Kasus Lumpur Lapindo Materi Etika Bisn

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia Bisnis hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya tidak bisa lepas dari
kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu ada suatu tanggung jawab sosial yang dipikul oleh
bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang
memperhatikan lingkungan. Dalam dekade terakhir ini diributkan adanya pergeseran dalam
etika bisnis, yang dikatakan makin merosot. Merosotnya rasa solidaritas, tanggung jawab
sosial dan tingkat kejujuran di kalangan kelompok bisnis merupakan gejala yang makin
parah, permainan cek kosong, utang tidak dibayar, merupakan gejala umum, dan
meruntuhkan teori-teori tentang solidaritas, baik solidaritas finansial, komersial, dan moral.
Dalam dunia bisnis semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan tidak jujur
dari sesamanya. Praktek manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi dengan moral tinggi.
Moral dan tingkat kejujuran rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri.
Masalahnya ialah tidak ada hukuman yang tegas terhadap pelanggaran etika tersebut, karena
nilai hanya ada dalam hati nurani seseorang.
Orang-orang bisnis diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya dalam
masyarakat. Harus ada etik dalam menggunakan sumber daya yang terbatas di masyarakat
dan apa akibat dari pemakaian sumber daya tersebut, apa akibat dari proses produksi yang ia
lakukan.
Sumber daya alam ini dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Jika sumber daya

alam ini disalahgunakan, maka sumber daya alam akan berakibat fatal dan merugikan segala
pihak, dan sebaliknya. Dan ini terjadi pada bencana Lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa
Timur. Sumber daya alam (minyak bumi dan gas) yang terjadi pada kasus lumpur Lapindo
Brantas Sidoarjo ini bersifat merugikan yang dikarenakan adanya kesalahan prosedur saat
pengeboran gas dan minyak bumi. Lumpur Lapindo ini dapat mengakibatkan pengaruh yang
berakibat fatal pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak terjadinya lumpur Lapindo
Brantas Sidoarjo-Jawa Timur ini mengakibatkan segala aktivitas – aktivitas baik industri,
pabrik, fasilitas-fasilitas umum dan sosial, dan lain-lain pada daerah lingkupan lumpur
lapindo tersendat atau terhenti.
Dalam hal ini pemerintah tidak dapat bertindak kecuali melakukan suatu tinjauan untuk
dapat memberikan intruksi atau perintah kepada pihak yang bertanggung jawab agar lumpur
lapindo brantas dapat diberhentikan. Jaminan atau janji pemerintah dan pihak penanggung
jawab dengan korban lumpur lapindo mengenai ganti rugi dimana lahan yang telah terlewati
dengan lumpur lapindo brantas masih kurang memadai dalam segi kesejahteraan baik tempat
tinggal, tempat ibadah, gedung-gedung, sekolah atau pendidikan, pabrik-pabrik atau fasilitasfasilitas umum dan sosial lainnya yang masih belum terlihat mensejahterakan korban lumpur
Lapindo Brantas Sidoarjo sampai sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa contoh pelanggaran etika bisnis dan tanggung jawab?
2. Bagaimana ulasan kasus dan dampak yang ditimbulkan?
1


3. Bagaimana ulasan kasus etika bisnis dan tanggung jawab sosial dilihat dari sisi
etika bisnis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui contoh kasus etika bisnis dan tanggung jawab sosial
2. Memahami ulasan kasus dan mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat kasus etika
bisnis dan tanggung jawab sosial
3. Memahami ulasan kasus dari sisi etika bisnis dan tanggung jawab sosial
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan contoh studi kasus etika bisnis dan tanggung
jawab sosial agar mahasiswa dapat lebih memahami materi yang telah dipelajari.

