BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN HBsAg POSITIF

Referat

BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN HBsAg
POSITIF
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kepaniteraan Klinik di Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Panembahan Senopati

Diajukan Kepada:
dr. Syarmarini Larasati sp.A, M.Kes

Disusun Oleh:
Roman Diaz
20060310028

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2010

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN HBsAg POSITIF
Disusun Oleh:
Roman Diaz / 2006 031 0028

Telah dipresentasikan dan disetujui
Pada: 23 Desember 2010
Di Rumah Sakit Panembahan Senopati

Perceptor;
Dokter Penguji; yang mengesahkan

dr. Syarmarini Larasati sp.A, M.Kes

BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara endemis tinggi Hepatitis B dengan prevalensi
HbsAg positif di populasi antara 7-10%. Pada kondisi seperti ini, transmisi
vertikal dari ibu yang berstatus HbsAg positif ke bayinya memegang peranan
penting. Di lain pihak, terdapat perbedaan patofisiologi antara infeksi Hepatitis B
yang terjadi pada awal kehidupan dengan infeksi Hepatitis B yang terjadi pada

masa dewasa. Infeksi yang terjadi pada awal kehidupan, atau bahkan sejak dalam
kandungan (transmisi dari ibu dengan HBsAg positif), membawa resiko kronisitas
sebesar 80-90%.
Resiko kematian yang terjadi pada infeksi HBV biasanya berhubungan
dengan kanker hati kronis atau sirosis hepatis yang terdapat pada 25% penderita
yang secara kronis terinfeksi sejak kecil. Jika tidak terinfeksi pada masa perinatal,
maka bayi dari ibu HBsAg positif tetap memiliki resiko tinggi untuk mengidap
infeksi virus Hepatitis B kronis melalui kontak orang ke orang (transmisi
horizontal) pada 5 tahun pertama kehidupannya Sedangkan infeksi pada masa
dewasa yang disebabkan oleh transmisi horizontal memiliki resiko kronisitas
hanya sebesar 5%.
Berdasarkan imunopatogenesis Hepatitis B, infeksi kronis pada anak
umumnya bersifat asimtomatik. Di satu pihak, anak tersebut tidak menyadari
bahwa dirinya sakit. Di pihak lain, anak tersebut merupakan sumber penularan
yang potensial.
Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B, maka kunci utama
adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi-bayi dengan
ibu yang memiliki status HbsAg positif.
.


1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Faktor Resiko
Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada anak-anak adalah
melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Resiko akan
menjadi lebih besar apabila sang ibu juga berstatus HbeAg positif. 70-90% dari
anak-anak mereka akan tumbuh dengan infeksi HBV kronis apabila tidak diterapi.
Pada masa neonatus, antigen Hepatitis B muncul dalam darah 2.5% bayi-bayi
yang lahir dari ibu yang telah terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran
infeksi dapat terjadi pula intra uterine. Dalam beberapa kasus, antigenemia baru
timbul kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi terjadi pada saat janin
melewati jalan lahir. Virus yang terdapat dalam cairan amnion, kotoran, dan darah
ibu dapat merupakan sumber. Meskipun umumnya bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi menjadi antigenemis sejak usia 2-5 tahun, adapula bayi-bayi yang lahir
dari ibu dengan HBsAg positif tidak terpengaruh hingga dewasa.(Zhang, 2004)
Anak-anak yang mengidap infeksi kronis Hepatitis B memiliki resiko
tinggi untuk memiliki penyakit hati yang berat, termasuk karsinoma primer sel
hati, seiring dengan bertambahnya usia. Pada umumnya jarang terjadi karsinoma

sel hati pada anak-anak karena puncaknya adalah pada dekade ke-5 kehidupan,
namun beberapa kasus dapat pula terjadi pada anak-anak. Resiko tertinggi
umumnya terjadi pada bayi-bayi yang terpapar infeksi saat lahir atau pada awalawal masa kanak-kanak.
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai transmisi yang terjadi pada
anak-anak dengan ibu yang memiliki status HBsAg negatif. Transmisi dapat
terjadi sebelum anak-anak tersebut menerima vaksinasi Hepatitis B sesuai
jadwalnya. Resiko tertinggi terjadinya transmisi pada anak-anak dengan ibu yang
status HBsAgnya negatif adalah melalui terjadinya imigrasi. (Lu, 2004)
Ditemukan bahwa tanpa resiko persalinan yang tinggi, maka jarang terjadi
infeksi virus Hepatitis B kronis pada perinatal, kecuali pada bayi-bayi dengan
nilai Apgar yang rendah. Hal ini mungkin berhubungan dengan terjadinya
peningkatan dan perbaikan pada perawatan sebelum kelahiran (prenatal
care/PNC). Bagaimanapun juga, status karier pembawa HBsAg positif merupakan
faktor resiko ibu dan neonatus, terutama pada negara-negara berkembang dimana
tingkat karier HBsAg cukup tinggi. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadinya infeksi virus Hepatitis B kronis pada

