Skripsi PENGARUH MEDIA PENDINGIN DAN TEMPERATUR PEMANASAN TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL PENGECORAN

TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL PENGECORAN

Oleh:

Danang Saputro

X25 06 012

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSIAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Skripsi PENGARUH MEDIA PENDINGIN DAN TEMPERATUR PEMANASAN TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL PENGECORAN

Oleh : Danang Saputro

X25 06 012

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dosen Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Suharno, S.T, M.T Budi Harjanto,S.T,M.Eng NIP.19710603 200604 1 001

NIP.19790116 200501 1 001

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan menurut sepengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali mengacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 18 Desember 2010 Penulis,

Danang Saputro X25 06 012

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari

: Selasa

Tanggal

: 18 januari 2011

ABSTRAK

Danang Saputro. PENGARUH MEDIA PENDIGIN DAN TEMPERATUR

PEMANASAN TERHADAP NILAI KEKERASAN GRINDING BALL HASIL

PENGECORAN. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Ada tidaknya perbedaan pengaruh media pendingin / quenching terhadap nilai kekerasan grinding ball hasil pengecoran. (2) Ada tidaknya perbedaan pengaruh temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan grinding ball hasi pengecoran. (3) Ada tidaknya perbedaan pengaruh interaksi antara mdia pendingin / quenching dan temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan grinding ball hasil pengecoran. (4) interaksi variasi media pendingin / quenching dan temperatur pemanasan yang menghasilkan nilai kekerasan yang paling optimal pada grinding ball hasil pengecoran.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material D3 Teknik Mesin UGM sebagai tempat pengujian tingkat kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi yang dipakai adalah grinding ball hasil pengecoran. Sampel diambil dengan teknik “Purposive Sampling”, dengan sembilan spesimen uji dan pengujian kekerasan dilakukan di lima titik untuk setiap spesimen. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah ANAVA dua jalan.

Hasil penelitian ini adalah: (1) Hasil uji Anava dua jalan adalah ada pengaruh perbedaan temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa F obs = 11,98123 lebih besar daripada F tabel = 5,25 (F obs > F t ). (2) Tidak ada pengaruh perbedaan media quenching terhadap nilai kekerasan dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa F obs = 0,60868 lebih kecil daripada F tabel = 5,25 (F obs < F t ). (3) Tidak ada pengaruh perbedaan interaksi antara temperatur pemanasan dan media quenching terhadap nilai kekerasan dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa F obs = 1,14433 lebih kecil daripada F tabel = 3,89 (F obs <F t ). (4) Kombinasi variasi temperatur

pemanasan 800 0 C dan media quenching SAE 40 W yang memghasilkan rerata

kekerasan paling kecil 360,94 VHN. Dan kombinasi variasi temperatur pemanasan

850 0 C dan media quenching SAE 40 W yang memghasilkan rerata kekerasan paling besar 777,24 VHN.

MOTTO

Hai manusia, sesungguhnya hanya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaiton yang pandai menipu,memperdayakan kamu tentang Allah. (QS. Fathir :2)

(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu diperkenankannya bagimu. (QS. Al-Anfal :9)

Kalau semua yang kita ingini harus kita miliki darimana kita belajar keikhlasan. Kalau semua yang kita mau harus terpenuhi darimana kita belajar kesabaran. Kalau do’a kita dikabulkan dengan cepat darimana kita memaksimalkan kemampuan yang diberikan pada kita. Kalau kehidupan kita selalu bahagia dari mana kita mengenal Allah lebih dekat. (Arief Ramadhan)

Manusia dinilai berdasarkan kadar lelahnya dan biarkan kelelahan lelah mengikuti kita. No pain, No again. (Wahyu AR)

Baik belum tentu benar, benar belum tentu baik. Baik dalam hal yang benar, itu akan lebih baik dan benar. (M. Wicaksana)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada : Allah SWT, yang selalu melimpahkan kemudahan dan kelancaran

Ibu dan Bapak tersayang, Teman- teman PTM 2006 Adik – AdikKu Almamaterku tercinta

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat, Hidayah serta Innayah-Nya sehingga penulisan laporan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan laporan ini untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun atas bantuan dari berbagai pihak penulis dapat mengatasi setiap kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk bantuannya kepada yang terhormat :

1. Dekan FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan PTK FKIP UNS yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS, yang telah memberikan persetujuan atas penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Suharno.S.T,M.T selaku Dosen Pembimbing I, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun proposal skripsi.

5. Bapak Budi Harjanto.S.T,M.Eng selaku dosen pembimbing II, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusu proposal skripsi.

6. Teman - teman mahasiswa Program Teknik Mesin angkatan tahun 2006.

7. Ibu, Bapak dan Keluargaku tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan dan sumbangan baik moril maupun materil.

Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, serta bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa sekarang dan yang akan datang.

Surakarta, Desember 2010 Penulis

Tabel 16. Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Pemanasan 900°C Media Quenching

Oli Sae 40 ........................................................................................ 53 Tabel 17. Hasil Pengujian Nilai Kekerasan Grinding Ball Hasil Pengecoran . 56 Tabel 18. Hasil Rata – Rata Pengujian Kekerasan .......................................... 57 Tabel 19. Hasil Uji Normalitas Dengan Metode Liliefors ............................... 60 Tabel 20. Hasil Uji Homogenitas Dengan Metode Bartlet .............................. 61 Tabel 21. Ringkasahn Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan ............................. 61

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grinding Ball Import .............................................................

