ALUR BERPIKIR ANALITIS SISWA LEVEL KOGNI

ALUR BERPIKIR ANALITIS SISWA LEVEL KOGNITIF
TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Syafiul Fuad
Muniri
Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
syafiulfuad@gmail.com dan muniri@iain-tulungagung.ac.id
ABSTRAK: Pada saat seseorang menyelesaikan masalah matematika tidak bisa
dilepaskan dari kemampuan berpikir analitis. Oleh karenanya kemampuan
berpikir analitis berfungsi sebagai landasan untuk mempelajari dan menguasai
konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dibangun. Penelitian ini bertujuan
untuk untuk mengungkap bagaimana alur berpikir analitis siswa level kognitif
tinggi dalam pemecahan masalah matematika non-rutin berdasarkan tahapan
Polya. Hasil penelitian menunjukkan alur berpikir analitis siswa level kognitif
tinggi dalam menyelesqikan masalah melalui tahap polya adalah (1) Memahami
masalah: membedakan (differentiating); menyebutkan secara lisan yang diketahui
dan yang ditanyakan. Mengorganisasi (oganizing); menuliskan yang diketahui
dengan model matematika, Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan
keterkaitan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. (2) Merencanakan
penyelesaian: Mengorganisasi (oganizing); menyatakan masalah ke dalam model
matematika, memilih konsep matematika dalam menyelesaikan masalah

matematika, memilih strategi penyelesaian dari masalah matematika tetapi
terdapat kemungkinan tidak menuliskannya di lembar pekerjaan, Memberikan
Atribut (attributing); menjelaskan perlunya menyatakan kembali masalah ke dalam
bentuk atau model matematika, mampu menjelaskan konsep yang dipilihnya, mampu
menjelaskan strategi yang dipilihnya. (3) Melakukan rencana penyelesaian:
Mengorganisasi (oganizing); menggunakan konsep matematika yang dipilih
dalam menyelesaikan masalah matematika, menggunakan strategi yang dipilih
dalam penyelesaian. Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan bahwa hasil
penyelesaian sesuai dengan yang ditanyakan, dan (4) Melihat kembali penyelesaian:
Memberikan Atribut (attributing): membuktikan bahwa hasil penyelesaiannya
benar, menarik kesimpulan dari hasil penyelesaian.
Kata Kunci: Berpikir Analitis, Level Kognitif, Pemecahan Masalah.

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 1

PENDAHULUAN
Berpikir analitis merupakan salah satu jenis kemampuan berpikir yang
diperlukan dalam mempelajari, mengkaji, menguasai konsep-konsep serta prinsipprinsip matematika dikonstruksi. Trianto (2010:5) memberikan pandangan tentang

tujuan berpikir analitis, yaitu untuk dapat memudahkan siswa berpikir secara
logis, mengenai hubungan antara konsep dan situasi yang dihadapinnya.
Kemampuan berpikir analitis juga dapat digunakan sebagai pondasi dalam
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan matematika. Sebagaimana
diungkapkan oleh Ibrahim, (2012:36) bahwa secara umum pendidikan matematika
mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan antara lain: (1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar-konsep, dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pelajaran matematika difungsikan
sebagai wahana melatih berpikir analitis dalam menanamkan konsep dan

mengaiktkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain, hingga memiliki
kemampuan menyelesaikan masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan nyata.
Kemampuan berpikir analitis yang merupakan jiwa dalam bermatematika
untuk beberapa sekolah masih terabaikan. Misalnya di SMA Negeri 1 Ngunut
Tulungagung. Berdasarkan observasi pra penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir analitis siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah
masih belum dilakukan evaluasi secara khusus. Guru masih belum mengetahui
apakah siswa dalam menyelesaikan soal menggunakan proses berpikir analitis
atau belum. Sehingga guru mengalami kesulitan untuk melakukan perbaikanperbaikan dalam menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk konsep atau
materi tertentu.
Mengingat pentingnya kemampuan berpikir analitis dalam matematika
maka perlu dilatih secara khusus kepada siswa di sekolah dalam proses
pembelajaran matematika. Dengan kata lain, jika siswa mampu memfungsikan
tingkat berpikir analisis dalam pembelajaran matematika, maka siswa mampu