2

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Tanggung Jawab Sosial Suatu Bisnis
Tanggung jawab sosial suatu bisnis adalah suatu tanggung jawab yang harus di
lakukan dalam suatu lingkungan perusahaan bisnis agar adanya solidaritas yang tinggi dalam

bernisnis. Proses produksi seringkali menyebabkan benturan kepentingan (masyarakat
dengan perusahaan). Terjadi pada berbagai tingkat perusahaan (besar, menengah dengan
perusahaan). Benturan ini terjadi kerap kli karena perusahaan menimbulkan polusi (udara, air,
limbah, suara bahkan mental kejiwaan).
Etika Bisnis
Etika adalah suatu cabang yang dari filosofi yang berkaitan dengan kebaikan
(rightness) atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Etika dapat diartikan sebagai
aturan aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik
atau buruk. Etika bisnis adalah standar – standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan
manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis
yang etik. Paradigma etika dan bisnis merupakan dunia yang berbeda dimana saatnya para
pelaku bisnis merubahnya menjadi sinergi antara etika dengan laba. Dimana reputasi
perusahaan yang baik dan dilandasi oleh etika bisnis merupakan competitive adventage bagi
para pelaku bisnis.
Etika bisnis merupakan penerapan secara langsung tanggung jawab social suatu bisnis
yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Etika pergaulan dalam melaksakan bisnis
disebut etika pergaulan bisnis.
Hubungan dengan Konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langganan/kosumen merupakan pergaulan antara
konsumen dengan produsen dan paling banyak ditemui. Berikut beberapa contohnya :

 Kemasan yang berbeda-beda menyulitkan kosumen untuk membandingkan harga
terhadap produk.
 Kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga
diperlukan penjelasan tentang isi serta kandungan yang terdapat dalam produk
tersebut.
 Promosi, terutama iklan merupakan gangguan etis tang paling utama.
 Pemberian servis dan garansi sebagai bagian dari layanan purna jurnal.
Hubungan dengan Karyawan
Bentuk hubungan ini meliputi : penerimaan (recruitmen), latihan (training), promosi,
transfer, demosi maupun pemberhenti (termination). Dimana semua bentuk hubungan
tersebut harus dijalan secara objektif dan jujur. Hubungan antara bisnis Pemberian informasi
hubungan yang terjadi diantara perusahhan, baik perusahaan kolega, pesaing, penyalur, grosir
maupun distributornya.
Hubungan dengan Investor
Pemberian informasi yang benar terhadap investor maupu calon investor merupakan
bentuk hubungan ini. Sehingga dapat menghimdari pengambilan keputusan yang keliru.
3

Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Terutama jawatan pajak pada umumnya merupakan hubungan yang bersifat financial,

berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Pelaksanaan tanggung jawab social
merupakan penerapan dan pelaksanaan kepedulian bisnis terhadap lingkungan serta
mengikuti etika bisnis. Penerapan etika bisnis adalah maksud dari konsep stakcholder yang
berlawan dengan konsep stockholder.
2.2 Masalah Polusi
Polusi yang timbulkan oleh kegiatan proses produksi karena akibat asap, ampas atau
zat kimia yang dihasilkan oleh pabrik dibuang ke alam terbuka dapat mengancam kehidupan
umat manusia. Polusi berupa polusi udara, pencemaran udara di kota besar disebabkan oleh
asap knalpot mobil dan asap pabrik. Polusi air disebabkan oleh buangan pabrik yang
menyebabkan air berubah warna, dan berbau tidak enak mengandung racun mematikan ikan
dan sebagainya.
Polusi suara berupa bising gemuruh sepanjang siang dan malam, dari mesin pabrik,
kendaraan pesawat udara menyebabkan orang tidak bisa istirahat.
Polusi tanah karena pembuangan zat-zat kimia mencemarkan lingkungan .
Penebangan hutan yang berakibat gundulnya huta, erosi, banjir, pengikisan tanah, sehingga
tanah berubah menjadi padang pasir, kering tanpa tumbuh-tumbuhan.
Sudah lama bumi kita memasuki tahap krisis lingkungan yang terus menerus malaju.
Pada tahun 1970-an manusia dicemaskan oleh meluasnya gurun, penggundulan hutan, dan
kurangnya tingkat kesuburan tanah. Pada tahun1980-an daftar kecemasan itu bertambah
panjang dengan limbah beracun , polusi melewati ambang batas, hujan asam, lubang ozon,

kecelakaan dan kebocoran reaktor nuklir, dan pembuangan ampas nuklir, serta pemanasan
global. Daftar kecemasan diatas memang sangat membahayakan akibatnya seperti hujan
asam akan mematikan manusia dan tanaman sendiri., mengeringkan tanah, lubang ozon
menyebabkan sinar ultra violet matahari langsung menembus permukaaan bumi tanpa ada
filter udara, pemanasan global menyebabkan bumi makin panas, gunung es di kutub mencair,
permukaan laut makin tinggi, pantai-pantai terendam dan mengancam kota-kota yang terletak
di pinggir pantai.