6 Gambar 2. Mesin Cement Mill ................................................................

7 Gambar 2a. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Kelabu .........................

8 Gambar 2b. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Putih ............................

9 Gambar 2c. Skema Srtuktur Mikro Besi Tuang Mampu Tempa ............

9 Gambar 2d. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Nodular .......................

10 Gambar 2e. Skema Struktur Mikro Besi Tuang Grafit ...........................

11 Gambar 3. Bentuk Utama Sel Satuan Dari Sistem Kristal Logam .........

16 Gambar 4. Diagram Fasa Besi – Karbon ................................................

17 Gambar 5. Stuktur Kristal BCC ..............................................................

19 Gambar 6. Struktur Kristal FCC .............................................................

19 Gambar 7. Stuktur Kristal Sementit ........................................................

20 Gambar 8. Diagram CCT ........................................................................

21 Gambar 9. Kurva Pendinginan Pada Diagram TTT ................................

22 Gambar 10. Bagan Aliran Proses Eksperimen ........................................

38 Gambar 11. Alat Penguji Struktur Mikro................................................

40 Gambar 12. Lokasi Pengujian Kekerasan ...............................................

41 Gambar 13. Mesin Uji Kekerasan Vikers ...............................................

Gambar 14.Diagram Histogram Variasi Media Pendingin Dengan Temperatur Pemanasan ..............................................................................................

Gambar 15. Grafik Hubungan Variasi Media Pendingin / Quenching Dengan Temperatur Pemanasan Terhadap Nilai Kekerasan ................................

Gambar 16. Diagram Hubungan Variasi Media Pendingin / Quenching Dengan temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan .....................................

58

Gambar 17. Grafik Hubungan Variasi Temperatur Pemanasan Dengan Media

Pendingin / Quenching Terhadap Nilai Kekerasan ................................

59

Gambar 18. Diagram Hubungan Variasi Temperatur Pemanasan Dengan Media

Pendingin / Quenching Terhadap Nilai Kekerasan ................................

59

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengujian nilai kekerasan ..........................................

65 Lampiran 2A. Uji Normalitas .................................................................

66 Lampiran 2B. Uji Homogenitas ..............................................................

72 Lampiran 3. Uji Analisis Variasi Dua Jalan ........................................

Lampiran 4. Hasil Uji Kekerasan spesimen grinding ball diameter 30 mm, treatment 800°C .....................................................................................

Lampiran 5. Hasil Uji Kekerasan spesimen grinding ball diameter 30 mm, treatment 850°C ...................................................................................

Lampiran 6. Hasil Uji Kekerasan spesimen grinding ball diameter 30 mm,

treatment 900°C ...................................................................................

78 Lampiran 7. Standart martensitic white cast iron A 532Class II Type B

from Mat Web .......................................................................

79 Lampiran 8. Standart specification for abrasion-resistant cast iron ........

80 Lampiran 9. Pengajuan Judul Skripsi .....................................................

81 Lampiran 10. Presensi Seminar Skripsi ..................................................

82 Lampiran 11 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS ...................................

83 Lampiran 12. Permihonan Ijin Menyusun Skripsi ..................................

84 Lampiran 13. Permohonan Ijin Research dari JPTK .............................

85 Lampiran 14. Permohonan Ijin Research di Lab. Teknik Mesin D3 UGM

86 Lampiran 15. Dokumentasi Penelitian ....................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki beberapa pabrik semen yang selain mencukupi kebutuhan semen dalam negeri juga untuk diekspor ke manca negara. Ekspor semen tersebut menjadi salah satu sektor yang memberikan devisa non-migas yang cukup besar. Permintaan semen yang terus meningkat harus dapat diantisipasi oleh kalangan industri semen seiring dengan terus meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan tarif dasar listrik dan harga bahan bakar minyak di dalam negeri yang tidak sebanding dengan kenaikan harga jual semen di pasaran. Kenaikan biaya produksi yang cukup tinggi secara langsung berimbas pada kenaikan harga semen di pasaran sehingga perlu dilakukan peningkatan efisiensi di semua lini, khususnya dalam proses produksi agar harga jual semen dapat tetap terjangkau oleh konsumen di dalam negeri dan dapat bersaing dengan produk semen dari luar negeri.

Efisiensi yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan komponen lokal dalam proses pembuatan semen, antara lain penggunaan Grinding ball (bola penggiling) pada berbagai peralatan di pabrik semen, seperti Crusher dan Cement Mill. Salah satu komponen penting pada cement mill adalah Grinding ball yang terdiri dari berbagai ukuran tergantung pada tahapan mana Grinding ball tersebut digunakan pada proses pembuatan semen. Grinding ball tersebut terbuat dari logam yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras (tahan aus) sekaligus tangguh (tidak mudah pecah) dan tahan korosi untuk menanggung beban dan lingkungan selama proses penggilingan batuan. Kebutuhan industri semen akan Grinding ball cukup besar, sehingga biaya produksi terpengaruh oleh pengadaan Grinding ball secara cukup signifikan. Sampai saat ini semua pabrik semen di Indonesia masih menggunakan Grinding ball import sebagai penggiling bahan baku pada proses pembuatan semen.

Penggunaan grinding ball pada pabrik semen terdapat pada beberapa peralatan, seperti Cement Mill . Cement Mill digunakan pada proses finishing pembuatan semen. Dalam Cement Mill , Grinding ball berfungsi sebagai bahan pengisi yang berfungsi untuk menghancurkan

bahan baku semen. Pada Cement Mill dilakukan penambahan additive, seperti gypsum atau trash sebagai retarder agent yang berfungsi untuk memperlambat waktu pengikatan dan pengerasan semen dan dimaksudkan untuk mendapatkan semen dengan kehalusan yang telah dipersyaratkan dalam Standard Nasional Indonesia.