2

kehamilan dengan komplikasi pada populasi dengan tingkat infeksi virus Hepatitis

B kronis yang tinggi
II.2 Patofisiologi
Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi
mendapat infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu
menderita hepatitis akut pada trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg.
Bila ibu menderita Hepatitis pada trimester pertama, biasanya terjadi abortus.
Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa
perinatal, dan pada masa postnatal. (Matondang, 1984)
Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat
terjadi bila ada kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi
adalah intra uterine bila bayi sudah menunjukkan HBsAg positif pada umur satu
bulan. Karena sebagaimana diketahui masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara
40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari. (Matondang, 1984)
Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera
setelah lahir adalah kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi
perinatal, bayi memperlihatkan antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan
masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan melalui “maternal-fetal microtransfusion”
pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret yang infeksius pada jalan
lahir. (Matondang, 1984)
Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak

memegang peranan penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada
bayi kemungkinan lebih besar terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. (Zhang,
2004; Matondang, 1984) Antigen ini berhubungan dengan adanya defek respon
imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan tetap terjadi replikasi virus dalam
sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi intra uterin
lebih besar.
Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin
yang merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi adanya
32 plasenta dari ibu dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan menggunakan PAP
imunohistokimia, dan tidak menemukan adanya HBsAg. Dari hasil penelitian
diadapatkan bahwa HBV DNA didistribusikan tertama melalui sel desidua
maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada villi yang mengandung HBV
DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan adanya tingkat sel-sel yang
positif mengandung HBsAg dan HbcAg proporsinya secara bertahap menurun

3

dari plasenta sisi maternal ke sisi fetus (sel desidua > sel trofoblas > sel vilus
mesenkim > sel endotel kapiler vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel
pada plasenta sehingga sangat menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana

HBV menginfeksi sel-sel dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler
vilus. (Roshan, 2005; Lu, 2004)
HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel
mesenkim vilus dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya
infeksi pada janin.HBV terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi
berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan HbcAg ditemukan di sel epidermis
amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan bahwa juga
memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina. HBV dari cairan
vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian menginfeksi sel-sel
dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu. (Lu, 2004)
Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel
spermatogenik dan sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut,
terjadi sequencing pada anak-anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama
berada pada plasma ovum dan sel interstitial. Oosit merupakan salah satu bagian
yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi HBV melalui oosit dapat
terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi melalui plasenta dari darah
ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui vagina dan
oosit. (Lu, 2004)
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum
aktif. Transmisi transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada

trimester ketiga dan secara kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status
imunologis ibu dan antibodi merupakan komponen kritis untuk kualitas dan
spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI memperpanjang masa transfer pasif
IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi yang ada melindungi
terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun yang
memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya produksi
antibodi yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi
untuk berespon terhadap imunisasi. (Domain, 2006)
Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada
repertoire B- dan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap limfosit
yang polos ini meningkat dengan cepat karena banyaknya paparan terhadap
antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam setelah kelahiran,

4

beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri membentuk
koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T repertoire
untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting
artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan
penanda penting dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon

aktif ini menentukan efikasi dan keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi.
(Domain, 2006)
II. 3 Diagnosis
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan
HBeAg, dimana Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa infeksi
akut. Jika infeksi yang terjadi bersifat self-limited, maka HBsAg telah hilang
sebelum serum anti-HBs terdeteksi (menandakan window period dari infeksi).
Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis B
akut tepat sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan dites
segera saat melahirkan, jika tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita
tersebut sakit, maka tes dibutuhkan untuk menentukan status HBsAg yang
terakhir (imun atau karier), terutama jika tes sebelumnya belum lengkap. Wanita
hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki riwayat kontak
Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera setelah
melahirkan. (Freij, 1999)
Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memeriksa anti-HBs, HBsAg,
dan anti-HBc. Jika kadar anti-HBs lebih besar dari 100mIU/mL, maka orang
tersebut dinyatakan imun. Konsentrasi antara 10-100 mIU/mL dinyatakan
memiliki titer rendah. Seseorang dinyatakan sebagai karier jika status HBsAg nya
tetap positif dalam 6 bulan.(Snyder, 2000)

AxSYM adalah penanda mikropartikel dari enzim yang digunakan untuk
mendeteksi secara kualitatif kadar HBsAg pada serum neonatus, dewasa, dan
anak-anak. Marker ini digunakan sebagai perangkat diagnosis infeksi akut
maupun kronis virus Hepatitis B yang berhubungan dengan hasil laboratorium dan
gejala klinis lainnya.Marker ini juga dapat digunakan pada wanita hamil.
(Waknine, 2006)
ARCHITECT AUSAB Reagen Kit adalah marker penanda mikropartikel
chemiluminescent yang digunakan untuk menentukan kadar anti HBs secara
kuantitatif pada plasma dan serum orang dewasa, neonatus, dan anak-anak.