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 2


memahami dan menyelesaikan soal-soal dengan kasus berbeda dari contoh yang
disajikan guru.
Berpikir Analitis
Hardy (dalam Marini, 2014) mengungkapkan berpikir analitis adalah
kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis
informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan
menggunakan akal dan pikiran secara logis, bukan didasarkan perasaan atau
tebakan. Untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam
mengambil kesimpulan terhadap situasi tertentu. Berpikir logis dapat diartikan
sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut
aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai
dengan pengetahuan pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui
kebenarannya.
Berdasarkan uraian di atas, berarti berpikir analitis merupakan jenis
kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan memilah dan
memilih informasi-informasi yang diperlukan untuk memahami suatu
pengetahuan dengan menggunakan proses berpikir dengan pengetahuan struktur
logika yang dimiliki.
Dalam memecahkan masalah matematika, selain memperhatikan
kemampuan berpikir analisis guru juga perlu memperhatikan kemampuan kognitif

siswa. Kemampuan kognitif merupakan kebisaan seseorang dalam melakukan
berbagai macam tugas yang dibebankan pada khususnya mengenai pengumpulan
informasi, pengintepretasian informasi, dan bagaimana bentuk transformasi
informasi dilakukan kepada orang lain. Oleh karena itu perbedaan level kognitif
matematika memungkinkan terjadinya perbedaan pemahaman konsep matematika
sehingga berakibat memungkinkan adanya perbedaan dalam menetapkan strategi
pemecahan masalahnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suharna (dalam
Lutfiananda, 2016), bahwa perbedaan kemampuan matematika siswa juga
berpengaruh pada perbedaan kemampuan menyelesaikan masalah matematika.
Menurut taksonomi Bloom bahwa berpikir analitis merupakan tingkat
keempat dari proses berpikir yang merupakan urutan berpikir tingkat tinggi. Hal
ini sesuai dengan pernyataan …analytical thinking is the fourth level of thinking
process of Bloom’s taxonomy which is one of the Higher Order Thinking Skills
(HOTS). Dengan kata lain bahwa berpikir analitis membutuhkan level kognitif
siswa tingkat tinggi. Sependapat dengan pernyataan tersebut, Sanjaya, (2008:127)
menyatakan kemampuan analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecah
suatu bahan pelajaran ke dalam bagian-bagiannya yang merupakan tujuan
pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami oleh siswa yang
telah dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan.


Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 3

Contoh Berpikir Analitis
Menurut (Nasution, 2003:11), berpikir analitis merupakan proses berpikir
yang berlangsung selangkah demi selangkah dan tiap langkah dinyatakan secara
jelas dan tegas berdasarkan aturan yang ada, sehingga dapat dijelaskan kepada
orang lain. Misalnya, berpikir analitis untuk menjelaskan aturan perkalian silang
pada bilangan pecahan tiap tahap berdasarkan aturan yang berlaku.

Sehingga diperoleh Hukum Kali Silang dalam kesamaan bilangan pecahan atau
perbandingan sebagai berikut:

Anderson, (2015:120) mengungkapkan bahwa kegiatan menganalisis
melibatkan proses memecah-mecah atau memilah-milah objek menjadi bagianbagian kecil dan memikirkan kembali bagaimana hubungan antar bagian, antara
setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Tujuannya dalam menganalisis,
mencakup belajar untuk menentukan potongan-potongan informasi yang relevan
atau penting (membedakan), menentukan cara-cara untuk menata potonganpotongan informasi tersebut (mengorganisasikan) dan menentukan tujuan di balik
informasi tersebut (memberikan atribut). Dengan demikian berarti bahwa dalam

menganalisis meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan
memberikan atribut, dimana dalam proses-proses tersebut harus berurutan yakni
sebelum siswa melakukan proses memberikan atribut, terlebih dahulu siswa harus
melalui proses membedakan dan mengorganisasikan.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing proses kognitif
membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), dan memberikan
atribut (attributing):
1. Membedakan (differentiating), melibatkan proses memilah-milah bagianbagian yang relevan dan penting dari sebuah struktur. Membedakan terjadi
ketika siswa mendiskriminasikan informasi yang relevan dan tidak relevan,
yang penting dan tidak penting, kemudian memperhatikan informasi yang
relevan atau penting.
2. Mengorganisasi (organizing), melibatkan proses mengindentifikasi elemenelemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemenelemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren. Dalam mengorganisasi,

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 4

siswa membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren
antarpotongan informasi.
3. Memberikan atribut (attributing), melibatkan proses dekonstruksi yang di

dalamnya siswa menentukan tujuan dari elemen atau bagian yang membentuk
sebuah struktur. Memberikan atribut terjadi ketika siswa dapat menentukan
sudut pandang, pendapat, nilai atau tujuan dibalik komunikasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, disajikan indikator-indikator berpikir
analitis yang meliputi suatu proses kognitif yang meliputi membedakan
(differentiating), mengorganisasi (organizing), dan memberikan atribut
(attributing) sebagaimana Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Indikator Berpikir Analitis
INDIKATOR
Membedakan
(Differentiating)
Mengorganisasi
(Organizing)
Memberikan atribut
(Attributing)