4

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Lumpur Lapindo
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo, merupakan peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun
Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,
sejak 29 Mei 2006. Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian
selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini
berbatasan dengan Kecamatan Gempol (kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi pusat
semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan

sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas.
Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya
merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan
terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-PasuruanBanyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan
Surabaya-Banyuwangi, Indonesia. Lumpur juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya
hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan
kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung
berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Perusahaan terkesan lebih mengutamakan penyelamatan asset-asetnya daripada
mengatasi masalah lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Namun Lapindo Brantas
akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir
Lumpur Porong, Sidoarjo. Lapindo akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah
pekarangan beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang
terendam lumpur.
Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur
tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan
kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber
penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial
mulai mengemuka.

3.2 Ulasan Kasus
Kronologi Terjadinya Luapan Lumpur
Sebenarnya ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadinya luapan lumpur
lapindo, seperti kaitannya dengan gempa Yogyakarta yang berlangsung pada hari yang sama,
aspek politik yaitu eksplorasi migas oleh pemerintah, dan aspek ekonomis yaitu untuk
menghemat dana pengeluaran, maka PT Lapindo sengaja tidak memask selubung bor
(casing) pada sumur BPJ-1.
Salah satu dari ketiga perkiraan yang sudah umum diketahui banyak orang tentang
penyebab meluapnya lumpur lapindo di Porong Sidoarjo 29 Mei 2006 lalu adalah PT
Lapindo Brantas yang waktu itu sedang melakukan kegiatan di dekat lokasi semburan.

5

Kegiatan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas waktu iu adalah pengeboran sumur
Banjar Panji-1 (BPJ-1) pada awal maret 2006, kegiatan tersebut bekerjasama dengan
perusahaan kontraktor pengeboran yaitu PT Medici Citran Nusantara.
Dugaan atas meluapnya lumpur tersebut kepada PT Lapindo Brantas adalah kurang
telitinya PT Lapindo dalam melakukan pengeboran sumur dan terlalu menyepelekan. Dua hal
tersebut sudah tampak ketika rancangan pengeboran akhirnya tidak sesuai dengan yang ada
dilapangan. Rancangan pengeboran adalah sumur akan dibor dengan kedalaman 8500 kaki

(2590 meter) untuk bisa mencapai batu gamping. Lalu sumur tersebut dipasang casing yang
bervariasi sesuai dengan kedalaman sebelum mencapai batu gamping.
Awalnya, PT Lapindo sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, 20
inchi pada 1195 kaki, 16 inchi pada 2385 kaki dan 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Namun
setelah PT Lapindo mengebor lebih dalam lagi, mereka lupa memasang casing. Mereka
berencana akan memasang casing lagi setelah mencapai/menyentuh titik batu gamping.
Selama pengeboran tersebut, lumpur yang bertekanan tinggi sudah mulai menerobos (blow
out), akan tetapi PT Lapindo masih bisa mengatasi dengan pompa lumpur dari PT Medici.
Dan setelah kedalam 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. PT Lapindo
mengira target sudah tercapai, namun sebenarnya mereka hanya menyentuh titik batu
gamping saja. Titik batu gamping itu banyak lubang sehingga mengakibatkan lumpur yang
digunakan untuk melawan lumpur dari bawah sudah habis, lalu PT Lapindo berusaha
menarik bor, tetapi gagal, akhirnya bor dipotong dan operasi pengeboran dihentikan serta
perangkap BOP (Blow Out Proventer) ditutup. Namun fluida yang bertekanan tinggi sudah
terlanjur naik ke atas sehingga fluida tersebut harus mencari jalan lain untuk bisa keluar. Itu
lah yang menyebabkan penyemburan tidak hanya terjadi di sekitar sumur melainkan di
beberapa tempat. Oleh karena itu terjadilah semburan lumpur lapindo.

