Peran Pendidikan Dalam Perubahan Sosial

i

MAKALAH
PERAN PENDIDIKAN DALAM PERUBAHAN SOSIAL

Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Landasan Kependidikan

Oleh:
NARSIM
LALU JAPARUDIN
JATMIKO

NIM 0102514050
NIM 0102514069
NIM 0102514070

PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
KONSENTRASI KEPENGAWASAN
2014


ii

PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, maha pengasih lagi maha penyayang yang

telah melimpahkan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Peran Pendidikan dalam Perubahan Sosial sebagai tugas Landasan Kependidikan.

Makalah ini mencoba untuk mengkaji peran pendidikan dalam perubahan sosial
masyarakat di Indonesia. Pemasalahan utama dalam makalah ini yaitu : (1) bagaimana
perubahan sosial yang sedang terjadi di indonesia saat ini, (2) bagaimana kondisi
pendidikan kita saat ini dan (3) bagaimana peran pendidikan dalam perubahan sosial
masyarakat di indonesia. Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia dikaji dari sudut
padang pendidikan secara holistik. Kajian tersebut kemudian disusun dalam empat
bagian yaitu : (1) Pendahuluan; (2) Kajian Teori, (3) Pembahasan, dan (4) Penutup.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini mungkin masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak, utamanya pembaca skripsi ini demi perbaikan dan penyempurnaan
skripsi.

Akhirnya, semoga skripsi ini benar-benar dapat memberikan sumbangsih dan
manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun para pemabaca umumnya. Amin.

Semarang, 13 Oktober
Penulis

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI . ..................................................................................................... iii
A.

PENDAHULUAN
1. Kebermasalahan ...........................................................................................
2. Perumusan Masalah .....................................................................................

1
2


B.

KAJIAN TEORI
1. Perubahan Sosial ..........................................................................................
a. Definisi Perubahan Sosial......................................................................
b. Teori Perubahan Sosial .........................................................................
c. Bentuk Perubahan Sosial ......................................................................
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial..........................
e. Tahap-tahap Perubahan Sosial .............................................................
2. Pendidikan ....................................................................................................
a. Definisi Pendidikan ...............................................................................
b. Tujuan Pendidikan ................................................................................
c. Fungsi Pendidikan .................................................................................
3. Hubungan Perubahan Sosial dengan Pendidikan.........................................

3
3
3
4

6
6
7
7
8
8
9

C.

PEMBAHASAN
1. Perubahan Sosial yang Sedang Terjadi di Indonesia ....................................
2. Kondisi Pendidikan Indonesia saat Ini ..........................................................
a. Kurikulum..............................................................................................
b. Kelembagaan ........................................................................................
c. Profesionalisme Guru ...........................................................................
d. Strategi Pembelajaran ..........................................................................

10
11

11
12
13
14

3. Peran Pendidikan dalam Perubahan Sosial ..................................................
a. Berpikir Kritis dan Inovatif ....................................................................
b. Mendorong Sikap Menghargai Hasil Karya Seseorang dan Keinginan
untuk maju............................................................................................
c. Toleransi terhadap Perbuatan Menyimpang yang bukan Merupakan
Pelanggaran Hukum..............................................................................
d. Sistem Pelapisan Masyarakat yang Terbuka.........................................
e. Pemahaman atas Keberadaan Masyarakat yang Hetrogen .................
f. Orientasi ke Masa Depan......................................................................

15
15
16
16
17

18
18

iv

g. Pandangan Bahwa Manusia harus Senantiasa Mmeperbaiki Hidupnya
.............................................................................................................. 19
D.

PENUTUP
1. Simpulan .......................................................................................................
2. Saran.............................................................................................................

20
21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

22


1

A. PENDAHULUAN

1. Kebermasalahan
Saat ini perkembangan jaman telah membawa dampak perubahan pada
berbagai aspek. Dampak perubahan yang terjadi begitu cepat dan mudah
diamati yaitu aspek sosial. Perubahan sosial yang terjadi bukan hanya menuju
ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran. Hal itu
sudah terjadi sejak jaman dahulu. Ada kalanya perubahan-perubahan yang
terjadi berlangsung demikian cepatnya, sehingga membingungkan manusia
yang menghadapinya. Setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakat selalu
memunculkan resiko kehidupan sosial atau ketidakpastian sosial. Tatanan
sosial yang baru (modern) lebih menekankan pada rasionalisasi yang bersifat
progresif dalam dunia kemasyarakatan. Masyarakat yang mengalami
transformasi, menganggap solidaritas bukan lagi menjadi prioritas, melainkan
lebih individualis atau berorientasi pada pertimbangan untung rugi.
Berbagai media baik cetak maupun elektronik menampilkan perilaku
sosial masyarakat seperti korupsi, kekerasan, perusakan, kejahatan seksual,
pencurian, dan lain sebagainya. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat

untuk menuntut ilmu dan mendidik siswa menjadi manusia berakal
nampaknya berbanding terbalik. Siswa melakukan tindakan

melanggar

norma sosial misalnya tindakan asusila, tawuran, tidak jujur dan tindakan lain
yang melanggar nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Di samping itu, masalah
ketidakdisiplinan pelajar pada jam belajar sekolah yang lebih mementingkan
urusan pribadi atau kelompok dengan berkunjung ke mall atau bergerombol
di

taman,

warnet

atau

tempat-tempat

(http://www.merdeka.com/tag/k/kenakalan-remaja,


santai

diakses

8

lainnya
September

2014).
Pemerintah sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya mengatasi
maslah sosial melalui pendidikan dengan membuat perundang-undangan
pendukung dan melakukan perubahan kurikulum. Namun upaya ini belum
berhasil dan masih dikaji ulang. Pemerintah tidak bisa disalahkan secara

2

sepihak karena menghilangkan masalah sosial bukan merupakan hal yang
mudah, butuh waktu, biaya dan usaha yang maksimal secara terus menerus.

Lembaga pendidikan (sekolah) sering dianggap sebagai salah satu
lembaga sosial yang paling konservatif dan statis di masyarakat. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal kurang mampu mengikuti dan
menanggapi arus perubahan cepat yang terjadi di masyarakat. Supaya
kegiatan pendidikan mampu membekali siswa menghadapi tantangan
hidupnya di masa depan, perlu dilakukan antisipasi apa yang menjadi
tantangan hidup mereka di masa depan.
Begitu cepatnya perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat sering
memunculkan fenomena-fenomena di masyarakat dan dikaitkan dengan dunia
pendidikan. Karena hal tersebut ada yang menuding kegagalan dunia
pendidikan dalam membina moralitas peserta didiknya. Timbul pertanyaan di
benak kita dimana peran pendidikan dalam mengatasi persoalan sosial
masyarakat. Persoalan ini menjadi menarik untuk diperbicangakan dan dikaji
lebih lanjut dalam pembahasan makalah ini.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana perubahan sosial yang sedang terjadi di Indonesia saat ini?
b. Bagaimana kondisi pendidikan kita saat ini?
c. Bagaimana peran pendidikan dalam perubahan sosial masyarakat di

Indonesia?

3

B. KAJIAN TEORI

1. Perubahan Sosial
a. Definisi Perubahan Sosial
Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya
bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu
perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam
lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi
sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga
masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan
mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 2000).
William F. Ogburn dalam Moore (2002), berusaha memberikan
suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan
sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial
diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi masyarakat.
Dengan kata lain perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan
pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya
pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola
perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari
kelompok-kelompok sosial.
b. Teori perubahan sosial
1) Teori Evolusi (Evolutionary Theory)
Menurut James M. Henslin (2007), terdapat dua tipe teori evolusi
mengenai cara masyarakat berubah, yakni teori unilinier (semua
sama) dan teori multilinier (tidak semua masyarakat sama). Inti teori

4

evolusi, ialah asumsi mengenai kemajuan budaya, di mana
kebudayaan Barat dianggap sebagai tahap kebudayaan yang maju
dan superior/sempurna.
2) Teori Siklus (Cyclical Theory)
Menurut PB Horton dan CL Hunt (1992), para penganut teori siklus
juga melihat adanya sejumlah tahapan yang harus dilalui oleh
masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa proses perubahan
masyarakat bukannya berakhir pada tahap “terakhir” yang sempurna,
tetapi berlanjut menuju tahap kepunahan dan berputar kembali ke
tahap awal untuk peralihan selanjutnya.
3) Teori Fungsionalis (Functionalist Theory)
Penganut

teori

ini

memandang

setiap

elemen

masyarakat

memberikan fungsi terhadap elemen masyarakat lainnya. Perubahan
yang muncul di suatu bagian masyarakat akan menimbulkan
perubahan pada bagian yang lain pula. Perubahan dianggap
mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan itu
berhenti pada saat perubahan tersebut telah diintegrasikan ke dalam
kebudayaan (menjadi cara hidup masyarakat).
4) Teori Konflik (Conflict Theory)
Menurut pengikut teori ini, yang konstan dalam kehidupan
masyarakat adalah konflik sosial, bukannya perubahan. Perubahan
hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik dalam masyarakat,
yakni terjadinya pertentangan antara kelas kelompok penguasa dan
kelas kelompok tertindas. Oleh karena konflik sosial berlangsung
secara terus menerus, maka perubahanpun juga demikian adanya.
Menurut Karl Marx, konflik kelas sosial merupakan sumber yang
paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
Perubahan akan menciptakan kelompok dan kelas sosial baru.
c. Bentuk perubahan sosial
Bentuk perubahan sosial yaitu (Henslin, 2007; PB Horton dan CL
Hunt, 1992; Soerjono Soekanto, 2000):