Untuk mendapatkan bahan dengan persyarat-an kekuatan yang harus dipenuhi oleh Grinding ball , maka bahan baku yang sesuai adalah logam yang mengandung Fe, yaitu besi dan baja. Besi dan baja memiliki sifat yang bervariasi, mulai.dari sifat yang paling lunak hingga paling keras serta memiliki sifat mampu bentuk yang baik dalam proses pengecoran sehingga berbagai macam bentuk coran dapat dibuat dengan pengecoran

Menurut Granata, baja adalah logam paduan antara unsur Besi (Fe) dengan Karbon (C) dengan kadar karbon mencapai 2%. Disamping kedua unsur dalam baja terdapat pula unsur-unsur dalam jumlah kecil, seperti Mangan (Mn), Silicon (Si), Fosfor (P), Belerang (S). Dapat juga dipadu dengan unsur-unsur paduan seperti Chromium (Cr), Nikel (Ni), Wolfram (W), Molibden (Mo) dan sebagainya, dan dapat divariasi menurut kebutuhan. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian atau penempaan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari PITRUS SIGIT NUGROHO SKRIPSI TAHUN 2010 PTM UNS yang bertujuan untuk merumuskan proses pembuatan Grinding Ball skala laboratorium dengan melakukan perlakuan panas untuk mendapatkan karakteristik yang sesuai dengan Grinding Ball Import dengan hasil uji komposisi kimia yaitu 1,65 C, 11,608 Cr dan 0,223 Mo dan hasil uji distribusi kekerasan menunjukkan bagian permukaan lebih keras dibandingkan bagian pusat, Menurut Granata, baja adalah logam paduan antara unsur Besi (Fe) dengan Karbon (C) dengan kadar karbon mencapai 2%. Disamping kedua unsur dalam baja terdapat pula unsur-unsur dalam jumlah kecil, seperti Mangan (Mn), Silicon (Si), Fosfor (P), Belerang (S). Dapat juga dipadu dengan unsur-unsur paduan seperti Chromium (Cr), Nikel (Ni), Wolfram (W), Molibden (Mo) dan sebagainya, dan dapat divariasi menurut kebutuhan. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian atau penempaan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari PITRUS SIGIT NUGROHO SKRIPSI TAHUN 2010 PTM UNS yang bertujuan untuk merumuskan proses pembuatan Grinding Ball skala laboratorium dengan melakukan perlakuan panas untuk mendapatkan karakteristik yang sesuai dengan Grinding Ball Import dengan hasil uji komposisi kimia yaitu 1,65 C, 11,608 Cr dan 0,223 Mo dan hasil uji distribusi kekerasan menunjukkan bagian permukaan lebih keras dibandingkan bagian pusat,

Bagi industri pengecoran logam di Indonesia diharapkan mendapatkan informasi tentang cara pembuatan Grinding ball dengan kualitas yang sama dengan Grinding Ball import sehingga dapat memenuhi kebutuhan Grinding ball untuk industri semen di dalam negeri. Apabila Grinding Ball tersebut dapat dibuat di Indonesia diharapkan harganya dapat lebih murah sehingga biaya produksi semen dapat diturunkan dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Di samping itu, jika industri pengecoran logam di Indonesia dapat memproduksi Grinding ball untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun eksport, maka hal ini akan memberikan nilai tambah bagi industri tersebut serta mengurangi ketergantungan industri dalam negeri terhadap pihak asing.

B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dapat diidentifikasikan berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kekerasan pada besi cor ASTM A532 CLASS II TYPE A dan B Martensit With Cash Iron. Faktor - faktor tersebut sebagai berikut :

1. Semakin meningkatnya kebutuhan industri semen akan grinding ball import yang cukup besar.

2. Harga Grinding Ball Import yang mahal.

3. Mengurangi ketergantungan terhadap produk dari luar.

4. Merumuskan proses pembuatan Ball Mill skala laboratorium dengan perlakuan panas untuk mendapatkan nilai kekerasan yang optimal.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan yang diteliti, maka penelitian hanya dibatasi pada :

1. Bahan yang digunakan grinding ball hasil pengecoran Jenis perlakuan panas /

heat treatment adalah hardening dengan quencing (pendinginan cepat ).

2. Media quencing OLI SAE 20W,30W dan 40W.

3. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian distribusi kekerasan.

D. Perumusan Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai beikut :

1. Adakah pengaruh media pendingin / quenching terhadap nilai kekerasan?

2. Adakah pengaruh temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan?

3. Adakah interaksi antara media quenching dan temperatur terhadap nilai kekerasan?

4. Manakah interaksi variasi media quenching dan temperatur pemanasan yang menghasilkan nilai kekerasan yang optimal.

E. Tujuan Penelitian

Berdasrkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini memiliki tujuan yaitu :

1. Mengetahui pengaruh variasi media quenching terhadap nilai kekerasan.

2. Mengetahui pengaruh variasi temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan.

3. Mengetahui pengaruh interaksi media quenching dan temperatur pemanasan terhadap nilai kekerasan.

4. Mengetahui interaksi variasi media quenching dan temperatur pemanasan yang menghasilkan nilai kekerasan yang optimal.

F Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan tenteng kemajuan teknologi di bidang metalurgi.

b. Bagi pihak Universitas Sebelas Maret sebagai bahan referensi untuk penelitian relevan selanjutnya.

c. Membangkitkan minat mahasiswa lain untuk melanjutkan penelitian tenteng pembuatan Grinding Ball.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dilakukan untuk memberi bantuan mengenai data referensi data uji pembuatan Grinding Ball Import lokal untuk mewujudkan swasembada kebutuhan Grinding Ball sebagai salah satu komponen penting dalam proses produksi semen.

b. Membantu dalam usaha pengembangan kemajuan teknologi khususnya di bidang industri.

