PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KLAUSA MATA KULIAH SINTAKSIS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KLAUSA MATA KULIAH SINTAKSIS
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
Yulianah Prihatin
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Ilmu PendidikanUniversitas Hasyim Asy’ari,
e-mail: yuliaana553@gmail.com
Abstract
One of the problems that arise in the course of learning the syntax is generally done with college
pulpit so that the learning is centered on the lecturer. This causes saturation for students and not
the appearance of the activity within the student. Therefore it is necessary to have appropriate
learning models in the course of Syntax, one with a model of the type of cooperative learning
TGT. This study focused on the process of learning using TGT type of cooperative learning
model, barriers to learning, student achievement during the learning and teaching model of
cooperative-type linkage TGT with increased ability of students in the analysis of the clause.
This study aims to determine the learning process, barriers to learning, student achievement
during the learning and teaching model of cooperative-type linkage TGT with increased ability
of students in the analysis of the clause.
Keywords : clause, TGT
Pendahuluan
Penguasaan sintaksis bahasa Indonesia merupakan salah satu syarat mutlak penguasaan
tataran kebahasaan yang lebih luas, seperti penguasaan wacana bahasa Indonesia. Di sisi lain,
penguasaan sintaksis bahasa Indonesia itu sendiri sangat tergantung pada pertimbanganpertimbangan sintaktis, di samping juga pertimbangan fonologis dan morfologis. Hal tersebut

kiranya dapat dipahami oleh hampir semua pengajar bahasa dan ahli linguistik bahasa Indonesia
mengingat titik sentral jaringan kalimat dalam suatu bahasa terletak pada fungsi predikat dan
bentuk lingual yang mengisinya, yang tentu saja memiliki kategori, peran, dan kekohesian
tertentu.
Bentuk-bentuk lingual pengisi fungsi predikat, yang berkategori, peran, dan kohesi
tertentu itu, memiliki ciri bentuk, makna, dan fungsi yang berbeda-beda. Dengan demikian
dapat ditegaskan lagi bahwa penguasan sintaksis suatu bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia,
sangat menentukan penguasaan tataran kabahasaan berikutnya, seperti wacana.
Salah satu topik pembahasan dalam mata kuliah Sintaksis yaitu analisis klausa. Klausa
merupakan unsur kebahasaan yang berada pada tataran lebih rendah daripada kalimat dan
berada pada tataran lebih tinggi daripada frase. Unsur inti klausa adalah subjek dan
predikat.Hanya saja dalam realisasi pemakaian bahasa, unsur subjek bisa tidak hadir dan hanya
unsur predikat yang hadir, tergantung pada kaidah yang berlaku pada setiap bahasa. Ramlan
(2005:89) dan Kridalaksana (1985:151) mengemukakan bahwa klausa merupakan satuan
gramatikal berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.
Dapat juga dikatakan bahwa klausa adalah kalimat yang menjadi bagian dari kalimat majemuk.
Dalam kajian sintaksis, klausa merupakan unsur dasar pembentuk kalimat. Untuk
membedakan klausa dari kalimat, ada semacamonvensi dalam kajian sintaksis bahwa penulisan
klausa tidak diawali dengan huruf besar dan tidak diakhiri dengan tanda baca. Sebagaimana
diatur dalam ejaan, penulisan kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda

baca. Pemakaian tanda baca tergantung pada jenis kalimatnya, kalimat berita diakhiri dengan

tanda titik, kalimat tanya diakhiri dengan tanda tanya dan kalimat perintah diakhiri dengan tanda
seru.
Beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya hasil pembelajaran Sintaksis terutama
pada topik analisis klausa di kalangan mahasiswa dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. mahasiswa peserta kuliah memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda; dengan kata lain,
mahasiswa peserta kuliah bersifat sangat heterogen daya paham dan aplikasinya;
2. penyelenggaraan kuliah sintaksis bahasa Indonesia pada umumnya dilakukan dengan kuliah
mimbar;
3. perkuliahan dilakukan terlalu cepat karena alokasi waktu perkuliahan yang teramat sempit
jika dibandingkan dengan banyak dan luasnya materi sintaksis; dengan kata lain, tempo
perkuliahan tidak sesuai dengan kecepatan pemahaman mahasiswa;
4. sarana dan prasarana perkuliahan kurang memadai; di antaranya tidak adanya diktat
perkuliahan kecuali hanya sekadar handout yang serba terbatas;
5. model pembelajaran sintaksis pada umumnya bersifat struktural dan lebih difokuskan pada
aspek bentuk;
6. sistem belajar mandiri kurang berkembang sehingga sebagian besar mahasiswa hanya
mengandalkan perkuliahan di kelas.
Salah satu permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sintaksis adalah umumnya