5

1) Perubahan Sosial secara Lambat
Perubahan sosial secara lambat dikenal dengan istilah evolusi,
merupakan perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan
rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti. Ciri
perubahan secara evolusi ini seakan perubahan itu tidak terjadi di
masyarakat, berlangsung secara lambat dan umumnya tidak
mengakibatkan disintegrasi kehidupan.
2) Perubahan Sosial secara Cepat
Perubahan sosial yang berjalan cepat disebut revolusi. Selain terjadi
secara cepat, juga menyangkut hal-hal yang mendasar bagi
kehidupan masyarakat serta lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan
sering menimbulkan disintegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi
dan politik.
3) Perubahan Sosial Kecil
Perubahan sosial kecil merupakan perubahan yang terjadi pada
unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung
/ berarti bagi masyarakat karena tdak berpengaruh terhadap berbagai
aspek kehidupan dan lembaga kemasyarakatan.
4) Perubahan Sosial Besar
Perubahan sosial besar merupakan perubahan yang dapat membawa
pengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan serta menimbulkan
perubahan pada lembaga kemasyarakatan seperti yang terjadi pada
masyarakat yang mengalami proses modernisasi - industrialisasi.
5) Perubahan Sosial yang Direncanakan
Perubahan Sosial yang direncanakan atau rekayasa sosial “social
engineering”

merupakan

perubahan

direncanakan terlebih dahulu oleh

yang

diperkirakan

atau

pihak-pihak yang akan

mengadakan perubahan di dalam masyarakat (agent of change).
6) Perubahan Sosial yang Tidak Direncanakan
Perubahan sosial yang tidak direncanakan (tidak dikehendaki)
merupakan perubahan yang berlangsung tanpa direncanakan /

6

dikehendaki oleh masyarakat dan di luar jangkauan pengawasan
masyarakat. Bisa terjadi, perubahan yang tidak direncanakan/tidak
dikehendaki ternyata diharapkan dan diterima oleh masyarakat,
seperti reformasi yang terjadi di Indonesia.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial
Menurut Soekanto (2000), penyebab perubahan sosial dalam suatu
masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan
luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri antara
lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru,
pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi.
Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik
sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
e. Tahap-tahap perubahan sosial
Menurut Soekanto (1981: 95), suatu proses perubahan tentang
struktur dan fungsi sistem- sistem sosial setidaknya terjadi dalam tiga
tahap:
1) Invensi; yakni suatu proses dimana perubahan itu didasari dari dalam
masyarakat itu sendiri, diciptakan oleh masyarakat itu sendiri yang
kemudian munculah perubahan- perubahan.
2) Diffusi; dimana ide- ide atau gagasan yang didapat dari luar itu
kemudian dikomunikasikan dalam suatu masyarakat.
3) Konsekwensi; yaitu adanya hasil dari pada adopsi terhadap
perubahan tersebut. Suatu perubahan yang terjadi baik dari faktorfaktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri maupun berasal dari
luar masyarakat itu (hasil teknologi baru) tidak selalu menghasilkan
akibat- akibat yang sama. Adakalanya terjadi perubahan kecil yang
dampaknya kurang berarti, akan tetapi telah terjadi suatu perubahan.
Di lain pihak akan terlihat bahwa dalam berbagai bidang perubahan
terjadi dengan lambat sekali di dalam suatu masyarakat, dalam hal
ini diwakili oleh para pemimpinnya. Dari suatu proses perubahan
akan lebih mudah terjadi apabila masyarakat yang bersangkutan

7

bersikap terbuka terhadap hal- hal atau masalah baru baik dari luar
maupun dari dalam.
2. Pendidikan
a. Definisi Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara
dan membentuk latihan. Pendidikan selanjutnya diartikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
(Sugihartono, 2007:3).
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
George F. Kneller dalam bukunya yang berjudul: Foundations of
Education mengatakan bahwa pendidikan dapat dipandang dalam arti
luas dan dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan dalam arti proses.
Pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang
mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau
perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik
(physical ability) individu. Pendidikan dalam artian ini berlangsung terus
(seumur hidup) (Siswoyo, 2007:18).
Pendidikan adalah upaya mengembangkan kemampuan atau
potensi individu sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral sosial
sebagai pedoman hidupnya (Sudjana, 2004:2). Dengan kata lain
pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan dalam rangka
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik
mungkin dengan lingkungannya.