DESKRIPSI
 Memilah bagian yang penting dari masalah
 Memilah bagian yang relevan dari masalah
 Mengidentifikasi bagian-bagian yang penting dan

relevan dari masalah sehingga didapatkan informasi
yang utuh untuk menyelesaikan masalah
 Membangun cara atau strategi dalam menyelesaikan
masalah
 Menentukan tujuan atau kesimpulan dari hasil
penyelesaian masalah

Pemecahan Masalah Matematika
Klurik, (1995:4) mengungkapkan bahwa masalah adalah situasi yang
dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi
tidak memiliki cara yang langsung dapat menentukan solusinya. Sedangkan Adjie,
(2006:4) mengatakan permasalahan yang dihadapi dapat dikatakan masalah jika
masalah tersebut tidak bisa dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi
informasi (data) terlebih dahulu, serta jawaban yang diperoleh bukanlah kategori
masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan/mentransformasi dari bentuk
kalimat biasa kepada kalimat matematika).
Zuhri, (2016:14) mengungkapkan, salah satu langkah pemecahan masalah
matematika yang terkenal adalah pemecahan masalah Polya. Menurut Polya,
pemecahan masalah matematika terdiri dari empat langkah yaitu:
a) Memahami masalah (Understanding the Problem)

Pemberian masalah kepada siswa tanpa adanya pemahaman
mengakibatkan siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut
dengan benar. Langkah ini dimulai dengan pengenalan akan apa yang
diketahui atau apa yang ingin didapatkan kemudian pemahaman apa yang

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 5

diketahui serta data yang tersedia dilihat apakah data tersebut mencukupi
untuk menentukan apa yang ingin didapatkan.
b) Merencanakan pemecahan (Devising Plan)
Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan kemampuan
untuk melihat hubungan antara data serta kondisi apa yang tersedia dengan
data apa yang diketahui atau dicari. Langkah selanjutnya yakni menyusun
sebuah rencana pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat
kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah yang
berhubungan. Tujuan langkah ini yakni siswa dapat membuat suatu model
matematika untuk selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan
aturan-aturan matematika yang ada.

c) Melakukan rencana (Carrying Out the Plan)
Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya kemudian
dilaksanakan secara cermat pada setiap langkah. Dalam melaksanakan
rencana atau menyelesaikan model matematika yang telah dibuat pada
langkah sebelumnya, siswa diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip atau
aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil penyelesaian
model yang benar. Kesalahan jawaban model dapat mengakibatkan kesalahan
dalam menjawab permasalahan soal, sehingga pengecekan pada setiap
langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk memastikan kebenaran
jawaban model tersebut.
d) Melihat kembali (Looking Back)
Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali untuk
memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai dengan yang diiginkan
dalam soal. Jika hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diminta maka
perlu pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah dilakukan untuk
mendapatkan hasil sesuai dengan masalahnya dan melihat kemungkinan lain
yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Pemeriksaan
tersebut diharapkan agar berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi
kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan
soal yang diberikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, tahapan pemecahan masalah yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada tahapan pemecahan masalah
matematika sebagamana dikembangkan oleh Polya yakni mulai dari tahap
memahami masalah, merencanakan pemecahan, membuat rencana dan melihat
kembali.
Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalah Matematika
Proses kognitif yang meliputi membedakan (differentiating), mengorganisasi
(organizing), dan memberikan atribut (attributing) dalam pemecahan masalah

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 6

matematika. Untuk mengungkap kemungkinan alur berbikir analitis siswa level
kognitif tinggi dalam memecahkan masalah matematika diperlukan indikator yang
merupakan gabungan indikator berpikir analitis dan indikator tahapan pemecahan
masalah matematika model Polya sebagaimana pada Tabel 1. Adapun Alur
Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan
Polya dinyatakan dalam Bagan 1 berikut.
Bagan 1
Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika
Berdasarkan Tahapan Polya
Merencanakan
Penyelesaian

Melaksanakan
Rencana Penyelesaian

Memahami
Masalah

Melihat Kembali
Penyelesaian

Differentiating

Organizing

Attributing

Berdasarkan kemungkinan alur berpikir analitis siswa dalam memecahkan
masalah matematika berdasarkan tahapan Polya seabagaimana Bagan 1 di atas,
maka perlu disajikan beberapa indikator berpikir analitis dalam memecahkan
masalah matematika berdasarkan tahapan Polya sebagaimana Tabel 2 berikut.
Tabel 2
Indikator Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Tahapan Polya
Tahapan
Polya
Memahami
Masalah

Indikator Berpikir Analitis dalam Pemecahan Masalah
Matematika
Membedakan  Menuliskan apa yang diketahui
(differentiating)  Menyebutkan dengan lisan apa yang
diketahui
 Menuliskan apa yang ditanyakan
 Menyebutkan dengan lisan apa yang
ditanyakan
Mengorganisasi  Menuliskan apa yang diketahui dengan
(organizing)
model matematika
 Menuliskan apa yang ditanyakan dengan