c. Menumbuhkan motivasi bagi para peneliti metallurgy khususnya perlakuan

panas untuk mengoptimalkan penelitian - penelitian di bidang yang sama.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Grinding Ball

Grinding ball merupakan bola penggiling yang digunakan dalam proses pembuatan semen yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras (tahan aus) sekaligus tangguh (tidak mudah pecah) dan tahan korosi. Penggunaan grinding ball pada pabrik semen terdapat pada beberapa peralatan, seperti Cement Mill. Cement Mill digunakan pada proses finishing pembuatan semen. Dalam Cement Mill, Grinding ball berfungsi sebagai bahan pengisi yang berfungsi untuk menghancurkan bahan baku semen. Pada Cement Mill dilakukan penambahan additive, seperti gypsum atau trash sebagai retarder agent yang berfungsi untuk memperlambat waktu pengikatan dan pengerasan semen dan dimaksudkan untuk mendapatkan semen dengan kehalusan yang telah dipersyaratkan dalam Standard Nasional Indonesia.

Bahan yang sesuai dan memenuhi persyaratan grinding ball adalah logam yang mengandung Fe, yaitu besi dan baja. Besi dan baja memiliki sifat yang bervariasi, mulai dari sifat yang paling lunak hingga paling keras serta memiliki sifat mampu bentu yang baik dalam proses pengecoran sehingga berbagai macam bentuk coran dapat dibuat dengan pengecoran( Tata Surdia & Saito, 2000) .

Gambar 1. grinding ball diameter 30 mm dan 40 mm

Gambar 2. mesin cement mill

2. Besi cor

Besi cor merupakan paduan antara unsur besi yang mengandung carbon ( C ), silikon ( Si ), mangan ( Mg ), phospor ( P ) dan sulfur ( S ). Pada besi cor carbon biasanya antara 2% sampai 6,67%, sedang pada baja kandungan carbon hanya mencapai 2%. Semakin tinggi kadar carbon yang ada pada besi cor akan mengakibatkan besi cor rapuh / getas. Selain dari carbon besi cor juga mengandung silicon ( Si ) ( 1 – 3% ), mangan ( Mg ) ( 0,25 – 15% ) dan phosphor ( P ) ( 0,05 – 15% ) selain itu juga terdapat unsur – unsur lain yang ditambahkan untuk mendapatkan sifat – sifat tertentu.

Selain unsur – unsur yang ditambahkan dalam besi cor, juga terdapat faktor – faktor penting lainnya yang dapat mempengaruhi sifat – sifat besi cor tersebut antara lain proses pembekuan, laju pendinginan dan perlakuan panas yang dilakukan. Besi cor mempunyai keuntuan yaitu mampu tuang ( castability ) yang baik, kemudahan proses produksi dan rendahnya temperatur ruang, selain itu besi cor juga mempunyai sifat yang sulit dilakukan drawing atau diubah bentuk pada temperatur kamar, akan tetapi besi cor mempunyai titik lebur yang relative rendah yakni 1150°C - 1500°C dan dapat di tuang ke dalam bentuk – bentuk yang sulit. Hal ini merupakan keuntungan dari besi cor karena untuk mendapatkan.

bentuk benda yang diinginkan hanya diperlukan sedikit proses pemanasan. Dan juga besi cor mempunyai kekerasan, ketahanan aus dan ketahanan terhadap korosi yang cukup baik.

a) Klasifikasi Besi Cor Besi cor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan karakteristik struktur mikro menjadi besi tuang kelabu (gray iron), besi tuang nodular (nodular cast iron), besi tuang grafit kompak (compacted graphite cast iron), besi tuang putih (white cast iron), dan besi tuang mampu tempa (malleable cast iron) . Gambar skematis jenis-jenis besi tuang tersebut diperlihatkan tabel berikut ini.

Tabel 1. Jenis-jenis Besi Tuang, Struktur Mikro, Proses Pembuatan, dan

Karakteristik Umumnya.

Nama

Skema Stuktur Mikro

Proses Pembuatan

Karakteristik Umum

Besi Tuang Kelabu (Grey Cast Iron) *diberi nama kelabu (grey) karena patahannya berwarna kelabu.

( 2.a )

Biasanya memiliki kadar karbon 2,54%. Jumlah silikon yang relatif tinggi (13%) diperlukan untuk mempromosikan pembentukan grafit. Kecepatan pembekuan sangat penting untuk mengatur jumlah grafit yang terbentuk (biasanya lambat hin gga sedang). Laju solidfikasi berperan pula di dalam menentukan matriks yang terbentuk.

Grafit berbentuk serpihan-serpihan panjang (flakes) Memiliki kekuatan dan keuletan rendah. Memiliki mampu mesin yang baik pada kekerasannya. Memiliki ketahanan aus (wear resistance) yang baik, tahan terhadap galling pada pelumasan terbatas serta memiliki kemampuan untuk menahan getaran (damping capacity) sangat baik.

Besi Tuang Putih (White Cast Iron) *diberi nama putih karena patahannya berwarna putih

( 2b )

Struktur karbida diperoleh dengan menjaga kandungan karbon (2,0- 3,0%) dan silikon (0,51,5%) pada kadar rendah dan kecepatan pembekuan yang tinggi pada proses solidifikasi.

Memiiki struktur karbida (cementite) di dalam matriks pearlite. Keras, getas, dan tidak dapat dimesin. Memiliki ketahanan terhadap keausan (wear resistance) dan abrasi sangat baik.

Besi Tuang Mampu Tempa (Malleable Cast Iron).