8

Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendidikan
adalah sebuah proses perubahan sikap dan perilaku manusia agar dapat
secara aktif mengembangkan potensi diri yang dianugerahkan oleh
Tuhan kepada dirinya yang dilakukan melalui usaha sadar, terorganisir,
terencana, dan berlangsung sepanjang hayat untuk memanusiakan
manusia.
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab
II pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Sementara tujuan pendidikan menurut Langeveld mengemukakan
ada enam macam tujuan pendidikan, yaitu (1) tujuan umum, total atau
akhir, (2) tujuan khusus, (3) tujuan tak lengkap, (4) tujuan sementara, (5)
tujuan intermedier dan (6) tujuan insindental.
Tujuan pendidikan pada GBHN adalah untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, keratif, terampil, beridsiplin, beretos
kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmanirohani.
Bagi kaum Naturalis, dengan tokohnya JJ. Rousseau, menyatakan
bahwa tujuan akhir pendidikan adalah self-realisasi potensi-potensi
manusia menjadi kenyataan di dalam tindakan yang nyata
Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan pendidikan di Indonesia
adalah untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya
potensi-potensi individu secara harmonis, berimbang dan terintegrasi.
c. Fungsi Pendidikan
Fungsi Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 adalah

9

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Thomas (1981) mengungkapkan bahwa ada tiga fungsi utama yang
diharapkan dari dunia pendidikan yaitu: the administrator’s production
function, the psycologist’s production function dan the economic’s
production function.
3. Hubungan Perubahan Sosial dengan Pendidikan
Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya
menjembatani dan memelihara warisan budaya suatu masyarakat sesuai
dengan perubahan sosial. Proses perubahan sosial yang terjadi seringkali
tidak teratur dan tidak menyeluruh, meskipun sendi-sendi yang berubah itu
saling berkaitan secara erat, sehingga melahirkan ketimpangan kebudayaan.
Perubahan teknologi yang serba cepat jelas akan membawa dampak luas ke
seluruh institusi-institusi masyarakat sehingga munculnya kemiskinan,
kejahatan, kriminalitas dan lain sebagainya merupakan dampak negatif yang
tidak bisa dicegah. Untuk itulah pendidikan harus mampu melakukan analisis
kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak dapat
mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan.

10

C. PEMBAHASAN

1. Perubahan sosial yang sedang terjadi di Indonesia saat ini
Perkembangan sosial di Indonesia dimulai dengan reformasi yang
membawa perubahan terhadap tantanan kehidupan. Reformasi merupakan
suatu proses perbaikan dengan melakukan koreksi terhadap unsure-unsur
yang rusak, dengan tetap mempertahankan elemen budaya dasar yang masih
fungsional, tanpa merubah bentuk masyarakat dan budaya secara total dan
mendasar. Transformasi adalah perubahan yang sifatnya lebih cepat, total,
mendasar dan menyeluruh. Sedangkan deformasi merupakan kerusakan pada
keteraturan sosial tersebut. Perubahan yang cepat tersebut harus mampu
mempertahankan “cultural continuity”, dan disini suatu unsur yang amat
perlu dipertahankan adalah kesepakatan-kesepakatan nilai (commonality of
values) yang pernah dicapai selama lebih dari 60 tahun silam (http://diezfiles.blogspot.com/2007/09/perkembangan-sosial-di-indonesia.html,

diakses

10 Oktober 2014).
Akibat gejala sosiologis fundamental, maka terjadi pergeseranpergeseran yang diantaranya sebagai berikut:
a. Pergeseran Struktur Kekuasan: Otokrasi menjadi Oligarki, Kekuasaan
terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat
(demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang,
hukum, informasi dsb.). Krisis dlm representative democracy dan civil
society.
b. Kebencian Sosial Yang Tersembunyi (Socio– Cultural Animosity). Pola
konflik di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung
fanatik Orba dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas antar
suku, agama, kelas sosial, kampung dsb. Sifatnyapun bukan vertical
antara kelas atas dan bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antara
rakyat kecil, sehingga konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif
tetapi destruktif (tidak fungsional tetapi disfungsional). Kita menjadi
“self destroying nation”.