Usaha Menghentikan Semburan Lumpur
Mengenai luapan lumpur lapindo beberapa pihak ada yang mengatakan luapan lumpur

ini bisa dihentikan, dengan beberapa skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa
dihentikan sampai tahun 2009 tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah
fenomena alam.
Skenario pertama menghentikan luapan lumpur panas lapindo dengan menggunakan
Snubbing Unit. Snubbing unit adalah usaha untuk menemukan rangkaian mata

bor yang dulunya digunakan untuk mengebor sumur yang sekarang
mengeluarkan lumpur panas. Lalu rangkaian mata bor dapat ditemukan pada kedalaman
2991 kaki, dan sudah dicoba untuk memasukkan material-material yang kiranya dapat
mendorong rangkaian mata bor ke dasar sumur (9297 kaki) untuk menutup sumur yg
mengeluarkan lumpur panas. Namun, cara ini sia-sia saja. Snubbing Unit gagal mendorong
mata bor tersebut sampai ke dasar sumur.
Skenario kedua, menghentikan luapan lumpur panas lapindo dengan cara melakukan
pengeboran miring (sidetracking) untuk menghindari mata bor yang tertinggal di dalam
sumur. Proses pengeboran dilakukan dengan menggunakan Ring milik PT Pertamina
(persero). Ternyata cara ini juga belum bisa mengatasi bencana lumpur panas lapindo. Cara
ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman
antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1.
Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung
gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja,

ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah
sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Oleh karena itu, PT.Lapindo melaksanakan
penutupan secara permanen sumur BIP-1.
6

Skenario ketiga menghentikan lumpur panas lapindo dengan cara pemadaman lumpur,
dengan membuat 3 sumur baru (relief well). Tiga lokasi yang dijadikan : Pertama, sekitar 500
meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur
Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini,
cara ini masih diusahakan, semoga saja cara ini dapat membuahkan hasil.
Pada 9 September 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani surat
keputusan pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo, yaitu
Keppres Nomor 13 Tahun 2006. Dalam Keppres itu disebutkan, tim dibentuk untuk
menyelamatkan penduduk di sekitar lokasi bencana, menjaga infrastruktur dasar, dan
menyelesaikan masalah semburan lumpur dengan risiko lingkungan paling kecil. Tim
dipimpin Basuki Hadi Muljono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pekerjaan Umum, dengan tim pengarah sejumlah menteri, diberi mandat selama enam bulan.
Seluruh biaya untuk pelaksanaan tugas tim nasional ini dibebankan pada PT Lapindo Brantas.
Namun upaya Timnas yang didukung oleh Rudy Rubiandini ternyata gagal total
walaupun telah menelan biaya 900 milyar rupiah. Rapat Kabinet pada 27 September 2006
akhirnya memutuskan untuk membuang lumpur panas Sidoardjo langsung ke Kali Porong.
Keputusan itu dilakukan karena terjadinya peningkatan volume semburan lumpur dari 50,000
meter kubik per hari menjadi 126,000 meter kubik per hari, untuk memberikan tambahan
waktu untuk mengupayakan penghentian semburan lumpur tersebut dan sekaligus
mempersiapkan alternatif penanganan yang lain, seperti pembentukan lahan basah (rawa)
baru di kawasan pantai Kabupaten Sidoardjo.
Banyak pihak menolak rencana pembuangan ke laut ini, diantaranya Walhi dan ITS.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan
Komisi IV DPR RI, 5 September 2006, menyatakan luapan lumpur Lapindo mengakibatkan
produksi tambak pada lahan seluas 989 hektar di dua kecamatan mengalami kegagalan panen.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan kerugian akibat luapan lumpur
pada budidaya tambak di kecamatan Tanggulangin dan Porong Sidoarjo, Jawa Timur,
mencapai Rp10,9 miliar per tahun. Dan rencana pembuangan lumpur yang dilakukan dengan
cara mengalirkannya ke laut melalui Sungai Porong, bisa mengakibatkan dampak yang
semakin meluas yakni sebagian besar tambak di sepanjang pesisir Sidoarjo dan daerah
kabupaten lain di sekitarnya, karena lumpur yang sampai di pantai akan terbawa aliran
transpor sedimen sepanjang pantai. Dampak lumpur itu bakal memperburuk kerusakan
ekosistem Sungai Porong. Ketika masuk ke laut, lumpur otomatis mencemari Selat Madura
dan sekitarnya. Areal tambak seluas 1.600 hektare di pesisir Sidoarjo akan terpengaruh.
Dampak Luapan Lumpur Lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar
maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Luapan lumpur terjadi pertama kali pada
2006 hingga kini telah memaksa sekitar 60 ribu orang mengungsi. Tidak hanya itu, masih
banyak dampak lain yang timbul akibat bencana ini, diantaranya adalah :
1. Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi
empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya
warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur
ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga
bulan Ahustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total
warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa
mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit
rumah ibadah terendam lumpur.