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 7

Tahapan
Polya

Merencanakan
Penyelesaian

Melakukan
Rencana
Penyelesaian

Melihat
Kembali
Penyelesaian

Indikator Berpikir Analitis dalam Pemecahan Masalah
Matematika
model matematika
Memberikan  Menjelaskan keterkaitan antara yang
Atribut
diketahui dengan yang ditanyakan
(attributing)
Mengorganisasi  Menyatakan kembali masalah ke dalam
(organizing)
bentuk atau model matematika
 Memilih konsep matematika dalam
menyelesaikan masalah matematika
 Memilih strategi penyelesaian dari
masalah matematika
Memberikan  Menjelaskan perlunya menyatakan
Atribut
kembali masalah ke dalam bentuk atau
(attributing)
model matematika
 Menjelaskan konsep yang dipilihnya
 Menjelaskan strategi yang dipilihnya
Mengorganisasi  Menggunakan konsep matematika yang
(organizing)
dipilihnya dalam menyelesaikan masalah
matematika
 Menggunakan strategi yang dipilihnya
dalam menyelesaikan masalah
matematika
Memberikan  Menjelaskan keterkaitan konsep
Atribut
matematika dengan yang ditanyakan
(attributing)  Mengaitkan hasil penyelesaian dengan
yang ditanyakan
Memberikan  Membuktikan bahwa hasil
Atribut
penyelesaiannya benar
(attributing)  Menarik kesimpulan dari hasil
penyelesaian

METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan
lain-lain, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian, (Moleong,
2011:6). Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Ngunut Tulungagung kelas XI
MIPA-3, dengan menetapkan 2 subjek penelitian dengan level kognitif tinggi,
yaitu ST1 dan ST2. Untuk mengumpulkan data menggunakan metode wawancara
mendalam dan analisis berbasis tugas pada saat subjek memecahkan masalah
matematika. Untuk memperoleh data yang kredibel dilakukan pengamatan terusmenerus dengan triangulasi dan member chek. Analisis data yang digunakan

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 8

mengacu pada model Miles dan Huberman meliputi reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan, (Sugiyono, 2016:335).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Memahami Masalah
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1 (ST1)

ST1 dalam tahap memahami masalah, menuliskan apa yang
diketahui dengan menggunakan simbol, serta dapat menyebutkan apa
yang diketahui, sebagaimana ungkapan “Jika memproduksi batu bata
2000 biji, maka biaya produksinya adalah Rp.1.450.000,- dan jika
memproduksi 5000 biji, maka biaya produksinya adalah Rp.3.550.000,-”.
ST1 mampu menyebutkan apa yang ditanyakan seperti yang
diungkapkan “Persamaan linear yang memodelkan masalah yakni jika
memproduksi batu bata segini maka biaya produksinya segini” point a,
“Suruh menggambar grafik” point b, “Banyak batu bata yang dapat
dibuat jika uang yang tersedia Rp.7.000.000,-” point c, tetapi ST1 tidak
menuliskan apa yang ditanyakan, “Saya biasa gak menulis apa yang
ditanyakan di pekerjaan saya pak” dengan alasan “kebiasaan”. Subjek
ST1 juga mampu menjelaskan keterkaitan yang diketahui dengan yang
ditanyakan, sebagaimana ungkapan “Untuk mencari persamaan linear
masalah tersebut” point a, “Grafik dengan persamaan linear perlu dua
titik, jadi yang diketahui dimisalkan sebuah titik” point b, “Dari yang
diketahui di buat persamaan habis itu subtitusi biaya produksi
7.000.000” point c.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)

ST2 dalam tahap memahami masalah, menuliskan apa yang
diketahui dengan menggunakan simbol, serta dapat menyebutkan apa
yang diketahui, sebagaimana ungkapan “Jika memproduksi batu bata
2000 biji, maka biaya produksinya adalah Rp.1.450.000,- dan jika
memproduksi 5000 biji, maka biaya produksinya adalah Rp.3.550.000,-”.

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 9

2.

