Pengambilan Keputusan dalam keluarga minangkabau (3)

Pengambilan Keputusan

Yang dimaksud dengan keputusan (decision) adalah berarti
pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan.
Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan,
ada perbedaan penting diantara keduanya. Mc Kenzei melihat
bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena pilihan diartikan
sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara
untuk mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan
atau kolektif. Mc Grew dan Wilson lebih melihat pada kaitannya
dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah akhir dari
suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label
pengambilan keputusan. Dipandang sebagai proses karena
terdiri atas satu seri aktifitas yang berkaitan dan tidak hanya
dianggap sebagai tindakan bijaksana.
Morgan dan Cerullo mendefinisikan keputusan sebagai sebuah
kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan,
yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang
lain dikesampingkan.
Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif
cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi.

Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan
masalah organisasi. Suatu aturan kunci dalam pengambilan
keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah
diselesaikan, keputusan harus dibuat (Brinckloe,1977). Dengan
kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan,
mendorong lahirnya gerakan dan perubahan (Hill,1979).
Pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua
pengertian yaitu (1) penetapan tujuan yang merupakan
terjemahan cita-cita, aspirasi dan (2) pencapaian tujuan
melalui implementasinya (Inbar,1979). Ringkasnya keputusan
dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan dan ini
semua berintikan pada hubungan kemanusiaan. Untuk
suksesnya pengambilan keputusan itu maka sepuluh hukum
hubungan kemanusiaan (Siagian,1988) hendaknya menjadi
acuan dari setiap pengambilan keputusan.
A. Proses Pengambilan Keputusan
Ada dua pandangan dalam pencapaian proses mencapai suatu
keputusan organisasi (Brinckloe,1977) yaitu :
(1) Optimasi. Di sini seorang eksekutif yang penuh keyakinan
berusaha menyusun alternatif-alternatif, memperhitungkan


untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan
organisasi.
Sesudah
itu
memperkirakan
kemungkinan
timbulnya
bermacam-macam
kejadian
ke
depan,
mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu
terhadap alternatif-alternatif yang telah dirumuskan dan
kemudian menyusun urut-urutannya secara sistematis sesuai
dengan prioritas lalu dibuat keputusan. Keputusan yang dibuat
dianggap optimal karena setidaknya telah memperhitungkan
semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
(2) Satisficing. Seorang eksekutif cukup menempuh suatu
penyelesaian yang berasal memuaskan ketimbang mengejar

penyelesaian yang terbaik. Model satisficing dikembangkan
oleh Simon (Simon,1982; roach, 1979) karena adanya
pengakuan
terhadap
rasionalitas
terbatas
(bounded
rationality). Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran
yang memaksa orang membatasi pandangan mereka atas
masalah dan situasi. Pemikiran itu terbatas karena pikiran
manusia tidak megolakan dan memiliki kemampuan untuk
memisahkan informasi yang tertumpuk.
Menurut Frank Harison (Hitt, 1970), faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya rasionalitas terbatas antara lain
informasi yang datang dari luar sering sangat kompetitif atau
informasi itu tidak sempurna, kendala waktu dan biaya, serta
keterbatasan seorang mengambil keputusan yang rasional
untuk mengerti dan memahami masalah dan informasi,
terutama informasi dan teknologi.
B. Unsur Prosedur Keputusan

Di balik suatu keputusan ada unsur prosedur, yaitu pertama
pembuatan
keputusan
mengidentifikasikan
masalah,
mengklarifikasi
tujuan-tujuan
khusus
yang
diinginkan,
memeriksa berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan mengakhiri proses itu dengan
menetapkan pilihan bertindak. Jadi suatu keputusan
sebenarnya didasarkan atas fakta dan nilai (facts and values).
Keduanya sangat penting tetapi tampaknya fakta lebih
mendominasi nilai-nilai dalam menyehatkan keputusan suatu
organisasi (Bridges, 1971).
C. Alternatif dan Konsekuensi Keputusan
Dapat dikatakan bahwa setiap keputusan bertolak dari
beberapa kemungkinan atau alternatif untuk dipilih. Setiap