perkuliahan dilakukan dengan kuliah mimbar sehingga pembelajaran berpusat pada dosen. Hal
tersebut menyebabkan kejenuhan bagi mahasiswa dan tidak munculnya keaktifan dalam diri
mahasiswa. Oleh sebab itu perlu dipilih model pembelajaran yang tepat dalam perkuliahan
Sintaksis.
Pemilihan suatu model pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi
yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, kondisi mahasiswa, dan halhal yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Apabila dalam pemilihan model pembelajaran
kurang tepat dapat mepengaruhi kemampuan mahasiswa. Kemampuan mahasiswa tidak terlepas
dari bagaimana mahasiswa mengalami proses belajar. Dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat, maka diharapkan mahasiswa mampu dengan mudah menerima
informasi yang diberikan oleh dosen.
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa kemampuan menganalisis Klausa dalam
mata kuliah Sintaksis mahasiswa PBSI semester IV Universitas Hayim Asy’ari masih rendah.
Rendahnya kemampuan mahasiswa pada mata kuliah Sintaksis khususnya materi analisis klausa
dapat diketahui ketika peneliti melakukan tes awal tentang analisis klausa. Pada tes awal
tersebut ,diketahui bahwa dari 13 mahasiswa yang terdiri dari 6 mahasiswa perempuan dan 7
mahasiswa laki-laki diperoleh rata-rata kelas 50. Mahasiswa yang mendapat nilai ≥50 adalah 5
siswa dan 8 siswa lainnya memperoleh nilai ≤50.
Bertolak dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimm (KKM) pada mata kuliah Sintaksis yang
sudah ditetapkan dosen, pada mata kuliah sintaksis KKM yang harus dicapai mahasiswa adalah
75 . Hasil yang diperoleh dari tes awal tersebut, mahasiswa yang memperoleh nilai di atas KKM

ada 5 orang, sedangkan yang lainnya masih di bawah KKM. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa pada mata kuliah Sintaksis khususnya materi analisis klausa, hasil yang diperoleh
memang masih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu alternatif
pemecahan agar dapat memberi perubahan yang lebih baik dalam menguasai materi analisis
klausa.
Berkaitan dengan keadaan tersebut, akan digunakan suatu model pembelajaran yang
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan materi analisis

klausa yaitu menggunakan model pembelajaran koopertaif tipe TGT (Teams Games
Tournament). Pembelajaran kooperatif mengacu pada model pembelajaran yang mana peserta
didik bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Suprihatiningrum,
2014:191). Dalam pembelajaran kooperatif anggota kelompok bertanggung jawab atas
ketuntasan tugas-tugas kelompok dan untuk mempelajarai materi yang telah diberikan.
Nur (2005:4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan
sisa untuk berinteraksi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam model pembelajaran
kooperatif, peserta didik lebih banyak belajar dari satu teman ke teman lainya di antara sesama
bila dibandingkan dengan belajar dari gurunya. Model pembelajaran kooperatif memiliki
dampak yang amat positif terhadap peserta didik yang rendah hasil belajarnya.
Wikandari dan Nur (2004:25) mengungkapkan bahwa ciri dari pembelajaran kooperatif
adalah peserta didik ditempatkan dalam kelompok kecil untuk beberapa waktu atau minggu.

Peserta didik dilatih berdasarkan keterampilan-keterampilan khusus untuk membantu mereka
bekerja sama dengan baik, misalnya keterampilan menyimak dengan baik, memberikan
penjelasan dan sebagainya.
Dalam model pembelajaran kooperatif, guru melakukan pemantauan terhadap kegiatan
peserta didik, mengarahkan keterampilan kerja sama dan memberikan bantuan pada saat
diperlukan. Guru menempatkan aktivitas peserta didik sebagai subjek utama, memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bersentuhan dengan objek yang akan atau sedang
dipeserta didiki seluas mungkin karena dengan demikian proses kontruksi pengetahuan yang
terjadi akan lebih baik. Dengan begitu, maka keterampilan peserta didik akan meningkat dan
tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Model pembelajaran kooperatif mewujudkan
aktivitas belajar yang berpusat pada peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Dengan model
pembelajaran kooperatif diharapkan peserta didik mampu mengembangkan semua potensinya
secara optimal dengan cara berpikir aktif selama proses pembelajaran.
Johnson dan Johnson (Suprihatiningrum, 2014:194) menyatakan bahwa terdapat lima
unsur penting dalam pembelajaran kooperatif seperti berikut.
1) Saling Ketergantungan Secara Positif (Positive Interdependence)
Dalam model pembelajaran kooperatif peserta didik merasa bahwa mereka sedang bekerja
sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang peserta didik tidak akan
sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Peserta didik akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagia dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya

kelompok.
2) Interaksi Tatap Muka Semakin Meningkat (Face to Face Promotive Interaction)
Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara peserta didik. Hal ini, terjadi dalam
hal seorang peserta didik akan membantu peserta didik lain untuk sukses sebagai anggota
kelompok. Saling memberikan bantuan akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan
seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Interaksi yang terjadi
dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang
dielajari bersama.
3) Tanggung Jawab Individual (Individual Accountability/Personal Responsibility)
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab peserta
didik dalam hal yaitu, (1) membantu peserta didik yang membutuhkan bantuan, dan (2)
peserta didik tidak bisa untuk sekadar “membonceng” pada hasil kerja teman kelompoknya.

4) Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil (Interpersonal and Small Group Skill)
Dalam model pembelajaran kooperatif, peserta didik dituntu untuk belajar bagaimana
berineraksi dengan setiap anggota kelompok. Bagaimna peserta didik bersikap sebagai
anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok.
5) Proses Kelompok (Group Processing)
Model pembelajaran kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses
kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana cara untuk mencapai

tujuan dengan baik dan membuat hubungan yang baik.
Lima unsur tersebut harus dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif untuk mencapai hasil
maksimal. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya kelima unsur tersebut harus dapat
dilaksanakan dengan baik.
Suprihatiningrum (2014:196) mengungkapkan beberapa ciri model pembelajaran
kooperatif sebagai berikut.
1) Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
pembelajaran;
2) Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah;
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras budaya, suku dan jenis kelamin yang
berbeda-beda; dan
4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Dalam model pembelajaran kooperatif, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.
setiap kelompok biasanya terdiri dari 2-6 peserta didik dengan kemampuan berbeda, yakni
tinggi, sedang dan rendah. Peserta didik tetap berada dalam kelompoknya selama beberapa kali
pertemuan. Aktivitas peserta didik antara lain mengikuti penjelasan guru secara aktif, bekerja
sama menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok, memberikan penjelasan kepada teman
sekelompoknya, mendorong kelompok untuk berpartisipasi secara aktif, berdiskusi dan
sebagainya. Agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, peserta didik diberi lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja

kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan
saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Ibrahim,dkk (2006:10) mengungkapkan bahwa terdapat 6 langkah utama atau tahapan
dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif, seperti tampak pada tabel berikut.
Tabel 1
Tahap-tahap Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik
Tahap 2
Menyajikan Informasi
Tahap 3
Mengorganisasikan peserta didik ke dalam
kelompok-kelompok

Aktivitas guru
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan
demontrasi atau melalui bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok
untuk melakukan transisi secara efisien.

Tahap 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Tahap 5
Evaluasi

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mengerjakan tugas.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari masing-masing kelompok mempresentasian hasil
kerjanya.

Tahap 6
Memberikan Penghargaan

Guru memberikan penghargaan hasil belajar kepada masingmasing kelompok.


Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula dengan
model pembelajaran kooperatif. Slavin (Suprihatiningrum, 2014:201) mengungkapkan beberapa
kelebihan dari model pembelajaran kooperatif yaitu,
1) peserta didik bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
dalam kelompok;
2) peserta didik aktif membantu dan mendorong semangat untuk bersama-sama berhasil;
3) aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok;
4) interaksi antar peserta didik seiring dengan peningkatan kemampuan dalam berpendapat;
5) interaksi antar peserta didik juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang
nonkonservatif menjadi konservatif.
Model pembelajaran TGT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif.
Slavin (2005: 163) mengemukakan TGT adalah model pembelajaran kooperatif menggunakan
turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis, divmana para siswa berlomba sebagai wakil
tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.
Asma (2006: 54) menjelaskan bahwa model TGT adalah suatu model pembelajaran oleh guru
dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Setelah itu siswa pindah ke
kelompok masing-masing untuk mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau
masalah-masalah yang diberikan guru. Sebagai ganti tes tertulis siswa akan bertemu di meja
turnamen.
Alasan pemilihan model TGT adalah pembelajaran akan lebih bervariasi dan

menyenangkan karena disertai dengan permainan-permainan akademik. Dengan penerapan
TGT, diharapkan mahasiswa semester IV jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Hasyim Ay’ari dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan analisis
klausa sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi mahasiswa,
dosen dan pihak Universitas dalam mencapai tujuan perkuliahan.
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah dalam penelitian ini berhubungan dengan a)
hambatan yang dialami dosen dan mahasiswa saat proses pembelajaran menggunakan model
Kooperatif tipe TGT, prestasi mahasiswa selama proses pembelajaran yang menggunakan
model Kooperatif tipe TGT, dan ketepatan model kooperatif tipe TGT dalam meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam analisis klausa mata kuliah Sintaksis.
Analisis Data
Penelitian dilakukan dengan 2 siklus, yang masing-masing dilaksanakan dengan langkahlangkah sebagai berikut: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing),
dan refleksi (reflecting). Tahap perencanaan dilaksanakan kegiatan menyusun RPS, membuat
lembar pengamatan, menyusun lembar evaluasi dan menyediakan soal. Tahap tindakan
dilaksanakan kegiatan perkuliahan, mengamati kelompok dan melakukan penilaian. Tahap
pengamatan dilaksanakan kegiatan mengobservasi perkuliahan dengan lembar pengamatan,
melaporkan kegiatan mahasiswa dan hasil penilaian. Tahap refleksi dilaksanakan kegiatan
mengevaluasi setiap siklus.
Hasil Dan Pembahasan
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Hasyim Asy’ari Tebu Ireng Jombang.Subjek
penelitian ini adalah proses pembelajaran analisis klausa pada mata kuliah Sintaksis, sedangkan