( 2c )

Bahan baku yang digunakan adalah besi tuang putih. Perlakuan panas untuk menghasilkan besi tuang mampu tempa terdiri atas: grafitisasi dan pendinginan. Pembentukan grafit dilakukan pada temperature di atas temperature eutectoid. Karbida akan berubah menjadi gafit (tempered carbon) dan austenite. Selanjutnya asutenite dapat didekomposisi menjadi ferrite, pearlite, atau martensite.

Koloni grafit berbentuk bulat tidak teratur. Memiliki kekuatan, keuletan, dan ketangguhan lebih baik. Memiliki struktur uniform.

Besi Tuang Ulet atau Nodular (Ductile Iron, Nodular Cast Iron). * nama mengacu pada sifat dan bentuk grafit-nya.

( 2d )

Kandungan karbon (3,0- 4,0%) dan silikonnya (1,82,8%) sama dengan besi tuang. Kandungan sulfur (S) dan fosfor (P) sangat rendah kira-kira

Partikel-partikel grafit berbentuk bola (speroid). Memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan malleable cast iron . Memiliki mampu mesin sangat baik dan ketahanan aus baik. Memiliki

10 kali lebih rendah dari besi tuang kelabu. Nodule berbentuk bola terbentuk pada proses solidikasi karena kandungan beleran (Sulfur) dan oksigen ditekan ke tingkat yang sangat rendah dengan menambahkan Magnesium (Mg) beberapa saat sebelum penuangan.

sifat-sifat yang mirip dengan baja (kekuatan, ketangguhan, keuletan, mampu bentuk panas, dan kemampukerasan).

Besi Tuang Grafit Kompak (Compacted Graphite Iron)

( 2e )

Grafit berbentuk vernicular memiliki struktur antara gray iron dan ductile iron.

( http://staff.ui.ac.id/internal/132128628/material/pengetahuan bahan babketga/.pdf ).

Menurut Walton, karbida-karbida utama dalam struktur mikro Besi tuang Putih memberikan kekerasan yang sangat tinggi yang diperlukan untuk memecahkan (crushing) dan menghancurkan (grinding) material lain tanpa terjadinya degradasi. Dukungan struktur matriks yang diatur oleh unsur paduan atau heat treatment menjaga keseimbangan antara ketahanannya terhadap keausan abrasi dan ketangguhan yang diperlukan untuk menanggung beban impak. Besi tuang putih paduan tinggi siap di cetak dalam berbagai bentuk yang diperlukan untuk memecahkan dan menghancurkan atau menangani material abrasive.

a) Komposisi Kimia Besi Cor Seperti yang telah dijelaskan diatas, kadar karbon ( C ) di dalam besi cor

diantara 2% - 6,67% kadar karbon ( C ) tinggi tersebut dapat menyebabkan besi cor diantara 2% - 6,67% kadar karbon ( C ) tinggi tersebut dapat menyebabkan besi cor

Tabel 2. Komposisi Kimia Besi Cor

Elament

Gray Iron %

White Iron

Hight Strenght Gray

Nodular Iron %

0,02 Seperti yang terlihat dalam tabel diatas bahwa karbon ( C ), silikon ( S ) akan

mempengaruhi sifat dan aplikasi dari besi cor termasuk juga dalam proses grafitasi. Hal ini dapat terjadi karena karbon dan silikon akan mempromosikan terbentuknya grafit dalam besi karbida kadarnya ditinggikan. Didalam besi cor karbon bersenyawa dengan besi berbentuk karbida atau berada dalam keadaan bebas sebagai grafit. Grafitasi adalah proses dimana karbon yang terikat dalam besi disebut sementit berubah menjadi karbon bebas. Grafitasi akan mudah terjadi apabila kadar karbon di dalam besi cor diatas 2% dan juga disebabkan adanya silikon ( Si ) dan silikon ini dapat menyebabkan sementit kurang stabil sehingga cenderung menjadi grafit.

b) Struktur Mikro Besi Cor

Struktur dari besi cor akan mempengaruhi pada sifar – sifat mekanik dan juga sifat fisik dari besi tersebut. Beberapa struktur yang ada dalam besi cor adalah sebagai berikut :

1) Grafit Grafit adalah kumpulan karbon yang dihasilkan selama proses pembekuan dan pendinginan lambat. Grafit mempunyai kekerasan sekitar 1 HB, kekuatan tariknya sekitar 2 kgf/mm² (N/mm²) dan masa jenisnya kira – kira 2,2 Kg/dm². Grafit memberikan pengaruh dangat besar terhadap sifat – sifat mekanik besi cor kelabu.

Grafit dalam besi cor dapat berada dalam keadaan bebas sebagai grafit. Grafit ini merupakan suatu bentuk kristal karbon yang lunak dan rapuh. Dalam struktur besi cor jumlahnya dapat mencapai 85% dari sebuah bentuk kandungan karbon, tetapi kira – kira 6% - 17% dari volume total besi sebagai akibat dari berat jenisnya yang rendah. Sifat sifat mekanik besi cor banyak dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, distribusi dan banyaknya grafit didalamnya. Besi cor bergrafit bulat memiliki keuletan yang baik dibandingkan dengan besi cor bergrafit serpih. Hal ini

bisebabkan karena serpih grafit akan mengalami pemusatan tegangan pada ujung – ujungnya bila mendapatkan gaya akan bekerja tegak lurus arah serpih.

2) Simentit Kadar karbon besi cor dapat berkaitan denagn besi membentuk simentit atau Fe3C yang mengandung 6,67 karbon. Simentit merupakan senyawa intersisi yang sangat getas, namun mempunyai kekeuatan kompresi yang tinggi. Karbon akan membentuk Fe3C sebanyak kurang lebih 15 kali proses beratnya dalam besi. Dengan demikian besi tuang putih denagn kadar karbon 2,5% akan mengandung sekitar 3,7% sementit sehingga akan menjadi sangat keras dan getas. Sementit dalam besi cor bersifat tidak stabil, tetapi dapat di stabilkan dengan penambahan paduan tertentu. Sebaliknya bila sementit dipanaskan misalkan dengan temperatur tinggi, sementit akan terurai.