alternatif membawa konsekuensi-konsekuensi. Ini berarti,

menurut Simon, sejumlah alternatif itu berbeda satu sama lain
mengingat perbedaan dari konsekuensi-konsekuensi yang akan
ditimbulkannya. Pilihan yang dijatuhkan pada alternatif itu
harus dapat memberikan kebahagiaan atau kepuasan karena
merupakan salah satu aspek paling penting dalam keputusan.
D. Tingkat-Tingkat Keputusan
Brinckloe (1977) menawarkan bahwa ada empat tingkat
keputusan yaitu (1) automatic decisions, (2) expected
information decisions, (3) factor weighting decisions dan (4)
dual uncertainty decisions.
(1) Keputusan otomatis (outomatic decisions), keputusan yang
dibuat dengan sangat sederhana, meski sederhana informasi
tetap diperlukan.
(2) Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (Expected
information decision), tingkat informasi mulai sedikit kompleks
artinya informasi yang ada sudah memberi aba-aba untuk
mengambil keputusan. Tetapi keputusan belum segera diambil
karena informasi tersebut perlu dipelajari.

(3) Keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor
weighting
decisions),
informasi-informasi
yang
telah
dikumpulkan
dianalisis,
lalu
dipertimbangkan
dan
diperhitungkan sebelum keputusan diambil.(4) Keputusan
berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions),
dalam setiap informasi yang ada masih diharapkan terdapat
ketidakpastian artinya semakin luas ruang lingkup dan
semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak
informasi yang dibutuhkan semakin tinggi ketidakpastian itu.
E. Klasifikasi Keputusan
1. Keputusan Terprogram.Menurut Siagian, S.P. (1993),
Keputusan Terprogram adalah tindakan menjatuhkan pilihan

yang berlangsung berulang kali, dan diambil secara rutin dam
organisasi. Biasanya menyangkut pemecahan masalahmasalah yang sifatnya teknis serta tidak memerlukan
pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Biasanya langkah-langkah dan prosedur yang perlu ditempuh
telah dituangkan dalam buku pedoman, yang biasanya
terdapat dalam organisasi yang dikelola secara rapi.
Pengambilan keputusan terprogram akan berlangsung dengan
efektif apabila empat criteria dasar dipenuhi :

a. Tersedia waktu dan dana yang memadai untuk
pengumpulan dan analisis data.b. Tersedia data yang bersifat
kuantitatif.c. Kondisi lingkungan yang relatif stabil, yang
didalamnya tidak dapat tekanan yang kuat untuk secara cepat
melakukan
penyesuaian-penyesuaian
tertentu
terhadap
kondisi yang selalu berubah.d. Tersedia tenaga trampil untuk
merumuskan permasalahan secara tepat, termasuk tuntutan
operasional yang harus dipenuhi.Sedangkan dalam Salusu

menyebutkan bahwa keputusan terprogram yang dibuat
sebagai respon terhadap masalah-masalah organisasi yang
repetitif atau yang sudah baku, mencakup keputusan
operasional dan keputusan pada tingkat menengah dari
Morgan dan Cerello, keputusan operasinal dan taktis dari
Sutherland serta dari Mangkusubroto dan Trisnadi dan
keputusan terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe;
2. Keputusan yang tidak Terprogram.Biasanya diambil dalam
usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum
pernah dialami sebelumnya, tidak bersifat repetitif (berulangulang), tidak terstruktur, dan sukar mengenali bentuk, hakikat
dan dampaknya. Sebagai akibat keadaan demikian, para ahli
belum mampu menyajikan teknik pemecahan yang sudah
terbukti efektif di masa lalu, baik karena sifatnya yang baru itu
maupun karena sukar untuk mendefinisikan hakikatnya secara
tepat. Keputusan yang tidak Terprogram tidak menyangkut halhal yang sifatnya operasional, akan tetapi menyangkut
kebijaksanaan organisasi dengan dampak yang strategis bagi
eksistensi organisasi. (Siagian, S.P.; 1993), Keputusan
Terprogram
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan tidak
terprogram, dibuat sebagai respon dari masalah-masalah unik,

yang jarang dijumpai dan yang tidak dapat didefinisikan secara
tepat, keputusan ini biasanya dikenal dengan nama keputusan
strategik, meliputi keputusan strategik dari Morgan dan
Cerello, Mangkusubroto dan Trisnadi, keputusan strategik dan
tujuan (goal) Sutherland, serta keputusan tidak terstruktur dari
Mintzberg dan Brinckloe.
Dari segi struktur keputusan tertinggi adalah yang
berhubungan dengan cita-cita, tujuan, menyusul keputusan
strategik lalu keputusan taktis dan yang paling bawah adalah
keputusan operasional. Keputusan tertinggi hanya dibuat satu
atau dua kali makin ke bawah tingkat keputusan makin tinggi
frekuensi pembuatannya.