5

Perangkat ini digunakan untuk pengukuran kuantitatif reaksi antibodi setelah
vaksinasi Hepatitis B, menentukan status imun terhadap HBV, dan menegakkan
diagnosis penyakit Hepatitis B jika digunakan bersama hasil laboratorium dan
gejala klinis lainnya. (Waknine, 2006)
Diagnosis serologis
1.
Adanya HBsAg dalam serum tanpa adanya gejala klinik menunjukkan
bahwa penderita adalah pembawa HBsAg, yang merupakan sumber yang

penting untuk penularan.
2.

Adanya HbeAg dalam serum memberi petunjuk adanya daya penularan
yang besar. Bila ia menetap lebih dari 10 minggu, merupakan petunjuk
terjadinya proses menahun atau menjadi pembawa virus.

3.

Adanya anti HBc IgM dapat kita pakai sebagai parameter diagnostik
adanya HBV yang akut, jadi merupakan stadium infeksi yang masih akut.

4.

Adanya anti HBc IgG dapat dipakai sebagai petunjuk adanya proses
penyembuhan atau pernah mengalami infeksi dengan HBV.

5.

Adanya anti HBsAg menunjukkan adanya penyembuhan dan resiko
penularan menjadi berkurang dan akan memberi perlindungan pada infeksi
baru.

6.

Adanya anti HbeAg pertanda prognosis baik.

(Matondang, 1984)
Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu
pemeriksaan rutin antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV kronis
memiliki efek samping terhadap kehamilan, namun ditemukan bahwa infeksi
HBV kronis berhubungan dengan beberapa peningkatan kejadian pada fetal
distress, kelahiran prematur, dan peritonitis akibat aspirasi mekonium.
Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan
aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan. (Zhang, 2004)
Kriteria ibu mengidap Hepatitis B kronis:
1.
Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan
dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.
2.

Bila
status
HBsAg
positif
disertai
dengan
SGOT/SGPT, ,maka status ibu adalah pengidap Hepatitis B.

6

peningkatan

3.

Bila diseertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari
3 kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka
status ibu adalah penderita Hepatitis B kronis.

4.

Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg
positif. (Matondang, 1984)

II. 4 Penatalaksanaan bayi dengan ibu HbsAg positif
Pada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit
dan 5 menit yang lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini dimungkinkan
karena adanya kecenderungan bahwa bayi dengan ibu HBsAg+ lahir prematur
sebelum 34 minggu.
Status
Maternal

Bayi dgn berat >= 2000 gram

Bayi dengan berat < 2000
gram

HbsAg (+)
positif

Vaksin Hepatitis B dan HBIG
dalam 12 jam setelah kelahiran

Vaksin Hepatitis B dan HBIG
dalam 12 jam setelah
kelahiran

Vaksinasi sebanyak 3 kali, yaitu
pada usia 0, 2, dan 6 bulan

Vaksinasi sebanyak 4 kali,
yaitu pada usia 0, 1, 2-3 bulan,
dan 6-7 bulan

Periksa kadar anti HBs dan
HBsAg pada usia 9 dan 15 bulan

Periksa kadar anti HBs dan
HBsAg pada usia 9 dan 15
bulan

Jika HBsAg dan anti HBs pada
bayi negatif (-), berikan
vaksinasi ulang 3 kali dengan
interval 2 bulan, kemudian
kembali periksa.

Jika HBsAg dan anti HBs
pada bayi negatif (-), berikan
vaksinasi ulang 3 kali dengan
interval 2 bulan, kemudian
kembali periksa

Vaksin Hepatitis B (dalam 12
hari) dan HBIG (dalam 7 hari)
jika hasil tes menunjukkan ibu
HBsAg +.

Vaksin Hepatitis B dan HBIG
dalam 12 jam.

Segera periksa kadar HBsAg ibu

Jika hasil tes HbsAg ibu
belum diketahui dalam 12
jam, berikan bayi vaksin

Jika kadar
HBsAg tidak
diketahui

7

HBIG.
HBsAg
negatif (-)

Sebaiknya tetap lakukan
vaksinasi Hepatitis B segera
setelah lahir

Vaksinasi Hepatitis B pertama
dalam 30 hari setelah
kelahiran jika keadaan klinis
baik.