objek penelitiannya adalah mahasiswa semester IV jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Hasyim Asy’ari. Mahasiswa yang dijadikan objek penelitian berjumlah
13 orang, 6 mahasiswa perempuan dan 7 mahasiswa laki-laki.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Siklus I
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran siklus I analisis klausa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
pada mahasiswa semester IV PBSI Universitas Hasyim Asy’ari Jombang adalah sebagai
berikut:
Perencanaan
Pada tahap perencanaan, beberapa hal yang dilakukan dosen yaitu:
1. menyusun dan membuat RPS (Rencana Pembelajaran Semester),
2. merancang skenario pembelajaran dengan sebaik-baiknya,
3. menyusun dan membuat lembar observasi, angket, dan lembar evaluasi.
Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan pada hari sabtu tanggal 5 Maret 2016 di ruang 2.09, jumlah
mahasiswa PBSI semester IV dalam kelas tersebut adalah 13 orang mahasiswa yang terdiri dari
7 mahasiswa laki-laki dan 6 mahasiswa perempuan. Materi analisis klausa diajarkan pada mata
kuliah Sintaksis dengan alokasi waktu 4 x 50 menit atau 200 menit, dimulai pukul 08.50 – 12.10
WIB.Adapun kegiatan pada tahap pelaksanaan ini yaitu:
1. Kegiatan awal
Pada kegiatan awal, alokasi waktu yang digunakan kurang lebih 20 menit. Beberapa kegiatan
yang dilakukan yaitu:
A. mengawali perkuliahan dengan berdoa dan mengecek presensi mahasiswa;
B. dosen melakukan tanya jawab dengan mahasiswa tentang materi yang diberikan pada
pertemuan sebelumnya;
C. dosen menjelaskan kompetensi yang akan dicapai;
D. dosen melakukan pretest dengan cara memberikan pertanyaan untuk memancing
pengetahuan mahasiswa tentang materi yang akan disampaikan.
2. Kegiatan inti
Pada kegiatan inti, alokasi waktu yang digunakan sekitar 130 menit. Beberapa kegiatan yang
dilakukan yaitu:
A. dosen menjelaskan materi tentang pengertian, ciri-ciri dan klasifikasi klausa dengan
memanfaatkan IPTEK berupa slide power point;
B. selama menjelaskan materi, dosen memberikan pertanyaan pancingan untuk mahasiswa
dengan tujuan agar mahasiswa terbiasa aktif dalam perkuliahan;
C. dosen membagi mahasiswa dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3-4
mahasiswa. Pada tahap membagi kelompok, dosen memperhatikan beberapa kriteria dari
mahasiswa seperti jenis kelamin, suku serta kemampuan mahasiswa dalam kelas. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan agar setiap kelompok memiliki keseimbangan dan diskusi
dapat berjalan dengan lancar;
D. mahasiswa berkelompok sesuai dengan yang sudah dibagikan oleh dosen;
E. dosen menjelaskan aturan diskusi kepada mahasiswa;