F. Kategori Keputusan
Ditinjau dari sudut perolehan informasi dan cara memproses
informasi, keputusan dibagi empat kategori (Nutt, 1989) :
1.
Keputusan
Representasi,
pengambilan

keputusan
menghadapi informasi yang cukup banyak dan mengetahui
dengan tepat bagaimana memanipulasikan data tersebut.
Keputusan ini banyak menggunakan model-model matematik
seperti operation research, cost-benefit analysis dan simulasi.
2. Keputusan Empiris, suatu keputusan yang sedikit informasi
tetapi memiliki cara yang jelas untuk memproses informasi
pada saat informasi itu diperoleh.
3. Keputusan Informasi, suatu situasi yang banyak informasi
tetapi meliputi kontroversi tentang bagaimana memproses
informasi tersebut.
4. Keputusan Eksplorasi, suatu situasi yang sedikit informasi
dan tidak ada kata sepakat tentang cara yang hendak dianut
untuk memulai mencari informasi.
G. Proses Pengambilan Keputusan :
1. Pendekatan yang interdisipliner.Proses pengambilan
keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan tunggal
dan tidak sebagai suatu tindakan yang Seragam yang berlaku
untuk semua keadaan serta dapat digunakan oleh pengambil
keputusan yang berbeda dengan tingkat efektifitas yang sama.

Proses pengambilan keputusan terdiri dari berbagai ragam
keterampilan
dan
pengetahuan
yang
diperoleh
dari
pengalaman dalam kehidupan berorganisasi.
2. Proses yang sistematis.Suatu proses logis yang melibatkan
pengambilan langkah-langkah secara berturut atau sekuensial
dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil (pendekatan atomik). Pendapat lain mengatakan
proses pengambilan keputusan menyangkut dengan naluri,
daya
pikir,
dan
serangkaian
metode
intuitif
yang
keseluruhannya dirangkum yang menjadi suatu kreatifitas
(pendekatan holistik).
3. Proses berdasarkan informasi.Pengambilan keputusan tanpa
informasi berarti menghilangkan kesempatan belajar secara
adaptif. Seorang manajer harus memiliki pengetahuan yang
memadai tentang Informatika untuk pengambilan keputusan

yang efektif serta harus menuntut agar tersedia baginya
informasi
yang
memenuhi
persyaratan
kemutakhiran,
kelengkapan, dapat dipercaya dan disajikan dalam bentuk
yang tepat.
4. Memperhitungkan faktor-faktor ketidakpastian.Betapa pun
telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terhadap
berbagai alternatif, tetap tidak ada jaminan bebas dari resiko
ketidakpastian. Untuk itu pengambilan keputusan harus dapat
Memperhitungkan probabilitas (kemungkinan) keberhasilan
atau kekurang-berhasilan pelaksanaan suatu keputusan.
5. Diarahkan pada tindakan nyata.Mengambil suatu tindakan
harus dapat ditentukan secara pasti, kapan pemecahan
berakhir dan proses pengambilan keputusan dimulai. Masalah
dan sasaran sering mempunyai siklus pertumbuhan dan
penyusutan, demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi.
Hal tersebut harus dikenali secara tepat karena akan sangat
mempengaruhi keputusan untuk bertindak atau tidak
bertindak.
H. Teknik Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang
berhubungan dengan pengumpulan fakta. Teknik pengambilan
keputusan dalam klasifikasi ada dua yaitu teknik tradisional
dan teknik modern. Teknik pengambil keputusan juga sering
dibagi dalam teknik pengambilan keputusan matematik atau
kuantitatif (Heenan dan Addleman, 1976;Robbins, 1978) dan
teknik pengambil keputusan non-matematik atau kualitatif
(Moody, 1983). Teknik matematik biasa diberi nama
multivariate analysis (analisis variabel ganda atau analisis
berdimensi ganda).Teknik non-matematik, yang lebih sering
digunakan untuk keputusan strategik antara lain sumbang
saran, consensus, Delphi, fish bowling, interaksi didaktik,
tawar- menawar kolektif.
I. Pendekatan terhadap Pengambil Keputusan
Berbagai model tentang pendekatan terhadap pengambilan
keputusan telah diperkenalkan oleh para ahli teori
pengambilan keputusan, diantaranya adalah :
1. Model Brinckloe (1977)Keputusan yang menggunakan
pendekatan (i) Fakta, secara sistematis akan mengumpulkan
semua fakta mengenai masalah dan hasilnya ialah
kemungkinan keputusan akan lahir dengan sendirinya; (ii)