7

2. Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006
antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo,
Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor
unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
3. Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan
merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena
dampak lumpur ini.
4. Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak
bekerja.
5. Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta
rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
6. Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak
1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480,
Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri),
kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala
15 unit.
7. Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal
persawahan
8. Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas,
mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana
darurat penanggulangan lumpur.
9. Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik
PDAM Surabaya patah.
10. Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan
lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.
11. Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan,
dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui SidoarjoMojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong. Penutupan ruas jalan tol ini juga
menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan SurabayaBanyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula
terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang
selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
12. Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
13. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat
desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
14. Berubahnya suhu udara yang semakin panas, yang bercampur bau lumpur.
15. Mayoritas warga sekitar lumpur kini begitu akrab dengan sesak nafas dan batuk.
Sekalipun belum ada korban meninggal akibat ISPA, namun batuk ‘jamaah’ yang
diidap warga sulit untuk disebut wajar.
16. Pencemaran air di kawasan sekitar bencana yang menyebabkan air menjadi tidak
layak lagi dikonsumsi. Akibatnya warga terpaksa membeli air bersih dari sumber
mata air Prigen yang dijual perusahaan pengangkut air dengan harga Rp. 1500 per
curigen (25 liter).
17. Pengangguran massal yang mengancam masa depan warga.
18. Sejumlah warga merelakan anaknya tidak sekolah akibat sulitnya mendapatkan
pekerjaan baru. Tingkat pendidikan rendah menjadi penghalang selanjutnya.
Sayangnya disituasi rumit ini warga tak disiapkan pekerjaan oleh Lapindo
Berantas, dan nyaris di campakkan pemerintahan yang berkuasa.