Sementit biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sementit primer dan sementit sekunder. Sementit primer adalah sementit yang terbentuk sesudah pembekuan dari reaksi eutectoid dari larutan pudar ferit atau austenit.

3) Austenit Pada temperatur kira – kira 912 °C – 1394 °C besi murni akan berubah struktut kristalnya, fase yang terbentuk disebut austenite. Dengan laju pendinginan yang lambat maka austenit akan berubah menjadi pearlit. Ferrit atau gabungan keduanya. Austenit dapat dibuat stabil pada temperatur ruang dengan penambahan nikel atau mangan yang akan menurunkan temperature kritis dimana akan terjadi perubahan fase γ ke fasa α.

4) Ferrit dan pearlit Ferrit adalah larutan pudar besi dengan kadar karbon dalam jumlah yang kecil. Memiliki sifat relative lunak dan kekuatan mekanik yang cukup baik. Ferrit dalam besi cor mengandung silikon dan dapat menaikkan kekerasan dan kekuatan tarik. Ferrit dalam besi cor dapat berupa ferrit bebas atau berkaitan dengan sementit membentuk pearlit. Ferrit bebas merupakan komponen yang dominan dalam besi cor mampu tempa dan nodular dengan kekuatan maksimum sedangkan dalam besi cor kelabu ferrit terutama didapat sebagai struktur pearlit. Jika proses pengaktifan yang terjadi kurang sempurna, struktur besi cor akan terdiri dari grafit dan pearlit atau campuran dari ferrit atau pearlit dalam sementit.

Ferrit atau larutan pada Fe – alpha pada sistem Fe – C. Kelarutan karbon didalam ferrit sangat kecil max. 0,02% sehingga struktur mikro ini mempunyai kekerasan hanya sekitar 60 HB, mampu tarik sekitar 200 N/mm², titik luluhnya 100 N/mm² denagn regangan patah 80%.

5) Bainit Bainit adalah salah stu produk yang dihasilkan dari hasil transformasi austenite. Struktur mikro bainit terjadi pada fase ferrit atau sementit. Proses difusi 5) Bainit Bainit adalah salah stu produk yang dihasilkan dari hasil transformasi austenite. Struktur mikro bainit terjadi pada fase ferrit atau sementit. Proses difusi

Srtuktur halus non – lamellar bainit pada umumnya terdiri dari ferrit dan sementit. Ia mirip keadaan pearlit tapi dengan bentuk ferrit yang mempunyai sifat seperti bentuk martensit yang biasanya akibat pengedapan karbida dari supersaturasi ferrit atau austenite. Pembentukan selama pendinginan berlanjut, kecepatan pendinginan untuk menghasilkan bainit lebih cepat dibandingkan untuk menghasilkan pearlit, tetapi lebih lambat dari bentuk martensit pada baja dengan paduan yang sama. Bainit secara umum lebih kuat dan lebih ulet dibanding pearlit.

Temperatur berlebih diatas 540 °C – 727 °C untuk perlakuan isotermit temperatur 215 °C sampai 540 °C. Bainit adalah produk hasil transformasi. Transformasi pearlitik dan bainitik adalah sebenarnya terpengaruh satu terhadap yang lain. Beberapa bgaian pada pduan transformasi pada salah satu bagian pearlit atau bainit. Transformasi untuk kandungan struktur mikro yang lain tidak mungkin tanpa dilakukan pemanasan ulang untuk membentuk austenit.

6) Martensit Martensit terbentuk oleh pendinginan cepat austenit dimana atom karbon terperangkap sehingga tidak punya waktu untuk berdifusi dari struktur kristal. Martensit terbentuk pada suhu diatas suhu ruang, atau dibawah temperatur uetektoid dimana struktur austenit menjadi tidak stabil. Martensit mempunyai struktur kristal yang sama denagn austenit dengan komposisi yang hampir sama. Martensit sebagai fasa metastabil yang mengandung larutan padat dalam struktur. Tidak mengubah bentuk diagram besi – karbida. Pada suhu dibawah eutektoid setelah waktu tertentu, larutan lewat jenuh karbon dalam besi terus berubah sehingga membentuk ferrit dan karbida yang lebih cepat.

Pada logam atom-atomnya tersusun teratur menurut suatu pola tertentu Pada logam atom-atomnya tersusun teratur menurut suatu pola tertentu

Gambar 3. Tiga Bentuk Utama Sel Satuan Dari Sistem Kristal Logam (a). Body

Centered Cubic (b). Face Centered Cubic; (c). Hekxagonal Closed Pack (B.H. Amstead, Phillip F. Ostwald, Myron L. Begeman, 1997: 20).

Struktur semua logam terdiri atas kristal-kristal butiran yang bergandengan satu sama lain dalam wujud dan ukuran yang berlainan. Kristal-kristal itu terdiri atas bagian-bagian terkecil dari suatu unsur atau atom-atom. Tinggi rendahnya kadar karbon mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kritis (batas zona struktur logam).

a) Diagram Fasa Diagram fasa merupakan diagram untuk perlakuan panas bagi logam, dan

diagram fasa besi – karbon diagram fasa besi – karbon

Gambar 4. Diagaram Fasa Besi – Karbon (Amstead, 1989) Dari diagram fasa yang ditunjukkan pada gambar.5 terlihat bahwa suhu

sekitar 723 °C merupakan suhu transformasi austenit menjadi fasa pearlit ( yang merupakan gabungan fasa ferrit dan sementit ). Transformasi fasa ini dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas dari baja. Sedangkan daerah fasa yang prosentase larutan karbon hingga 2% yang terjadi di temperatur 1.147 °C merupakan daerah besi gamma ( γ ) atau disebut austestabnit. Pada kondisi ini biasanya austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, tidak ferro magnetis dan memeiliki struktur kristal Face Centered Cubic.