Pengalaman, seseorang yang sudah memiliki pengalaman
tentu lebih matang dalam membuat keputusan daripada
seorang yang sama sekali belum mempunyai pengalaman apaapa namun perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang
lampau tidak akan pernah sama dengan pada saat ini;(iii)
Intuisi, tidak jarang keputusan yang diambil berdasarkan intuisi
dikarenakan kurang mengadakan analisis yang terkendali
maka perhatian hanya ditujukan pada beberapa fakta; (iv)
Logika, pengambilan keputusan yang berdasar logika ialah
suatu studi yang rasional terhadap semua unsur pada setiap
sisi dalam proses pengambilan keputusan; (v) Analisis Sistem,
kecanggihan dari komputer telah merangsang banyak orang
untuk mengambil keputusan secara kuantitatif.
2. Model McGrew (1985)McGrew hanya melihat adanya tiga
pendekatan yaitu proses pengambilan keputusan rasional,
model proses organisasional dan model tawar-menawar politik
(political bargaining model) yaitu (i) Pendekatan proses
pengambilan keputusan rasional memberi perhatian utama
pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan sasaran
dari pengambilan keputusan; (ii) Model proses organisasional
menangani masalah yang jelas tampak perbedaannya antara
pengambil keputusan individu dan organisasi; (iii) Model tawarmenawar politik melihat kedua pendekatan itu mengatakan
bahwa pengambilan keputusan kolektif sesungguhnya
dilaksanakan melalui tawar-menawar namun hasil akhir
keputusan itu sesungguhnya tergantung pada proses memberi
dan menerima di antara individu dalam kelompok tersebut.
J. Teknik-teknik Pengambilan Keputusan. (Siagian, S.P. (2526;1993).
1. Brainstorming
Jika sekelompok orang dalam suatu organisasi menghadapi
suatu situasi problematic yang tidak terlalu rumit, dan dapat
diidentifikasikan secara spesifik mereka mengadakan diskusi
dimana setiap orang yang terlibat diharapkan turut serta
memberikan pandangannya. Pada akhir diskusi berbagai
pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok
mencapai suatu kesepakatan tentang cara-cara yang hendak
ditempuh dalam mengatasi situasi problematic yang dihadapi.
Penting diperhatikan dalam teknik ini yaitu :
a. Gagasan yang aneh dan tidak masuk akal sekalipun dicatat
secara teliti.b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat

dan gagasan karena kuantitas pandanganlah yang lebih
diutamakan meskipun aspek kualitas tidak diabaikan.c.
Pemimpin diskusi diharapkan tidak melakukan penilaian atas
sesuatu pendapat atau gagasan yang dilontarkan, dan peserta
lain diharapkan tidak menilai pendapat atau gagasan anggota
kelompok
lainnya.d.
Para
peserta
diharapkan
dapat
memberikan sanggahan pendapat atau gagasan yang telah
dikemukakan oleh orang lain.e. Semua pendapat atau gagasan
yang dikemukakan kemudian dibahas hingga kelompok tiba
pada suatu sintesis pendapat yang kemudian dituangkan
dalam bentuk keputusan.
2.Synetics
Seorang diantara anggota kelompok peserta bertindak selaku
pimpinan diskusi. Diantara para peserta ada seorang ahli
dalam teori ilmiah pengambilan keputusan. Apakah ahli itu
anggota organisasi atau tidak, tidak dipersoalkan. Pimpinan
mengajak para peserta untuk mempelajari suatu situasi
problematik secara menyeluruh. Kemudian masing-masing
anggota kelompok mengetengahkan daya pikir kreatifnya
tentang cara yang dipandang tepat untuk ditempuh.
Selanjutnya pimpinan diskusi memilih hasil-hasil pemikiran
tertentu yang dipandang bermanfaat dalam pemecahan
masalah. Dan tenaga ahli menilai melakukan penilaian atas
berbagai gagasan emosional dan tidak rasional yang telah
disaring
oleh
pimpinan
diskusi
serta
kemudian
menggabungkannya
dengan
salah
satu
teori
ilmiah
pengambilan keputusan dan tindakan pelaksanaan yang
diambil.
3. Consensus thinking
Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus
sepakat tentang hakikat, batasan dan dampak suatu situasi
problematik yang dihadapi, sepakat pula tentang teknik dan
model yang hendak digunakan untuk mengatasinya. Teknik ini
efektif bila beberapa orang memiliki pengetahuan yang sejenis
tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang teknik
pemecahan yang seyogyanya digunakan. Orang-orang
diharapkan mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan
sebelumnya. Kelompok biasanya melakukan uji coba terhadap
langkah yang hendak ditempuh pada skala yang lebih kecil
dari situasi problematik yang sebenarnya.
4. DelphiUmumnya digunakan untuk mengambil keputusan

meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi
organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil
keputusan yang tidak berada di satu tempat.Pengambil
keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan
dengan suatu situasi peramalan dan menyampaikannya
kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk
meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin
terjadi atau tidak. Jawaban dari anggota kelompok tadi
dikumpulkan dan masing-masing anggota ahli mempelajari
ramalan yang dibuat oleh masing-masing rekannya yang tidak
pernah ditemuinya. Pada kesempatan berikutnya, rangkaian
pertanyaan yang sama dikembalikan kepada para anggota
kelompok dengan melampirkan jawaban yang telah diberikan
oleh para anggota kelompok pada putaran pertama serta halhal yang dipandang sudah merupakan kesepakatan kelompok.
Apabila pendapat seseorang ahli berbeda maka memberikan
penjelasannya secara tertulis. Tiap-tiap jawaban diberikan
kode tertentu sehingga tidak diketahui siapa yang memberikan
jawaban.Jawaban tersebut di atas dilakukan dengan beberapa
putaran. Pengedaran daftar pertanyaan dan analisa oleh
beberapa ahli dihentikan apabila telah diperoleh bahan
tentang ramalan kemungkinan terjadi sesuatu peristiwa di
masa depan.
5. Fish bowlingSekelompok pengambil keputusan duduk pada
suatu lingkaran, dan di tengah lingkaran ditaruh sebuah kursi.
Seseorang duduk di kursi tersebut hanya dialah yang boleh
bicara untuk mengemukakan pendapat ide dan gagasan
tentang suatu permasalahan. Para anggota lain mengajukan
pertanyaan, pandangan dan pendapat. Apabila pandangan
orang yang duduk di tengah tersebut telah dipahami oleh
semua anggota kelompok dia meninggalkan kursi dan
digantikan oleh orang yang lain untuk kesempatan yang sama.
Setelah itu semua pandangan didiskusikan sampai ditemukan
cara yang dipandang paling tepat.
6. Didactic interactionDigunakan untuk suatu situasi yang
memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Dibentuk dua
kelompok, dengan satu kelompok mengemukakan pendapat
yang bermuara pada jawaban “ya” dan kelompok lainnya pada
jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro
maupun kontra dicatat dengan teliti. Kemudian kedua
kelompok bertemu dan mendiskusikan hasil catatan yang telah
dibuat. Pada tahap berikutnya terjadi pertukaran tempat.
Kelompok yang tadinya mengemukakan pandangan pro beralih
memainkan peranan dengan pandangan kontra.

