Identitas Nasional PKn Tema Identitas Nasional

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)
TUGAS 6
IDENTITAS NASIONAL

NAMA : Metry Septiany
NPM : F1B014030

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
SELASA, 24 MARET 2015

DAFTAR ISI
Daftar Isi.........................................................................................................................

i

A.pengertian identitas nasional.......................................................................................

1

B.Faktor-Faktor Yang Mendukung Kelahiran Identitas Nasional..................................


1

C. Unsur-Unsur Identitas Nasional.................................................................................

2

D. Keterkaitan Identitas Nasional Dengan Globalisasi...................................................

3

E.Pancasila Sebagai Kepribadian Dan Identitas Nasional..............................................

6

F.Keterkatan Identitas Nasional Dengan Integrasi Intergasi Nasional Indonesia...........

7

Daftar Pustaka.................................................................................................................


ii

A. Pengertian Identitas Nasional
Istilah identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan
pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendirisendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian
pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara
historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan maka
identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau yang
lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Jika kepribadian sebagai suatu identitas dari suatu bangsa, maka persoalannya adalah
bagaimana pengertian suatu bangsa itu. Bangsa pada hakikatnya aalah sekelompok besar
manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai
persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama mendiami suatu
wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”
B. Faktor-faktor yang Mendukung Kelahiran Identitas Nasional
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memilki sifat, ciri khas serta keunikan
sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh factor-faktor yang mendukung kelahiran identitas
nasional tersebut. Adapun factor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa

Indonesia meliputi (1) factor objektif, yaitu meliputi factor geografis, ekologis, dan
demografis, (2) factor subjektif, yaitu factor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang
dimilki bangsa Indonesia.
Robert de Ventos mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu
bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat factor penting, yaitu factor primer, faktor
pendorong, faktor penarik, dan faktor reaktif.
Faktor pertama, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya.
Bagi bangsa Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama, wilayah
serta bahasa daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan
masing-masing.
Faktor kedua, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan bernegara. Dalam hubungan
ini bagu suatu bangsa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan negara
dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang dinamis.

Faktor ketiga, meliputi kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa
telah merupakan bahasa persatauan dan kesatuan nasional sehingga bahasa Indonesia dipilih
sebagai bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia.
Faktor keempat, meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif

melalui memori kolektif rakyat. Bangsa Indonesia yang hampir tiga setengah abad dikuasai
oleh bangsa lain sangat dominan dalam mewujudkan faktor keempat melalui memori kolektif
rakyat Indonesia.
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut
1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih
kurang selama 350 tahun
2.

Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan

3. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang
sampai Merauke
4. Adanya cita-cita, tujuan dan visi bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai
suatu bangsa
C. Unsur-Unsur Identitas Nasional
Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:
1. Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir),
yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak
sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.
2. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yan

tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha
dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi
negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi
negara dihapuskan.
3. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan
digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan bendabenda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami sebagai
system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang
digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.

Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut :
·

Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan
Ideologi Negara

·


Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.

·

Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam
suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan.
Menurut sumber lain ( http://goecities.com/sttintim/jhontitaley.html) disebutkan bahwa:
Satu jati diri dengan dua identitas:

1. Identitas Primordial
·

Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: jawab, batak, dayak, bugis, bali,
timo, maluku, dsb.

·

Orang dengan berbagai latar belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, dan

sebagainya.

2. Identitas Nasional
·

Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya.

·

Perlu diruuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah
suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut
dengan bangsa lain.

·

Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh
kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, era globalisasi
dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia.
D. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Globalisasi
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan

tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa
ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era
Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai
yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif.
Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa
Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi,

pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas
wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental
itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya
masing-masing
Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka,
dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan
funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa
pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah
ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri
negara kita dalam Pembukaan, khususnya dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya,
yaitu : “Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia“ yang diberi penjelasan : ”

Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat
Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan
di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan
harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahanbahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina
dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa
dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang
dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952 Kata
"globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga
tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan
negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk
diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek

kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini

menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi
oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu
keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak
lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para
penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20
dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak
fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan
komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya
perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
1. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
2. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu
individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
3. Berkembangnya turisme dan pariwisata.

4. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
5. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
6. Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
Munculnya arus globalisme yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang sedang
berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa. Sebagai bangsa yang
masih dalam tahap berkembang kita memang tidak suka dengan globalisasi tetapi kita tidak
bisa menghindarinya. Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor kuda liar
kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang malah menunggangi
kita. Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah bagaimana kita bisa
memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir dan bertindak.
Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini adalah masih
banyaknya kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang masih lebar. Dari beberapa
persoalan diatas apabila kita mampu memaknai kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari
diri kita masing-masing untuk bisa menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka
globalisasi akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga.

E. Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki
sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Tatkala bangsa Indonesia berkembang menujufase nasionalisme modern, diletakanlan
prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan bernagara.
Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari filsafat hidup
bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara
yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan Negara berakar pada pandangan hidup yang
bersumber pada kepribadiannya sendiri. Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai
dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai
budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa.
Jadi, filsafat pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan suatu rezim atau
penguasa melainkan melalui suatu historis yang cukup panjang. Sejarah budaya bangsa
sebagai akar Identitas Nasional. Menurut sumber lain :
Ada yang menyebutkan bahwa : kegagalan dalam menjalankan dan medistribusikan
output berbagia agenda pembangnan nasional secaralebih adil akan berdampak negatif pada
persatuan dan kesatuan bangsa. Pada titik inilah semangat Nasionalisme akan menjadi slah
satu elemen utama dalam memperkuat eksistensi Negara/Bangsa. Study Robert I Rotberg
secara eksplisit mengidentifikasikan salah satu karakteristik penting Negara gagal (failed
states) adalah ketidakmampuan negara mengelola identitas Negara yang tercermin dalam
semangat nasionalisme dalam menyelesaikan berbagai persoalan nasionalnya.
Ketidakmampuan ini dapat memicu intra dan interstatewar secara hamper bersamaan.
Penataan, pengelolaan, bahkan pengembangan nasionalisme dalam identitas nasional, dengan
demikian akan menjadi prasyarat utama bagi upaya menciptakan sebuah Negara kuat (strong
state). Fenomena globalisasi dengan berbagai macam aspeknya seakan telah meluluhkan
batas-batas tradisional antarnegara, menghapus jarak fisik antar negara bahkan nasionalisme
sebuah negara. Alhasil, konflik komunal menjadi fenomena umum yang terjadi diberbagai
belahan dunia, khususnya negara-negara berkembang. Konflik-konflik serupa juga melanda
Indonesia.
Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa Indonesia dihadapkan pada pentingnya
menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan operatif.Identitas nasional kita
terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional. Konsensus
dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

Revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi Pancasila sebagai ideologi
bangsa dan negara. Karena ideologi adalah belief system, pedoman hidup dan rumusan citacita atau nilai-nilai (Sergent, 1981), Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan sehingga
seolah tampak nyata dan personalistik. Slogan seperti "Membela Pancasila Sampai Mati" atau
"Dengan Pancasila Kita Tegakkan Keadilan" menjadikan Pancasila seolah dikepung ancaman
dramatis atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas instrumen tujuan.
Akibatnyakekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak menjadi pantulan
realitas kehidupan masyarakat.
Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi, sebagai cita-cita. Maka secara
otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah sadar rakyat, pencapaian cita- cita, seperti
kehidupan rakyat yang adil dan makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap. Dengan
demikian, kita lebih leluasa untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai cita-cita itu.
Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah cita-cita, hal penting lain yang
dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski
dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali
kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita
mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong.
Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna penerapan
Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila, Gotong
Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
F. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Integrasi Nasional Indonesia
Berbagai peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya persatuan
dan kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi negeri yang besar. Besarnya
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah mengalami proses kejayaan yang cukup lama,
karena pada waktu itu persatuan cenderung dipaksakan melalui ekspansi perang dengan
menundukkan Negara- Negara tetangga.
Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang
sebelum proklamasi tersebut telah didasari keinginan kuat dari seluruh elemen bangsa
Indonesia untuk bersatu dengan mewujudkan satu cita-cita yaitu bertanah air satu tanah air
Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa
persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928).

DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Kaelan dan Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Edisi pertama. Yogyakarta
: Paradigma.
Ms Bakry, N .2008. Pendidikan Kewarganegaraan . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syarbani,S. 2006. Membangun Karakter
Kewarganegaraan. UIEU – University Press.

dan

Kepribadian

melalui

Pendidikan