ST2 mampu menyebutkan apa yang ditanyakan seperti yang
diungkapkan “Persamaan linear yang memodelkan masalah banyak batu
bata segini dan biaya produksinya” point a, “Suruh menggambar grafik”
point b, “Jika uang yang tersedia Rp.7.000.000,- berpa banyak batu bata
yang dapat dibuat” point c, tetapi ST2 tidak menuliskan apa yang
ditanyakan, “Saya biasa gak menulis apa yang ditanyakan di pekerjaan
saya pak” dengan alasan “Kelamaan dan juga menghemat waktu
pengerjaan”. ST2 juga mampu menjelaskan keterkaitan yang diketahui
dengan yang ditanyakan, sebagaimana ungkapan “Untuk mencari
persamaan linear masalah tersebu” point a, “Grafik dengan persamaan
linear perlu dua titik, jadi yang diketahui dimisalkan sebuah titik” point
b, “Dari yang diketahui di buat persamaan habis itu subtitusi biaya
produksi 7.000.000” point c.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Level Kognitif Tinggi (LKT)
Dalam Tahap Memahami Masalah
Siswa LKT menuliskan yang diketahui yang cenderung
menggunakan pemodelan. Berarti Siswa LKT dalam tahap memahami
masalah melakukan proses kognitif mengorgnisasi (organizing).
Siswa LKT tidak menuliskan yang ditanyakan tetapi mereka
mampu menyebutkan secara lisan apa yang ditanyakan. Mereka
mengatakan “Kebiasan, dan untuk lebih cepat dalam proses pengerjaan”
yang artinya mereka menyembunyikan informasi yang pelu untuk
disajikan. Menyembunyikan disini merupakan kemampuan berpikir yang
lain. Siswa LKT juga mampu menjelaskan keterkaitan antara yang
diketahui dengan yang ditanyakan
Siswa LKT dalam tahap memahami masalah cenderung
merangkap (tidak memperinci) dan menyembunyikan informasi yang
penting dengan dalih untuk lebih cepat dalam proses pengerjaan.
(Nasution, 2003:11) mengatakan bahwa berpikir analitis berlangsung
selangkah demi selangkah dan tiap langkah itu tegas dapat dijelaskan
kepada orang lain. Jadi terdapat indikator berpikir analitis yang tidak
tercapai oleh siswa LKT.
Merencanakan Penyelesaian
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1 (ST1)

ST1 dalam tahap merencanakan penyelesaian, menyatakan
kembali kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika,
Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 10

seperti ungkapan subjek “Pertama saya misalkan batu bata yang
diproduksi dengan simbol dan menyimbolkan biaya produksi batu bata
dengan symbol . Selanjutnya saya misalkan
maka
dan
maka
”.

ST1 memilih konsep persamaan garis lurus dalam meyelesaikan masalah
dengan menggunakan strategi atau rumus
. ST1
mengatakan “Konsep persamaan garis lurus, karena yang ditanyakan di
point a persamaan linear dan nanti point c juga membutuhkan
persamaan ini”. ST1 menggunakan rumus
dengan alasan
“Lebih cepat dari pada rumus yang lain”. Untuk soal point b, ST1
menggunakan startegi dua titik (dari yang diketahui) untuk menggambar
grafik.
Pada tahap merencanakan penyelesaian ST1 memilih konsep
matematika (persamaan garis lurus) dalam menyelesaikan masalah
matematika dengan melihat pemodelan yang telah dibuat. Selanjutnya,
ST1 memilih strategi atau cara penyelesaian yang dirasa lebih mudah dan
cepat dalam proses penyelesaian dibandingkan dengan strategi yang lain.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)

ST2 dalam tahap merencanakan penyelesaian, menyatakan
kembali kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika,
seperti ungkapan subjek “Saya misalkan batu bata yang diproduksi
dengan simbol dan menyimbolkan biaya produksi batu bata dengan
symbol . Selanjutnya saya misalkan
maka
dan
maka
”.

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 11

ST2 memilih konsep persamaan garis lurus dalam meyelesaikan masalah.
ST2 mengatakan “Konsep persamaan garis lurus, karena yang
ditanyakan di point a persamaan linear”. ST2 tidak menuliskan rumus
tetapi menyembunyikan rumus dan langsung mengerjakan soal, ST2
mengatakan “Mungkin saya lupa, tetapi lebih cepat kalau tidak ditulis,
jadi dengan berpikir rumusnya terus langsung saya subtitusi”. ST2
menggunakan rumus
dengan alasan “Lebih mudah dan
saya lebih memahami”. Untuk soal point b, ST2 menggunakan startegi
dua titik (dari yang diketahui) untuk menggambar grafik. Untuk soal
point c, ST2 mengatakan “Dari persamaan yang didapat dari point a”
Pada tahap merencanakan penyelesaian ST2 memilih konsep
matematika (persamaan garis lurus) dalam menyelesaikan masalah
matematika dengan melihat pemodelan yang telah dibuat. Selanjutnya,
ST2 memilih strategi atau cara penyelesaian yang dirasa lebih mudah dan
cepat tetapi ST2 menyembunyikan rumus yang dipilih, tidak ditulis
dalam pekerjaannya.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa LKT Dalam Tahap
Merencanakan Penyelesaian
Siswa LKT menyatakan masalah ke dalam model matematika
yang dirangkap dengan menyebutkan apa yang diketahui. Siswa LKT
mampu memilih konsep matematika dalam menyelesiakan masalah
matematika. Siswa LKT mampu memilih strategi penyelesaian, tetapi
masing-masing siswa LKT berbeda dalam merencakan penyelesaian
yaitu ST1 menuliskan rumus dalam pekerjaanya tetapi ST2 tidak
menuliskannya dengan dalih sambil dipikirkan. Siswa LKT dapat
menentukan strategi terbaik (menurutnya) dengan melihat solusi terbaik
(lebih cepat). Senada dengan yang diungkapan Colin dalam (Marini,
2014) bahwa kemampuan berpikir analitis dapat ditinjau dari berpikir
analitis dalam pemecahan masalah yaitu, memiliki banyak gagasan,
menyingkirkan alternatif yang paling kurang efisien, menentukan pilihan
(opsi) ideal dengan melihat solusi terbaik yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan.
Siswa LKT dalam tahap merencanakan penyelesaian cenderung
dilakukan dengan cara membayangkan.. Siswa LKT memilih strategi
yang berbeda dari kebiasaan siswa (Siswa level kognitif sedang dan
rendah) dalam menggambar grafik yaitu memisalkan
dan
pada persamaan garis yang sudah ada (dari point a).