Vaksinasi 3 kali pada usia 0-2
bulan, 1-4 bulan, dan 6-18 bulan.

Vaksinasi 3 kali pada usia 1-2
bulan, 2-4 bulan, dan 5-18
bulan.

Vaksinasi kombinasi Hepatitis B
lainnya dapat diberikan dalam
waktu 6-8 minggu.

Vaksinasi kombinasi Hepatitis
B lainnya dapat diberikan
dalam waktu 6-8 minggu

Tidak diperlukan tes ulang
terhadap kadar anti HBs dan
HbsAg

Tidak diperlukan tes ulang
terhadap kadar anti HBs dan
HbsAg

(Jill, 2005)
Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan BBLR
harus divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. (Jill, 2005;
Snyder, 2000; Duarte, 1997) Karena reaksi antibodi bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan dengan bayi dengan berat
badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi kecil tersebut juga harus
mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Bayi-bayi
dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin HBIG
secepatnya setelah status HBsAg positif ibu diketahui, namun sebaiknya vaksin
diberikan sebelum tujuh hari setelah kelahiran bayi tersebut. (Jill, 2005; Pujiarto,
2000)
Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi
preterm, tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin
Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan berat badan
lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B sesuai dengan
jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar antibodi anti-HBs dan kadar
HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi vaksinasinya. Jika
kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi tersebut dapat diberikan
tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan interval 2 bulan dan tetap
memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg nya. Jika kedua tes tersebut
tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut dikategorikan tidak terinfeksi

8

Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan sebagai anak yang tidak berespon
terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan pemberian vaksin tambahan. (Jill, 2005;
Matondang, 1984)
Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu dengan
HBsAg positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah
kelahiran, dan 3 dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus diberikan sejak bayi
berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang mengandung komponen Hepatitis B
belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi yang lahir dari ibu dengan
HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg positif harus diperiksan kadar
antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan (anti-HBS, atau Hepatitis B
surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan 15 bulan, sesudah melengkapi
serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat mengatakan bahwa tes serologis
terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat dilakukan 1-3 bulan setelah selesai
melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B. (Snyder, 2000)
Menurut meta-analisis terkini pemberian segera vaksin baik berupa
rekombinan maupun vaksin plasma yang diikuti pengulangan pada bulan kedua
dan keenam sejak kelahiran bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif dapat
mengurangi kejadian dari Hepatitis B bila dibandingkan dengan pemberian
placebo (RR 0,28, 95% CI 0,20-0,40), sedangkan vaksinasi ditambah pemberian
HBIg mengurangi kejadian lebih banyak lagi (RR 0,54, 95% CI 0,41-0,73).
Angka dari penelitian ini menegaskan pemberian vaksinasi dapat menurunkan
kejadian sebanyak hampir 30%, sedangkan pemberian vaksin ditambah HBIg
dapat menurunkan angka kejadian hingga 50%. (Lee, 2006)
Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut.
Bayi-bayi preterm yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh berbagai
produk darah melalui prosedur-prosedur bedah yang secara teoritis tentu saja
meningkatkan predisposisi terkena infeksi. Pemberian vaksin lebih awal juga akan
memperbaiki jika status maternal HBsAg positif dan juga menghindarkan
terpaparnya bayi dari anggota keluarga lainnya yang juga HBsAg positif. Hal ini
juga menyingkirkan kemungkinan adanya demam yang disebabkan oleh
pemberian vaksin lainnya.
Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan
merupakan pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli
menganjurkan untuk tetap melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah melengkapi
jadwal imunisasi dasar.

9

II. 5 Imunoprofilaksis untuk Hepatitis B
Imunisasi sesuai jadwal pada anak-anak dengan suspek kontak positif
adalah cara preventif utama untuk mencegah transmisi. Untuk mengurangi dan
menghilangkan terjadinya transmisi Hepatitis B sedini mungkin, maka dibutuhkan
imunisasi yang sifatnya universal. Secara teoritis, vaksinasi Hepatitis B
dianjurkan pada semua anak sebagai bagian dari salah satu jadwal imunisasi rutin,
dan semua anak yang belum divaksinasi sebelumnya, sebaiknya divaksin sebelum
berumur 11 atau 12 tahun.
Imunoprofilaksis dengan vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis
B segera setelah terjadinya kontak dapat mencegah terjadinya infeksi setelah
terjadi kontak dengan virus Hepatitis B. Sangat penting dilakukan tes serologis
pada semua wanita hamil untuk mengidentifikasi apakah bayi yang dikandung
membutuhkan profilaksis awal, tepat setelah kelahirannya untuk mencegah infeksi
Hepatitis B yang terjadi melalui transmisi perinatal. (Pujiarto, 2000)
Bayi yang menjadi karier HBV kronis karena imunoprofilaksis yang tidak
sempurna, kemungkinan besar terinfeksi saat berada dalam kandungan, atau ibu
bayi tersebut memiliki jumlah virus yang sangat banyak atau terinfeksi oleh virus
yang telah bermutasi dan lolos dari vaksinasi. Apabila infeksi telah terjadi
transplasenta, vaksin HBIg dan HBV tidak dapat mencegah infeksi. (Roshan,
2005)