F. dosen memberikan beberapa amplop warna-warni dan perwakilan kelompok mengambil satu
persatu amplop yang sudah disediakan;
G. Setiap kelompok melakukan diskusi sesuai dengan petunjuk yang sudah dijelaskan oleh
dosen;
H. ketua atau kapten kelompok harus membagi tugas secara adil kepada setiap anggota
kelompok agar diskusi berjalan dengan lancar;
I. dosen melakukan penilaian proses selama mahasiswa melakukan diskusi;
J. setiap perwakilan kelompok maju dan mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain
menyimak dan memberikan tanggapan tentang jawaban dari kelompok yang sedang
menjlaskan di depan kelas. Bagi kelompok yang jawabanya benar akan mendapatkan 10 poin
untuk setiap soal, sedangkan untuk kelompok yang jawabanya salah poin yang didapat akan
dikurangi 10 dan diberikan kepada kelompok lain yang memberikan tanggapan secara benar;
K. dosen melakukan games tournament dengan cara memberikan pertanyaan secara lisan, dan
setiap kelompok mempunyai kesempatan untuk menjawab secara rebutan. Setiap kelompok
yang menjawab dengan benar akan mendapatkan point sebanyak 10 dan jika jawaban salah
akan mengurangi poin sebanyak 5;
L. dosen mengumumkan kelompok yang mempunyai poin terbanyak;
M. dosen memberikan apresiasi kepada kelompok yang memiliki poin terbanyak.
3. Penutup
Pada kegiatan penutup, alokasi waktu yang digunakan kurang lebih 50 menit, adapun
beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
A. dosen merefleksi dan menanyakan kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam
pembelajaran analisis klausa;
B. dosen melakukan postest dengan cara memberikan tugas individu tentang analisis klausa;
C. dosen menyimpulkan materi yang sudah disampaiakan;
D. doa dan salam.
Hambatan Pembelajaran
Setiap proses pembelajaran tentunya memiliki hambatan. Adapun hambatan dalam penelitian ini
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hambatan yang dialami oleh dosen, mahasiswa dan
lingkungan.
Dosen
Kurangnya referensi yang digunakan oleh dosen.
Mahasiswa
1. Banyaknya mahasiswa yang terlambat dan tidak disiplin waktu.
2. Masih ada mahasiswa yang kurang semangat dalam perkuliahan.
3. Masih ada mahasiswa yang kurang aktif dalam pembelajaran.
4. Masih ada mahasiswa yang kurang aktif dalam melakukan diskusi kelompok.
5. Mahasiswa kurang bertanggung jawab saat diberikan tugas individu.
6. Banyaknya mahasiswa yang kurang memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia saat
mengerjakan tugas secara tertulis.
Lingkungan
1. Ruang kelas yang terasa panas.
2. Kursi yang berserakan dan tidak tertata dengna rapi.

3. Suasana bising dan ramai di luar kelas, sehinga membuat mahasiswa yang di dalam kelas
merasa terganggu saat perkuliahan.
4. Papan tulis yang tidak terkait dengan benar, sehingga menyulitkan ketika akan menjelaskan
menggunakan media papan tulis.
5. Layar LCD ditampilkan di tembok samping karena papan tulis tidak terkait dengan baik,
sehingga menyulitkan mahasiswa saat melihat materi yang disampaikan melalui LCD.
Prestasi Kemampuan Mahasiswa
Prestasi kemampuan mahasiswa pada siklus I dalam analisis klausa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan
pembelajaran sebelumnya. Hal tersebut dapat dibuktikan pada lembar observasi kegiatan
mahasiswa dan lembar tingkat pencapaian kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran analisis
klausa sebagai berikut.
Tabel 2
Lembar Tingkat Pencapaian Kemampuan Mahasiswa Siklus I
No

Nilai dari Aspek
Pencapaian
Hasil Belajar

f

%

f

%

1

10-19

-

-

-

-

2

20-29

-

-

-

-

3

30-39

-

-

-

-

4

40-49

3

23%

-

-

5

50-59

2

15%

1

8%

6

60-69

2

15%

2

15%

7

70-79

3

23%

4

31%

8

80-89

3

23%

4

31%

Kondisi
Awal

Siklus I

Siklus II

9

90-99

-

-

2

15%

10

99-100

-

-

-

-

7545
85
-

-

75
55

-

KKM
Nilai terendah
Nilai Tertinggi
Prosentase tuntas Prosentase
blm tuntas
Nilai rata-rata kelas

35%

95
-

40%

65%

-

60%

f

Ket
Jml Mhs 13

%

64
76

-

-

Setelah kegiatan penilaian akhir diadakan tindakan refleksi tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT.
Tabel 3
Lembar Refleksi Kegiatan Pembelajaran Siklus I
No