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 12

3.

Seperti yang diungkapkan Suharna dalam Lutfiananda (2016), bahwa
siswa dengan kemampuan matematika berbeda juga mempunyai
kemampuan menyelesaikan masalah matematika yang berbeda. Siswa
LKT mengatakan “Kalau pakai itu (pemisalan
dan
) kan
berarti hitung lagi dong pak, ada yang mudah kok cari yang sulit pak.
hahahh”. Jadi Siswa LKT menggunakan kemampuan berpikir analitisnya
dalam menggambar grafik.
Malakukan Rencana Penyelesaian
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1 (ST1)
Point a

ST1 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan
masalah sebagaimana ungkapan “Mensubtitusi yang diketahui ke rumus
persamaan garis lurus yang jika diketahui dua titik”. Kemudian
ST1mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk menyelesaikan soal,
“Subtitusi
ke
rumus

, kemudaian disederhanakan, kali silang, dan

disederhanakan lagi didapat
Point b

”.

ST1 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan
masalah sebagaimana ungkapan “Grafik suatu garis lurus dapat dibuat
minimal terdapat dua titik” Kemudian ST1 mengggunakan strategi yang
dipilihnya untuk menyelesaikan soal, “Membuat diagram cartesius,
menentukan posisi titik
dan titik
kemudian dibuat suatu garis”.
Point c

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 13

ST1 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan
masalah, sebagaimana ungkapan “Dari persamaan garis yang sudah
didapat dari point a disubtitusikan nilai biaya produksi Rp.7.000.000”.
Kemudian ST1mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk
menyelesaikan soal, “Dari persamaan yang di dapat dari point a dimana
, disubtitusikan
didapat
dan dibulatkan

ST1 dalam tahap melakukan rencana penyelesaian, mampu
menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah.
ST1mampu menjelaskan keterkaitan konsep dengan yang ditanyakan,
seperti ungkapan “Untuk mencari jawaban”.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)
Point a

ST2 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan
masalah sebagaimana ungkapan “Mensubtitusi yang diketahui ke rumus
persamaan garis lurus
”. Kemudian ST2 mengggunakan
strategi yang dipilihnya untuk menyelesaikan soal, “Subtitusi
,
,
ke rumus
, didapat

”.

Point b

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 14

ST2 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan
masalah sebagaimana ungkapan “Grafik garis lurus dapat dibuat
minimal terdapat dua titik” Kemudian ST2 mengggunakan strategi yang
dipilihnya untuk menyelesaikan soal, “Membuat diagram cartesius,
menentukan posisi titik
dan titik
kemudian ditarik garis”.
Point c

ST2 mampu menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan
masalah, sebagaimana ungkapan “Dari persamaan garis yang sudah
didapat dari point a disubtitusikan nilai biaya produksi Rp.7.000.000”.
Kemudian ST2 mengggunakan strategi yang dipilihnya untuk
menyelesaikan soal, “Dari persamaan yang di dapat dari point a
disubtitusikan
didapat
dan dibulatkan

ST2 dalam tahap melakukan rencana penyelesaian, mampu
menjelaskan penggunaan konsep dalam menyelesaikan masalah. ST2
mampu menjelaskan keterkaitan konsep dengan yang ditanyakan, seperti
ungkapan “Untuk mencari jawaban”.
c) Kemampuan Berpikir Analitis Siswa LKT Dalam Melakukan
Rencana Penyelesaian
Siswa LKT menggunakan konsep yang dipilih dalam
menyelesaikan masalah dengan mengetahui keterkaitan konsep tersebut
dengan apa yang ditanyakan. Selanjutnya siswa LKT menyelesaikan soal
seesuai dengan strategi yang dipilih. Seperti yang diungkapkan oleh
(Chaowakeeratipong, 2012:18), bahwa berpikir analitis adalah