8

Penyebab Terjadinya Bencana Menurut Para Ahli
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilmuwan dari berbagai negara
menyimpulkan bahwa luapan lumpur adalah akibat dari proses pengeboran eksplorasi gas
yang dilakukan PT. Lapindo Brantas. Tim yang dipimpin oleh Richard Davies dari
Universitas Durham, Inggris, itu menyatakan, data yang dirilis Lapindo yang menjadi dasar
bukti baru timnya bahwa pengeboran menyebabkan luapan lumpur.
“Kami menemukan laporan harian salah satu titik pengeboran yang menyatakan
Lapindo sempat memompakan kembali lumpur galiannya untuk menghentikan luapan
lumpur. Upaya itu menunjukkan beberapa keberhasilan dan membuat luapan lumpur
melambat,” ujar Davies. Dari data tersebut Davies dan timnya menemukan bukti baru.
“Fakta bahwa luapan lumpur melambat menjadi bukti bahwa lubang pengeboran memang
terhubung dengan sumber luapan lumpur,” ungkap Davies.
Hal ini diperkuat oleh ungkapan anggota tim asal Universitas Curtin, Australia, Mark
Tingay, yang menyatakan bahwa luapan lumpur diakibatkan oleh gempa bumi adalah tidak
masuk akal.
“Gempa bumi yang mereka (pihak Lapindo) klaim sebagai penyebab utama luapan
lumpur hanya memiliki dampak sepele. Alasannya, gempa bumi terjadi di Yogyakarta dua
hari sebelum lumpur meluap, dan jauh dari lokasi luapan lumpur, yakni sekitar 250 km di
sebelah barat daya titik luapan,” ujar Tingay. Dan melalui serangkaian konferensi
internasional yang diselenggarakan oleh pihak yang netral, diperoleh hasil akhir bahwa
kesalahan operasi Lapindo dianggap para ahli sebagai penyebab semburan Lumpur panas di
Sidoarjo.
Akan tetapi pihak Lapindo dan beberapa geolog menganggap bahwa semburan
Lumpur diakibatkan oleh gempa bumi Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelum Lumpur
menyembur pada tanggal 29 Mei 2006.
Sementara sebagian ahli menganggap bahwa hal itu tidak mungkin karena jarak yang
terlalu jauh dan skala gempa yang terlalu kecil. Mereka, melalui berbagai penerbitan di jurnal
ilmiah yang sangat kredibel, justru menganggap dan menemukan fakta bahwa penyebab
semburan adalah kesalahan operasi yang dilakukan oleh Lapindo. Lapindo telah lalai
memasang casing, dan gagal menutup lubang sumur ketika terjadi loss dan kick, sehingga
Lumpur akhirnya menyembur. (Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580
kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi)
Puluhan ahli datang dari seluruh penjuru dunia membahas enam makalah tentang
masalah Lapindo yang dipaparkan oleh para presenter, baik dari pihak Lapindo maupun para
pakar independen. Dan karena para ahli yang berada di pihak Lapindo tetap berkeras dengan
pendirian mereka, untuk memperoleh kepastian pendapat dari para ahli dunia tersebut dengan
cara voting, menggunakan metoda langsung angkat tangan. Hasilnya, tidak diragukan lagi
bahwa sebagian besar peserta yang hadir berpendapat bahwa penyebab semburan adalah
karena pengeboran yang disebabkan oleh Lapindo.
Hasil konferensi ini mestinya cukup untuk meyakinkan publik, pemerintah, dan
penegak hukum di Indonesia bahwa Lapindo merupakan pihak yang harus bertanggung
jawab dalam Bencana ini. Kesimpulan ini juga diharapkan bisa segera menghentikan
berbagai upaya Lapindo untuk menghindar dari kewajiban, serta segera memenuhi hak dari
korban Lumpur.
Para tersangka dijerat Pasal 187 dan Pasal 188 KUHP dan UU No 23/1997 Pasal 41
ayat 1 dan Pasal 42 tentang pencemaran lingkungan, dengan ancaman hukum 12 tahun
penjara. "Otomatis UU pencemaran lingkungan hidup ini sudah termasuk kejahatan korporasi
9