11

1) Konflik sosial yang terjadi di Indonesia bukan hanya konflik terbuka
(manifest conflict) tetapi lebih berbahaya lagi adalah “hidden atau
latent conflict” antara berbagai golongan.
2) Cultural animosity adalah suatu kebencian budaya yang bersumber
dari

perbedaan ciri budaya tetapi juga perbedaan nasib yang

diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur
keinginan balas dendam. Konflik tersembunyi ini bersifat laten
karena terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung
dihampir seluruh pranata sosialisasi (agent of socialization) di
masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah,
media massa, organisasi massa, organisasi politik dsb.
3) Kita belum berhasil menciptakan kesepakatan budaya (civic culture).
4) Persoalannya adalah proses integrasi bangsa kita yang kurang
mengembangkan kesepakatan nilai secara alamiah dan partisipatif
(integrasi

normatif),

tetapi

lebih

mengandalkan

pendekatan

kekuasaan (integrasi koersif).
5) Karena kebencian sosial yang tersembunyi, maka timbul suatu
budaya merebaknya pengangguran. Secara sosiologis, penganggur
adalah orang yang tidak memiliki status sosial yang jelas (statusless),
sehingga tidak memiliki standar pola perlaku yang pantas atau tidak
pantas

dilakukan,

cenderung

mudah

melepaskan

diri

dari

tanggungjawab sosial.
2. Kondisi pendidikan Indonesia saat ini
Makalah ini akan memfokuskan pembahasan pada kondisi kurikulum,
kelembagaan, profesionalisme guru dan strategi pembelajaran sebagai
berikut:
a. Kurikulum
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai

pedoman

penyelenggaraan

kegiatan

pembelajaran

untuk

12

mencapai

tujuan

pendidikan

tertentu.

Wina

Sanjaya

(2008)

mengemukakan, kurikulum berhubungan dengan usaha mengembangkan
peserta didik sesuai tujuan yang ingin dicapai. Seringkali kurikulum juga
diartikan sebagai mata pelajaran.
Menurut Wina Sanjaya, proses perencanaan kurikulum memiliki
ketentuan, yaitu: 1) Perencanaan kurikulum biasanya menggunakan
judgement ahli bidang studi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sosial dan faktor pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajaran
apa yang harus diajarkan pada siswa; 2) Dalam menentukan dan
menyeleksi kurikulum perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti
tingkat kesulitan, minat siswa, urutan bahan pelajaran, dan lain
sebagainya; 3) Perencanaan dan implementasi kurikulum ditekankan
pada penggunaan metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan
anak didik dapat menguasai materi pelajaran.
Isu aktual terkait kurikulum baru tahun 2013 di antaranya adalah
masalah materi pelajaran dan kesiapan sumber daya manusia (guru).
Banyak kritik yang menyangsikan kurikulum tersebut dapat dipraktikkan
dengan baik, karena kualitas guru yang belum kondusif dan penyatuan
sejumlah mata pelajaran yang terkesan dipaksakan.
b. Kelembagaan
Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksud
dengan uraian ini ialah mengenai adanya dualisme atau bahkan dikotomi
antar pendidikan umum dan pendidikan agama. Dualisme atau dikotomi
antara pendidikan umum dan pendidikan agama ini agaknya merupakan
warisan dari pemikiran Islam klasik yang memilah antara ilmu umum
dan ilmu agama atau ilmu ghairuh syariah dan ilmu syariah, seperti yang
terlihat dalam konsepsi al-Ghazali (Otman, 1981: 182).
Dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan yang berlaku
di negeri ini kita anggap sebagai permasalahan serius, bukan saja karena
hal itu belum bisa ditemukan solusinya hingga sekarang, melainkan juga
karena hanya mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang” (Maarif,

13

1987:3). Jenis pendidikan yang pertama melahirkan sosok manusia yang
berpandangan sekuler, yang melihat agama hanya sebagai urusan pribadi.
Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan sosok manusia
yang taat, tetapi miskin wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme
dikotomi sistem kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kendala
untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”.
c. Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan
proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan
taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk
meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable
penting bagi keberhasilan pendidikan. Menurut Suyanto (2007: 1), “guru
memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak
dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis
alfabetikal maupun funfsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi
tokoh

kebanggaan

komunitas

dan

bangsanya”.