7. Collective bargainingDua pihak yang mempunyai pandangan
berbeda bahkan bertolak belakang atas suatu masalah duduk
di satu meja dengan saling menghadap. Masing-masing pihak
datang dengan satu daftar keinginan atau tuntutan dengan
didukung oleh berbagai data, informasi dan alasan-alasan yang
diperhitungkan dapat memperkuat posisinya dalam proses
tawar-menawar yang terjadi. Jika pada akhirnya ditemukan
bahwa dukungan data dan informasi serta alasan-alasan yang
dikemukakan oleh kedua belah pihak mempunyai persamaan,
maka tidak terlalu sukar untuk mencapai kesepakatan. Tetapi
sebaliknya, pertemuan berakhir tanpa hasil yang kemudian
sering diikuti dengan timbulnya masalah yang lebih besar.
K. Metode Pengambil Keputusan
Gortner (1987) lebih cenderung menganalisis pengambilan
keputusan dari sudut metode. Ada empat metode pengambilan
keputusan yang dianggap lazim dipergunakan dalam
pengambilan keputusan organisasional.
Metode pertama adalah metode rasional yang disebut juga
model rasional. Ini adalah metode klasik yang secara implicit
mencakup model birokratik dari pengambilan keputusan.
Metode kedua, adalah metode tawar-menawar incremental
(incremental-bargaining) yang dipandang sebagai model paling
dasar aktifitas politik, yaitu penyelesaian konflik melalui
negosiasi. Karakteristik dari incremental ialah bahwa
keputusan tentang suatu kebijakan terjadi dalam bentuk
langkah-langkah kecil karenanya tidak terlalu jauh dari status
quo.
Metode ketiga yang disebut metode agregatif (aggregative
methods) mencakup antara lain teknik Delphi dan teknikteknik pengambilan keputusan yang berkaitan. Konsensus dan
peran serta merupakan karakteristik utama dari metode
agregatif.
Metode keempat adalah metode keranjang sampah (the
garbage-can)
atau
nondecision-making
model
yang
dikembangkan oleh March dan Olsen (1979). Model keranjang
sampah menolak model rasional bahkan rasional-inkremental
yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik pada karakter yang
ditampilkan dalam keputusan, pada isu yang bermacammacam dari peserta pengambil keputusan dan masalahmasalah yang timbul pada saat itu. Sering kali keputusan yang
diambil tidak direncanakan sebagai akibat dari perdebatan

dalam kelompok.
L. Teori-Teori Pengambilan Keputusan
Sehubungan dengan pendekatan yang telah diutarakan,
lahirlah berbagai aliran yang menampilkan teori-teori
pengambilan keputusan yang berbeda (Brinckloe, 1977) yaitu :
1. Aliran Birokratik (Bureaucratic School)Teori ini memberi
tekanan yang cukup besar pada arus dan jalannya pekerjaan
dalam struktur organisasi. Tugas dari eselon bawah ialah
melaporkan masalah, memberi informasi, menyiapkan fakta
dan keterangan-keterangan lain kepada atasannya. Dengan
segala pengetahuan, keterampilan dan kemampuannya,
atasan membuat keputusan setelah mempelajari semua
informasi.
2.Aliran Manajemen Saintifik (Scientific Management School)
Teori ini menekankan pada pandangan bahwa tugas-tugas itu
dapat dijabarkan ke dalam elemen-elemen logis, yang dapat
digambarkan secara saintifik. Sementara manajemen sendiri
memiliki kemampuan untuk menganalisis dan menyelesaikan
suatu masalah.
3. Aliran Hubungan Kemanusiaan (Human Relations School)
Teori ini menganggap bahwa organisasi dapat berbuat lebih
baik apabila lebih banyak perhatian yang diberikan kepada
manusia dalam organisasi, seperti yang menimbulkan
kepuasan kerja, peran serta dalam pengambilan keputusan,
memberlakukan organisasi sebagai suatu kelompok social
yang mempunyai tujuan. Selain itu kebutuhan dan keinginan
anggota selalu dipertimbangkan dalam membuat keputusan.
4. Aliran Rasionalitas Ekonomi (Economic Rasionality School)
Teori ini mengakui bahwa organisasi adalah suatu unit ekonomi
yang mengkonversikan masukan (input) menjadi keluaran
(output) dan yang harus dilakukan dengan cara yang paling
efisien. Menurut aliran ini suatu langkah kebijakan akan terus
berlangsung sepanjang itu mempunyai nilai yang lebih tinggi
daripada biayanya.
5. Aliran SatisfacingAliran ini tidak mengharapkan suatu
keputusan yang sempurna. Aliran ini yakin bahwa para
manajer yang selalu dipenuhi berbagai masalah mampu
membuat keputusan yang rasional.
6. Aliran Analisis SistemAliran ini percaya bahwa tiap masalah