karena merusak lingkungan hidup," kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton
Bachrul Alam yang sejak tahun 2009 menjadi Kapolda Jawa Timur.
Pemerintah dianggap tidak serius menangani kasus luapan lumpur panas ini.
Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, di mana mereka harus mengungsi dan
kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Pemerintah hanya
membebankan kepada Lapindo pembelian lahan bersertifikat dengan harga berlipat-lipat dari
harga NJOP yang rata-rata harga tanah dibawah Rp. 100 ribu- dibeli oleh Lapindo sebesar Rp
1 juta dan bangunan Rp 1,5 juta masing-masing permeter persegi. untuk 4 desa (Kedung
Bendo, Renokenongo, Siring, dan jatirejo) sementara desa-desa lainnya ditanggung APBN,
juga penanganan infrastruktur yang rusak.Hal ini dianggap wajar karena banyak media hanya
menuliskan data yang tidak akurat tentang penyebab semburan lumpur ini.
Salah satu pihak yang paling mengecam penanganan bencana lumpur Lapindo adalah
aktivis lingkungan hidup. Selain mengecam lambatnya pemerintah dalam menangani lumpur,
mereka juga menganggap aneka solusi yang ditawarkan pemerintah dalam menangani lumpur
akan melahirkan masalah baru, salah satunya adalah soal wacana bahwa lumpur akan
dibuang ke laut karena tindakan tersebut justru berpotensi merusak lingkungan sekitar muara.
PT Lapindo Brantas Inc sendiri lebih sering mengingkari perjanjian-perjanjian yang
telah disepakati bersama dengan korban.Menurut sebagian media, padahal kenyataannya dari
12.883 buah dokumen Mei 2009 hanya tinggal 400 buah dokumen yang belum dibayarkan
karena status tanah yang belum jelas. Namun para warga korban banyak yang menerangkan
kepada Komnas HAM dalam penyelidikannya bahwa para korban sudah diminta
menandatangani kuitansi lunas oleh Minarak Lapindo Jaya, padahal pembayarannya diangsur
belum lunas hingga sekarang. Dalam keterangannya kepada DPRD Sidoarjo pada Oktober
2010 ini Andi Darusalam Tabusala mengakui bahwa dari sekitar 13.000 berkas baru sekitar
8.000 berkas yang diselesaikan kebanyakan dari korban yang berasal dari Perumtas
Tanggulangin Sidoarjo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak keterangan dan penjelasan yang
masih simpang siur dan tidak jelas.
3.3 Ulasan dari Sisi Etika Bisnis
Dari Uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo
Brantas merupakan penyabab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak
Lapindo malah berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika
bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Berantas jelas telah melanggar etika dalam
berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan
melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan
kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT.
Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT.
Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk
melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan
lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
Padahal baru-baru ini beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya
hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat
ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru.
Doug Lennick dan Fred Kiel, dalam bukunya yang berjudul Moral Intelligence,
berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan
standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang.
Hal yang sama juga dikemukakan miliuner Jon M. Huntsman, 2005 dalam bukunya yang
berjudul Winners Never Cheat. Dimana ia mengatakan bahwa kunci utama kesuksesan adalah
10

reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.
Tidak hanya itu, dalam sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance
Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical,
Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan
produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan
EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan
dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan
besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik
akan meningkatkan market value added hingga dua atau tiga kali lebih besar daripada
perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain, seperti riset yang dilakukan
oleh DePaul University di tahun 1997 menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan
komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja
finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang
tidak melakukan hal serupa.
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan
akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk
pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan perusahaan
itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.

11

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hubungan bisnis antara PT. Lapindo Brantas dengan masyarakat jelas telah
melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi
yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar
yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial. Hubungan bisnis antara
PT. Lapindo Brantas dengan masyarakat tidak sesuai dengan konsep dan persyaratan etika
bisnis yaitu kontrak sosial perusahaan terhadap pembayaran ganti rugi atas tanah, rumah dan
aktivitas usaha masyarakat yang tidak bias digunakan/di huni lagi.
Dalam mengatasi masalah lumpur panas yang melibatkan lingkungan, ekonomi dan
bisnis sebaiknya PT. Lapindo melakukan sinergi antara pemerintah dan lembaga – lembaga
terkait dalam mengasi masalah lingkungan yang diakibatkan oleh pengeboran PT. Lapindo
Brantas. Untuk badan otorisasi pemerintah sebaiknya mengkaji lebih dalam manfaat dan
resiko atas kegiatan yang melibatkan kepentingan lingkungan dan masyarakat luas.

12

DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2002. Pengantar Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
http://prastaeltanin.blogspot.com/2012/01/pelanggaran-etika-bisnis-pt-lapindo.html
http://emilyaumil.blogspot.com/2013/12/tanggung-jawab-sosial-suatu-bisnis.html
http://madewismantara.blogspot.com/2012/11/makalah-lumpur-lapindo.html
https://www.academia.edu/4131544/MAKALAH_Etika_Binis_lapindo
http://wwwallaboutrossycom-rossy.blogspot.com/2012/05/usaha-usaha-pemerintah-danptlapindo.html
http://www.bimbingan.org/awal-terjadinya-lumpur-lapindo.htm

13

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

ANALISIS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TAX PLANNING TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPH TERUTANG PADA PERUSAHAAN PT. IER (Studi Kasus Pada PT. IER)

16 148 78