Besi murni pada suhu dibawah 910 °C mempunyai struktur kristal Body Centered Cubic ( BCC ). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah sangat rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum pada suhu 723 °C. Larutan pada intensitas dari karbon didalam besi ini di sebut juga besi alpha ( α ) atau fasa ferrit. Pada suhu diantara 910 °C sampai 1.390 °C, atom – atom besi menyusun diri menjadi bentuk kristal Face Centered Cubic ( FCC ) yang juga disebut besi gamma ( γ ) atau fasa austenit. Besi gamma ini dapat melarutkan karbon dalam jumlah besar yaitu sekitar

2,06 % maksimum pada suhu sekitar 1.147 °C. Penambahan karbon ke dalam besi FCC ditransformasikan kedalam struktur BCC dari 910 °C menjadi 723 °C pada kadar karbon sekitar 0,8 %. Diantara temperatur 1.390 °C dan suhu cair 1.534 °C, besi gamma berubah menjadi susunan BCC yang disebut besi delta ( δ ).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam diagram Fe – Fe3C yaitu, perubahan fasa ferrit atau besi alpha ( α ), austenit atau besi gamma ( γ ), sementit atau karbida besi, pearlit dan sementit akan diuraikan dibawah ini :

a) Ferrit atau besi alpha ( α )Merupakan modifikasi besi murni pada suhu ruang, dimana ferrit menjadi lunak dan ulet karena ferrit memiliki struktur BCC, maka ruang antar atom – atomnya adalah kecil dan padat sehingga atom karbon yang dapat tertampung hanya sedikit kecil.

Gambar 5. Struktur Kristal BCC

http://www.geocities.jp/ohba_lab_ob_page/Structure/BCC.jpg

a) Austenit a tau besi gamma ( γ )

Merupakan modifikasi dari besi murni dengan struktur FCC yang memiliki jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferrit. Meski demikian rongga – rongga pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan atom karbon akan mengakibatkan tegangan dalam stuktur sehingga tidak semua rongga dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya terbatas.

Gambar 6. Struktur Kristal FCC Gambar 6. Struktur Kristal FCC

b) Karbida besi atau sementit Adalah paduan besi karbon, dimana pada kondisi ini karbon melebihi batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi Fe3C. Hal ini tidak berarti bila karbida besi membentuk molekul Fe3C, akan tetapi kisi kristal yang membentuk atom besi dan karbon mempunyai pendinginan 3 : 1. Karbida pada ferrit akan meningkatkan kekerasan pada baja sifat sementit adalah sangat keras.

Gambar 7. Struktur Kristal

http://www.materia.coppe.ufrj.br/sarra/artigos/artigo10308/10308_arquivos/image01

2.jpg

a) Pearlit Merupakan campuran khusus yang terjadi atas dua fasa yang terbentuk

austenisasi, dengan komposisi eutectoid bertrasformasi menjadi ferrit dan karbida. Ini dikarenakan ferrit dan karbida terbentuk secara bersamaan dan keluarnya saling bercampur. Apabila laju pendinginan dilakukan secara perlahan – lahan maka atom karbon dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh jarak lebih jauh, sehingga diperoleh bentuk peralit besar. Dan apabila laju pendinginan lebih dipercepat lagi maka difusi akan terbatas pada jarak yang dekat sehingga akhirnya menghasilkan lapisan tipis lebih banyak.

b) Martensit Adalah suatu fasa yang terjadi karena pendinginan yang sangat cepat sekali,

dan terjadi pada suhu dibawah eutectoid tetapi masih diatas suhu kamar. Karena struktur austenite FCC tidak stabil maka akan berubah menjadi struktur BCT secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi tetapi terjadi pengerasan ( dislokasi ). Semua atom bergerak serentak dan perubahan ini langsung dengan sangat cepat dimana semua atom yang tinggal tetap berada pada larutan padat karena terperangkap dalam kisi sehingga sukar menjadi slip, maka martensit akan. menjadi kuat dan keras tetapi sifat getas dan rapuh menjadi tinggi. Martensit dapat terjadi bila austenit didinginkan dengan cepat sekali ( celup ) hingga dibawah pembentukkan bainit.

Martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi sehingga atom – atom karbon seluruhnya terperangkap dalam larutan super jenuh. Keadaan ini yang menimbulkan distorsi pada struktur kristal martensit dan membentuk BCT. Tingkat distorsi yang terjadi sangat tergantung pada kadar karbon. Karena itu martensit merupakan fasa yang sangat keras namun getas.

b) Diagram TTT dan CCT Untuk mrndapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur

mikro ( fasa ) yang terbentuk biasanya dilakukan dengan menggabungkan diagram kcepatan pendinginan kedalam diagram TTT yang dikenal dengan CCT ( Continous Cooling Trasformation ).

Gambar 8. Diagram CCT ( Continous Cooling Transformation ) http://www.msm.cam.ac.uk/phase-trans/2000/practicals/AP3/Image5.gif .

Pada contoh gambar diatas menjelaskan bahwa bila kecepatan pendinginan naik berarti bahwa waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang terjadi berubah dari campuran ferrit – pearlit ke campuran ferrit – pearlit – bainit – martensit, ferrit – bainit – martensit, kemudian bainit – martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali struktur yang terjadi adalah martensit.