Tetapi

segera

ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia
pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu lan
ditiru”.
Lebih jauh Suyanto (2007: 3-4) menjelaskan bahwa guru yang
profesional harus memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi
dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan
yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki
sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang
sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f)
meliki prinsip-prinsip etik (kide etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi,
(h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi profesi.
Dari ciri-ciri atau karakteristik profesionalisme yang dikemukakan
di atas jelaslah bahwa guru tidak bisa datang dari mana saja tanpa
melalui sistem pendidikan profesi dan seleksi yang baik. Itu artinya

14

pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau
pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan) Suyanto (2007: 4).
Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih
terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan
mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui sistem seleksi
profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak
mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah
satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi
pendidikan nasional masa kini.
Lebih jauh disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah (PP. No. 74 Th. 2008).
Sejalan dengan tugasnya sebagai tenaga pendidik profesional, guru
dituntut memiliki empat kompetensi. Adapun empat kompetensi tersebut
yaitu: (1) Kompetensi Kepribadian; (2) Kompetensi Pedagogik; (3)
Kompetensi Profesional; (4) dan Kompetensi Sosial. Guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional (PP. Nomor 74 Tahun 2008).
d. Strategi Pembelajaran
Menurut Suyanto (2007: 15-16) era globalisasi dewasa ini
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran
yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah
mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan
paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan
media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa
pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.

15

Paulo Freire (2000: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini
sebagai strategi pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept).
Di pihak lain strategi pembelajaran baru digambarkan oleh Suyanto
sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak media,
berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi
guru-murid berupa pertukaran informasi dan menekankan pada
pemikiran kritis serta pembuatan keputusan yang didukung dengan
informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut oleh Paulo
Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah”
(problem

posing).

Namun

kenyataannya

menunjukkan

praktek

pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional
dari pembelajaran baru.
Suprijono (2009:3) mengatakan bahwa strtegi pembelajaran
sekarang ini harus menggunakan pendekatan pembelajaran berpusat pada
siswa atau student centered, bukan berpusat pada guru atau teacher
centered. Guru lebih berperan sebagai fasilitator, mediator, dinamisator,
organisator, dan katalisator. Konsep semacam ini dapat menjadikan siswa
aktif dalam kegiatan pembelajaran. Apabila siswa aktif maka tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
3. Peran pendidikan dalam perubahan sosial
Peran pendidikan dalam perubahan sosial masyarakat Indonesia yaitu:
a. Berpikir kritis dan inovatif
Pendidikan
meningkatkan

dalam

perubahan

kemampuan

analisis

sosial

dalam

kritis

yang

rangka

untuk

berperan

untuk

menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara
berpikir manusia. Pendidikan akan memberikan nilai-nilai tertentu
kepada manusia, terutama dalam membuka pikirannya, menerima hal hal baru, maupun cara berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan
manusia untuk dapat berfikir secara obyektif, rasional dan melihat ke
masa depan, berusaha menciptakan kehidupan yang lebih maju:
Pendidikan memberi kemampuan pada manusia untuk menilai apakah

16

kebudayaan masyarakatnya dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman atau tidak.
Berbekal pendidikan, masyarakat akan terdorong untuk berusaha
menciptakan

berbagai

penemuan

kebudayaan

yang

baru

agar

masyarakatnya mampu hidup mengikuti perkembangan zaman. Peran
pendidikan dalam konteks ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional
seperti di amanatkan dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menjadikan
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
b. Mendorong sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk
maju
Sikap positif masyarakat terhadap berbagai hasil karya anggota
masyarakatnya, merupakan indikasi bahwa masyarakat tersebut ingin
maju lewat hasil karya baru warganya yang diharapkan dapat membawa
perubahan dan kebaikan bagi kehidupan masyarakatnya: Seperti
penghargaan, pemberian Tanda Jasa, penghargaan Kenaikan Jabatan dan
sebagainya, mendorong masyarakat untuk terus berprestasi lewat karyakarya baru mereka, sehingga membawa perubahan dalam masyarakatnya.
Hal ini menjadi salah satu indikator keberhasilan pendidikan dalam
mendewasakan manusia seperti dikemukakan oleh Sugihartono (2007:3)
bahwa pendidikan selanjutnya diartikan sebagai proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
c. Toleransi terhadap perbuatan menyimpang yang bukan merupakan
pelanggaran hukum
Sikap toleransi terhadap penyimpangan yang terjadi di masyarakat
dalam

bentuk

penyimpangan

dari

kebiasaan-kebiasaan

hidup

masyarakatnya (tetapi bukan penyimpangan dalam arti pelanggaran
hukum) menyebabkan masyarakat memiliki keberanian untuk melakukan
hal-hal yang berbeda dari kebiasaan yang ada, sehingga terjadi