berada dalam suatu system yang terdiri dari berbagai sub
sistem yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan.
M. Pengambilan Keputusan Birokratik
Keputusan rutin adalah keputusan terprogram, keputusan
repetitive, keputusan yang berulang-ulang dibuat. Disebut
keputusan repetitive karena berbagai peraturan dan prosedur
sebagai dasar untuk membuat keputusan telah dilembagakan.
Peraturan dan prosedur semacam ini banyak dijumpai
dikalangan
birokrasi.
Ada
yang
mengatakan
bahwa
sesungguhnya keputusan-keputusan dikalangan birokrasi telah
dirutinkan sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan rutin
sama dengan keputusan birokratik (Inbar, 1979).
Dalam pengambilan keputusan birokratik selalu bertindak tidak
memihak tetapi juga tidak responsive bahkan soulless, tidak
punya jiwa pendeknya seperti organisasi robot dalam banyak
hal. Pengaruh yang terutama memegang peranan dalam
pengambilan keputusan birokratik ialah tekanan politik dan
pengaruh elit.
N. Penyelesaian Masalah dan Pengambilan Keputusan
Sering kali orang sulit membedakan antara penyelesaian
masalah dan pengambilan keputusan. Bila dilihat dari sudut
prosesnya sulit dibedakan karena keduanya menggunakan
langkah-langkah proses yang mirip. Perbedaan diantara
keduanya terletak pada hasilnya. Penyelesaian masalah adalah
pemikiran yang akhirnya bermuara pada hasil berupa
penyelesaian kesenjangan antara performance yang diinginkan
dan performance yang menjadi kenyataan. Sering juga disebut
perbedaan antara das sollen dan das sein. Dalam istilah Downs
(Nutt, 1989), perbedaan antara kenyataan yang ada dan
kenyataan yang diinginkan disebut kesenjangan kinerja
(performance gap).
Lain halnya dengan pengambilan keputusan karena dalam hal
ini
pengambilan
keputusan
adalah
pemikiran
yang
menghasilkan pilihan dari berbagai alternatif yang ada.
Sebaliknya, pilihan itu terjadi dalam proses penyelesaian
masalah karena dalam menyelesaikan suatu masalah, setiap
langkah yang ditempuh mencakup aspek pengambilan
keputusan.
O. Ciri-ciri Keputusan Strategik (Nisjar, Karhi dan Winardi ;
1997) :

1. Keputusan-keputusan strategik pada umumnya berkaitan
dengan skope dari aktifitas sesuatu organisasi.Timbullah
pertanyaan di sini: “Apakah kirannya organisasi yang
bersangkutan memusatkan perhatiannya pada satu bidang
aktifitas saja, ataukah perlu ia memiliki aneka macam bidang
aktifitas?”
2. Strategi berkaitan dengan upaya menyesuaikan (MATCHING)
aktifitas-aktifitas organisasi dengan lingkungan di mana ia
beroperasi.Misalnya persaingan luar negeri merupakan salah
satu perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi
sesuatu organisasi.
3. Strategi juga berhubungan dengan tindakan dan upaya
menyesuaikan aktifitas-aktifitas organisasi yang bersangkutan
dengan kemampuan sumberdayanya.Strategi bukan hanya
sekedar menghadapi ancaman lingkungan dan memanfaatkan
peluang karena lingkungan, tetapi juga berkaitan dengan
upaya menyesuaikan sumber-sumber daya keorganisasian
dengan ancaman dan peluang tersebut..
4. Keputusan-keputusan strategik sering kali menimbulkan
implikasi-implikasi serius terhadap sumber daya sesuatu
organisasi.Misalnya perusahaan-perusahaan mobil sudah
banyak menggunakan tenaga robot agar mereka tetap dapat
bertahan dalam persaingan mobil.
5.
Keputusan-keputusan
strategik
besar
kemungkinan
mempengaruhi keputusan-keputusan operasional.
6. strategi suatu organisasi bukan saja akan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan lingkungan, dan ketersediaan sumbersumber daya, tetapi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan
harapan-harapan pihak yang memiliki kekuasaan dalam
organisasi yang bersangkutan.
7.Keputusan-keputusan
strategik
kirannya
mempengaruhi arah jangka panjang suatu organisasi.

akan

8. Keputusan-keputusan strategik sering kali bersifat kompleks.
Kompleksitas itu terjadi karena adanya :
a. Keputusan-keputusan strategik biasanya mencakup
ketidakpastian tingkat tinggi. Mungkin di dalamnya termasuk
keputusan tentang landasan pandangan-pandangan
sehubungan dengan masa yang akan datang yang tak
mungkin diketahui secara pasti oleh manajer.b. Keputusan-

keputusan strategik, kirannya menuntut adanya suatu
pendekatan yang terintegrasi guna memanajemen organisasi
yang bersangkutan.c. Keputusan-keputusan strategik, biasanya
menyebabkan timbulnya dampak berupa perubahan besar
pada organisasi-organisasi.