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 15

kemampuan individu dalam mengklasifikasikan dan membedakan suatu
permasalahan menjadi sub-sub masalah dan menentukan hubungan yang
logis dari permasalahan yang terjadi.
Pada soal point c, siswa LKT mampu memperinci nilai . Hal ini
sesuai dengan pendapat Hardy dalam (Marini, 2014) bahwa berpikir
analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan,
memperinci.
Jika
disubtitusikan ke
maka
seharunya

Tetapi mengingat bahwa
merupakan banyak batu bata dan itu
mengunakan satuan biji dalam bilangan bulat maka siswa LKT
membulatkan menjadi
. salah satu siswa LKT mengatakan “Kan
adalah banyak batu bata pak masa batu bata pakai koma, hancur dong
pak batu batanya hahaha” dengan candaan Siswa LKT menjawab.
Begitu banyak kemampuan berpikir analitis yang dapat diungkap
dari point c. Selain yang sudah dipaparkan di atas, ada proses lain yang
melibatkan kemampuan berpikir analitis, yaitu cara pembulatan. Jika
akan dibulatkan menjadi bilangan bulat maka hasil pembulatan
adalah
, karena angka “5” dibelakang “,” dibulatkan ke atas satu
digit.

4.

Dalam kasus ini, pembulatan dilakukan kebawah karena uang
yang tersedia hanya Rp.7.000.000,- jika dibulatkan ke atas maka uang
akan lebih dari Rp.7.000.000,-. Salah satu siswa LKT mengatakan
“Kalau dibulatkan ke atas uangnya siapa yang dipakai pak? hahah”,
dengan candaan Siswa LKT menjawab. Berarti siswa LKT dalam
melaksanakan rencana penyelesaian mampu mengaitkan hasil
penyelesaian dengan yang ditanyakan.
Melihat Kembali Penyelesaian
a) Subjek Level Kognitif Tinggi-1(ST1)

Dalam tahap melihat kembali penyelesaian, ST1 yakin dengan
jawabanya dengan cara membuktikannya, sebagaimana ungkapan

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 16

“Subtitusi nilai
ke
maka nilai
begitu juga jika saya subtitusi nilai
ke
maka nilai
” poit a, “Karena point b cuman ambil
dari yang diketahui tanpa perhitungan jadi saya cek apakah benar posisi
masing-masing titiknya” point b, “Jika saya subtitusi nilai
ke
maka nilai
. jika saya
subtitusi nilai
ke
maka nilai
” point c.
b) Subjek Level Kognitif Tinggi-2 (ST2)

c)

Dalam tahap melihat kembali penyelesaian, ST2 yakin dengan
jawabanya dengan cara membuktikannya, sebagaimana ungkapan
“Subtitusi nilai
ke
maka nilai
begitu juga jika saya subtitusi nilai
ke
maka nilai
” poit a, “Mengecek masing-masing
titiknya” point b, “Jika saya subtitusi nilai
ke
maka nilai
. jika saya subtitusi
nilai
ke
maka nilai
” point c.
Kemampuan Berpikir Analitis Siswa LKT Dalam Melihat Kembali
Penyelesaian
Siswa LKT yakin dengan jawabannya masing-masing dengan
membuktikan bahwa hasil penyelesaian sesuai dengan yang ditanyakan.
Hardy dalam (Marini, 2014) mangatakan, untuk dapat berpikir
analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil
kesimpulan terhadap suatu situasi. Berpikir logis dapat diartikan sebagai
kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut
aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar.
Siswa LKT mampu menarik kesimpulan dari hasil penyelesaian..
Dalam menyimpulkan hasil penyelesaian, terkadang siswa tidak mampu
menyimpulkannya, kebanyakan siswa jika sudah mendapatkan hasil
penyelesaikan maka mereka menganggap bahwa itu sudah hasil akhir.
Dari pernyataan Hardy maka sisiwa LKT menggunakan kemampuan
berpikir analitisnya.