Aspek yang dinilai
pendapat siswa tentang
proses pembelajaran

f
4

Kondisi
Awal
%
31%

Siklus I

Siklus II

f

%

f

%

9

70%

-

-

1

Tertarik atau bersemangat

2

Cukup tertarik

3

23%

2

15%

-

-

3

Kurang tertarik

6

46%

2

15%

-

-

Ket
Jumlah Mhs 13

Berdasarkan tabel tingkat pencapaian kemampuan mahasiswa pada kondisi awal
menunjukkan rata-rata kelas nilai ulangan harian 64% dari tiga belasmahasiswa, satu mahasiswa
mendapat nilai 85, duamahasiswa mendapat nilai 80, duamahasiswa mendapat nilai 75,
satumahasiswa mendapat nilai 70, satu mahasiswa mendapat nilai 65, satu mahasiswa mendapat
nilai 60, satu mahasiswa mendapat nilai 55, satu mahasiswa mendapat nilai 50 dan satu
mahasiswa mendapat nilai 45.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata kuliah Sintaksis adalah 75,00.
Mahasiswa tuntas belajar 5 orang dengan prosentase tuntas belajar 35,00%, mahasiswa belum
tuntas belajar 8 orangdengan prosentase belum tuntas belajar 65,00% nilai terendah 45 dan nilai
tertinggi 85.
Setelah dilaksanakan pembelajaran analisis klausa dengan menggunakan model
Kooperatf tipe TGT pada Siklus I nilai rata-rata kelas menjadi 76,00 dari 13 mahasiswa, satu
mahasiswa mendapatkan nilai 95, satu mahasiswa mendapat nilai 90, satu mahasiswa mendapat
nilai 85, tiga mahasiswa mendapat nilai 80, tiga mahasiswa mendapat nilai 75, satu mahasiswa
mendapat nilai 70, dua mahasiswa mendapat nilai 65 dan satu mahasiswa mendapat nilai 55.
Prosentase tuntas belajar klasikal meningkat dari kondisi awal dari 35,00% menjadi 40,00%
setelah dilaksanakan siklus I, tetapi masih ada mahasiswa yang belum mencapai KKM.
Dari hasil observasi dan pengambilan angket ketika kegiatan refleksi pembelajaran
tentang kemampuan mahasiswa dalam analisis klausa menggunakan model kooperatif tipe TGT
menunjukkan bahwa pada kondisi awal dari 13 mahasiswa terdapat 70% mahasiswa yang
tertarik dan bersemangat, 15% cukup tertarik dan 15% lainnya tidak tertarik.
Siklus II
Proses Pembelajaran dengan Model Kooperatif Tipe TGT
Proses pembelajaran siklus II analisis klausa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
pada mahasiswa semester IV PBSI Universitas Hasyim Asy’ari Jombang adalah sebagai
berikut:
Perencanaan Ulang
Pada tahap perencanaan, beberapa hal yang dilakukan dosen yaitu:
1. menyempurnakan dan memperbaiki RPS, sehingga kekurangan pada siklus I dapat
diperbaiki;
2. merancang skenario pembelajaran dengan sebaik-baiknya;
3. menyusun dan membuat lembar observasi, angket, dan lembar evaluasi.
Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan pada hari sabtu tanggal 12 Maret 2016 di ruang 2.09, jumlah
mahasiswa PBSI semester IV dalam kelas tersebut adalah 13 orang mahasiswa yang terdiri dari
7 mahasiswa laki-laki dan 6 mahasiswa perempuan. Topik yang diajarkan pada siklus II adalah
klasifikasi klausa. Topik tersebut merupakan lanjutan dari siklus I. Materi analisis klausa
diajarkan pada mata kuliah Sintaksis dengan alokasi waktu 4 x 50 menit atau 200 menit, dimulai
pukul 08.50 – 12.10 WIB. Adapun kegiatan pada tahap pelaksanaan siklus II adalah sebagai
berikut.
1. Kegiatan awal
Pada kegiatan awal, alokasi waktu yang digunakan kurang lebih 20 menit. Beberapa kegiatan
yang dilakukan yaitu:

A. mengawali perkuliahan dengan berdoa dan mengecek presensi mahasiswa;
B. dosen melakukan tanya jawab dengan mahasiswa tentang materi yang diberikan pada
pertemuan sebelumnya yaitu tentang pengertian, ciri-ciri dan klasifikasi klausa;
C. dosen menjelaskan kompetensi yang akan dicapai;
D. dosen melakukan pretest dengan cara memberikan pertanyaan untuk memancing
pengetahuan mahasiswa tentang materi yang akan disampaikan.
2. Kegiatan inti
Pada kegiatan inti, alokasi waktu yang digunakan sekitar 130 menit. Beberapa kegiatan yang
dilakukan yaitu:
A. dosen menjelaskan materi tentang klasifikasi klausa dengan memanfaatkan IPTEK berupa
slide power point;
B. selama menjelaskan materi, dosen memberikan pertanyaan pancingan untuk mahasiswa
dengan tujuan agar mahasiswa terbiasa aktif dalam perkuliahan;
C. dosen membagi mahasiswa dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3-4
mahasiswa. Pada tahap membagi kelompok, dosen memperhatikan beberapa kriteria dari
mahasiswa seperti jenis kelamin, suku serta kemampuan mahasiswa dalam kelas. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan agar setiap kelompok memiliki keseimbangan dan diskusi
dapat berjalan dengan lancar;
D. mahasiswa berkelompok sesuai dengan yang sudah dibagikan oleh dosen;
E. dosen menjelaskan aturan diskusi kepada mahasiswa;
F. dosen memberikan beberapa amplop warna-warni dan perwakilan kelompok mengambil satu
persatu amplop yang sudah disediakan;
G. setiap kelompok melakukan diskusi sesuai dengan petunjuk yang sudah dijelaskan oleh
dosen;
H. ketua atau kapten kelompok harus membagi tugas secara adil kepada setiap anggota
kelompok agar diskusi berjalan dengan lancar;
I. dosen melakukan penilaian proses selama mahasiswa melakukan diskusi;
J. setiap perwakilan kelompok maju dan mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lain
menyimak dan memberikan tanggapan tentang jawaban dari kelompok yang sedang
menjlaskan di depan kelas. Bagi kelompok yang jawabanya benar akan mendapatkan 10 poin
untuk setiap soal, sedangkan untuk kelompok yang jawabanya salah poin yang didapat akan
dikurangi 10 dan diberikan kepada kelompok lain yang memberikan tanggapan secara benar;
K. dosen melakukan games tournament dengan cara memberikan pertanyaan secara lisan, dan
setiap kelompok mempunyai kesempatan untuk menjawab secara rebutan. Setiap kelompok
yang menjawab dengan benar akan mendapatkan point sebanyak 10 dan jika jawaban salah
akan mengurangi poin sebanyak lima;
L. dosen mengumumkan kelompok yang mempunyai poin terbanyak;
M. dosen memberikan apresiasi kepada kelompok yang memiliki poin terbanyak.
3. Penutup
Pada kegiatan penutup, alokasi waktu yang digunakan kurang lebih 50 menit, adapun
beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
A. dosen merefleksi dan menanyakan kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa dalam
pembelajaran analisis klausa;
B. dosen melakukan postest dengan cara memberikan tugas individu tentang analisis klausa;