10

BAB III
KESIMPULAN


Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada bayi dan anak-anak

adalah melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif.


Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada

masa perinatal, dan pada masa postnatal.


Imunisasi sesuai jadwal pada orang-orang dengan suspek kontak positif

adalah cara preventif utama untuk mencegah transmisi.


Bayi preterm maupun aterm yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif,

maka tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin
Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya.

11

DAFTAR PUSTAKA
Baley Jl, Leonard Eg, 2005, The Immunologic Basis For Neonatal Immunizations,
http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/6/10/e463#sec2 ,
Coleman PF, 2006, Detecting Hepatitis B Surface Antigen Mutants,
http://www.medscape.com/viewarticle/522896_4 , 29 Juli 2006
Domain T, 2005, Health Tips (Jaundice),
http://www.doctorsofbangladesh.com/healthtips(jaundice).htm , 29 Juli
2006
Duarte G, et.al., 1997, Frequency of pregnant women with HBsAg in a Brazilian
community, http://www.scielosp.org/scielo.php/lng_en , 29 Juli 2006
Freij BJ, Sever JL. 1999, Hepatitis B. In: Avery GB, Fletcher MA, MacDonald
MG, eds. Neonatology, Pathophysiology and Management of the
Newborn. 5th ed. Philadelphia: Lippincott-Williams and Wilkins; p1146-9.
Hidayat B, 2001, Hepatitis B. In:Ranuh IGN et.al., Buku Imunisasi di Indonesia,
1st ed.IDAI: Jakarta, p83-6
Kusumobroto H., 2003, Pandangan Terkini Hepatitis Virus B dan C dalam
Praktek Klinik, http://www.pgh.or.id/RSH03_dl.html , 29 Juli 2006
Lee, Chuanfang et al. 2006. Effect of hepatitis B immunisation in newborn infants
of mothers positive for hepatitis B surface antigen: systematic review and
meta-analysis. British Medical Journal 10.1/1136. London
Lu CY, et.al., 2004, Waning immunity to plasma-derived hepatitis B vaccine and
the need for boosters 15 years after neonatal
vaccination,http://www.natap.org/2004/HBV/121304_04.htm#top , 29 Juli
2006
Matondang CS, Akib AAP, 1984, Hepatitis B, eds. Ikterus Pada Neonatus, FKUI,
h73-9
Onakewhor JUE, Offor E, 2002, Seroprevalence of maternal and neonatal
antibodies to human immunodeficiency and hepatitis B viruses in Benin
City, Nigeria,http://www.ajol.info/admin/user/order.php?
jid=61&id=2301 , 29 Juli 2006
Pujiarto PS, et.al., 2000, Bayi Terlahir dari Ibu Pengidap Hepatitis B, eds. Sari
Pediatri, Vol.2. no.1, IDAI, h.48-9
Roshan, Mohammad-Reza Hassanjani MD., 2005, Efficacy of HBIG and Vaccine
in Infants of HbsAg Positive Carrier
Mothers,http://www.ams.ac.ir/AIM/0251/contents0251.htm , 29 Juli 2006
Snyder JD, Pickering LK. Viral hepatitis. In: Kliegman RM, Jenson HB, 2000,
eds.Nelson Textbook of Pediatrics. 16th ed. Philadelphia: WB Saunders;
p768-73.
Tse KY, et.al., 2005, The impact of maternal HBsAg carrier status on pregnancy
outcomes: A case-control study, http://www.natap.org/pageone.htm, 29
Juli 2006

12

Waknine Y, 2006, FDA Approvals: AxSYM HBsAg, INTACS, Palmaz
Blue,http://www.medscape.com/resource/hbv , 29 Juli 2006
Zhang SL, et.al., 2004, Mechanism of intrauterine infection of hepatitis B
virus,http://www.wjgnet.com/1007-9327/9/108.asp , 29 Juli 2006

13