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 17

Bagan 2
Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan
Tahapan Polya Subjek ST1
Merencanakan
Penyelesaian

Melaksanakan Rencana
Penyelesaian

Memahami
Masalah

Melihat Kembali
Penyelesaian

Differentiating

Organizing

Attributing

Bagan 3
Alur Berpikir Analitis Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan
Tahapan Polya Subjek ST2
Merencanakan
Penyelesaian

Melaksanakan Rencana
Penyelesaian

Memahami
Masalah

Differentiating

Melihat Kembali
Penyelesaian

Organizing

Attributing

Bagan 4
Alur Berpikir Analitis Siswa LKT
Dalam Pemecahan Masalahah Matematika Berdasarkan Tahapan Polya
Merencanakan
Penyelesaian

Melaksanakan
Rencana Penyelesaian

Memahami
Masalah

Differentiating

Melihat Kembali
Penyelesaian

Organizing

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Attributing

Page 18

PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasa, maka diperoleh kesimpulan
yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir siswa level kognitif tinggi
(LKT) dalam pemecahan masalah matematika non-rutin berdasarkan tahapan
polya di kelas XI MIPA-3 SMA Negeri 1 Ngunut Tulungagung yaitu 1)
Memahami masalah: Membedakan (differentiating); menyebutkan secara
lisan yang diketahui dan yang ditanyakan, Mengorganisasi (oganizing);
menuliskan yang diketahui dengan model matematika, Memberikan Atribut
(attributing); menjelaskan keterkaitan antara yang diketahui dengan yang
ditanyakan. 2) Merencanakan penyelesaian: Mengorganisasi (oganizing);
menyatakan masalah ke dalam model matematika, memilih konsep
matematika dalam menyelesaikan masalah matematika, memilih strategi
penyelesaian dari masalah matematika tetapi terdapat kemungkinan tidak
menuliskannya di lembar pekerjaan, Memberikan Atribut (attributing);
menjelaskan perlunya menyatakan kembali masalah ke dalam bentuk atau
model matematika, mampu menjelaskan konsep yang dipilihnya, mampu
menjelaskan strategi yang dipilihnya. 3) Melakukan rencana penyelesaian:
Mengorganisasi (oganizing); menggunakan konsep matematika yang dipilih
dalam menyelesaikan masalah matematika, menggunakan strategi yang
dipilih dalam penyelesaian. Memberikan Atribut (attributing); menjelaskan
bahwa hasil penyelesaian sesuai dengan yang ditanyakan. 4) Melihat kembali
penyelesaian: Memberikan Atribut (attributing): membuktikan bahwa hasil
penyelesaiannya benar, menarik kesimpulan dari hasil penyelesaian.
2. Saran
a) Hendaknya dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan soal-soal
kemampuan berpikir analitis baik masalah rutin maupun non-rutin, karena
kemampuan berpikir analitis sangat penting untuk tercapainya tujuan
pembelajaran matematika dan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui
kemampuan berpikir siswa.
b) Hendaknya dalam proses pembelajaran, guru harus menekankan perlunya
menuliskan yang diketahui, yang ditanyakan, dan rumus penyelesaiannya.
c) Hendaknya siswa mengerjakan soal dengan tahap-tahapan yang benar,
memperinci langkah-langkah jangan tergesa-gesa dan terpacu terhadap
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung:
UPI Press.

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 19

Anderson, Lorin W. 2015. “Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,
Pengajaran dan Asesmen”. Translated by Agung Prihantoro. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Chaowakeeratipong. 2012. “The Model of Analytical Thinking Skill Training
Process”, Research journal of Applied Sciences.
Klurik, S. dan J. A. Rudnick. 1995. The New Source Book for Teaching
Reasoning adn Problem Solving in Elementary School. Boston: Temple
University.
Ibrahim, dan Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga.
Lutfiananda, dkk. 2016. Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa Dalam
Memecahkan Masalah Matematika Non Rutin Di Kelas VII SMP Islamic
International School Pesantren Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan
Ditinjau DariKemampuan Awal. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Vol.4, No.9, hal 812-82, ISSN: 2339-1685.
Marini, Mr. 2014. Analisis Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Dengan Gaya
Belajar Tipe Investigatif Dalam Pemecahan Masalah Matematika
.Universitas Jambi. Artikel Ilimiah.
Moleong, Lexy J.. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep
Landasan, dan Implementasinya pada Kurklulum Tibkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Utomo, Fajar Budi. 2013. “Profil Proses Berpikir Siswa SMP Al Hikmah
Surabaya dalam Pemecahan Masalah Geometri Ditinjau dari Perbedaan
Gaya Belajar dan Gender”. Universitas Negeri Surabaya. Tesis.
Zuhri, Zainullah. 2016. “Analisis Koneksi Matematika Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah Dibedakan dari Kecenderungan Gaya Berpikir”.
UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsi.

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 20

THE ANALYTICAL THINKING FLOW OF STUDENTS WITH
HIGH COGNITIVE LEVEL IN MATHEMATICAL PROBLEM
SOLVING
Syafiul Fuad, Muniri
Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
syafiulfuad@gmail.com dan muniri@iain-tulungagung.ac.id
ABSTRACT:
Keywords: Analytical Thinking, Cognitive Level, Mathematical Problem
Solving, Non-Routine Problems

Syafiul Fuad: Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Page 21