Gambar 9. Kurva Pendinginan Pada Diagram TTT http://www.cashenblades.com/info/steel/1080ttt.jpg Dari diagram pendinginan diatas dpat dilihat bahwa dengan pendinginan cepat ( kurva 6 ) akan menghasilkan struktur martensit karena garis pendingina lebih cepat dari pada kurva 7 yang merupakan laju pendinginan kritis ( critical

cooling rate ) yang nantinya akan tetap terbentuk fase austenit (unstabil ). Sedangkan pada kurva 6 lebih cepat dari pada kurva 7, sehingga terbentuk

struktur martensit yang keras, tetapi bersifat rapuh karena tegangan dalam yang besar.

3. Perlakuan Panas (heat treatment)

Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butiran dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhan dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet (Iqbal H.M., 2006).Dapat disimpulkan bahwa perakuan panas adalah suatu cara untuk meningkatkan sifat-sifat bahan agar lebih sempurna dengan cara memanaskan bahan sampai suhu tertentu kemudian didinginkan dengan cara tertentu pula.

Tujuan dari perlakuan panas adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik, dan diinginkan sesuai dengan batas-batas kemampuanya. Maksud dan tujuan perlakuan panas tersebut meliputi:

a. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan

b. Mengurangi tegangan

c. Melunakkan

d. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengajaran sebelumnya.

e. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap keuletan bahan, serta beberapa maksud yang lain.

Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :

1) Softening ( Pelunakan ) adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan didalam tungku ( anneling ) atau mendinginkan dalam udara terbuka ( normalizing ). Contoh : anneling, normalizing dan tempering.

2) Hardening ( pengerasan ) : adalah usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara celup cepat ( quencing ) material yang sudah dipanaskan kedalam suatu media quencing 2) Hardening ( pengerasan ) : adalah usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara celup cepat ( quencing ) material yang sudah dipanaskan kedalam suatu media quencing

a) Hardening Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja / besi dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja / besi. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan didaerah atau di atas suhu kritis dan pendinginan berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat penyejukan dingin dari daerah duhu pengerasan ini dapat dicapailah suatu keadaan paksa bagi struktur besi yang membentuk kekerasan. Oleh karena itu maka proses pengerasan ini di sebut juga pengerasan kejut atau pencelupan langsung kekerasan yang tercapai pada kecepatan pendinginan kritis ( martensit ) ini di iringi kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan. Pada setiap operasi perlakuan panas, laju pemanasan merupakan faktor yang penting. Panas merambat dari luar kedalam dengan kecepatan tertentu bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam oleh karena itu kekerasan dibagian dalam benda akan lebih rendah dari pada di bagian luar, dan ada nilai batas tertentu. Namun, air garam atau air akan menurunkan permukaan dengan cepat, yang diikuti dengan penurunan suhu di dalam benda tersebut sehingga diperoleh lapisan keras dengan ketebalan tertentu.

b) Quenching Quenching adalah proses pendinginan setelah mengalami pemanasan. Media quenching dapat berupa oli, air, air garam, dan lain – lain sesuai dengan material yang diquenching . Dimana kondisi sangat mempengaruhi tingkat kekerasan. Pada

quenching proses yang paling cepat akan menghasilkan kekerasan tinggi.

c. Media Pendingin Untuk quenching kita memerlukan pendingin secara cepat dengan

menggunakan media oli. Semakin cepat logam didinginkan maka akan semakin keras sifat logam itu. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat lebih banyak dari menggunakan media oli. Semakin cepat logam didinginkan maka akan semakin keras sifat logam itu. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat lebih banyak dari

Untuk mendinginkan bahan di kenal berbagai macam bahan. Dimana untuk memperoleh pendinginan yang merata maka bahan pendinginan tersebut hampit semuanya di sirkulasi, contohnya yaitu :

1. Air Air memberi pendinginan yang sangat cepat. Untuk memperbesar pendinginan air, maka kedalam air tersebut dilarutkan garam dapur dari 5 – 10%.

2. Minyak / Oli Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas

adalah yang dapat memberi lapisan karbon pada kulit ( pemukaan ) benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak bakar atau solar.

3. Udara Udara memberikan pendinginan perlahan – lahan. Udara tersebut ada yang

disirkulasi dan ada pula yang tidak disirkulasi.

4. Garam Garam menberikan pendinginan yang cepat dan merat. Garam tersebut

terutama digunakan digunakan untuk proses hardening. Bahan ynag didinginkan di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.

Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda – beda, perbedaan kemampuan media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat dan menyebar pada permukaan – permukaan yang bergeser, sehingga membuat penguasaan dan kenaikan suhu kecil sekali ( Soedjono, 1978 ). Viskositas Oli, dan bahan dasar Oli membawa pengaruhdalam mendinginkan spesimen. Bahan dasar minyak dapat dibdakan menjadi tiga jenis yaitu minyak yang berasal dari hewan diperoleh dengan cara merebus atau memasak tulang belulang atau lemak babi, minyak pelumas dari tumbuhan dan minyak pelumas mineral diperoleh dengan cara penyulingan ( destilasi ) minyak bumi secara bertahap. Minyak pelumas mineral merupakan campuran beberapa organik, terutama hidro karbon. Dalam minyak bumi mengandung parafin (

輈ōǴ2 ⴰ ), siklik parafin naftena 輈ōǴ ō ) dan aromatik ( CnHn ), jumlah susunan tergantung jumlah minyaknya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi viskositas, yaitu komposisi, suhu dan tekanan. Angka viskositas biasanya ditinjau dengan SAE ( Society of Automotive Engine ) dan disertai angka. Angka menunjukkan pada kelompok mana viskositas itu termasuk.