17

perubahan-perubahan di dalam kehidupan masyarakatnya: Seperti
toleransi terhadap warga masyarakat yang tidak lagi melaksanakan
kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya karena menganggap kebiasaan
tersebut kurang rasional atau tidak relevan lagi dengan kemajuan zaman,
serta menggantinya dengan bentuk kebiasaan baru yang diikuti oleh
berkembangnya lembaga-lembaga kemasyarakatan yang baru pula.
Sekarang ini semakin banyak warga masyarakat yang pada saat
melakukan acara MITONI (Tujuh Bulanan) usia kandungan, tidak lagi
melakukan upacara-upacara ritual seperti dilakukan oleh generasigenerasi sebelumnya, namun cukup dengan acara pengajian dan doa
keselamatan. Sikap semcam ini merupakan bentuk penerimaan hal-hal
baru seperti pendapat Soemardjan (1982) bahwa perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya
bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu
perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
d. Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka merupakan sistem yang
memberikan peluang atau kesempatan kepada setiap warga masyarakat
untuk mengalami mobilitas sosial vertikal secara luas, dimana setiap
warga masyarakat memiliki kesempatan untuk meraih prestasi dan
memiliki kedudukan/status sosial yang lebih tinggi. Pendidikan dalam hal
ini berperan dalam mendewasakan manusia seperti dikemukakan oleh
Sugihartono (2007:3) bahwa pendidikan selanjutnya diartikan sebagai
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, memungkinkan seseorang
untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, disertai income yang lebih
baik pula sehingga dapat meningkatkan status sosialnya di masyarakat
sehingga tercipta masyarakat makin dinamis, aktif dan kreatif sehinga
tercipta masyarakat yang semakin maju.

18

e. Pemahaman atas keberadaan masyarakat yang heterogen
Di dalam masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial
yang mempunyai perbedaan latar belakang kebudayaan, ras, ideology
dan sebagainya, mempermudah terjadinya konflik-konflik dalam
masyarakat, sehingga sering muncul goncangan-goncangan yang
mendorong terjadinya perubahan kehidupan masyarakat: Di dalam
komunitas masyarakat Transmigran yang berasal dari berbagai macam
daerah/wilayah Indonesia yang padat penduduknya, harus berkumpul
dalam satu wilayah yang sama, menjalankan kehidupan bersama. Karena
mereka berasal dari daerah yang berbeda, cenderung berperilaku sesuai
budaya asalnya masing-masing, sehingga sering terjadi ketidak cocokan
di antara mereka karena menganut nilai dan norma yang berbeda, maka
muncullah

gesekan/konflik.

Berangkat

dari

sinilah

pendidikan

diharapkan memiliki peran yang kuat dalam memperbaiki moral bangsa.
Hal ini sependapat dengan pendapat Sudjana (2004:2) bahwa pendidikan
adalah upaya mengembangkan kemampuan atau potensi individu
sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral sosial sebagai pedoman
hidupnya. Dengan kata lain pendidikan merupakan proses pengembangan
kemampuan dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu
menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya.
f. Orientasi ke masa depan
Masyarakat yang mampu berfikir ke arah masa depan ( memiliki
Visi, Misi dan tujuan hidup yang jelas) akan terdorong untuk
mewujudkan cita - cita masa depannya: Masyarakat mampu tumbuh
sebagai masyarakat yang dinamis, aktif dan kreatif, yaitu masyarakat
yang selalu berusaha menghasilkan penemuan-penemuan baru yang
diharapkan mampu untuk merubah kehidupan masyarakatnya menuju
terwujudnya masyarakat baru yang dicita-citakan. Dalam konteks masa
depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari
kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan,

19

karena sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita,
kita sendirilah yang seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198).
g. Pandangan bahwa manusia harus senantiasa memperbaiki hidupnya
Berkembangnya keyakinan terhadap nilai-nilai hakekat hidup
bahwa “Manusia bila ingin tetap eksis harus selalu berusaha
memperbaiki hidupnya”, menjadi pendorong masyarakat untuk selalu
berusaha meningkatkan kualitas hidupnya dengan berusaha merubah
kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik: Masyarakat yang meyakini
bahwa kualitas dan kesejahteraan hidupnya ditentukan oleh hasil
usahanya (bukan ditentukan oleh nasib), akan terus berusaha untuk
meningkatkan kualitas hidupnya lewat berbagai perubahan-perubahan
yang dilakukannya yang ditujukan untuk memperbaiki kehidupannya.
Hal ini senada dengan Soemardjan (1982) yang mengemukakan bahwa
perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang
sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan
cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat
memenuhi kebutuhannya.

20

D. PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Kondisi sosial yang terjadi di Indonesia
Perubahan sosial di Indonesia dimulai dengan reformasi yang
membawa

perubahan

terhadap

tantanan

kehidupan.