C. dosen menyimpulkan materi yang sudah disampaiakan;
D. doa dan salam.
Hambatan Pembelajaran Siklus II
Setiap proses pembelajaran tentunya memiliki hambatan. Hambatan pada siklus II sudah
berkurang dibandingkan dengan siklus I. Adapun hambatan siklus II dalam penelitian ini
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hambatan yang dialami oleh dosen, mahasiswa dan
lingkungan.
Hambatan yang Dialami Mahasiswa
1. Masih ada mahasiswa yang kurang semangat dalam perkuliahan.
2. Masih ada mahasiswa yang kurang aktif dalam pembelajaran.
3. Masih ada mahasiswa yang kurang aktif dalam melakukan diskusi kelompok.
4. Banyaknya mahasiswa yang kurang memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia saat
mengerjakan tugas secara tertulis.
Hambatan yang Dialami lingkungan
1. Ruang kelas yang terasa panas.
2. Suasana bising dan ramai di luar kelas, sehinga membuat mahasiswa yang di dalam kelas
merasa terganggu saat perkuliahan.
3. Papan tulis yang tidak terkait dengan benar, sehingga menyulitkan ketika akan menjelaskan
menggunakan media papan tulis.
4. Layar LCD ditampilkan di tembok samping karena papan tulis tidak terkait dengan baik,
sehingga menyulitkan mahasiswa saat melihat materi yang disampaikan melalui LCD.
Prestasi Kemampuan Mahasiswa
Prestasi kemampuan mahasiswa pada siklus II dalam analisis klausa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT sudah banyak mengalami peningkatan dibandingkan dengan
kondisi awal dan siklus I. Hal tersebut dapat dibuktikan pada tabel berikut ini.

Tabel 4
Lembar Tingkat Pencapaian Kemampuan Mahasiswa Siklus II
No

Nilai dari Aspek
Pencapaian
Hasil Belajar

F

1

10-19

-

2

20-29

3

30-39

4

Kondisi
Awal
%

Siklus I

Siklus II

f

%

-

-

-

-

-

-

-

-

-

40-49

3

23%

-

5

50-59

2

15%

1

7%

-

-

6

60-69

2

15%

2

15%

-

-

7

70-79

3

23%

4

31%

1

7%

8

80-89

3

23%

4

31%

8

62%

9

90-99

-

-

2

15%

4

31%

10

99-100

-

-

-

-

-

-

75
45

-

75
55

-

75
75

-

85

-

95

-

95

-

KKM
Nilai terendah
Nilai Tertinggi
Prosentase tuntas
Prosentase blm tuntas
Nilai rata-rata kelas

f

%

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

35%

-

40%

-

0%

-

65%

-

60%

-

100%

64

76

-

Ket
Jml Mhs
13

80

-

Setelah kegiatan penilaian akhir diadakan tindakan refleksi tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan yaitu pembelajaran analisis klausa menggunakan model kooperatif tipe TGT.
Tabel 5
Lembar Refleksi Kegiatan Pembelajaran Siklus II
No

