientia Kopertis Wilayah XI Kalimantan. Volume 3 Nomor 1
Hurlock, E. B. 1993. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Issabela, N., dan Hendriani, W. 2010. Resiliensi pada Keluarga yang Tinggal di
Lingkungan Lokalisasi Dupak, Bangunsari. Jurnal Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga: Surabaya. INSAN Vol. 12 No. 03
Moordiningsih. 2005. Proses Pengambilan Keputusan Dokter. Tesis. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada
Mutiara, W., Komariah, M., dan Karwati. 2008. Gambaran Perilaku Seksual
Dengan Orientasi Mahasiswa Kos Di Kecamatan Jatinangor –
Sumedang. Jurnal Vol. 10 No. XVIII, Hal – 14.
Santrock, J. W. 2007. Remaja, Edisi 11, Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Sarwono, S. W. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada,
Rajawali Pers
Setyawan, D. A. 2012. Pola Komunikasi Remaja di Lingkungan Prostitusi.
Skripsi. Malang: Jurusan Komunikasi Universitas Brawijaya
Sitepu, Abdi. 2004. Dampak Lokalisasi Prostitusi Terhadap Perilaku Remaja Di
Sekitarnya. USU Institutional Repository: USU e-Journal (UJ)
Pemberdaya Komunitas Vol.3 No. 3
Sihaloho, N., dan Nasution, I. K. 2012. Tahapan Pengambilan Keputusan Menjadi
Pekerja Seks Komersial Pada Remaja Putri. Jurnal. Predicara,
Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara. Vol. 1, No. 1
Sternberg, R. J. 2008. Psikologi Kognitif, Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung:
Alfabeta.
Sumaryanto. 2011. Upaya Pengambilan Keputusan Yang Tepat. LKMM Fakultas
Ilmu Keolahragaan: Universitas Negeri Yogyakarta.