Reformasi

merupakan suatu proses perbaikan dengan melakukan koreksi terhadap
unsur-unsur yang rusak, dengan tetap mempertahankan elemen budaya
dasar yang masih fungsional, tanpa merubah bentuk masyarakat dan
budaya secara total dan mendasar. Akibat gejala sosiologis fundamental,
maka terjadi pergeseran-pergeseran yang diantaranya: pergeseran
struktur kekuasan dari Otokrasi menjadi Oligarki dan kebencian sosial
yang tersembunyi (Socio–Cultural Animosity).
b. Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini
Kondisi pendidikan Indonesia saat ini menunjukkan bahwa:
penerapan kurikulum 2013 yang belum sepenuhnya siap karena pendidik
belum mengetahui secara mendalam tentang cara pembuatan perangkat
pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa, permasalahan sistem
kelembagaan

pendidikan

dualisme

atau

bahkan

dikotomi

antar

pendidikan umum dan pendidikan agama, profesionalisme Guru yang
masih rendah dan strategi pembelajaran yang belum tepat dan kurang
inovatif.
c. Peran pendidikan dalam perubahan sosial
Peran pendidikan dalam perubahan sosial masyarakat Indonesia
yaitu: meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan inovatif, mendorong
sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju,
toleransi terhadap perbuatan menyimpang yang bukan merupakan
pelanggaran hukum, sistem pelapisan masyarakat yang terbuka,
pemahaman atas keberadaan masyarakat yang heterogen, orientasi ke
masa

depan

dan

pandangan

memperbaiki hidupnya.

bahwa

manusia

harus

senantiasa

21

2. Saran
a. Perubahan sosial dalam masyarakat tidak dapat dibatasi oleh ruang dan
waktu, olehnya itu kita sebagai bagian dari kelompok sosial harus
berusaha mengendalikan perubahan itu ke arah yang positif agar budaya
yang terbentuk dari perubahan sosial dapat memberikan manfaat bagi
kelangsungan hidup manusia yang makmur dan damai.
b. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional hendaknya selalu
melakukan perbaikan secara terus guna memperbaiki kualitas pendidikan
Indonesia dari sistem, landasan dan komponen-komponen pendukungya
berdasarkan pendidikan yang humanis dan Pancasila dan UUD 45.
c. Pendidikan sebagai alat perubahan diharapkan mampu melakukan
transformasi secara utuh perubahan sosial yang terjadi di Indonesia
dengan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; dan tujuan
pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

22

DAFTAR PUSTAKA

Allan, Thomas. 1981. The Productive School. A System Analisis Approach to
Education Administration. New York: John Willey and Son Inc.
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa Oetomo Dananjaya
dkk. Jakarta: LP3ES.
Henslin, James M. 2007. Essential of Sociology : A Down-to-Earth Approach
(Sosiologi dengan Pendekatan Membumi). Penerjemah: Kamanto Sunarto.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Horton, Paul B & Hunt,Chester L. 1992. Sociology (Sosiologi). Penerjemah:
Aminudin Ram. Jakarta: Penerbit Erlangga Soekanto.
http://www.merdeka.com/tag/k/ kenakalan-remaja, diakses 8 September 2014.
Karis, M. Rusli. 1991. Pendidikan Islam sebai Upaya Pembebasan Manusia,
dalam Muslih Usa (ed.). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan
Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Maarif, Ahmad Syafii, 1987. Masalah Pembaharuan Pendidikan Islam, dalam
Ahmad Busyairi dan Azharudin Sahil (ed.). Tantangan Pendidikan Islam.
Yogyakarta: LPM UII.
Moore, Wilbert. E. 2002. Social Change. New York: The Macmillan Company.
Othman, Ali Issa, 1981. Manusia Menurut al-Ghazali, alih bahasa Johan Smit
dkk. Bandung: Pustaka.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Th. 2008 tentang Guru.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.
Soedjatmoko. 1991. Nasionalisme sebagai Prospek Belajar. Prisma, No. 2 Th.
XX, Februari.
Soekanto, Soerjono. 1981. Memperkenalkan sosiologi. Jakarta: Rajawali Press.
_______________. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada.

23

Soemardjan, Selo. 1982. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadja
Mada University Press.
Siswoyo, Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta.
Sudjana, Nana. 2004. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,
Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sugihartono. 2007. Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press, 2007.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyanto. 2007. Tantangan Profesionalisme Guru di Era Global. Pidato Dies
Natalis ke-43 Universitas Negeri Yogyakarta, 21 Mei.
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.

24