Aspek yang dinilai
pendapat siswa tentang
proses pembelajaran

f

Kondisi
Awal
%

Siklus I

Siklus II

F

%

f

%

1

Tertarik atau bersemangat

4

31%

9

70%

11

85%

2

Cukup tertarik

3

23%

2

15%

1

7,7%

3

Kurang tertarik

6

46%

2

15%

1

7,7%

Ket
Jumlah Mhs13

Kemampuan mahasiswa dalam analisis klausa pada silus II sudah banyak mengalami
peningkatan. Pada siklus II, mahasiswa sudah semakin aktif dalam diskusi kelompok dan dalam
melakukan games tournament. Hal tersebut dibuktikan pada pemerolehan prosentase rata-rata
kelas sebesar 80%, mahasiswa dalam satu kelas sudah mencapai KKM secara keseluruhan.
Dua mahasiswa mendapatkan nilai 95, dua mahasiswa mendapatkan nilai 90, lima
mahasiswa mendapatkan nilai 85, tiga mahasiswa endapatan nilai 80 dan satu mahasiswa
mendapatkan nilai 75. Pada siklus II, suasana pembelajaran semain menarik. Mahasiswa
semakin antusias dalam berdiskusi dan melakukan games tournament. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari hasil angket pada tahap refleksi siklus II bahwa 85% mahasiswa tertarik dan
semangat dalam pembelajaran.

Kemampuan mahasiswa dalam analisis klausa pada silus II sudah banyak mengalami
peningkatan. Pada siklus II, mahasiswa sudah semakin aktif dalam diskusi kelompok dan dalam
melakukan games tournament. Hal tersebut dibuktikan pada pemerolehan prosentase rata-rata
kelas sebesar 80%, mahasiswa dalam satu kelas sudah mencapai KKM secara keseluruhan.
Dua mahasiswa mendapatkan nilai 95, dua mahasiswa mendapatkan nilai 90, lima
mahasiswa mendapatkan nilai 85, tiga mahasiswa endapatan nilai 80 dan satu mahasiswa
mendapatkan nilai 75. Pada siklus II, suasana pembelajaran semain menarik. Mahasiswa
semakin antusias dalam berdiskusi dan melakukan games tournament. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari hasil angket pada tahap refleksi siklus II bahwa 85% mahasiswa tertarik dan
semangat dalam pembelajaran.
Simpulan
Berdasarkan hasil tindakan yang telah dilaksanakan dalam dua siklus maka dapat
disimpulkan ebagai berikut.
1. Proses pembelajaran pada siklus I dan II terdiri dari tahap perencanaan dan pelaksanaan.
Tahap perencanaan pada siklus I meliputi penyusunan RPS, lembar observasi, angket dan
lembar evaluasi, sedangkan pada siklus II tahap perencanaan meliputi perbaikan RPS
berdasarkan kekurangan pada siklus I. Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan awal, inti dan
penutup.
2. Hambatan selama proses pembelajaran meliputi tiga hal yaitu hambatan yang dialami oleh
dosen, mahasiswa dan lingkungan. Hambatan yang dialami dosen pada diantaranya yaitu
kurangnya referensi dan terlalu cepat saat menjelaskan materi, sedangkan hambatan yang
dialami oleh mahasiswa diantaranya adalah banyaknya mahasiswa yang datang terlambat,
kurang aktif dalam diskusi, kurang aktif dalam pembelajaran, kurang tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas individu. Hambatan yang berhubungan dengan lingkungan adalah
ruangan yang terasa panas, kursi yang berserakan, suara bising di luar kelas yang
mengganggu proses pembelajaran, serta kondisi papan tulis yang tidak terkait dengan benar.
3. Prestasi kemampuan mahasiswa PBSI semester IV dalam analisis klausa semakin mengalami
peningkatan dari siklus I dan siklus II.
4. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti dapat meningkatkan kemampuan analisis
mahasiswa PBSI semester IV. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dari nilai rata-rata kelas
yang awalnya 64 pada kondisi awal menjadi 76 pada siklus I dan 80 pada siklus II.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran yang dapat diberikan
yaitu:
1. dosen diharapkan untuk semakin kreatif dan inovatif dalam menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan materi serta keadaan mahasiswa dan lingkungan kelas
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan;
2. dosen mampu menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT secara efektif dan
efisien;
3. dosen perlu melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk merekam semua kegiatan
pembelajarannya sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya untuk perbaikan
pembelajaran berikutnya.

Daftar Pustaka
Arends, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill
Companies.
Arikunto, S. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Aqib. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD,SLB,TK. Bandung:Yrama Widya.
Astuti. 2013. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk
Meningatkan Prestasi Belajar Sosiologi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ibrahim, dkk. 2006. Pengajaran Berbasis Masalah. Surabaya: Unesa University Press.
Nur, M. 2005. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: PSMS UNESA.
Putrayasa, I,B. 2014. Analisis Kalimat. Bandung: Revika Aditama.
Putri. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan pada Siswa
Kelas IV SDN Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Ramlan. 2005. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Boston: Allyn and
Bacon Publisher.
Suprihatiningrum, J. 2014. Strategi Pembelajaran (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.